You are on page 1of 10

E-ISSN - 2477-6521

Vol 4(3) Oktober 2019 (506-515)

Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan


Avalilable Online http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance

Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada


Pasien Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

Gusri Rahayu, Hema Malini, Elvi Oktarina*


1Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan, Universitas Andalas
*
Email Korespondensi: oktarina.vye@gmail.com

Submitted :26-08-2019, Reviewed:12-09-2019, Accepted:15-09-2019


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4488

ABSTRACT
Hemodialysis is one of the management of Chronic Kidney Disease (CKD. Hemodialysis can cause
various complications, such is Restless Legs Syndrome (RLS). RLS conditions occur due to increased
uremic toxic, causing complaints in the form of pain in the upper or lower extremities, burning
sensation, movement that can not be controlled or numbness.The purpose of this study was to determine
the characteristics of patients with Restless Legs Syndrome in Chronic Kidney Disease patients in the
Hemodialysis Room.The design of this study was descriptive with a purposive sampling. The subjects
in this study were 32 respondents. The results showed that the characteristics of RLS sufferers are on
average in the late adult age range, most genders are male, most High School educators, the average
length of dialysis undergoing above 4 years, many RLS sufferers do not work, most comorbidities are
diabetes mellitus and hypertension and the average urea level of respondents 105 gr / dl. RLS condition
identification needs to be done so that it can be known early so that the severity of RLS can be corrected
immediately.

Keyword : Ureum Chronic Kidney Disease;Restless Legs Syndrome;Kadar Ureum.

ABSTRAK
Hemodialisismerupakan salah satu penanganan penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease
(CKD. Hemodialisis dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya adalah Restless Legs
Syndrome (RLS). Kondisi RLS terjadi diakibatkan uremic toxic yang meningkat sehingga menimbulkan
keluhan berupa rasa nyeri pada ekstremitas atas maupun bawah, rasa terbakar, terjadi pergerakan
yang tidak dapat dikontrol maupun rasa kebas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
karakteristik penderita Restless Legs Syndrome pada pasien Chronic Kidney Disease di Ruang
Hemodialisa. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik pengambilan sampel yaitu
purposive sampling.Subjek dalam penelitian ini berjumlah 32 responden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik penderita RLS rata-rata berada dalam rentang usia dewasa akhir, jenis kelamin
terbanyak yaitu laki-laki, pendidilkan terbanyak Sekolah Menengah Atas (SMA), rata-rata lama
menjalani HD terbanyak diatas 4 tahun, penderita RLS banyak yang tidak bekerja, penyakit penyerta
terbanyak yaitu diabetes melitus dan hipertensi dan rata-rata kadar ureum responden 105 gr/dl.
Identifikasi kondisi RLS perlu dilakukan sehingga dapat diketahui lebih dini dengan demikian
keparahan RLS dapat segera diperbaiki.

Kata Kunci : Penyakit ginjal kronis; Sindrom Kaki Gelisah; Tingkat

LLDIKTI Wilayah X 506


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
PENDAHULUAN (0,5%) dan tertinggi pada kelompok usia ≥
Chronic Kidney Disease (CKD) atau 75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki
juga disebut dengan Penyakit Ginjal Kronik (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%)
(PGK) merupakan masalah kesehatan (Kemenkes, 2018).
masyarakat global dengan prevalensi dan Hemodialisa jangka panjang dapat
insidensi gagal ginjal yang meningkat mengakibatkan berbagai komplikasi
dimana prognosis yang buruk dan biaya katabolik pada otot, sehingga hal ini
yang tinggi (Kemenkes, 2017). Penanganan mempengaruhi kualitas hidup,
CKD difokuskan untuk memperlambat kemandirian, resiko jatuh bahkan kematian
penurunan fungsi ginjal dan pada tahap (Ikizler et al., 2002). Adapun salah satu
tertentu dibutuhkan renal replacement gangguan yang dapat terjadi pada pasien
therapy berupa dialysis dan transplantasi hemodialisa adalah Restless Legs Syndrome
ginjal (Centers for Disease Control and (RLS) (Baumgaertel, Kraemer, & Berlit,
Prevention, 2017). 2014).
Menurut Indonesian Renal Registry Restless Legs Syndrome merupakan
(2015)hemodialisa dapat memberikan gangguan sensorimotor berupa keinginan
harapan hidup lebih lama, namun juga tidak untuk menggerakkan ekstremitas baik atas
dapat menyembuhkan atau memulihkan mupun bawah yang diklasifikasikan
penyakit ginjal. Meskipun memperpanjang kedalam gangguan pergerakan neurologi
harapan hidup, pasien tetap mengalami yang menimbulkan ketidaknyamanan
permasalahan dengan kondisi kesehatan berupa rasa nyeri, gatal, panas dan rasa
serta menimbulkan komplikasi terhadap terbakar (Baumgaertel et al., 2014; Garcia-
sistem dalam tubuh (Smelzer & Bare, Borreguero et al., 2016). Menurut Mucsi et
2002). al., (2005) sebagian besar masalah yang
Menurut United States Renal Data sering terjadi pada pasien CKD adalah
System (USRDS) Tahun 2015 terdapat RLS, biasanya hal ini berhubungan dengan
sebanyak 30.875 penderita CKD stadium polineuropati uremia, dimana uremia
akhir di Amerika yang membutuhkan berpengaruh terhadap terjadinya
hemodialisis. Jumlah ini meningkat lebih RLS.Prevalensi RLS dapat terjadi pada
dari 10 % dibandingkan tahun-tahun seluruh populasi pasien CKD terutama
sebelumnya dengan mortality rate pasien ESRD dan selama menjalani terapi
terbanyak berjenis kelamin laki-laki yang dialysis (Baumgaertel et al., 2014).
lebih tinggi dibandingkan dengan Menurut Jaber et al (2011) jumlah
perempuan yaitu sebanyak 52,6/1000 pasien hemodialisa yang mengalami RLS
penduduk. sebanyak 40% dari 235 responden.
Prevalensi CKD pada pasien usia lima Prevalensi RLS pada pasien dengan
belas tahun keatas di Indonesia yang didata hemodialisa sekitar 21,5% - 30% yang
berdasarkan jumlah kasus yang didiagnosis didiagnosis masuk kedalam kriteria RLS
dokter adalah sebesar 0,2 %. Prevalensi berdasarkan IRLSSG (International
CKD meningkat seiring dengan Restless Legs Syndrome Group)(Araujo et
bertambahnya usia, meningkat tajam pada al., 2010; Novak, Winkelman, & Unruh,
kelompok usia 25-44 tahun(0,3%), diikuti 2015). Sedangkan beberapa penelitian
usia 45-54 tahun (0,4%), usia 56-74 tahun sebelumnya melaporkan prevalensi RLS

LLDIKTI Wilayah X 507


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
pada pasien hemodialisis bervariasi antara Menurut Giannaki et al (2013) terdapat
10% - 60% (Mucsi et al., 2005; Pellecchia beberapa faktor yang mempengaruhi
et al., 2004). keparahan RLS seperti usia, jenis kelamin,
Kondisi RLS dapat dirasakan saat lama menjalani hemodialisis, penyakit
sedang istirahat baik pada siang hari saat penyerta dan kadar ureum. Tujuan
inactivity maupun pada malam hari saat penelitian ini adalah mengidentifikasi
sedang tertidur sehingga hampir sebanyak karakteristik pasien CKD yang memiliki
75% penderita RLS mengeluh mengalami keluhan Restless Legs Syndrome yang
kesulitan untuk mendapatkan tidur yang menjalani hemodialisis.
berkualitas dan memiliki rasa kantuk yang
berlebihan (Fuhs et al., 2014; Novak et al., METODE PENELITIAN
2015). Kondisi yang demikian akan Desain Penelitian
berdampak terhadap menurunnya kualitas Penelitian ini merupakan penelitian
hidup dan terjadi peningkatan insiden deskriptif untuk melihat dan menganalisis
penyakit kardiovaskuler (Batool-Anwar et karakteristik penderita Restless Legs
al., 2011; La Manna et al., 2011; Li et al., Syndrome pada pasien Chronic Kidney
2012). Disease.
Angka Restless Legs Syndrome cukup Populasi dan Sampel
tinggi pada pasien hemodialisis bila Responden pada penelitian ini diambil
dibandingkan dengan populasi umum dari ruang dialisis Rumah Sakit Dr.
(Brouns & De Deyn, 2004). Munculnya Reksodiwiryo dan Rumah Sakit Siti
RLS pada pasien hemodialisis menurunkan Rahmah Padang Sumatera Barat,
kualitas hidup, karna konsekuensinya Indonesia. Sampel yang berpartisipasi pada
kebanyakan pasien dengan RLS mengalami penelitian ini berjumlah 32 responden yang
gangguan tidur dan kecemasan bahkan RLS terdiri dari 16 responden dari Rumah Sakit
teridentifikasi sebagai salah satu penyebab Dr. Reksodiwiryo dan 16 responden dari
pemberhentian proses hemodialisis Rumah Sakit Siti Rahmah Padang. Adapun
(Restless Legs Syndrome Fondation, 2008). pengambilan sampel dengan menggunakan
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit teknik purposive sampling yang telah
Dr.Reksodiwiryo dan Rumah Sakit Siti memenuhi kriteria inklusi dari penelitian
Rahmah jumlah penderita CKD yang yaitumenderita penyakit ginjal kronik Stage
menjalani hemodialisis tahun 2018 V dengan tingkat kesadaran compos mentis,
sebanyak 185 penderita. Teridentifikasi 32 memiliki keluhan Restless Legs Syndrome
penderita mengalami RLS dengan gejala kategori ringan sampai dengan berat.
ringan sampai dengan berat. Terdapat 4 Instrumen Penelitian
penderita yang tidak menyelesaikan Pasien diberikan kuesioner data
hemodialisis karena semakin demografi yang berisi usia, jenis kelamin,
memburuknya kondisi RLS yang dialami pendidikan, Pekerjaan, penyakit penyerta,
berupa nyeri dan kram pada kedua kaki dan lama menjalani hemodialisis dan mengukur
muncul gerakan tidak terkoordinir pada tingkat keparahan RLS menggunakan
tangan. Adapun penderita yang kuesioner The International Restless Legs
menunjukkan keluhan tersebut adalah laki- Syndrome Scale (IRLSS) yang terdiri dari
lakidengan rentang usia 32-68 tahun. 10 item pernyataan, dimana masing-masing

LLDIKTI Wilayah X 508


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
item terdiri dari 5 pilihan jawaban (skor 0 – 10cukup, 11-20 sedang, 21-30 parah dan
4). Skor 0 diindikasikan tidak ada gejala, 1- 31-40 sangat parah.
Analisa Data
Pengolahan data hasil penelitian responden jenis katagorikseperti jenis
menggunakan analisa univariat untuk kelamin, penyakit penyerta, pendidikan dan
menganalisis variabel yang ada secara pekerjaan disajikan dalam bentuk diagram
deskriptif dengan membuat tabel distribusi batang.
frekuensi. Data karakteristik responden HASIL DAN PEMBAHASAN
jenis numerik seperti umur, lama menjalani Sampel penelitian berjumlah 32
hemodialisis dan kadar ureum disajikan responden dengan karakteristik penderita
dalam bentuk tabel (mean dan standar dapat dilihat pada tabel 1 :
deviasi) sedangkan data karakteristik

Tabel 1. KarakteristikResponden Berdasarkan Umur, Lama Menjalani Hemodialisis


dan Kadar Ureum di Ruang Hemodialisa (n= 32)

Karakteristik Mean SD
Umur 51,88 10,20
Lama menjalani hemodialisis 4,77 2,04
Kadar Ureum 105,98 36,10

Berdasarkan tabel 1 diatas diperoleh kemampuan reabsorpsi dan pemekatan juga


data rata-rata umur responden adalah 51,88 berkurang bersamaan dengan peningkatan
(±10,20), rata-rata lama menjalani usia dengan demikian terjadi akumulasi
hemodialisis responden adalah 4,77 (± ureum sehingga berhubungan dengan
2,04) dan rata-rata kadar ureum responden keparahan dari Restless Legs Syndrome
adalah 105,98 (± 36,10). (Molnar et al., 2005).
Menurut Giannaki et al (2013) Selain hal tersebut meningkatnya
keparahan RLS dipengaruhi oleh usia, lama kondisi keparahan RLS dapat dilihat
menjalani hemodialisis dan kadar ureum berdasarkan lama menjalani Hemodialisis.
yang tinggi. Berdasarkan karakteristik usia, Hemodialisis bagi penderita Chronic
diketahui bahwa umur responden berada Kidney Disease dapat mencegah kematian
pada rentang dewasa akhir. Usia (Smeltzer, Suzane C., and Bare, 2008)
merupakan faktor yang dapat tetapi dampak jangka panjang hemodialisis
menggambarkan kondisi dan adalah efek katabolik pada otot,kehilangan
mempengaruhi kesehatan seseorang. massa otot yang sangat cepat karna faktor
Semakin tua seseorang maka sistem nutrisi, kehilangan asam amino dan terjadi
tubuhnya semakin juga akan mengalami peningkatan sitokin serta neuropati atau
penurunan fungsi. Dalam Smeltzer, Suzane gangguan neurologis seperti RLS (Ikizler et
C., and Bare(2008) dikatakan bahwa fungsi al., 2002;Raj, Sun& Tzamaloukas, 2008;
renal dan traktus urinarius akan berubah Stenvinkel, Carrero, von Walden, Ikizler, &
seiring dengan pertambahan usia. Sesudah Nader, 2015). Dengan demikian semakin
usia 40 tahun akan terjadi penurunan laju lama seseorang menjalani hemodialisis
filtrasi glomerulus secara progresif hingga maka akan semakin beresiko besar terhadap
usia 70 tahun. Fungsi tubulus termasuk komplikasi atau efek samping dari berbagai

LLDIKTI Wilayah X 509


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
gangguan yang akan terjadi terhadap proses hal ini memunculkan konduksi saraf yang
hemodialisis. abnormal sehingga mengakibatkan
Menurut Sacher & Pherson (2004) keparahan RLS semakin meningkat
bahwa pasien yang mengalami hiperuremia (Garcia-Borreguero et al., 2016). Uremik
dan seringnya menjalani terapi neuropathy berhubungan dengan proses
hemodialisis tidak mencerminkan akan demyelinating sekunder pada saraf tulang
terjadinya penurunan ureum menjadi belakang sehingga mempengaruhi reflek
normal. Peran ureum terhadap RLS sensorik dan motorik yang melibatkan
dijelaskan melalui adanya toksisitas sistem gerakan ekstrimitas atas dan bawah dimana
saraf akibat toksisitas uremik. Terdapat myoklonus uremik yang muncul
komplikasi peningkatan ureum terhadap menimbulkan tipe gerakan seperti sindrom
perambatan neuron. Komplikasi tersebut dengan kedutan dan kejang otot (Novak et
yaitu polyneuropathy yang mempengaruhi al., 2015).
motorik, sensorik, saraf otonom, sehingga

Diagram 1. Hasil Penderita Terbanyak yang Mengalami RLS

LLDIKTI Wilayah X 510


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)

Berdasarkan Diagram 1 didapatkan Menurut Ignatavicius & Workman


hasil penderita terbanyak yang mengalami (2006) diabetes merupakan penyebab
RLS berjenis kelamin laki-laki yaitu 59,4 tertinggi (43,4 %) terjadinya penyakit ginjal
%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tahap akhir, sedangkan hipertensi
Silva et al (2013) juga menyebutkan bahwa merupakan penyebab kedua (25,5 %). Hal
60 % responden dalam penelitiannya adalah tersebut sesuai dengan penjelasan Winter et
laki-laki. Price & Wilson (2006) al. (2013) menjelaskan bahwa riwayat
menyebutkan bahwa pasien penyakit ginjal diabetes melitus menjadi faktor risiko
kronik lebih banyak dialami oleh laki-laki tinggi pasien mengalami RLS di Amerika.
(57 %).Pada prinsipnya setiap laki-laki Selain itu diabetes secara signifikan
maupun perempuan mempunyai resiko meningkatkan kemungkinan terjadinya
yang sama untuk menderita penyakit ginjal RLS. Tidak terkontrolnya gula darah pada
kronik. Namun demikian kecenderungan pasien diabetes dapat menyebabkan
laki-laki lebih sering terkena penyakit kerusakan saraf yang dapat menyebabkan
ginjal kronik. Hal ini dipengaruhi oleh diabetik neuropati perifer. Aktivasi otonom
beberapa hal seperti laki-laki cenderung terjadi beberapa detik untuk memulai
merokok dan mengkonsumsi alkohol. gerakan pada RLS yang menyebabkan
Dalam jangka waktu yang lama kebiasaan peningkatan aktivasi simpatik melebihi
tersebut dapat menimbulkan penyakit ambang batas tertentu yang menstimulasi
seperti hipertensi dan diabetes melitus. Hal RLS.Sehingga terjadi pengulangan
ini terbukti juga dapat dilihat dari hasil perubahan tekanan darah malam hari
penelitian bahwa sebanyak 87,5 % dilanjutkan peningkatan tekanan darah
responden menderita penyakit diabetes siang harinya, Inilah yang menyebabkan
melitus dan hipertensi. peningkatan aktivitas simpatik yang
dihubungkan dengan hipertensi dan

LLDIKTI Wilayah X 511


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
penyakit kardiovaskuler (Tsekoura & memiliki rasa kantuk yang berlebihan di
Manolis, 2014). pagi hari akibat keluhan RLS yang
Karakteristik lainnya dilihat dari hasil dirasakan pada malam hari sehingga
penelitian adalah berdasarkan pendidikan mengganggu kualitas tidur mereka.
terbanyak yaitu Sekolah Menengah Atas Berdasarkan wawancara beberapa
(SMA). Pendidikan merupakan cara untuk responden mengatakan ingin bekerja tetapi
memperoleh informasi atau pengetahuan. kondisi kesehatannya yang kurang
Informasi dapat diperoleh melalui memungkinkan dan beberapa responden
pendidikan formal sehingga dapat ada yang tidak diperbolehkan bekerja oleh
memberikan pengaruh jangka pendek keluarganya karena merasa kasihan.
maupun jangka panjang sehingga
menghasilkan perubahan atau pengetahuan SIMPULAN
(Riyanto & Bambang, 2013). Pengetahuan Identifikasi kondisi RLS perlu
atau kognitif merupakan domain penting dilakukan sehingga dapat diketahui lebih
dalam membentuk tindakan seseorang. dini efek samping yang ditimbulkan oleh
Menurut Keterkaitan antara pendidikan RLS. Dengan demikian keparahan RLS
dan penyakit ginjal kronik dimana dengan dapat segera diperbaiki.Seperti halnya dengan
tingginya pendidikan diharapkan peran ureum terhadap RLS diketahui
responden mampu mencari alternatif dan melalui adanya toksisitas sistem saraf
menumbuhkan kesadaran dan upaya untuk akibat toksisitas uremik dimana
mencari pengobatan dan perawatan peningkatan ureum berdampak terhadap
terhadap masalah kesehatan yang dihadapi perambatan neuron sehingga memunculkan
untuk perbaikan dari keparahan RLS yang konduksi saraf yang abnormal yang
diderita . Termasuk pasien juga akan lebih mengakibatkan RLS.
mudah untuk diberikan informasi tentang
salah satu upaya untuk program terapi UCAPAN TERIMAKASIH
keparahan RLS yang menjalani Peneliti berterimakasih kepada tim
hemodialisis dengan melakukan aktivitas medis, paramedis dan seluruh responden
fisik. Semakin tinggi tingkat pendidikan penelitian yang berada di Rumah Sakit Dr.
seseorang maka akan cenderung untuk Reksodiwiryo dan Rumah Sakit Siti
berperilaku positif karena dari pendidikan Rahmah Padang, khususnya ruang
yang diperoleh dapat memahami dan hemodialisis atas dukungan dan kerjasama
berperilaku yang baik bagi diri sendiri yang diberikan selama penelitian
(Wawan & Dewi, 2010). berlangsung.
Selanjutnya didapatkan dari hasil
penelitian bahwa sebagian besar responden DAFTAR PUSTAKA
tidak bekerja lagi setelah sakit karena harus USRDS. (2015). 2015 USRDS Annual Data
menjalani hemodialisis secara rutin dua kali Report Volume 2: ESRD in the United
dalam seminggu. Penyebab tidak bekerja States. 2.
mereka adalah karena terapi yang harus Araujo, S. M. H. A., Bruin, V. M. S. de,
dilakukan secara rutin dan karena faktor Nepomuceno, L. A., Maximo, M. L.,
kelelahan fisik yang dirasakan. Selain itu Daher, E. de F., Correia Ferrer, D. P.,
penderita RLS mengatakan mengeluhkan & Bruin, P. F. C. de. (2010). Restless
legs syndrome in end-stage renal

LLDIKTI Wilayah X 512


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
disease: Clinical characteristics and prevention and treatment of
associated comorbidities. Sleep dopaminergic augmentation: A
Medicine, 11(8), 785–790. combined task force of the IRLSSG,
https://doi.org/10.1016/j.sleep.2010.0 EURLSSG, and the RLS-foundation.
2.011 Sleep Medicine, 21, 1–11.
https://doi.org/10.1016/j.sleep.2016.0
Batool-Anwar, S., Malhotra, A., Forman, 1.017
J., Winkelman, J., Li, Y., & Gao, X.
(2011). Restless legs syndrome and Giannaki, C. D., Sakkas, G. K., Karatzaferi,
hypertension in middle-aged women. C., Hadjigeorgiou, G. M., Lavdas, E.,
Hypertension, 58(1), 791–796. Kyriakides, T., … Stefanidis, I.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENS (2013). Effect of exercise training and
IONAHA.111.174037 dopamine agonists in patients with
uremic restless legs syndrome: A six-
Baumgaertel, M. W., Kraemer, M., & month randomized, partially double-
Berlit, P. (2014). Neurologic blind, placebo-controlled comparative
complications of acute and chronic study. BMC Nephrology, 14(1).
renal disease. Handbook of Clinical https://doi.org/10.1186/1471-2369-
Neurology, 119, 383–393. 14-194
https://doi.org/10.1016/B978-0-7020-
4086-3.00024-2 Ignatavicius, & Workman, L. (2006).
Medical Surgical Nursing Critical
Brouns, R., & De Deyn, P. P. (2004). Thinking for Collaboration Care (5th
Neurological complications in renal ed.). St. Louis: Elsevier.
failure: a review. Clin Neurol
Neurosurg, 107(1), 1–16. Ikizler, T. A., Pupim, L. B., Brouillette, J.
https://doi.org/S0303-8467(04)00113- R., Levenhagen, D. K., Farmer, K.,
1 Hakim, R. M., & Flakoll, P. J. (2002).
[pii]\r10.1016/j.clineuro.2004.07.012 Hemodialysis stimulates muscle and
whole body protein loss and alters
Centers for Disease Control and substrate oxidation. American Journal
Prevention. (2017). National Chronic of Physiology. Endocrinology and
Kidney Disease Fact Sheet 2017. US Metabolism, 282(1), E107-16.
Department of Health and Human Retrieved from
Services, Center for Disease Control http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
and Prevention, 1–4. /11739090
Fuhs, A., Bentama, D., Antkowiak, R., IRR. (2015). Program Indonesian Renal
Mathis, J., Trenkwalder, C., & Berger, Regestry (IRR). 1–45.
K. (2014). Effects of short- and long-
term variations in RLS severity on Jaber, B. L., Schiller, B., Burkart, J. M.,
perceived health status - the COR- Daoui, R., Kraus, M. A., Lee, Y., …
Study. PLoS ONE, 9(4). Finkelstein, F. O. (2011). Impact of
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0 short daily hemodialysis on restless
094821 legs symptoms and sleep disturbances.
Clinical Journal of the American
Garcia-Borreguero, D., Silber, M. H., Society of Nephrology, 6(5), 1049–
Winkelman, J. W., Högl, B., 1056.
Bainbridge, J., Buchfuhrer, M., … https://doi.org/10.2215/CJN.1045111
Allen, R. P. (2016). Guidelines for the 0
first-line treatment of restless legs
syndrome/Willis-Ekbom disease, Kemenkes. (2018). Hasil Utama

LLDIKTI Wilayah X 513


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
RISKESDAS 2018. open randomized crossover trial
versus levodopa sustained release.
Kemenkes, R. (2017). InfoDATIN. Clinical Neuropharmacology, 27(4),
La Manna, G., Pizza, F., Persici, E., 178–181.
Baraldi, O., Comai, G., Cappuccilli, https://doi.org/10.1097/01.wnf.00001
M. L., … Stefoni, S. (2011). Restless 35480.78529.06
legs syndrome enhances Price, S., & Wilson, L. (2006).
cardiovascular risk and mortality in Patofisiologi konsep klinis proses-
patients with end-stage kidney disease proses penyakit (6 Volume 2). Jakarta:
undergoing long-term haemodialysis Penerbit Buku Kedokteran EGC.
treatment. Nephrology Dialysis
Transplantation, 26(6), 1976–1983. Raj, D. S. C., Sun, Y., & Tzamaloukas, A.
https://doi.org/10.1093/ndt/gfq681 H. (2008). Hypercatabolism in dialysis
patients. Current Opinion in
Li, Y., Walters, A. S., Chiuve, S. E., Rimm, Nephrology and Hypertension, 17(6),
E. B., Winkelman, J. W., & Gao, X. 589–594.
(2012). Prospective study of restless https://doi.org/10.1097/MNH.0b013e
legs syndrome and coronary heart 32830d5bfa
disease among women. Circulation,
126(14), 1689–1694. RestlessLegsSyndrome, & Fondation.
https://doi.org/10.1161/CIRCULATI (2008). Restless Legs Syndrome 2008.
ONAHA.112.112698
Riyanto, A., & Bambang. (2013).
Molnar, M. Z., Novak, M., Ambrus, C., Kuesioner pengetahuan dan sikap
Szeifert, L., Kovacs, A., Pap, J., … dalam penelitian. Jakarta: Salemba
Mucsi, I. (2005). Restless Legs Medika.
Syndrome in patients after renal
transplantation. Am.J.Kidney Dis., Sacher, R., & Pherson. (2004). Tinjauan
45(2), 388–396. Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium (11th ed.; Pendit &
Mucsi, I., Molnar, M. Z., Ambrus, C., Wulandari, Eds.). Jakarta: EGC.
Szeifert, L., Kovacz, A. Z., Zoller, R.,
… Novak, M. (2005). Restless legs Silva, S. F. Da, Pereira, A. A., Silva, W. A.
syndrome, insomnia and quality of life H. Da, Simôes, R., & Barros Neto, J.
in patients on maintenance dialysis. D. R. (2013). Physical therapy during
Nephrology Dialysis Transplantation, hemodialyse in patients with chronic
20(3), 571–577. kidney disease. Jornal Brasileiro de
https://doi.org/10.1093/ndt/gfh654 Nefrologia : ʹorgão Oficial de
Sociedades Brasileira E Latino-
Novak, M., Winkelman, J. W., & Unruh, Americana de Nefrologia, 35(3), 170–
M. (2015). Restless Legs Syndrome in 176. https://doi.org/10.5935/0101-
Patients With Chronic Kidney 2800.20130028
Disease. Seminars in Nephrology,
Vol. 35, pp. 347–358. Smeltzer, Suzane C., and Bare, B. G.
https://doi.org/10.1016/j.semnephrol. (2008). Buku Ajar Kesehatan Medical
2015.06.006 Bedah (8 volume 2). Jakarta: EGC.

Pellecchia, M. T., Vitale, C., Sabatini, M., Smelzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku
Longo, K., Amboni, M., Bonavita, V., Ajar Keperawatan Medikal Bedah
& Barone, P. (2004). Ropinirole as a Brunner and Suddarth (8th ed.).
treatment of restless legs syndrome in Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
patients on chronic hemodialysis: An EGC.

LLDIKTI Wilayah X 514


Gusri Rahayu, et all | Analisis Karakteristik Penderita Restless Legs Syndrome pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa

(506-515)
Stenvinkel, P., Carrero, J. J., von Walden, https://doi.org/10.12659/MSM.89025
F., Ikizler, T. A., & Nader, G. A. 2
(2015). Muscle wasting in end-stage
renal disease promulgates premature Wawan, & Dewi. (2010). Teori dan
death: established, emerging and Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
potential novel treatment strategies. Perilaku Manusia. Jakarta: Nuha
Nephrology, Dialysis, Medika.
Transplantation : Official Publication Winter, A. C., Berger, K., Glynn, R. J.,
of the European Dialysis and Buring, J. E., Gaziano, J. M., Schürks,
Transplant Association - European M., & Kurth, T. (2013). Vascular Risk
Renal Association. Factors , Cardiovascular Disease , and
https://doi.org/gfv122 [pii] Restless Legs Syndrome in Men. AJM,
Tsekoura, D., & Manolis, A. J. (2014). The 126(3), 228–235.e2.
association of Restless Legs Syndrome https://doi.org/10.1016/j.amjmed.201
with hypertension and cardiovascular 2.06.039
disease. 654–659.

LLDIKTI Wilayah X 515

You might also like