You are on page 1of 80

PERBEDAAN KAPASITAS FUNGSIONAL PARU MAHASISWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERISTAS LAMPUNG


YANG MELAKUKAN LATIHAN AEROBIK
JUMP ROPE DAN JOGGING

(Skripsi)

OLEH:

RAYNALDO LISIUS MARBUN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020

i
PERBEDAAN KAPASITAS FUNGSIONAL PARU MAHASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERISTAS LAMPUNG
YANG MELAKUKAN LATIHAN AEROBIK
JUMP ROPE DAN JOGGING

Oleh

Raynaldo Lisius Marbun

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT

THE DIFFERENCE OF PULMONARY FUNCTIONAL CAPACITY OF


STUDENTS FACULTY OF MEDICINE LAMPUNG UNIVERSITY WHO
DO AEROBIC EXERCISE JUMP ROPE AND JOGGING

By

RAYNALDO LISIUS MARBUN

Background: Students have busy activities so often forget to do exercises that


cause declining body health. Jump rope and jogging exercises which are types of
aerobic exercise are practical exercises that can improve the functional
performance of the body especially the functional capacity of the pulmonary.
Objective:.The purpose of this study is to determine differences in the functional
capacity of the pulmonary of students who did jogging and jump rope.
Methods: RCT research with 35 students of the Faculty of Medicine, University
of Lampung which was divided into a control group and an intervention group.
The intervention group had a jogging exercise dose: frequency 2 times a week,
intensity 40% -90% HRR, time 30 minutes, aerobic type and jump rope exercise
dose: frequency 4 times a week, intensity 70% -75% MHR, time 5 minutes, type
aerobics.
Results : The mean VO2 Max value of the exercise group was higher than the
control group and had significant differences. The mean VO2 Max jump rope
group was higher than the jogging group but there was no significant difference
between them.
Conclusion: There was no significant difference between the jump rope and
jogging exercise groups but there were significant differences between the
exercise training groups and the control group so that jump rope and jogging
exercises were considered to increase VO2 Max.
Keywords: Aerobics, Exercise, Jogging, Jump Rope, Pulmonary Functional
Capacity.
ABSTRAK

PERBEDAAN KAPASITAS FUNGSIONAL PARU MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERISTAS LAMPUNG
YANG MELAKUKAN LATIHAN AEROBIK JUMP ROPE DAN JOGGING

Oleh

RAYNALDO LISIUS MARBUN

Latar Belakang: Mahasiswa memiliki aktivitas yang sibuksehingga sering lupa


untuk melakukan latihan yang menyebabkan kesehatan tubuh menurun. Latihan
jump rope dan jogging yang merupakan jenis olahraga aerobik merupakan latihan
praktis yang dapat meningkatkan kinerja fungsional tubuh khususnya kapasitas
fungsional paru.
Tujuan: Tujuan peneltian ini untuk mengetahui perbedaan kapasitas fungsional
paru mahasiswa yang melakukan latihan jogging dan jump rope.
Metode: Penelitian RCT dengan 35 subjek mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang terbagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok
intevensi. Kelompok intervensi memiliki dosis latihan jogging: frekuensi 2 kali
seminggu, intensitas40%-90% HRR, waktu 30 menit, tipe aerobik dan dosis
latihan jump rope: frekuensi 4 kali seminggu, intensitas 70%-75% MHR, waktu 5
menit , tipe aerobik.
Hasil : Nilai rerata VO2 Max kelompok latihan lebih tingi dari kelompok kontrol
dan memiliki perbedaan bermakna. Nilai rerata VO2 Max kelompok jump rope
lebih tinggi dari kelompok jogging tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna
antara keduanya.
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok latihan jump
rope dan jogging tetapi terdapat perbedaan bermakna antara kelompok latihan
olahraga dengan kelompok kontrol sehingga latihan jump rope dan jogging dinilai
dapat meningkatkan VO2 Max.
Kata kunci :Aerobik, Jogging, Jump Rope, Kapasitas Fungsional Paru, Latihan,.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Porsea, Tapanuli Utara pada tanggal 13 Mei 1998, sebagai

anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sumardi Marbun dan Ibu

Megawati Sembiring

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Lematang Lestari.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Santa Maria Prabumulih pada

tahun 2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1

Prabumulih pada tahun 2013, dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) diselesaikan

di SMA Negeri 17 Palembang pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis terdaftar

sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur

seleksi Undangan atau SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswa penulis berkegiatan pada organisasi Badan Eksekutif

Mahasiswa dan menjadi panitia di berbagai acara kegiatan di kampus. Selama

menjadi panitia, jabatan tertinggi yang pernah diemban adalah menjadi ketua

pelaksana Trial Osce pada tahun 2017 yang diselenggarakan oleh LK untuk Maba

Fakultas Kedokteran dan menjadi ketua pelaksana IMSEP (Indonesia Medical

Student Exchange Programme).


Dengan berkat Tuhan Yang Maha Esa

kupersembahkan karya ini spesial untuk Bapak,

Mama, Kakak, Adik, dan Keluarga Besarku yang

telah mendukung dan mendoakan saya selama ini.


SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan segala kasih, karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Kapasitas Fungsional Paru

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang Melakukan Latihan

Aerobik Jump Rope dan Jogging”

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan,

dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan segenap

kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Karomani, M. Si, selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Ibu Dr. Dyah Wulan SRW, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Dewi Nur Fiana, S.Ked., Sp.KFR selaku pembimbing pertama yang selalu

bersedia untuk meluangkan waktunya, memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan

kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

ii
4. dr. Rizki Hanriko, S.Ked., Sp.PA selaku pembimbing kedua yang selalu

bersedia untuk meluangkan waktunya, memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan

kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Dr. dr. Asep Sukohar, S.Ked., M.Kes selaku pembahas atas kesediannya untuk

senantiasa memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dimana

sangat bermanfaat untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini;

6. Seluruh dosen pengajar dan civitas akademik Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan selama

proses perkuliahan dan selama proses peyelesaian penelitian.

7. Sahabat seperjuangan anak kos selama ini fahmi, haydar, abiyyi, komang

allan, farid, kadek erwin, rheza, januar, rendy, restu yang selalu memberi

semangat, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian.

8. Teman seperjuangan skripsi satu pembimbing dan pembahas elin, sasa, irma,

agung, mira yang saling mendukung satu sama lain untuk pengerjaan skripsi

ini.

9.Teman-teman TR16EMINUS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu ,

terimakasih waktu bersama yang dihabiskan selama ini semoga kita menjadi

dokter dan teman sejawat yang berguna bagi bangsa dan negara.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat mambangun

iii
demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi

manfaat bagi pembacanya.

Bandar Lampung, 25 Desember 2019

Penulis,

Raynaldo Lisius Marbun


NPM. 1618011034

iv
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v


DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................. 6
1.4.1 Manfaat Untuk Peneliti ............................................................... 6
1.4.2 Manfaat Untuk Peneliti Lain ....................................................... 7
1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat ......................................................... 7
1.4.4 Manfaat Untuk Institusi ............................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Paru-Paru............................................................................................. 8
2.1.1 Anatomi Paru ............................................................................ 8
2.1.2 Fisiologi Paru ............................................................................ 9
2.1.2.1 Ventilasi Paru ............................................................. 11
2.1.2.2 Difusi Paru .................................................................. 14
2.1.2.3 Perfusi Paru ................................................................ 16
2.2. Kapasitas Fungsional Paru ............................................................... 17
2.2.1 Kapasitas VO2 Max Paru ....................................................... 17
2.2.1.1 Pengertian VO2 Max .................................................. 17
2.2.1.2 Faktor-Faktor Mempengaruhi VO2 Max ................... 18
2.3.MET .................................................................................................. 22
2.3.1 Pengertian MET ...................................................................... 22
2.3.2 Kategori MET ......................................................................... 23
2.4. Latihan Olahraga .............................................................................. 24
2.4.1 Pengertian Latihan Olahraga .................................................. 24
2.4.1.1Olahraga Aerobik ........................................................ 24
2.4.1.1.1Jump Rope .................................................... 26
2.4.1.1.2 Jogging......................................................... 27

v
2.4.2 Dosis Latihan Olahraga .......................................................... 28
2.4.3 Manfaat Olahraga Aerobik. .................................................... 29
2.5 Uji Jalan 6 Menit............................................................................... 31
2.5.1 Pengertian Uji Jalan 6 Menit .................................................. 31
2.5.2 Faktor dan Kontraindikasi Uji Jalan 6 Menit .......................... 32
2.5.2.1 Faktor Uji Jalan 6 Menit ............................................. 32
2.5.2.2 Kontraindikasi Uji Jalan 6 Menit ............................... 32
2.5.3 Borg Scale pada Uji Jalan 6 Menit ......................................... 33
2.5.3.1Kategori Borg Scale .................................................... 33
2.6 Kerangaka Teori................................................................................ 34
2.7 Kerangka Konsep .............................................................................. 34
2.8 Hipotesis ........................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ............................................................................ 36
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... 37
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 37
3.3.1 Populasi ................................................................................ 37
3.3.2 Sampel .................................................................................. 38
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekskulusi ........................................................ 39
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ...................................................... 40
3.5.1 Variabel Bebas...................................................................... 40
3.5.2 Variabel Terikat .................................................................... 40
3.6 Definisi Operasional ....................................................................... 41
3.7 Prosedur dan Alur Penelitian .......................................................... 42
3.7.1 Prosedur ................................................................................ 42
3.7.2 Alur ....................................................................................... 46
3.8 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 47
3.9 Ethical Clearance .............................................................................. 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 48
4.2 Pembahasan....................................................................................... 51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan ........................................................................................... 57
5.2 Saran ................................................................................................. 57

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58


LAMPIRAN ......................................................................................................... 64

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kategori Level MET..........................................................................................23
2. Borg Scale..........................................................................................................33
3. Definisi Operasional...........................................................................................41
4. Nilai VO2Max pada Uji Jalan 6 Menit..............................................................49
5. Hasil Uji Normalitas..........................................................................................49
6. Hasil Uji Homogenitas.......................................................................................50
7. Hasil Uji One Way Anova..................................................................................50
8. Perbandingan Nilai VO2 Max antar Kelompok.................................................50

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Anatomi Paru.....................................................................................................9
2. Kerangka Teori..................................................................................................34
3. Kerangka Konsep..............................................................................................34
4. Rancangan Desain Penelitian............................................................................37
5. Alur Penelitian...................................................................................................46

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat izin penelitian

Lampiran 2. Surat persetujuan etik

Lampiran 3. Sertifikat standarisasi meteran jarak

Lampiran 4. Sertifikat standarisasi alat stopwatch

Lampiran 5. Lembar informed consent kepada calon responden

Lampiran 6. Lembar persetujuan sampel

Lampiran 7. Log sheet latihan olahraga

Lampiran 8. Lembar formulir uji jalan 6 menit

Lampiran 9. Hasil analisis data penelitian

Lampiran 10. Dokumentasi penelitian

ix
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan menjadi hal yang sangat penting dan berharga dalam kehidupan

manusia sehingga manusia perlu menjaga kesehatannya agar tetap terjaga

dengan baik, salah satunya melalui aktivitas olahraga. (Mubarok, Rahayu &

Hidayah, 2014). Semakin padatnya aktivitas menjadikan seseorang

mengabaikan olahraga karena kesibukan di kantor, di kampus, di perusahaan,

sehingga mengakibatkan waktu seseorang tersita untuk olahraga (Prasetyo,

2013).Menurut Stefy & Kurniawan (2016), olahraga juga jarang dilakukan

pada kalangan mahasiswa yang memiliki beban akademis yang berlebihan

menyebabkan mahasiswa menghabiskan waktunya menyelesaikan tugas

akademiknya.

Menurut Badan Pusat Stastistik (2014), partisipasi masyarakat Indonesia

dalam kegiatan olahraga secara umum masih sangat rendah. Masih rendahnya

angka partisipasi olahraga mengindikasikan bahwa masyarakat belum

sepenuhnya mempunyai kesadaran untuk hidup sehat melalui olahraga.

Rendahnya partisipasi olahraga ini terlihat hampir di seluruh provinsi di

Indonesia. Minat tertinggi penduduk dalam berolahraga terdapat di Provinsi


2

Kalimantan Timur (31,48%), DKI Jakarta (30,02%), dan Kepulauan Riau

(29,34%). Sementara penduduk yang berolahraga dengan persentase paling

rendah terdapat pada Provinsi Papua (15,12%), Sumatera Utara (20,51%), dan

Aceh (20,84%). Sedangkan untuk partisipasi penduduk berumur 10 tahun ke

atas dalam melakukan latihan olahraga mengalami penurunan dari waktu ke

waktu. Dilihat perkembangannya, mulai tahun 2003 hingga tahun 2009

partisipasinya menurun, namun pada tahun 2012 kembali meningkat. Pada

tahun 2003 partisipasi penduduk sebesar 25,45% menurun menjadi 23,23%

pada tahun 2006, dan terakhir turun menjadi 21,76% pada tahun 2009. Pada

tahun 2012 angka partisipasi kembali mengalami peningkatan menjadi

24,96%.

Olahraga merupakan gerakan tubuh yang memberikan efek pada tubuh secara

keseluruhan. Olahraga membantu merangsang otot-otot dan bagian tubuh

lainnya untuk bergerak yang membuat otot-otot menjadi terlatih, sirkulasi

darah dan oksigen dalam tubuh pun menjadi lancar sehingga metabolisme

tubuh menjadi optimal. Tubuh akan terasa segar dan otak sebagai pusat

sarafakan bekerja menjadi lebih baik (Pane, 2015). Menurut Pribadi (2015),

olahraga yangdilakukan dengan gerakan melibatkan otot tubuh akan menjaga

kekuatan otot, fungsi persendian, pembuluh darah tetap elastis, sehingga

memperlancar aliran darah pada tubuh termasuk membantu melatih

pengembangan paru-paru.
3

Aktivitas olahraga sangat berpengaruh terhadap terpeliharanya kapasitas

organ faal tubuh. Dengan latihan olahraga yang teratur, tubuh mendapat

banyak oksigen yang dapat diproses di dalam tubuh sehingga dapat

bepengaruh pada peredaran darah yang lebih baik dan sel otot akan lebih

banyak mendapatkan oksigen dari pembuluh darah kapiler sehingga kapasitas

organ dapat terpelihara dengan baik. Volume oksigen maksimal (VO2Max)

merupakan salah satu indikator pemakaian oksigen oleh jantung, paru-paru

dan otot-otot untuk metabolisme dan dapat digunakan untuk menunjukkan

kebugaran jasmani dan kapasitas fungsional organ (Lismadiana, 2012).

Olahraga murah meriah yang dapat dilakukan sehari-hari contohnya lari,

jalan, jalan cepat, renang, latihan olahraga beban, bersepeda, jump rope,

jogging, dan mendayung (Artanty &Lufthansa, 2017). Menurut Kurniati

(2015), olahraga yang paling popular adalah olahraga aerobik karena lebih

menyenangkan dilakukan dan dapat dilakukan sendirian atau dengan orang

lain contohnya jogging yan merupakan salah satu latihan olahraga yang

mudah dan murah namun manfaatnya tidak kalah besar, selain itu dapat

dilakukan oleh segala lapisan masyarakat dimana saja dan kapan saja.

Jogging adalah suatu kegiatan fisik untuk meningkatkan kesegaran jasmani

dengan tujuan agar tubuh menjadi sehat (Setiawan, 2017). Selain itu olahraga

jump rope juga sangat bagus untuk membina daya tahan tubuh, kelincahan

kaki, dan kecepatan serta dapat melatih kemapuan gerak tangan lebih kuat

dan lentur (Iqbal & Gushendra, 2016).


4

Olahraga berdasarkan kebutuhan oksigen terdiri atas dua jenis yaitu olahraga

aerobik dan olahraga anaerobik. Olahraga aerobik adalah latihan olahraga

yang dilakukan untuk memperoleh oksigen sebanyak-banyaknya dan

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta

pembentukan tubuh (Noorhasanah, 2017). Olahraga aerobik biasanya

berlangsung dalam durasi relatif lama namun dengan intensitas sedang.

(Indrayana & Yuliawan, 2019). Olahrga aerobik juga aktivitas fisik yang

mudah dilakukan dengan biaya yang cukup terjangkau (Berawi, Fiana &

Putri, 2014).

Ketahanan fisik yang baik adalah kemampuan maksimal dalam memenuhi

konsumsi oksigen yang ditandai dengan tingkat VO2Max (Budi & Sugiharto,

2015). VO2Max menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang di

konsumsi per satuan waktu oleh seseorang selama latihan olahraga atau tes.

Kapasitas volume oksigen maksimal ini adalah tempo tercepat dimana

seseorang dapat menggunakan oksigen selama latihan olahraga. Makin besar

kapasitas VO2Max akan makin besar pula kemampuannya untuk melakukan

aktivitas dan akan lebih cepat pulih dari kelelahan. (Indrayana & Yuliawan,

2019).Kelelahan dapat dideskripsikan sebagai perasaan lelah, mengantuk,

kekurangan energi, dan kebutuhan akan usaha lebih untuk melakukan

aktivitas. (Putri, Sukohar& Setiawan, 2017).

Ada hubungan yang signifikan antara aktivitas latihan olahraga, kebugaran,

dan kesehatan, diantaranya adalah fungsi kardiovaskuler yang sangat penting


5

untuk menyuplai nutrisi dan O2 pada otot dimana fungsi kardiovaskuler itu

sendiri sangat penting sebagai komponen fungsi paru (Bucher,1983).

Kebutuhan oksigen maupun sumber energi juga akan meningkat sesuai kerja

yang dilakukan. Akibatnya kerja jantung, sirkulasi maupun sistem pernafasan

akan meningkat sesuai dengan kebutuhan. Apabila aktivitas latihan olahraga

termasuk olahraga aerobik dilakukan terus menerus, teratur dan terukur maka

organel yang ada didalam otot mioglobin maupun sistem enzim untuk

penyediaan energi dan sistem transport oksigen intraseluler akan meningkat

(Yunitasari, Quraniati & Arunia, 2009).

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian dengan judul

“Perbedaan Kapasitas Fungsional Paru Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Univeristas Lampung yang Melakukan Latihan Olahraga Aerobik Jump Rope

dengan Jogging”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dirumuskan

masalah yaitu: “Apakah Terdapat Perbedaan Kapasitas Fungsional Paru

Mahasiswa Kedokteran Univeristas Lampung yang Melakukan Latihan

Olahraga Aerobik Jump rope dan Jogging?”.


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kapasitas fungsional paru mahasiswa Fakultas

Kedokteran Univeristas Lampung yang melakukan latihan aerobik jump

rope dan jogging.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengukurnilai kapasitas fungsional paru mahasiswa Fakultas

Kedokteran Univeristas Lampung yang melakukan latihan olahraga

aerobik jump rope.

b. Mengukur nilai kapasitas fungsional paru mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung yang melakukan latihan olahraga

aerobik jogging.

c. Mengukur nilai kapasitas fungsional paru mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung yang tidak melakukan latihan

olahraga aerobik jump rope dan jogging.

d. Mengukur perbedaan nilai kapasitas fungsional paru mahasiswa

Fakultas Kedokteran Univeristas Lampung yang melakukan olahraga

jump rope, jogging, dan mahasiswa yang tidak melakukan olahraga.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Untuk Peneliti

Sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang sudah dipelajari

sehingga dapat menambah wawasan keilmuan peneliti terutama tentang


7

kapasitas fungsional paru pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Univeristas Lampung yang melakukan latihan olahraga aerobik jump

rope dan jogging.

1.4.2 Manfaat Untuk Peneliti Lain

Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan memberikan gambaran lain atau

penelitian lebih lanjut mengenai latihan olahraga terhadap kapasitas

fungsional paru.

1.4.3 Manfaat Untuk Masyarakat

Untuk memberikan informasi dan wawasan ke masyarakat akan

manfaat jump rope dan jogging untuk kesehatan tubuh.

1.4.4 Manfaat Untuk Institusi

Sebagai bahan sumber referensi informasi mengenai penelitian terkait.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paru-paru

2.1.1 Anatomi Paru-Paru

Paru-paru pada manusia terdapat sepasang yang merupakan alat

pernapasan utama tubuh manusia. Paru-paru berbentuk kerucut dengan

puncak disebuk apeks yang letaknnya lebih tinggi daripada klavikula di

dalam dasar leher. Paru-paru memiliki permukaan luar yang menyentuh

iga, sisi beakang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang

menutupi sebagian sisi depan jantung. Paru-paru dibagi menjadi

beberapa lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan

paru-paru kiri memilki dua lobus. Lobula menyusun setiap lobus

Sebuah pipa bronkial masuk ke dalam setiap lobula dan bercabang

semakin tipis dan berakhir kantong-kantong kecil (Evelyn, 2016).

Segmen paru berhubungan dengan bronkus segmental dan cabang-

cabang segmental arteri pulmonalis. Paru kanan mempunyai sepuluh

segmen (tiga di lobus superior, dua di lobus media, dan lima di lobus

inferior. Paru kiri hanya mempunyai sembilan segmen (Paulsen &

Waschke , 2014).
9

Gambar 1. Anatomi Paru (Tortora, 2014)

Paru-paru dipisahkan oleh mediastinum, bronkus, arteri pulmonalis,

vena pulmonalis superior dan inferior, plexus paru pada saraf (simpatis,

parasimpatis, dan serabut aferen visceral) serta pembuluh limfatik. Paru

kanan lebih besar dan berat daripada paru kiri, tetapi lebih tinggi. Batas

anterior paru kanan relatif lurus sedangkan batas anterior mimiliki

incisura caridaca. Disebalah medial terdapat hilum, hilum paru adalah

area berbentuk baji pada permukaan medial setiap paru, pada titik

tersebut, struktur-struktur yang membentuk akar meninggalkan paru

(Moore, Dalley &Agur, 2013).

2.1.2 Fisiologi Paru-Paru

Tujuan dari pernapasan terutama pada organ paru-paru adalah untuk

menyediakan oksigen untuk jaringan dan membuang karbon dioksida

(Guyton & Hall, 2014). Selain pertukaran udara tersebut, paru-paru juga

memiliki fungsi yang lain yaitu tempat metabolisme beberapa bahan,


10

menyaring material yang tidak diinginkan dari sirkulasi (Laitupa&

Amin, 2016).

Pernapasan atau respirasi dibagi menjadi pernapasan interna dan

pernapasan eksterna, Pada pernapasan melalui paru-paru (pernapasan

eksterna) dimulai dari oksigen masuk melalui hidung dan mulut ketika

bernapas dan kemudian masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke

alveoli, kemudian oskigen berikatan dengan darah di dalam kapiler

pulmonaris (Evelyn, 2016). Pada pernapasan interna meliputi

pengangkutan O2 dan CO2 dalam peredaran darah serta utilisasi O2 di

jaringan-jaringan dan pembebasan sisa metabolisme CO2 untuk

dibuang keluar tubuh oleh membran respirasi (Bakhtiar & Amran,

2016).

Proses respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan

perfusi. Ventilasi adalah peristiwa masuk dan keluarnya udara kedalam

paru (inspirasi dan ekspirasi). Difusi adalah perpindahan O2 dari alveoli

ke dalam darah dan diikat oleh Hemoglobin menjadi senyawa Oksi-Hb

dan CO2 lepas dari ikatan kemudian keluar dari darah ke alveoli. Dan

perfusi adalah distribusi Oksi-Hb dalam darah ke jaringan seluruh tubuh

dan CO2 dari jaringan ke alveoli paru (Bakhtiar & Amran, 2016).

Menurut Sherwood (2012), respirasi pernapasan adalah seluruh

rangkaian kejadian pertukaran O2, dan CO2 antara lingkungan

eksternal dan sel tubuh. Respirasi mencakup empat langkah yaitu:


11

1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru

sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan

eksternal) dan kantung udara paru. Pertukaran ini dilaksanakan

oleh tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan

ventilasidiatur untuk menyesuaikan aliran udara antara armosfer

dan alveolus sesuai kebutuhan metabolik tubuh akan penyerapan

O2 dan pengeluaran CO2.

2. Oksigen dan CO2 dipertukarkan di alveolus dan darah di dalam

kapiler paru melalui proses difusi.

3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.

4. Pertukaran Oksigen dan CO2 melalui proses difusi menembus

kapiler sistemik.

2.1.2.1 Ventilasi Paru

Ventilasi merupakan langkah pertama dalam peran paru

sebagai organ penukar gas dan penyuplai kebutuhan jaringan

tubuh. Ventilasi adalah suatu proses berurutan inhalasi dan

menghembuskan napas. Dalam kondisi tenang, paru menyerap

sejumlah oksigen per menit yang sesuai dengan kebutuhan

untuk mendukung metabolisme jaringan dalam jumlah yang

cukup. Proses ini juga bertujuan untuk menghilangkan karbon

dioksida yang dihasilkan oleh metabolisme. Oksigen secara

berkelanjutan akan berpindah dari alveoli ke dalam darah di

paru dan oksigen yang baru akan dihirup masuk ke dalam

alveoli. Semakin cepat oksigen yang berpindah, makin rendah


12

konsentrasi oksigen tersebut di dalam alveoli. Sebaliknya,

semakin cepat oksigen dimasukkan ke dalam alveoli dari

atmosfer, makin tinggi pula konsentrasi oksigen di dalam

alveoli. Oleh karena itu, konsentrasi oksigen pada alveoli dan

tekanan parsialnya dikontrol oleh kecepatan absorpsi oksigen

ke dalam darah dan kecepatan masuknya oksigen baru ke

dalam paru melalui proses ventilasi (Laitupa & Amin, 2016).

Ventilasi Paru memiliki mekanisme pengembangan dan

pengempisan paru. Paru-paru dikempiskan melalui dua cara

yaitu dengan gerakan naik (elevasi) dan turun (depresi)

diafragma untuk memperbesar dan memperkecil rongga dada

dan dengan despresi dan elevasi iga untuk memperbesar dan

memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Sedangkan

untuk mengebangkan paru adalah dengan mengangkat rangka

iga (Guyton & Hall, 2014).

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan

bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara

alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan

ditimbulkan oleh aktivitas otot pernapasan. Terdapat tiga

tekanan yang berperan penting dalam ventilasi(Sherwood,

2012):
13

1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang

ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di

permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan

ini sama dengan 760 mm Hg. Tekanan atmosfer berkurang

seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan

laut karena lapisan lapisan udara di atas permukaan bumi

juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi

perubahan minor tekanan atmosfer karena perubahan

kondisi cuaca (tekanan barometrik naik atau turun).

2. Tekanan intra-alveolus yang juga dikenal sebagai tekanan

intraparu, adalah tekanan di dalam alveolus karena alveolus

berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas

penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradien

tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari

tekanan atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua

tekanan seimbang.

3. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung

pleura. Tekanan ini, yang juga dikenal sebagai tekanan

intrathoraks, adalah tekanan yang ditimbulkan diIuar paru

di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya

lebih rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mm Hg

saat istirahat.
14

2.1.2.2 Difusi Paru

Sebagian besar O2 untuk sel di angkut dengan terikat secara

kimiawi ke hemoglobin di sel darah merah, setiap sel darah

merah dapat mengangkut sekitar sejuta molekul O2. Molekul

oksigen berikatan secara ringan dan reversibel dengan Hb bila

PO2 tinggi seperti di dalam kapiler paru, tetapi bila PO2

rendah seperti dalam kapiler jaringan oksigen di lepaskan dari

hemoglobin (Saminan, 2012).

Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan

berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2

menuruni gradien tekanan parsial. Tidak terdapat mekanisme

transpor aktif untuk gas-gas ini. Perbedaan tekanan parsial

antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal sebagai

gradien tekanan parsial. Terdapat gradien tekanan parsiai

antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Demikian juga,

terdapat gradien tekanan parsial antara darah kapiler sistemik

dan jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni

gradien tekanan parsialnya dari daerah dengan tekanan parsial

tinggi ke daerah dengan tekanan parsial yang lebih rendah,

serupa dengan difusi menuruni gradien konsentrasi (Sherwood,

2012).
15

Selama latihan olahraga, luas permukaan yang tersedia untuk

pertukaran dapat ditingkatkan secara fisiologis untuk

meningkatkan pemindahan gas. Bahkan dalam keadaan

istirahat, sebagian dari kapiler paru biasanya tertutup, karena

tekanan sirkulasi paru yang rendah biasanya tidak dapat

menjaga semua kapiler tetap terbuka. Selama latihan olahraga,

tekanan darah paru meningkat karena bertambahnya curah

jantung, banyak dari kapiler paru yang semula tertutup menjadi

terbuka. Hal ini meningkatkan luas permukaan darah yang

tersedia untuk pertukaran. Selain itu, membran alveolus lebih

teregang daripada normalnya selama latihan olahraga karena

volume napas yang lebih besar dan dalam. Peregangan ini

menambah luas permukaan alveolus dan mengurangi ketebalan

membran alveolus. perubahan-perubahan ini mempercepat

pertukaran gas selama latihan olahraga (Sherwood, 2012).

Menurut Guyton & Hall (2014), peningkatan difusi ini

disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah

pembukaan sejumlah kapiler paru yang tadinya tidak aktif atau

dilatasi pada kapiler yang telah terbuka, sehingga

meningkatkan luas permukaan darah, tempat oksigen dapat

berdifusi dan pertukaran yang lebih baik antara ventilasi

alveoli dan perfusi kapiler alveolus dengan darah, disebut rasio

ventilasi-perfusi. Selama kerja berat, atau pada kondisi lain


16

yang sangat meningkatkan aliran darah paru dan ventilasi

alveolus, kapasitas difusi oksigen meningkat pada pria dewasa

muda sampai maksimum kira-kira 65 ml/menit/mmHg, tiga

kali kapasitas difusi pada keadaan istirahat.

2.1.2.3 Perfusi Paru

Proses perfusi adalah penyebaran darah yang sudah

teroksigenasi ke seluruh paru dan jaringan tubuh. Bila oksigen

telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen

terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan

hemoglobin ke kapiler jaringan dimana oksigen dilepaskan

untuk dipergunakan oleh sel. Adanya hemoglobin di dalam sel

darah merah memungkinkan darah mengangkut 30 sampai 100

kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk

oksigen terlarut di dalam cairan darah (plasma). Dalam sel

jaringan oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan

membentuk sejumlah besar karbondioksida. Karbondioksida

ini masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke

paru (Guyton & Hall, 2014).


17

2.2Kapasitas Fungsional Paru

2.2.1 Kapasitas VO2 Max Paru

Kapasitas VO2Max menggambarkan seberapa baik seseorang mampu

mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam paru-paru dan darah, dan

memompa melalui jantung ke otot yang bekerja, oksigen tersebut

digunakan untuk mengoksidasi karbohidrat dan lemak untuk

menghasilkan energi. Kapasitas VO2Max tersebut akan didapat jika

latihan olahraga yang dilakukan berada di atas kecepatan aktivitas

harian yang normal dan di lakukan dengan cukup sering (Kurniawan,

2010).

2.2.1.1 Pengertian VO2 Max

Kapasitas aerobik maksimal sangat erat hubungannya dengan

sistem paru. konsumsi oksigen maksimal disingkat VO2Max

artinya menunjukkan volume oksigen yang dikonsumsi,

biasanya dinyatakan dalam mililiter/kgbb/menit.. Orang yang

kebugarannya baik mempunyai nilai VO2Max yang lebih tinggi

dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat daripada mereka yang

tidak dalam kondisi baik (Warni, Arifin & Bastian,

2017).VO2Max juga dapat dijadikan sebagai indikator dari

basarnya kapasitas sintesis cadangan energi aerobik seseorang.

Apabila seseorang memiliki kapasitas sintesis cadangan energi

aerobik yang besar maka orang tersebut akan lebih banyak

menggunakan sistem energi aerobik daripada sistem energi


18

anaerobik dalam setiap aktivitasnya (Ilmiyanto & Budiyanto,

2017).

Salah satu cara untuk mengetahui kebutuhan jumlah maksimal

oksigen saat melakukan suatu latihan olahraga fisik adalah

dengan melakukan pengukuran VO2Max. Nilai VO2Max akan

mempengaruhi seberapa kuat daya tahan dan stamina seseorang

(Rodrigues et al., 2006). Kemampuan paru-paru mengambil

oksigen sebanyak mungkin dan ditampung kemudian disuplai

keseluruh tubuh merupakan kerja paru-paru. Seperti saat

melakukan aktivitas dengan intensitas dan volume yang tinggi

dan dengan waktu yang lama konsumsi oksigen sangat banyak

diperlukan. Peningkatan ini disebabkan karena meningkatnya

metabolisme akibat meningkatnya latihan olahraga, karena itu

secara fisiologis kemampuan fungsi paru-paru harus baik

(Rahmad, 2016).

2.2.1.2 Faktor-Faktor Mempengaruhi VO2 Max

Menurut Pate, Clenaghan, & Rocella (1993), Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi nilai VO2Max dapat disebutkan

sebagai berikut:
19

1. Fungsi Paru Dan Kardiovaskuler

a. Fungsi Paru

Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens terjadi

peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang

bekerja. Kebutuhan oksigen ini didapat dari ventilasi dan

pertukaran oksigen dalam paru-paru. konsumsi oksigen

dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat

ia melakukan latihan olahraga dengan intensitas maksimal.

Hal ini menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan naik

hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa. Peningkatan

VO2Max terjadi dengan peningkatan cardiac output dan

pertukaran udara sebagai respon terhadap olahraga.

b. Fungsi Kardiovaskuler

Respon kardiovaskuler yang paling utama terhadap

aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output.

Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup

jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar

95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen

oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem

kardiovaskuler menghantarkan oksigen ke jaringan, maka

dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskuler dapat

membatasi nilai VO2Max.


20

2. Hemoglobin

Dalam darah oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka

kadar oksigen dalam darah juga ditentukan oleh kadar

hemoglobin yang tersedia. Jika kadar hemoglobin berada di

bawah normal, misalnya pada anemia, maka jumlah oksigen

dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya, bila kadar

hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan

polisitemia, maka kadar oksigen dalam darah akan

meningkat.

3. Umur

VO2Max anak laki-laki menjadi lebih tinggi mulai umur 10

tahun, walau ada yang berpendapat latihan olahraga

ketahanan tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik

sebelum usia 11 tahun. Puncak nilai VO2Max dicapai kurang

lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin. Secara

umum, kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25

tahun. penurunan rata-rata VO2Max per tahun adalah 0.46

ml/kg/menit untuk pria (1.2%) dan 0.54 ml/kg/menit untuk

wanita (1.7%).

4. Jenis Kelamin

Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari

pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan

hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi

hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar.


21

Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil daripada pria.

Mulai umur 10 tahun, VO2Max anak laki-laki menjadi lebih

tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun,

perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun

VO2Max anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak

perempuan.

5. Suhu

Pada fase luteal menstruasi, kadar progesteron meningkat.

Padahal progesteron memiliki efek termogenik, yaitu dapat

meningkatkan suhu basal tubuh. Efek termogenik dari

progesteron ini rupanya meningkatkan BMR (Basal

Metabolic Rate), sehingga akan berpengaruh pada kerja

kardiovaskuler dan akhirnya berpengaruh pula pada nilai

VO2Max. Sehingga, secara tidak langsung, perubahan suhu

akan berpengaruh pada nilai VO2Max.

6. Keadaan latihan olahraga

Latihan olahraga fisik dapat meningkatkan nilai VO2Max

Namun begitu, VO2Max ini tidak terpaku pada nilai tertentu,

tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas

fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat menurunkan VO2Max

antara 15%-25%, sementara latihan olahraga fisik intens yang

teratur dapat menaikkan VO2Max dengan nilai yang hampir

serupa. Latihan olahraga fisik yang efektif meliputi durasi,

frekuensi, dan intensitas tertentu. Sehingga dengan begitu


22

dapat dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan

olahraga seorang atlet dapat mempengaruhi nilai VO2 Max.

2.3 MET

2.3.1 Pengetian MET

Definisi MET agak beragam. mengidentifikasi MET sebagai jumlah

oksigen yang dikonsumsi oleh tubuh dari udara (Byrne et al., 2005).

Konsep MET mewakili yang sederhana, praktis, dan mudah memahami

prosedur untuk mengekspresikan biaya energi aktivitas fisik sebagai

kelipatan metabolisme istirahat menilai. energi suatu kegiatan dapat

ditentukan oleh membagi kebutuhan oksigen relatif dari aktivitas (Jette,

Sidnye &Blumchen, 1990).

MET adalah unit umum yang digunakan untuk mengekspresikan

intensitas latihan. Nilai-nilai ini mewakili perkiraan, karena faktor jenis

kelamin, usia, dan komposisi tubuh akan mempengaruhi ukuran

pengeluaran energi istirahat, dan dengan demikian, nilai MET yang

sebenarnya dapat bervariasi. Konsumsi oksigen meningkat dengan

intensitas aktivitas fisik, volume aktivitas, atau total tingkat aktivitas

fisik, oleh karena itu dapat diperkirakan dengan mengalikan dimensi

intensitas,durasi, dan frekuensi selama periode waktu tertentu (Strath et

al., 2013).
23

2.3.2 Kategori MET

Tabel 1. Kategori Level MET (Allina, 2006)


Kategori MET
CATATAN: Tingkat aktivitas MET dapat bervariasi menurut hal-hal seperti: stres dan emosi,
kondisi lingkungan, kondisi fisik Anda.
Perawatan Diri Rumah tangga Rekreasi Kejuruan
Level: Ringan (satu hingga tiga MET)
-mandi -makanan ringan -berjalan (2 mph) -mengetik
-mencukur -mencuci piring -menulis -pekerjaan mesin
-berpakaian -mengatur meja -bilyar -sesekali mengangkat
-semir sepatu -sapuan ringan -baca (maksimum10 pound)
-menyetrika -menonton televisi
-adonan aduk -sulaman
-mengikat tali
-menenun di atas meja
-mengetik cepat
-pengamplasan daya
atau menggergaji
-bermain piano
Level: Ringan hingga Sedang (tiga hingga empat MET)
-mandi -cuci pakaian -berjalan (3 mph) -pekerjaan perbaikan
-naik tangga -cuci lantai dengan -bowling ringan
perlahan spons -sepatu kuda -tugas rumah tangga
-cuci atau mengatur -menyapu -bersepeda lambat yang ringan
rambut -berkebun ringan -bermain golf -melukis pekerjaan
-mengemudi (penyiangan, -memancing kecil
penanaman) -panahan -perakitan
-menyetrika -sesekali mengangkat
-menyedot debu (maksimum 20 pound)
-berbelanja -pemasangan batu
(tas 10 pound) bata
Level: Sedang (empat hingga lima MET)
-hubungan seksual -pekerjaan kebun -berjalan (3,5 mph) -painting (interior,
berat(menggali) -golf eksterior)
-mendorong mesin -menari -menyekop
pemotong -bulutangkis campuran semen
-membersihkan -memancing -pekerjaan pertanian
jendela -berenang mudah ringan
-menyapu daun -bersepeda -sesekali mengangkat
-cuci mobil -bola voli (maksimum 50 pound)
-menggantung baju -pingpong
Level: Berat (lima hingga tujuh MET)
-membelah kayu -berjalan (4-5 mph) -pekerjaan pertanian
-menyekop salju -tenis yang berat
-mendaki tangga -softball -industri berat
-memancing sesekali mengangkat
-ski (2,5 mph) (50-100 pound
-sepatu roda maksimum)
-olahraga senam -sering mengangkat /
-permainan kriket membawa
-panahan (di bawah 50 pound)
Level: Sangat Berat (tujuh MET atau lebih)
24

-menggergaji kayu -jogging (5 mph) -konstruksi berat


dengan gergaji tangan -sepak bola -sesekali mengangkat
-memindahkan -berenang (putaran) (maksimum 100
furnitur berat -mendayung pound)
-mendorong / menarik -bola basket -sering mengangkat /
dengan keras -ski air membawa
-bola tangan (lebih dari 50 pound)
-ski di lereng
-menunggang kuda
-berlari

2.4 Latihan Olahraga

2.4.1. Pengertian Latihan Olahraga

Pada saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa apabila

sudah melakukan suatu aktivitas olahraga sudah dianggap latihan.

Dalam melakukan aktivitas olahraga membutuhkan program latihan

yang benar serta dalam pelaksanaannya harus memperhitungkan

alokasi waktu yang digunakan. Bila aktivitas olahraga berlanjut terus

menerus tanpa memperhatikan hal-hal di atas, maka yang

dilakukannya tidak akan mengalami peningkatan yang baik. Oleh

karena itu latihan yang dilakukan tidak hanya menyajikan

pengulangan secara mekanis, tetapi mengulang secara sadar dan

terarah pada tujuan latihan (Dwijayanti, 2015).

2.4.1.1 Olahraga Aerobik

Kata aerobik sendiri berasal dari Yunani yaitu aer yang berarti

udara dan bios berarti hidup, jadi dapat diartikan sebagai hidup

dalam udara. (Soeharto, 2010). Olahraga aerobik merupakan

aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk


25

membantu proses pembakaran sumber energi, sehingga

bergantung pula terhadap kerja optimal dari organ-organ

tubuh, seperti jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk

mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi

dapat berjalan dengan sempurna. Metabolisme energi

padaolahraga aerobik berjalan melalui pembakaran simpanan

lemak, karbohidrat, dan sebagian kecil (kurang dari lima

persen) dari pemecahan simpanan protein yang terdapat

didalam tubuh untuk menghasilkan adenosine trifosfat. Proses

metabolisme ketiga sumber energi ini berjalan dengan

kehadiran oksigen yang diperoleh melalui proses pernapasan

(Palar, Wongkar & Ticoalu, 2015).

Olahraga aerobik akan menciptakan kebugaran aerobik.

Kebugaran aerobik adalah kapasitas maksimal untuk

mengambil, menyalurkan dan menggunakan oksigen. olahraga

aerobik yang dapat memacu jantung dan peredaran darah serta

pernafasan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama

sehingga menghasilkan perbaikan dan manfaat kepada tubuh

(Jayanti, 2013).
26

2.4.1.1.1Jump Rope

Jump rope adalah latihan olahraga yang

membutuhkan tali-tali kecil yang diayunkan secara

bersamaan, kemudian melompat seiring irama (Iqbal

& Gushendra, 2016). Lompat tali atau jump rope

adalah olahraga menggunakan bantuan tali yang

diputar atau digerakan sebagai rintangan dari

lompatan yang dilakukan dengan menggunakan kedua

tangan kita sebagai porosnya (Wardani & Mahendra,

2017).

Jump rope sudah dimainkan lama dengan program

yang tidak teratur dengan tujuan sekadar hiburan.

Loncat tali memungkinkan seseorang untuk melatih

koordinasi anggota badan (Nurudin, 2015). Jump rope

dalam pelaksanaannya hanya memerlukan ruangan

dan alat yang sederhana. Dianjurkan adanya

permukaan yang datar dan rata, sepatu yang ringan

dan lentur serta bantalan yang baik sehingga akan

mengurangi resiko terjadinya cedera. Jump rope yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah gerakan

meloncat ditempat dengan kedua kaki bersama–sama

dan kedua tangan memegang ujung tali untuk diputar

melewati atas kepala dan telapak kaki (Saputra, Yoda,


27

&Wahyuni, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan

Ozer et al (2011), latihan olahraga ini meningkatkan

kondisi fisik memiliki beberapa keuntungan lain

diantaranya dapat dilakukan dimanapun dan

kapanpun, dapat dilakukan oleh semua usia, serta

harga yang terjangkau.

2.4.1.1.2 Jogging

Jogging merupakan salah satu bentuk latihan olahraga

yang dilakukan dengan cara berlari kecil, dengan

kecepatan dibawah 11 km/jam yang bertujuan untuk

meningkatkan kebugaran(Purwanto, 2011). Jogging

merupakan salah satu latihan olahraga yang dapat

dilakukan untuk menjaga kesehatan. Jogging dapat

dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus, semua

orang dari segala usia dapat melakukan jogging, oleh

karena itu jogging termasuk salah satu latihan

olahraga yang paling banyak dilakukan (Ari, 2010).

Jogging juga dapat dilakukan kapanpun dan

dimanapun, salah satunya jogging dapat dilakukan

saat pagi atau malam hari. Jogging selain manfaat

yang sangat besar, jogging pada waktu pagi

bermanfaat diantaranya menguatkan jantung,


28

meningkatkan vitalitas tubuh, dan lain lain. Aktivitas

jogging terutama pagi hari tentu kebutuhan oksigen

akan menjadi banyak. Oksigen ini akan disalurkan ke

otak dan seluruh tubuh. Otak menjadi kaya akan

oksigen serta pikiran menjadi tenang dan nyaman.

Aktivitas jogging juga dapat dilakukan pada waktu

malam hari, jogging pada saat malam hari banyak

manfaat untuk kesehatan salah satunya untuk relaksasi

otak. Aktivitas fisik pada malam hari juga sangat baik

untuk pembentukan otot (Ari, 2010).

2.4.2 Dosis Latihan Olahraga

Menurut Kurniati (2015), Bentuk latihan olahraga harus memenuhi

prinsip FITT (Frequency, Intensity, Type, Time):

a. Frequency (Frekuensi)

Frekuensi menunjukkan pada jumlah latihan perminggu. untuk

menjaga kebugaran, olahraga harus dilakukan tiga sampai lima kali

tiap minggu.

b. Intensity (Intensitas)

Intensitas adalah ukuran berat atau ringan suatu beban yang harus

dikerjakan pada saat latihan berlangsung. olahraga aerobik sangat

dianjurkan untuk melakukan instensitas dalam berolahraga. Cara

menilai intensitas latihan olahraga dengan mengukur Heart Rate.

MHR (Maximum Hearth Rate) atau denyut jantung maksimum


29

adalah jumlah denyut maksimum yang dicapai jantung pada latihan

olahraga, karena tubuh merespons latihan meningkatkan maximum

ratenya jika olahraga cukup intens, MHR digunakan untuk

menentukan, mengontrol, dan memantau pelatihan. Rumus

menentukan MHR adalah 220 – umur (Rodriguez et al., 2016).

Penilaian intensitas latihan lainnya dapat menggunakan potensi

peningkatan HRR (Hearth Rate Reserve) atau denyut jantung

cadangan dan mengasumsikan bahwa HR istirahat mewakili

intensitas nol. Rumus menentukan HRR adalah MHR – HR resting

atau istirahat. (Panton et al., 1996).

c. Type (Tipe)

Tipe atau bentuk latihan menunjukkan pada ragam aktivitas fisik

yang dipilih untuk berlatih. Untuk pengembangan kebugaran

kardiorespirasi latihan harus bertipe aerobik, seperti jogging,

berenang, berjalan, atau bersepeda.

d. Time (Waktu)

Time menunjukkan pada beberapa lama latihan itu berlangsung.

Durasi dan intensitas saling berhubungan.

2.4.3 Manfaat Olahraga Aerobik

Olahraga termasuk olahraga aerobiksangat berperan peningkatan

kondisi fisik terutama pada sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh

darah), respirasi dan otot tubuh. Bila ketiga sistem tersebut terganggu
30

bisa menimbulkan keluhan. Peningkatan kapasitas sistem tersebut dapat

diupayakan dengan melakukan aktivitas fisik (Purwanto, 2011).

Menurut Palar, Wongkar & Ticoalu (2015), manfaat olahraga aerobik

adalah sebagai berikut:

a) Manfaat bagi jantung adalah jantung bertambah besar, sehingga daya

tampung lebih besar dan denyut nadi (stroke volume) menjadi

kuat.Hal ini terjadi karena saat latihan terjadi peningkatan tuntutan

oksigen di otot aktif menjadi meningkat, lebih banyak nutrisi

digunakan, dan proses metabolisme dipercepat. Terjadi respon,

seperti peningkatan kontraktilitas miokard, peningkatan curah

jantung yang juga berdampak pada tekanan darah sistolik meningkat,

peningkatan denyut jantung,

b) Manfaat bagi pembuluh darah adalah pembuluh darah bertambah

elastis karena berkurangnya timbunan lemak akibat cadangan lemak

lebih banyak dibakar. Efek positif pada keadaan tersebut membuat

kadar LDL (Low Density Lipoprotein) akan menurun, kadar HDL

atau High Density Lipoprotein meningkat, sehingga berat badan

relatif proporsional. Elastisitas pembuluh darah bertambah, karena

adanya penambahan kontraktilitas otot di dinding pembuluh darah.

c. Manfaat untuk paru adalah elastisitas paru bertambah, sehingga

kemampuan paru-paru untuk berkembang kempis menjadi

bertambah. Selain itu, jumlah alveoli yang aktif bertambah.


31

2.5 Uji Jalan 6 Menit

2.5.1 Pengertian Uji Jalan 6 Menit

Lipkin pertama kali memperkenalkan (6 Minute Walk Test) 6MWT

pada tahun 1986 sebagai cara sederhana atau metode praktis untuk

mengevaluasi fungsional kapasitas termasuk kapasitas fungsional paru.

6MWT dianggap sebagai cara yang dapat ditoleransi dengan baik oleh

pasien dibandingkan dengan uji jalan lainnya. 6MWT adalah tes yang

mudah dilakukan karena hanya membutuhkan lintasan kurang lebih 30

meter dengan permukaan rata, dan tidak membutuhkan peralatan

khusus atau teknisi terlatih (Ghofraniha et al., 2015).

Tes ini mengukur jarak orang berjalan di lintasan dalam waktu 6 menit,

secara bersamaan mengevaluasi semua sistem dan mekanisme yang

terlibat dalam latihan olahraga, termasuk pernapasan. Selain itu, 6MWT

mengukur tingkat kemampuan fungsional submaksimal. Pasien atau

peserta tes ini diizinkan untuk melakukan jalan sesuai intensitas mereka

sendiri dan berhenti untuk beristirahat di titik mana pun selama 6MWT

(Ghofraniha et al., 2015).

6MWT direkomendasikan sebagai uji yang untuk mengukur kapasitas

fungsional orang dewasa. kapasitas fungsional yang umum digunakan

untuk berbagai gangguan penyakit, baik itu kardiorespirasi,

muskuloskeletal atau bahkan neuromuskuler. Jarak berjalan kaki adalah


32

hasil utama dalam 6MWT. Ada beberapa instrumen yang dapat

digunakan untuk menganalisis 6MWT (Nusdwinuringtyas, 2018).

2.5.2 Faktor dan Kontraindikasi Uji Jalan 6 Menit

2.5.2.1 Faktor Uji Jalan 6 Menit

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi uji jalan 6 menit

sebagai berikut American Thoracic Society: Guidelines for the

Six-Minute Walk Test adalah (Anonim, 2002):

1. Faktor yang menyebabkan jarak 6MWT lebih pendek:

Tinggi badan rendah, usia lanjut, berat badan lebih, jenis

kelamin perempuan, penyakit paru-paru (penyakit paru

obstruktif kronik, asma, penyakit paru intersitital),

penyakitkardiovaskular (angina, infark mikardium, gagal

jantung kongestif, stroke), gangguan muskuloskeletal (radang

sendi, pengurangan massa otot).

2. Faktor yang menyebabkan jarak 6MWT lebih panjang:

Jenis kelamin laki-laki, tinggi badan lebih tinggi, motivasi

lebih tinggi saat melakukan uji, sudah melakukan 6MWT

sebelumnya, pengguna suplemen.

2.5.2.2 Kontraindikasi Uji Jalan 6 Menit

Kontraindikasi Uji jalan 6 menit adalah angina tidak stabil dan

infark miokard di bulan-bulan sebelumnya, angina stabil tidak

dianggap sebagai kontraindikasi absolut untuk 6MWT


33

sedangkan kontraindikasi lainnya adalah sebagai berikut

(Ghofraniha et al., 2015) :

1. Detak jantung dalam kondisi istirahat lebih dari 120 kali

semenit.

2. Tekanan darah sistolik ≥180 mmHg.

3. Tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

2.5.3 Borg Scale pada Uji Jalan 6 Menit

Peringkat Borg dari skala Perceived Exertion (RPE), dikembangkan

oleh peneliti Swedia Gunnar Borg, Borg Scale adalah alat penilaian

untuk mengukur upaya dan usaha seseorang, sesak napas dan kelelahan

selama kerja fisik danadi sangat relevan untuk kesehatan dan

keselamatan selama beraktivitas fisik. Borg scale memberikan ukuran

bagaimana sulit rasanya bahwa tubuh bekerja berdasarkan pada sensasi

fisik yang dialami subjek, termasuk peningkatan denyut jantung,

peningkatan pernapasan atau pernapasan laju, peningkatan keringat dan

kelelahan otot (Williams, 2017).

2.5.3.1 Kategori Borg Scale

Tabel 2. Borg Scale (Williams, 2017)


Borg RPE
Score Level of exertion
0 No exertion at all
0,5 Very, very slight
1 Very slight
2 Slight
3 Moderate
4 Somewhat severe
5 Severe
6
7 Very severe
8
9 Very, very severe
10 Maximal
34

2.6 Kerangka Teori

Latihan Olahraga Aerobik


( Jump Rope dan Jogging )

Sistem Sistem Sistem


Kardiovaskular Respirasi Muskuloskeletal

Faktor: Kapasitas Fungsional


Paru
1. Fungsi Paru&
Jantung
2. Jenis Kelamin
VO2 Max Paru
3. Hemoglobin
4. Umur
5. Suhu
6. Keadaan
Latihan

Keterangan:

:bagian yang diteliti

: mempengaruhi

Gambar 2. Kerangka Teori

(Ilmiyanto & Budiyanto, 2017; Pate, 1993; Pribadi, 2015; Purwanto, 2011)

2.7 Kerangka Konsep

Latihan olahraga Aerobik Kapasitas Fungsional Paru (nilai


(Jump Rope dan Jogging) VO2Max)

Gambar 3. Kerangka Konsep


35

2.8 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dalam

penelitian ini yakni :

H0: Tidak terdapat perbedaan nilai kapasitas fungsional paru terhadap

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang melakukan

latihan olahraga aerobik jump rope dan jogging.

H1: Terdapat perbedaan nilai kapasitas fungisonal paru terhadap mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang melakukan olahraga

aerobik jump rope dan jogging


36

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan rancangan RCT

(Randomized Controlled Trial) dengan jenis open trial yang berarti peneliti

dan sampel penelitian sama-sama mengetahui intervensi apa yang diberikan.

Uji desain RCT adalah uji coba dengan sampel dibagi menjadi dua kelompok

yaitu satu kelompok menerima intervensi (kelompok eksperimen) dan lainnya

sebagai pembanding atau kontrol. Kedua kelompok kemudian ditindaklanjuti

untuk melihat jika ada perbedaan di antara kedua kelompok dalam hasil

penelitian (Kendall, 2003).

RCT adalah desain penelitian yang umumnya digunakan dalam percobaan

satu atau lebih intervensi. Intervensi yang sedang diuji dialokasikan ke dua

atau lebih kelompok studi yang diikuti secara prospektif, hasil dicatat, dan

perbandingan dibuat antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Intervensi pada RCT dapat bersifat terapi atau preventif dan tidak harus

farmasi atau intervensi bedah.. (Bhide, Shah & Acharya, 2018).Sehingga

rancangan penelitian ekesperimen ini adalah:


37

X Kontrol

KK Output
Sample
Population R

KE Output

X Eksperimen

Gambar 4. Rancangan Desain Penelitian RCT (Kendall, 2003)

Keterangan:

R: Randomisasi

KK: Kelompok Kontrol

KE : Kelompok Eksperimen

X: Perlakuan atau Treatment

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober - November 2019

b. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu


38

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari (Sugiyono, 2012).

Populasi pada penelitian ini merupakan mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteiti. Dalam

penelitian ini menggunakan simple random sampling (secara acak).

Teknik pengambilan secara acak sehingga mahasiswa mempunyai

kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian eksperimental

ini. Menurut Supranto J (2000), untuk penelitian eksperimental secara

sederhana dapat dirumuskan menggunakan rumus berikut ini:

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan :

t = jumlah kelompok penelitian (2 eksperimen dan 1 kontrol)

r = sample

jika jumlah kelompok ada 3 kelompok, maka sampel tiap kelompok

dapat dihitung:

(3-1) (r-1) ≥ 15

3r – 3 – r +1 ≥ 15

2r ≥ 17

r ≥ 8,5

r≥9
39

Hasil yang didapatkan adalah 9 orang sampel per kelompok, untuk

mengatasi responden yang mengalami drop out jumlah sampel

ditambah 10% sehingga dapat dihitung:

Keterangan :

N: jumlah sampel

n: jumlah sampel setelah direvisi

f: perkiraan proporsi dropout (10%)

Jadi, dalam penelitian ini terdapat 1 kelompok kontrol dan 2 kelompok

eksperimen (kelompok jump ropedan kelompok jogging). Sehingga

total sampel pada penelitian ini minimal 30 orang.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. Mahasiswa aktif kategori umur remaja akhir 17-25 tahun.

2. Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki.

3. Tidak memiliki riwayat olahraga rutin dalam minimal 4 minggu

terakhir sebelum perlakuan.


40

4. Mahasiswa yang bersedia menjadi sampel penelitian melalui lembar

pesetujuan.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1.Mahasiswa yang tidak hadir dalam pengambilan data nilai VO2Max

2.Mahasiswa yang mengundurkan diri selama penelitian.

3.Mahasiswa yang tidak melakukan latihan selama 4 minggu

4.Mahasiswa yang memiliki kontraindikasi uji jalan 6 menit

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah latihan olahraga aerobik

jump rope dan jogging

3.5.2 Variabel Terikat

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah nilai VO2Max paru

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.


41

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
1. Kapasitas Kapasitas oksigen Mengukur Rumus hitung ml/kg/ Nume
Fungsional maksimal dalam tubuh mengguna kan tes nilai VO2 max menit rik
Paru yang digunakan jalan 6 menit (six berdasarkan jarak
aktivitas yang minute walking test) pada uji jalan 6
dinyatakan dalam nilai dengan lintasan mneit
VO2 max kurang lebih 30
meter meter bolak-
balik

2. Kelompok Mahasiswa yang Hasil log Log sheet latihan 1. kelompok Kateg
latihan melakukan aktivitas sheetlatihan olahraga latihan orik
aerobik olahraga yang olahraga olahraga
bergantung terhadap jump rope
ketersedian oksigen 2. kelompok
untuk membantu latihan
proses pembakaran olahraga
sumber energi aerobik
jogging

3. Kelompok Mahasiswa yang tidak Hasil follow Follow up 1. Kateg


kontrol melakukan latihan aktivitas aktivitas Kelompok orik
olahraga selama Kontrol
penelitian

4. MHR Maximum Hearth Rate Menghitung denyut Rumus hitung Jumlah Nume
(MHR) adalah nadi per menit (denyut nadi denyut nadi rik
jumlahdenyut maksimal – usia) per menit
maksimum yang
dicapai jantung pada
latihan olahraga
5. HHR Menghitung denyut Rumus hitung Jumlah Nume
HRR (Hearth Rate nadi per menit (denyut nadi denyut nadi rik
Reserve) adalah maksimal – per menit
penilaian menggunakan denyut nadi
potensi peningkatan istirahat)
atau denyut jantung
6. Borg Scale cadangan. Menilai sesuai tabel Tabel Borg Scale Angka pada Nume
Borg Scale tabel Borg rik
Borg Scale adalah alat Scale
penilaian untuk
mengukur upaya dan
usaha seseorang, sesak
napas dan kelelahan
selama selama
beraktivitas fisik
42

3.7 Prosedur dan Alur Penelitian

3.7.1 Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui

perbedaan nilai kapasitas fungsional paru yang dinyatakan dalam

VO2Max pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

yang melakukan latihan olahraga aerobik jump rop edan jogging.

Sebelum sampel dimasukkan ke dalam kelompok sampel mengisi

lembar informed consent. Kemudian sampel dipilih secara acak dan

dimasukkan ke dalam 2 kelompok yaitu, kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol.

Kelompok eksperimen akan melakukanlatihan olahraga aerobik jump

ropedan jogging secara individual sesuai keuntungan dari latihan

olahraga aerobik yaitu dapat dilakukan kapan dan dimana dan sampel

akan mencatatkan aktivitas latihan olahraganya pada log sheetlatihan

olahraga yang dilakukan dan di follow up setiap hari sedangkan

kelompok kontrol tidak melakukan latihan olahraga.

Pada penelitian ini subjek melakukan dosis latihan yang dilakukan

yaitu:

-Dosis latihan jogging (Flynnet al.,2018):

F(Frequency): 2 kali seminggu

I((Intensity): 40%-90% HRR

T(Time):30 menit

T(Type): Aerobik
43

-Dosis latihan jump rope (Lee, 2010):

F(Frequency): 4 kali seminggu

I((Intensity): 70%-75% MHR

T(Time): 5 menit

T(Type): Aerobik

Setelah 4 minggu (30 hari) sampel melakukan latihan individu menurut

dosis yang ditetapkan, selanjutnya akan dilakukan pengukuran nilai

VO2Max paru sampel dengan menggunakan tes jalan 6 menit. Prosedur

tes jalan 6 menit menurut ATS Statement: Guidelines for the Six-Minute

Walk Test adalah (Anonim, 2002):

a. Persiapan tes jalan 6 menit

1. Lokasi 6MWT

6MWT harus dilakukan di lintasan panjang, datar, lurus, dengan

lintasan permukaan keras yang jarang dilalui. Jika cuaca nyaman,

tes ini dapat dilakukan di luar ruangan. Lintasan 15 meter bolak

balik menjadi 30 meter.

2. Peralatan

1. Alat penghitung waktu atau stopwatch

2. Penghitung putaran mekanis dan alat ukur

3. Dua kerucut kecil atau penanda untuk menandai titik-titik

perubahan haluan atau putaran

4. Kursi yang dapat dengan mudah dipindahkan di sepanjang jalur

jalan kaki
44

5. Lembar kerja

6. Tabung oksigen

3. Persiapan Peserta

1. Pakaian yang nyaman harus dipakai.

2. Sepatu yang tepat untuk berjalan harus dikenakan.

3. Makanan ringan dapat dikonsumsi sebelum tes

4. Pasien seharusnya tidak berlatihan olahraga berat 2 jam

sebelum memulai tes.

b. Pengukuran

1. Pengukuran dilakukan bergiliran per kelompok untuk semua

sampel.

2. Periode "pemanasan" sebelum tes tidak boleh dilakukan.

3. Pasien harus duduk diam dan tidak melakukan aktivitas berlebihan

setidaknya 10 menit sebelum tes.

4. Mengukur dan mencatat detak jantung awal.

5. Minta pasien berdiri.

6. Atur penghitung waktu 6 menit. Pasang semua peralatan yang

diperlukan .

7. Instruksikan pasien sesuai panduanATS Six Minutes Walking Test

8. Mulai berjalan dan timer juga dimulai hitung.

9. Tidak berbicara dengan siapa pun selama berjalan. Awasi pasien.

Jangan terganggu dan salah menghitungan putaran. Setiap kali

peserta kembali garis, gunakan penghitung putaran sekali atau

tandai putaran itu di lembar kerja.


45

10. Catat ada tidaknya kelelahan.

11. Catat jumlah putaran.

12. Catat jarak tambahan yang dicakup (meter).

13. Ucapkan selamat kepada pasien atas upaya yang baik dan segera

tawarkan minuman.

c. Perhitungan Nilai VO2Max Menggunakan tes jalan 6 menit

menghitung nilai VO2Max berdasarkan hasil jarak dari 6 Minutes

Walking Test dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini

(Cahalin et al., 1996): VO2Max = (0,03 x panjang jarak yang

ditempuh(m)) + 3,98 (ml/Kg/menit)


46

3.7.2 Alur penelitian

Pembuatan Proposal

Informed Consent pada Sampel


Penelitian

Diplih Secara Acak dan Dimasukkan Ke


Kelompok Penelitian

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Kelompok Latihan Olahraga


Jump Rope dan Kelompok
Latihan Olahraga Jogging

Melakukan Prosedur Penelitian

Pencatatan Hasil

Input data

Analisis data

Interpretasi Hasil Penelitian

Gambar 5. Alur Penelitian


47

3.8 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian diuji analisis statistik menggunakan

aplikasi pengolah data SPSS 25. Data yang diperoleh diuji normalitasnya

dengan uji Shapiro-Wilkdan uji homogenitas Levene. dilanjutkan dengn uji

One Way ANOVA (uji hipotesis komparatif) kemudian dilanjutkan uji Post

Hoc untuk perbandingan antar kelompok.

3.9 Ethical Clearance

Etika dalam penelitian ini telah diajukan ke komisi etik FakultasKedokteran

Penelitian Kesehatan Universitas Lampung dan mendapatkan izin dengan

nomor 3035/UN26.18/PP.05.02.00/2019
48

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah melewati kaji etik dan mendapatkan izin dari Komisi

Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

dengan nomor 3035/UN26.18/PP.05.02.00/2019. Penelitian ini termasuk

penelitian eksperimen dengan intervensi selama 4 minggu mulai dari tanggal

21 Oktober 2019- 17 November 2019 dengan kelompok intervesi berupa

kelompok jogging dan jump rope dan kelompok pembanding yaitu

kelompok kontrol. Pengambilan data hasil penelitian dilakukan pada hari

Minggu 17 November 2019 dan berlokasi di lingkungan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dengan sampel berjumlah 35 orang.

Penelitian menggunakan metode RCT, dengan sampel dirandomisasi dan

dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu kelompok menerima intervensi

(kelompok eksperimen) dan lainnya sebagai pembanding atau kontrol.

Kedua kelompok kemudian ditindaklanjuti dan dilihat nilai output untuk

melihat jika ada perbedaan di antara kedua kelompok dalam hasil penelitian.

Setelah dilakukan intervensi atau perlakuan pada subjek selama 4 minggu

maka dilakukan penilaian output menggunakan uji jalan 6 menit dengan


49

menghitung jarak tempuh pada uji jalan dikonversi menjadi nilai VO2Max

dengan menggunakan rumus dan hasil nilai pada setiap kelompok dapat

dilihat padatabel 4.

Tabel 4. Nilai VO2Max pada Uji Jalan 6 Menit


No Nilai VO2 Max (ml/kgbb/menit)
Jump Rope Jogging Kontrol
1. 27,0 24,3 23,8
2. 25,2 29,3 21,8
3. 25,3 28,8 20,9
4. 27,7 25,0 19,8
5. 27,9 29,3 19,7
6. 28,6 26,3 21,5
7. 28,0 27,4 22,7
8. 29,6 27,3 22,4
9. 28,8 24,5 26,0
10. 28,3 24,7 21,1
11 27,1 22,9 21,5
12 - 28,7 18,7

Dari hasil pemeriksaan nilai VO2Max pada sampel maka uji analisis

pertama yang akan dilakukan adalah uji normalitas distribusi data dengan

menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kurang

dari 50 subjek.

Tabel 5.Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk


Kelompok P

Jump Rope 0,376


Jogging 0,241
Kontrol 0,731

Berdasarkan hasil uji normalitas Shapiro-Wilk pada tabel 5menunjukkan

bahwa pada kelompok jump rope, jogging, dan kontrol memiliki hasil data

yang terdistribusi normal p>0,05 dengan nilai jump rope p=0,376 dan nilai

jogging p=0,241 dan nilai kontrol p=0,731. Uji normalitas menunjukkan

bahwa data telah terdistribusi normal dan selanjutnya peneliti akan


50

melakukan uji homogenitas data untuk memastikan uji One Way Anova

dapat dilakukan. Uji homogenitas nilai VO2Max ditunjukkan pada tabel 6.

Tabel 6.Hasil Uji Homogenitas


Uji Homogenitas P
Nilai VO2 Max 0,147

Uji homogenitas nilai VO2Max pada kelompok penelitian ini menunjukkan

semua data adalah homogen dengan nilai p>0,05 yaitu sebesar p=0,147.

Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan hasil normal dan

homogen sehingga dilanjutkan dengan uji parametrik One Way Anova yang

hasilnya ditunjukkan pada tabel 7.

Tabel 7.Hasil Uji One Way Anova


Uji One Way Anova N P
Nilai VO2Max 35 0,000

Berdasarkan hasil uji parametrik One Way Anova, terdapat perbedaan yang

bermakna terhadap nilai VO2Max padakelompok jump rope, jogging, dan

kontrol p<0,05 yaitu sebesar p=0,000. Tahap selanjutnya dilakukan posthoc

Bonferroni untuk mengetahui perbandingan antar kelompok penelitian.Hasil

uji posthoc Bonferronipada ketiga kelompok dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.Perbandingan Nilai VO2 Max antar Kelompok


Kelompok Kelompok P
Jump Rope Jogging 0,585
Kontrol 0,000
Jogging Jump Rope 0,585
Kontrol 0,000
Kontrol Jump Rope 0,000
Jogging 0,000

Hasil uji post hoc Bonferroni, kelompok jump rope dan kelompokjogging

menghasilkan nilai p>0,05 yaitu sebesar p=0,585. Hal ini menunjukkan


51

bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok

jump rope dan jogging sehingga hal ini menunjukan bahwa hasil uji adalah

menolak H1 dan menerima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan

bermakna nilai rata-rata VO2Max kelompok jogging dan jump rope. Nilai

rata-rata nilai VO2Max kelompok Kelompok jump rope dan kelompok

kontrol menunjukkan adanya perbedaan bermakna secara statistik dengan

nilai p<0,05 yaitu masing-masing p=0,000. Kelompok jogging dan

kelompok kontrol menghasilkan nilai p<0,05 yaitu sebesar p=0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara

kelompok jogging dan kelompok kontrol .

4.2. Pembahasan

Pada awal penelitian peneliti mendapatkan subjek penelitian terinklusi

berjumlah 51 orang mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung yang bersedia menjadi subjek penelitian melalui lembar

persetujuan, berjenis kelamin laki-laki, memiliki umur berkisar 17-25 tahun,

tidak memiliki riwayat olahraga ruitn minimal 4 minggu terakhir sebelum

penelitian dimulai. Subjek kemudian dirandomisasi dimasukkan ke 3

kelompok penelitian dengan jumlah 17 orang subjek masuk ke kelompok

jump rope, 17 orang subjek masuk ke kelompok jogging, dan 17 orang

subjek masuk ke kelompok kontrol.

Pada penelitian ini subjek yang dapat mengikuti uji jalan 6 menit sebagai

pengambialn data dalam proses penelitian ini sebanyak 35 subjek dari 51


52

subjek di awal penelitian. Terdapat subjek yang dieksklusi sebanyak 5

subjek pada kelompok jogging karena tidak melakukan latihan rutin. Pada

kelompok jump rope terdapat 5 subjek yang tidak melakukan latihan rutin

dan 1 subjek tidak hadir dalam uji jalan 6 menit. Pada kelompok kontrol

terdapat 5 subjek yang tidak hadir dalam uji jalan 6 menit yang sudah

dijadwalkan. Sehingga tersisa 12 subjek pada kelompok jogging, 11 subjek

kelompok jump rope, dan 12 subjek pada kelompok kontrol.

Penelitian dengan intervensi latihan yang dilakukan subjek dilakukan

kelompok perlakuan mulai tanggal 21 Oktober 2019 - 17 November

2019yaitu selama 4 minggu atau 1 bulan. Dosis latihan jogging (Flynn et

al.,2018): Frequency: 2 kali seminggu, Intensity: 40%-90% HRR, Time: 30

menit, Type: Aerobik. Dosis latihan jump rope (Lee, 2010): Frequency: 4

kali seminggu, Intensity: 70%-75% MHR, Time: 5 menit, Type:

Aerobik.Selama proses penelitian subjek penelitian dapat di eksklusi yang

tidak hadir dalam pengambilan data uji jalan 6 menit, mahasiswa yang

mengundurkan diri selama penelitian berlangsung, mahasiswa yang tidak

melakukan latihan selama 4 minggu, mahasiswa yang memiliki

kontraindikasi uji jalan 6 menit.

Pengambilan data VO2Max dengan uji jalan 6 menit dilakukan tanggal 17

November 2019 dengan menggunakan lintasan jalan 15 meter yang terdapat

di kawasan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sebelum melakukan

uji jalan 6 menit, peneliti diawal memastikan subjek tidak memiliki


53

kontraindikasi uji jalan 6 menit yang berupa (Ghofraniha et al., 2015):

Detak jantung dalam kondisi istirahat lebih dari 120 kali semenit. Tekanan

darah sistolik ≥180 mmHg, dan tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

Pemeriksaan sebelum dan sesudah pada uji jalan 6 menit ini berupa tekanan

darah, denyut nadi, borg scale, saturasi oksigen. Uji jalan 6 menit ini juga

memperhatikan apakah subjek berhenti atau istirahat sebelum 6 menit dan

apakah subjek memerlukan pemberian oksigen selama tes serta gejala

selama uji tes berlangsung.

Hasil yang dinilai dalam uji jalan 6 menit pada penelitian ini adalah jarak

dalam meter yang ditempuh subjek selama 6 menit. Hasil jarak dari 6

Minutes Walking Test dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini

Cahalin et al., (1996) : VO2Max = (0,03 x panjang jarak yang ditempuh(m))

+ 3,98 (ml/kg/menit).Hasil VO2 Max yang didapat dari hasil uji jalan 6

menit pada penelitian ini berupa pada kelompok jump rope didapatkan

rerata VO2Max sebesar 27,5 ml/kgbb/menit dengan jarak rerata ± 784 meter.

Kelompok jogging didapatkan rerata VO2Max didapatkan sebesar 26,5

ml/kgbb/menit dengan jarak rerata 750 meter. Kelompok kontrol

didapatkan rerata VO2Max sebesar 21,6ml/kgbb/menit dengan jarak rerata ±

587,3 meter.

MET digunakan sebagai metode untuk menunjukkan dan membandingkan

absolut intensitas dan pengeluaran energi untuk berbagai aktivitas fisik

(Ravagnani et al., 2013). Penentuan intensitas aktivitas fisik secara akurat


54

yang juga dinyatakan dalam kaitannya dengan pengeluaran energi.

Intensitas biasanya ditentukan oleh persentase dari VO2Max atau dari detak

jantung maksimum, skala aktivitas yang dirasakan dan metabolisme yang

setara atau MET. Satu metabolik ekuivalen didefinisikan sebagai jumlah

oksigen yang dikonsumsi saat istirahat dan sama dengan 3,5 ml O2

ml/kgbb/min. Konsep MET mewakili prosedur yang sederhana, praktis, dan

mudah dipahami untuk mengekspresikan energi dari aktivitas fisik sebagai

kelipatan laju metabolisme istirahat. (Jette, Sidney & Blumchen, 1990).

Secara klinis hasil VO2Max pada penelitian ini yang didapatkan jika

dikonversi ke dalam MET menurut Allinia (2006), untuk kelompok jump

rope sebesar 7,8 MET, kelompok jogging sebesar 7,5 MET dan kelompok

kontrol sebesar6.1 MET. Kelompok jogging dan jump rope termasuk dalam

kategori MET very heavy (sangat berat) sedangkan kelompok kontrol pada

penelitian ini masuk ketegori MET level heavy (berat) sehingga terliha level

MET kelompok jump rope dan jogging lebih tinggi daripada MET pada

kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil uji parametrik One Way Anova, terdapat perbedaan yang

bermakna secara statistik terhadap nilai VO2Max pada pada kelompok

penelitian dengan nilai p<0,05 yaitu sebesar p=0,000. Hal ini menunjukan

bahwa hasil uji adalah menerima H1 yang berarti bahwa ada perbedaan nilai

rata-rata VO2Max kelompok. Hasil uji post hoc Bonferroni, kelompok jump

rope dan kelompok jogging menghasilkan nilai p>0,05 yaitu sebesar 0,585.
55

Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna secara

statistik antara kelompok jump rope dan joggingkarena kelompok ini

melakukan latihan olahraga.Kelompok perlakuan melakukan latihan aerobik

berupa latihan jogging dan jump rope yang dapat menstimulasi peningkatan

karena mneurut Latihan olahraga fisik dapat meningkatkan nilai VO2Max

tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik.

(Ninzar,2018). Kelompok jump rope dan kelompok kontrol menunjukkan

adanya perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p<0,05 yaitu

masing-masing p=0,000. Kelompok jogging dan kelompok kontrol

menghasilkan nilai p<0,05 yaitu sebesar p=0,000. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok

jogging dan kelompok kontrol .

Ada hubungan antaralatihan olahraga, kebugaran, dan kesehatan tubuh.

Kebutuhan oksigen maupun sumber energi juga akan meningkat sesuai kerja

yang dilakukan seperti kerja jantung, sirkulasi maupun sistem pernafasan

akan meningkat sesuai dengan kebutuhan sehingga. Apabila aktivitas latihan

olahraga termasuk olahraga aerobik dilakukan terus menerus, teratur dan

terukur maka organel yang ada didalam otot mioglobin maupun sistem

enzim untuk penyediaan energi dan sistem transport oksigen intraseluler

akan meningkat (Yunitasari, Quraniati & Arunia, 2009).Latihan fisik akan

menyebabkan beberapa perubahan dalam tubuh, seperti kadar oksigen

dalam darah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh latihan

fisik terhadap peningkatan saturasi (Simajuntak, Engka & Marunduh, 2016).


56

Latihan olahraga juga berpengaruh terahdap tekanan darah diakibatkan

karena pada saat beraktivitas sel tubuh memerlukan pasokan O2 yang

banyak akibat dari metabolisme sel yang bekerja semakin cepat pula dalam

menghasilkan energi. (Handayani, Lintong & Rumampuk, 2016). Oksigen

(O2) sendiri adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses

metabolisme. Oksigen diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi

energi yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti

aktivitas fisik, penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh,

pemulihan kondisi tubuh, juga penghancuran beberapa racun sisa

metabolisme (Sepriani, 2017). Sedangkan menurut Nikmawati (2008),

Oksigen diperlukan sel untuk mengubah glukosa menjadi energi yang

dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas fisik,

penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh, pemulihan kondisi

tubuh, dan menghancurkan beberapa racun sisa metabolisme. Kekurangan

oksigen dapat menyebabkan metabolisme berlangsung tidak sempurna.

Akibatnya, tubuh terasa lelah, pegal-pegal, dan mudah terserang penyakit.

Sehingga pentingnya memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh

berpengaruh terhadap aktivitas manusia sehari-hari.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok

latihan jump rope dan jogging tetapi terdapat perbedaan bermakna antara

kelompok latihan olahraga dengan kelompok kontrol sehingga pada

penelitian ini latihan jump rope dan jogging dinilai dapat meningkatkan

kapsitas fungsional paru terhadap nilai VO2Max mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyarankan agar :

1. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian nilai VO2Max dengan

jenis latihan olahraga yang lain.

2. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada kelompok subjek

yang lain seperti lansia, dan lain-lain.

3. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan dosis latihan

yang berbeda dan jangka waktu yang berbeda dari penelitian ini.
58

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. ATS statement: guidelines for six minute walk test dalam
american thoracic society. American Journal of Respiratory and Critical Care
Medicine . 166(1):111-117.

Allina Health System, 2006. Helping Your Heart, third edition. Allina Health
System Press.

Arthanty A, Lufthansa L. 2017. Pengaruh latihan lari 15 menit terhadap


kemampuan VO2 max. Jendela Olahraga. 2(2):9-19.

Ari R. 2010. manfaat jogging bagi kesehatan manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. 2014. Penyajian data dan informasi dan keolahragaan
Tahun 2014. Jakarta: Kemenpora RI.

Bakhtiar A, Amran WS. 2016. Faal paru statis. Jurnal Respirasi (JR). 2(3):91-98.

Berawi KN, Fiana DN, Putri A. 2014. The effect of aerobic exercise to fast blood
glucose level in aerobic participants at sonia fitness center.Medical Journal of
Lampung University. 3(5): 36-43.

Bhide S, Shah PS, Acharya G. S. 2018. A simplified guide to randomized


controlled trial. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 97(4):380-
387.

Bucher CA. 1983. Foundations of physical education & sport, Ninth Edition.
USA: The C.V. Mosby Company.

Budi MFS, Sugiharto. 2015. Circuit training dengan rasio 1:1 dan rasio 1:2
terhadap peningkatan VO2 max. Journal of Sport Sciences and Fitness.
4(3):53-59.

Byrne NM, Hills AP, Hunter GR, Weinster RL, & Schutz Y. 2005. Metabolic
equivalent: one size does not fit all. The American Physiological Society.
99(3): 1112-1119.
59

Cahalin LP, Mathier MA, Semigran MJ, Dec GW, & Disalvo T G. 1996. The six-
minute walk test predicts peak oxygen uptake and survival in patients
with advanced heart failure. Chest. 110(2):325–332.

Dwijayanti K. 2015. Perbedaan pengaruh latihan senam cerdas bugar Indonesia


(sbci) 2013 dan senam aerobik terhadap peningkatan kesegaran jasmani siswa
putri kelas XI SMK Negeri 6 Surakarta tahun pelajaran 2015/2016. Jurnal
Ilmiah PENJAS. 2(1):14-31

Evelyn C.P. 2016. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia.

Flynn S, Jellium L, Moser A, Howard J, Henderson S, Collins C, West A, Mathis


D. 2018. Walking and jogging for fitness. Georgia : Nursing and Health
Science Open Textbooks.

Ghofrniha L, Sani DZ, Vakulian F, Khajedalooyi M, Arabshahi ZJ. 2015. The six
minute walk test (6mwt) for the evaluation pulmonary diseases. Journal of
Cardio-Thoracic Medicine. 3(2):284-287.

Guyton AC, Hall JE. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Jakarta:
EGC.

Handayani G, Lintong F, Rumampuk JF. 2016. Pengaruh aktivitas berlari


terhadap tekanan darah dan suhu pada pria dewasa normal. Jurnal e-
Biomedik. 4(1): 1-5.

Ilmiyanto F, Budiwanto S. 2017. Perbedaan pengaruh antara metode latihan


fartlek dan metode latihan continuous tempo running terhadap peningkatan
daya tahan kardiovaskular peserta latihn lari jarak jauh. Indonesia
Performance Journal. 1(2):91-97.

Indrayana B, Yuliawan E. 2019. Penyuluhan pentingnya peningkatan vo2 max


guna meningkatkan kondisi fisik pemain sepakbola Fortuna FC Kecamatan
Rantau Rasau. Jurnal Ilmiah Sport Coaching And Education. 3(1):41-50.

Iqbal R, Gushendra W. 2016. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik dan skipping


terhadap power otot tungkai pada pemain bola basket. Jurnal Ilmiah PENJAS.
2(2):57-76.

Jayanti KD. 2013. Pengaruh intensitas latihan senam aerobik high impact, low
impact, dan mix impact terhadap physical effeciency index ditinjau dari
denyut nadi istirahat. Jurnal Ilmiah PENJAS. 1(2):19-36.

Jette M, Sidney K, Blumchen G. 1990. Metabolic equivalents (METS) in exercise


testing, exercise prescription, and ecaluation of functional capacity. Clin
Cardiol. 13(8): 555-65.
60

Kendall JM. 2003. Designing a research project: randomised controlled trial and
their principles. Emerg Med J. 20(2):164-168

Kumarudin A. 2013. Pengaruh latihan aerobik terhadap peningkatan volume


oksigen maksimal (vo2max) pada remaja usia 18-20 tahun [skripsi].
Surakarta: Univeritas Muhammadiyah Surakarta.

Kurniati , R. 2015. Pengaruh olahraga aerobik terhadap kesejahteraan psikologis


remaja putri. Motion. 6(2):198-210.

Kurniawan AW. 2010. Survei kapasitas vo2 max siswa kelas V sekolah dasar
Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang
[skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Laitupa AA, Amin M. 2016. Ventilasi dan perfusi serta hubungan antara ventilasi
dan perfusi. Jurnal Respirasi (JR). 2(1): 29-34.

Lee, B. 2010. Jump rope training: the complete system for fitness and
performance. 2nd ed. America: Human Kinetics.

Lismadiana. 2012. Peranan olahraga terhadap kapasitas kardiorespi. Jurnal


Olahraga Prestasi (JORPRES). 8(2): 108-122.

Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. 2014. Clinically oriented anatomy. 7th ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Mubarok H , Rahayu S, Hidayah T. 2015. Analisis profil tingkat kesegaran


jasmani pemain futsal ANKER FC tahun 2014. Journal of Sport Sciences and
Fitness. 4(3):48-52.

Nikmawati EE. 2008. Pentingnya Air Dan Oksigen Bagi Kesehatan Tubuh
Manusia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Ninzar K. 2018. Tingkat daya tahan aerobik (vo2 max) pada anggota tim futsal
siba Palembang. Jurnal Mitra Pendidikan. 2(8): 738-749

Noorhasanah E. 2017. Perbedaan pengaruh aktivita latihan aerobik ringan dan


sedang terhadap kadar sitokin proinflamasi tumor necrosis factor (TNF-α)
pada remaja. Caring Nursing Jurnal. 1 (1):21-28.

Nusdwinuringtyas N. 2018. Nilai acuan jarak tempuh uji jalan 6 menit pada
populasi Indonesia (Mongoloid). J Indon Med Assoc. 68(8):389-394.

Ozer D, Duzgun I, Baltaci G, Karacan S, Colakoglu F. 2011. The effects of rope


or weighted rope jump training on strength, coordination and proprioception
in adolescent female volleyball players. The Journal Of Sports Medicine And
Physical Fitness. 51(2):211-219.
61

Palar CM, Wongkar D, Ticoalu SHR. 2015. Manfaat latihan olahraga aerobik
terhadap kebugaran fisik manusia. Jurnal e-Biomedik. 3(1):316-321.

Panton LB, Graves JE, Pallock ML, Garzarella L, Carroll JF, Leggett SH,
Lowenthal DT, Guillen GJ. 1996. Relative heart rate, hearth rate reserve, and
VO2 during submaximal exercise in the eldery. Journal of Gerontology:
Medical Sciences. 51(4): 165-171.

Paulsen F, Waschke J. 2014. Sobotta atlas anatomi manusia : anatomi umum dan
muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Pane BS. 2015. Peranan olahraga dalam meningkatkan kesehatan. Jurnal


Pengabdian Kepada Masyarakat. 21(79):1-4.

Pate RR, Mc. Clenaghan B. & Rocella R, 1993. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan
Alih Bahasa Kasiyo Dwijowinoto. Semarang : IKIP Semarang Press.

Prasetyo Y. 2013 Kesadaran masyarakat berolahraga untuk peningkatan kesehatan


dan pembangunan nasional. MEDIKORA . 11 (2) : 219-228.

Pribadi A. 2015. Pelatihan aerobik untuk kebugaran paru jantung bagi lansia.
Jurnal Olahraga Prestasi. 11(2):64-76.

Purwanto. 2011. Dampak senam aerobik terhadap daya tahan tubuh dan penyakit.
Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. 1(1):1-9.

Putri NNH, Sukohar A, Setiawan G. 2017. Potensi terapi herbal yang menjanjikan
untuk mengatasi kelelahan. Medula. 7(5):106-112.

Rahmad HA. 2016. Pengaruh penerapan daya tahan kardiovaskular (vo2 max)
dalam permainan sepakbola PS Bina Utama. Jurnal Currucula. 1(2):1-10.

Ravagnani-Coelhoo CF, Melo FCL. Ravagnani FCP, Burini FHP, Burini RC.
2013. Estimation of the metabolic equivalent (MET) of an exercise protocol
based on indirect calorimetry.

Rodrigues AN, Perez, AJ, Carletti, L, Bissoli NS , Abreu GR. 2006. Maximum
oxygen uptake in adolescents as measured by cardiopulmonary exercise
testing: a classification proposal. Jornal de Pediatria. 82(6):426–430.

Rodriguez JP, Morales LB, Martin TJ, Ascanio JM, Serrato DN, Gonzales GR.
2016. Predictive equations for maximum hearth rate. Myth or reality. Revista
Mexicna de Cardiologia. 27(4): 156-165.

Salman E. 2018. Kontribusi vo2 max terhadap kemampuan renang gaya dada 200
meter. Jurnal Gelanggang Olahraga. 1(2):21-31.
62

Saminan. 2012. Pertukaran udara O2 dan CO2 dalam pernapasan. Jurnal


Kedokteran Syiah Kuala. 12(2):122-126.

Saputra IW, Yoda IK, Wahyuni NP. 2016. Pengaruh repetition sprint dan skipping
rope terhadap power otot tungkai ekstrakulikuler bola voli. E-journal IKOR
Universitas Pendidikan Ganesha. 1:1-12.

Sepriani R. 2017. Pengaruh Pemberian Minuman beroksigen terhadap


kemampuan volume oksigen maksmial (VO2 Maks). Jurnal Menssana. 2(2):
89-98.

Setiawan MA. 2017. Perbandingan pengaruh antara senam aerobik low imoact
dengan jogging terhadap persentase lemak tubuh. Jurnal Pendidikan
UNSIKA. 5(1):64-70.

Sherwood L.2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC

Simanjuntak RH, Engka JN, Marunduh SR. 2016. Pengaruh latihan fisik akut
terhadap saturasi oksigen pada pemain basket mahasiswa fakultas kedokteran
unsrat. Jurnal e-Biomedik. 4(1): 20-24.

Soeharto. 2010. Penyakit jantung koroner dan serangan jantung, pencegahan


penyembuhan rehabilitas, panduan bagi masyarakat umum. Jakarta: PT.
Gramedia Putaka Utama.

Stefy G, Kurniawan A. 2016. Pengaruh aerobic exercise terhadap psychological


well-being pada mahasiswa dengan beban akademik tinggi. Jurnal Psikologi
Industri dan Organisasi. 5(1):1-11.

Strath SJ, Kaminsky LA, Ainsworth BE, Ekelund U, Freedson PS, Gary RA,
Richardson CR, Smith DT, Swartz AM. Guide to the assessment of physical
activity: Clinical and research applications: a scienctific statement from the
American Hearth Association. Circulation. 128(20): 2259-2279.

Supranto J. 2000. Teknik sampling untuk survei dan eksperimen. Jakarta: Penerbit
PT Rineka Cipta.

Tortora GJ, Derrickson B. 2014. Principles of Anatomy & Physiology 14th


Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Wagner PD, Powell FL, West JB. 2010. Ventilation, blood flow, and gas
exchange. In: Murray and Nadel’s Textbook of respiratory medicine. 5th
edition. Philadelphia: Saunders.

Wardani GD, Mahendra A. 2017. Perbandingan pengaruh aktivitas engklek


dengan aktivitas lompat tali terhadap kemampuan lompat jauh. Journal of
Teaching Education in Elementary School. 1(1): 1-13.
63

Warni H, Arifin R, Bastian RA. 2017. Pengaruh latihan daya tahan (endurance)
terhdapat peningkatan vo2max pemain sepakbola. Multilateral: Jurnal
Pendidiakn Jasmani dan Olahraga. 16(2):121-126.

Williams N. 2017. The borg rating of perceived exertion (RPE) scale.


Occupational Medicine. 67(5): 404-405

Yunitasari E, Quraniati N, Arunia I. 2009. Efektifitas senam aerobik dan yoga


dalam meningkatkan daya tahan kardiorespirasi wanita pekerja. Jurnal Ners.
4(1):43-49.

You might also like