Professional Documents
Culture Documents
Kalarensi Naibaho1
1
Pustakawan Madya
Universitas Indonesia
Abstract
The fourth industrial revolution is considered as a result of the convergence of a number of technologies in industrial operations.
These technologies include, but are not limited to robotics, artificial intelligence, big data, 3D printing, biotechnology and technology
integration with the human body. Fourth generation industrial revolution is characterized by the emergence of supercomputers, smart
robots, vehicles without drivers, genetic editing and neurotechnology development which allows humans to further optimize brain
function. Unlike the previous era where competition was marked by 'big vs. small', the 4.0 industrial revolution was characterized
by 'fast vs. slow' jargon. Competition in the industrial world no longer depends on the size of the company, but how fast and creative
business people see opportunities. This concept does not only occur in the industrial world but also affects the education sector, and
the library. The emergence of the trend of e-resources has changed many things in the world of libraries, not only regarding access
but also the role of librarians. The convergence of information technology with communication technology causes information and
communication technology (ICT) to have an impact on the emergence of the modern library digital landscape. The paradigm shift
in the librarian profession is suspected to be the result of the ICT revolution. The speed of change has created a new role for librarians
in terms of services and activities, which in turn has an impact on the roles, competencies, skills and knowledge of librarian
professionals. The ever-changing information needs of users bring an expansion and new role for librarians to equip themselves with
various skills to remain relevant to the digital environment. Blended skills become a familier concept among librarians today. This
concept requires many skills that must synergize with institutions or the surrounding environment. Blended librarians are a necessity
and librarians must be able to implement in their respective environments.
Keyword: Blended librarians, Blended skills, Future librarians, Fourth industrial revolution
8
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
revolusi industri generasi keempat ini Persaingan ketat tidak hanya terjadi
ditandai dengan kemunculan super- di dunia industri bisnis, namun juga di
komputer, robot pintar, kendaraan tanpa dunia pendidikan. Bagaimanapun, lulusan
pengemudi, editing genetik dan dunia pendidikan pada akhirnya akan
perkembangan neuroteknologi yang menjadi pelaku industri itu sendiri.
memungkinkan manusia untuk lebih Maulana (2016) mengatakan bahwa
mengoptimalkan fungsi otak. Pada era ini pengaruh dari sektor industri terhadap
ditemukan pola baru ketika disruptif sektor pendidikan ialah kecenderungan
teknologi (disruptive technology) hadir begitu untuk menyusun dan menerapkan
cepat dan mengancam keberadaan kurikulum serta materi pelajaran di dunia
perusahaan-perusahaan incumbent. Sejarah pendidikan (& pelatihan) agar sesuai
telah mencatat bahwa revolusi industri dengan kebutuhan dunia industri. Dan
telah banyak menelan korban dengan pihak industriawan menghendaki suatu
matinya perusahaan-perusahaan raksasa. metode pendidikan yang memungkinkan
Di masa ini, ukuran besar perusahaan tidak lulusan sekolah menjadi tenaga yang siap
menjadi jaminan, namun kelincahan
pakai Hubungan antara industri dan
perusahaan menjadi kunci keberhasilan
pendidikan bersifat timbal-balik, serta
meraih prestasi dengan cepat. Banyak
memiliki pengaruh besar terhadap tenaga
contoh yang dapat kita lihat saat ini dimana
perusahaan-perusahaan dengan nama kerja yang telah terlatih atau calon tenaga
(brand) besar, kalah bersaing dengan kerja yang memiliki latar belakang dan
pendatang baru yang belum punya nama. tingkat pendidikan yang cukup memadai
Contoh kasus paling banyak adalah di untuk mendapatkan suatu latihan, selain itu
bidang industri transportasi, dimana industri sendiri mempunyai suatu sub
transportasi online kini memimpin sistem "pendidikan" yang khas, termasuk
persaingan. Kondisi ini memaksa kegiatan magang dan berbagai bentuk
perusahaan harus peka dan melakukan training (dikutip dari repository.binus.ac.id
instrospeksi diri sehingga mampu /content/ D00466674.ppt).
mendeteksi posisinya di tengah per- Di sisi lain, perpustakaan secara
kembangan ilmu pengetahuan dan alami, sangat mirip dengan organisme
teknologi. Hassim (2016), praktisi dan hidup yang terus dipengaruhi oleh tekanan
pengamat perbankan mengatakan bahwa eksternal untuk terus berkembang,
tantangan terberat di era industri 4.0 justru termasuk mengubah lingkungan teknologi
kepada para market leader dimana biasanya informasi dan lebih mengandalkan layanan
mereka merasa superior dan cenderung berbasis web. Konsep library 1.0 diwakili
menganggap bahwa disruptif hanya oleh hiburan pasif televisi dalam bentuk
ditujukan kepada kompetitor minor yang saat ini, sedangkan web 2.0 mewakili
kinerjanya kurang baik. konten yang dibuat pengguna seperti blok
Menurut Godin (2007) ada tiga dan podcast (Kirschner & Muller, 1987).
kondisi untuk membangun Web 4.0: Lalu muncul web 3.0 yaitu era pengguna
ubiquity, identitas, dan koneksi. Godin yang sedang berlangsung melompat ke
memprediksi, sekaliWeb 4.0 dibangun, media, menggunakan dunia virtual dan
informasi yang tidak diinginkan seperti menjadi lebih aktif. Sementara menurut
spam email akan menghilang dan hanya Farber (2007), di masa depan Web 4.0 akan
informasi yang dibutuhkan oleh pengguna terkait dengan kapan manusia ditingkatkan
yang akan disediakan karena, tidak seperti dengan ekstensi teknologi, selalu
versi web di masa lalu tempat pengguna terhubung ke internet, dan era ini
berpindahtempat untuk menempatkan di sudahdimulai untuk generasi muda yang
lautan informasi ketika mencari, Web 4.0 hidup hari ini, yang sudah berkomunikasi
hanya akan memberikan informasi yang dengan web dengan cara yang sama. Di era
sesuai untuk pengguna secara terintegrasi. ini, ruang online dan ruang fisiktidak lagi
9
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
dibedakan untuk mereka seperti generasi 4.0. Fase industri merupakan real change dari
sebelumnya.Web 3.0 mewakili data dan perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai
analisis yang difilter melalui kecerdasan dengan mekanisasi produksi untuk
buatan, sedangkan teknologi Web 4.0 akan menunjang efektivitas dan efisiensi
menjadi satu dengan kehidupan pengguna aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan
(Callari, 2009). oleh produksi massal dan standarisasi
Di lembaga pendidikan, pustakawan mutu, industri 3.0 ditandai dengan
adalah salah satu kelompok profesi yang penyesuaian massal dan fleksibilitas
memiliki andil dalam memastikan manufaktur berbasis otomasi danrobot.
tercapainya tujuan pendidikan. Khusus di Industri 4.0 selanjutnya hadir
perguruan tinggi, peran pustakawan ini menggantikan industri 3.0 yang ditandai
sangat strategis, dimana kebutuhan literatur dengan cyber fisik dan kolaborasi
yang mendukung pelaksanaan kurikulum manufaktur (Hermann et al, 2016; Irianto,
sangat tergantung pada pustakawan. Tren e- 2017).
resources yang melanda dunia pendidikan Menurut Hermann et al (2016), ada
mengubah pola pembelajaran di lembaga empat desain prinsip industri 4.0. Pertama,
pendidikan. Metode belajar kini lebih interkoneksi (sambungan) yaitu kemam-
kepada konsep e-learning dengan puan mesin, perangkat, sensor, dan orang
memanfaatkan e-resources. Pustakawan untuk terhubung dan berkomunikasi satu
sebagai pengelola informasi dan ilmu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau
pengetahuan harus dapat menyesuaikan Internet of People (IoP). Prinsip ini
diri dengan metode belajar tersebut. Di era membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan
masyarakat informasi saat ini pustakawan standar. Kedua, transparansi informasi
dituntut untuk dapat mengadopsi berbagai merupakan kemampuan sistem informasi
keterampilan dan kemajuan dari pelaku untuk menciptakan salinan virtual dunia
industri yang mengusung jargon ‘cepat vs fisik dengan memperkaya model digital
lambat’. Revolusi Industri 4.0 dengan dengan data sensor termasuk analisis data
digitalisasi ‘artificial intellegence’, ‘internet dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan
of things’ serta ‘big data’ memainkan teknis yang meliputi; (a) kemampuan
peranan penting dalam berbagai aspek sistem bantuan untuk mendukung manusia
kehidupan manusia. Hal-hal inilah yang dengan menggabungkan dan mengevaluasi
sangat berpengaruh pada pekerjaan informasi secara sadar untuk membuat
pustakawan saat ini. Pustakawan tidak lagi keputusan yang tepat dan memecahkan
hanya berkutat dengan persoalan teknis masalah mendesak dalam waktu singkat;
dan rutinitas, namun harus mampu (b) kemampuan sistem untuk mendukung
memaknai perkembangan global dan manusia dengan melakukan berbagai tugas
mengambil tindakan tepat untuk yang tidak menyenangkan, terlalu
menghadapi era industri 4.0. Tulisan ini melelahkan, atau tidak aman; (c) meliputi
akan membahas bagaimana kompetensi bantuan visual dan fisik. Keempat,
pustakawan akademik dalam menghadapi keputusan terdesentralisasi yang
revolusi industri 4.0 agar dapat bersaing di merupakan kemampuan sistem fisik maya
era global, dengan menggunakan metode untuk membuat keputusan sendiri dan
studi literatur. menjalankan tugas seefektif mungkin.
Secara sederhana, prinsip industri 4.0
Pembahasan menurut Hermann et al (2016) dapat
Revolusi Industri dan Dunia digambarkan sebagai berikut:
Pendidikan
Sejarah revolusi industri dimulai
dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri
10
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
Interkoneksi:
- Kolaborasi Keputusan
Perpusat
- Standar
(Desentralisasi)
- Keamanan
Transparansi
Bantuan Teknis: Informasi:
- Bantuan Virtual - Analisis data
- Bantuan Fisik Prinsip - Penyediaan
Informasi
Industri
4.0
Dari gambar di atas jelas sekali bahwa perkembangan teknologi. Sri Mulyani
transparansi informasi menjadi salah satu mengatakan bahwa perguruan tinggi harus
prinsip penting di era revolusi industri 4.0, mampu merespon kebutuhan masyarakat
dimana pustakawan memiliki peran yang saat ini sudah banyak melakukan
strategis. kegiatan pembelajaran secara online,
Pendidikan merupakan salah satu sehingga perguruan tinggi tidak
pintu masuk mempersiapkan revolusi ditinggalkan atau harus tutup.
industri 4.0. Melalui pendidikan, Jika dicermati, tuntutan revolusi
masyarakat bisa teredukasi dengan baik, industri 4.0 senada dengan konsep web 4.0
dan dapat mempersiapkan berbagai skill di bidang perpustakaan, yakni membutuh-
yang diperlukan agar bisa kompetitif kan kecepatan menyesuaikan diri pada
menghadapi persaingan yang semakin perkembangan teknologi informasi.
keras. Untuk merespon revolusi industri Berkaitan dengan ini, muncullah istilah
4.0, Kemristekdikti merumuskan beberapa yang kerap kita dengar dikaitkan dengan
poin penting yang perlu dilakukan dalam dunia bisnis, yakni disruptive technology.
menghadapi revolusi indutru 4.0, antara Teknologi disruptif adalah teknologi yang
lain persiapan sistem pembelajaran yang menggantikan teknologi mapan atau
lebih inovatif di perguruan tinggi seperti produk terobosan yang menciptakan
penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan industri baru. Contohnya, aplikasi online
meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk transportasi atau penggunaan
dalam hal data Information Technology teknologi baru di perusahaan manufaktur
(IT), Operational Technology (OT), yang menyebabkan penurunan penyerapan
Internet of Things (IoT), dan Big Data tenaga kerja. Rahmat (2018) mengatakan
Analitic, mengintegrasikan objek fisik, bahwa inovasi disruptif (disruptive innovation)
digital dan manusia untuk menghasilkan adalah inovasi yang membantu menciptakan
lulusan perguruan tinggi yang kompetitif pasar baru, mengganggu atau merusak pasar
dan terampil terutama dalam aspek data yang sudah ada, dan pada akhirnya
literacy, technological literacy and human literacy. menggantikan teknologi terdahulu tersebut.
Dalam Rakernas yang diselenggarakan Inovasi disruptif mengembangkan suatu
Kemristekdikti 2017 lalu, Sri Mulyani produk atau layanan dengan cara yang tak
mengatakan bahwa terkait ‘disruptive diduga pasar, umumnya dengan
technology’, dunia pendidikan menjadi menciptakan jenis konsumen berbeda pada
garis depan di era digital. Perguruan tinggi pasar yang baru dan menurunkan harga
harus mampu beradaptasi dengan pada pasar yang lama. Efek disruptive
11
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
innovation ini nyata kita saksikan di dunia tantangan era revolusi industri 4.0 yang
bisnis, bagaimana dengan dunia terjadi saat ini, penguasaan soft skill memiliki
pendidikan? Adanya lembaga pendidikan peran sangat penting dalam upaya
yang tutup jarang dihubungkan dengan memenangkan persaingan global. Pasalnya
perkembangan teknologi. Selama ini hasil laporan World Economic Forum
masyarakat menilainya lebih ke persoalan mengungkapkan sebanyak 80% skill yang
manajemen. Misalnya mismanajemen yang dibutuhkan untuk mampu bersaing dalam
menyebabkan kurangnya peminat (maha- era industri 4.0 adalah penguasaansoft skill.
siswa) sehingga pada akhirnya tutup. Sementara itu, pembelajaran di abad
Padahal persoalan manajemen sangat terkait 21 sangatlah berbeda dengan hadirnya
dengan perkembangan teknologi, walau teknologi informasi. Menurut Trillling dan
tidak secara langsung. Diperlukan kejelian Fadel (2009), pembelajaran abad 21
menganalisis tentang mismanajemen ter- berorientasi pada gaya hidup digital, alat
sebut agar dapat mencegah efek yang lebih berpikir, penelitian pembelajaran dan cara
buruk. kerja pengetahuan (gambar 2). Tiga dari
Menghadapi era revolusi industri 4.0, empat orientasi pembelajaran abad 21
peran pendidikan tinggi menjadi sangat sangat dekat dengan pendidikan kejuruan
penting, terutama dalam perkembangan yaitu cara kerja pengetahuan, penguatan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh alat berpikir, dan gaya hidup digital. Cara
karenanya, pendidikan tinggi yang berbasis kerja pengetahuan merupakan kemampuan
riset harus mendorong semakin terbukanya berkolaborasi dalam tim dengan lokasi
pengetahuan yang mampu meningkatkan yang berbeda dan dengan alat yang
kesejahteraan manusia. Kekuatan pendidi- berbeda, penguatan alat berpikir merupakan
kan tinggi terdapat pada riset. Tuntutan riset kemampuan menggunakan teknologi, alat
yang dikeluarkan oleh pendidikan tinggi, digital, dan layanan, dan gaya hidup digital
terutama untuk jenjang S3, harus mendapat merupakan kemampuan untuk mengguna-
pengakuan internasional. Hal tersebut untuk kan dan menyesuaikan dengan era digital
menjaga marwah pendidikan tinggi di (Trilling & Fadel, 2009).
Indonesia agar senantiasa terjaga kualitas
dan integritasnya. Dalam menghadapi
Thinking
Tools
21st
Knowledge Learning
Work Century Research
Learning
Digital
Lifestyle
12
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
Terkait model pembelajaran, perpus- 2.0), masyarakat industri (Society 3.0), dan
takaan perguruan tinggi merupakan bagian masyarakat informasi (Society 4.0).
integral dari kegiatan pendidikan, Satu dekade terakhir kita melihat
penelitian dan pengabdian kepada perkembangan pesat di perpustakaan,
masyarakat (tri dharma perguruan tinggi) khususnya dalam hal perencanaan ruang
serta berfungsi sebagai pusat sumber perpustakaan. Disain perpustakaan kini
pembelajaran seluruh civitas akademika di banyak berubah mengikuti perubahan
perguruan tinggi. Perkembangan di dunia kebutuhan pengguna, sebagai salah satu
kepustakawanan tidak terlepas dari dampak dari perkembangan teknologi
perkembangan global termasuk revolusi informasi. Bukan pemandangan baru lagi
industri. Teknologi informasi benar-benar sekarang ini melihat perpustakaan
mengubah ‘wajah’ perpustakaan dari perguruan tinggi dibangun dengan konsep
konsep tradisional menjadi dinamis dan sebagai area sosial dimana ditemukan ruang
modern. Sekarang ini jamak kita temukan perpustakaan sebagitempat bersosialisasi,
perpustakaan dengan kemasan modern dan pusat budaya dan pusat-pusat TIK tempat
konsep yang jauh berbeda dari konsep sivitas akademika atau pengguna lain
konvensional yang selama ini kita kenal. berkumpul, bekerja bersama dengan
Perkembangan global perlu disikapi menggunakan media elektronik dan bahan-
pustakawan dengan tepat dan cepat, sebab bahan perpustakaan tercetak. Area-area di
di era revolusi industri 4.0 ini pemenang perpustakaan saat ini lazim disebut
akan berada di pihak yang mampu bergerak “learning commons”. Perubahan-peru-
cepat menyesuaikan diri dengan bahan ini semua-nya mengacu kepada
perubahan. persoalan akses sebagai akibat perkem-
bangan teknologi. Perpustakaan kini sudah
Perkembangan Perpustakaan tidak dinilai dari banyaknya koleksi, tapi
Perguruan Tinggi mudahnya akses. Ini selaras dengan
Banyak jargon atau istilah yang pertarungan di era revolusi industri dimana
muncul di era informasi terkait dengan berlaku rumus ‘siapa cepat, dialah
perkembangan teknologi. Jika di dunia pemenang’.
industri kita mengenal revolusi industri 4.0, Dari berbagai literatur yang ada,
di bidang masyarakat informasi kita konsep “Learning Commons”dapat
mengenal istilah society 5.0 sementara di dianggap sebagai tempat mengembangkan
bidang perpustakaan ada istilah library 2.0, kegiatan di dalam kelas. “Learning
library 3.0, dan kini library 4.0. Jika Commons” bukanlah laboratorium
diperhatikan penggunaan istilah-istilah ini komputer statis, melainkan mengga-
selalu selaras dengan perkembangan bungkan kegiatan komunikasi yang bebas
teknologi dan bagaimana pengaruhnya dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi
terhadap bidang tersebut. Society 5.0 nirkabel, ruang diskusi yang fleksibel yang
didefinisikan sebagai “a human-centered memungkinkan interaksi dan kolaborasi
society that balances economic antar sivitas akademika, perabot yang
advancement with the resolution of social nyaman, karya seni, dan desain ruang yang
problems by a system that highly integrates memungkinkan pengguna bersantai,
cyberspace and physical space." (diambil mendorong kreativitas, dan mendukung
dari http://www8.cao.go.jp/cstp/ english kegiatan belajar bersama.
/society5_0/index.html). Society 5.0 Berbagai fasilitas berbasis teknologi
diusulkan dalam Rencana Dasar Sains dan disediakan di perpustakaan dengan konsep
Teknologi ke-5 sebagai masyarakat masa ‘learning commons’. Dengan fasilitas
depan yang Jepang ingin cita-citakan. tersebut perpustakaan telah menjadi ruang
Konsep ini mengikuti masyarakat pemburu kerja bersama untuk mengerjakan tugas-
(Society 1.0), masyarakat pertanian (Society tugas akademik seperti menyusun makalah,
13
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
membuat laporan penelitian, dan tugas- untuk mendukung proses belajar mereka.
tugas kelompok. “Learning Commons” Pustakawan juga sangat diperlukan
menyediakan ruang kerja yang modular, mahasiswa yang mengambil program
fleksibel, dan nyaman, memungkinkan pembelajaran jarak jauh atau mahasiswa
untuk ukuran kelompok yang berbeda dan yang mengambil mata kuliah berbasis e-
mudah ditata ulang jika diperlukan, yang learning. Layanan referensi berbasis online
sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang perlu dikembangkan untuk melayani
bekerja dengan mentor pada metode mahasiswa peserta distance learning atau e-
pembelajaran collaborative learning. Nampak- learning.
nya konsep ruang-ruang di dalam “learning Di era masyarakat informasi ini,
Commons” akan terus berkembang selaras pustakawan adalah pihak yang harus
dengan perkembangan TIK. Tantangannya pertama kali melakukan transformasi.
sekarang adalah bagaimana mendefinisikan Adding value, information literacy training,
kembali tugas-tugas pusta-kawan, merekrut pustakawan multi-fungsi memerlukan
tenaga perpustakaan untuk bekerja dalam kemampuan yang lebih dari sekedar
"blended library," yang mampu mem- pengetahuan dan keterampilan di bidang
berikan berbagai jenis layanan serta TI dan bidang-bidang pengetahuan yang
menyediakan berbagai fasilitas yang sesuai digeluti pengguna. Pustakawan dituntut
dengan harapan sivitas akademika saat ini memiliki kreativitas dan kemampuan
dan di masa yang akan datang. mensinergikan berbagai potensi TIK dan
pengetahuan untuk sebanyak mungkin
Perubahan Peran Pustakawan meningkatkan kuantitas dan kualitas
Seperti telah disinggung diatas, pengetahuan penggunanya. Kemampuan
pustakawan akademik bekerja di ling- ini sulit diperoleh ilmuwan sebagai
kungan pendidikan tinggi yang fokus pengguna informasi yang biasanya hanya
utamanya adalah pada riset. Kekuatan fokus pada bidang yang menjadi minatnya
pendidikan tinggi terletak pada riset dan saja, sehingga kemampuan ini dapat
pengembangannya. Sementara itu, revolusi dianggap sebagai kelebihan pustakawan
industri berjalan dengan sangat cepat dan dibanding penggunanya (Wijayanti, 2016).
memerlukan gerak cepat. Pada kondisi ini,
pustakawan penting melihat peluang Blended Librarian
bagaimana memberikan kontribusi yang Salah satu konsep yang akhir-
efektif di lingkungan akademik. Di sisi lain, akhir ini cukup populer di kalangan
pustakawan juga berhadapan dengan pustakawan adalah ‘blended librarian’.
Millennials atau Digital Natives atau Net Gen Konsep ini dikenalkan oleh Steven Bell dan
yang cara belajar dan bekerjanya sangat John Shark pada tahun 2004 dengan
berbeda dengan generasi sebelumnya. pemahaman bahwa pustakawan perguruan
Mereka sangat bergantung pada sumber- tinggi perlu menggabungkan ketrampilan
sumber digital dan ‘mobile devices’. Mereka tradisioal dengan ketrampilannya
tidak lagi tergantung pada buku cetak dan memanfaatkan baik hardware maupun
lebih banyak merawak informasi digital. software, serta kemampuannya sebagai
Mereka bekerja dalam kelompok di ruang- instruktur pelatihan LI agar sivitas
ruang baca (karena metode pembelajaran akademika mampu memanfaatkan fasilitas
yang students centered dan collaborative) dalam perpustakaan berbasis TIK dengan tepat
lingkungan elektroniknya. Pada kondisi untuk membantu proses belajar-mengajar
seperti inilah diharapkan pustakawan mereka. Menurut Bell dan Shark,konsep
benar-benar ‘ada, hadir’ untuk membantu ‘blended librarian” lahir karena perlawanan
menyelesaikan masalah mereka berkaitan pustakawan sebagai profesi yang
dengan penemuan informasi ilmiah yang temarjinalkan di lingkungan perguruan
diperlukan dan pemanfaatan teknologi tinggi. Meskipun Perpustakaan selalu
14
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
15
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
Tabel 1 Uraian konsep ‘blended librarian’ versi Bell & Shank dan Sinclair
• Menjadi inovator dan agen pembaharu di • Jadilah agen perubahan di kampus; yaitu,
perguruan tinggi, khususnya dalam mengadopsi menjadi pengguna awal, penggagas, pengguna
dan mensosialisasikan program yang mendukung mahir, dan pendukung teknologi instruksional.
peningkatan literasi informasi sivitas akademika. • Jadilah mitra fakultas. Kembangkan program
• Berkomitmen untuk mengembangkan inisiatif dan layanan baru bersama-sama dan fokus pada
literasi informasi di seluruh kampus cara-cara baru dari pembelajaran siswa.
• Merancang program dan kelas instruksional untuk Berikan dan dukung khusus
membantu sivitas akademika dalam menggunakan • perangkat lunak dan perangkat keras yang
layanan perpustakaan diperlukan untuk proyek penelitian dan kelas
• Berkolaborasi dan terlibat dalam dialog dengan dalam learning commons.
teknologi instruksional dan desainer untuk • Mengubah meja referensi. Jadilah mitra dengan
pengembangan program, layanan dan sumber daya teknologi informasi dan tempatkan meja
yang diperlukan untuk memfasilitasi misi referensi dekat dengan pengguna.
instruksional dari perpustakaan akademik. • Bentuk peer mentor untuk membantu siswa
• Menerapkan perubahan yang adaptif, kreatif, lain dengan bantuan teknologi.
proaktif, dan inovatif di perpustakaan dengan • Sediakan konsultasi face to face atau individu.
meningkatkan instruksi dengan berkomunikasi Jangan menunggu pengguna datang.
dan berkolaborasi dengan menciptakan teknologi • Luwes dengan jadwal. The learning commons
instruksional yang baru. adalah tempat yang sempurna untuk
• Mengubah hubungan dengan fakultas atau • instruksi terjadwal atau dadakan untuk
akademik dengan memusatkan perhatian pada kelompok kecil dan individu.
upaya untuk membantu mereka dalam • Kembangkan tutorial dan panduan online yang
mengintegrasikan teknologi dan sumber daya memungkinkan siswa dan pengajar untuk
perpustakaan ke dalam berbagai kursus belajar ketika mereka ingin dan dengan langkah
(pelatihan) mereka sendiri
16
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
17
Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 17 No. 1
berkolaborasi dengan akademik. Keahlian Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. (2016)
di bidang pustakawan, keterampilan Design Principles for Industrie 4.0 Scenarios.
manajerial, teknologi dan bahasa lainnya, Presented at the 49th Hawaiian
adalah persyaratan minimum bagi mereka International Conference on Systems
yang ingin mengikuti perubahan global. Science.
Konsep Bell and Shank (2004) Irianto, D. (2017) Industry 4.0; The Challenges of
Tomorrow. Disampaikan pada Seminar
tentang ‘blended librarian’ menuntut pusta-
Nasional Teknik Industri, Batu-Malang.
kawan harus memperluas pengetahuan
Klaus Schwab (2016) The Fourth Industrial
mereka untuk membantu lembaga mereka Revolution. World Economic Forum.
untuk menjadi sukses dan menambah nilai Miller, P. (2006) Library 2.0: The Challenge of
pada layanan yang ditawarkan. Peran Disruptive Information. http://www/
pustakawan dapat berjalan secara talis.com/resource/documents/447_lib
bersamaan antara sebagai manajer, rary_2_prfl.pdf.
mediator, dan pendidik. Rahmat Maulana (2016) Pengaruh Industri
Terhadap Pendidikan. www. Research-
gate.com
Daftar Pustaka Ron, Callari (2009), Web 4.0,Trip Down the
Andreas Hassim (2016) Revolusi Model Bisnis Rabbit Hole or Brave New World?.
pada Era Industri 4.0. Investor Daily http://www.zmogo.com/web/web-
Indonesia (tersedia di: https://id. 40trip-down-the-rabbit-hole-or-brave-
beritasatu.com/home/). new-world/.
Bryan Sinclair (2007)Commons 2.0: Library Spaces Shank John, The Blended Librarian: A Blueprint for
Designed for Collaborative Lear- Redefining the Teaching and Learning Role of
ning. EDUCAUSE Quarterly 30, no. 4. Academic Librarians. College & Research
Bailey, E. (2010) Educating Future Academic Libraries News 65, no. 7 (July/
Librarians: An Analysis of Courses in August 2004): 374.
Academic Librarianship. Journal of Education
Shank John D., Academic Librarianship by Design:
for Library and Information Science, 51(1),
A Blended Librarian’s Guide to the Tools and
30-42. Retrieved from http://remote-
Techniques. Chicago: American Library
lib.ui.ac.id:2123/stable/20720479.
Association, 2007: 1.
Bryant, N. P., & Hooper, R. S. (2017)
Trilling, B & Fadel, C. (2009) 21st-century
learning to learn: Using an embedded librarian
skills: learning for life in our times. US:
to develop web-based legal information literacy
Jossey-Bass A Wiley Imprint.
for the business student. Southern Law
Wijayanti, Luki (2016) Blended Librarianship:
Journal, 27(2), 387-416.
Peluang dan Tantangan Perpustakaan
Farber, Dan (2007) From Semantic web (3.0) to the
Perguruan Tinggi dalam Mendukung
WebOS (4.0) . https://www.zdnet.com/
Pembelajaran berbasis Online. Disam-
article/from-semantic-web-3-0-to-the-
paikan dalam Seminar Nasional “Blended
webos-4-0/.
de Lima, G. Â., Maculan, Benildes Coura Librarianship” di UKRIDA, 29
Moreira dos Santos, & Borges, G. S. B. September 2016.
(2017) Blended librarians in academic Yared Mammo Cherinet (2018) Blended skills
libraries: A brazilian panorama. Revista and future roles of librarians, Library
General De Informacion y Documen- Management, Vol. 39 Issue: 1/2, pp.93-
tacion, 27(2), 471-486. doi:10.5209/ 105, https://doi.org/10.1108/LM-02-
RGID.58213. 2017-0015.
de Jager, K., Nassimbeni, M., & Crowster, N.
(2016) Developing a new librarian: Library
research support in south africa. Information
Development, 32(3), 285-292. doi:10.1177
/0266666914542032.
18