Professional Documents
Culture Documents
Timur
JURNAL
Oleh
Bi Asma Taroa Kasipahu
C1M017021
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Artikel yang diajukan oleh :
Nama : Bi Asma Taroa Kasipahu
NIM : C1M017021
Program Studi : Agroekoteknologi
Jurusan : Budidaya Pertanian
Judul Skripsi : Potensi Kelompok Non Pohon Berkhasiat Obat di Kabupaten
Lombok Timur.
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing Skripsi untuk diterbitkan dalam jurnal
Crop Agro
Menyetujui :
ABSTRACT
This study aims to determine the diversity of plant species, frequency of use, growing
locations, and how to use medicinal non tree groups by traditional healers in East Lombok
Regency. Research was conducted in July – August 2021. The research method used was
descriptive qualitative method. Sampling technique of respondents was using Puspossive
Randome Sampling, while the sampling of plants was using Stratified Sampling. The research
data were analyzed by descriptive analysis. The results of the research on the companion
variable, namely the characteristics of of the respondents include gender, age, education
level, ethnicity, length of profession, main occupation and location of residence of the
respondent. Each result of the respondent's characteristics has a significant influence on the
types of medicinal plants used. Then in the main variables found 35 species of medicinal
plants used by Batra.
Keywords: Traditional Medicine (Batra), Non Tree Group, East Lombok Regency
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies tanaman, frekuensi
pemanfaatan, lokasi tumbuh, serta cara pemanfaatan tanaman kelompok pohon berkhasiat
obat oleh pelaku pengobatan tradisional di Kabupaten Lombok Timur. Penelitian dilakukan
pada bulan Juli – Agustus 2021. Metode penelitian menggunakan metode Kualitatif
Deskriptif. Teknik pengambilan sampel responden menggunakan Puspossive Randome
Sampling, sedangkan pengambilan sampel tanaman menggunakan Stratified Sampling. Data
hasil penelitian dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian pada variabel
pendamping yaitu karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
etnis, lama profesi, pekerjaan utama dan lokasi tempat tinggal responden. Setiap karakteristik
responden memberikan pengaruh terhadap jenis tanaman obat yang digunakan untuk
pengobatan. Kemudian pada variabel pokok ditemukan 35 spesies tanaman berkhasiat obat
yang digunakan oleh batra.
Kata Kunci: Pengobatan Tradisional, Kelompok Non Pohon, Kabupaten Lombok Timur
.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman tanaman berkhasiat obat yang
digunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun. Menurut Pramono (2002)
diperkirakan terdapat 30.000 spesies tumbuhan yang hidup di Indonesia diantaranya 1.260
spesies berkhasiat obat, namun hanya sekitar 180 spesies yang digunakan dalam pengobatan
tradisional. Menurut Lestari dan Jamhari (2017) racikan tanaman obat yang digunakan dalam
pengobatan tradisional tersebut didapatkan melalui pengalaman coba-coba (trial dan error)
yang kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pemanfaatan tanaman
obat oleh masyarakat Indonesia umumnya dalam bentuk ramuan dengan menggunakan
berbagai jenis tanaman obat yang tumbuh subur di Indonesia.
Tanaman obat merupakan seluruh spesies tumbuhan yang dipercaya mempunyai khasiat
obat, yang dikelompokkan menjadi: 1) Tanaman obat tradisional; 2)Tanaman obat modern
dan 3) Tanaman obat potensial. Tanaman obat tradisional merupakan spesies tanaman obat
yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional yang
dipercaya memiliki khasiat obat. Tanaman obat modern merupakan spesies tanaman obat
yang telah dibuktikan secara ilmiah mengandung senyawa berkhasiat obat sehingga secara
medis penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Tanaman obat potensial merupakan
spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa berkhasiat obat, tetapi belum dapat
dibuktikan secara ilmiah dan dipertangggungjawabkan penggunaannya secara medis.
Tanaman obat tradisional sejak dahulu memiliki peran penting dalam pengobatan penyakit,
dikarenakan aksesibilitas tanaman obat lebih tinggi dibandingkan dengan fasilitas kesehatan
lainnya, terutama di daerah terpencil yang jauh dari fasilitas kesehatan umum seperti rumah
sakit dan puskesmas (Zein, 2005).
Tanaman berkhasiat obat kelompok non pohon seperti semak, herba, perdu, dan liana
terancam mengalami kepunahan yang disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya ialah
perluasan lahan atau alih fungsi lahan yang menyebabkan hilangnya habitat tanaman
berkhasiat obat kelompok non pohon dan kurangnya referensi mengenai manfaat dari
tanaman berkhasiat obat kelompok non pohon yang tidak dimanfaatkan secara optimal,
sehingga seringkali dibiarkan begitu saja atau dianggap sebatas gulma atau tanaman hias
yang tidak memiliki khasiat tertentu (Faiha, 2015). Penelitian mengenai potensi tanaman
berkhasiat obat kelompok non pohon merupakan salah satu solusi dalam mencegah
kepunahan dan terwujudnya upaya pelestarian tanaman berkhasiat obat kelompok non pohon
dikarenakan hal ini mampu mendorong terjadinya penelitian lanjutan yang termotivasi oleh
nilai kemanfaatan dari tanaman berkhasiat obat kelompok non pohon tersebut.
Pada peracikan tanaman obat terjadinya unsur coba-coba yang disebabkan oleh
kurangnya referensi ilmiah mengenai pemanfaatan dari tanaman obat itu sendiri. Menurut
Suryanto dan Setiawan (2013) kurangnya literasi ilmiah mengenai khasiat tanamat obat
tersebut menyebabkan terbentuknya racikan yang kurang tepat dan menjadi kurang efektif,
maka perlu dilakukan penelitian pendahuluan pada lingkup pengobatan tradisional mengenai
manfaat dan proses pengolahan tanaman berkhasiat obat di Indonesia.
Tanaman obat tradisional semakin sulit ditemukan dikarenakan sudah mulai menurunnya
minat dan kesadaran masyarakat akan esensi dari pembudidayaan tanaman obat itu sendiri.
Menurut Gazali, dkk.. (2011) kegiatan pelestarian tanaman obat perlu dilaksanakan guna
mencegah kelangkaan tanaman obat yang mengandung senyawa aktif bermanfaat dan
berguna sebagai salah satu alternatif pengobatan tradisional di masyarakat. Upaya pelestarian
tanaman obat dapat dilakukan dengan cara mengkaji mengenai kondisi dan potensi tanaman
obat yang ada di masyarakat secara langsung. Menurut Herdiani (2012) pengkajian mengenai
tanaman obat dapat dilakukan menggunakan analisis komunitas pengguna tanaman obat dan
inventarisasi jenis obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari dua kelompok, yaitu variabel pendamping dan variabel
pokok. Variabel pendamping terdiri karakteristik responden yang memuat jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, etnis, lama profesi, pekerjaan utama dan lokasi tempat tinggal
responden. Kemudian variabel utama terdiri dari spesies tanaman obat yang ditemukan,
bagian tanaman yang digunakan sebagai komoditi obat dan proses pengolahan tanaman obat.
Analisis Data
Data yang telah diperoleh berbentuk kualitatif dianalisis menggunakan analisis
deskriptif. Selanjutnya data diverifikasi dan diintrepretasi melalui studi literatur untuk dapat
menyajikan data dan mengetahui keabsahan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel Pendamping
Karakteristik Responden
Tabel 2. Karakteristik jenis kelamin, umur, pendidikan, etnis dan lama profesi batra
No. Jenis kelamin Jumlah Persentase
1. Laki-laki 8 32%
2. Perempuan 17 68%
Total 25 100%
No. Umur Jumlah Persentase
1. 30 – 40 tahun 2 8%
2. 40 – 50 tahun 5 20%
3. >50 tahun 18 72%
Total 25 100%
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1. Tidak sekolah 12 48%
2. Tidak tamat SD 2 8%
3. Tamat SD 7 28%
4. Tamat SMP 1 4%
5. Tamat S1 2 8%
6. Tamat S2 1 4%
Total 25 100%
No. Etnis Jumlah Persentase
1. Sasak 22 88%
2. Jawa 3 12%
Total 25 100%
No. Lama Profesi Batra Jumlah Persentase
1. 1–10 tahun 3 12%
2. 11–20 tahun 7 28%
3. 21–30 tahun 2 8%
4. >30 tahun 13 52%
Total 25 100%
Sebagian besar responden penelitian berjenis kelamin perempuan, hal ini disebabkan
karena persepsi mengenai kaum perempuan yang dianggap lebih teliti dibandingkan kaum
laki-laki, sehingga pengetahuan dan keterampilan pengobatan diturunkan kepada kaum
perempuan. Lalu pada karakteristik umur, sebagian besar responden berada pada kelompok
berusia lebih dari 50 tahun. Berdasarkan hasil riset Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (2012), umur pelaku pengobatan tradisional yang lebih dari 50 tahun menandakan
kurangnya regenerasi pelaku pengobatan tradisional.
Tingkat pendidikan responden sebagian besar tidak bersekolah, hal ini menandakan
rendahnya serapan pengetahuan dan inovasi terhadap kegiatan pengobatan yang dilakukan.
Selanjutnya etnis responden berasal dari Suku Sasak yang merupakan etnis penduduk asli di
Pulau Lombok. Pengobatan yang dilakukan oleh Suku Sasak sebagian besar menggunakan
kulit dan batang kayu berkhasiat obat sebagai bahan ramuan, berbeda dengan Suku Jawa
yang lebih dominan menggunakan rimpang-rimpangan. Lama profesi pengobatan tradisional
mempunyai pengalaman lebih dari 30 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Dewi dan Saskara
(2020), pengalaman dalam suatu bidang profesi mempengaruhi tingkatan keterampilan
pelaku, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat yang berperan sebagai konsumen
dari produk atau jasa yang ditawarkan.
Tabel 3. Karakteristik pekerjaan utama, sumber pengetahuan, sumber keterampilan,
jumlah layanan dan metode pengobatan
No. Pekerjaan Utama Jumlah Persentase
1. Pengobatan Tradisional 20 80%
2. Pedagang 3 12%
3. Petani 1 4%
4. Pensiunan 1 4%
Total 25 100%
No. Sumber Pengetahuan Jumlah Persentase
1. Orang tua 13 33%
2. Keluarga 12 30%
3. Kakek/nenek 4 10%
4. Pengalaman 5 13%
5. Pendidikan formal 1 3%
6. Pendidikan non formal 5 13%
Total 40 100%
No. Sumber Keterampilan Jumlah Persentase
1. Orang tua 12 30%
2. Keluarga 10 25%
3. Kakek/nenek 3 8%
4. Pengalaman 4 10%
5. Pendidikan formal 1 3%
6. Pendidikan non formal 2 5%
Total 32 100%
No. Jumlah Layanan Jumlah Persentase
1. 1 – 10 Pasien 0 0%
2. > 10 pasien 25 100%
Total 25 100%
No. Metode Pengobatan Jumlah Persentase
1. Pijat 20 38%
2. Supranatural 17 33%
3. Terapi patah tulang 7 13%
4. Terapi spiritual 4 8%
5. Akupuntur 2 4%
6. Tidak ada 2 4%
Total 52 100%
bagian tanaman yang paling banyak digunakan oleh batra dalam kegiatan pengobatan
yaitu bagian rimpang dengan jumlah 9 tanaman. Rimpang tanaman kelompok non-pohon
dipercayai oleh batra merupakan bagian tanaman yang paling banyak mengandung senyawa
berkhasiat sehingga banyak digunakan sebagai bahan obat. Selain rimpang, terdapat bagian
daun yang banyak digunakan oleh batra dengan jumlah 8 tanaman. Kemudian diikuti oleh
bagian buah dengan jumlah 5 tanaman, batang dengan jumlah 4 tanaman, akar dengan jumlah
3 tanaman, biji, bunga, dan herba dengan jumlah masing-masing 2 tanaman, serta bagian
kulit batang satu tanaman.
Rimpang tanaman kelompok non-pohon banyak digunakan oleh batra karena tanaman
kelompok non-pohon mempunyai struktur rimpang yang kompleks, sehingga dapat
dibedakan strukturnya dari bagian batang. Hal ini memudahkan dalam pengambilan rimpang
sebagai bahan obat dari tanaman. Kurniawan (2015) mengemukakan bahwa rimpang tanaman
memiliki fungsi tambahan selain fungsi pokok seperti batang, yakni sebagai tempat
penyimpanan produk metabolism (metabolit) tertentu, maka bagian rimpang diasumsikan
banyak mengandung senyawa aktif yang dapat menjadi bahan baku obat.
Sebagian besar bentuk ramuan pengobatan dibuat dalam bentuk jamu cair yang
digunakan sebagai obat penyakit dalam. Menurut hasil penelitian, jamu cair dibuat karena
lebih cepat terasa khasiatnya dan lebih mudah dalam proses pembuatannya. Namun
kekurangan jamu cair yaitu lebih mudah rusak karena kontaminasi bakteri, sehingga jamu
cair merupakan jenis jamu untuk konsumsi jangka waktu singkat.
Ramuan obat yang dibuat oleh Batra biasanya diklaim mempunyai khasiat yang
tergolong cukup variatif dalam mengobati suatu gejala penyakit. Hal ini disebabkan adanya
pengalaman masa lampau Batra yang berhasil mengobati suatu keluhan penyakit dengan
suatu resep yang telah dibuat oleh Batra itu sendiri.
Tabel 9. Rekapitulasi khasiat ramuan berdasarkan gejala penyakit
Terdapat 28 jenis gejala penyakit yang dapat diobati oleh ramuan obat yang
diproduksi oleh Batra, dari ke-28 jenis penyakit terdapat 10 jenis gejala penyakit yang paling
banyak diproduksi jenis ramuannya oleh Batra yaitu demam, nyeri perut, keseleo, penambah
energi, sakit pencernaan, luka luar, pasca melahirkan, penurun tekanan darah, nyeri tubuh dan
memar. Ramuan jenis penyakit ini tentunya diproduksi oleh Batra karena sering dikeluhkan
oleh masyarakat yang berobat ke Batra tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa,
1. Pada batra di Kabupaten Lombok Timur ditemukan 35 spesies kelompok non pohon
berkhasiat obat yang telah digunakan secara empiris untuk mengobati suatu gejala
penyakit. 35 spesies tanaman tersebut diantaranya merica, jahe, akar wangi, alang-
alang, kunyit, temulawak, serai, mint, belimbing, sambung nyawa, sirih, adas, kencur,
papaya, ciplukan, ketumbar, beras, pisang, jarak, cabai jawa, lempuyang, laos, asoka,
euforbia, dollar, kapulaga, pegagan, rumput teki, kunci, rambusa/markisa hutan, turi,
kunyit hitam, bangle, nanas, dan jeruk nipis.
2. Terdapat 28 jenis gejala penyakit yang dibuat ramuan oleh Batra dan terdapat 10 jenis
gejala penyakit yang paling banyak diproduksi jenis ramuannya oleh Batra yaitu
demam, nyeri perut, keseleo, penambah energi, sakit pencernaan, luka luar, pasca
melahirkan, penurun tekanan darah, nyeri tubuh dan memar.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur. Kabupaten Lombok Timur dalam Angka
2021. CV Maharani : NTB.
Dewi, D.A.R.H., Saskara, I.A.N. 2020. Pengaruh Keterampilan Kerja, Jam Kerja, Lama
Usaha terhadap Pendapatan Pengerajin Industri Kerajinan Mozaik. Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana. 9 : 750-754.
Gazali, M., Zamani, N., Nurjanah, N. 2011. Perilaku Pencarian Pengobatan terhadap
Kejadian Penyakit Malaria pada Suku Mandar di Desa Lara Kecamatan Karossa
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 12 : 156-
165.
Kementrian Kesehatan. 2012. Riset Tanaman Obat dan Jamu (Ristoja). Lembaga Penerbitan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Bogor.
Lempang, M. 2012. Pohon Aren dan Manfaat Produksinya. Jurnal Teknik Eboni. 9 : 39-44.
Lesmana, H., Alfianur, Utami, P.A., Retnowati, Y., Darni. 2018. Pengobatan Tradisional
pada Masyarakat Tidung Kota Tarakan:Study Kualitatif Kearifan Lokal Bidang
Kesehatan. Medisains: Jurnal Ilmiah ilmu Kesehatan. 16 : 31-38.
Nugroho, A.W. 2017. Review: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat
dalam Hutan di Indonesia dengan Teknologi Farmasi : Potensi dan Tantangan. Jurnal
Sains dan Kesehatan. 1 : 380-382.
Puspita, L., Swastini, D.A., dan C.I.A., Arisanti. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol
95% Daun Jarak. Jurnal Farmasi Udayana. 5 : 76-80.
Riswan, S., Andayaningsih, D. 2008. Keanekaragaman Tumbuhan Obat yang Digunakan
dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat sasak lombok Barat. Jurnal Farmasi
Indonesia. 4 : 96-103.
Sudirman, Skripsa, T.H. 2020. Pemanfaatan Pelayanan Pengobatan Tradisional (Batra)
Sebagai Role Model Back To Nature Medicine di Masa Datang. ARSY : Aplikasi Riset
kepada Masyarakat. 1 : 45-50.
Suryanto, Setiawan. 2013. Struktur Data Datawarehouse Tanaman Obat Indonesia dan Hasil
Penelitian Obat Tradisional. Jurnal Ilimiah Farmasi-UNSRAT . 5 (2) : 2302 – 2493.
Widawati, B. I., Sunaryo, Widiastuti D. 2015. Peta Status Kerentanan Aedes aegypti [Linn.]
terhadap Insektisida Cypermethrin dan Malathion di Jawa Tengah. Aspirator: Jurnal
Penelitian Penyakit Tular Vektor. 7 : 115-117.