You are on page 1of 9

PENGARUH PEMAHAMAN DIKSI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIDATO

SISWA KELAS VIIISMP NEGERI 2 SIRANDORUNG


TAHUN PELAJARAN 2015/2016

EWIN SANJAYA GAJA


NPM. 1102013/Program Studi: Pendidikan Bahasa Indonesia

Abstract
This research aim to to know clearly do there are influence of
understanding of diction to ability orate the class student VIII SMP Negeri 2
Sirandorung. This research use the descriptive method to depict the research
variable and to know is or of influence don't between both variable which have
been specified.
Population in this research is all class student VIII SMP Negeri 2
Sirandorung which consist of three parallel class amounting to 124 student.
Intake technique sampel the used is technique random sampling. So that got
sampel research counted 42 student.
From which have been gathered to be to be obtained by the X the average
value understanding of diction equal to 74,59 the including category "good". Is
while ability enquette average value orate is 2,95 the included in category
"good". Pursuant to enumeration result obtained by the X the value t calculate = 2,75
and dk = 42 - 2 = 40. From the number list is obtained by the X the value t table =
2,02 at level 5%. Pursuant to examination criterion hence refusing Ho if t calculate >
ttable. Actually tcalculate bigger than ttable at level 5% that is 2,75 > 2,02.
Thereby hypothesis work (Ha) what is raised by that is there are the
influence between understandings of diction to ability orate to be accepted. This
means understanding of diction partake to determine high lower of ability orate
among class student VIII SMP Negeri 2 Sirandorung.

Keyword: Understanding of diction, Ability Orate

PENDAHULUAN
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang membantu dalam menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas dituntut untuk selalu mengikuti zaman. Artinya,
sekolah harus mampu untuk menyesuaikan perkembangan pengetahuan terhadap segala
kemajuan yang ada pada masa-masa sekarang ataupun pada masa yang akan datang. Sumber
daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan dan
kemajuan teknologi yang ada agar mampu bersaing diera globalisasi.
Berpidato memang sulit bila tidak pernah berlatih. Mudah jika sering melakukan
latihan dan sulit jika belum terbiasa berpidato. Bagi yang belum terbiasa, ada hambatan yang
mempengaruhi kelancaran berpidato. Hambatan yang paling serius adalah takut dan

1
gemetaran. Rasa takut yang timbul ketika berpidato karena tidak percaya diri. Jadi, untuk
menghindari rasa takut dan gemetar adalah dengan membiasakan diri berpidato.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, siswa kelas VIII-C telah belajar tentang
pidato. Tujuannya adalah agar para siswa mampu berpidato. Untuk itu dibutuhkan
kemampuan dalam menggunakan pilihan kata atau diksi. Kata-kata merupakan unsur penting
di dalam berpidato sehingga penguasaan diksi akan menentukan keberhasilan seseorang
dalam berpidato. Apapun yang ingin diungkapkan seseorang di dalam pidatonya akan
terwujud melalui pilihan kata-kata yang tepat dan menarik. Kekurangan perbendaharaan kata-
kata akan menghambat atau menjadi penghalang bagi proses berpidato yang baik.
Berdasarkan daftar kumpulan nilai (DKN) SMP Negeri 2 Sirandorung, masih terdapat
siswa yang belum menguasai diksi dan belum mampu menggunakan diksi yang tepat di
dalam berpidato. Ini terbukti dari hasil wawancara peneliti dengan salah seorang guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Sirandorung, mengatakan bahwa sebagian besar
siswa kelas VIII-C belum bisa memenuhi atau belum dapat mencapai standar kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan yaitu 70, sedangkan rata-rata nilai ujian sekolah
yang diperoleh siswa hanya sebesar 64. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
penjelasan guru mengenai pidato dan kurangnya latihan-latihan berpidato. Selain itu, guru
juga kurang memberi latihan kepada siswa untuk menggunakan diksi yang tepat.
Agar siswa mampu menggunakan diksi dalam berpidato, maka diperlukan upaya-
upaya yang harus dilakukan. Adapun upaya yang dilakukan adalah siswa dilatih
menggunakan diksi dalam berbicara dan memperhatikan kelogisan bahasa, serta melatih
kemampuan berpidato siswa sesering mungkin. Apabila siswa telah menguasai diksi
sepenuhnya, yakni tentang apa yang ingin disampaikan, direnungkan idenya dengan jelas,
barulah dituangkan dalam kalimat. Dengan demikian para pendengar akan memahami
gagasan atau pikiran yang terdapat dalam isi pidato tersebut.
Berdasarkan keadaan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Pengaruh Pemahaman Diksi terhadap Kemampuan Berpidato Siswa Kelas
VIII-C SMP Negeri 2 Sirandorung Tahun Pelajaran 2015/2016.”

1. Hakikat Kemampuan Berpidato


Salah satu kegiatan berbicara di depan umum adalah berpidato. Menurut Dini Aida
Fitria (2010:3) “Pidato merupakan penyampaian dan penanaman pikiran, informasi, atau
gagasan dari pembicara kepada khalayak ramai.” Adi Abdul Somad (2010:4) menyatakan
bahwa “Pidato adalah berbicara dihadapan orang banyak dalam rangka menyampaikan suatu
2
masalah untuk mencapai tujuan tertentu.” Sedangkan, menurut Ria Novitasari (2010:47)
“Pidato adalah penyajian lisan kepada sekelompok massa.”
Kegiatan awal sebelum berpidato adalah dengan mengucapkan salam pembuka dan
judul pidato. Menurut Adi Abdul Somad (2010:24) “Salam pembuka biasanya digunakan
untuk mengawali suatu pidato.” Restianti (2010:16) menyatakan “Setelah berdiri dan diam
sesaat dipodium sambil membina kontak batin, yang dilakukan pembicara adalah
mengucapkan salam dan menyapa hadirin dengan sapaan yang tulus, ramah dan bersahabat
sebelum membuka pidato.”
Dalam pidato, materi adalah bagian yang sangat penting. Oleh karena itu, dalam
penyusunan naskah pidato harus benar-benar diperhatikan dengan seksama karena akan
mempengaruhi pembicara dalam membawakan pidatonya. Menurut Aminudin (2010:29)
“Pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi.” Selanjutnya, Isriani Hardini (2010:25)
menyatakan bahwa “Bagian pendahuluan berisi latar belakang masalah.”
Dalam berpidato, pembicara harus menguraikan isi pidato merupakan bagian yang
sangat penting. Oleh karena itu, dalam penyusunan pidato harus benar-benar diperhatikan
dengan seksama. Isi pidato Menurut Adi Abdul Somad (2010:24) Isi adalah bagian yang
menjelaskan selengkapnya dari pidato yang akan disampaikan.” Isriani Hardini (2010:25)
menyatakan bahwa “Bagian isi merupakan inti pidato atau pikiran-pikiran yang hendak
diuraikan.”
Setiap pidato yang dilakukan harus mempunyai penutup, karena penutup merupakan
salah satu bagian dari suatu pidato yang mempunyai kedudukan yang sangat penting. Harus
disadari bahwa kesalahan yang sering dilakukan pembicara dalam menutup pidato adalah
tidak tahu cara menutup pidatonya. Menurut Adi Abdul Somad (2010:25) “Di akhir pidato
biasanya pembicara akan memberikan simpulan, harapan dan anjuran atas apa yang telah
disampaikan. Hal ini dikemukakan dalam penutup.” Aminudin (2010:34) menyatakan bahwa
“Simpulan bagian akhir atau penutup dari materi pidato. Bagian ini pun bukan merupakan
rangkuman ikhtisar dari bagian prótesis dan argumentasi tetapi merupakan bagian
penegasan.”
Pidato yang baik harus diakhiri dengan salam penutup. Pembicara harus mengakhiri
pidato dengan salam penutup. Menurut Adi Abdul Somad (2010:25) “Salam penutup adalah
bagian terakhir dari suatu pidato.” Menurut Aminudin (2010:34) “Salam penutup adalah
bagian terakhir dari pidato yang berupa ucapan salam. Restianti (2010:30) menyatakan bahwa
“Tutup pidato dengan ucapan salam dan terima kasih.”

3
Berpidato sebenarnya kegiatan berkomunikasi antara pembicara dan hadirin. Lancar
tidaknya komunikasi banyak ditentukan oleh pembuka. Demikian pula dalam berpidato.
Pembukaan pidato yang baik yang baik akan menimbulkan kesan yang menyenangkan.
Kesan menyenangkan inilah yang mendukung kelancaran berpidato sehingga tujuan pidato
dapat dicapai.
Berdasarkan uraian-uraian dan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpidato adalah kesanggupan pembicara dalam mengungkapkan ide,
gagasan dan pikiran baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Seorang pembicara yang baik harus mampu menunjukkan kepada
pendengarnya bagian terpenting dari pidato yang disampaikannya.
2. Hakikat Pemahaman Diksi
Pemilihan diksi dalam suatu kalimat sangat penting. Menurut Ida Bagus Putrayasa
(2009:7) “Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris
yang kata dasarnya diction) berarti perihal pemilihan kata.” Finoza (2010:129) “Pilihan kata
atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam
kalimat, alinea atau wacana.”
Dalam pilihan kata diperlukan pemahaman makna denotatif. Makna denotatif sering
disebut sebagai makna konseptual. Menurut Zaenal Arifin (2010:28) “Makna denotatif adalah
makna dalam alam wajar secara eksplisit.” Ria Novitasari (2010:42) “Makna denotasi atau
denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang sesuai dengan konsep awal. Makna
denotasi disebut juga dengan makna konseptual, makna lugas atau makna objektif.’
Agar pilihan kata yang dipilih oleh pembicara atau penulis sesuai dengan situasi,
maka pembicara atau penulis harus memahami makna konotatif. Makna konotatif
berhubungan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Menurut Zaenal Arifin (2010:29)
“Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap social,
sikap pribadi dan criteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.”
Sedangkan Ismail Kusmayadi (2010:25) menyatakan bahwa “Makna konotatif mengandung
arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang
umum.”
Dalam pilihan kata, diperlukan pemahaman pemakaian kata umum. Perbedaan ruang
lingkup acuan makna suatu kata terhadap kata lain menyebabkan lahirnya istilah kata umum.
Menurut Gorys Keraf (2006:89) “Bila sebuah kata mengacu kepada suatu hal atau kelompok
yang luas bidang lingkupnya maka kata itu disebut kata umum.” Selanjutnya, Zaenal Arifin
(2010:31) “Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas disebut kata umum.”
4
Agar pilihan kata yang dipilih oleh pembicara atau penulis sesuai dengan situasi,
maka pembicara atau penulis harus memahami pemakaian kata konkret. Kata yang
diperkonkret erat hubungannya dengan penggunaan kiasan atau lambang. Sedaangkan,
menurut Ine Agustine (2010:121) “Kata konkret adalah kata-kata yang mampu
membangkitkan imaji atau daya bayang pembaca.” Kosasih (2011:207) menyatakan bahwa
“Untuk membangkitkan imaji atau daya bayang pembaca, maka kata-kata harus
diperkonkret.”
Ketepatan pilihan kata menunjukkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Oleh karena itu, ketepatan diksi atau
pilihan kata akan menyangkut masalah makna kata atau kosa kata seseorang. Ketepatan
makna kata menuntut kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara bentuk kata dengan referensinya.
Dari uraian-uraian dan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemahaman diksi adalah kemampuan untuk menemukan pilihan kata yang tepat dan sesuai
dengan situasi. Oleh karena itu, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana
yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan
kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

METODOLOGI
Sesuai dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi tempat penelitian adalah SMP
Negeri 2 Sirandorung Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan penulis memilih SMP
Negeri 2 Sirandorung sebagai tempat penelitian, karena sepengetahuan penulis belum pernah
dilaksanakan penelitian tentang pengaruh pemahaman diksi terhadap kemampuan berpidato.
Pelaksanaan penelitian ini memerlukan waktu kurang lebih dua bulan, yang dilaksanakan
pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2015.
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang menggambarkan semua data
atau keadaan subjek/objek penelitian. Menurut Kartika (2010: 84) “Penelitian deskriptif
merupakan metode penelitian yang menggambarkan semua data atau keadaan subjek/objek
penelitian, kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang
berlangsung pada saat ini dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan
masalahnya.”

5
Metode deskriptif pada penelitian ini dimaksudkan adalah untuk menggambarkan atau
menjelaskan dan sekaligus untuk melihat apakah ada pengaruh yang signifikan antara
pemahaman diksi dengan kemampuan berpidato siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sirandorung.
Menurut Arikunto (2006:130), Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Sugiyono (2009:61), menyatakan Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sirandorung Tahun Pelajaran 2013/2014,
yang terdiri dari 3 kelas dengan jumlah siswa 124 orang.
Sugiyono menyatakan (2009:131), Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Arikunto (2006:131), Sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Adapun tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah tekhnik dengan cara
menggunakan random sampling. Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII-C yang
berjumlah 42 orang.
Analisis statistik interferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan yaitu
untuk melihat ada tidaknya pengaruh pemahaman diksi terhadap kemampuan berpidato.
Adapun rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis yang dimaksud adalah rumus
korelasi product moment dan uji t-tets.

HASIL ANALISIS
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata pemahaman diksi adalah
74,59, sedangkan nilai modusnya adalah 73,36 dan nilai tengah (median) adalah 74,72. Hal
ini dapat dilihat dari hasil jawaban siswa pada pemahaman diksi yang dijelaskan pada tabel 1
berikut:
Tabel 1.
Nomo Indikator Nilai Rata-Rata Per Indikator
r
1 Makna denotatif 74,76
2 Makna konotatif 82,38
3 Pemakaian kata umum 70,48
4 Pemakaian kata konkret 69,52

6
Sedangkan pada kemampuan berpidato diperoleh nilai rata-rata sebesar 2,95,
sedangkan nilai modusnya adalah 3,37 dan nilai tengah (median) adalah 3,04. Hal ini dapat
dilihat dari kemampuan berpidato yang dapat dijelaskan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2.
Nomo Indikator Nilai Rata-Rata Per Indikator
r
1 Salam pembuka 3,06
2 Pendahuluan 2,96
3 Isi 2,78
4 Penutup 2,92
5 Salam penutup 2,96

Berdasarkan diperoleh thitung = 2,75. Bila dibandingkan dengan ttabel pada tingkat
kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% dengan derajat kebebasan (dk) = n – 2 = 42 – 2
= 40. Dari daftar distribusi didapat t tabel = 2,02. Berdasarkan kriteria pengujian maka Ho di
tolak jika thitung > ttabel. Ternyata thitung lebih besar dari ttabel yaitu 2,75 > 2,02. Dengan demikian
hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan diterima yaitu terdapat pengaruh pemahaman diksi
terhadap kemampuan berpidato siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sirandorung.

DIKSI
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata pemahaman diksi adalah 74,59
berada pada kategori “Baik”. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibbin Syah (2000:153), Jika
interval nilai 70 – 79 maka dikategorikan “Baik”. Sedangkan nilai rata-rata kemampuan
berpidato adalah 2,95 berada pada kategori “Baik”. Oleh karena itu, semakin baik
pemahaman diksi maka akan semakin baik pula kemampuan berpidato.
Setelah menganalisis hasil penelitian, dapat kita telaah hasil tersebut menunjukkan
bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima atau disetujui kebenarannya. Hal ini terbukti
dari diperolehnya thitung lebih besar dari ttabel yaitu 2,75 > 2,02. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arikunto (2006:72), Jika thitung lebih besar dari ttabel maka hipotesis diterima. Artinya terdapat
hubungan pemahaman diksi dengan kemampuan berpidato siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Sirandorung.

PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa nilai
rata-rata pemahaman diksi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sirandorung masuk dalam kategori

7
“Baik.” Nilai rata-rata kemampuan berpidato siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sirandorung
masuk dalam kategori “Baik.” Berdasarkan data yang diperoleh t hitung > ttabel sehingga diambil
kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima. Artinya terdapat hubungan
pemahaman diksi dengan kemampuan berpidato siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sirandorung.

2. Implikasi Penelitian
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas bahwa implikasi kemajuan siswa
ditentukan oleh pemahaman diksi. Peran dan fungsi orang tua dalam membimbing anak
sangat mendukung pada bagian mana anak mengalami kesulitan dalam belajar, sangat
diharapkan orang tua dapat mengatasinya sehingga anak menjadi termotivasi untuk lebih giat
belajar berpidato.
Untuk meningkatkan kemampuan berpidato yang lebih baik perlu ditingkatkan pemahaman
diksi dengan memotivasinya sehingga anak semakin giat dan terarah dalam belajar berpidato.
Oleh karena itu sangat dituntut pemahaman diksi yang memadai dalam anak belajar dengan
baik sehingga kemampuan berpidato tercapai dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2010. Mahir Membuat Aneka Tulisan. Jakarta:Trias Yoga Kreasindo.


Arifin, E. Zaenal., & S. Amran Tasai. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia.
Jakarta:Akademika Pressindo.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Fitria, Dini Aida. 2010. Kumpulan Naskah Pidato dan Khotbah. Jakarta: Multi Kreasi
Satudelapan.
Hardini, Isriani. 2010. Belajar Berpidato. Banten: Talenta Pustaka Indonesia.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kosasih. 2011. Ketatabahasaan dan Kesusasteraan. Bandung:Yrama Widya.
Kusmayadi, Ismail. 2010. Jurnalistik di Sekolah. Jakarta: Multi Kreasi Satudelapan, 2010.
Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Kalimat Efektif. Bandung: refika Aditama.
Restianti, F., &Fajar Muhammad N. 2010. Mudahnya Berpidato dan Menjadi Penyiar Radio.
Bandung: Sinergi Pustaka indonesia.
Somad, Adi Abdul., & Indriani. 2010. Belajar dan Mengenal Teknik Berpidato. Jakarta:
Trans Mandiri Abadi.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

8
Widi, Restu Kartika, 2010. Asas Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu.

You might also like