You are on page 1of 30
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA BISIKA DENGAN PROSES ABSORPSIL, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu, misal melalui oral, parenteral, anal, dermal atau cara lainnya, obat akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi, Selain proses di atas, kemungkinan obat akan mengalami modifikasi fisika yang melibatkan bentuk sediaan atau formulasi obat, dan modifikasi kimia yang melibatkan perubahan struktur molekul obat, dan hal ini dapat memengaruhi respons biologis. Setelah diabsorpsi, obat masuk ke cairan tubuh dan didistribusikan ke organ-organ dan jaringan-jaringan, seperti otot, lemak, jantung dan hati, Sebelum mencapai reseptor, obat melalui bermacam-macam sawar membran, pengikatan oleh protein plasma, penyimpanan dalam depo jaringan dan mengalami metabolisme. Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel yang bersifat polar, Molekul obat yang tidak terlarut dalam cairan tersebut tidak dapat diangkut secara efektif ke permukaan reseptor sehingga tidak dapat menimbulkan respons biologis. Oleh karena itu molekul obat memerlukan beberapa modifikasi kimia dan enzimatik agar dapat terlarut, walaupun sedikit, dalam cairan luar sel. Yang penting adalah harus ada molekul obat yang tetap utuh atau dalam bentuk tidak terdisosiasi pada waktu mencapai reseptor dan jumlahnya cukup untuk dapat menimbulkan respons biologis. Proses absorpsi dan distribusi obat dapat dijelaskan dengan bagan seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. ‘Tiga fasa yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah: |. Fasa farmasetis, yang meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat alti® Foggia berperan dalam ketersediaan obat untuk dapat diabsorpsi ke tubuh, ‘ Penyerapan ——> Distribusi aN mb. uate == OR +> Roxon 6 0+ R= = OR PONS big be + Y P y P \ Respons toksik (oP) (or) Cc Cairan Cairan intersisial | intersetuler Gambar 3.1 Proses absorpsi dan distribusi obat Keterangan: ie ~ membran biologis, O = Obat, P= Protein, R = Reseptor, (OR) = kompleks obat-reseptor dan (0) = kompleks obat-protein, yang meliputi dan ekskresi obat (ADME). Fasa ini mencapai jaringan sasaran (‘arger) Proses absorpsi, distribusi, metal i berperan dalam ketersediaan obat url atau reseptor sehingga dapat menimbulkat respons biologis. 3. Fasa farmakodinamik, yaitu fasa ‘erjadinya interaksi obat-reseptor dalam jing sasaran, Fas i ; 1. Obat disin 3. Obat aktif yan, ‘a-mula tidak aktif, set ie Senyawa aktif, kemudi menimbulkan Tespons biologis Gk i b. Obat akti¢ akan dimetat isi ee htt Kemuciandickskresi Reta meta © Obat aktif akan dimer bolign ®inaktivasiy (biotoksifikasiy, °liSis m sat ok Snehasilkan metabotit yang bersift Obat dalam bentuk bebas langsung peer: n, menghasilkan tid olit yang lebih polar 44? 66 kina MEDISINAL_ Pabrikasi (formulasi, dosis) Bentuk sediaan ~ Fasa farmasetis } Per oral, rektal Saluran cerna (pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif) \ Absorpsi (ketersediaan hay ati) ' renee Peredaran darah <— per iv. 1 ~ Fasa farmakokinetik (ADME) OD rast ummanodinatn Jaringan === (Depo) Obat bebas | Protein plasma === Reseptor —> Respons biologis ae Toksisitas bioaktivasi bioinaktivasi Ekskresi_ <——______________ Metabolisme Gambar 3.2 Fasa-fasa penting dalam kerja obat, yaitu fasa farmasetis, farmakokinetik dan farmakodinamik Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul obat yang tetap uutuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran, Sebagian besar obat akan berubah atau terikat pada biopolimer. Tempat di mana obat berubah atau terikat sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebut sisi kehilangan (site of loss). Distribusi obat pada reseptor dan sisi kehilangan tergantung dari sifat kimia fisika molekul obat, seperti kelarutan dalam lemak/air, derajat ionisasi, kekuatan ikatan obat-reseptor, kekuatan ikatan obat-sisi kehilangan dan sifat dari reseptor atau sisi kehilangan Contoh sisi kehilangan: protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem enzim yang dapat menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif menjadi bentuk tidak aktif dan proses ekskresi obat, baik sebelum maupun sesudah proses metabolisme. Depo penyimpanan adalah sisi kehilangan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan obat sebelum berinteraksi dengan reseptor. Ikatan obat-depo penyimpanan bersifat HUBUNGAN STRUKTUR. SIFAT kana ciciica NENGAN PROSES ABSORPS! 67. » bila kadar obat dalam darah menurun maka obatafgy ailep | ~ terpulihkan (reversible), bil ~ kembali ke cairan darah, Wee ginal dan otot f : jaringan 2 Contoh depo penyimpanan: ja IKA DENGAN p; A. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FIS ROSE, ‘ ABSORPSI OBAT ; sublingual (bawab Tidah), rektal (dup, ey oters, nremate, ae melibatkan proses absorpsi obat yang pene eee ea Secarg Parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intraarteri, intrasp’ f taser tidak melibatkan proses absorpsi, obat langsung masuk ke peredaran larah dan Kemucian menuju sisi reseptor (receptor site), Cara pemberian yang lain adalah secary inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata, Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Kegagalan atau Kehilangan obat selama proses absorpsi aken ‘memengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan 1. Absorpsi Obat melalui Saluran Cerna Pada pemberian secara oral, sebelum obat Iasuk ke peredaran darah dan didiy ik ke seluruh tubuh, terlebih dulu harus me ia satura goa ngalami proses absorpsi pa PEinsip teori sebagai dasar untuk memahami Proses aby eee sorpsi obat adalah sebagai da saluran cema, 2) Membransalran cema dan membran biclgis lain : (lipid barrier) ¥8 bekerj 2) Bentuk molekul atau tak terionkan dari Obat yan, bers (ut dalam lemak, mudah menembus membre Dito tsam a dengan baik BIS, seh 4). Scbaian besar obat akan diabsorpsi metal Mekanig 4) Kecepatan absorpsi dan jumlah abst Yang diabsorpg, jo Usi pasit Koefisien partisi lemak/air. Pethubun ) Obat yang bersifatasam lemah atau netral akan lebih banyay Sedang obat yang bersifat basa lemah akan lebih anya Siabsorbsi gi laribune iabsome) tt lambung, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Proses aby “psi gi @ sebagai sawar lemak au basa, mudah ingga akan diabsorbsi an dengan nilai feinadea SOrDsi ol i usus. dor i adalah entuk sedan, sia kimta ike go Pada g dan faktor lain-lain, Pemiberian, ae cera OF biologis a. Bentuk Sediaan ie Bentuk sediaan terutama berpengaruh terhadap kecenatay Secara tidak Iangsung dapat memengaruhi intensitas Fespons bic Psi g ‘logic chet yang “o sediaan pil, tablet, kapsul, suspensi, emulsi, serbuk dan larutan, proses al obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan, ‘Ukuran partikel bentuk sediaan juga memengaruhi absorpsi obat. Makin kecil uukuran partikel, Iuas permukaan yang bersinggungan dengan pelarut makin besar schingga kecepatan melarut obat makin besar. Adanya bahan-bahan tambahan atau bahan pembantu, seperti bahan pengisi, pelicin, penghancur, pembasah dan emulgator, dapat memengaruhi waktu hancur dan melarut obat, yang akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat. b. Sifat Kimia Fisika Obat Bentuk asam, basa, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat memengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorf, kelarutan dalam lemak/air dan derajat ionisasi juga memengaruhi proses absorpsi obat. Contoh: 1) Penisilin V dalam bentuk garam K lebih mudah melarut dibanding penisilin V bentuk basa. 2) Novobiosin bentuk amorf lebih cepat melarut dibanding bentuk kristal. c. Faktor Biologi: Faktor-faktor biologis yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antara lain adalah variasi keasaman (pH) saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya buluh darah pada tempat absorpsi. d. Faktor Lain-lain Faktor lain-lain yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antara lain adalah umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya penyakit tertentu. Absorpsi obat melalui saluran cera terutama tergantung pada ukuran partikel molekul obat, kelarutan obat dalam lemak/air dan derajat ionisasi. Suatu obat yang bersifat basa lemah, seperti amin aromatik (AR-NHa), aminopirin, asetanilid, kafein dan kuinin, bila diberikan melalui oral, dalam lambung yang bersifat asam (pH = 1-3,5), sebagian besar akan menjadi bentuk ion (AR-NH,"), yang mempunyai kelarutan dalam Jemak sangat kecil sehingga sukar menembus membran lambung, Bentuk ion tersebut kemudian masuk ke usus halus yang bersifat agak basa (pH = 5-8), dan berubah menjadi bentuk tidak terionisasi (AR-NH)). Bentuk ini mempunyai kelarutan dalam. lemak besar sehingga mudah terdifusi menembus membran usus, Contoh distribusi teoritis senyawa amin aromatik pada saluran cerna dapat dilihat pada Gambar 3.3 Asam lemah, seperti asam salisilat, asetosal, fenobarbital, asam benzoat dan fenol, pada lambung yang bersifat asam akan terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, mudah Jarut dalam lemak sehingga dengan mudah menembus membran lambung, HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 69 peroral AtNHY Plasma (pH=714) ex | > APNEA ANH - eo * Lambung, \ eat ren? Lemak ANH mmembran ArH Usus {! H=5-8) ef 4 ArNH > APNEb ee ae so Gambar3.3_Disti us torts senyawa amin aromatic (AR-NHy, pKa = 4.0) dalam saluran cema (Brodie dan Hogben, 1957, dengan Modifikasi) + la, enyawa y; at SULar larut dalam ar, seperi BaSO, Meoracs area: yang sang: alterna KOH), juga tida diabsorpsi oleh Contoh perbandingan abs 1 selektif’ Kelarutan obat dalam lemak merupakan alah satu sitae figig «tt Hemak, absorpsi obat ke membran biologis. Makin besar kelaru 8 me, n meng, Pula derajatabsorpsi obat ke membre biotogis, dalam ig aa na Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.2, yang menunjukkan hubu, erapa senyawa dalam lemak, dinyatakan dalam koefisien, tara ke l Aerajatabsorpsi melalui membran biologis (dinding ususy. PtSi lo pion i, dan Studi tentang masalah yang berhubungan dengan absorpsi kuarterner Pada saluray 70 Kia MEDisiNaL_1 abel 3.1 Perbandingan absorpsi beberapa obat yang bersifat asam atau basa pada erbagai pH di lambung dan usus halus tikus (Lemke, er al,, 2008) % Absorpst Obat pKa __Lambung Tikus __Usus Halus Tikus pHi pH8 pH4 pH ‘Asam Asam salisilat 30 61 13 64 10 Asetosal 35 35 i 41 - Tiopental 16 46 34 - - Fenol 99 40 40 - ~ Asam benzoat 42 s - 62 5 Asam sulfonat = 0 0 0 0 Basa Anilin 46 6 56 40 61 p-Toluidin 5.3 0 47 30 64 Aminopirin 5.0 = = a 32 Kuinin 84 - 18 9 34 Benzalkonium klorida = 0 0 0 0 Keterangan: ~ : belum ada data penelitian, Tabel 3.2 Hubungan koefisien partisi kloroform/air (P) dan prosen absorpsi bentuk tak terionisasi beberapa senyawa asam dan basa (Hogben et al.,1959) Nama Obat P*) % Absorpsi Tiopental 100 6 Anilin 26.4 34 Asetanilid 1.6 43 Asetosal 2,0 ai Asam barbiturat 0,008 5 Manitol <0,002 <2 Keterangan: a = koefsien partisi klorofomvair, penentuan dilakukan pada pH ci mana obat dalam bentuk tidak terionisasi paling besar Contoh; |. Pemberian secara oral anthelmintik turunan amonium kuarterner yang bersifat bast kuat, seperti pirvinium pamoat (Povan) dan ditiazanin iodida, ternyata obat tidak diabsorpsi oleh saluran cerna dan bersifat toksik terhadap cacing di usus. Bila ‘erserap, senyawa menimbulkan toksisitas sistemik yang tidak diharapkan. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 71. ih terionkan, seperti turn si obat yang mudal aaa MAN amon re sai gis aiiplebinlembat cibanding Molekul yah ? a Yang ga bermuatan dan kecepatannya makin lama makin menurun, Hal inj disebatyy lk | na berinteraksi dengan gugus karboksilat atau sulfonat yang terdap usus, membentuk senyawa kompleks. yang sukar diabsorpsi, 3. Bila trimetilen-bis(trimetilamonium) diklorida yang relatif ti tif tidak aktif digg secara oral bersama-sama dengan IN 292, suatu senyawa bisku, larterner ya Te Ng aks Sebagai antihipertensi, akan terjadi potensiasi dan efek penurunan tekanan dye meningkat. Diduga hal ini disebabkan senyawa amonium kuartemer yang fi aktif berkompetisi dengan amonium kuartemer aktif pada mukosa sisi Peni Schingea absorpsi molekul aktif meningkat, Bila keduanya diberikan bersama-sny Secara intravena, tidak terjadi efek potensiasi, (CH));-N=CHCH,CI lb-N= (CH); a aq ‘Trmetilen-bis(metilamonium) dikdorida IN-292 2. Absorpsi Obat melalui Mata » Sebagian diabsorpsi melalui sen ecePatan penetrasi tergantung si oba ; ote Bentuk Yang tidak terionisasi dan oleh membran mata, lebih coy at seSinya feng t!2™ Suasana asam karen an koefisien part ak cepatdiabsomps: Penetrasi obat yang bersifat dalam suasana tersebut bentu embran mata, Untuk obat yang berifar ae lemah por M882 Mudah menembus Fie pak Setasi lebih cepat dalam mudah larut dalam lem; asam lemah ik tidak terioni 3. Absorpsi Obat melalui Paru Obat anestesi sistemik yang diberikan dan membran mukosa saluran napas, “cara inhalas akan absorpsi melalui buluh darah paru bey Karena mempunyai feS°PSi m, Yai lug clalui epitel jalan dengan cepay, “8 Perm a es pie, Absorpsi obat melalui paru tergantung pada: Kadar obat dalam alveoli Koefisien partisi gas/darah, Kecepatan aliran darah par, Ukuran partikel obat. Hanya obat dengan gariy tengah 10 4m yang dapat masuk peredaran aliran paru, lebi aege M keeit dari 72 KiMIAMEDISINAL_ 1 i FRE LALP EIT B a SA 4, Absorpsi Obat melalui Kulit Ponggunaan obat pada kulit pada umumnya ditujukan untuk memperoleh efek setempat. Pada waktu ini sedang dikembangkan bentuk sediaan obat yang digunakan melalui kulit dengan tujuan untuk mendapatkan efek sistemik. Absorpsi obat melalui kulit sangat tergantung pada kelarutan obat dalam lemak karena epidermis kulit berfungsi sebagai membran lemak biologis. B, HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES DISTRIBUSI OBAT Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Melalui proses distribusi ini molekul obat aktif mencapal jaringan sasaran atau reseptor obat. Proses distribusi dan eliminasi obat berlangsung secara bersamaan dan pada umumnya proses distribusi obat lebih cepat dibanding proses eliminasi Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut. Sifat kimia fisika obat, terutama kelarutan dalam lemak. Sifat membran biologis. Kecepatan distribusi aliran darah pada jaringan dan organ tubuh Ikatan obat dengan sisi kehilangan Adanya pengangkutan aktif dari beberapa obat. Masa atau volume jaringan. meaese 1. Struktur Membran Biologis Sel kehidupan dikelilingi oleh membran yang berfungsi untuk memelihara keutuhan sel, mengatur pemindahan makanan dan produk yang terbuang, dan mengatur keluar masuknya senyawa-senyawa dari dan ke sitoplasma Membran sel bersifat semipermeabel dan mempunyai ketebalan total + 8 nm, Membran sel merupakan bagian sel yang mengandung komponen-komponen terorganisasi dan ‘lapat berinteraksi dengan mikromolekul secara spesifik. Struktur membran biologis Sangat kompleks dan dapat memengaruhi intensitas dan masa kerja obat, Sesudah Pemberian secara oral, obat harus melalui sel epitel saluran cerna, membran sistem Peredaran tertentu, melewati membran kapiler menuju sel-sel organ atau reseptor obat, Bila bekerja pada mikroorganisme yang patogen, obat harus menembus membran sel ‘mikroorganisme untuk menghasilkan aktivitas yang diinginkan, Membran biologis mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai penghalang dengan ait Permeabilitas yang spesifik dan sebagai tempat untuk reaksi biotransformasi nergi, HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS| 73. Si anisasi, yaitu: Membran sel terditi le eran yang terorganisasi, yaitu: 1) Lapisan fa eae 4 35A°, mengandung Kolesterol netral dan aa Pah yang ted dari ositiiletanolamin,fosfatdikolin, ov ann Saerce Berdasarkan sifat kepolaran lapisan lemak bimoleku ¢j menjadi dua bagian yaitu bagian non polar, terdiri dari rantai hidrokarbon, bagian polar yang terdiri dari gugus hidroksil kolesterol dan gugus gliseri fosfolipid. 2) Protein Bentuk protein bervarias, ada yang besar, berat molekulnya + 300,000 dia ada pula yang sangat kecil, Protein bersifat hidrofil dan hidrofob. 3) Mukopolisakarida Jumlah mukopolisakarida pada membran biologis kecil d: dalam keadaan bebas tetapi dal gan lemak, seperti | slikolipid, atau dengan protein, seperti glikoprotein, Mukopolisakarida ini | berperan untuk pengenalan sel dan interaksi antigen-antibodi | ost ampifil karena mengandung gues lan strukturnya tidak lam bentuk kombinasi deng: b, Model Membran Sel Dari berbagai model struktur diketahui yaitu model Davson. Nicholson. membran sel, ad, a tige -Danielli, model Rone | Model yang penting untuk | Robertson dan model Singer dan | 1) Model Struktur Membran Davson- Davson dan Danielli (1935), me terdiri dua bagian, bagian dalam Daniel adalah apa 28 stray isan | mei Juar adalah satu lapis protein, yang mengapit Taian lemerolekul, dan bagian ini bergabung dengan bagian polar lemak Melalui keine Pimoteky Proteia Model struktur meinbran Davson-Danieli dapat Stn Slektrostatik 2) Model Struktur Membran Robertson Mt Pada ‘ambay Bi Robertson (1964), memperjelas mod s yaitu dengan mengemukakan bahwa dai berorientasi pada permukaan sel dan mbran sel lel membran biog, werah polar mi Olek Ul tony °¥80N-Dan scifi diselimuti o temak sco Daniell leh sat Sec; ARB ca permukaan membran, lapig on ormal Model struktur membran sel hipotetis Robertson - in pada Gambar 3,5, at as BE ada 74, KIMIAMEDISINAL_1 ay | Gambar 3.4 Model struktur membran Davson-Danielli (Danielli dan Davson, 1935) Keterangan 1. Satu lapis protein globular. 2. Lemak. 3. Fosfolipid a. daerah polar, b. daerah hidrofob. VWINWTTTTT 8 EROS nH Ne ONO tt Manas 15 Gambar 3.5 Model struktur membran Robertson Keterangan: 1, Mukopolisakarida atau mukoprotein (20°). Bagian polar lemak, yang mudah terionkan. Bagian non polar lemak. |. Lemak bimolekul (35A°), Rantai polipeptida yang memanjang (20A°). Model Struktur Membran Singer dan Nicholson Singer dan Nicholson (1972), mengemukakan model struktur membran yang berbeda yaitu model cairan mosaik. Pada model ini struktur membran terdiri dari lemak bimolekul dan protein globular yang tersebar diantara leak bimolekul tersebut, Beberapa dari protein tersebut adalah integral, yaitu protein yang secara keseluruhan melewati membran, dan yang lain adalah protein perifer, yang bergabung hanya dengan salah satu permukaan membran. Model struktur membran sel Singer dan Nicholson dapat dilihat pada Gambar 3.6. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 75 3 Lapsan ek biel Gambar 3.6 Model struktur membran Singer dan Nicholson Contoh membran biologs: se epitel saluran cera, se epitel paru, sel endo buluh darah kapiler, sawar darah-otak, sawar darah-cairan serebrospinl } plasenta, membran glomerulus, membran tubulus renalis, dan sel epidemi haul. 2, Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dengan Proses Distribusi Obat Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara me melalui proses difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi ole | fisika obat dan sifat membran biologis, | | nembus membran biologis h struktur kimia, sifat kimia Proses difusi dibagi menjadi dua yaitu difusi pasif dan di fusi aktif a. Difusi Pasif Penembusan membran biologis secara difusi dlifusi pasif melalui pori (cara penyaringan), di | lemak penyusun membran dan difusi pasif d Pasifdibedakan menjadi tiga, yaitu Hust pasif dengan cara melarut dalam lengan fasilitas 1) Difusi Pasif melalui Pori | Membran sel mempunyai pori dengan garis tengah sek dilewati secara difusi oleh molekul yang bersifat hidrofil, moteku, tengah lebih Kecil dari 4 A° dan motekul dengan ume age dengan ba dari 3 atau berat motekul lebih Kecil dari 150, Kecepatey obec pada ukuran pori, ukuran molekul obat dan perbedaay kadar ae Antunes Sel glomerulus kapsula Bowman ginjal mempunyai an ae pori yang lebih besar dibanding pori membran bean Kétakterstik tersebut dapaldilewati oleh molekul obat dengan gars ene!°8 lain, Por molekul protein dengan berat molekul sampai 5000. 40 A° dan tar 4 A° dan dapat Sebagian besar molekul obat mempunyai gars tengah lebih besa : cara penyaringan ini kurang penting dalam mekanisme Pengangktgg 88? bat 76 KIMIAMEDISINAL_1 ae 2) Difusi Pasif dengan Cara Melarut pada Lemak Penyusun Membran Overton (1901), mengemukakan suatu konsep bahwa kelarutan senyawa organik dalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya penembusan membran sel. Senyawa non polar bersifat mudah larut dalam lemak, mempunyai harga koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus membran sel secara difusi. Peran koefisien partisi terhadap absorpsi obat turunan barbiturat dapat dilihat pada Gambar 3.7. 100 foviersea ‘Osetobarbital P50 (cHeiysin | © / Peat / /siictaciat wo /asam aibarinuat / (©/ Fenobariat 0 20 40 o > Persen (0) obat yang diabsorpsi Gambar 3.7. Hubungan koefisien partisi lemakiair (P) terhadap absorpsi bentuk tak terionisasi beberapa obat turunan barbiturat (Schanker, 1959) Pada Gambar 3.7 terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi kloroform/air dari bentuk tak terionisasi obat, makin besar persentase obat yang diabsorpsi. Obat modem sebagian besar bersifat elektrolit lemah, yaitu asam atau basa Jemah, dan derajat ionisasinya ditentukan oleh nilai pKa dan suasana pH. Hubungan antara pKa dengan fraksi obat terionisasi dan yang tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam dan basa lemah, dapat dinyatakan melalui Persamaan Henderson-Hasselbalch sebagai berikut. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 77 78 Untuk asam lemah: C, = fraksi asam pKa=pH + log C/C; yang tidak terionisasi C,= fraksi asam terionisasi i Contoh: RCOOH === RCOO-+H* pKa = pH + log (RCOOH)(RCOO’) Untuk basa lemah: C= fraksi basa yang tidak terionisasi pKa =pH + log C/C, ,= fraksi basa terionisasi Contoh; RNH;* <== RNH)+H* pKa = pH + log (RNH3*)/(RNH3) 3) Difusi Pasif dengan Fasilitas Kadang-kadang beberapa bahan obat yan 4A®, dapat melewati membran sel karena oleh perbedaan kadar antar mem dengan kadar tinggi ke daerah de setelah mencapai keseimbangan, Gerakan secara spontan. Membran sel bersifat permeabel ‘terhaday penetrasinya 1010.00 kali lebih besa Di sini terjadi suatu mekanisme khusus pembawa membran. Diduga molekul obat membentuk ko: dalam membran, yang bersifat mudah |; mudah bergerak menembus membran. Kembali ke tempat semula, berinteraksil Proses difusi pasif dengan bantuan pembawa me; Gambar 3.8. KIMIA MEDISINAL _1 bran. Pengangkutan ngan kadar yang 'g Mempunyai garis te n lebih besar ada tekanar ini berlangsung dari daerah lebih rendah, dan berhent ini iP senyawa 8 kelaruta, male Yang dapat dijelagien (2/2™ femal kan dengan teori mpleks den, ua larut dalam Tema, tolekut pembawa Pada sisi membran' ¢<"iMZea dengan kompleks akan terurai melepas molekul obat, dan molekuy "8 Hain (sisi 2), lagi dengan molekxy) oan Mbawa bebas seterusnya schingga tercapai suatu keadaan keseimby angan_ In, demikian bi mbran dapar Sith pada Sisi 1 () Sisi 2 Gambar 3.8. Proses penetrasi molekul obat yang bersifat hidrofl ke memibran biologis dengan bantuan pembawa Pembawa dapat berupa enzim atau ion yang muatannya berlawanan dengan ‘muatan molekul obat. Penembusan obat ke dalam membran biologis di atas / dapat berjalan dengan cepat bila ada katalisator enzim dan ukuran bentuk kompleks cukup kecil. Contoh difusi pasif dengan fasilitas adalah penetrasi gula, misal glukosa, asam amino, gliserin, urea dan ion Cl ke membran sel darah merah. ‘ b. Difusi Aktit. Penembusan membran secara difusi aif dibedakan menja pengangkutan aktif dan pinositosis. ; shan osiget emery st a pnd deen canscanet . tem Pengangkutan Aktif . v Rien pengangkutan aktif atau transpor aktif, mirip dengan roa fl past dengan fasiits ya sama-sama berdasarkan teori pembaya ie Perbedaannya adalah: ; a. Pengangktan obat dapat berjalan dari dacrah yang berkadar renga duerah yang berkadar lebih tinge, jadi tidak tergantung pada pry kadar antar membran. by. Pengangkutan tersebut memerlukan energi, yang berasal dari adngs trifosfat (ATP). _- Reaksi pembentukan kompleks obat-pembawa memerlukan afinitas, Contoh pengangkutan aktif: ._ sekresi H* dari lambung, . pelepasan Na* dari sel saraf dan otot, ..absorpsi kembali glukosa dalam tubulus renalis, pengangkutan aktif K* dan Na* dari sel darah merah, . pengangkutan aktif obat, contoh: pengangkutan penisilin ke tubulis } renalis. 2) Pinositosis Pinositosis merupakan tipe spesifik pengangkutan aktif dari obat yang mempunyai ukuran molekul besar dan misel-misel, seperti lemak, amilum, | gliserin dan vitamin A, D, B, K. Pengangkutan ini digambarkan seperti sistem fagositosis pada bakteri. Bila membran sel didekati oleh molekul obat maka membran akan membentuk rongga yan; ilingi r ig mengelilingi molekul obat dan Kkemudian obat bergerak mencmbus membran sete = ° fee By Proses pengangkutan aktif secara pinositosis dapat dilihat pada Gambar 39- Mekanisme pinositosis ini berjalan san; Nn at pelan schingga dipa venting ecbagal cunts proses eee gatettPelan sehingga dipandang Kurang ‘an obat ke membran sel. Membran lemak ‘fASEEE ERE fs © Molekul obat Rongga ® © sé Sisil Sisi2 Gambar 3.9. Pentembusan membran dengan mokanisme pinostogy 80 KIMIAMEDISINAL_1 eee Ml 3, Interaksi Obat dengan Biopolimer semua molekul organik asing yang masuk ke tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asam nukleat, mukopolisakarida, enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat-biopolimer dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus- gugus fungsional. Besar dan tipe interaksi obat-biopolimer tergantung pada sifat kimia fisika molekul obat dan karakteristik biopolimer. Molekul obat berinteraksi dengan lebih dari satu biopolimer yang berada dalam cairan luar sel, membran sel dan cairan dalam sel. Interaksi obat-biopolimer memengaruhi awal kerja dan masa kerja obat serta besar efek biologis yang ditimbulkannya. Berdasarkan sifatnya, interaksi obat-biopolimer dikelompokkan menjadi dua, yaitu interaksi tidak spesifik dan interaksi yang spesifik a. Interaksi Tidak Spesifik Interaksi tidak spesifik adalah interaksi obat dengan biopolimer, yang hasilnya tidak memberikan efek yang berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer, Interaksi ini bersifat terpulihkan, ikatan kimia yang terlibat pada umumnya mempunyai kekuatan yang relatif lemah. Interaksi tidak spesifik tidak menghasilkan respons biologis. Contoh interaksi tidak spesifik obat dengan biopolimer antara lain adalah interaksi obat dengan protein, jaringan, asam nukleat, mukopolisakarida dan lemak 1) Interaksi Obat dengan Protein Di dalam tubuh terdapat protein, baik pada plasma darah maupun jaringan, yang dapat berinteraksi dengan hampir semua molekul obat. Interaksi obat-protein bersifat terpulihkan dan ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi ini adalah ikatan-ikatan ion, hidrogen, hidrofob dan ikatan van der Waals. Pengikatan obat-biopolimer sebagian besar terjadi dalam cairan darah dan kadar obat bebas dalam darah selalu berkaitan dengan kadar obat yang terikat oleh protein plasma Kurang lebih 6,5% komposisi darah adalah protein, dan + 50% dari protein tersebut adalah albumin, yang mempunyai peran penting dalam proses pengikatan obat, Albumin mempunyai berat molekul + 69.000, bersifat amfoter, mempunyai pH isoelektrik yang lebih rendah dibanding pH fisiologis (7,4). schingga dalam darah akan bermuatan negatif, Karena mengandung ion Zwitter, albumin dapat berinteraksi baik dengan kation maupun anion obat. Selain albumin, protein yang sering mengikat obat adalah y-globulin. Bila protein plasma telah jenuh, obat bebas dalam cairan darah berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis. Bila kadar obat bebas dalam darah menurun, kompleks obat-protein plasma akan terurai dan obat bebas kembali ke plasma darah. HUBUNGAN STRUKTUA, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 81 i rotein plasinayniGlekulobatheitg inferaksi dengan protein plasma, ae hae Saenger erat kespesiikan ting walaupun tidak tenay om ie erti pada interaksi obat-reseptor. Pada umumnya, pengikatan oy si protein plasma eb ergantung pada struktur kimia dibanding dengan io partis lemab/ait. Contoh: 7 Analog tiroksin, untuk dapat bergabung secara maksimal dengan albus, plasma, strukturnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, yi ‘mempunyai: a. struktur inti difenileter, . empat atom iodida pada posisi 3,5 dan 3”,5°, ©. gugus hidroksil fenol bebas, 4. fantai samping alanin atau gugus anion yang terpisah dengan tiga atom¢ dari inti aromatik. Bila salah satu keempat syarat di aas tidak dipenuihi maka penggabungan analog tiroksin dengan albumin plasma menjadi rendah, Hubungan antara struktur analog tiroksin dengan penggabungan terhadap albumin plasma dapat dilihat pada Tabel 3.3 ‘ Tabel 3.3 Hubungan antara struktur analo; terhadap albumin plasma (Sterling, 1964, dena oi? dengan penggabungannye gan modifikasi) 3 Strakturumum = Ro. Ro 35) 315° tae tapan = 1, 1, 1, 1, 1, CH, ee 1 CH,-CH(NH. Het CHy-CH(NH, Ho OH,H 11 CH,-CH(NH. HoH,H HH CHy-CH(NH) LI LI LI LI 41 yon a, Cl Cl, 1 T 1 I 1 I 1 a 1 82 —KIMIA MEDISINAL_ 1 Pada Tabel 3.3 terlihat bahwa perubahan struktur rantai samping alanin, hilangnya atom iodida dan perubahan gugus hidroksil fenol akan menurunkan penggabungan analog tiroksin dengan albumin plasma secara drastis, Kompleks obat-protein mempunyai beberapa fungsi, antara lain adalah. a, Pengangkutan senyawa biologis, contoh: pengangkutan O, oleh hemoglobin, Fe oleh transferin dan Cu oleh seruloplasmin. b, Detoksifikasi keracunan logam berat, contoh: pada keracunan Hg, Hg diikat secara kuat olch gugus SH protein sehingga efek toksisnya dapat dinetralkan. Meningkatkan absorpsi obat, contoh: dikumarol diabsorpsi dengan baik oleh usus karena dalam darah obat diadsorpsi secara kuat oleh protein plasma. d, Memengaruhi sistem distribusi obat yaitu dengan membatasi interaksi obat dengan reseptor spesifik, menghambat metabolisme dan ekskresi obat, sehingga memperpanjang masa kerja obat. Contoh: Suramin, obat antitripanosoma, bila diberikan dalam dosis tunggal secara intravena, dapat mencegah serangan penyakit tidur selama beberapa bulan. Hal ini disebabkan ikatan kompleks suramin-protein plasma cukup kuat dan kompleks mempunyai ukuran molekul yang besar sehingga tidak dapat melewati penyaringan glomerulus, Kompleks suramin-protein plasma tersebut terdisosiasi dengan lambat, melepas obat bebas sedikit demi sedikit sehingga obat mempunyai masa kerja yang panjang Ikatan obat-protein sebenarnya tidak diharapkan karena obat dalam bentuk terikat dengan protein secara farmakologis tidak aktif, [katan tersebut bersifat terpulihkan, schingga bila ada gangguan kesetimbangan, obat bebas aktif akan dilepaskan kembali ke cairan tubuh Interaksi Obat dengan Jaringan Selain dengan protein plasma, obat dapat pula berinteraksi dengan jaringan membentuk depo obat di luar plasma darah. Contoh: 1. Klorpromazin HCI, suatu obat tranquilizer, pada keadaan kesetimbangan ternyata perbandingan total obat dalam jaringan otak dan plasma darah = 501:11, yang berarti klorpromazin lebih terikat pada jaringan otak dibanding protein plasma, Perbandingan kadar klorpromazin HCI dalam jaringan ota dan plasma darah dapat dilihat pada Gambar 3.10. 2, Kuinakrin (Atebrin), suatu obat antimalaria, empat jam setelah pemberian secara oral ternyata kadar total obat dalam jaringan hati 2000 kali lebih besar dibanding kadar total pada protein plasma. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 83 lemak Plasma eerie Membran darah, = Obat bebas Obat bebas = oa | 4 Selektif permeabel | i ‘ bat terikat = Obat terikat = 500 Obat terikat = 19 a ee | Total = 501 Total ul |} ® si Gambar 3.10 Kadar kiorpromazin HC! dalam Jaringan otak dan plasma darah. Angkaang s merupakan Perbandingan al w Ikatan kompleks obat-jaringan Kadang-kadang memengaruhi aktivitas biologs | obat, Pengikatan obat olch protein Plasma dan jaringan dapat member 4 Penjelasan mengapa kadar total obat yan tinggi dalam darah belum tentu inempunyai keefektifan yang tinggi. Hal inj dijelaskan dengan membandingkan | li ae ae A dan B dalam darah dan Jaringan, seperti yang terliha 7 a i Shy hy ‘a Obat terkat hy Kadar Me total : ) a Darah —_Jaringan Dasa | Oma Obat B 7 Gambar 3.11 Kadar hipotetik obat A dan B dalam darah dan jaringan oye, 5 modifikasi) *engan 84 © KIMIAMEDISINAL_1 4) 5) Dari Gambar 3.11 disimpulkan hal-hal sebagai berikut, a. Kadar total obat A dalam darah lebih besar dibanding kadar total obat B. >, Bentuk terikat obat A lebih besar dibanding obat B. ©. Obat B lebih efektif dibanding obat A karena kadar obat B bebas lebih besar dibanding obat A dan di atas kadar efektif minimal (KEM) sehingga dapat menimbulkan respons biologis. Jadi yang lebih menentukan respons biologis adalah kadar obat bebas dalam darah dan bukan kadar total obat dalam darah. Interaksi Obat dengan Asam Nukleat Beberapa obat tertentu dapat berinteraksi dengan asam nukleat dan terikat secara terpulihkan pada asam ribosa nukleat (ribose nucleic acid = RNA), asam deoksiribosa nukleat (deoxyribose nucleic aid = DNA) atau nukleotida inti sel Contoh: kuinakrin, obat antimalaria, akan terikat pada asam nukleat dengan kuat sehingga untuk mencapai secara cepat kadar kemoterapetik harus diberikan dosis awal yang besar. Interaksi Obat dengan Mukopolisakarida Mukopolisakarida merupakan makromolekul yang mempunyai gugus-gugus polar dan sebagian besar bermuatan negatif, Daya hidrasinya sangat kuat, dan makromolekul ini dapat mengikat secara tidak spesifik obat yang bermuatan positif. Interaksi Obat dengan Jaringan Lemak Tubuh mengandung lemak netral cukup besar, + 20-50% berat badan, yang berfungsi sebagai depo obat-obat yang mudah larut dalam lemak. Dalam depo lemak, obat terikat pada gliserida netral asam lemak, fosfolipid yang bersifat polar, seperti lesitin dan sefaelin, sterol, seperti kolesterol, dan glikolipid, seperti serebrosida, Ikatan obat-jaringan lemak bersifat terpulihkan dan tidak begitu kuat. Sifat kelarutan dalam lemak dapat berpengaruh terhadap aktivitas biologis obat. Contoh: 1. Tiopental, suatu obat anestesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai wal kerja dan masa kerja yang sangat singkat sehingga dimasukkan dalam golongan barbiturat dengan kerja sangat singkat. Mekanisme kerjanya dijelaskan sebagai berikut. Tiopental (pKa = 7,6), mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air = 100 (logP =2). Dalam plasma darah yang mempunyai pH = 7,4, tiopental terdapat dalam bentuk tidak terionisasi + 50%, yang mempunyai kelarutan dalam Jemak sangat besar. Setelah pemberian dosis tunggal secara intravena, dalam HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 85 86 KIMIAMEDISINAL_ 1 ik, tiopental dengan cepat didistribusikan ke j vaktu beberap Me oust, yang mengandung banyak jr tak atau, it 1m jaringan otak lebih besar dibanding Kedar gy schingga ag apariet efek anestesi(awal kerja obat cepat 1 Pe Laat plsinadarek dengan cepat lerdistibusi den 4 _ Ja deo nak; makin lama makin banyak schingga kadar gh da plasma menurun secara drastis, Untuk mencapai kesetimbangan, tiopeny yang berada pada jaringan otak akan masuk kembali ke plasma ag schingga kadar anestesi tidak tercapai lagi dan efek anestesi segera Dera (masa kerja obatsingkat), Di sini masa kerja tiopental tidak tergany pada kecepatan metabolisme atau ekskresinya tetapi lebih tergantuny pada kecepatan distribusinya, Setelah 3 jam pemberi dalam depo lemak 10 kali lebih besar dibanding kadar obat dalam plasny Hekeobarbital (pKa €4) suatu turunan N-metilbarbiturat, mempumy awal Arie cepat dan masa kerja yang singkat dengan prinsip kerja sep tiopental. him ian, kadar tiopena| a zB 2 2 E i g 5 5 S e & binatang normal, heksafluoren Pada jaringan lemak seh 5 sempurna oleh tempat pengikatan binatang tersebut telah tere aenetimbulkan efek pemblokan. Bilt | pengikatan obat pada Jaringan te ul diberikan obat anestesi, tempat mal sen etiam men}ebabian kadar aes CHUAN Shingza pombe saraf otot cukup besar, dan lerjadi efek ae 5 Sm plasma dan penghubutg 6) Pengaruh Lain-tain dari Interaksi Tidak a Pada interaksi tidak spesifik,jumtan obat yan tk merupakan fungsi dari kadar obge afin’ "rikat pag = é <éan kapasitas tempat pengikaten Temas bat teri {2 tempat pengikata sshingga kemungkinan dapat terjady poet Pek MAP tempat pengikaias eadaan tersebut jarang terjagi, S*i¢MUhan, Malaupagd lah terbas n Afinitas terhadap tempat pengikar Pada dosis norm Pat Pengikatan dari 4 Kemungkinan terjadi persaingan antar ma obat dengan bahan normal tubuh dalam mempeatl aba dapat memberikan pengaruh yang mengunke than ‘akan fokan fungsi otot. Diperkirakan bahwa pad Mum terserap, be, ata st beda, sehingg® empay 8" Molekul obat Maup ye 8Bikatan, Hal il PM srugikan Contoh: 1, Fenilbutazon, oksifenbutazon, sulfinpirazon, etilbishidroksikumarin asetat, bishidroksikumarin dan asam salisilat dapat mendesak turunan sulfonamida dari ikatannya dengan albumin plasma, Sulfonamida yang terbebaskan mendifusi ke jaringan dan menimbulkan efek antibakteri Asam salisilat dosis tinggi dapat mendesak tiroksin dari ikatannya dengan protein plasma, Tiroksin yang terbebaskan berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis. Pada dosis normal, semua asam salisilat berinteraksi dengan sisi pengikatan tubuh sehingga tidak menimbulkan efek seperti tiroksin. 5. Turunan sulfoniturea, seperti tolbutamid dan klorpropamid, suatu obat antidiabetes, dapat mendesak insulin dari ikatannya dengan protein plasma schingga seolah-olah terjadi pelepasan insulin dari sel f-pankreas. Insulin yang terbebaskan kemudian berfungsi sebagai antidiabetes. Fenilbutazon, oksifenbutazon, sulfonamida, klofibrat dan noretandrolon, dapat mendesak obat antikoagulan turunan kumarin, seperti dikumarol dan warfarin, dari ikatannya dengan protein plasma. Antikoagulan yang terbebaskan berkompetisi dengan vitamin K tubuh yang berfungsi untuk proses pembekuan darah sehingga waktu pembekuan darah menjadi lebih lama, Akibatnya, bila terjadi luka akan timbul perdarahan yang hebat. Kadang-kadang beberapa obat tertentu berikatan secara takterpulihkan (irreversible) dengan mineral yang ada dalam steuktur tubuh dan hal ini temnyata dapat merugikan. Contoh: 1. Tetrasiklin dapat menyebabkan warna gigi menjadi kuning yang tetap bila diberikan pada anak usia di bawah 8 tahun karena membentuk kompleks yang takterpulihkan dengan ion Ca struktur gigi Vitamin D, hormon paratiroid dan senyawa pengikat mineral, dalam dosis besar dan waktu pemberian yang cukup lama menyebabkan kerapuhan tulang karena senyawa-senyawa di atas mengikat ion Ca tulang secara takterpulihkan, b. Interaksi Spesifik Interaksi spesifik adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal, yang diamati sebagai respons biologis. Yang termasuk interaksi s adalah interaksi obat dengan enzim biotransformasi dan interaksi obat dengan reseptor, HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 87 A formasi Enzim Biotransforn A j 1) Interaksi Obat ere ects formasi: ditinjau dari tipe interaks; Interaksi obat-enz!! relatif tidak spesifik tetapi bila spesifik. q Contoh: f at enzim asetilkolinesterase, dapat Men, rn Cee or spesifik schingga terjadi pengum SSE aan dan menimbulkan respons kolinergik. a Ba asi penghambat enzim karbonik anhidrase, dy pee eeritietethida asa bikarbonat echingge juan a ferences eteettti Na? dalam tubulus cenalis berkurang. Reese era fesuciandikeluarien bersama-sama deny molekul air dan menimbulkan diuresis, Tetraetiltiuram disulfida (Disulfiram), dapat menghambat kerja all Oksidase, suatu enzim yang mengoksidasi alkohol menjadi asctaldehi produk metabolisme yang bersifat toksik. Hambat Pembentukan asetaldehid m lebih rendah, Oleh karen kecanduan alkohol, ‘Tranilsipromin, dapat menghambat ke enzim yang mengoksidasi k Katekolamin pada jaringan s sistem saraf Pusat. Alopurinol, dapat mengha , sng ea kid menyebabkan produksi asam ung ™menurun a peta digunakan untuk pengobata ree nege Penyakit pira 2) Interaksi Obat dengan Reseptor lag p an tersebut menyebabkas enurun sehingga toksisitas alkohol menjadi a itu disulfiram digunakan untuk pengobatan S ta enzim monoamin oksidase, suatt atekolamin. Akibatnya terjadi pengumpulan ehingga menyebabkan efek rangsangan pada jase, suatu enzim lambatan tersebut alopurinol dapat sebagai berikut, ditinjau dari akibat interaksi temyaty a hy BBitu-eseptor te Hitisimolekul ot & Seay dapat gg i Meise, a, b. 5 Fungsi organ sp. biologis dan da Jain. Fungsi pemicu biologis ter terlibat, Bila su: 88 - Untuk kontraksi of |. Sebagai katalisator dan KIMIA MEDISINAL _1 Menyusun alat regenerasi se, contoh: Untuk pengangkutan senyawa fy 28am nukleat, pengangkutan O,, logis Be hemosiobin untuk oh Onto: akin dan jog ; mengontro] Proses i \ al BBS tubun cc atob: ,, ek An Yang vant Centul energi ne BU beet ciniou tur makrg dengan Bugue enzim, Sebagai reseptor obat, esifik diatur oleh makromo} ‘pat mengubah 5 beker rgantung pada stupa atu mikromolekul obat berinteraker 'gsional makromolekul reseptor, timbul suatu energi yang akan berkompetisi dengan cenergi yang menstabilkan makromolekul tersebut, terjadi perubahan struktur dan distribusi muatan molekul, menghasilkan makromolekul dengan bentuk konformasi yang barn, Perubahan konformasi ini merupakan bagian penting dalam sistem pemicu biologis karena dapat menyebabkan modifikasi fungsi ‘ongan spesifik schingga timbul respons biologis, Respon biologis inilah yang merupakan perbedaan utama antara interaksi spesifik dan interaksi yang tidak spesifik. Reseptor obat adalah suatu makromolekul protein jaringan sel hidup, mengandung gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat spesifik, yang dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul obat yang mengandung gugus fungsi spesifik (farmakofor), menghasilkan respons biologis tertentu. Reseptor obat bukan enzim, tetapi sifatnya mirip dengan enzim dan merupakan agian lengkap dan terorganisasi dalam struktur sel. Dengan kemajuan tehnologi analisis yang sangat pesat, sekarang reseptor obat sudah banyak yang berhasil dipisahkan dengan berbagai teknik isolasi yang ada. Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap yaitu: a, Kombinasi molekul obat dengan reseptor spesifik. Interaksi ini memerlukan afinitas. b. Kombinasi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein sehingga timbul respons biologis. Kombinasi obat-reseptor ini memerlukan efikasi (aktivitas intrinsik) yaitu kemampuan obat untuk mengubah bentuk konformasi makromolekul protein sehingga dapat menimbulkan respons biologis. efikasi afinitas nita <= Respons biologis 0 + R =——— _ Konpkls OR) Obst Reseptor Reseptor mempunyai dua bagian yang spesifik yaitu a. Bagian yang bertanggung jawab terjadinya afinitas sehingga terbentuk kompleks obat-reseptor. b. Bagian yang bertanggung jawab terjadinya efikasi sehingga timbul respons biologis. Contoh interaksi beberapa obat dengan reseptor spesifiknya dan respons biologis yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3.4. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 89 ‘Tabel 344 Reseplor spesiik obat dan respons biologis yang dihasitkan (Lem 2008) Nama Obat Reseptor MEI Respons Boy = Epineftin Adrenengiy a Mekloretamin Antikanker att Klorokuin Antimalara ‘Transfer kompleks RNA- asam amino Tetrasiklin Antibiotik ve Ribosom 30S Streptomisin Antibiotk Wd Ribosom 50 $ Kloramfenikol Antibiotik Fos Dibidropteroat sintetase Sulfonamida Bakteriostatik Sst Dihidrofolat reduktase Pirimetamin Antimalaria itl Dihidrofolat reduktase Metotreksat Antileukemia | #eidsh ‘Transpeptidase Penisilin Antibiotik # ss Transpeptidase Sefalosporin Antibiotik # Prostaglandin sintetase Asetosal Analgesik gate Suksinat dehidrogenase Tiabendazol ___Anthelmintik ooltole peat sill C. HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT se pee » SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES a Pebagian besar obatdickskresikan ke luat tubuh melalui aru, ginjal, empedu atu area Sebagian Keel dengan kadar yang rendah diekskresikan melalui air liur dan 1. Ekskresi Obat melalui Paru ‘obat melalui paru adalah fisien partisi darah/udat ikan dengan cepat, sedang dan halotan, diekskresikat 2. Ekskresi Obat melalui Ginjai Salah satu jalan terbesar untuk ekskresi obgt melalui ginjal melibatkan tiga proses, yay ra secara pasif pada tubulusginjal dan Sekresf on adalah melalui ginjal, Ekskresi obat Yaringan glomerulus, absorpsi kembali if Pada tubulus ginjal. 90 KIMIA MEDISINAL_1 a ingan Glomerulus Eee 4 20-25% cairan tubuh dari curah jantung atau 1,2-1,5 liter darah per menit, dan + 10% disaring melalui glomerulus, Membran glomerulus ‘mempunyai pori Karakteristik schingga dapat dilewati oleh molekul obat dengan garis tengah + 40A°, berat molekul lebih kecil dari 5000, dan obat yang mudah Jarut dalam cairan plasma atau obat yang bersifat hidrofil. . Absorpsi Kembali seeara Pasif pada Tubulus Ginjal Sebagian besar obat akan diabsorpsi kembali dalam tubulus ginjal melalui proses if ‘orpsi kembali molekul obat ke membran tubular tergantung pada . Seperti ukuran molekul dan koefisien partisi lemak/air. Obat yang bersifat polar, sukar larut dalam lemak, tidak diabsorpsi kembali oleh membran tubulus. Absorpsi kembali pada tubular ini sangat tergantung pada pH urin. Obat yang bersifat elektrolit lemah pada urin normal, pH = 4,8~7,5, sebagian besar akan terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi, mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diabsorpsi Kembali oleh tubular. Obat yang bersifat asam lemah, seperti asam salisilat, fenobarbital, nitrofurantoin, asam nalidiksat, asam benzoat dan sulfonamida, ekskresinya akan meningkat bila pH urin dibuat basa dan menurun bila pH urin dibuat asam. Contoh: waktu paro biologis sulfaetidol yang bersifat asam lemah pada pH urin = 5 adalah 11,5 jam, sedang pada pH urin = 8, waktu paronya menurun menjadi 4,2 jam Obat yang bersifat basa lemah, ekskresinya akan meningkat bila pH urin dibuat asam dan menurun bila pH urin dibuat basa. Contoh obat basa lemah antara lain adalah kuinakrin, klorokuin, nikotin, prokain, meperidin, kuinin, amfetamin, imipramin, amitriptilin dan antihistamin. Asam kuat, dengan pKa lebih kecil dati 2 dari 12, terionisasi sempurna pada pH urin oleh perubahan pH urin, dan basa kuat, dengan pKa lebih besar sehingga sekresinya tidak terpengaruh Sekresi Pengangkutan Aktif pada Tubulus Ginjal Oat dapat bergerak dari plasma darah ke urin melalui membran tubulus ginjal dengan mekanisme pengangkutan aktif (active transport), Contoh, 1) Bentuk terionisasi obat yang bersifat asam, Seperti asam salisilat, penisilin, Probenesid, diuretika turunan tiazida asam aminohipurat, konjugat sulfat, Konjugat asam glukuronat, indometasin, klorpropamid dan furosemid, 2) Bentuk terionisasi obat yang bersifat bi sa, seperti morfin, kuinin, meperidin, Prokain, histamin, tiamin, dopamin dan turunan amonium kuarterner, Proses pengangkutan aktif obat di tubulus dapat memberi penjelasan mengapa “nubiotika turunan penisilin cepat diekskresikan dari tubuly, MUBUNGAN STRUKTUR,SIFATKIMIAFISIKA DENGAN PROSES ABSORPS! 91 Kombi benesid dengan pein akan meningkatkan masa Kera pei) smbinasi pro proben akresi pengangkutan aktif penisiin sey Jd dapat menghambat sekresi peng: wi ‘“inggi dan menimbulkan aktivitas lebih lanjut. 3. Ekskresi Obat melalui Empedu ‘Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis menjadi senyawa yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati, melewati empedy ceuuly Ke usus dengan mekanisme pengangkutan aktif. Obat tersebut biasany, dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sulfat atau glisin. Di usus bentuk konjugat tersebut secara langsung diekskresikan melalui tinja, atau dapat {Rengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat'non polar, schingga diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati, Gimetabolisi, dikeluarkan lagi melalui empedumenuju ke usus, demikian seterusnya Sehingga merupakan suatu siklus, yang dinamakan siklus enterohepatik. Siklus inj menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih Panjang. Contoh obat yang mengalami proses sik lus enterohepatik antara lain adalah hormon estrogen, indometasin, digitoksin dan fenolftalin, sedang obat yang langsung sickskresikan melalui empedu dengan mekanisme Pengangkutan aktif antara Jain adalah penisilin,rifampisin, streptomisin, tetrasiklin, hormon steroid dan glikosida jantung. ‘Skema proses ekskresi obat dari tubuh dijelaskan dengan bagan pada Gambar 3,12 92 KIMAMEDISINAL_1 ene ate DPEHHE. 2, @ Avaaial pi antag | ‘08 Hatta ee ESOT A toga (transporaktif) Reabsomsi " «<4 (Cobat tak terionisasi, ‘mada lat lemak) re) Tinja a heuriit) i) aah Gambar 3.12 Proses ekskresi obat dari tubuh " mie Abedal wth 1.0 pita 2ov% ier it iw wolvedt A sanenditiane aia Poet Laine wor, 6 ban annmehe, lagna eS cb0. iy pnd deen canscanet KEPUSTAKAAN sgor's Medicinal Chemistry and Drug Discovery gy 3. Bi Abraham, DA. 2003, Fung Development, Hoboken A Wiley ln Vol 2, Drug Discovery a Publication. Beale, J.M. and Block, J.H. eds., Medicinal and Pharmaceutical Chemist Williams & Wilkins. f Brodie, B.B. and Hogben, C.A.M., 1957. Some physico-chemical factors in ry action. J Pharm Pharmacol, 9, 6, 345-380, , Burger, A.,1983. 4 Guide to the Chemical Basis of Drug Design. New York: jj Wiley & Sons. Danielli, J.F. and Davson, H., 1935. A contribution to the theory of permeability of jy films. Journal of Cellular and Comparative Physiology. 5, 4, 495-508, Lemke, TLL., Williams, D.A., Roche, V.F. and Zito, S.W. eds., 2008. Foye s Princip of Medicinal Chemistry. 6" ed., Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, Goldstein, A., Aronow, L, and Kalman, S.M., 1974. Principles of Drug Action: Th Basis of Pharmacology, 2" ed., New York: John Wiley & Sons. Gringauz, A., 1997. Introduction to Medicinal Chemistry, How Drugs Act and Wh, ‘New York: Wiley-VCH. Harper, N.J. and Simmonds, A.B., eds., 1971. Advanced in Drug Research, vol.6 London: Academic Press. Hogben, C.A.M., Tocco, D.J., Brodie, B.B. and Schanker, L.S., 1959. On the mechanism of intestinal absorption of drugs. J-Pharmacol. Exp. Ther. 125,21 2011, Wilson and Gisvold's Textbook of o : 12! ed., Philadelphia: Lippi M 282. Hyde, R.M., 1975. Relationships between the Biol: a Properties of Series Compounds, J Med.Chem, rei fee sicoch Kar, A., 2007. Medicinal Chemistry. 4" ed., New Delhi nou Lid, Publishers, elhi: New Age International @ Kenakin, T:P, 2014. A Pharmacology Primer, To Strategic Drug Discovery, 4% ed., San Diego: Korolkovas, A., 1970, Essentials of Molecular Phay chniques for More fe d Pherae fer More Effective a in Design, New York: Wiley Interscience. macology, Background for Dnig Korolkovas, A., 1988, Essentials of Medicinal Chemistry. yma Wiley & Sons. 7 24 ed. New York: Joh Lien, E.J. 1987. SAR, Side Effect and Drug Design, New Nogrady, T. and Weaver, D.F., 2005. Medicinal Chemigr. #1 Dekker, In Biochemical Approach. 3" ed., Oxford: Oxford Universe A Molecular and Patrick, G.L., 2013. An Introduction to Medicinal Chemistry. sa 5S: University Press. &d., Oxtord: Oxford Robertson, J.D., 1964, Unit membrane: A Review with Recg Experimental Alterations and a New Subunit Structure in sy New Studies of in Locke, M., ed., Cellular Membranes in Development, Now! tie i lembranes, Yor mbrane: Press, 1-81. BA cadena —_ York: May 94 KIMIAMEDISINAL _1

You might also like