You are on page 1of 15

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No.

4 Oktober 2020

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL


TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN JOHOR TAHUN 2019

PLORA NOVITA FEBRINA SINAGA


STIKES MITRA HUSADA MEDAN

ABSTRACT
Normal hemoglobin levels generally differ in both men and women. According to the WHO normal hemoglobin levels in adult
women 12.0 gr/dl, adult males 13.0 gr/dl, pregnant women 11.0 gr/dl. The prevalence of anemia is estimated to be about 14
percent in developed countries and 51 percent of developing countries (Vanamala, et al, 2018). In 2011, the prevalence of
anemia in pregnant women was 29 percent and pregnant women aged 15-49 were 38 percent. The World Health
Organization (WHO) is targeting a 50 percent decrease in the prevalence of anemia in WUS by 2025 (WHA, 2015). Anemia
in pregnant women is a problem that needs to be taken seriously, because it has a bad impact on the fetus, the labor
process and postpartum period. Fe tablets have been given to prevent anemia but the prevalence of anemia until now is still
high. Maternal Mortality Rate (AKI) and Infant Mortality Rate (AKB). Morbidity and perinatal maternal mortality are still high in
developing countries. According to a 2014 World Health Organization (WHO) report, the world maternal mortality rate is
289,000. The number of maternal deaths decreased from 385 in 1990 to 216 in 2015 per 100,000 live births. The World
Health Organization (WHO) estimates 800 women die every day from pregnancy complications and the birth process. About
99% of all maternal deaths occur in developing countries. About 80% of maternal deaths are due to increased complications
during pregnancy, childbirth and after childbirth (WHO, 2014)

Keywords : Anemia, Pregnant Women

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu indikator pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan SDGs adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB). Morbiditas dan mortalitas maternal perinatal masih tinggi di negara berkembang. Menurut
laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Jumlah
kematian ibu menurun dari 385 pada tahun 1990 menjadi 216 pada tahun 2015 per 100.000 kelahiran hidup. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses
kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di Negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan
akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan (WHO, 2014). Data dari Kemenkes
(2015) menunjukkan bahwa angka kematian maternal di Indonesia tahun 2015 sebesar 305/100.000 kelahiran hidup dan
angka ini mengalami penurunan dari 359/100.000 kelahiran hidup di tahun 2012 (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). Dalam
RPJMN 2014-2019, pemerintah menargetkan penurunan AKI dari 205/100.000 kelahiran menjadi 276/100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan AKB mengalami penurunan dari tahun 2012 yatu 32/1000 KH menjadi 22/1000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung obstetrik kematian ibu yaitu kematian ibu yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan
dan nifas seperti hipertensi dalam kehamilan (32%), komplikasi puerperium (31%), perdarahan postpartum (20%), abortus
(4%) dan partus lama (1%). Kematian ibu yang disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian ibu yang
disebabkan oleh penyakit seperti anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2015). Tingginya angka
kematian ibu berkaitan erat dengan anemia pada kehamilan. Kehamilan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan
hasil konsepsi (janin dan plasenta) di dalam uterus hingga menjelang persalinan. Masa kehamilan mengalami perubahan
fisik, sosial dan mental yang bersifat alami dan mempengaruhi kehidupannya. Setiap ibu hamil harus memiliki nutrisi yang
cukup dan bergizi selama kehamilan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan si janin. Ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi pada masa kehamilan seperti kurang asupan zat besi, maka akan menimbulkan dampak buruk pada ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Kurang asupan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia.
67
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Anemia dalam kehamilan dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu saat melahirkan, bayi lahir dengan berat badan
rendah, resiko terkena infeksi, risiko kelahiran prematur serta mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
kandungan (Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia
terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada wanita usia subur (WUS) dapat menimbulkan
kelelahan, badan lemah dan penurunan kapasitas/kemampuan produktifitas kerja. Diperkirakan 50 persen penyebab anemia
pada wanita diseluruh dunia adalah kekurangan zat besi, dan penyebab anemia lainnya yaitu infeksi, defisiensi nutrisi
lainnya terutama asam folat, vitamin B12, vitamin A dan vitamin C. Anemia adalah suatu keadaan di mana tubuh memiliki
jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari batas normal, dimana hemoglobin berfungsi membawa oksigen ke
seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2011). Kadar hemoglobin normal pada umumnya berbeda pada laki-laki dan
perempuan. Menurut WHO kadar hemoglobin normal pada wanita dewasa 12,0 gr/dl, pria dewasa 13,0 gr/dl, ibu hamil 11,0
gr/dl. Prevalensi anemia diperkirakan sekitar 14 persen terjadi di negara maju dan 51 persen dari negara berkembang
(Vanamala, dkk, 2018). Tahun 2011, prevalensi anemia pada wanita tidak hamil sebanyak 29 persen dan wanita hamil
berusia 15-49 tahun sebanyak 38 persen. World Health Organization (WHO) menargetkan penurunan prevalensi anemia
pada WUS sebesar 50 persen pada tahun 2025 (WHA, 2015). Anemia pada kehamilan merupakan masalah kesehatan
nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap
kualitas sumber daya manusia. Anemia pada kehamilan terkait dengan perubahan fisiologis yang terjadi selama proses
kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin, serta kondisi ibu sebelum hamil. Pada masa kehamilan, volume darah
merah dan plasma meningkat seiring dengan peningkatan curah jantung. Kebutuhan darah meningkat sebesar 30-33
persen. Peningkatan kebutuhan darah menyebabkan kecenderungan ibu hamil mengalami anemia. Peningkatan ini sangat
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fetus selama di dalam kandungan (Tarwoto, 2017). Anemia dalam kehamilan
adalah suatu keadaan dimana ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gr/dl pada trimester satu dan tiga
sedangkan pada trimester dua kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr/dl. Anemia kehamilan disebut “potentional danger to
mother and child” (potensi membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua
pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan . Anemia pada ibu hamil terjadi karena asupan nutrisi yang tidak adekuat dan
atau pemenuhan zat besi yang rendah dalam makanan, Wanita hamil sangat rentan mengalami defesiensi zat besi karena
dalam kehamilan membutuhkan oksigen lebih tinggi, sehingga volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)
meningkat. Peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Cunninggham dkk, 2013).
World Health Organization (WHO, 2016), melaporkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia sekitar 40,1 persen.
Persentase tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2015 sebesar 39,8 persen dan tahun 2014 sebesar 39,6 persen
(WHO, 2016). Prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan di Asia sebesar 48,2 persen, Afrika 57,1 persen, Amerika 24,1
persen dan Eropa 25,1 persen (Astriana, 2017). Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018),
prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 48,9 persen. Data anemia pada ibu hamil mengalami peningkatan
dibandingkan data anemia hasil Riskesdas pada tahun 2013 yaitu sebesar 37,1 persen diantaranya pada trimester satu
sebanyak 3,8 persen, trimester dua sebanyak 13,6 persen dan trimester ketiga sebanyak 24,8 persen (Profil Kesehatan
Indonesia, 2016). Laporan Dinas Kesehatan Kota Medan (2018) menunjukkan data dari 39.240 ibu hamil terdapat 780 ibu
hamil yang mengalami anemia. Angka kejadian anemia di Indonesia masih tinggi dikarenakan pencegahan dan penanganan
belum dilakukan sebelum masa kehamilan. Asuhan pelayanan pada kehamilan yaitu mencegah komplikasi pada masa
kehamilan maupun persalinan dengan pemeriksaan darah yang dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester satu dan tiga, kunjungan pemeriksaan kehamilan minimal empat kali selama kehamilan yaitu satu kali pada
trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Vanamala dkk. (2017) di India, ibu hamil yang menderita anemia dengan kadar Hb kurang dari 10 gr/dl sebanyak 48,3
persen. Hasil penelitian Astriana (2017) di Puskesmas Tanjung Agung, Baturaja, ibu hamil yang anemia sebanyak 42,6
persen. Kejadian anemia pada kehamilan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur hamil yang tidak ideal,
pendidikan yang rendah, pekerjaan, paritas, umur kehamilan, jarak kehamilan, kepatuhan konsumsi tablet fe, status
ekonomi, kunjungan ANC, penyakit, emesis gravidarum, pengetahuan yang rendah tentang zat besi, status gizi dan pola
makan yang tidak seimbang. Umur ibu yang ideal untuk hamil adalah 20 sampai 35 tahun. Kehamilan di usia kurang dari 20
tahun masih terjadi proses pertumbuhan fisik sehingga membutuhkan zat gizi lebih banyak, bila zat gizi yang dibutuhkan
tidak terpenuhi akan terjadi persaingan zat gizi antara ibu dan janin maka akan beresiko mengalami anemia pada masa
kehamilan. Pada ibu dengan umur lebih dari 35 tahun telah terjadi kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta
68
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

berbagai penyakit yang sering menimpa seperti mudah terkena infeksi selama kehamilan sehingga penyakit dan infeksi
tersebut mengganggu penyerapan gizi khususnya zat besi di dalam tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astriana
(2017), menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan
nilai uji statistik p value sama dengan 0,018 lebih kecil dari 0,05. Penelitian lain yang dilakukan oleh Astuti (2016),
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai uji statistik p
value sama dengan 0,004 lebih kecil dari 0,05. Ibu yang sering melahirkan dan pada kehamilan berikutnya kurang
memperhatikan asupan nutrisi yang baik dalam kehamilan, cenderung beresiko mengalami anemia. Hal ini disebabkan
karena dalam masa kehamilan zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandung, selain itu tubuh ibu belum
sempat memenuhi kebutuhan zat besi yang keluar melalui darah pada proses persalinan dengan jumlah anak yang banyak,
sementara ibu dalam kondisi hamil kembali dan banyak memerlukan zat besi (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Abriha,
Yesuf dan Wessie (2014) di Makele Ethiopia, bahwa ibu hamil yang memiliki anak kurang dari dua memiliki Odds Ratio satu
dan lebih dari atau sama dengan dua anak memilki Odds Ratio 2,20 kemungkinan mengalami anemia. Penelitian Derso,
Abera dan Tariku (2015) di Northwest Ethiopia, ibu hamil yang memiliki anak kurang dari dua memiliki Odds Ratio satu,
jumlah anak dua hingga empat orang memiliki Odds Ratio 3,14 dan jumlah anak lebih dari atau sama dengan lima memilki
Odds Ratio 4,20 kemungkinan mengalami anemia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
anemia dalam kehamilan adalah dengan deteksi dini penyulit dan komplikasi dalam kehamilan melalui program pelayanan
ANC, berupa pemeriksaan kehamilan minimal empat kali kunjungan yaitu minimal satu kali pada trimester pertama, satu kali
trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Ibu hamil yang tidak rutin dalam melakukan kunjungan ANC beresiko
mengalami komplikasi/penyulit dalam kehamilan, salah satunya adalah kejadian anemia karena kejadian anemia tidak
dapat dideteksi secara dini karena kunjungan pemeriksaan yang tidak sesuai standar. Kunjungan ANC merupakan upaya
preventif ibu hamil untuk menghasilkan kehamilan yang sehat melalui pemeriksaan fisik, pemberian suplemen serta
penyuluhan kesehatan ibu hamil. Awal kehamilan, hormon estrogen yang meningkat menyebabkan seorang ibu mengalami
perasaan enek (nausea), penurunan tonus otot traktus digestivus sehingga motilitas berkurang mengakibatkan makanan
lebih lama berada dalam usus . Peningkatan kadar hormon dan HCG juga menimbulkan perubahan peristaltik pada usus
sehingga asam lambung meningkat menyebabkan adanya keluhan mual dan mutah (emesis). Ibu hamil masih dapat
beraktifitas, makan dan minum namun nafsu makan ibu cenderung menurun dan kurangnya asupan gizi yang cukup dan
seimbang untuk kesehatan kehamilan dan perkembangan janin khususnya komponen zat besi yang dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin. Ibu hamil dalam pencegahan anemia pada kehamilan perlu mengkonsumsi tablet Fe selama
kehamilan, karena kebutuhan zat besi ibu hamil meningkat selama kehamilan. Tablet Fe adalah garam besi dalam bentuk
tablet atau kapsul yang apabila dikonsumsi secara teratur dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Wanita hamil
mengalami pengenceran darah sehingga memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah.
Tablet Fe dikonsumsi minimal 90 tablet selama kehamilan. Hasil penelitian Anggraini, Purnomo dan Trijanto (2018),
menunjukkan ada pengaruh antara kepatuhan mengkonsumsi tablet fe terhadap anemia pada ibu hamil dengan nilai uji
statistik p value sama dengan 0,012 lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian Handayani (2017) di Palembang, menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defesiensi zat besi pada ibu
hamil dengan nilai OR sebesar 10,667. Konsumsi tablet Fe tidak hanya memberi efek posistif terhadap peningkatan kadar
Hb, namun menimbulkan efek samping seperti mual, muntah dan juga obstipasi. Kurangnya informasi tentang manfaat serta
pentingnya tablet Fe secara tidak langsung mempengaruhi kepatuhan ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet Fe.
Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2017 memiliki target 90 persen , namun capaian di Indonesia sebesar 80,81
persen, Sumatera Utara 78,02 dimana pemberian Fe di Sumatera Utara lebih dari atau sama dengan 90 tablet sebesar
7,94 persen dan kurang dari 90 tablet sebesar 52,11 persen. Persentase ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yaitu
73,31 persen. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil yaitu dengan
memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil,
tetapi kejadian anemia pada ibu hamil masih tinggi. Banyak berpantang makanan tertentu dan pola makan yang tidak baik
selagi hamil dapat memperburuk keadaan anemia gizi besi, pola makan yang tidak memenuhi gizi seimbang dan sedikit
bahan makanan sumber Fe seperti daging, ikan, hati atau pangan hewani lainnya merupakan salah satu faktor penyebab
anemia. Karena pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi absorbsinya (Tarwoto , 2017). Dampak anemia
pada reproduksi wanita yaitu mengurangi suplai darah ke uterus sehingga pada masa kehamilan berdampak bagi ibu dan
janin. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortaliltas ibu serta kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Dampak
bagi ibu dapat mengakibatkan perdarahan, infeksi, abortus, persalinan prematur, dan ketuban pecah dini yang dapat
69
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

berakhir dengan kematian (Manuaba, 2010). Dampak bagi janin dapat menyebabkan IUFD, kelainan kongenital, prematur,
BBLR dan IQ rendah. Hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) Tahun 2015 angka kematian bayi di Indonesia sebesar
22,23 per 1000 kelahiran hidup dan angka ini mengalami penurunan dari 29 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012.
Penyebab kematian bayi di Indonesia adalah BBLR (29%), asfiksia (27%), Trauma lahir, tetanus neonatorium, infeksi lain
dan kelainan kongenital . Dampak anemia pada proses persalinan juga dapat menyebabkan rahim mengalami hipoksia
jaringan sehingga uterus tidak berkontraksi sehingga terjadi partus lama, retensio uteri, perdarahan postpartum dan syok.
Dampak anemia saat postpartum mengakibatkan terjadinya subinvolusio uteri, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris
puerpuralis anemia pada masa nifas dan produksi ASI yang rendah. Penelitian yang dilakukan di RSUD Achmad Darwis
oleh Syifaurrahmah, Yusrawati dan Zulkarnain (2014) tentang hubungan anemia dengan BBLR pada kehamilan aterm,
terdapat bayi lahir dengan BBLR sebanyak 24 bayi dari ibu yang anemia (32,9%). Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan anemia dalam kejadian BBLR dengan nilai P-Value sama dengan 0,047 lebih kecil dari 0,05. Anemia dalam
kehamilan mengakibatkan gangguan transfer hemoglobin ke janin melalui plasenta sehingga bayi lahir dengan BBLR.
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri oleh Wuryanti (2017) tentang Hubungan Anemia Dalam
Kehamilan Dengan Perdarahan Postpartum menunjukkan bahwa ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan
perdarahan postpartum dengan nilai P-Value sama dengan 0,008 lebih kecil dari 0,05. Anemia ibu hamil merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya persalinan preterm. Anemia menyebabkan terjadinya hipoksia kronis sehingga dapat
menginduksi stress ibu dan janin. Respon stress akan memicu pelepasan CRH (Corticotropin Releasing Hormon) dan
peningkatan produksi kortisol yang selanjutnya akan menginduksi persalinan preterm (Hacker dkk, 2010). Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil Padang, oleh Ulfa, Ariadi dan Elmatis (2013) tentang hubungan anemia
dengan kejadian persalinan preterm, dari 30 persalinan preterm didapati sebanyak 17 ibu yang anemia (70,8%). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan anemia dalam kejadian persalinan preterm dengan nilai P-Value sama dengan 0,018
lebih kecil dari 0,05 dan OR sebesar 4,297. Pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukan deteksi anemia dalam
kehamilan pada ibu hamil melalui pemeriksaan Hb. Penerapan standar pelayanan pada kehamilan khususnya pengelolaan
anemia pada kehamilan. Adanya standar minimal yaitu pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan dan
temuwicara yaitu melalui konseling bagi ibu hamil termasuk konseling gizi yang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan.
Pemerintah telah mengambil kebijakan dalam menanggapi anemia pada ibu hamil dengan memberikan tablet zat besi
sebanyak satu tablet perhari minimal 90 tablet selama kehamilan. Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 97 Tahun 2014 dalam BAB II Pasal 9 tentang pemberian suplementasi gizi untuk pencegahan anemia. Mengingat
prevalensi anemia ibu hamil masih tetap tinggi sehingga program ini tampaknya perlu dievaluasi efektivitasnya, meskipun
upaya intervensi untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil telah lama dilakukan (Kemenkes RI, 2015).
Hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas kesehatan di Puskesmas Medan Johor sekitar 30 persen ibu hamil
mengalami anemia meskipun program penanggulangan dan pemeriksaan kehamilan telah dilakukan. Hasil survei
pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Medan Johor didapatkan pada tahun 2017 dari 202 ibu hamil yang dilakukan
pemeriksaan Hb terdapat 79 ibu hamil (39,1%) yang anemia. Tahun 2018 dari 154 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb
terdapat 47 ibu hamil (30,5%) yang anemia, dan pada tahun 2019 dari bulan januari hingga april 2019 dari 242 yang
dilakukan pemeriksaan terdapat 78 ibu hamil (32,2%) yang anemia. Setiap ibu hamil yang berkunjung pertama kali ke
Puskesmas dilakukan pemeriksaan Hb dan setiap ibu hamil baik anemia maupun tidak anemia diberikan tablet Fe. Tablet
Fe diberikan sebanyak tiga kali yaitu minimal 30 butir setiap kunjungan. Semua ibu hamil diberikan tablet Fe namun hanya
satu orang ibu hamil yang rutin mengkonsumsinya. Ibu hamil yang tidak rutin mengkonsumsi tablet Fe kebanyakan
mengatakan lupa karena pekerjaan rumah yang banyak dan mengurus anak, ada juga yang merasa mual setelah
mengkonsumsi tablet tersebut dan ada juga yang malas dan tidak peduli. Ibu hamil yang mengalami emesis gravidarum
pada saat trimester pertama sebanyak enam orang. Menu makanan yang disajikanpun seadanya tidak memperhatikan pola
gizi seimbang. Sebagian besar ibu hamil tersebut kurang memahami tentang anemia dalam kehamilan serta dampaknya.

TINJAUAN PUSTAKA
Kehamilan
Kehamilan adalah proses fertilisasi atau penyatuan antara spermatozoa dan ovum yang berlanjut dengan proses nidasi atau
implantasi sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi (janin dan plasenta) di dalam uterus hingga
menjelang persalinan. Berdasarkan kelender internasional, kehamilan normal berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10
bulan atau sembilan bulan bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi. Masa kehamilan terdiri dari tiga trimester
70
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

yaitu trimester satu sampai gestasi 14 minggu, trimester kedua sampai gestasi 28 minggu, trimester ketiga sampai gestasi
lebih dari atau sama dengan 36 minggu (Walyani, 2017). Kehamilan merupakan proses fisiologi yang alami oleh wanita
hamil baik secara fisik maupun psikis dengan proses perubahan bentuk tubuh yang hampir sama pada setiap wanita hamil.
Perubahan pada ibu hamil secara fisik akan mengalami perubahan pada sistem reproduksi, payudara, sistem endokrin,
sistem kekebalan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskletal, sistem kardiovaskuler, sistem integumen,
metabolisme, darah dan pembekuan darah, sistem pernapasan dan sistem persyarafan (Asrinah dkk, 2017).
Perubahan fisiologis pada masa kehamilan mengakibatkan perubahan pada kebutuhan gizi ibu hamil. Perubahan ini terlihat
nyata dengan bertambahnya berat badan, yang umumnya bertambah sekitar 6-12 kg yang meliputi pertumbuhan fetus
(janin), plasenta dan cairan amnion, pertambahan volume darah ibu serta pertambahan ukuran payudara dan rahim.
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi sehingga kebutuhan energi dan zat gizi juga meningkat, karena
kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, pada
dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang sering mengalami kekurangan adalah energi protein dan
beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium (Waryono, 2010). Masa kehamilan volume darah total ibu meningkat sekitar
30 hingga 50 persen pada kehamilan tunggal dan 50 persen pada kehamilan kembar. Peningkatan volume darah
berhubungan dengan peningkatan CO mulai kehamilan enam minggu. Peningkatan volume darah juga berhubungan dengan
mekanisme hormonal. Darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma (55%) dan sel-sel darah (45%). Plasma mengandung
air, protein plasma, dan elektrolit. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (99%), leukosit dan trombosit. Peningkatan volume
plasma yaitu sekitar 50 persen, hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme ibu dan janin. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hemodilusi yang menyebabkan kadar hematokrit rendah sehingga terjadi anemia fisiologis yang
umum terjadi pada gestasi 24 hingga 32 minggu. Volume plasma meningkat pada minggu keenam kehamilan, sehingga
terjadi pengenceran darah (hemodilusi) dengan puncaknya pada umur kehamilan 32-34 minggu. Serum darah (volume
darah) bertambah 25-30 persen dan sel darah bertambah 20 persen. Setelah itu volume darah menjadi relatif stabil meski
massa eritrosit tetap meningkat (Walyani, 2017). Selama kehamilan kebutuhan perkembangan janin dan plasenta
menyebabkan peningkatan akan kebutuhan zat besi serta peningkatan absorbsinya. Kebutuhan zat besi meningkat dari dua
miligram menjadi empat miligram perhari. Kebutuhan zat besi selama kehamilan rata-rata sekitar 1000 miligram. Sebanyak
300 miligram ditransportasikan ke janin dan Sekitar 500 miligram untuk meningkatkan massa sel darah merah khususnya
pada 12 minggu terakhir menjelang persalinan. Sekitar 200 miligram diperlukan untuk mengompensasi kehilangan yang
terjadi melalui sistem ekskresi yaitu kulit, feses dan urine. Umumnya peningkatan kebutuhan zat besi rata-rata enam sampai
tujuh miligram perhari terjadi pada pertengahan terakhir kehamilan. Sebagian besar wanita, jumlah ini tidak terdapat dalam
tubuhnya sehingga volume sel darah merah dan kadar hemoglobin menurun disertai dengan peningkatan volume plasma
(Cunningham dkk, 2012). Kesehatan ibu hamil merupakan hal yang memerlukan perhatian khusus. Salah satunya dengan
melakukan pengawasan pada wanita hamil secara komprehensif. Dengan demikian mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi
akan menurun dan mampu meningkatkan derajat kesehatan di suatu wilayah. Salah satu indikator yang menentukan derajat
kesehatan adalah angka kematian ibu. Penyebab langsung obstetrik kematian ibu yaitu kematian ibu yang berhubungan
dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti hipertensi dalam kehamilan (32%), komplikasi puerperium (31%),
perdarahan postpartum (20%), abortus (4%) dan partus lama (1%). Kematian ibu yang disebabkan oleh penyebab tidak
langsung yaitu kematian ibu yang disebabkan oleh penyakit seperti anemia, malaria, sifilis, HIV, AIDS, dan lain-lain
(Kemenkes RI, 2015). Standar pelayanan yang berkualitas dalam kehamilan meliputi : timbang berat badan dan ukur tinggi
badan, ukur tekanan darah, ukur LILA, ukur TFU, tentukan presentasi dan DJJ, imunisasi TT, beri tablet besi, periksa
laboratorium (golongan darah, kadar Hb, protein, gula darah, malaria, sifilis, HIV, BTA), dan temuwicara (konseling).

Anemia Pada Kehamilan


Anemia didefenisikan sebagai jumlah sel darah merah dalam darah yang lebih rendah dibandingkan normal, biasanya diukur
sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb), protein kaya zat besi dalam darah yang membawa oksigen ke semua sel
dan hematokrit (Ht), konsentrasi relatif dari komponen darah yang padat (Hackley dkk, 2013). Anemia secara praktis
didefenisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau eritrosit di bawah batas normal (Prawirohardjo, 2016). Anemia pada
kehamilan adalah menurunnya kadar hemoglobin pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi zat besi atau folat
selama kehamilan. Kadar hemoglobin sebagian besar wanita sehat dengan simpanan zat besi adalah 11 gr/dl atau lebih
pada saat di awal kehamilan dan menjelang aterm. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan
(Handayani, 2016). Anemia pada ibu hamil didefenisikan bila kadar Hb di bawah 11 gr/dl (Nugroho, 2017).
71
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Anemia dalam kehamilan didefenisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester satu dan
tiga kehamilan dan kurang dari 10 g/dl pada trimester dua dan postpartum. Masa kehamilan terjadi hidremia atau
hipervolemia yaitu volume darah bertambah banyak dan pada kehamilan terjadi pengenceran darah dimana peningkatan
jumlah sel darah lebih sedikit dibandingkan jumlah plasma (Sepduwiana & Sutrianingsih, 2017). Pada kehamilan kebutuhan
oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel
darah merah (eritrosit) meningkat. Peningkatan volume plasma terjadai dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan
peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Prawirohardjo, 2016).
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu keenam kehamilan dan mencapai maksimal pada minggu ke-24 kehamilan,
tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-32. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu
hamil dibandingkan perempuan yang tidak hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit
biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika
titik keseimbangan tercapai (Prawirohardjo, 2016). Rendahnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen memicu
kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan curah jantung. Jantung yang bekerja keras terus menerus dapat
mengakibatkan gagal jantung dan komplikasi lain seperti preeklampsia. Angka kejadian anemia sekitar 20 sampai dengan
60 persen. kejadian ini bervariasi melihat lokasi geografis dan keadaan sosial ekonomi. Jenis anemia yang sering terjadi
paada masa kehamilan adalah akibat defisiensi besi sekitar 80 persen, defisiensi asam folat dan anemia sel sabit.

Tabel Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa Dan Ibu Hamil Menurut WHO
Jenis kelamin Hb Normal Hb Anemia kurang dari (gr/dl)

Lahir (aterm) 13.5-18.5 13.5 (Ht 34%)


Perempuan dewasa : tidak hamil 12.0-15.0 12.0 (Ht 36%)
Trimester pertama : 0-12 minggu 11.0-14.0 11.0 (Ht 33%)
Trimester kedua : 13-28 minggu 10.5-14.0 10.5 (Ht 31%)
Trimester ketiga : 29 aterm 11.0-14.0 11.0 (Ht 33%)

Derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO yaitu derajat ringan sekali 10 g/dl-batas normal, derajat ringan
8 g/dl-9,9 g/dl, derajat sedang 6 g/dl-7,9 g/dl, dan derajat berat kurang dari 6 g/dl. Kebutuhan zat besi pada masa kehamilan
meliputi : trimester satu sekitar ±30 mg/hr, trimester dua ±50 mg/hr dan trimester tiga sebesar ±60 mg/hr, sehingga total
kebutuhan zat besi pada masa kehamilan berkisar 580-1340 mg, dimana sebagian dari zat besi akan hilang dalam tubuh
ibu pada saat melahirkan (Tarwoto & Wasnidar, 2017).

Penyebab Anemia Pada Kehamilan


Penyebab terjadinya anemia pada kehamilan adalah : (a) Gizi yang kurang (malnutrisi) (misalnya faktor kemiskinan, (b) Zat
besi dan asam folat dalam makanan yang kurang untuk memenuhi kebutuhan darah ibu dan janin, (c) Gangguan
penyerapan nutrisi (malabsorpsi), (d) Hipervolemia yang mengakibatkan pengenceran darah, (e) Pertambahan darah tidak
seimbang dengan pertambahan plasma, (f) Penyakit TBC, kecacingan, malaria (g) Cara mengolah makanan yang kurang
tepat, (h) Kebiasaan minum kopi, teh bersamaan dengan makan.

Tanda Dan Gejala Anemia Pada Kehamilan


Tanda dan gejala anemia pada kehamilan yaitu.

Anemia Ringan
Anemia ringan ditandai dengan beberapa tanda dan gejalanya diantaranya: tampak pucat, lelah, lemah, kekurangan energi,
sesak napas dan palpitasi (jantung berdetak kencang dan tidak teratur) (Proverawati, 2011).

Anemia Sedang
Gejala anemia sedang yaitu : kulit pucat atau kekuning-kuningan, lipatan telapak tangan yang tidak berwarna, gusi, bantalan
kuku dan kelopak mata yang pucat (Hackley dkk, 2013).

72
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Anemia Berat
Gejala anemia berat yaitu : kulit pucat atau kulit dingin, napas cepat, frekuensi denyut jantung cepat, perubahan warna tinja
yaitu tinja hitam, lengket dan berbau busuk, berwarna merah marun atau tampak berdarah jika anemia karena kehilangan
darah melalui saluran pencernaan, tekanan darah rendah, kulit kuning atau jaundice akibat kerusakan sel darah merah
karena anemia, murmur jantung, pembesaran limfa dengan penyebab anemia tertentu, nyeri dada, pusing atau kepala
terasa berat (terutama ketika berdiri atau dengan ketika sedang melakukan aktifitas yang berat), kekurangan energi atau
kelelahan, sulit berkonsentrasi , angina atau serangan jantung, pingsan, keringat berlebihan, anoreksia, insomnia,
(Proverawati, 2011).

Klasifikasi Anemia
Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2017) anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Anemia Defisiensi Besi


Anemia yang memiliki gejala kronis dengan konsentrasi hemoglobin yang kurang (hiprokromik) dan suplai besi kurang di
dalam tubuh (mikrositik), sehingga mengakibatkan pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh berkurang. Pada keadaan
normal kebutuhan besi orang dewasa dua sampai empat gram besi, kira-kira 35 mg/kg pada wanita. Etiologi dan faktor
risiko. (a) Anemia gizi besi disebabkan karena pola makan yang tidak seimbang dalam mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat besi. Zat besi dari makanan belum mencukupi kebutuhan tubuh terkait dengan jenis makanan yang
dikonsumsi sehingga jumlah zat besi yang diabsorbsi sedikit, (b) Ganguan absorpsi besi pada usus disebabkan oleh karena
infeksi peradangan, neoplasma pada gaster, duaodenum maupun jejenum. Absorpsi besi dipengaruhi oleh folatanim dan
vitamin C. Kehilangan darah perhari satu sampai dua milligram besi yang disebabkan oleh erosif esofagitis, gastritis dan
ulserduodenal, adenomakolon dan kanker, (c) Kehilangan darah oleh sebab perdarahan saluran cerna, neoplasma, gastritis,
hemoroid dan lain-lain. Wanita yang kekurangan zat besi dapat diakibatkan karena menstruasi oleh karena itu untuk
menjaga simpanan besi yang adekuat, wanita yang menstruasi sangat banyak menyerap tiga sampai empat miligram besi
dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya, (d) Kebutuhan sel darah merah meningkat. Wanita hamil dan menyusui
kebutuhan besi sangat besar sehingga memerlukan asupan yang besar pula. Patofisiologi. Zat besi masuk dalam tubuh
diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Pada jaringan tubuh besi berupa: senyawa fungsional seperti
hemoglobin, mioglobin dan enzim-enzim, senyawa besi transfortasi yaitu dalam bentuk transferin dan senyawa besi
cadangan seperti feritin dan hemosiderin. Besi ferri dari makanan akan menjadi ferro jika dalam jika dalam keadaan asam
dan bersifat mereduksi sehingga mudah diabsorpsi oleh mukosa usus. Besi tidak terdapat bebas di dalam tubuh tetapi
berikatan dengan molekul protein membentuk feritin, komponen proteinnya disebut apoferitin, sedangkan dalam bentuk
transfortasi zat besi dalam bentuk ferro berikatan dengan protein membentuk transferin, komponen proteinnya disebut
apotransferin, dalam plasma darah disebut serotransferin. Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging hati, telor,
sayuran hijau dan buah buahan diabsorpsi diusus halus. Rata rata dari makanan yang masuk mengandung 10-15 mg zat
besi tetapi hanya lima sampai sepuluh persen yang diabsorpsi. Penyerapan zat besi ini dipengaruhi oleh faktor adanya
protein hewani dan vitamin C. Penghambat zat besi adalah kopi, teh, garam kalsium dan magnesium, karena bersifat
mengikat zat besi. Menurunnya asupan zat besi yang merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin maka
kadar/produksi hemoglobin juga akan menurun. Tanda dan gejala. Tanda dan gejala meliputi: (a) Mudah lelah karena
metabolisme otot terganggu disebabkan pasokan oksigen berkurang dalam jaringan otot, (b) Pusing dan sakit kepala
karena daya angkut hemoglobin berkurang sehingga otak kekurangan oksigen, (c) Sulit bernapas atau sesak napas saat
bernapas karena tubuh membutuhkan oksigen yang banyak, (d) Denyut nadi meningkat, (e) Wajah pucat, telapak tangan,
kuku, membran mukosa mulut dan konjungtiva pucat. Gejala khas anemia defisiensi besi yaitu (a) Adanya kuku sendok
(spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertikal dan menjadi cekung mirip sendok, (b) Atropi papil lidah, permukaan
lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang, (c) Somatitis angular, peradangan pada sudut mulut
sehingga nampak seperti bercak berwarna pucat keputihan, (d) Disfagia, nyeri saat menelan karena kerusakan epitel
hipofaring, (e) Atropi mukosa gaster, (f) Adanya peradangan pada mukosa mulut (stomatitis), peradangan pada lidah
(glositis) dan peradangn pada bibir (chelitis).
Hasil pemeriksaan laboratorium darah. Hasilnya pemeriksaan darah meliputi: (a) Pemeriksaan darah perifer menunjukkan
keadaan sel mikrositik dan pucat, (b) Penurunan Hb kurang dari 9,5 g/dl, (c) Hemosiderin pada aspirasi sumsum tulang
tidak ada, (d) Saturasi transferin kurang dari 15 persen, (e) Serum ferritin kurang dari 20 mg/dl, (f) Jumlah RBC berkurang,
73
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

(g) Hemotokrit menurun (MCV kurang dari 70 fl, MCH berkurang dan MCHC berkurang, (h) Serum besi kurang dari 50 mg/dl
(N: 50-150 mg/dl), (i) Meningkat total iron binding capacity (TIBC) sampai dengan 350-500 mg/dl (N: 250-350 mg/dl).
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan pada anemia defisiensi zat besi yaitu pemberian asupan diet tinggi zat besi, mengatasi
penyebab seperti cacingan, perdarahan, pemberian pereparat zat besi seperti sulfa ferro-sus (dosis: 3x200 mg), ferro
glukonat 3x200 mg/hari atau diberikan secara parenteral jika alergi dengan obat peroral 250 mg Fe (dosis: 3 mg/kg BB),
pemberian iron dextron mengandung Fe 50 mg/ml secara IM, selanjutnya 100-250 mg tiap satu sampai dua hari sampai
dosis total sesuai perhitungan, pemberian vit C (dosis: 3x100 mg/hari) dan transfusi darah apabila diperlukan.

Anemia Megaloblastik
Anemia yang terjadi karena kerusakan sintesis DNA akibat kekurangan Vit B12 dan asam folat.
Tanda dan Gejala. Tanda dan gejala anemia megaloblastik yaitu : (a) Anemia yang ditandai dengan ikterik, (b) Terdapat
glostis, (c) Adanya gangguan neuropati seperti mati rasa, rasa terbakar pada jari.
Hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium terdiri dari: (a) Kadar Hemoglobin rendah, (b)
Trombositopenia, (c) Peningkatan kadar bilirubin indirek serum dan LDH, (d) Kadar vitamin B12 serum dan asam folat
menurun, vitamin B12 kurang dari 100 pg/ml, folat kurang dari 3 ng/ml
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan anemia megaloblastik yaitu dengan pemberian diet asupan nutrisi yang mengandung
vitamin B12 dan asam folat, pemberian hydroxycobalamin setiap minggu selama tujuh minggu secara IM sebanyak 200
mg/hari atau 1000 mg diberikan dan memberikan asam folat 5 mg/hari selama empat bulan.

Anemia Defesiensi Vitamin B12 (Pernicious Anemia)


Anemia defesiensi Vitamin B12 merupakan gangguan absorpsi Vitamin B12 dikarenakan tidak adanya intrinsik faktor (IF)
yang diproduksi di sel parietal lambung yang mengakibatkan gangguan autoimun. Etiologi dan faktor resiko. Etiologi dan
faktor resiko anemia defisiensi vitamin B12 adalah intrinsik faktor (IF) yang tidak ada, adanya gangguan pada mukosa
lambung, ileum dan pankreas, tidak adekuatnya intake vitamin B12 tapi asam folatnya banyak, obat-obatan yang
mengganggu diabsorpsi dilambung (azothioprine, 5 FU, hidroksi urea, phenytoin, kontrasepsi oral), obat-obatan yang
merusak illeum (neomisin, metformin), kerusakan absorpsi (neoplasma, penyakit gastrointestinal, pembedahan reseksi
illium). Patofisiologi. Defesiensi vitamin B12 dan asam folat diyakini akan menghambat sistesis DNA untuk reflikasi sel
termasuk SDM sehingga bentuk, jumlah dan fungsinya tidak sempurna. Instrinksik Faktor (IF) berasal dari sel-sel lambung
yang dipengaruhi oleh pencernaan protein (glukoprotein), IF akan mengalir ke illium untuk membantu mengabsorpsi vitamin
B12. Vitamin B12 juga berperan dalam pembentukan myelin pada sel saraf sehingga terjadinya defisiensi akan
menimbulkan gangguan neurologi. Manifestasi klinik. Manifestasi klinik yaitu Hb, hematokrit dan SDM rendah, berat badan
menurun, nafsu makan menurun, mual, muntah, distensi abdomen, diare, konstipasi, gangguan neurologi (parestesia tangan
dan kaki, depresi, gangguan kognitif dan hilang memori), defisiensi vitamin B12 dengan cara test schilling (pasien puasa
selama 12 jam, kemudian minum air ditambah Vit B12 radio aktif kemudian berikan vitamin B 12 non radioaktiv IM, bila
diabsorpsi akan keluar melalui urin yang ditampung dalam 24 jam). Penatalaksanaan. Penatalaksanaan anemia ini
dilakukan dengan pemberian Vit B12 oral dan diberikan 10 gram tiap bulan secara IM jika IF nya kurang dan pemberian diet
sumber asam folat dan zat besi (daging, hati, kacang hijau, telor, produk susu)

Anemia Defesiensi Asam Folat


Asam folat dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil, ini terjadi karena konsumsi sayuran dan buah-buahan yang kurang,
gangguan pada pencernaan, akoholik yang dapat meningkatkan kebutuhan asam folat pada wanita hamil dan masa
pertumbuhan. Defesiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom mal-absorbsi. Manifestasi klinik. Manifestasi klinik
anemia defisiensi asam folat hampir sama dengan defesiensi Vit B12 yaitu adanya gangguan neurologi seperti gangguan
keperibadian dan daya ingat, biasanya disertai ketidakseimbangan elektrolit (magnesium, kalsium), defesiensi asam folat
kurang dari tiga sampai empat milligram per mililiter (N:7-20 mg/ml) dan vitamin B 12 normal Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan dilakukan dengan memberikan asam folat 0,1-5 mg setiap hari, jika malabsorpsi diberikan IM,
memberikan Vit C untuk membantu penyerapan dan eritrosit, memberikan diet tinggi asam folat (asparagus, brokoli, nenas,
melon, sayuran hijau, ikan, hati, daging, strawbery, susu, telor, kentang, roti).

74
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidakseimbangan sumsum tulang membentuk sel sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan kerusakan
primer sistem sel mengakibatkan anemia, leukopenia dan thrombositepenia (pansitopenia). Zat yang dapat merusak
sumsum tulang disebut mielotoksin. Etiologi dan faktor risiko. Etiologi dan faktor risiko meliputi : idiopatik, kemoterapi,
radioterapi, toksik kimia (insektisida, benzena, tulen), obat-obatan (chloramphenicol, sulfonamid, phenibutazone, phenytoin,
streptomisin, arsenik), autoimun seperti sistemik lupus eritematosus, infeksi seperti hepatitis, HIV, TBC miller. Manifestasi
klinik. Manifestasi klinik anemia aplastik yaitu kelelahan, letih, nyeri pada kepala, dyspenia, nadi cepat, pucat, mudah infeksi,
hepatitis, perdarahan hidung, gusi, darah pada feses, lama masa pembekuan, nyeri tulang, demam, pansitopenia, SDM
kurang dari 1 jt/mm3, leukosit dibawah 1000/mm3. Penatalaksanaan. Penatalaksanaan dilakukan melalui monitoring adanya
perdarahan dan pansitopenia (menurunnya sel darah merah, leukosit, dan trombosit), berikan transfusi darah, pengobatan
infeksi jamur dan bakteri, tranflantasi sumsum tulang belakang bagi pasien dengan umur kurang dari 60 tahun,
immunosupresive terapi seperti kombinasi cyclosporine, antithymocte globulin (ATG), antilymphocyte globulin (ALG), diet
bebas bakteri, pemberian penkes untuk pencegahan infeksi.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain penelitian case control. Case control adalah penelitian yang
dilakukan dengan cara membandingkan antara dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Studi kasus
kontrol dilakukan dengan mengidentifikasi kelompok kasus dan kelompok kontrol, kemudian secara retrospektif diteliti faktor-
faktor yang memengaruhi yang mungkin dapat menerangkan apakah kasus dan kontrol dapat terkena paparan atau tidak.
Kelompok kasus dalam penelitian ini adalah ibu hamil dengan anemia dan kelompok kontrol adalah ibu hamil yang tidak
anemia pada Trimester ketiga.

Faktor Resiko (-) Kasus :


Retrospektif Ibu Hamil Trimester III
Faktor Risiko (+) dengan Anemia

Faktor Risiko (+) Kontrol :


Retrospektif
Ibu Hamil Trimester III
Faktor Risiko (-)
Tidak Anemia

Gambar Skema Rancangan Case Control

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Univariat
Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi umur, suku, agama, penghasilan dan jarak kehamilan. Berdasarkan distribusi karakteristik
ibu hamil trimester III di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor menunjukkan bahwa pada kelompok kasus mayoritas ibu
hamil memiliki umur dengan risiko tinggi kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun sebanyak 22 orang (61,1%). Sedangkan
pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki umur dengan risiko rendah 20-35 tahun sebanyak 48 orang (66,7%).
Pada kelompok kasus mayoritas ibu hamil memiliki jawa sebanyak 19 orang (52,8%) sedangkan pada kelompok kontrol
mayoritas ibu hamil memiliki suku jawa sebanyak 37 orang (51,4%). Pada Kelompok kasus mayoritas ibu hamil memeluk
agama islam sebanyak 29 orang (80,6%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memeluk agama islam
sebanyak 56 orang (77,8%). Penghasilan ibu hamil pada kelompok kasus mayoritas memiliki penghasilan lebih dari atau
sama dengan satu juta per bulan sebanyak 30 orang (83,3%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil
memiliki penghasilan lebih dari atau sama dengan satu juta per bulan sebanyak 65 orang (90,3%). Pada Kelompok kasus
75
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

mayoritas ibu hamil memiliki jarak kehamilan kurang dari dua tahun sebanyak 26 orang (72,2%) sedangkan pada kelompok
kontrol mayoritas ibu hamil memiliki jarak kehamilan kurang dari dua tahun sebanyak 41 orang (57%). Karakteristik ibu hamil
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel Distribusi Frekuensi Umur, Suku, Agama, Penghasilan, Jarak Kehamilan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Johor Tahun 2019
Karakteristik Responden Status Responden
Kasus % Kontrol %
Umur
Risiko rendah 20-35 tahun 14 38,9 48 66,7
Risiko tinggi < 20 tahun dan >
35 tahun 22 61,1 24 33,3
Total 36 100 72 100
Suku
Batak 6 16,7 19 26,4
Jawa 19 52,8 37 51,4
Minang 2 5,6 3 4,2
Melayu 2 5,6 3 4,2
Mandailing 4 11,1 2 2,8
Karo 2 5,6 7 9,7
Aceh 1 2,8 0 0
Nias 0 0 1 1,4
Total 36 100 72 100

Agama
Islam 29 80,6 56 77,8
Protestan 6 16,7 16 22,2
Katolik 1 2,8 0 0
Total 36 100 72 100
Penghasilan
< 1 juta per bulan 6 16,7 7 9,7
≥ 1 juta per bulan 30 83,3 65 90,3
Total 36 100 72 100

Jarak Kehamilan
< 2 tahun 26 72,2 41 57
≥ 2 tahun 10 27,8 31 43
Total 36 100 72 100

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Risiko


Distribusi responden berdasarkan faktor risiko meliputi umur, paritas, pengetahuan, kunjungan ANC, kepatuhan konsumsi
tablet Fe dan Emesis Gravidarum. Pada Kelompok kasus mayoritas ibu hamil memiliki umur dengan risiko tinggi kurang dari
20 tahun dan lebih 35 tahun sebanyak 22 orang (61,1%). Sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki
umur dengan risiko rendah 20-35 tahun sebanyak 48 orang (66,7%). Berdasarkan variabel paritas menunjukkan bahwa ibu
hamil pada kelompok kasus mayoritas memiliki paritas dengan risiko rendah kurang dari tiga anak sebanyak 25 orang
(69,4%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki paritas dengan risiko rendah sebanyak 37 orang
(51,4%). Berdasarkan variabel pengetahuan menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus memiliki pengetahuan
kurang sebanyak 23 orang (63,9%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil memiliki pengetahuan yang baik
sebanyak 51 orang (70,8%). Berdasarkan variabel kunjungan ANC menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus
76
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali kunjungan sebanyak 19 orang (52,8%), sedangkan pada kelompok kontrol
mayoritas kunjungan ANC cukup atau lebih dari 4 kali kunjungan sebanyak 51 orang (70,8%). Berdasarkan variabel
kepatuhan konsumsi tablet Fe menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus tidak patuh konsumsi tablet Fe
sebanyak 27 orang (75,0%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil patuh konsumsi tablet Fe sebanyak 53
orang (73,6%). Berdasarkan variabel emesis gravidarum menunjukkan mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus
mengalami emesis gravidarum sebanyak 33 orang (91,7%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil
mengalami emesis gravidarum sebanyak 52 orang (72,2%). Distribusi frekuensi faktor risiko dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini :

Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Risiko Umur, Paritas, Pengetahuan, Kunjungan ANC, Kepatuhan
Konsumsi Tablet Fe Dan Emesis Gravidarum Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2019
Karakteristik Responden Status Responden
Kasus % Kontrol %
Umur
Risiko rendah 20-35 tahun 14 38,9 48 66,7
Risiko tinggi < 20 tahun dan > 35
tahun 22 61,1 24 33,3
Total 36 100 72 100
Paritas
Risiko rendah < 3 kali 25 69,4 37 51,4
Risiko tinggi ≥ 3 kali 11 30,6 35 48,6
Total 36 100 72 100
Pengetahuan
Baik 13 36,1 51 70,8
Kurang 23 63,9 21 29,2
Total 36 100 72 100
Kunjungan ANC
Cukup ≥ 4 kali kunjungan (1xTM I, 17 47,2 51 70,8
1xTM II, 2xTM III)
Kurang < 4 kali kunjungan (1xTM I, 19 52,8 21 29,2
1xTM II, 2xTM III)
Total 36 100 72 100
Kepatuhan konsumsi Tablet Fe
Patuh 9 25,0 53 73,6
Tidak patuh 27 75,0 19 26,4
Total 36 100 72 100
Emesis Gravidarum
Tidak Emesis 3 8,3 20 27,8
Emesis 33 91,7 52 72,2
Total 36 100 72 100

Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Anemia Dalam Kehamilan


Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan pengetahuan ibu hamil tentang anemia didapatkan hasil bahwa ibu
hamil pada kelompok kasus mayoritas yang menjawab pertanyaan dengan benar yaitu sebanyak 10 pertanyaan yaitu
pertanyaan nomor 3,5,6,7,9,10,12,13,14,15 dan pertanyaan yang mayoritas salah yaitu sebanyak lima pertanyaan yaitu
nomor 1,2,4,8,11. Pada ibu hamil kelompok kontrol yang menjawab pertanyaan mayoritas dengan benar yaitu sebanyak 14
pertanyaan yaitu pertanyaan nomor 1,2,3,4,5,6,7,9,10,11,12,13,14,15 dan pertanyaan yang mayoritas salah hanya satu
pertanyaan yaitu nomor 8. Distribusi jawaban responden tentang pengetahuan anemia dalam kehamilan dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini :
77
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Tabel Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Anemia Dalam Kehamilan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Medan Johor Tahun 2019
Pertanyaan pengetahuan Jawaban Responden
Kasus % Kontrol %
1 Apakah yang dimaksud dengan anemia
Benar 13 36,1 49 68,1
Salah 23 63,9 23 31,9
2 Apakah yang menyebabkan ibu hamil
mengalami anemia
Benar 17 47,2 50 69,4
Salah 19 52,8 22 30,6
3 Bagaimana tanda dan gejala anemia pada
ibu hamil?
Benar 34 88,9 64 88,9
Salah 4 11,1 8 11,1
4 Berapakah ukuran normal hemoglobin
dalam darah pada ibu hamil?
Benar 16 44,4 45 62,5
Salah 20 55,6 27 37,5
5 Apakah dampak anemia yang terjadi
dalam kehamilan dan persalinan?
Benar 23 63,9 51 70,8
Salah 13 36,1 21 29,2
6 Apakah dampak anemia yang terjadi pada
janin?
Benar 29 80,6 54 75,0
Salah 7 19,4 18 25,0
7 Bagaimana cara mencegah terjadinya
anemia dalam kehamilan?
Benar 25 69,4 60 83,3
Salah 11 30,6 12 16,7
8 Apakah faktor yang beresiko pada ibu
hamil mengalami anemia?
Benar 16 44,4 34 47,2
Salah 20 55,6 38 52,8
9 Apakah yang ibu ketahui tentang tablet zat
besi?
Benar 19 52,8 45 62,5
Salah 17 47,2 27 37,5
10 Apakah manfaat mengkonsumsi tablet zat
besi?
Benar 28 77,8 57 79,2
Salah 8 22,2 15 20,8
11 Berapa banyak sebaiknya tablet besi
dikonsumsi ibu selama hamil?
Benar 13 36,1 48 66,7
Salah 23 63,9 24 33,3
12 Menurut ibu, sebaiknya berapa kali tablet
zat besi dikonsumsi setiap hari?
Benar 32 88,9 61 84,7
78
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Salah 4 11,1 11 15,3


13 Apakah sumber makanan yang banyak
mengandung zat besi?
Benar 33 91,7 65 90,3
Salah 3 8,3 7 9,7
14 Apakah dampak yang ditimbulkan pada ibu
hamil jika kekurangan zat besi?
Benar 35 97,2 63 87,5
Salah 1 2,8 9 12,5
15 Mengkonsumsi tablet zat besi sebaiknya
menggunakan…
Benar 36 100 71 98,6
Salah 0 0 1 1,4

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kunjungan ANC


Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan mengenai kunjungan ANC diketahui bahwa ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan minimal satu kali dalam kehamilan 1-3 bulan yaitu pada kelompok kasus mayoritas sebesar 83,3%
dan kelompok kontrol mayoritas sebesar 87,5%. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan minimal satu kali dalam
kehamilan 4-6 bulan yaitu pada kelompok kasus mayoritas sebesar 63,9% dan kelompok kontrol mayoritas sebesar 81,9 %.
Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan minimal dua kali dalam kehamilan 7-9 bulan yaitu pada kelompok kasus
mayoritas sebesar 50% dan kelompok kontrol mayoritas sebesar 77,8%. Mayoritas ibu mendapat informasi tentang cara dan
manfaat mengkonsumsi tablet zat besi setiap melakukan kunjungan kehamilan baik pada kelompok kasus maupun kontrol.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe


Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan mengenai kepatuhan konsumsi tablet Fe, bahwa pada kelompok kasus
mayoritas ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe secara rutin dan teratur setiap hari yaitu sebesar 75,0%, sedangkan
pada kelompok kontrol mayoritas ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet Fe secara rutin dan teratur setiap hari yaitu sebesar
73,6%. Seluruh ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe dengan menggunakan air putih. Jumlah tablet minimal yang dikonsumsi
selama kehamilan adalah minimal 90 tablet. Mayoritas ibu hamil pada kelompok kasus dan kontrol mengkonsumsi tablet Fe
kurang dari 90 tablet yaitu pada kelompok kasus sebesar 77,8% dan pada kelompok control sebesar 51,4%.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Emesis Gravidarum


Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertanyaan mengenai emesis gravidarum bahwasanya mayoritas ibu hamil
mengalami emesis gravidarum. Pada kelompok kasus sebesar 91,7% dan kelompok kontrol sebesar 72,2 %. Pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol mayoritas ibu hamil mengalami emesis gravidarum pada trimester pertama dan
mengalami penurunan nafsu makan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Bahwa dari enam variabel terdapat empat variabel penelitian yang dominan berpengaruh terhadap kejadian anemia pada
ibu hamil trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Tahun 2019 yaitu variabel umur (p value 0,006),
pengetahuan (p value 0,000), kunjungan ANC (p value 0,007) dan kepatuhan konsumsi tablet Fe (p value 0,000). Pada
variabel kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan nilai OR= 13,607 artinya bahwa ibu hamil yang tidak patuh dan teratur
konsumsi tablet Fe secara rutin beresiko 13 kali lebih besar mengalami anemia dibandingkan ibu hamil yang patuh dan
teratur mengkonsumsi tablet Fe.

79
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Saran
Bagi Puskesmas
Pihak puskesmas dan klinik-klinik di wilayah kerja puskesmas Medan Johor diharapkan dapat menstimulasi suami atau
keluarga melalui keikutsertaannya dalam program kelas ibu hamil sehingga setiap ibu hamil dapat terpantau kepatuhannya
dalam mengkonsumsi tablet Fe secara rutin dan teratur.

Bagi Ibu Hamil


Ibu hamil diharapkan mau meningkatkan pemahamannya terkait pentingnya mengkonsumsi tablet Fe sehingga termotivasi
untuk mengkonsumsi tablet tersebut secara rutin dan teratur setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

Abriha A, Yesuf M.E, & Wassie M.M. (2014). Prevalence and Associated Factors of Anemia Among Pregnant Women of
Mekele Town. BMC Research Notes 2014. doi :10.1186/s13104-017-2690-x.
Anggasari, Y. (2016). Kejadian Hiperemesis Gravidarum Ditinjau Dari Riwayat Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Saat Pra
Konsepsi di BPM Kusmawati Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan (Journal Of Health Sciences) 9(1). Diakses 30 Juni 2019,
dari journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/download/79/71
Anggraini, P.D. (2018). Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Pinang Tahun 2018. Jurnal Kebidanan,7(15). ISSN: 2089-7669.
Antono & Sumy, D. (2017). Hubungan Frekuensi Antenatal Care Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III di
RSUD Nganjuk Malang Tahun 2017. Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 32.
Ariyani, R. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di Wilayah Kerja
Puskesmas Mojo Laban Sukoharjo Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses 30 juni 2019 dari
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/42421
Asmariana, Y., Perwitasari, N., & Andriani, E. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Dalam
Kehamilan Di Kota Singkawang. Jurnal Kesehatan Prima, 2(2), 83-95. ISSN: 1978-1334 Online : 2460-8661.
Asrinah, Putri, S.S., Sulistyorini, D., Muflihah, I.S., & Sari, D.N. (2017). Konsep Kebidanan, Jakarta : Graha Ilmu.
Astriana, W. (2017). Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia. Jurnal Ilmu Kesehtan Aisyah, 2(2), 123-
130. ISSN : 2502-4825, 2502-9495(Online). Diakses 30 April 2018, dari
https://www.researchgate.net/publication/322777666_Kejadian_Anemiapada_Ibu_Hamil_Ditinjau_dari_Paritas_dan_Usia
Astuti, D. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Undaan Lor
Kabupaten Kudus. ISSN : 2407-9189.
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. (2012). Obstetri William (Edisi 23). Jakarta : EGC.
Dahlan, M.S., (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika.
Derso T, Abera Z, & Tariku, A. (2015). Magnitude and Associated Factors Of Anemia Among Pregnant Women in Dera
District. BMC Research Notes 2017. doi: 10.1186/s13104-017-2690-x.
Dinas Kesehatan Kota Medan. (2018). Rekapitulasi Ibu Hamil Anemia Di Wilayah Kerja Kota Medan. Medan : Dinkes Kota
Medan 2018.
Ernawati, S., & Fatimah. (2015). Pelaksanaan Antenatal Care Berhubungan Dengan Anemia pada Kehamilan Trimester III di
Puskesmas Sedayu I Yogyakarta. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia vol. 3 No. 3, 134-139 ISSN : 2354-7642.
Fatkhiyah, N. (2017). Faktor Resiko Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Slawi Kab. Tegal.
Indonesia Jurnal Kebidanan, 2(2), 86-91. Diakses 20 Februari 2019, dari http://ejr.stikesmuhkudus.ac.id
Fikriana, U., & Suharni. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Kasihan
II Bantul Tahun 2013. Diakses dari http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/1272
Hackley, B., Kriebs, J.M., & Rousseau, M.E. (2013). Buku Ajar Bidan Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : EGC.
Handayani, S.(2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Sambutan
Kota Samarinda. Mahakam Midwifery Journal, 1(2), 126-138.
Handayani, T. R. (2017). Determinan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Nagaswidak
Palembang Tahun 2017. Diakses 14 Februari 2019, dari http://journalstikesmp.ac.id/.
Intan, A., Sari R.N. & Ircham. (2012). Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya.
80
JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 4 No. 4 Oktober 2020

Kementerian Kesehatan RI (2016). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita
Usia Subur (WUS). Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes RI, 2016. Diakses dari
https://www.academia.edu/37154483/Buku_Pedoman_Pencegahan_dan_Penanggulangan_Anemia_Pada_Remaja_Putri_d
an_WUS
Kementerian Kesehatan RI (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta : Kemenkes RI, 2017.
Kementerian Kesehatan RI. (2017) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta : Kemenkes RI, 2018.
Kementerian Kesehatan. (2015). Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Pusdiknakes.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, (2004). Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 (RPJP)
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-
2019 (RPJM-N).
Kementerian Kesehatan RI. (2015) Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu (Edisi kedua). Jakarta : Kemenkes RI Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan KIA.
Kemenkes RI & Milenium Challenge Account-Indonesia, (2015). Pedoman Program Pemberian dan Pemantauan Mutu
Tablet Tambah Darah Untuk Ibu Hamil di Wilayah Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat. Diakses 11 Maret
2019, dari https://www.academia.edu/28222067/Pedoman Program Pemberian dan Pemantauan Mutu Tablet Tambah
Darah Untuk Ibu Hamil Millenium Challenge Account-Indonesia.
Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., Lwanga, S.K. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
Gadjahmada University Press.
Lubis Z, Jumirah, & Fitri M. (2017). Karakteristik, Asupan Gizi dan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil. The Indonesian Journal
Of Public Health. ISSN : 0216-2482 Online 2356-4067.
Permenkes RI (2014). Standar Tablet Tambah Darah bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil. Diakses dari
http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload/regulasi/PMK_No._88_ttg_Tablet_Tambah_Darah_.pdf
Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2018, Dinas Kesehatan Kota Medan.
Profil Puskesmas Medan Johor Tahun 2019, Puskesmas Medan Johor Kota Medan.
Purwandari, A., Lumy, F., & Polak, F. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia. Jurnal Ilmiah
Bidan, 4(1) ISSN : 2339-1731.
Rachmat, M. (2016). Metodologi Penelitian Gizi dan Kesehatan.. Jakarta : EGC.
Riskesdas, (2013). Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta : Kemenkes RI.
Riskesdas, (2018). Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2018. Jakarta : Kemenkes RI.
Sastroasmoro,S., & Ismael, S. (2017). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-5. Jakarta : Sagung Seto.
The World Bank Data, (2017). Prevalence of Anemia Among Pregnant Women (%). Diakses 19 Februari 2019 dari
https://data.worldbank.org/indicator/sh.prg.anem diakses
Vanamala, V.G., Rachel, A., Pakyanadhan, S., & Somavathi, (2017). Incidence and Outcome of Anemia in Pregnant Women
: A Study in A Tertiary Care Centre. International Journal Of Reproduction, Contraception, Obstetric and Gynecology 2018,
7(2) 462-466. doi : 10.18203/2320-1770 ISSN : 2320-1770.
Varney, H. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (Edisi 4 Volume 1). Jakarta : EGC.
Walyani, E.S. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru.
Wahyu & Suharni, (2015). Hubungan Paritas Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Godean II Sleman
Yogyakarta 2015. Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Waryono (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
Rachmaniar, R., Nelasari, H., & Widiwanto, B. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Anemia Pada Ibu Hamil
Trimester II Dan III Dengan Resiko Terjadinya Anemia Dalam
Kehamilan Di Puskesmas Sukorame Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, Vol 9, No 2. ISSN : 0216-
759X (p), 2614-476X (e). Diakses darihttp://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/4137
Windari L, Lisnawati N & Herutomo T. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di
Kecamatan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Diakses 20 Februari 2019, dari http://ejournal.stikesholistic.ac.id
World Health Organization. (2015). WHA Global Nutrition Targets 2025 :Anemia Policy Brief. Geneva : WHO.
World Health Organization. The Global Prevalence of Anemia in 2011. Geneva : World Health Organization.
81

You might also like