You are on page 1of 78

QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN

DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL


INGREDIENT

SKRIPSI

SYAIFUL HADI
F24060595

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN
DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL
INGREDIENT

Syaiful Hadi1, Dedi Fardiaz1,2, and Nuri Andarwulan1,2


1
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,
Bogor Agricultural University, Bogor 16680, Indonesia
2Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center,
Bogor Agricultural University, Bogor 16680, Indonesia
Cooresponding author: 081311200677, syaiha_itp43@yahoo.com

ABSTRACT

Red Palm Olein (RPO) is purified oil originated from Crude Palm Oil (CPO) that contains
high carotenoids as pro-vitamin A. Instan noodle as a favourite food in Indonesia can be used as a
carotenoids carrier if RPO used as seasoning oil ingredient. Quantitative Descriptive Analysis method
used in this research was to observe the effect of RPO addition in instan noodle seasoning oil. Instan
noodles used in this research were onion chicken flavored noodle and chiken curry flavored noodle.
Addition of two mL RPO was expected to give vitamin A recommended daily requirement as much as
16.62% for adult men and 19.94% for adult women. RPO used in this research was in accordance with
SNI and CODEX standards, namely moisture content 0.02%, slip melting point 17.35 0C, free fatty
acid 0.13%, peroxide number 3.97 meq peroxide /kg samples, carotenoids 373.88 ppm, and iod
number 54.81 g iod/100 g samples. The identified attributes in onion chicken flavored noodle were
onion and chilly aroma with salty and umami taste, and spicy sensation as its aftertaste. While in
chicken curry flavored noodle, the identified attributes were onion, kari, and cooking oil aroma with
salty, umami, and spicy taste, and oily and umami as its aftertaste. QDA results for onion chicken
flavored noodle showed that both addition and substitution of 2 mL RPO had significant different with
control at p>0.05. but, those treatment showed insignificant different each other at p>0.05. the similar
results were observed on curry chicken flavored noodle.

Key words : Red Palm Olein (RPO), Quantitative Descriptive Analysis (QDA), Seasoning Oil,
Instant Noodle
SYAIFUL HADI. F24060595. Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan
dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient. Di bawah
bimbingan Dedi Fardiaz dan Nuri Andarwulan. 2011

RINGKASAN

Minyak sawit kasar (CPO) memiliki kandungan karotenoid cukup tinggi yaitu berkisar 500-
700 ppm. Selain kandungan karotenoid yang tinggi, minyak sawit kasar juga memiliki kandungan
tokoferol dan tokotrienol berkisar 600-1000 ppm. Karotenoid memiliki banyak kegunaan bagi tubuh
kita diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama β-karoten) yang berfungsi untuk mencegah kebutaan
karena xeropthalmia, senyawa antikanker, antioksidan, mencegah kardiovaskular, dan meningkatkan
imunitas tubuh.
CPO mempunyai karakter yang belum layak makan sehingga perlu dilakukan proses
pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan selama ini dalam pengolahan CPO menjadi minyak
goreng terjadi penghancuran komponen karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol terutama pada tahap
degumming, bleaching, dan deodorisasi. Untuk menghasilkan suatu produk yang mempertahankan
karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol, maka proses degumming, bleaching, deodorisasi, dan fraksinasi
harus dimodifikasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Minyak hasil pemurnian CPO ini dikenal
dengan Red Palm Olein (RPO). RPO merupakan minyak sawit yang tidak mengalami pemucatan.
RPO diperoleh dengan mengolah CPO secara minimal sehingga kandungan tokoferol, tokotrienol, dan
karotenoidnya dapat dipertahankan.
Mi instan adalah mi yang sudah diolah terlebih dahulu, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi
hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu serta seasoning oil yang sudah ada dalam paketnya.
Saat ini mi instan telah menjadi makanan favorit warga negara Indonesia dan seakan-akan telah
menjadi makanan pengganti nasi sebagai makanan pokok.
RPO yang memiliki berbagai macam komponen aktif dapat dijadikan bahan baku pada
seasoning oil mi instan, sehingga mi instan yang dihasilkan akan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi
dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Perlakuan RPO pada seasoning oil mi instan perlu
dilakukan uji sensori (organoleptik) agar diketahui apakah perlakuan RPO tersebut memberikan hasil
yang baik dan bisa diterima oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adakah
perbedaan yang nyata antar atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut
sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO
dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% dengan melakukan uji organoleptik
menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dan disajikan dalam spider web
diagram.
Uji deskripsi dilakukan terhadap tiga atribut utama sensori yaitu aroma, rasa, dan citarasa. Uji
deskripsi dilakukan pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Pada
penelitian ini dilakukan dua perlakuan RPO, yaitu penambahan 2 mL RPO pada seasoning oil mi
instan dan substitusi 2 mL RPO pada seasoning oil mi instan. Perlakuan 2 mL RPO ini akan
menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa
dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.
Penelitian ini diawali dengan karakterisasi sifat fisikokimia RPO yang digunakan sebagai
bahan baku. RPO yang digunakan memiliki kadar air sebesar 0.02%, slip melting point sebesar
17.350C, kadar asam lemak bebas sebesar 0,13%, bilangan peroksida sebesar 3,97 meq peroksida/kg
sampel, total karotenoid sebesar 373,88 ppm, dan bilangan iod sebesar 54,81 g iod/100 g sampel. RPO
yang digunakan berkualitas baik karena memenuhi standar mutu SNI dan CODEX yang berlaku untuk
minyak sawit.
Atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang adalah
aroma bawang, aroma cabe, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa pedas, dan aftertaste
pedas. Sedangkan atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam
adalah aroma bawang, aroma kari, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa kari, citarasa
pedas, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak. Dari penilaian yang dilakukan oleh panelis terlatih
terhadap mi instan merk Indomie rasa ayam bawang diketahui bahwa perlakuan penambahan 2 mL
RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO memiliki perbedaan dengan kontrol pada taraf signifikansi
5%, namun kedua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal yang sama juga
terjadi pada penilaian panelis terhadap mi instan merk Indomie rasa kari ayam.
Atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
secara umum mengalami penurunan kecuali atribut aroma minyak goreng. Penurunan signifikan
terjadi pada aroma bawang, aftertaste pedas, dan citarasa pedas. Sedangkan penurunan dan
peningkatan intensitas yang terjadi pada atribut sensori yang lain tidak signifikan. Pada mi instan
merk Indomie rasa kari ayam, penurunan intensitas juga terjadi pada semua atribut sensori kecuali
atribut aftertaste berminyak. Penurunan signifikan terjadi pada atribut aroma bawang, aroma kari,
citarasa pedas, dan citarasa kari. Sedangkan peningkatan signifikan terjadi pada atribut aftetaste
berminyak.
Perlakuan penambahan 2 mL RPO lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada kedua
rasa mi instan merk Indomie, rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Penambahan bawang goreng juga
direkomendasikan untuk meningkatkan aroma bawang yang mengalami penurunan karena perlakuan 2
mL RPO.
QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN
DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL
INGREDIENT

SKRIPSI 
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

 
OLEH :
SYAIFUL HADI
F24060595

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan
Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient
Nama : Syaiful Hadi
NRP : F24060595

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc.) (Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si.)
NIP. 19481001.197302.1.001 NIP. 19630701.198811.2.001

Mengetahui:
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Dahrul Syah)


NIP: 19650814 199022 1 001

Tanggal ujian : 23 Desember 2010


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Quantitative


Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil
Ingredient adalah hasil karya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari Dosen Pembimbing
Akademik serta belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011


Yang membuat pernyataan

Syaiful Hadi
F24060595
BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 03 April 1986


sebagai anak ketiga dari pasangan bapak T. Suyanto (alm) dan ibu Tuminah.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal di SD Negeri no 27 Desa
Air Dikit, Bengkulu Utara, SLTP Negeri 9 Desa Dusun Baru, Bengkulu
Utara, dan SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Kemudian penulis diterima
menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 penulis diterima
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan
IPB.
Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis pernah
menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) TPB IPB pada
tahun (2006-2007), Kepala Divisi Eksternal dan Kelembagaan Luar DPM Fateta (2007-2008), Kepala
Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Forum Bina Islami (FBI) Fateta (2008-2009), dan Ketua
Ikatan Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah (2008-2009). Penulis juga pernah terlibat di
berbagai kepanitian diantaranya Koordinator Acara PLASMA I (Pelatihan Sistem Manajemen Halal I)
tingkat nasional yang diadakan oleh HIMITEPA IPB, Ketua Pelaksana Pemilihan Raya Kelembagaan
TPB IPB, dan lain-lain. Penulis juga pernah menjadi juara I Engineering Science Competition tingkat
IPB yang diselenggarakan oleh HIMATETA IPB.
Penulis juga pernah mengikuti acara-acara seminar atau pelatihan, diantaranya No Drugs
Campaign yang diselenggarakan oleh pihak asrama TPB IPB pada tahun 2006 dan Pelatihan
Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh pihak CDA IPB pada tahun 2009. Penulis pernah
mendapatkan beasiswa dari UNILEVER pada tahun 2009.
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein
(RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient”, di bawah bimbingan bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz,
M.Sc dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi pada tahun 2011.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah swt atas karuniaNya sehingga skripsi ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan
dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient ini dilaksanakan di SEAFAST
CENTER IPB sejak bulan Februari sampai Agustus 2010.
Dukungan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sangatlah berarti
bagi penulis. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak (alm) dan Ibu, atas seluruh untaian doa, kasih sayang, perhatian, pengertian, dukungan,
dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk menjadi pribadi yang pantang
menyerah, sabar, dan bertenggang rasa. Didikan bapak (alm) sangat luar biasa dan selalu
membekas, semoga kelak kita bisa bertemu lagi di syurga Nya. Amin.
2. Mas Nur Hidayat dan mbak Munah, mbak Endang dan mas Suardi, serta adikku tersayang
Iswahyudi, kalian adalah saudara-saudara terbaik, semoga kebaikan dan keberkahan Allah
senantiasa bersama kalian.
3. Ibu Nani Zulhani M.Pd atas motivasi dan bantuannya saat masuk ke SMA N 5 kota Bengkulu,
moment itu tidak mungkin bisa terlupa. Semoga Ibu dan keluarga selalu dalam lindungan
Allah swt.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si yang dengan
kesabarannya membimbing dan mengarahkan penulis selama mengenyam pendidikan di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
5. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah M.Si, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya
untuk menguji penulis dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
6. Ustadz Romli Suja’i atas nasihat dan ilmunya serta atas perhatian dan cintanya, semoga
Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah menjadi lebih baik.
7. Seluruh santri dan Alumni Al Inayah atas ukhuwah indah yang terjalin, atas ghonimah dan
kebersamaan salama ini, semoga kita tetap akan menjadi saudara di dunia dan akhirat.
8. Saudara selingkaranku, Kamal, Randi, Welly, Hanif, Angga, Hendry, Habib, Febri, mas Yuda,
mas Fiki, dan ustadz Irmansyah atas doa, cinta, persahabatan, nasihat, kritikan, saran, dan
tausiyah yang sudah kalian berikan, semoga dibalas oleh Allah swt sebagai amal kebaikan.
9. Akhi Rachmat Widyanto (Anto) atas bantuannya menemani dan membantu selama penelitian
ini berlangsung, semoga kebaikan dan keberkahan Allah senantiasa bersamamu bro.
10. Akhi Dedi dan akhi Anis atas traktiran makan-makannya setiap tahun, semoga kita semua
sukses.
11. Adek angkatku Rahmi Ulfah Senjayani (Ami) atas ukhuwah yang selama ini terjalin. Semoga
segera menjadi Dokter, dan bisa melanjutkan pendidikan ke dokter jiwa.
12. Wahni Eva Fentika Sari atas dukungan, semangat, dan hadiah-hadiah yang pernah diberikan,
semoga dibalas sebagai amal kebaikan di sisi Allah swt.
13. Siti Sri Utami (Ami) atas sms setiap harinya yang kocak, lucu, aneh, dan memberikan
pengobat stress selama mengerjakan tugas akhir ini, semoga Ami bisa sukses dunia dan
akhirat.
14. Ibu-ibu dan mbak-mbak panelis (ibu Rubiyah, ibu Antin, ibu Sri, ibu Ari, mbak Ria, mbak
Irin, mbak Yuli, mbak Yulia, mbak Yane, mbak Ririn, mbak Siti) yang dengan sabar
mengikuti perjalanan penelitian saya dari awal sampai akhir. Mohon maaf atas segala khilaf
dan kekurangan.
15. Teman-teman ITP ‘43 atas segala cerita indah kita, semoga kisah ini akan menjadi kisah

i
klasik yang akan selalu kita kenang di masa depan.
16. Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta para karyawan yang
begitu sabar menghadapi kami agar menjadi lebih baik.
17. Pak Gatot, Bu Rubiyah, Bu Antin, Pak Wahid, Pak Sob, Mba Darsih, Pak Rozak, Pak Yahya,
dan semua komunitas laboratorium ITP atas kesabarannya dalam membimbing kami
18. Mas Arief, Mba Ria, Mba Ria 2, Mba Irin, Mas Marto, Mba Virna, Pak Sukarna, Pak Deni,
semua Bibi Seafast, dan seluruh komunitas Seafast Center IPB atas kebaikan hatinya dalam
mendukung dan membantu penyelesaian tugas akhir ini.
19. Semua pihak yang telah hadir dalam kehidupan penulis, yang tidak dapat disebutkan namanya
satu per satu. Semoga amal ibadah kalian diridhoiNya dan mendapatkan pahala yang setimpal.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan dan gizi.

Bogor, Januari 2011


Syaiful Hadi

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………......................... I


DAFTAR ISI ………………………………………………………………............................ Iii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………............................ V
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………........................... Vi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………......................... Vii
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ……………………………………………………................. 1
1.2. TUJUAN ………………………………………………………………….................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) ……………………................... 3
2.1.1. Kualitas CPO …………………………………………………………................ 4
2.1.2. Komponen Minor CPO ………………………………………………................ 4
2.1.3. Pemurnian CPO ………………………………………………………................ 5
2.2. RED PALM OLEIN (RPO) ……..................………………..……………................. 5
2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant ………………………………................ 6
2.2.1.1. Degumming …………………………………………………………......... 6
2.2.1.2. Deasidifikasi ………………………………………………………............ 7
2.2.1.3. Deodorisasi ………………………………………………………….......... 7
2.2.1.4. Fraksinasi ……………………………………………………………......... 7
2.3. KAROTENOID …………………………………………………………................... 8
2.4. STABILITAS KAROTENOID ………………………….....………......................... 9
2.5. PANGAN FUNGSIONAL ……………………………………………….................. 10
2.6. EVALUASI SENSORI …………………………………………………................... 12
2.6.1. Pentingnya Evaluasi Sensori dalam Pengembangan Produk Baru ……............... 12
2.6.2. Definisi Evaluasi Sensori ………………………………………………............. 12
2.6.3. Pelatihan Panelis menurut Meilgaard et al. (1999) …………………….............. 13
2.6.4. Analisis Deskriptif ……………………………………………………................ 13
2.6.5. Quantitative Descriptive Analisys (QDA) ……………………………................ 14
III. BAHAN DAN METODE
3.1. BAHAN DAN ALAT …………………………………………………….................. 15
3.2. METODE PENELITIAN ………………………………………………................... 15
3.2.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia RPO …………..………………......................... 15
3.2.2. Persiapan Sampel untuk Uji Sensori .................................................................... 15
3.2.3. Analisis Deskripsi ………………………………………………………............ 16
3.2.3.1. Pelatihan Panelis …………………………………………………….......... 16
3.2.3.2. Penilaian Produk …………………………………………………….......... 17
3.3. PARAMETER YANG DIAMATI ………………………………………................. 17
3.3.1. Kadar Air (AOAC 1995) ……………………………………………….............. 17
3.3.2. Slip melting point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993) …….............. 18
3.3.3. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Cd 5a-40 1993) …............. 18
3.3.4. Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 2005) ………….............. 18
3.3.5. Total Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005) …………............... 19

iii
3.3.6. Bilangan Iod (PORIM p3.2 1995) ……………………………………................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PAL OLEIN (RPO) ................. 20
4.1.1. Kadar Air …………………………………………………………….................. 20
4.1.2. Slip melting point (SMP) …………………………………………….................. 20
4.1.3. Kadar Asam Lemak Bebas …………………………………………................... 21
4.1.4. Bilangan Peroksida………………………………………………….................... 21
4.1.5. Total Karotenoid …………………………………………………….................. 21
4.1.6. Bilangan Iod ………………………………………………………..................... 21
4.2. KARAKTERISTIK MI INSTAN MERK INDOMIE ............................................. 21
4.3. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) ………………..................... 23
4.3.1. Focus Group Discussion (FGD) ……………………………………….............. 23
4.3.1.1. Aroma ....................................................................................................... 24
4.3.1.2. Rasa ........................................................................................................... 24
4.3.1.3. Citarasa ..................................................................................................... 24
4.3.2. Pelatihan Panelis ……………………………………………………….............. 24
4.3.3. Penilaian Produk ……………………………………………………….............. 27
4.3.3.1. Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ......................................... 27
4.3.3.2. Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ............................................... 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN …………………………………………………………................... 30
5.2. SARAN ……………………………………………………………………................. 30
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......................... 31
LAMPIRAN …………………………………………………………………......................... 35

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya .......................................................... 3


Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO .......................................................................................... 3
Tabel 3. Kualitas CPO ............................................................................................................. 4
Tabel 4. Komponen minor dari CPO ....................................................................................... 5
Tabel 5. Karakteristik RPO ...................................................................................................... 6
Tabel 6. Karakteristik sifat fisikokimia RPO ........................................................................... 20
Tabel 7. Komposisi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ............. 22
Tabel 8. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang .................................... 22
Tabel 9. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa kari ayam .......................................... 23
Tabel 10. Hasil diskusi aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam
bawang dan rasa kari ayam ........................................................................................ 24
Tabel 11. Nilai atribut kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari
ayam ........................................................................................................................... 26
Tabel 12. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa ayam
bawang ....................................................................................................................... 28
Tabel 13. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa kari ayam .... 29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO ..................... 16


Gambar 2. Diagram alir persiapan sampel perlakuan substitusi 2 mL RPO .......................... 16
Gambar 3. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ............ 26
Gambar 4. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa kari ayam .................. 27
Gambar 5. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ...... 28
Gambar 6. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa kari ayam ............ 29

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Karakterisasi RPO yang digunakan dalam Penelitian .................. 35
Lampiran 2. Perhitungan Kontribusi 2 ml RPO dalam Pemenuhan Kebutuhan Vitamin
A ..................................................................................................................... 37
Lampiran 3. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Bawang .................................................... 38
Lampiran 4. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Minyak Goreng ....................................... 39
Lampiran 5. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Cabe ......................................................... 40
Lampiran 6. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Kari .......................................................... 41
Lampiran 7. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Asin ............................................................. 42
Lampiran 8. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Gurih ........................................................... 43
Lampiran 9. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Pedas ...................................................... 44
Lampiran 10. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Kari ........................................................ 45
Lampiran 11. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Pedas ................................................... 46
Lampiran 12. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Gurih ................................................... 47
Lampiran 13. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Minyak ................................................ 48
Lampiran 14. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ..................... 49
Lampiran 15. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ........................... 51
Lampiran 16. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi
Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang .................................................... 54
Lampiran 17. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi
Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam .......................................................... 56
Lampiran 18. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ...................... 59
Lampiran 19. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ............................ 61

vii
I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan kapasitas produksi
Crude Palm Oil (CPO) pada tahun 2009 telah mencapai 20.5 juta ton atau meningkat 1,3 juta ton
(6,77%) dibanding tahun 2008 yang cuma 19,2 juta ton (Ditjen Bun, 2010). CPO memiliki kandungan
karotenoid cukup tinggi yaitu berkisar 500-700 ppm. Selain kandungan karotenoid yang tinggi, CPO
juga memiliki kandungan tokoferol dan tokotrienol yang berkisar 600-1000 ppm (Choo et al., 1992).
Karotenoid memiliki banyak kegunaan bagi tubuh kita diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama
β-karoten) yang mampu mencegah kebutaan karena xeropthalmia, senyawa antikanker, antioksidan,
mencegah kardiovaskular, dan meningkatkan imunitas tubuh (Winarno, 1997).
CPO mempunyai karakter yang belum layak makan karena masih mengandung air, serat
mesokarp, asam lemak bebas, fosfolipid dan senyawa fosfolipida lainnya, logam, dan berbagai macam
produk hasil oksidasi. Bau dari senyawa volatil, warna yang pekat dan banyaknya komponen padatan
serta senyawa lain yang terlarut menyebabkan perlunya dilakukan proses pemurnian. Proses
pemurnian yang dilakukan selama ini dalam pengolahan CPO menjadi minyak goreng terjadi
penghancuran komponen karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol terutama pada tahap degumming,
bleaching, dan deodorisasi. Untuk menghasilkan suatu produk yang mempertahankan karotenoid,
tokoferol, dan tokotrienol, maka proses degumming, bleaching, deodorisasi, dan fraksinasi harus
dimodifikasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Minyak hasil pemurnian CPO ini dikenal dengan
Red Palm Olein (RPO) (Wardi, 2008).
RPO merupakan minyak sawit yang tidak mengalami pemucatan. RPO diperoleh dengan
mengolah CPO secara minimal sehingga kandungan tokoferol, tokotrienol, dan karotenoidnya dapat
dipertahankan. Komponen-komponen ini mempunyai kemampuan untuk memperlambat terbentuknya
peroksida dan membersihkan radikal bebas (Rukmini, 1994).
RPO masih memiliki kandungan karoten yang sangat tinggi. Karoten memiliki banyak
kegunaan dalam tubuh manusia diantaranya dapat meningkatkan pengaruh antikanker dan tumor pada
sel NK (natural killer) yang baik bagi kekebalan tubuh dan melawan infeksi (Ashfaq et al., 2001),
serta dapat mengurangi resiko atherosclerosis (Kritchevsky et al., 2001). Akan tetapi karoten sangat
rentan terhadap suhu tinggi sehingga RPO tidak cocok digunakan sebagai minyak goreng. Oleh karena
itu diperlukan upaya untuk mempertahankan kandungan karotenoid agar dapat dimanfaatkan
sebanyak-banyaknya.
Mi instan adalah mi yang sudah diolah terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan
penggorengan maupun pengeringan dengan oven sehingga mi instan dapat dikonsumsi hanya dengan
menambahkan air panas dan bumbu serta seasoning oil yang ada dalam kemasannya. Saat ini,
Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Menurut wikipedia (2010), pada tahun 2005
konsumsi mi instan Indonesia mencapai 12,4 milyar bungkus. Hal ini menunjukkan bahwa mi instan
merupakan produk pangan olahan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. RPO dapat
dijadikan sebagai seasoning oil ingredient mi instan, sehingga diharapkan karotenoid yang terkandung
dalam RPO dapat dipertahankan dan akan memberikan efek kesehatan bagi konsumen mi instan.
Perlakuan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient merupakan penambahan yang
dianggap cukup untuk menyumbangkan nilai gizi, terutama karotenoid. Perlakuan 2 mL RPO akan
menyumbangkan sekitar 598.208 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya
adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah
sebesar 99.7013 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita
dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang
kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94%
dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.
Karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam mengganti atau memodifikasi seasoning
oil ingredient mi instan dengan RPO adalah karakteristik sensori yang dihasilkan terutama aroma,
rasa, dan citarasa mi instan yang dihasilkan. Pada penelitian ini akan dilakukan dua perlakuan RPO
sebagai seasoning oil ingredient, pertama, perlakuan penambahan 2 mL RPO dan kedua, perlakuan
substitusi 2 mL RPO. Kedua perlakuan ini diharapkan tidak membuat karakteristik sensori terutama
aroma, rasa, dan citarasa mi instan menyimpang. Penelitian ini akan melibatkan 10 orang panelis
terlatih untuk uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskripsi dengan metode
Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yang kemudian hasil pengujian akan disajikan dalam bentuk
Spider Web Diagram.

1.2. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adakah perbedaan yang nyata antar
atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut sensori aroma, rasa, dan
citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2
mL RPO pada taraf signifikansi 5% dengan melakukan uji organoleptik menggunakan metode
Quantitative Analysis Descriptive (QDA) dan disajikan dalam spider web diagram.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL)

Minyak sawit kasar atau CPO adalah minyak sawit yang diperoleh dari ekstraksi buah sawit
terutama dari bagian mesokarpnya. CPO memiliki warna kuning kemerahan karena mengandung
karotenoid yang sangat tinggi. Tingkat efisiensi minyak sawit sangat tinggi sehingga mampu
menempatkan minyak sawit sebagai minyak nabati termurah.
CPO mengandung komponen utama trigliserida (94%), asam lemak (3-5%), dan komponen
minor (1%) (Muhilal, 1991). CPO mempunyai dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam
palmitat dan asam oleat. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar secara lengkap disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya


Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik Cair (0C)
Asam kaprat (C 10:0) 1-3 31.5
Asam laurat (C 12:0) 0-1 44
Asam miristat (C 14:0) 0.9-1.5 58
Asam palmitat (C 16:0) 39.2-45.8 64
Asam stearat (C 18:0) 3.7-5.1 70
Asam oleat (C 18:1) 37.4-44.1 14
Asam linoleat (C 18:2) 8.7-12.5 -11
Asam linolenat (C18:3) 0-0.6 -9
Muhilal (1991)

Dari Tabel 1. terlihat bahwa dua asam lemak terbesar adalah asam palmitat dan asam oleat.
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh berantai panjang (C 16:0) dan memiliki titik cair yang cukup
tinggi (640C), sehingga pada suhu ruang CPO akan berbentuk semi padat (Belitz dan Grosch, 1999).
Keberadaan asam palmitat yang tinggi ini juga membuat CPO tahan terhadap oksidasi (ketengikan)
dibandingkan dengan minyak jenis lain.
Sifat fisik dan kimia CPO meliputi warna, bau/flavor, kelarutan, bobot jenis, indeks bias, titik
cair, bilangan iod, dan bilangan penyabunan (Ketaren, 2005). Nilai beberapa sifat fisik dan kimia CPO
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO


Sifat fisik dan kimia Nilai
0
Bobot jenis (40 C) 0.921-0.925
Indeks bias 1.453-1.485
Titik cair
25-50
(tergantung komponen asam lemak)
Bilangan Iod 44-58
Bilangan penyabunan 195-205
Winarno (1999)
2.1.1. Kualitas CPO

Kualitas CPO selain dipengaruhi oleh varietas tanaman, juga dipengaruhi oleh kondisi proses
ekstraksi dan kondisi penanganan setelah proses. Faktor-faktor mutu yang penting dalam penilaian
kualitas CPO antara lain kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan terkadang bilangan
iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan warna (Ketaren, 1986).
Persyaratan kualitas CPO Indonesia sesuai dengan Standar Perdagangan Nomor 9/75 seperti
pada Tabel 3. di bawah ini.

Tabel 3. Kualitas CPO


Karakteristik Satuan Syarat maksimal
Asam Lemak Bebas (ALB), sebagai asam
% b/b 5.00
palmitat
Kadar kotoran % b/b 0.05
Kadar air % b/b 0.45
Dir. Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Departemen perdagangan

Selain kualitas di atas, kualitas CPO biasanya juga dinilai dari kadar kotoran yang terkandung
di dalamnya. Kotoran yang biasanya masih terkandung dalam CPO dikelompokkan menjadi tiga
bagian, yaitu :
a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble)
Kotoran ini terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari
kulit sawit, atau abu mineral (Fe, Cu, Mg, dan Ca) serta air dalam jumlah kecil.
b. Kotoran yang berbentuk suspense koloid dalam minyak
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa
kompleks lainnya.
c. Kotoran yang terkandung dalam minyak
Kotoran yang termasuk golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan
digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid,
klorofil. Zat warna lain yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri
dari keton, aldehida, dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi (Ketaren, 1986)

2.1.2. Komponen Minor CPO

CPO mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol,
tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik, serta kotoran.
Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang mencapai 90% dari total
karotenoid (Ong et al., 1990). Komposisi komponen-komponen minor dalam minyak sawit secara
lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.


 
Tabel 4. Komponen minor dari CPO
Komponen Minor Kandungan (ppm)
Karotenoid 500-700
Tokoferol dan tokotrienol 600-1000
Sterol 326-527
Fosfolipid 5-130
Triterpen alkohol 40-80
Metil sterol 40-80
Squalen 200-500
Alkohol alifatik 100-200
Hidrokarbon alifatik 50
Choo et al. (1989)

2.1.3. Pemurnian CPO

Pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang
tidak menarik serta memperpanjang umur simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan
sebagai bahan baku industri. Tahapan pemurnian CPO meliputi empat tahap yaitu pemisahan gum
(degumming) dan pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), penghilangan
bau (deodorisasi), serta pemisahan fraksi olein dan stearin minyak sawit (fraksinasi). Fraksinasi
dilakukan dengan winterisasi yaitu proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi
dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5-7ºC (Ketaren,
2005).

2.2. RED PALM OLEIN (RPO)

Untuk mempertahankan keberadaan karotenoid pada minyak sawit, proses produksi minyak
sawit kaya karotenoid beraktivitas pro-vitamin A telah dikembangkan. Salah satu upaya yang telah
dilakukan adalah proses pembuatan Red Palm Olein (RPO) (Hartono, 2008).
RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching)
dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. CPO sebagai bahan baku RPO diperoleh
dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus,
berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang.
Secara umum, proses produksi RPO prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit
komersial (minyak goreng). Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi RPO ini tidak
ada tahapan pemucatan (bleaching) sehingga minyak masih tetap berwarna merah. Dibandingkan
dengan minyak goreng biasa, RPO memiliki aktivitas pro-vitamin A dan vitamin E yang jauh lebih
tinggi. Karakter ini membuat RPO sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika dan Guritno,
1997).
Menurut Choo et al. (1993), Red Palm Olein (RPO) memiliki kandungan karotenoid sebesar
680-760 ppm dan Red Palm Stearin (RPS) masih memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi,
yaitu sebesar 380-540 ppm. Sehingga fraksi stearin masih dapat digunakan sebagai minyak makan.
Karakteristik RPO dapat dilihat pada Tabel 5.


 
Tabel 5. Karakteristik RPO
Parameter Jumlah
Asam lemak bebas 0.04%
Bilangan peroksida 0.10 meq peroksida/kg
Karoten 513 ppm
Tokoferol 707 ppm
Choo et al. (1993)

Karotenoid terutama α-karoten dan β-karoten merupakan pro-vitamin A terbanyak yang


terkandung dalam karotenoid RPO. Menurut Naibaho (1983), RPO mengandung karotenoid sebesar
600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2%, β-karoten 54.4%, δ-karoten 3.3%, likopen 3.8%,
dan xantofil 2.2%. β-karoten sebagai komponen terbesar dalah komponen yang tidak stabil dan akan
rusak pada temperatur diatas 200oC, oleh karena itu RPO tidak cocok untuk dijadikan minyak goreng
melainkan sesuai untuk dijadikan salad oil, menumis, dan sebagai fortifikan.
Proses pengolahan RPO mulai dikembangkan sejak tahun 90-an, sejalan dengan semakin
disadarinya peran penting karotenoid bagi kesehatan manusia. Sampai saat ini telah dikembangkan
tiga macam proses pengolahan RPO yaitu 1) proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan
dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2) proses menggunakan
distilasi molekuler, dan 3) proses deasidifikasi kimiawi dengan rotary evaporator untuk
menghilangkan bau (Hartono, 2008).

2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant

Penelitian optimasi proses produksi RPO skala pilot plant di Indonesia telah dilakukan oleh
Widarta (2008), Riyadi (2009), dan Asmaranala (2010) yang meliputi beberapa tahap, yaitu
degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi.

2.2.1.1. Degumming

Degumming diartikan sebagai suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdapat dalam
CPO tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada. Getah atau lendir umumnya berupa fosfatida,
protein, dan karbohidrat. Kotoran-kotoran yang tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada
dalam kondisi anhydrous, sehingga harus diendapkan dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan
dengan menggunakan uap, penambahan air, atau dengan penambahan larutan asam lemah.
Menurut Dijkstra dan Van Opstal (1990) asam yang biasa digunakan adalah asam fosfat.
Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 70-800C setelah itu
ditambahkan asam fosfat (H3PO4) 0.3-0.4 persen (b/b) dengan konsentrasi 20-60 persen (b/b).
Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk
dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum
(getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak, disamping itu
netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak
sehingga mengurangi rendemen trigliserida (Ketaren, 2005).
Proses degumming skala pilot plant yang optimal menurut Widarta (2008) adalah dilakukan
dengan cara memanaskan 60 kg CPO dalam reaktor netralisasi hingga 800C, kemudian ditambahkan
larutan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO sambil diaduk perlahan-lahan (56 rpm)
selama 15 menit. Pada kondisi ini kadar karoten akan menurun rata-rata 3.42% setelah degumming.


 
2.2.1.2. Deasidifikasi

Deasidifikasi adalah proses pemisahan asam lemak bebas dalam CPO. Deasidifikasi dapat
dilakukan dengan metode kimia, fisik, micella, biologis, reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical
fluid extraction, dan teknologi membran. Deasidifikasi melalui proses kimia dengan alkali, saat ini
yang paling umum digunakan adalah dengan melarutkan soda kaustik. Sabun yang terbentuk dapat
membantu pemisahan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Sabun
atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (Ketaren, 2005).
Konsentrasi larutan alkali untuk netralisasi biasa dinyatakan dengan “derajat Baume (0Be)”. Hasil dari
proses degumming dan deasidifikasi disebut dengan Neutralized Red Palm Oil (NRPO)
Kondisi proses yang optimum untuk deasidifikasi skala pilot plant menurut Widarta (2008)
adalah pada suhu 61 ± 2 0C selama 26 menit, dengan konsentrasi NaOH 160Be dan excess 17.5 % dari
NaOH yang dibutuhkan. Pada kondisi tersebut diperoleh produk NRPO dengan reduksi kadar asam
lemak bebas 96.35%, recovery karoten sebesar 87.30%, dan rendemen 90.16%.

2.2.1.3. Deodorisasi

Deodorisasi merupakan proses untuk memisahkan aroma dan bau dari minyak. Prinsip dari
proses deodorisasi yaitu distilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi,
komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan, kemudian melalui aliran uap
komponen-komponen tersebut dipisahkan dari minyak. Komponen-komponen yang dapat
menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara lain aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak esensial
yang jumlahnya sekitar 0.1 persen dari berat minyak (Riyadi, 2009).
Deodorisasi sebagai tahap terakhir dalam pemurnian minyak, merupakan proses pelucutan
oleh uap air (steam). Uap panas yang digunakan merupakan uap kualitas baik (1-3% dari minyak),
yang dibangkitkan dari air umpan yang telah dideaerasi dan mengalami perlakuan tertentu, yang
kemudian diinjeksikan ke dalam minyak pada suhu tinggi (252-2660C) dan kevakuman tinggi (<6
mmHg). Pada kondisi ini peroksida terdekomposisi dan asam-asam lemak bebas serta senyawa-
senyawa odor akan teruapkan. Pemucatan minyak oleh panas dilakukan dengan menjaga minyak
selama 15-60 menit pada suhu tinggi untuk memastikan terjadinya dekomposisi pigmen karotenoid.
Selama proses deodorisasi, mungkin terjadi beberapa reaksi yang dikehendaki, tetapi terdapat pula
reaksi yang tidak diinginkan seperti hidrolisis lemak, polimerisasi dan isomerisasi. Oleh karena itu,
suhu deodorisasi harus secara hati-hati dikendalikan untuk mencapai kualitas akhir minyak yang
diinginkan. Hasil yang diperoleh pada proses deodorisasi disebut dengan Neutralized Deodorized Red
Palm Oil (NDRPO).
Berdasarkan Riyadi (2009) perlakuan deodorisasi skala pilot plant pada suhu 1400C selama 1
jam direkomendasikan sebagai kondisi deodorisasi terbaik karena mampu mempertahankan karoten
hampir 70% (375.33 mg/kg) serta sekaligus mampu mereduksi odor dengan baik. Secara fisik warna
NDRPO yang dihasilkan sedikit lebih pucat. Disamping itu produk NDRPO masih memiliki aroma
sawit dengan intensitas odor 3.3.

2.2.1.4. Fraksinasi

Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi olein dari fraksi stearin berdasarkan prinsip
termomekanis dan bersifat reversible (Krishnamurthy dan Kellens, 1996). Fraksinasi adalah tahap
lanjutan dalam proses pemurnian RPO untuk mendapatkan RPO dengan kestabilan dingin yang baik.


 
Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena triasilgliserol-triasilgliserol dalam minyak sawit
memiliki titik leleh yang berbeda (Pahan, 2008). Stearin memiliki titik leleh yang lebih tinggi
dibandingkan olein.
Fraksi olein dan stearin dihasilkan berdasarkan dua operasional yang mendasar, yaitu
kristalisasi dan separasi. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fraksinasi kering,
fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solven. Fraksinasi kering dilakukan dengan mendinginkan
minyak sawit secara perlahan dan menyaringnya untuk memisahkan fraksi-fraksinya (Krishnamurthy
dan Kellens, 1996). Proses ini juga dikenal sebagai winterisasi. Fraksinasi basah dilakukan dengan
cara membasahi kristal pada fraksi stearin dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen.
Pemisahan kristal dari fraksi olein dilakukan dengan cara sentrifugasi. Fraksinasi dengan solven
dilakukan dengan mengencerkan minyak sawit menggunakan solven seperti heksana, aseton, atau
isopropanol. Pemisahan fraksi stearin dari fraksi olein dilakukan dengan cara filtrasi (Krishnamurthy
dan Kellens, 1996).
Berdasarkan Asmaranala (2010), kristalisasi stearin dilakukan dengan agitasi terkontrol
dalam tangki kristalisasi dengan memanaskan NDRPO hingga suhu 75oC, lalu diholding selama 15
menit. NDRPO kemudian diturunkan suhunya hingga 35oC dan diholding selama 3 jam. NDRPO lalu
diturunkan lagi suhunya hingga 15oC dan diholding selama 6 jam. NDRPO yang telah dikristalisasi
diseparasi dalam membrane filter press untuk menghasilkan olein dan stearin.

2.3. KAROTENOID

Karotenoid merupakan senyawa yang tersebar luas di dalam tanaman dan buah-buahan.
Selain terdapat pada daun dan batang tanaman, karotenoid juga terdapat pada bagian-bagian lain
tanaman misalnya pada umbi dan buah. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sedikit karotenoid,
kecuali ubi jalar dan wortel (Kumalaningsih, 2006).
Karotenoid merupakan komponen intrinsik yang terdapat dalam CPO. Karotenoid dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1. Karotenoid hidrokarbon C40H56 (α-, β-, γ-karoten, dan likopen),
2. Xantofil, yaitu karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil (kriptosantin dan lutein)
3. Ester xantofil, dan
4. Asam karotenoid yaitu turunan karoten yang mengandung gugus karboksil.

Karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh delapan isoprena
dan empat gugus metil serta terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Ikatan
ganda yang terkonjugasi tersebut membentuk suatu gugus khromofor, yaitu lokasi di dalam sel tempat
terdapatnya karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda dalam karotenoid tersebut maka warna
karotenoid akan semakin pekat menuju warna merah (Wirahadikusumah, 1985).
Tubuh manusia mampu mengubah karotenoid menjadi vitamin A, oleh karena itu karoten
termasuk sebagai pro-vitamin A. Karotenoid yang bisa digunakan sebagai pro-vitamin A adalah α-
karoten, β-karoten, γ-karoten yang mempunyai aktivitas vitamin A berturut-turut 50-54%, 100%, dan
42-50% (Iwasaki dan Murakoshi, 1992). Husaini (1982) menyatakan bahwa karotenoid yang paling
umum digunakan sebagai pigmen dan sumber vitamin A adalah β-karoten. Hal ini disebabkan karena
aktivitas provitamin A yang sangat tinggi dalam β-karoten, yaitu sebesar 100%. Aktivitas provitamin
A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen (RE, 1 RE = 1 μg retinol = 6 μg β-karoten = 12 μg provitamin A
dari karoten lain). Kebutuhan orang dewasa terhadap vitamin A berkisar 1.5-1.8 mg per hari.
Kebutuhan vitamin A ini, 75% diperoleh oleh asupan vitamin A (retinol) dan 25% sisanya dipenuhi
oleh β-karoten dan karotenoid lainnya (Belitz dan Grosch, 1999). Berdasarkan hal ini maka kebutuhan


 
retinol yang berasal dari karotenoid adalah berkisar 0.375-0.45 mg per hari, sehingga kebutuhan
karotenoid (β-karoten) berkisar 2.25-2.7 mg β-karoten perhari.
β-karoten memiliki beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh layaknya vitamin
A, antara lain mampu menanggulangi kebutaan karena xeroptalmia, meningkatkan imunitas tubuh,
membantu diferensiasi sel epitel, pertumbuhan, dan reproduksi. Selain itu karoten juga memiliki
aktivitas antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, dan
mengurangi terjadinya penyakit degeneratif.
Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, mudah teroksidasi,
tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Menurut Walfford (1980), oksidasi
karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, terutama tembaga, besi, dan
mangan. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida, dan benzena, sukar
larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol (Andarwulan dan Koswara, 1992).
Karotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan di suhu 600C. Karotenoid lebih
tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam
asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan karena asam lemak lebih mudah mengalami oksidasi daripada
karoten sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan karoten akan
terlindung dari oksidasi (Choo et al., 1992).

2.4. STABILITAS KAROTENOID

Adanya struktur ikatan rangkap pada molekul β-karoten (11 ikatan rangkap pada 1 molekul
β-karoten) menyebabkan bahan ini mudah teroksidasi ketika terkena udara. Menurut Sundram (2007)
karoten sensitif terhadap oksigen dan cahaya. Oksidasi karoten dipicu oleh hidroperoksida yang
dihasilkan dari oksidasi lipid, mengakibatkan diskolorisasi dan bleaching.
Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya
tembaga, besi dan mangan. Oksidasi dapat terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung
ikatan ganda (Bonnie dan Choo, 1999). Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid
dikemukakan oleh Worker (1957) dalam Muchtadi (1992) yaitu bahwa karotenoid belum mengalami
kerusakan karena pemanasan pada suhu 600C, sedangkan Gross (1991) mengatakan bahwa laju
oksidasi β-karoten meningkat dengan peningkatan suhu.
Marty dan Berset (1990) melakukan penelitian dengan β-karoten all trans sintetis dan
menyatakan bahwa ketahanan molekul tersebut pada suhu tinggi dipengaruhi oleh kondisi medium.
Pemanasan yang lama pada suhu 1800C (kondisi tanpa oksigen) hanya menyebabkan sedikit
kerusakan pada molekul ini, namun pada bahan pangan (dengan adanya komponen penyusun berupa
pati, lemak, air, dan lain-lain) serta dikombinasikan dengan pencampuran secara mekanis akan
memberi kesempatan masuknya oksigen dan menyebabkan kerusakan molekul β-karoten all trans ini
lebih besar hingga jauh lebih besar lagi.
Menurut Alyas et al. (2006), peningkatan waktu pemanasan dari 30 menit sampai 120 menit
mengakibatkan reduksi β-karoten sebesar 3 persen pada suhu 500C dan 6 persen pada suhu 1000C
dalam Red Palm Olein (RPO). Pemanasan RPO pada suhu yang sangat tinggi 2000C selama 30 menit
mengakibatkan kehilangan β-karoten hanya 15 persen. Namun, peningkatan waktu pada suhu 2000C
menyebabkan reduksi sebesar 59 persen kandungan β-karoten. Hal ini sesuai dengan penemuan Lin
dan Chen (2005) yang mengatakan bahwa kecenderungan penurunan β-karoten seiring dengan
peningkatan suhu penyimpanan jus tomat yang di simpan pada suhu yang berbeda.
Struktur karotenoid yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang berperan sebagai
antioksidan membuat karotenoid menjadi tidak stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya
serangan radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar


 
dan asam memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang
baik. Cahaya, enzim, pro-oksidan logam dan ko-oksidasi dengan lemak tidak jenuh, disisi lain
memacu oksidasi (Bonnie dan Choo, 1999).
Perubahan struktur β-karoten khususnya maupun karotenoid pada umumnya selama
pengolahan dan penyimpanan dapat terjadi melalui beragam jalur, tergantung pada kondisi proses
reaksinya. Menurut Bonnie dan Choo (1999), jalur degradasi yang umum adalah isomerisasi, oksidasi,
dan fragmentasi karotenoid.
Beberapa macam kerusakan karotenoid yang mungkin terjadi, diantaranya adalah kerusakan
pada suhu tinggi. Eskin (1979) menyebutkan bahwa karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu
tinggi melalui degradasi termal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan
turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi
oksidatif.
Menurut Bonnie dan Choo (1999), isomerisasi, oksidasi dan kerusakan molekul karotenoid
terjadi sebagai akibat degradasi termal. Dua jenis produk degradasi termal yang terbentuk adalah
volatil dan non-volatil. Fraksi volatil terdiri dari molekul dengan berat molekul yang rendah yang
mudah menguap. Fraksi non-volatil adalah fraksi residual setelah penguapan fraksi volatil.
Eskin (1979) menyebutkan pula bahwa oksidasi juga dapat menyebabkan kerusakan
karotenoid. Oksidasi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu oksidasi enzimatis dan oksidasi non
enzimatis. Oksidasi enzimatis dikatalis oleh enzim lipoksigenase. Hasil proses oksidasi ini berupa
hidroksi β-karoten, semi karoten, β-karoten, aldehid, dan hidroksi β-neokaroten yang menyebabkan
penyimpangan rasa.
Kerusakan β-karoten selama pengolahan dapat dinyatakan dengan persentase aktivitas pro-
vitamin A. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktivitas pro-vitamin A sebesar
100 persen. Kehilangan aktivitas pro-vitamin A dapat terjadi selama sterilisasi anaerob dan bervariasi
dari 5 sampai 50 persen tergantung pada suhu, waktu, dan bentuk karotenoid. Apabila terdapat
oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim dan ko-oksidasi
dengan hidroperoksida lemak. Oksidasi kimiawi β-karoten menghasilkan 5,6-epoksida yang kemudian
berubah menjadi isomernya yaitu 5,8-epoksida yang merupakan mutakrom. Pemecahan lebih lanjut
produk-produk oksidasi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang sejenis dengan oksidasi asam
lemak. Senyawa hasil oksidasi tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin A lagi (Andarwulan dan
Koswara, 1992).
Dibandingkan vitamin A, pro-vitamin A (β-karoten) lebih stabil terhadap cahaya dan
oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi karotenoid dalam jaringan tanaman. Namun, perlakuan panas
yang merusak jaringan jika dipaparkan dengan oksigen, cahaya, dan asam dapat mengakibatkan
kerusakan pro-vitamin A (β-karoten). Lebih lanjut, panas, asam dan cahaya dilaporkan menyebabkan
isomerisasi vitamin A dan karotenoid. Faktor yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan
isomerisasi bentuk all trans ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik (Gayathri et al., 2003).

2.5. PANGAN FUNGSIONAL

Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan
"Let your food be your medicine and medicine be your food." Hipocrates menyatakan bahwa bila kita
menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh sekaligus
menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi
tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan
fungsional (functional food), atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk
food.

10 
 
Konsep pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang mengandung komponen aktif
secara fisiologis, dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan sesuatu penyakit, atau untuk
mencapai kesehatan tubuh yang optimal (Widarta, 2007). Selanjutnya istilah pangan fungsional
digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan potensi kesehatan dari
pangan tersebut. Makanan dikatakan mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen (zat
gizi atau non zat gizi) yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang
bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan (Muchtadi, 1996).
Pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan
sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu, pada waktu dicerna atau memberikan peran tertentu
selama proses metabolisme di dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif (Muchtadi, 1996).
Secara umum, pangan memiliki tiga fungsi utama, yaitu : (1) sebagai asupan zat gizi yang
sangat esensial untuk keberlangsungan hidup manusia; (2) sebagai sensori atau pemuasan sensori
seperti rasa yang enak, rasa, dan tekstur yang baik; dan (3) secara fisiologis menjadi regulasi bioritme,
sistem saraf, sistem imunitas, dan pertahanan tubuh. Pangan fungsional dapat digolongkan ke dalam
pangan yang termasuk pada fungsi ketiga. Pangan fungsional dapat berupa pangan konvensional yang
difortifikasi, diperkaya, disuplementasi, atau ditambahkan nilai manfaatnya (Anonimb, 2010).
Tiga faktor yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi oleh suatu produk
agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : (1) produk tersebut haruslah suatu produk
pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang berasal dari bahan (ingredien) yang terdapat secara
alami, (2) produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari,
dan (3) produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran
tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : (a) memperkuat mekanisme pertahanan tubuh,
(b) mencegah timbulnya penyakit tertentu (seperti penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung
koroner, pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
kelebihan zat gizi tertentu), (c) membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang
penyakit tertentu, (d) menjaga kondisi fisik dan mental, dan (e) memperlambat proses penuaan.
Pangan fungsional yang dikembangkan pada penelitian ini adalah pangan yang berasal dari
pangan konvensional, mi instan, yang difortifikasi atau diperkaya dengan karotenoid sebagai pro-
vitamin A dari RPO. Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Dalam hal
pemasaran, pada tahun 2005 Tiongkok menduduki tempat teratas, dengan 44,3 milyar bungkus,
disusul dengan Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus dan Jepang dengan 5,4 milyar bungkus. Namun
Korea Selatan mengonsumsi mi instan terbanyak per kapita, dengan rata-rata 69 bungkus per tahun,
diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus, dan Jepang dengan 42 bungkus (Anonima, 2010).
Sebanyak 2 mL RPO akan digunakan sebagai seasoning oil ingredient mi instan dengan dua
perlakuan, yaitu penambahan 2 mL RPO dan substitusi RPO. Perlakuan 2 mL RPO akan
menyumbangkan sekitar 596.608 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya
adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah
sebesar 99.4347 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita
dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang
kebutuhan vitamin A sebesar 16.57% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.89%
dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.

11 
 
2.6. EVALUASI SENSORI

2.6.1. Pentingnya Evaluasi Sensori dalam Pengembangan Produk Baru

Pengertian produk baru adalah produk yang merupakan hasil penemuan (belum ada
sebelumnya) atau produk yang merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada. Menurut Graf
dan Saguy (1991), proses pengembangan produk baru terdiri dari : (1) riset konsumen, (2)
pengembangan produk oleh bagian Research & Development, (3) pengembangan formula dan
diagram alir proses produksi, (4) uji coba proses untuk menghasilkan protocept dan prototype, (5)
analisis untuk mendapatkan karakter produk, (6) uji konsumen, dan (7) product launching. Uji
penerimaan konsumen sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan kesuksesan product
launching di pasar. Konsumen menilai kualitas, menentukan diterima atau tidaknya suatu produk, dan
memutuskan untuk mengkonsumsinya atau tidak (Graf dan Saguy, 1991).

2.6.2. Definisi Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori didefinisikan sebagai suatu pengukuran ilmiah untuk mengukur,


menganalisa karakteristik bahan pangan atau bahan lain yang diterima oleh indera penglihatan,
pencicipan, penciuman, perabaan, dan pendengaran, serta menginterpretasikan reaksi yang diterima
akibat proses penginderaan tersebut. Pengukuran tersebut melibatkan indera manusia, yang dinamakan
panelis, sebagai alat ukur. Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian
organoleptik dari berbagai kesan subjektif makanan atau minuman yang disajikan. Penggunaan
manusia sebagai alat ukur akan menyebabkan data yang sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik yang berbeda dari setiap panelis. Oleh karena itu, dasar-dasar dari faktor fisiologi dan
psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian sensori harus dipahami (Meilgaard et al., 1999).
Dalam penilaian organoleptik secara umum, panelis dapat dikelompokan menjadi panel perseorangan,
panel perorangan terbatas, panel terlatih dan tidak terlatih serta panel konsumen. Setiap panelis yang
termasuk pada jenis panel tersebut disyaratkan berminat terhadap pekerjaan organoleptik, bersedia
meluangkan waktu dan mempunyai kepekaan yang diperlukan.
Panel perseorangan adalah panel tradisional dan orang yang menjadi panel atau panelis
perseorangan mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi, yaitu umumnya melebihi kemampuan
orang-orang normal dan instrumen-instrumen fisik yang telah diketahui daya kerjanya. Panel
perseorangan terbatas terdiri dari beberapa panelis (2-3 orang) yang mempunyai keistimewaan rata-
rata dari orang biasa. Pada panel tersebut sudah digunakan alat-alat obyektif sebagai kontrol. Panel
terlatih merupakan panelis hasil seleksi dan pelatihan. Seleksi pada panelis terlatih umumnya
mencakup hal kemampuan untuk membedakan rasa dan aroma dasar, ambang pembedaan,
2. Pengontrolan produk, meliputi : penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode, dan
penyajian.
3. Pengontrolan panel, meliputi : prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi
sampel.

2.6.3. Pelatihan Panelis menurut Meilgaard et al., (1999)

Panelis yang digunakan dalam uji deskripsi adalah panelis terlatih. Jumlah panelis untuk
analisis deskripsi berdasarkan American Standard Testing Material (ASTM) adalah 8 orang. Menurut
Lawless dan Heymann (1998), jumlah panelis untuk analisis deskripsi metode Quantitative
Descriptive Analisys (QDA) adalah 10-12 orang. Sementara itu, menurut Moskovitz (1983), jumlah
panelis terlatih yang digunakan adalah 4-6 orang.
Aspek penting dalam pelatihan panelis adalah untuk menumbuhkan keterampilan dan
kepercayaan diri. Sebagian besar pelatihan panelis untuk uji deskripsi memerlukan waktu pelatihan 40
sampai 120 jam. Jumlah waktu yang dibutuhkan bergantung dari tingkat kompleksitas dari produk
yang sedang dikembangkan. Tahapan pelatihan panelis meliputi pengembangan terminologi,
pengenalan skala deskriptif, pelatihan awal, pembedaan produk, dan pelatihan akhir.

2.6.4. Analisis Deskripsi

Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi
karakteristik sensori dari berbagai macam produk oleh panelis terlatih (Lawless dan Heymann, 1998).
Analisis deskriptif penting dilakukan dalam pengembangan produk baru. Setelah diperoleh deskripsi
dari suatu produk baru, selanjutnya akan dilakukan uji penerimaan konsumen. Apabila respon
konsumen terhadap produk tersebut baik, maka baru akan dilakukan product launching. Selain itu,
hasil dari analisis deskripsi produk juga dapat digunakan untuk perbaikan produk.
Analisis deskriptif memiliki beberapa komponen yaitu : (1) komponen karakteristik (aspek
kualitatif); (2) intensitas (aspek kuantitatif); (3) order of apperance (aspek waktu), dan kesan
keseluruhan (aspek integrasi). Metode analisis deskripsi secara kuantitatif diantaranya adalah flavor
profile method, texture profile method, quantitative descriptive analisys method, spectrum descriptive
analisys method, time intensity descriptive analisys, dan free choice profiling (Meilgaard et al., 1999).
Keseluruhan analisis di atas menggunakan panelis terlatih kecuali choice profiling.
Menurut Lawless dan Heymann, (1998), terdapat tiga tipe skala yang umum digunakan
dalam analisis deskripsi, yaitu category scale (skala kategori), line scale (skala garis), dan magnitude
estimation scale (ME). Skala kategori yang umum digunakan adalah skala 0 sampai 9. Kelemahan
skala kategori adalah terbatas oleh kosa kata yang ada dan interval antar kategori belum tentu sama.
Skala garis menggunakan garis sebagai pengukur respon. Panjang garis yang digunakan adalah 6 inchi
atau 15 cm. Panelis dapat menggambarkan intensitas suatu sampel dengan memberi tanda berupa garis
vertikal atau tanda silang pada garis yang telah disediakan. Kelebihan skala garis adalah intensitas
yang terukur lebih teliti karena tidak terdapat langkah (tangga interval) atau “favorite number”, namun
penggunaan skala garis juga memiliki kelemahan, yaitu panelis akan sulit untuk memberikan nilai
yang konsisten karena mengingat posisi pada garis tidak semudah mengingat nomor. Dalam
magnitude estimation scale (ME) atau disebut juga free number matching, panelis memberikan
penilaian angka secara bebas terhadap sampel yang disajikan baik dengan modulus maupun tanpa
modulus (Meilgaard et al., 1999).

13 
 
2.6.5. Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quantitative
Descriptive Analisys (QDA). Panelis yang lolos dari tahapan seleksi panelis kemudian akan menjalani
serangkaian pelatihan. Pada tahap pelatihan, panelis QDA memerlukan penggunaan standar atau
produk serupa sebagai referensi untuk menstimulasi terminologi yang baku dan seragam (Meilgaard et
al., 1999).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode QDA adalah (1) panelis dapat memberi
respon seluruh atau sebagian karakteristik sensori produk; (2) memiliki prosedur kuantitatif untuk
menentukan panelis yang terpercaya; (3) diperlukan tidak lebih dari 10 orang panelis tiap satu kali tes;
(4) memiliki prosedur pengembangan bahasa yang memudahkan tahap pelatihan dan bebas dari
pengaruh panel leader, dan, (5) memiliki data processing system untuk mempresentasikan data
sensori ke dalam bentuk diagram. Di dalam pengujian menggunakan metode QDA diperlukan standar
atau refference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut sampel. Untuk penyajian
data hasil QDA digunakan spider web diagram.
Panel leader bertindak sebagai fasilitator yang mempersiapkan kebutuhan pengujian.
Perhatian diperlukan untuk membangun kekonsistenan panelis, tetapi panelis diberi kebebasan untuk
memberikan penilaian dengan pendekatannya sendiri. Panelis tidak diperbolehkan mendiskusikan
data, terminologi, atau sampel setelah pengujian selesai (Meilgaard et al., 1999). Pelaksanaan
penilaian QDA sebaiknya dilakukan menggunakan booth tertutup untuk setiap panelis agar tidak
terjadi bias. Selain itu perlu diperhatikan standar pelaksanaan uji sensori, seperti pemberian kode
sampel, pencahayaan yang baik pada booth, serta sarana penetralan indera pengecap saat pengujian
yang dilakukan lebih dari satu sampel (Lawless dan Heymann, 1998).
Analisis kualitatif digunakan untuk menyepakati terminologi deskriptif suatu produk yang
mewajibkan para panelis untuk memberikan terminologi-terminologi yang dirasakan saat mencicipi
sampel. Analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini analah Focus Group Discussion
(FGD). FGD dipimpin oleh seorang moderator yang profesional. Ide dan bahasa sensori
dikembangkan bersama dan merupakan konsensus. Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing
panelis menggunakan line scale (skala garis). Skala garis yang digunakan untuk QDA adalah
sepanjang 6 inchi atau 15 cm (Meilgaard et al., 1999). Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label
sesuai karakteristik minimum dan maksimum yang ingin diukur.

14 
 
III. BAHAN DAN METODE

3.1. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi
Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia (deasidifikasi) dan
deodorisasi serta fraksinasi. CPO pada awal proses diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama (Bimoli),
Jakarta. Mi instan yang digunakan adalah mi instan dengan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa
kari ayam. Bahan lainnya adalah larutan NaOH, larutan Na2S2O4, etanol 95%, pereaksi Wijs, indikator
penoftalein, indikator pati, indikator KI, heksana, dan akuades.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor gas, mangkok, sendok, panci,
penggorengan, gelas piala, penangas air, termometer, neraca analitik, pipet serologis, labu takar,
spektrofotometer UV-Vis, seperangkat alat titrasi, spatula,dan peralatan gelas lainnya.

3.2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, meliputi tahap karakterisasi sifat fisikokimia RPO
yang digunakan sebagai bahan baku dan analisis deskripsi dengan metode Quantitative Descriptive
Analisys (QDA).

3.2.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia RPO

Karakterisasi RPO dilakukan melalui pengukuran beberapa parameter mutu, seperti kadar air,
slip melting point, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid.
Tujuan karakterisasi ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai mutu awal bahan baku RPO
yang digunakan.

3.2.2. Persiapan Sampel untuk Uji Sensori

Sampel yang akan diujikan adalah mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari
ayam dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama adalah penambahan 2 mL RPO sebagai seasoning oil
ingredient dan perlakuan kedua adalah substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient. Berikut
adalah diagram alir penyiapan sampel kedua perlakuan tersebut. Gambar 1 merupakan diagram alir
persiapan sampel untuk perlakuan penambahan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient mi instan.
Sedangkan Gambar 2 adalah diagram alir untuk perlakuan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil
ingredient mi instan.
Rebus mi instan
 
(3 menit)
 
 
  tiriskan
 
Siapkan bumbu
 Tambahkan 200 dan seasoning oil
mL
  air mendidih pada mangkuk
 
Tambahkan 2
  mL RPO Aduk hingga rata
 
 
Sampel uji siap
  dihidangkan
 
Gambar 1. Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO

   
Rebus mi instan  
  (3 menit)

  Seasoning oil 2 mL seasoning oil


  mi instan mi instan dibuang
tiriskan
 
 
  Siapkan bumbu
200 mL air mendidih
  pada mangkuk
 
2 mL
  RPO Aduk hingga rata
 
 
Sampel uji siap
 
dihidangkan

Gambar 2. Diagram alir persiapan sampel perlakuan substitusi 2 mL RPO

3.2.3. Analisis Deskripsi


 
3.2.3.1. Pelatihan Panelis

Setelah diperoleh panelis-panelis yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini,


selanjutnya dilakukan uji kualitatif untuk mengembangkan bahasa melalui FGD (Focus Group
Discussion) untuk mendapatkan data deskripsi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa

16 
 
kari ayam (aroma, rasa, dan citarasa) secara subjektif. Seluruh panelis terpilih melakukan diskusi
bebas dengan dipimpin oleh panel leader untuk mendiskusikan keseluruhan atribut yang dikenalinya
setelah mencoba sampel yang diberikan. Sampel yang digunakan dalam analisis kualitatif ini adalah
mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Data deskripsi tersebut, selanjutnya
disederhanakan menjadi beberapa istilah atribut aroma, rasa, dan citarasa.
Selanjutnya, dilakukan pengenalan terminologi istilah atribut aroma, rasa, dan citarasa untuk
menyamakan persepsi dan pemahaman panelis terhadap istilah dan cara pengujian masing-masing
atribut. Pelatihan panelis dilakukan untuk melatih kepekaan sensori dan konsistensi penilaian panelis
terhadap atribut sensori hasil FGD yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga panelis dapat dikatakan
sebagai panelis terlatih. Pada penelitian ini panelis dilatih dengan memberikan penilaian sampel
kontrol yang belum diketahui nilai skalanya dengan menggunakan refference mi instan merk Indomie
rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Hasil penilaian atribut kontrol dari pelatihan panelis kemudian
dirata-ratakan untuk dijadikan nilai atribut kontrol.

3.2.3.2. Penilaian Produk

Metode analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini adalah Quantitative
Descriptive Analysis (QDA). Produk yang akan dikuantifikasi terdiri dari: (1) mi instan merk Indomie
rasa ayam bawang dengan penambahan 2 mL RPO, (2) mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
dengan substitusi 2 mL RPO, (3) mi instan merk Indomie rasa kari ayam dengan penambahan 2 mL
RPO, dan (4) mi instan merk Indomie rasa kari ayam dengan subtitusi 2 mL RPO. Penyajian produk
dalam penilaian adalah setengah porsi per panelis untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
dan sepertiga porsi per panelis untuk mi instan merk Indomie rasa kari ayam.
Penilaian dilakukan dengan membandingkan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa produk
dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol hasil pelatihan panelis. Panelis akan
menilai apakah perlakuan yang dilakukan memberikan peningkatan atau penurunan atribut sensori
aroma, rasa, dan citarasa produk.
Penilaian panelis terhadap atribut-atribut aroma, rasa, dan citarasa produk uji dianalisis
dengan ANOVA, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antarproduk dan kontrol
serta antar produk dan kemudian dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui karakteristik sensori
apa yang memiliki perbedaan pada taraf signifikansi 5 %.

3.3. PARAMETER YANG DIAMATI

3.3.1. Kadar Air (AOAC 1995)

Sejumlah ± 5,0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.
Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 °C hingga diperoleh berat yang konstan.
Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :
a = Berat cawan dan sampel (g)
b = Berat cawan dan sampel akhir (g)
c = Berat sampel awal (g)

17 
 
3.3.2. Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993)

Sedikitnya tiga pipa kapiler yang masing-masing berdiameter 1 mm dan panjang 50-80 mm
dicelupkan ke dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan hingga minyak naik setinggi 1 cm dalam
pipa kapiler. Bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan tisu. Pipa kapiler lalu disimpan dalam
refrigerator (suhu 4-10oC) selama 16 jam (semalaman). Pipa kapiler kemudian dipasangkan pada
termometer dengan diikat karet sedemikian rupa sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung
termometer. Termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala 600 mL yang berisi air destilata.
Gelas piala diletakkan di atas hot plate. Suhu awal air 8-10oC di bawah SMP sampel. Hot plate
dinyalakan dengan kenaikan suhu 1oC per menit, lalu melambat hingga kenaikan suhunya
0.5oC/menit. Air dalam gelas piala akan naik suhunya, pada suhu tertentu sampel minyak dalam
kapiler akan mencair ditandai dengan meluncur naiknya sampel. Selang suhu termometer saat sampel
minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat sebagai slip melting point.

3.3.3. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Cd 5a-40 1993)

Sebanyak 7.05 + 0.05 g sample dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan
75 mL etanol 95% netral. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator penoftalein dan
dititrasi menggunakan NaOH 0.25 N sambil digoyang kuat hingga timbul warna pink permanen
selama 30 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung menggunakan rumus :

Kadar asam lemak bebas (%) = M x V x T


10 x m

Keterangan :
V = Volume NaOH yang digunakan (mL)
T = Normalitas NaOH hasil standarisasi (N)
M = Berat molekul sampel (sesuai dengan jenis
asam lemak dominan pada sampel) (g/mol)
M = Berat sampel (g)

3.3.4. Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 2005)

Sebanyak 5 + 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 30


mL pelarut CH3COOH-CHCl3 (3 : 2) dan dikocok hingga larut. Sebanyak 0.5 mL larutan KI jenuh
kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut, didiamkan selama 1 menit, dan sesekali digoyang.
Larutan tersebut kemudian ditambahkan 30 mL air destilata dan dititrasi menggunakan Na2S2O3 0.1 N
sambil digoyang kuat sampai warna kuning hampir hilang. Setelah itu, larutan ditambahkan dengan
0.5 mL indikator larutan pati 1% dan titrasi dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Penetapan
bilangan peroksida untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel.
Bilangan peroksida dihitung menggunakan rumus :

Bilangan Peroksida (mekv / 1000 g) = (V1-V0) x N x 1000


M

18 
 
Keterangan :
V1 = Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel (mL)
V2 = Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blanko (mL)
N = konsentrasi Na2S2O3 hasil standarisasi (N)
M = berat sampel (g)
 
3.3.5. Total Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005)

Pengukuran kadar karotenoid dilakukan menggunakan metode spektrofotometri (PORIM


2005). Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu ukur 25 mL sampai tanda tera,
lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid (mg/kg) dihitung dengan menggunakan rumus:

Total Karotenoid (ppm) = 25 x absorbansi x 383


100 x bobot sampel (gram)

3.3.6. Bilangan Iod (PORIM p3.2 1995)

Sebanyak 0.4-0.5 mL sample minyak/lemak ditimbang dalam Erlenmeyer 500 mL dan


ditambahkan 15 mL kloroform untuk melarutkan sampel. Sebanyak 25 mL pereaksi Wijs dimasukkan
ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah itu,
sebanyak 20 mL larutan KI 10% dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut, dilanjutkan dengan
penambahan air destilata sebanyak 150 mL. campuran dalam Erlenmeyer itu dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 0.1 N dan dikocok agak kuat hingga warna kuning hampir hilang. Titrasi dihentikan sejenak
lalu dilakukan penambahan 1-2 mL indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi kemudian
dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus :

Bilangan Iod = (B –S) x N x 12.69


M

Keterangan :
S = mL titar untuk sampel
B = mL titar untuk blanko
N = normalitas titar
M = gram sampel
126.9 = bobot atom iod

19 
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PALM OLEIN (RPO)

Penelitian ini menggunakan RPO yang diproses dari CPO yang diperoleh dari PT. Salim
Ivomas Pratama (Bimoli), Jakarta. Proses pemurnian CPO mengikuti kondisi proses yang telah
direkomendasikan oleh Widarta (2008), Riyadi (2009), dan Asmaranala (2010). Setelah RPO selesai
diproduksi, dilakukan analisis sifat fisikokimia RPO untuk mengetahui kualitas bahan baku yang
digunakan dalam penelitian ini.
Analisis sifat fisikokimia dilakukan terutama terhadap parameter-parameter kritis yang akan
digunakan sebagai acuan untuk mengukur tingkat kerusakan RPO dan kelayakannya sebagai bahan
baku penelitian. Analisis sifat fisikokimia yang dilakukan meliputi kadar air, slip melting point, kadar
asam lemak bebas, bilangan peroksida, total karoten, dan bilangan iod. Hasil karakteristik sifat
fisikokimia RPO disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik sifat fisikokimia RPO


Parameter Nilai Standar Refferensi
Kadar air (%) 0,02 ± 0,001 0.2 (maks)1
Slip melting point* (oC) 17,35 ± 0,500 24 (maks)1
Kadar asam lemak bebas (%) 0,13 ± 0,000 0.3 (maks)2
Bilangan peroksida (meq peroksida/kg sampel) 3,97 ± 0,057 5 (maks)3
Total karotenoid (ppm) 373,88 ± 10,380 -
Bilangan iod (g iod/100 g sampel) 54,81 ± 0,148 50-554
1. Codex Stan (17-1999)
2. SNI 3741-1995
3. SII (Standard Industri Indonesia) 0003-72
4. Codex Stan (210-1999)

4.1.1. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter mutu kritis suatu minyak atau lemak. Kadar air
berkorelasi positif dengan tingkat kerusakan minyak yang diakibatkan oleh hidrolisis. RPO yang
digunakan pada penelitian ini memiliki kadar air sebesar 0.02%. kadar air pada RPO yang digunakan
masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan CODEX (1999), yaitu sebesar maksimum 0.20%. ini
menunjukkan bahwa RPO yang digunakan dalam penelitian ini masih memiliki mutu yang baik
ditinjau dari segi kadar air sehingga bisa dipastikan stabil terhadap hidrolisis selama penyimpanan.

4.1.2. Slip Melting Point (SMP)


SMP suatu minyak atau lemak sangat ditentukan oleh jenis asam lemak penyusunnya. Lemak
atau minyak yang tersusun oleh asam lemak-asam lemak jenuh berantai karbon panjang akan
memiliki nilai SMP yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan minyak yang tersusun oleh asam
lemak-asam lemak jenuh berantai karbon pendek. RPO yang digunakan pada penelitian ini memiliki
nilai SMP sebesar 17.35oC. Nilai ini memenuhi standar CODEX (1999) yang mensyaratkan nilai
maksimum untuk SMP olein maksimal sebesar 24oC. Ini menunjukkan bahwa RPO yang dihasilkan
memiliki mutu yang baik ditinjau dari segi kemurniannya.
4.1.3. Kadar Asam Lemak Bebas
Karakteristik mutu suatu minyak atau lemak dipengaruhi juga oleh kadar asam lemak
bebasnya. Kadar asam lemak bebas merupakan korelasi dari kadar air sekaligus indikator pendugaan
kerusakan minyak lebih lanjut. Kadar asam lemak bebas yang tinggi menunjukkan bahwa minyak atau
lemak tersebut memiliki mutu yang buruk. Tingginya kadar asam lemak bebas dapat memperbesar
risiko kerusakan minyak lebih lanjut akibat oksidasi. Ketaren (1986) menyatakan bahwa kandungan
asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak dapat dikurangi dengan melakukan proses netralisasi
pada minyak tersebut sebelum digunakan sebagai bahan baku. RPO yang digunakan pada penelitian
ini memiliki nilai kadar asam lemak bebas sebesar 0.13% dan masih memenuhi standar kadar asam
lemak bebas yang diterima, yaitu maksimal sebesar 0.30% (SNI 1995).
 
4.1.4. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida merupakan parameter mutu yang mengindikasikan tingkat kerusakan
oksidatif pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida pada suatu minyak atau lemak menunjukkan
bahwa telah dimulainya kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak tersebut.
Bilangan peroksida pada RPO yang digunakan masih cukup rendah bila dibandingkan
dengan standar yang diterima, yaitu sebesar maksimum 5 meq peroksida/kg minyak (SII 0003-72). Ini
menunjukkan bahwa mutu RPO yang digunakan dengan bilangan peroksida sebesar 3.97 meq
peroksida/kg minyak masih cukup baik ditinjau dari segi bilangan peroksida.

4.1.5. Total Karotenoid


Karotenoid merupakan pigmen alami dalam minyak sawit yang dapat berfungsi sebagai pro-
vitamin A dan antioksidan. Karotenoid sangat rentan terhadap suhu tinggi. RPO yang digunakan pada
penelitian ini masih mengandung total karotenoid yang cukup tinggi yaitu sebesar 373.88 ppm.
Perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil mi
instan diharapkan mampu memberikan nilai gizi yang baik bagi kesehatan manusia.
 
4.1.6. Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk mengukur derajat ketidakjenuhan suatu minyak atau lemak.
Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh dapat diadisi oleh senyawa iod sehingga
menghasilkan senyawa dengan ikatan jenuh. Reaksi adisi ikatan rangkap asam lemak oleh senyawa
iod dibantu dengan suatu carrier (Ketaren, 1986). Analisis bilangan iod pada penelitian ini
menggunakan larutan KI 10% sebagai carrier.
Bilangan iod pada RPO yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 54.81 g iod/100 g
sampel dan masih berada pada kisaran yang ditetapkan Codex (1999) yaitu sebesar 50-55 g iod/100 g
sampel.

4.2. KARAKTERISTIK MI INSTAN MERK INDOMIE

Indomie adalah merk mi instan populer di Indonesia, diproduksi oleh PT. Indofood CBP
Sukses Makmur. Diluncurkan pada tahun 1982 oleh Sudono Salim (Anonima, 2010). Selain di
Indonesia, Indomie juga dijual di luar negeri, antara lain di Amerika Serikat, Australia, Asia, Afrika
dan negara-negara Eropa. Di Indonesia, sebutan Indomie juga umum dijadikan istilah umum yang
merujuk kepada mi instan secara umum.

21 
 
Indomie yang selama ini sering dijadikan makanan pengganti nasi di Indonesia ternyata
memiliki kandungan kadar gizi yang cukup banyak dan berguna bagi tubuh. Hal ini berbeda dengan
anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa mi instan membuat orang kekurangan gizi. Hanya
saja kandungan gizi yang ada dalam Indomie masih belum lengkap sehingga dalam mengkonsumsinya
sangat dianjurkan dipadukan dengan makanan lain yang bisa memenuhi kebutuhan gizi seimbang
dalam tubuh. Misalnya, untuk menambah protein maka dapat menambahkan telur atau kornet pada
Indomie yang dimasak, untuk menambahkan serat maka bisa ditambahkan sayuran, dan sebagainya.
Penelitian ini menggunakan mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam
sebagai bahan baku lain selain RPO. Tabel 7, 8, dan 9 berikut ini menyajikan komposisi dan
kandungan gizi mi instan merk indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam :

Tabel 7. Komposisi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam
Komposisi
Indomie Mi Bumbu Seasoning
Oil
tepung terigu, minyak garam, gula, penguat rasa minyak
sayur, tepung tapioka, mononatrium glutamat (MSG), sayur dan
garam, pemantap, perisa ayam, bubuk bawang bawang
pengatur keasaman, putih, bubuk bawang merah, merah
mineral (zat besi), bubuk lada, daun bawang,
pewarna (tartrazin CI vitamin (A, B1, B6, B12, Niasin,
19140), dan antioksidan Asam Folat, Pantotenat), dan
Rasa ayam bawang (TBHQ). bubuk cabe.
(MD 227209512185)
tepung terigu, minyak garam, gula, penguat rasa minyak
sayur, tepung tapioka, mononatrium glutamat (MSG), sayur dan
garam, pemantap, bubuk kari, bubuk bawang putih, bumbu
pengatur keasaman, perisa ayam, bubuk bawang kari.
mineral (zat besi), merah, bubuk lada, rempah-
pewarna (tartrazin CI rempah, bubuk cabe, dan
19140), dan antioksidan vitamin (A, B1, B6, B12, Niasin,
Rasa kari ayam (TBHQ). Asam Folat, Pantotenat).
(MD 227209506185)

Tabel 8. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang


Jumlah Per Sajian %AKG*
Lemak Total 13 g 23%
Lemak Jenuh 6g 30%
Kolesterol 0 mg 0%
Protein 7g 14%
Karbohidrat Total 44 g 14%
Serat Makanan 2g 9%
Gula 3g
Natrium 1240 mg 52%
Vitamin A 15%
Vitamin B1 30%
Vitamin B6 30%
Vitamin B12 15%
Vitamin C 6%
Niasin 30%
Asam Folat 20%
Kalsium 0%
Zat Besi 15%
*Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kalori. AKG dapat lebih
tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebutuhan kalori masing-
masing . Mengandung 1.01 mg asam pantotenat.

22 
 
Tabel 9. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa kari ayam
Jumlah Per Sajian %AKG*
Lemak Total 15 g 27%
Lemak Jenuh 7g 39%
Kolesterol 0 mg 0%
Protein 8g 15%
Karbohidrat Total 44 g 14%
Serat Makanan 3g 11%
Gula 2g
Natrium 1200mg 50%
Vitamin A 15%
Vitamin B1 25%
Vitamin B6 15%
Vitamin B12 40%
Vitamin C 6%
Niasin 35%
Asam Folat 25%
Kalsium 2%
Zat Besi 28%
*Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kalori. AKG dapat
lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebutuhan kalori
masing-masing. Mengandung 1.20mg asam pantotenat.

4.3. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA)

Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quantitative
Descriptive Analysis (QDA). Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk
memperoleh deskripsi karakteristik sensori dari berbagai macam produk atau material oleh panelis
terlatih (Lawless dan Heymann, 1998). Di dalam proses pengujian menggunakan metode QDA,
diperlukan standar atau reference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut
sampel. Untuk penyajian data hasil QDA digunakan spider web diagram. Panelis yang digunakan
dalam QDA adalah panelis terlatih. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penilaian produk, perlu
dilakukan pelatihan untuk mendapatkan panelis terlatih.

4.3.1. Focus Group Discussion (FGD)

Penelitian ini menggunakan panelis dari Lembaga Jasa Analisis (LJA) Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan (ITP) IPB. Panelis yang terpilih berjumlah 14 orang. Namun tiga panelis
mengundurkan diri dikarenakan kesibukan yang tidak mungkin ditinggalkan sehingga selama
penelitian berjalan panelis yang bertahan hanya tinggal 11 orang. Panelis selanjutnya mengikuti Focus
Group Discussion (FGD) untuk mengembangkan atribut sensori yang terdapat dalam mi instan merk
Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Kegiatan ini merupakan cara analisis kualitatif untuk
mendapatkan data deskripsi seluruh atribut sensori kontrol, yang selanjutnya data tersebut digunakan
untuk pengujian kuantitatif.
Saat diskusi berlangsung, panel leader hanya berperan sebagai fasilitator dengan menyiapkan
semua keperluan panelis seperti sampel dan fasilitas lain, serta mengawasi jalannya diskusi (Lawless
dan Heymann, 1998). Pada metode ini, panelis diberi kebebasan dalam berdiskusi untuk menentukan
atribut aroma, rasa dan citarasa yang terdapat pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan
rasa kari ayam. Keputusan hasil diskusi diambil langsung oleh para panelis tanpa ada campur tangan

23 
 
dari panel leader. Hasil diskusi atribut aroma, rasa, dan citarasa produk mi instan merk Indomie rasa
ayam bawang dan rasa kari ayam terlihat pada Tabel. 10.

Tabel 10. Hasil diskusi aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa
ayam bawang dan rasa kari ayam
No Atribut Ayam bawang Kari ayam
1 Aroma Bawang Bawang
Cabe Kari
Minyak goreng Minyak goreng
2 Rasa Asin Asin
Gurih/ umami Gurih/ Umami
3 Citarasa Pedas Pedas
Aftertaste pedas Kari
Aftertaste Gurih
Aftertaste berminyak

4.3.1.1. Aroma

Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut, aroma lebih banyak
berhubungan dengan panca indera pencium. Identitas aroma yang keluar melalui produk pangan akan
ditangkap oleh epitel olfaktori. Aroma baru dapat dikenali jika berbentuk uap dan molekul-molekul
aroma tersebut sempat menyentuh silia sel olfaktori. Aroma yang terdeteksi saat FGD untuk mi instan
merk Indomie rasa ayam bawang adalah aroma bawang, aroma cabe, dan aroma minyak goreng.
Sedangkan aroma yang terdeteksi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma bawang,
aroma kari, dan aroma minyak goreng.

4.3.1.2. Rasa

Identifikasi rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Rasa makanan dapat dikenali
oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila, yaitu bagian noda merah jingga pada lidah.
Rasa yang terdeteksi saat FGD untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam
adalah rasa asin dan gurih (umami).

4.3.1.3. Citarasa

Citarasa biasa juga disebut rasa sekunder. Citarasa merupakan sensasi yang ditimbulkan oleh
saraf trigeminal (rongga mulut, hidung, dan mata). Citarasa yang terdeteksi saat FGD untuk mi instan
merk Indomie rasa ayam bawang adalah citarasa pedas dan aftertaste pedas. Sedangkan untuk mi
instan merk Indomie rasa kari ayam, citarasa yang terdeteksi adalah citarasa pedas, citarasa kari,
aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak.

4.3.2. Pelatihan Panelis

Panelis terpilih harus mengikuti pelatihan secara kontinyu. Dalam penelitian ini, pelatihan
panelis ditekankan pada atribut aroma, rasa dan citarasa. Aroma, rasa dan citarasa adalah tiga
komponen penting yang mempengaruhi penerimaan secara organoleptik dari kualitas bahan pangan.
Banyaknya RPO yang ditambahkan akan berbanding lurus dengan aroma, rasa, dan citarasa
yang ditimbulkan. Meskipun demikian, diharapkan perlakuan penambahan 2 mL RPO maupun

24 
 
perlakuan substitusi 2 mL RPO tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma, rasa, dan
citarasa. Hal ini akan sangat bergantung pada kualitas RPO yang digunakan sebagai bahan baku.
Penetapan perlakuan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient mi instan merk Indomie
rasa ayam bawang dan rasa kari ayam pada penelitian ini adalah karena pertimbangan kontribusi
karotenoid yang akan disumbangkan sebagai pro-vitamin A dalam tubuh. Perlakuan 2 mL RPO
merupakan penambahan yang dianggap cukup untuk menyumbangkan nilai gizi, terutama karotenoid,
bagi pengkonsumsi mi instan. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 598.208 µg
karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah
kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah sebesar 99.7013 RE. Kebutuhan
vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009).
Dengan demikian jika perlakuan 2 mL RPO diaplikasikan pada mi instan maka akan menyumbang
kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94%
dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa. Perhitungan kontribusi 2 mL RPO dalam
menyumbangkan kebutuhan vitamin A ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi panelis sehingga
diharapkan kepekaan panelis menjadi lebih kuat terutama dalam hal membedakan atribut aroma, rasa,
dan citarasa. Kuesioner yang digunakan dalam pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 3-13.
Berdasarkan hasil FGD, aroma yang terdeteksi pada mi instan merk Indomie rasa ayam
bawang adalah aroma bawang, aroma cabe, dan aroma minyak goreng. Rasa yang terdeteksi adalah
rasa asin dan gurih (umami). Sedangkan citarasa yang terdeteksi adalah pedas, dan aftertaste pedas.
Aroma yang terdeteksi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma bawang,
aroma kari, dan aroma minyak goreng. Rasa yang terdeteksi adalah rasa asin dan gurih (umami).
Sedangkan citarasa yang terseteksi adalah pedas, kari, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak.
Tahap selanjutnya, dilakukan pengenalan terminologi aroma dan rasa untuk menyamakan
konsep atau pengertian terminologi sehingga dapat dikomunikasikan antarpanelis satu sama lain
(Lawless dan Heymann, 1998). Panelis diberikan pelatihan dengan reference mi instan merk Indomie
rasa ayam bawang dan rasa kari ayam tanpa perlakuan apapun. Tujuannya adalah untuk melatih
kepekaan dan konsistensi panelis terhadap atribut-atribut kontrol sehingga akan didapat nilai atribut
tersebut yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai atribut perlakuan. Pelatihan panelis dilakukan
setiap hari Selasa dan Rabu pukul 11.00-13.00, serta Jumat pukul 09.00-11.30.
Pelatihan panelis bertujuan untuk mendapatkan deskripsi produk mi instan merk Indomie
rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Pertama-tama panelis diminta menilai masing-masing atribut
kontrol dengan reference mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam, kemudian
dilakukan FGD untuk menyepakati nilai masing-masing atribut kontrol. Kemudian panelis melakukan
penilaian produk yang sudah diberi perlakuan dengan acuan nilai masing-masing atribut kontrol.
Panjang skala garis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 cm. Hal ini berkaitan dengan
visualisasi, sehingga lebih memudahkan panelis dalam memberikan penilaian terhadap nilai skala
sampel.
Pelatihan panelis dilakukan sebanyak 5 kali pelatihan. Setiap kali pelatihan, panelis akan
disajikan mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam kontrol dengan cara
penyajian mi direbus selama tiga menit dan diseduh dengan air mendidih sebanyak 200 mL. Selama
lima kali pelatihan penilaian panelis telah menunjukkan konsistensi yang baik, hal ini dibuktikan
dengan nilai standar deviasi yang secara umum lebih kecil dari satu untuk semua atribut sensori.
Secara keseluruhan juga terdapat tren yang hampir sama yaitu adanya kecenderungan untuk
mi instan merk Indomie rasa ayam bawang bahwa aroma bawang memiliki intensitas paling tinggi
diantara aroma yang lain, kemudian diikuti dengan aroma minyak goreng dan aroma cabe. Sedangkan

25 
 
untuk rasanya, rasa umami memiliki intensitas yang paling tinggi dibandingkan atribut sensori yang
lain, kemudian diikuti dengan aftertaste pedas, rasa asin, dan citarasa pedas.
Tren yang muncul pada pelatihan panelis mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah
aroma kari memiliki intensitas yang paling tinggi dibandingkan aroma yang lainnya kemudian diikuti
dengan aroma bawang dan aroma minyak goreng. Kemudian tren yang muncul pada atribut rasa
adalah rasa gurih memiliki intensitas paling tinggi diikuti dengan aftetaste gurih, citarasa kari, rasa
asin, aftertaste berminyak, dan citarasa pedas.
Setelah dilakukan pelatihan selama lima kali kemudian data hasil penilaian yang didapat
didiskusikan dalam FGD untuk menetapkan nilai kontrol masing-masing antribut pada kedua rasa mi
instan. Dari FGD ini disepakati panelis bahwa nilai masing-masing atribut adalah nilai reratanya.
Hasil lima kali pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 14-15.

Tabel 11. Nilai atribut kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam
Atribut Rasa ayam bawang Rasa kari ayam
Aroma bawang 5.48 5.22
Aroma minyak goreng 4.73 4.86
Aroma cabe 4.36 -
Aroma kari - 6.14
Rasa asin 4.88 4.73
Rasa gurih 5.67 5.72
Citarasa pedas 4.86 4.04
Citarasa kari - 5.76
Aftertaste pedas 5.73 -
Aftertaste berminyak - 4.24
Aftertaste gurih - 5.63

Hasil FGD nilai atribut kontrol tersebut akan dijadikan acuan bagi panelis untuk menilai
produk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam yang telah mengalami
perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO. Berikut disajikan spider web
diagram untuk kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang (Gambar 3) dan rasa kari ayam
(Gambar 4).

Gambar 3. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang

26 
 
Gambar 4. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa kari ayam

4.3.3. Penilaian Produk


Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi
karakteristik sensori dari berbagai macam produk atau material oleh panelis terlatih (Lawless dan
Heymann, 1998). Analisis sensori deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quantitative
Descriptive Analysis (QDA). Sampel yang akan dianalisis dengan metode ini adalah mi instan merk
Indomie rasa ayam bawang dan kari ayam dengan dua perlakuan yaitu perlakuan penambahan 2 mL
RPO pada seasoning oil mi instan dan perlakuan substitusi 2 mL seasoning oil mi instan dengan 2 mL
RPO.

4.3.3.1. Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang

Secara keseluruhan mi instan merk Indomie rasa ayam bawang kontrol berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5%.
Namun perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO
pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 18). Tabel 12. dibawah ini menampilkan nilai rata-rata QDA
dan hasil ANOVA untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang, hasil QDA kemudian disajikan
dalam spider web diagram (Gambar 5). Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Sebagai contoh, aroma bawang pada kontrol berbeda
nyata dengan aroma bawang pada perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL
RPO, namun aroma bawang perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO
tidak berbeda nyata. Hal ini juga terjadi pada rasa gurih dan aftertaste pedas. Aroma cabe kontrol
tidak berbeda nyata dengan aroma cabe perlakuan penambahan 2 mL RPO maupun perlakuan
substitusi 2 mL RPO. Hal ini juga terjadi pada aroma minyak goreng dan citarasa pedas. Sedangkan
untuk rasa asin kontrol tidak berbeda nyata dengan rasa asin perlakuan penambahan 2 mL RPO tetapi
berbeda dengan rasa asin perlakuan substitusi 2 mL RPO. Namun rasa asin perlakuan penambahan 2
mL RPO tidak berbeda nyata dengan rasa asin perlakuan substitusi 2 mL RPO (Lampiran 18).

27 
 
Tabel 12. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
Atribut Kontrol Penambahan 2 mL RPO Substitusi 2 mL RPO
Aroma bawang 5.48(a)* 4.01(ab) 3.8(b)
Aroma cabe 4.36(a) 4.24(a) 3.97(a)
Aroma minyak goreng 4.73(a) 4.82(a) 5.08(a)
Rasa asin 4.88(a) 4.56(ab) 4.41(b)
Rasa gurih 5.67(a) 5.35(b) 5.28(b)
Citarasa pedas 4.86(a) 4.32(a) 4.34(a)
Aftertaste pedas 5.73(a) 4.84(b) 4.75(b)
* Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%

Gambar 5. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang

4.3.3.2. Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam

Secara keseluruhan mi instan merk Indomie rasa kari ayam kontrol berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan 2 mL RPO maupun dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf
signifikansi 5%. Namun, perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan perlakuan
substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 19). Tabel 13. dibawah ini menampilkan
nilai rata-rata QDA dan hasil ANOVA untuk indomie rasa kari ayam, hasil QDA kemudian disajikan
dalam spider web diagram (Gambar 6). Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Sebagai contoh aroma bawang pada kontrol berbeda nyata
dengan aroma bawang pada perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO,
namun aroma bawang perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO tidak

28 
 
berbeda nyata. Hal yang sama juga terjadi pada atribut aroma kari dan rasa asin. Untuk atribut yang
tidak memiliki perbedaan antara kontrol dengan perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan
substitusi 2 mL RPO adalah atribut aroma minyak goreng, rasa gurih, aftertaste gurih dan aftertaste
berminyak. Citarasa kari kontrol tidak berbeda nyata dengan citarasa kari perlakuan penambahan 2
mL RPO, tetapi berbeda nyata dengan citarasa kari perlakuan substitusi 2 mL RPO. Namun citarasa
kari perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan citarasa kari perlakuan substitusi 2
mL RPO. Sedangkan untuk citarasa pedas kontrol berbeda nyata dengan citarasa pedas perlakuan
penambahan 2 mL RPO, dan berbeda nyata dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO. Citarasa pedas
perlakuan penambahan 2 mL RPO juga berbeda nyata dengan citarasa pedas perlakuan substitusi 2
mL RPO (Lampiran 19).

Tabel 13. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa kari ayam
Atribut Kontrol Penambahan 2 mL RPO Substitusi 2 mL RPO
Aroma bawang 5.22(a)* 3.9(b) 3,92(b)
Aroma kari 6.14(a) 4.58(b) 4.7(b)
Aroma minyak goreng 4.86(a) 4.75(a) 4.69(a)
Rasa asin 4.73(a) 4.29(b) 4.33(b)
Rasa gurih 5.72(a) 5.78(a) 5.1(a)
Citarasa kari 5.76(a) 5.2(ab) 4.64(b)
Citarasa pedas 4.04(a) 3.26(b) 3.08(c)
Aftertaste gurih 5.63(a) 5.43(a) 4.99(a)
Aftertaste berminyak 4.24(a) 5.12(a) 5.03(a)
*Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%

Gambar 6. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa kari ayam

29 
 
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Karakterisasi bahan baku RPO yang digunakan pada penelitian ini meliputi pengukuran
parameter mutu, seperti kadar air, slip melting point, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida,
bilangan iod, dan total karotenoid memberikan hasil bahwa bahan baku RPO yang digunakan
menunjukkan kesesuaian dengan standar mutu yang berlaku di CODEX maupun SNI.
Perlakuan penambahan 2 mL RPO dan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil
ingredient pada mi instan menunjukkan adanya peluang upaya fortifikasi pro-vitamin A. Perlakuan 2
mL RPO diperkirakan mampu menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan
total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.
Atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
diantaranya adalah aroma bawang, aroma cabe, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa
pedas, dan aftertaste pedas. Sedangkan pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam, atribut sensori
yang teridentifikasi adalah aroma bawang, aroma kari, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih,
citarasa pedas, citarasa kari, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak. Perlakuan penambahan 2 mL
RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang memiliki
perbedaan dengan kontrol pada taraf signifikansi 5%, namun kedua perlakuan tidak berbeda nyata
pada taraf signifikansi 5%. Hal yang sama juga terjadi pada penilaian panelis terhadap mi instan merk
Indomie rasa kari ayam.
Atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
secara umum mengalami penurunan kecuali atribut aroma minyak goreng. Penurunan signifikan
terjadi pada aroma bawang, aftertaste pedas, dan citarasa pedas. Sedangkan penurunan dan
peningkatan intensitas yang terjadi pada atribut sensori yang lain tidak signifikan. Pada mi instan
merk Indomie rasa kari ayam, penurunan intensitas juga terjadi pada semua atribut sensori kecuali
atribut aftertaste berminyak. Penurunan signifikan terjadi pada atribut aroma bawang, aroma kari,
citarasa pedas, dan citarasa kari. Sedangkan peningkatan signifikan terjadi pada atribut aftetaste
berminyak.
Perlakuan penambahan 2 mL RPO lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada
kedua rasa mi instan merk Indomie, rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Penambahan bawang
goreng juga direkomendasikan untuk meningkatkan aroma bawang yang mengalami penurunan
karena perlakuan 2 mL RPO.

5.2. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada berbagai merk dan rasa mi instan yang sudah
beredar di pasaran agar dapat diketahui merk dan rasa apa yang sesuai untuk direformulasi seasoning
oilnya dengan RPO. Selain uji deskripsi, juga disarankan dilakukan uji penerimaan konsumen untuk
mengetahui penerimaan konsumen terhadap mi instan yang sudah mengalami reformulasi pada
seasoning oilnya.

 
 
DAFTAR PUSTAKA

[AOCS]. 1993. Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. 5th ed. AOCS. USA.

[PORIM]. 1995. PORIM Test Methods. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Kuala Lumpur.

Alyas, SA, Abdulah A, dan Idris NA. 2006. Changes of carotene content during heating of red palm
olein. J Oil Palm Res (Special Issue - April 2006): 99-102.

Andarwulan, N. dan S. Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta.

Anonima. 2010. Mi Instan di dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan.[2 desember 2010] 12.19


WIB

Anonimb. 2010. Pangan Fungsional. en. Wikipedia.org/wiki/pangan_fungsional. [6 Okt 2010]. 11.16


WIB.

AOAC Official Method 993.18. 1995. Mono and Diglycerides in Fat and Oils Gas Chromatographic
Method.

Ashfaq, MK, Zuberi HS, and Waqar MA. 2001. Vitamin E and β-carotenes Affect Anticancer
Immunity : in vivo and invitro studies. Di dalam : Cutting Edge Technologies for Sustained
Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC
International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysian Palm Oil Board,
Malaysia.

Asmaranala, A. 2010. Analisis Efisiensi Membrane Filter Press Skala Pilot Plant dalam Fraksinasi
NDRPO (Neutralized Deodorized Red Palm Oil). Skripsi. Fateta, Institut Pertanian Bogor.

Belitz, HD., W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidebers, New York.

Bonnie TY, Choo YM. 1999. Oxidation and thermal degradation of carotenoid. J Oil Palm Res 2 (1):
62-78.

Choo, YM, Ma AN, and Barison Y. 1993. Red Palm Oil: A Potential Source of Dietary Carotenes.
2:5-54.

Choo, YM, SC. Yap, ASH Ong, CK. Ooi dan SH. Goh. 1989. Palm oil carotenoid : Chemistry and
technology. Proc. Of. Int. palm Oil Conf. PORIM, Kuala Lumpur.

Choo, YM, SC. Yap, ASH Ong, CK. Ooi dan SH. Goh. 1992. Production of Palm Oil Carotenoids
Concentrate and Its Potential Application in Nutrition, in Lipid-Soluble Antioxidants:
Biochemistry and Clinical Application. Di dalm Ong, A.S.H dan L. Parker (eds). Birkhauser
Verlag, pp. 243-253.

Dijkstra AJ, Opstal MV. 1990. The total degumming process. Di dalam : Erickson DR, editor. Edible
Fats and Oils Processing : Basic Principles and Modern Practices. World Conference
Proceedings. Illinois: AOCS, Champaign. hlm 176 – 177.
Eskin. 1979. Plant Pigment, Flavor and Texture. New York : Academic Press.

Farid. 2010. Persiapan panelis untuk pengujian, en. Qualitycontrol-07.blogspot.com/2010/04/


persiapan-panelis-untuk-pengujian. [5 Okt 2010]. 10.59 WIB.

Gayathri GN, Platel K, Prakash J, Srinivasan K. 2003. Influence of antioxidant spices on the retention
of beta-carotene in vegetables during domestic cooking processes. J Food Chem 84: 35-43.

Graf, E dan Saguy IS. 1991. Food Product Development from Concept to The Marketplace. Chapman
& Hall, Ney York.

Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables : Chlorophylls and Carotenoids. New York: An AVI Book.

Hartono, RB. 2008. Minyak Kelapa Sawit Merah. http://budidayakelapasawit.blogspot.com/2008/02/


minyak-kelapa-sawit-merah_03.html. [25 Agustus 2009] 21.09 WIB

Husaini. 1982. Penggunaan Garam Fortifikasi untuk Menanggulangi Masalah KVA. Disertasi.
Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Iwasaki, R. dan M. Murakhosi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Markets Oleochemical.
Inform. 3(2) : 210 - 217.

Jatmika, A. dan Guritno, P. 1997. Sifat Fisiko Kimia Minyak Goreng Sawit Merah dan Minyak
Goreng Sawit Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 5(2):127-138.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Krishnamurthy, R. dan Kellens, M. 1996. Fractionation and Winterization. Di dalam Hui YH, editor.
Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and Fat
Products: Processing Technology. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons,
Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.

Kritchevsky, D, Tepper SA, Czarnecki SK, and Sundram K. 2001. Red Palm Oil in Experimantal
Atheroschlerosis. Di dalam : Cutting Edge Technologies for Sustained Competitiveness Food
Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil
Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysian Palm Oil Board, Malaysia.

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya : Trubus Agrisana.

Lawless, HT dan Heymann, H. 1998. Sensory Evaluation of Food Principles and Practices. Kluwer
Academic/ Plenum Publisher, New York.

Lin CH, Chen BH. 2005. Stability of carotenoids in tomato juice during storage. J Food Chem 90:
837-846.

Marty C, Berset C. 1990. Factors affecting the thermal degradation of all trans β-carotene. J Agri
Food Chem 38: 1063-1067.

Meilgaard, M, Civille, G dan Carr, BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Third Ed. CRC Press,
Florida.

32
Moskowitz, HR. 1983. Product Testing and Sensory Evaluation of Foods: Marketing and R&D
Approach. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut.

Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit (Elaeis guineensis, Jacq.)
dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan pemanfaatan provitamin A.
[disertasi]. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, T. R. 1996. Peranan Teknologi Pangan dalam Peningkatan Nilai Tambah Produk Minyak
Sawit Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Muhilal. 1991. Minyak sawit suatu produk nabati untuk menanggulangi xeropthalmia, kanker,
pencegahan artherosklerosis, dan proses penuaan dini. Di dalam S. Mangunsoekardjo,
Muhilal, dan T. Subagyo (ed.). Prosiding Seminar Nilai Tambah Minyak Sawit untuk
Peningkatan Derajat Kesehatan. Jakarta.

Naibaho, P. M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oil dengan Metode Adsorpsi
[disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Ong, ASH, Choo YM, dan Ooi CK. 1990. Development in palm oil. Di dalam : Hamilton RJ (Ed),
Development in Oil and Fats. Blackie Academic Profesional.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Purna, Ibnu., Hamidi dan Elis. 2010. Peluang Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di dalam
http://www.setneg.go.id . [2 Desember 2010] pukul 12.36 WIB

Riyadi, AH. 2009. Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot
Plant. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Rukmini, C. 1994. Red Palm Oil to Combat Vitamin A Deficiency in Developing Countries. Food
and Nutrition Bulletin. 15 (2):126-138.

Sundram K. 2007. Palm oil: chemistry and nutrition updates. [MPOB] Malaysia. www.
Americanpalmoil.com/pdf/DR%Sundram.pdf [1 Okt 2009].

Walfford, J. 1980. Development in Food Colours-1. Applied Science Publishers Ltd. London.

Wardi. 2008. Pengembangan Produk Minyak Sawit Merah (MSM) dan Introduksi Pemasarannya.
Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB. Bogor.

Widarta, IWR. 2007. Jadikan Minyak Sawit Merah sebagai Pangan Fungsional.
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2007/6/17/kel1.html. [25 Agustus 2009] 13.18
WIB.

Widarta, IWR. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot
Plant. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

33
Winarno, FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi
Pangan, IPB, Bogor.

Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia : Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan Lipid. Penerbit ITB,
Bandung.

Worker, NA. 1957. A rapid procedure for the chromatographic separation and spectrophotometric
estimation of certain pasture lipids. J. Sci. Food Agric. 8(7) : 442-444. Di dalam Naibaho, P.
M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oil dengan Metode Adsorpsi. Disertasi.
Program Pascasarjana IPB. Bogor.

34
Lampiran 1. Data Hasil Karakterisasi RPO yang digunakan dalam Penelitian

RPO
Parameter
U1 U2
bobot cawan kosong (g) 37,422 8,642
bobot sampel (g) 50,102 50,087
bobot cawan + sampel sebelum pengeringan (g) 87,524 136,507
Kadar air (%)
bobot cawan + sampel setelah pengeringan (g) 87,512 136,496
kadar air (%) 0,0240 0,0220
rata-rata kadar air (%) 0,0230
bobot sampel (g) 50,519 50,622
konsentrasi NaOH (N) 0,0098 0,0098
volume NaOH awal (ml) 18,4 20,85
volume NaOH akhir (ml) 20,85 23,3
Asam lemak bebas (%)
volume NaOH yang digunakan (ml) 2,45 2,45
Mr asam lemak dominan (g/mol) 282 282
asam lemak bebas (%) 0,1340 0,1338
rata-rata asam lemak bebas (%) 0,1339
bobot sampel (g) 50,484 50,381
konsentrasi Na-tiosulfat (N) 0,1 0,1
Bilangan peroksida (meq peroksida/kg volume Na-tiosulfat awal (ml) 19,1 19,35
sampel) volume Na-tiosulfat akhir (ml) 19,35 19,6
volume Na-tiosulfat yang digunakan (ml) 0,25 0,25
volume Na-tiosulfat blanko (ml) 0,05 0,05
bilangan peroksida (meq peroksida/kg sampel) 39,617 39,698
rata-rata bil. Peroksida (meq peroksida/kg sampel) 39,657
bobot sampel (g) 0,5177 0,5092
konsentrasi Na-tiosulfat (N) 0,1 0,1
volume Na-tiosulfat sampel (ml) 10,7 11,15
Bilangan iod (g Iod/100 g sampel)
volume Na-tiosulfat blanko (ml) 33,1 33,1
bilangan iod (g Iod/100 g sampel) 54,91 54,70
rata-rata bilangan iod (g iod/100 g sampel) 54,81
bobot sampel (g) 0,1016
Absorbansi 0,40451 0,38893
Total karotenoid (ppm)
total karotenoid (ppm) 381,22 366,54
rata-rata total karotenoid (ppm) 373,88

RPO
rata-
Slip melting point (oC) U1 U2 U3 rata
Suhu mulai mencair (oC) 17 16,9 17 17,0
Suhu sewaktu tepat melewati batas
(oC) 17,8 17,7 17,7 17,7

36
Lampiran 2. Perhitungan Kontribusi 2 ml RPO dalam Pemenuhan Kebutuhan
Vitamin A

Massa jenis minyak = 0.8 g/ml


Maka 2 ml RPO = 1.6 g
Kandungan karoten RPO = 373.88 ppm = 373.88 µg/g
2 ml RPO = 598.208 µg karotenoid
Diketahui bahwa 1 RE = 1 μg retinol = 6 μg β-karoten = 12 μg provitamin A dari karoten lain. Jika
dianggap bahwa seluruh karoten yang ada pada RPO adalah β-karoten maka 2 ml RPO akan
menyumbangkan 99.7013 RE.
Diketahui bahwa kebutuhan vitamin A (per hari) untuk laki-laki dewasa adalah 600 RE dan wanita
dewasa adalah 500 RE.
Maka 2 ml RPO ini akan memberi kontribusi dalam memenuhi kebutuhan vitamin A sebesar 16.62%
dari kebutuhan total bagi laki-laki dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total bagi wanita dewasa.

37
Lampiran 3. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Bawang

ATRIBUT AROMA BAWANG

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aroma bawang sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma
berikutnya.
4. Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera
pembau.

AROMA BAWANG

Tidak kuat sangat kuat

Komentar :

38
Lampiran 4. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Minyak Goreng

ATRIBUT AROMA MINYAK GORENG

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aroma minyak goreng sampel kontrol yang ada di hadapan
anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma
berikutnya.
4. Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera
pembau.

AROMA MINYAK GORENG

Tidak kuat sangat kuat

Komentar :

39
Lampiran 5. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Cabe

ATRIBUT AROMA CABE

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aroma cabe sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma
berikutnya.
4. Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera
pembau.

AROMA CABE

Tidak kuat sangat kuat

Komentar :

40
Lampiran 6. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Kari

ATRIBUT AROMA KARI

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aroma kari sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma
berikutnya.
4. Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera
pembau.

AROMA KARI

Tidak kuat sangat kuat

Komentar :

41
Lampiran 7. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Asin

ATRIBUT RASA ASIN

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut rasa asin sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan
memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

RASA ASIN

Tidak asin sangat asin

Komentar :

42
Lampiran 8. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Gurih

ATRIBUT RASA GURIH

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut rasa gurih sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

RASA GURIH

Tidak gurih sangat gurih

Komentar :

43
Lampiran 9. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Pedas

ATRIBUT CITARASA PEDAS

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut citarasa pedas sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

CITARASA PEDAS

Tidak pedas sangat pedas

Komentar :

44
Lampiran 10. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Kari

ATRIBUT CITARASA KARI

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut citarasa kari sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

CITARASA KARI

Tidak ada citarasa kari sangat berasa kari

Komentar :

45
Lampiran 11. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Pedas

ATRIBUT AFTERTASTE PEDAS

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aftertaste pedas sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

AFTERTASTE PEDAS

Tidak ada aftertaste pedas sangat terasa aftertaste pedas

Komentar :

46
Lampiran 12. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Gurih

ATRIBUT AFTERTASTE GURIH

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aftertaste gurih sampel kontrol yang ada di hadapan anda
dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

AFTERTASTE GURIH

Tidak ada aftertaste gurih sangat terasa aftertaste gurih

Komentar :

47
Lampiran 13. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Berminyak

ATRIBUT AFTERTASTE BERMINYAK

Nama : Tanggal :
Instruksi :
1. Berilah penilaian intensitas atribut aftertaste berminyak sampel kontrol yang ada di hadapan
anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2. Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3. Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut
berikutnya.
4. Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.

AFTERTASTE BERMINYAK

Tidak ada aftertaste berminyak sangat terasa aftertaste berminyak

Komentar :

48
Lampiran 14. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang

Aroma bawang

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 4.95 5.35 5.1 4.9 4.1 4.88 0.47
2 6.45 3.6 5.3 4.8 5.7 5.17 1.07
3 5.8 5.1 4.4 4.6 4.95 4.97 0.54
4 4.9 6.5 5.65 6.05 3.35 5.29 1.23
5 6.35 5.5 5.45 5.6 6.1 5.8 0.40
6 7.7 7.2 5.95 5.9 7.05 6.76 0.80

Aroma cabe

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 3.05 3 2.75 2.8 3.7 3.06 0.38
2 6.3 3.15 4.45 5.3 4 4.64 1.21
3 3.1 4.3 4.05 5.2 4.25 4.18 0.75
4 2.7 5.05 4.5 4.6 3.25 4.02 1.00
5 3.15 4.3 4.2 4.95 4.6 4.24 0.68
6 6.05 7.05 5.55 5.25 6.25 6.03 0.69

Aroma minyak goreng

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 3.95 2.2 2.6 2.7 3.1 2.91 0.66
2 2.75 5.6 4.2 6.2 6.15 4.98 1.49
3 6.4 3.9 4.3 5.25 5.4 5.05 0.98
4 2.2 6.2 4.5 6.2 5.65 4.95 1.69
5 3.1 3.3 4.7 4.9 4.9 4.18 0.90
6 6.1 5.8 6.4 6.25 6.9 6.29 0.41

Rasa asin

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 4.8 5.85 5.6 5.4 4.7 5.27 0.50
2 5.85 5.2 4.6 5.15 4.75 5.11 0.49
3 5.3 5.25 5 5.3 5 5.17 0.16
4 3.75 3.8 3.6 3.4 3 3.51 0.32
5 5.8 6.2 4.85 5 4.95 5.36 0.60
6 4.75 4.75 4.85 4.7 5.3 4.87 0.25

49
Rasa gurih

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 5.7 6.5 6.1 5.1 4.2 5.52 0.90
2 7 6.2 5.9 6.25 5.75 6.22 0.48
3 6.05 5.6 5.2 5 4.9 5.35 0.47
4 6.5 6.7 6.3 6.45 6.4 6.47 0.15
5 6.6 6.2 4.8 5.3 5.1 5.6 0.76
6 4.1 4.5 5.9 4.6 5.3 4.88 0.72

Citarasa pedas

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 2.7 3.9 3.15 5.35 3.05 3.63 1.06
2 6.3 2.2 6.95 4.8 5.15 5.08 1.83
3 4.3 5.3 5.1 5.2 5 4.98 0.40
4 4.9 3.75 6.35 4.6 6.35 5.19 1.14
5 7.15 7 5.35 6.05 6.1 6.33 0.74
6 2.25 4.5 4.05 4.2 4.85 3.97 1.01

Aftertaste pedas

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS Rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 3.4 5.1 5.25 5.2 5.05 4.8 0.79
2 7.25 5.8 5.8 6.05 5.9 6.16 0.62
3 7.1 5.85 6.05 5.7 5.4 6.02 0.65
4 6.7 6.1 6.5 4.7 6.4 6.08 0.80
5 6.7 4.3 5.3 4.3 6.35 5.39 1.12
6 6.1 6.05 6.7 5.15 5.7 5.94 0.57

50
Lampiran 15. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam
Aroma bawang

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 6 5.4 5.45 5.5 5.5 5.57 0.24
2 5.45 4.15 4.75 4.75 3.6 4.54 0.70
3 5.3 5.2 5.8 5.3 4.35 5.19 0.52
4 4.7 4.65 4.75 4.95 4.9 4.79 0.13
5 4.7 4.05 5.3 5.9 6.05 5.2 0.84
6 5.6 6.1 6.35 6.3 5.8 6.03 0.32

Aroma kari

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 6.4 6.1 6.2 6.7 6 6.28 0.28
2 7 4.5 5.85 6.25 5.3 5.78 0.95
3 6.25 6.25 6.6 6.5 5.95 6.31 0.25
4 5.6 5.6 5.3 5.1 5.9 5.5 0.31
5 6.3 5.95 6.5 6.95 6.9 6.52 0.42
6 6.75 6.3 6.5 6.7 6.05 6.46 0.29

Aroma minyak goreng

PELATIHAN KE- Stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 3.6 4.6 3.55 3.5 3.65 3.78 0.46
2 3.05 3.1 3.1 4 2.6 3.17 0.51
3 5.25 5.8 6.2 5.95 5.65 5.77 0.35
4 4.7 4.7 4.7 5.2 4.95 4.85 0.22
5 5.2 5.15 5.9 6.65 5.9 5.76 0.62
6 5.95 5.95 6.1 5.7 5.4 5.82 0.28

Citarasa kari

PELATIHAN KE- stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 5.5 5.7 5.7 5.8 5.8 5.7 0.12
2 7 4.55 6.55 4.1 5.9 5.62 1.26
3 5.6 5.95 6.1 5.1 5.35 5.62 0.41
4 4.9 4.6 5.65 4.2 5.9 5.05 0.71
5 6.45 7 6.2 6.2 5.7 6.31 0.47
6 6.3 6.35 6.2 5.9 6.45 6.24 0.21

51
Rasa asin

PELATIHAN KE- stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 5 4.75 4.6 5 5.25 4.92 0.25
2 5.25 4.35 4.7 4.65 3.95 4.58 0.48
3 5.15 4.3 3.9 4.15 3.25 4.15 0.69
4 5 4.45 4.85 4.3 4.4 4.6 0.31
5 4.25 5.5 5.7 5.5 5.75 5.34 0.62
6 5.1 4.8 4.6 5.05 4.5 4.81 0.27

Rasa gurih

PELATIHAN KE- stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 5.5 5.7 5.85 5.7 6.1 5.77 0.22
2 5.15 5.95 6.8 6.55 6 6.09 0.64
3 6.05 5.4 5.75 4.4 4.9 5.3 0.66
4 5.6 4.95 5.8 6 5.95 5.66 0.43
5 4.15 5.5 5.15 6.4 5.8 5.4 0.84
6 6.3 5.7 6.3 6.05 6.15 6.1 0.25

Citarasa pedas

PELATIHAN KE- stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 3.65 3 3.65 2.95 3.6 3.37 0.36
2 3.2 3.3 3.6 4.4 4.1 3.72 0.52
3 4.5 4 4.55 4.1 3.9 4.21 0.30
4 4.1 4.6 4.2 2.2 2.6 3.54 1.07
5 2.75 5.1 5.5 5.4 5.2 4.79 1.15
6 4.45 4.4 5 4.8 4.5 4.63 0.26

Aftertaste gurih

PELATIHAN KE- stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 4.8 3.9 4.3 4.6 4.7 4.46 0.36
2 5.15 6.8 7.8 7.9 6.8 6.89 1.11
3 5.3 5.3 5.6 4.3 4.7 5.04 0.53
4 5.65 5.1 5.8 6.1 6 5.73 0.39
5 4.6 6.1 6.25 6 6.1 5.81 0.68
6 5.6 6.1 5.65 6 5.9 5.85 0.22

52
Aftertaste minyak

PELATIHAN KE- stand.


PANELIS rerata
1 2 3 4 5 Dev
1 2.4 1.6 3.1 2.6 2.7 2.48 0.55
2 3.9 3.4 2.7 3.3 3.15 3.29 0.43
3 3.65 3.7 3.55 2.8 2.5 3.24 0.55
4 5.15 4.65 4.7 3.6 4.6 4.54 0.57
5 5.75 5.8 6 5.7 6.5 5.95 0.33
6 5.7 6.35 6.15 5.7 5.7 5.92 0.31

53
Lampiran 16. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan
Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang
Aroma bawang

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.48 5.1 3.45
2 5.48 3.75 3.7
3 5.48 3.05 3.95
4 5.48 4.55 4.9
5 5.48 4 3.85
6 5.48 3.6 2.95

Aroma cabe

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.36 3.8 3.8
2 4.36 7 6.05
3 4.36 3.4 3.45
4 4.36 3.65 3.7
5 4.36 3.5 3.25
6 4.36 4.1 3.55

Aroma minyak goreng

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.73 6.1 6.65
2 4.73 7.1 7
3 4.73 3.4 3.5
4 4.73 4.2 3.85
5 4.73 2.2 3.2
6 4.73 5.9 6.3

Rasa asin

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.88 4.1 4.5
2 4.88 5.4 4.95
3 4.88 4.55 4.6
4 4.88 4.45 4.5
5 4.88 4.4 4.2
6 4.88 4.45 3.7

54
Rasa gurih

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.67 5.75 5.3
2 5.67 5.55 5.6
3 5.67 5.3 5.3
4 5.67 5.1 5.2
5 5.67 5.15 5.1
6 5.67 5.25 5.15

Citarasa pedas

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.86 3.9 4.25
2 4.86 5.2 5.7
3 4.86 4.35 4.3
4 4.86 4.25 4.2
5 4.86 4 4.2
6 4.86 4.2 3.4

Aftertaste pedas

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.73 4.1 5.3
2 5.73 6.4 5.8
3 5.73 4.8 4.75
4 5.73 4.6 4.6
5 5.73 4.55 4.6
6 5.73 4.6 3.45

55
Lampiran 17. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan
Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam
Aroma bawang

PANELIS Kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.22 4.15 5
2 5.22 3.05 2.75
3 5.22 3.5 3
4 5.22 3.7 3.6
5 5.22 4.5 4.55
6 5.22 4.5 4.6

Aroma kari

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 6.14 3.5 4.8
2 6.14 4.5 4.55
3 6.14 5.2 4.7
4 6.14 3.6 3.35
5 6.14 5.9 6.1
6 6.14 4.8 4.7

Aroma minyak goreng

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.86 2.9 3.75
2 4.86 5.3 4.6
3 4.86 6.65 6.7
4 4.86 3.85 3.5
5 4.86 5.8 5.9
6 4.86 4 3.7

Rasa asin

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.73 4.5 4.5
2 4.73 4.2 4.35
3 4.73 4.4 3.75
4 4.73 4.2 4.2
5 4.73 4 4.7
6 4.73 4.45 4.5

56
Rasa gurih

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.72 5.9 5.8
2 5.72 5.9 3.95
3 5.72 5.9 5.25
4 5.72 4.6 4.4
5 5.72 6.45 5.8
6 5.72 5.95 5.4

Citarasa kari

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.76 5.3 5.3
2 5.76 5.4 4.4
3 5.76 5.5 3.7
4 5.76 5.2 4.8
5 5.76 5.8 5.15
6 5.76 4 4.5

Citarasa pedas

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.04 3.3 3.35
2 4.04 3.2 2.85
3 4.04 3.2 3.2
4 4.04 3.25 3.05
5 4.04 3.3 3.25
6 4.04 3.3 2.8

Aftertaste gurih

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 5.63 5.4 5.4
2 5.63 5.5 4.5
3 5.63 5.6 4.6
4 5.63 4.5 4.45
5 5.63 5.9 6.25
6 5.63 5.7 4.75

57
Aftertaste minyak

PANELIS kontrol penambahan 2 mL RPO substitusi 2 mL RPO


1 4.24 4.45 5.3
2 4.24 5.6 4.65
3 4.24 7.2 5.7
4 4.24 3.75 5
5 4.24 5.3 5.9
6 4.24 4.4 3.6

58
Lampiran 18. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 12

Error Mean Square 0.11548

Number of Means 2 3

Critical Range .3958 .4143

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 5.1014 7 Kontrol

B 4.5914 7 Penambahan 2 mL RPO

B 4.5186 7 Substitusi 2 mL RPO

Rasa asin
Means with the same letter are
not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 4.8800 6 Kontrol

B A 4.5583 6 Penambahan 2 mL RPO

B 4.4083 6 Substitusi 2 mL RPO

59
Rasa gurih
Means with the same letter are
not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 5.6700 6 Kontrol

B 5.3500 6 Penambahan 2 mL RPO

B 5.2750 6 Substitusi 2 mL RPO

Aftertaste pedas
Means with the same letter are
not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 5.7300 6 Kontrol

B 4.8417 6 Penambahan 2 mL RPO

B 4.7500 6 Substitusi 2 mL RPO

Aroma bawang
Means with the same letter are
not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 5.4800 6 Kontrol

B 4.0083 6 Penambahan 2 mL RPO

B 3.8000 6 Substitusi 2 mL RPO

60
Lampiran 19. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 16

Error Mean Square 0.18138

Number of Means 2 3

Critical Range .4256 .4463

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 5.1489 9 Kontrol

B 4.7011 9 Penambahan 2 mL RPO

B 4.4978 9 Substitusi 2 mL RPO

Aroma bawang

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 5.2200 6 Kontrol

B 3.9167 6 Penambahan 2 mL RPO

B 3.9000 6 Substitusi 2 mL RPO

61
Aroma kari

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 6.1400 6 Kontrol

B 4.7000 6 Penambahan 2 mL RPO

B 4.5833 6 Substitusi 2 mL RPO

Citarasa kari

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 5.7600 6 Kontrol

B A 5.2000 6 Penambahan 2 mL RPO

B 4.6417 6 Substitusi 2 mL RPO

Rasa asin

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 4.7300 6 Kontrol

B 4.3333 6 Penambahan 2 mL RPO

B 4.2917 6 Substitusi 2 mL RPO

62
Citarasa pedas

Means with the same letter are


not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perl

A 4.04000 6 Kontrol

B 3.25833 6 Penambahan 2 mL RPO

C 3.08333 6 Substitusi 2 mL RPO

63

You might also like