Professional Documents
Culture Documents
PENELITIAN
Kesehatan Lingkungan Udara Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa
Lisa Jayanti1*, Syamsuar Manyullei2, Emmi Bujawati3
Abstract
The hospital is a place where ill people are treated and placed in a very close distance.
In this place patients receive therapy and treatment to recover. Hospital is not only a place to
get recovered but also a depot for various diseases that come from the patient or from a visitor
who is a carrier. Germs can live and thrive in hospital environment covering the whole area, like
air, water, flooring, food and both medical and non medical. The purpose of this study was to
determine the factors that influence the quality object of inpatient room sanitation of District
General Hospital with an exposure Sheikh Yusuf room temperature, humidity, inspec- tion and
measurement number of bacteria PM2,5 and PM10 dust particles. This is a descriptive research
with 5 types room of population and two rooms of sample in Syekh Yusuf regional hospital.
The result of the exposure/lighting measurement both treatment room I and II are not eligible
and the humadity is not either as well germs measurement. The measurements of dust particle
PM2,5 and PM10 in both treatment room I and II is eligble based on the decree of health ministry
of RI number 1204/Menkes/SK/2004 regarding with condition of hospitasl environ- ment
health. Therefore, it is to advisible that hospital does room cleaning process on a regular basis
in inpatient room.
Keywords : lighting, room temperature, room humidity, Figures Germs, dust and PM10 PM2,5
diperlukan dalam penelitian. Pengukuran yaitu menurut Kepmenkes RI No. 1204/tahun 2009
mengadakan pengukuran menggunakan alat ten- tang persyaratan kesehatan lingkungan
ukur untuk menen- tukan suhu, kelembaban, rumah sa- kit, suhu di ruang perawatan I dan
pencahayaan dan debu. Pemeriksaan ruang perawatan II di standarkan 22-24oC, jadi
laboratorium dengan usap ruang rawat inap nilai suhu ruangan pada saat penelitian belum
Analisis data memenuhi standar.
Tabel 3 menunjukkan kelembaban
Data yang digunakan berdasarkan hasil
ruang perawatan I pada saat dilakukan
laboratorium dan di analisis secara deskriptif.
pengukuran rata- rata 30,8% dan di ruang
perawatan II rata-rata 30,9% menurut
Hasil
Kepmenkes RI No. 1204/tahun 2009 tentang
Tabel 1 menunjukkan intensitas
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit,
pencaha- yaan ruang perawatan I pada saat
kelembaban di ruang perawatan I dan ruang
dilakukan pen- gukuran rata-rata 45,7 lux dan di
perawatan II di standarkan 45-60%, jadi nilai
ruang perawatan II rata-rata 57,3 lux, menurut
kelembaban ruangan pada saat penelitian
Kepmenkes RI No. 1204/tahun 2009 tentang
belum memenuhi standar.
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit,
Tabel 4 menunjukkan bahwa di
pencahayaan di ruang perawatan I dan ruang
Perawatan I pada ranjang1 rata-rata angka
perawatan II di standarkan
kuman 20 koloni/ cm2 dan pada meja1 rata-rata
angka kuman 36 ko- loni/cm2. Di perawatan II
pada ranjang1 rata-rata angka kuman 15
koloni/cm2, meja1 rata-rata angka kuman 16
koloni/cm2, ranjang2 rata-rata angka
kuman 16 koloni/cm 2 dan meja2 rata-rata angka standarkan 5- 10 koloni jadi nilai angka kuman
kuman 40 koloni/cm 2, menurut Kepmenkes RI ruangan pada saat penelitian belum memenuhi
No. 1204/tahun 2009 tentang persyaratan standar.
kesehatan lingkungan rumah sakit, angka kuman Tabel 5 menunjukkan kadar debu PM2,5
di ruang perawatan I dan ruang perawatan II di ruang perawatan I pada saat dilakukan pengukuran
rata-rata 0,007 mg/m3, untuk PM10 rata-rata pada saat dilakukan pengukuran rata-rata 0,005
0,038 mg/m3 dan ruang perawatan II kadar debu mg/ m3 dan PM10 pada saat dilakukan
PM2,5 pengukuran rata- rata 0,16 mg/m3, menurut
Kepmenkes RI No. 1204/ tahun 2009 tentang
persyaratan kesehatan ling- kungan rumah sakit,
di ruang perawatan I dan ruang perawatan II
apabila kadar debu tidak melebihi 150 mg/m 3 jadi
kadar debu ruangan pada saat penelitian sudah
memenuhi standar.
Pembahasan
Sesuai Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/
SK/2004 tentang persyaratan kesehatan Menurut Kepmenkes RI No. 1204/
lingkungan rumah sakit, standar pencahayaan Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
untuk ruang perawatan yaitu 100-200 lux, kesehatan lingkungan rumah sakit, suhu di
sedangkan rata-rata hasil pengukuran intensitas ruang Perawatan I saat dilakukan penelitian
pencahayaan di ruang Perawatan I dan ruang rata-rata hasil penguku- ran 30,3 oC dan
perawatan II berdasarkan penelitian kurang dari perawatan II pada saat penelitian rata-rata
100 lux sehingga belum me- menuhi standar pengukuran 30oC, suhu tersebut berarti
yang dipersyaratkan menurut Kep- menkes RI melebihi standar yang ditetapkan dimana
No. 1204/tahun 2009 tentang persyara- tan standar yang di tetapkan 22-24oC. Hal ini dapat
kesehatan lingkungan rumah sakit. terjadi kare- na suhu ruang akan mengalami
Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kenaikan sedikit demi sedikit seiring dengan
pencahayaan buatan di dalam ruang bertambahnya intensit- asi sinar matahari yang
perawatan. Perawatan I maupun perawatan II masuk kedalam ruangan. Banyaknya penunggu
hanya menggunakan satu lampu yang terletak dalam ruang perawatan mempengaruhi suhu
di tengah- tengah langit langit ruang perawatan. dalam ruangan terlebih lagi ruang perawatan
Disamping itu ditemukan tempat lampu yang tidak dilengkapi dengan AC mau- pun kipas
berukuran pan- jang (TL) sebanyak empat yang angin.
terletak di setiap sisi langit-langit tetapi keempat Hal ini sejalan dengan penelitian yang
lampu tersebut tidak digunakan dan terlihat dil- akukan An-Nafi’ (2009) dimana hasil
using atau tidak terurus. pengukuran suhu ruangan pada ruang
Penelitian ini sejalan dengan penelitian perawatan kelas III tidak sesuai standar yakni
yang dilakukan Indriani (2009) dalam hasil rata-rata hasil pengukuran 30,8oC sebanyak 7
analisis menunjukkan bahwa kondisi ruang rawat inap.
pencahayaan pada ruang rawat inap Rumah Kelembaban udara yang ekstrim dapat
Sakit Darmo dan Rumah Sakit St. Vincentius A. berkaitan dengan buruknya kualitas udara.
Paulo belum memenuhi standar sehingga perlu Kelem- baban yang rendah dapat
dilakukan beberapa cara untuk mengiptimalkan mengakibatkan ter- jadinya gejala SBS seperti
tingkat pencahayaan, meli- puti : penggantian iritasi mata, iritasi tenggorokan dan batuk batuk.
bahan dan warna dinding serta lantai dengan Selain itu rendahnya kelembaban juga dapat
warna yang lebih cerah, penurunan plafon meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
menggunakan drop ceiling, penggunaan warna infeksi, serta penyakit asthma. Kelembaban
perabot dengan warna yang lebih terang, juga merupakan salah satu faktor yang
penggunaan lampu TL 28-36W soft white dan mempengaruhi kelangsungan hidup
lam- pu downlight 26W. mikroorgan- isme.
Agar pencahayaan di dalam ruangan Menurut Kepmenkes RI No. 1204/
dapat memenuhi standar yang dipersyaratkan Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan
yaitu dengan cara membuka jendela lebar-lebar kesehatan lingkungan rumah sakit, kelembaban
dan bila perlu ditambah pencahayaan buatan di ruang Perawatan I saat dilakukan penelitian
seperti lampu dinyalakan pada siang hari rata-rata hasil pengukuran 30,8% dan
apabila dalam ruangan masih kurang terang. perawatan II pada saat penelitian rata-rata
Hasil dari Northen European Studies pengukuran 30,9% kelembaban tersebut tidak
bah- wa ada hubungan antara peningkatan sesuai standar yang ditetapkan di- mana
temperature sekitar 23oC, kepadatan penghuni standar yang di tetapkan 45-60%. Hal ini dapat
dan ventilasi ter- hadap gejala-gejala ketidak terjadi karena pengunjung dan penunggu
nyamanan dalam ru- angan. Bila suhu >28oC pasien yang memenuhi ruang perawatan
perlu menggunakan alat penetral udara seperti sehingga mempengaruhi sirkulasi udara di
Air Conditioner (AC), kipas angin. dalam ruang perawatan. Ventilasi di dalam
ruang perawatan sudah sesuai dimana ukuran
ventilasi 15% dari luas lantai ruangan.
Keberadaan jendela juga ber-
pengaruh terhadap kelembaban ruangan, petugas medis juga kontak langsung dengan
jendela di ruang pearawatan I maupun meja dan ranjang sehingga derajat kontaminasi
perawatan II yang ja- rang dibuka sehingga dengan mikroorganisme semakin banyak.
sirkulasi udara tidak lancar. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Menurut Depkes RI 1996 udara ruang laboratori- um yang telah dilakukan untuk
yang terlalu lembab dapat menyebabkan mengetahui jumlah kuman pada ranjang dan
tumbuhnya bermacam-macam jamur dan spora. meja ruang perawatan, maka diperoleh hasil
Udara yang terlalu kering menyebabkan pemeriksaan yang menunjuk- kan bahwa pada
keringnya lapisan jamur dan spora. Udara yang Perawatan I pada ranjang1 rata- rata angka
terlalu kering menyebabkan keringnya lapisan kuman 20 koloni/cm2 dan pada meja1 rata-rata
mukosa dan merupakan pre dis- posisi infeksi angka kuman 36 koloni/cm 2. Di perawatan II
saluran pernapasan akut. Kelembaban ruangan pada ranjang1 rata-rata angka kuman 15 koloni/
dapat berpengaruh terhadap mikroorgan- isme cm2, meja1 rata-rata angka kuman 16
yang ada pada ruangan, tetapi dapat hidup dan koloni/cm2, ranjang2 rata-rata angka kuman 16
berkembang tidak hanya tergantung kepada koloni/cm2 dan meja2 rata-rata angka kuman 40
kelem- baban ruangan saja, tetapi lebih koloni/cm2, menurut Kepmenkes RI No.
membutuhkan un- sur-unsur yang lain. 1204/tahun 2009 ten- tang persyaratan
Usaha yang dilakukan untuk kesehatan lingkungan rumah sakit, angka kuman
mengurangi kelembaban ruangan dapat di ruang perawatan I dan ruang perawatan II di
dilakukan dengan cara membatasi jumlah standarkan 5-10 koloni jadi nilai ang- ka kuman
pengunjung dan jumlah penunggu pasiean, ruangan pada saat penelitian belum me- menuhi
ventilasi 15% dari luas lantai karena kelancaran standar.
sirkulasi udara akan mempengaruhi Hal ini dapat terjadi karena kebersihan
kelembaban. ru- ang perawatan yang masih kurang, terlebih
Sejalan dengan penelitian yang pada saat jam berkunjung tidak jarang sampah
dilakukan Nizar (2011) rata-rata hasil ber- serakan di ruang perawatan. Menurut salah
pengukuran kelembaban pada saat melakukan satu penunggu pasien, ruang perawatan di
penelitian di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bersihkan cuma sekali dalam sehari di waktu
Purwekerto sebanyak 68,25% tidak memenuhi pagi hari. Pengunjung dan penunggu pasien juga
syarat Kepmenkes RI No.1204/ salah satu faktor pembawa bakteri dalam
Menkes/SK/X/2004. ruangan. Semakain padat penghuni dalam ruang
Jumlah pasien Perawatan I di RSUD perawatan semakin besar derajat kontaminasi
Syekh Yusuf Kabupaten Gowa selama penelitian dengan mikroorganisme semakin banyak.
tidak pernah kosong. Hal ini dapat dilihat dari Petugas medis maupun alat-alat medis
jumlah tempat tidur yang disediakan. Kapasitas menjadi salah satu faktor berkembangnya
tempat tidur yang disediakan di Perawatan I bakteri dalam ruangan. Apabila semakin banyak
kelas 3 yaitu 4 tempat tidur untuk 4 orang pasien melakukan kontak baik dengan pasien, dengan
yang dirawat. Menurut Depkes RI tahun 1996, petugas medis maupun kontak dengan alat-alat
semakin padat penghuni ruang perawatan, akan medis, berarti de- rajat kontaminasinya semakin
semakin tinggi resiko terjadinya infeksi. Pasien tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin
selain dapat ber- peran sebagai penyebar banyak. Terkontami- nasinya tangan para medis,
mikroorganisme berbahaya (penyakit menular), disebabkan oleh faktor yang berasal dari
juga kemungkinan mudah terin- feksi oleh petugas medis, paramedic dan lingkungan.
mikroorganisme, terutama pada pasien yang Sesui dengan penelitian Pratami (2012) dari
kondisi tubuhnya sudah lemah. hasil penelitian, rata-rata angka kuman yang
Dipilihnya ranjang dan meja pada usap didapatkan dari tangan tenaga medis dan
ru- angan karena ranjang dan meja paramedis adalah 1,59 koloni/cm 2 dan jenis
memungkinkan ter- jadinya kontak langsung bakteri yang
dengan pasien, bukan han- ya pasien melainkan
penunggu, pengunjung dan
didapatkan adalah Staphylococcus saprophyticus, syarat sesuai Kepmenkes RI No. 1204/Menkes
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, / SK/2004. Angka kuman di ruang perawatan I
Serratia liquefacients, Serratia marcescens, Pseudo- dan ruang perawatan II Rumah Sakit Umum
monas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa tidak
Citrobacter freundi, Salmonella sp, Basillus cereus, memenuhi syarat sesuai Kepmenkes RI No.
Neisserria mucosa maka dapat disimpulkan bahwa 1204/Menkes / SK/2004. Debu PM 2,5 dan PM
terdapat bakteri pathogen dan nonpatogen pada 10 di ruang Perawa- tan I dan ruang Perawatan
tangan tenaga medis dan paramedisdi Unit Per- II memenuhi syarat Kep- menkes dimana tidak
tanologi RSUAM. melebihi 150 µg/m3 sesuai Kepmenkes RI No.
1204/Menkes/SK/2004.
Sesuai Kepmenkes RI No. Membatasi jumlah pengunjung dan
1204/Menkes/ SK/2004 tentang persyaratan jumlah penunggu pasien yang memasuki ruang
kesehatan lingkungan rumah sakit, standar perawatan dengan penetapan tata tertib di
kadar debu (particulate matter) berdiameter ruang perawatan serta penerapan waktu
kurang dari 10 micron tidak melebihi 150 mg/m 3, kunjungan. Proses pem- bersihan ruangan
dilihat perawatan I pada saat dilakukan dilakukan secara rutin didalam ruang inap
pengukuran rata-rata 0,007 mg/m3, un- tuk PM10 perawatan. Pada saat dilakukan pem- bersihan
rata-rata 0,038 mg/m3 dan ruang perawa- tan II ruangan oleh petugas kebersihan, sebaiknya
kadar debu PM2,5 pada saat dilakukan pen- pengunjung dan penunggu pasien be- rada di
gukuran rata-rata 0,005 mg/m3 dan PM10 pada luar ruangan. Meningkatkan disiplin kepada
saat dilakukan pengukuran rata-rata 0,16 pasien, penunggu dan pengunjung dengan cara
mg/m3, jadi kadar debu di perawatan I maupun menaati peraturan yang ada di rumah sakit.
perawatan II sudah memenuhi syarat.
Hal ini sejalan dengan penelitian Putri Daftar Pustaka
(2012) yang mengukur konsentrasi PM2,5 dalam Adisasmito, Wiku. Sistem Manajemen Lingkungan
ruang, dari hasil pengukuran mununjukkan Rumah Sakit. Jakarta: PT. Raja Grafindo
bahwa Persada, 2007.
rata-rata konsentrasi PM2,5 di udara dalam
ruang
adalah 0,038mg/m3. Konsentrasi terendah di Al-Hafidz, Ahsin. Fikih Kesehatan. Jakarta: Amzah,
2,5
PM
2007.
udara dalam ruang adalah 0,0080 mg/m 3 dan An-Nafi’, Alfi Fauziah. Pengaruh Kenyamanan Ling-
kon- sentrasi PM2,5 tertinggi di udara dalam kungan Fisik Ruang Rawat Inap Kelas III
ruang ada- lah 0,1204 mg/m 3. Hasil ini Terhadap Kepuasan Pasiean di RSU Kustati
membuktikan bahwa rata-rata konsentrasi PM2,5 Surakarta. 2009
di udara dalam ruang sudah sesuai standar.
Gindo, dkk. Pengukuran Partikel Ambien (TSP,
PM10, PM2,5) Di Sekitar Calon Lokasi PLTN
Kesimpulan Semenanjung Lemahabang Tahun 2007.
Intensitas pencahayaan di ruang
Hardianto. Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tin-
perawa- tan I dan ruang perawatan II Rumah
dakan Mahasiswa Keperawatan Tentang
Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten
Infeksi Nosokomial di Universitas Islam
Gowa tidak me- menuhi syarat sesuai Negeri Alauddin Makassar. Skripsi. Makas-
Kepmenkes RI No. 1204/ Menkes /SK/2004. sar: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Suhu di ruang perawatan I dan ruang perawatan Islam Negeri Alauddin Makassar, 2011.
II Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf
Irianto, Koes. Mikrobiologi Menguak Dunia
Kabupaten Gowa tidak memenuhi syarat sesuai
Mikroorganisme. Bandung : Yrama Widya,
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes / SK/2004.
2006.
Kelembaban di ruang perawatan I dan ruang
perawatan II Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Indriani, Hedy dan Santoso, Ika Puspita. Desain
Yusuf Kabupaten Gowa tidak memenuhi Pencahayaan Ruang Rawat Ianp Kelas Atas
Rumah Sakit Darmo dan ST. Vincentius A.
Paulo Surabaya. 2009
Murni, Andi. Hubungan Asupan Particulate Matter 10 (PM10) Dengan Gejala Gangguan Perna- pasan Pada
Masyarakat Di Kawasan Pem- ukiman PT. Semen Tonasa Pangkep. Skripsi. Makassar: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, 2012.
Nizar, Arie. Pengaruh Dosis Desinfektan Terhadap Penurunan Angka Kuman Pada Lantai Di Ruang Kengana
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2011.
Nugraheni dkk. Infeksi Nosokomial di RSUD Set- jonegoro Kabupaten Wonosobo Tahun 2010
-2011.
Pudjiastuti, lily, dkk. Kualitas Udara Dalam Ruang. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Dan Ke- budayaan, 1998.
Salam, Hardianty. Gambaran Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Rumah Sakit dr. Tadjuddin Chalid Kota
Makassar. Skripsi. Makassar: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, 2013.
Sanropie, Djasio. Komponen Sanitasi Rumah Sakit Untuk Institusi Pendidikan Sanitasi. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989.