You are on page 1of 11

Jurnal Prakarsa Paedagogia ISSN 2620-9780 (Online),

Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219 2621-5039 (Cetak) 209

Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Room Untuk


Meningkatkan Sikap Anti Seks Bebas
Farid Hidayat1, Edris Zamroni 2, Sucipto 3
Universitas Muria Kudus 1,2,3
e-mail: farid.hidayat130397@gmail.com 1, edris.zamroni@umk.ac.id 2, sucipto@umk.ac.id 3

Info Artikel Abstract


Sejarah Artikel The purpose of this study are: 1) Describe the implementation of group
Diterima: 1 Nopember 2018 guidance services with homeroom techniques to improve anti-sex free
Revisi: 20 Nopember 2018 attitudes in class XI TAV 2 students SMK Negeri 2 Kudus, 2) Know the
Disetujui: 21 Desember 2018 increase in anti-sex free attitudes through group guidance services with
Dipublikasikan: 30 Desember 2018 homeroom techniques for class students XI TAV 2 of SMK Negeri 2 Kudus.
Type of Research PTBK with stages: 1. Planning, 2. Implementation, 3.
Keyword Observation, and 4. Reflections carried out in 2 cycles of research, each cy cle
Sikap Anti Seks Bebas, carried out three meetings. Data analysis used is descriptive qualitative data
Bimbingan Kelompok, analysis. The results of the study were pre-cycle conditions. The number of
Teknik Homeroom free anti-sex attitudes of 8 students of class XI TAV 2 of SMK Negeri 2
Kudus was 133 with a percentage of 42% in the very poor category, at the
end of the first cycle the score of anti-free sex was 202 with percentage 63%
in the less category and at the end of the second cycle the number of anti-sex
free attitudes from 8 students of class XI TAV 2 of SMK Negeri 2 Kudus was
263 with a percentage of 82% in the good category. Selin also concluded that
the hypothesis of action that researchers made in chapter II which reads
Homeroom Technical Guidance Service Group can increase the anti-free
attitude of students of class XI TAV 2 of SMK Negeri 2 Kudus, declared
acceptable.

Artikel ini dapat diakses secara terbuka dibawah lisensi CC-BY-SA

Pendahuluan
Bimbingan dan konseling adalah salah satu layanan yang ada di sekolah untuk membantu
siswa dalam mendapatkan suatu informasi dan menyelesaikan masalah yang dibutuhkan oleh
siswa. Bimbingan dan konseling di sekolah sangat diperlukan untuk membantu siswa mencapai
kesejahteraan. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling menurut Walgito (2010:35)
menjelaskan terdapat tiga macam sifat dalam pelaksanaanya, yaitu (a). Preventif yang artinya
bimbingan dan konseling diberikan bertujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan-
kesulitan yang menimpa diri anak anak atau individu. (b). Korektif yaitu memecahkan atau
mengatasi kesulitan - kesulitan yang dihadapi oleh anak atau individu. (c). Preservatif yaitu
memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi keadaan- keadaan yang
tidak baik. Dari ketiga sifat bimbingan dan konseling peneliti lebih condong ke sifat yang pertama
yaitu preventif yang bertujuan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Khususnya dalam
perkembangan remaja saat ini.
Menurut Dariyo (2004: 13) masa remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan
dari masa kanak- kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,
psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja adalah anak yang berusia antara
usia 12 – 19 tahun. Untuk menjadi seorang dewasa, menurut pendapat Erikson (dalam Dariyo,
2004:13) maka remaja akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha untuk mencari identitas
diri (search for self - identity), selain itu sifat remaja yang labil dan unik salah satu dapat terbawa
10.24176/jpp.v1i2.3440 http://jurnal.umk.ac.id/index.php/JKP
prakarsa@umk.ac.id
ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 210
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

dalam pergaulan yang mengkhwatirkan yaitu pergaulan bebas. Pergulan bebas adalah salah satu
bentuk perilaku menyimpang dengan melanggar norma agama maupun norma kesusilaan yang
dilakukan oleh remaja.
Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang
mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan
berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi
dengan lawan jenis. Masa remaja adalah masa SMA/SMK , banyak orang yang bilang bahwa masa
SMA/SMK adalah masa yang paling indah diantara masa SMP dan SD, karena masa SMA/SMK
adalah dimana remaja sudah merasa melakukan kegiatan apapun itu sendiri tanpa nasehat dari
orang tua atau orang yang lebih dewasa dari dirinya. Alhasil remaja SMA/SMK banyak dijumpai
terjerat dalam pergaulan bebasa misalnya seks bebas.
Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam
pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih
banyak informasi mengenai seksualitas. Remaja dalam mencari informasi tentang seksualitas
diharapkan orang tua atau guru dapat membimbingnya supaya tidak salah mencari informasi yang
berdampak pada seks bebas. Perilaku seks bebas saat ini adalah masalah yang dialami remaja
Indonesia. Karena remaja sekarang begitu mudah mengiyakan ajakan lawan jenis untuk melakukan
hubungan seks sebelum menikah dengan alasan karena suka sama suka dan saling mencintai satu
sama lain. Remaja tidak pernah berfikir kerugian apa yang akan diterimanya jika melakukan
hubungan seksual di luar pernikahan. Kebanyakan remaja menginginkan hubungan seks karena
remaja sekarang dalam menjalani hubungan (berpacaran) sangat berani, misalnya berpegangan
tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju dll. Menurut
pendapat Sarwono (2010: 205) menjelaskan tentang perilaku seksual dimulai dari pegangan tangan
dengan pacar, perempuan (93%), bercimuan laki- laki (61,6%), perempuan (39,4%), raba payudara
laki- laki (2,32%), perempuan ( 6,7%), pegang alat kelamin, laki- laki ( 7,1%), perempuan (1%),
hubungan seks, laki- laki (2%).
Dari data yang sudah diuraikan diatas bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa pergaulan
remaja sekarang ini sangat mengkhwatirkan. Dengan adanya data tersebut seharusnya ada
penyuluhan untuk mencegah remaja melakukan hal yang sudah diuraikan diatas. Dengan
melakukan pembimbingan terhadap remaja diharapkan bisa mengurangi seks bebas dikalangan
remaja. Karena bisa diketahui prosentase remaja perempuan dan laki-laki yang berpacaran bisa
dikatakan seimbang meskipun prosentase remaja perempuan lebih tinggi yaitu 77% dibandingkan
remaja laki-laki 72%, prosentase ciuman antara remaja perempuan dan laki- laki sama yaitu 92%,
prosentase yang sama ditunjukkan dengan angka 62% dari kategori meraba- raba pasangan,
sedangkan prosentase remaja laki- laki yang melakukan hubungan seksual yaitu 10,2% dan remaja
perempuan 6,3% berpengalaman pacaran. Hal ini sama dengan keadaan yang berada di SMK
Negeri 2 Kudus.
Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMK Negeri 2 Kudus pada tanggal 1 oktober
2018 peneliti mendapatkan informasi bahwa siswa SMK Negeri 2 Kudus pernah dijumpai
menyimpan video porno saat diadakan razia handphone, dan pada waktu itu juga seorang guru
BK langsung memanggil siswa yang ditemui handphonenya menyimpan video porno atau gambar-
gambar yang tidak sepantasnya. Selain itu ada salah satu siswa SMK Negeri 2 kudus hamil diluar
nikah. Tindakan yang dilakukan terhadap siswa yang menyimpan video porno ini mendapatkan
sanksi yaitu orang tuanya dipanggil ke sekolah sedangkan siswa yang hamil diluar nikah ini
mendapatkan sanksi dari sekolah yaitu langsung di keluarkan dari sekolah. Kemudian guru BK
disana juga sering melihat siswanya setiap pulang sekolah memegang erat ketika dibonceng oleh
pacarnya. Karena melihat tindakan siswanya yang seperti itu, guru bk khawatir siswanya terjerumus

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 211
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

dalam perilaku seks bebas dan dapat merusak merusak masa depanya. Kemudian berdasarkan hasil
pengamatan di sekolah bahwa siswa SMK N 2 Kudus kurang mampu menghindari perilaku seksual
yang memeluk pasangan terlihat bahwa mereka menganggap berpelukan adalah hal yang biasa dan
masih dalam kategori bisa, hal ini dikuatkan dengan pernyataan beberapa siswa SMK N 2 Kudus.
Selain itu fakta yang terjadi di sekolah bahwa siswa kurang menyadari bahaya seks bebas hanya
berdampak pada hal-hal yang negatif bagi kehidupanya dan kurang mengetahui bahwa dampak
terbesar dari seks bebas adalah kehamilan yang dapat merusak masa depan siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan tersebut maka peneliti bermaksud akan
melakukan penelitian untuk memberikan pemahaman sikap anti seks bebas untuk mencegah siswa
terhindar dari perbuatan yang melanggar norma agama. Agar remaja tidak melakukan seks bebas
perlu dilakukan pembimbingan yang dilakukan guru BK untuk lebih memberikan pengetahuan dan
pemahaman konseling kepada siswa tentang dampak dari seks bebas, meningkatkan keimanan dan
ketakwaan, bimbingan dan pendampingan orang tua, memperkecil timbulnya peluang memperoleh
informasi yang salah. Memilih dan menerapkan pola pengasuhan penting dilakukan oleh orang tua,
menciptakan komunikasi antara orang tua dan anak, memberikan perhatian, kasih sayang dan
mengontrol perilaku anak. Dengan itu semua kemungkinan terjerat pergaulan bebas sangat kecil.
Pembimbingan yang pernah dilakukan oleh guru BK SMK Negeri 2 Kudus dalam rangka
memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang seks bebas adalah dengan melaksankan layanan
bimbingan kalsikal. Teknik yang dipergunakan adalah teknik audio visual dan hasilnya setelah
dilakukan layanan bimbingan kalsikal dengan teknik audio visual oleh guru BK SMK Negeri 2
Kudus adalah tingkat hamil diluar nikah menurun tapi tidak signifikan. Oleh karena itu
membutuhkan terobosan layanan bimbingan dan konseling dengan teknik lain. Berdasarkan pada
pengalaman tersebut peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian melalui layanan bimbingan
kelompok teknik homeroom untuk meningkatkan pemahaman sikap anti seks bebas kepada siswa
SMK Negeri 2 Kudus.
Bimbingan kelompok adalah salah satu dari layanan yang dimiliki oleh bimbingan dan
konseling yang ada di sekolah. Dengan menggunakan bimbingan kelompok diharapkan bisa
membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman tentang sikap anti seks bebas. Tujuan
bimbingan kelompok adalah berkembangnya kemampuan komunikasi dan sosialisasi siwa. Dalam
kaitanya ini sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi atau berkomunikasi
seseorang sering terganggu oleh perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang tidak objektif.
Dalam bimbingan kelompok pengentasan masalah memanfaatkan dinamika kelompok yang dapat
bekerjasama dengan baik. Pada penelitian ini peneliti memilih teknik homeroom yang di jelaskan
oleh Romlah (2006:123) homeroom adalah teknik penciptaan suasana kekeluargaan yang
digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam- jam pelajaran
dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor. Dengan adanya bimbingan
kelompok, siswa mempunyai wadah yang tepat untuk mencari informasi tentang masalah-
masalahnya terutama tentang seks bebas sehingga, siswa memperoleh informasi yang tepat dan
dapat dipertanggung jawabkan serta dapat mencegah terjadinya seks bebas. Alasan peneliti
menggunakan teknik homeroom karena pendidikan pertama dan utama berasal dari keluarga.
Dengan melakukan layanan bimbingan kelompok teknik homeroom suasana yang diciptakan
dalam kelompok menyerupai suasana kekeluargaan yang dapat memberikan pengaruh secara
psikologi, sehingga bimbingan kelompok teknik homeroom dapat bertindak sebagai pendidikan
keluarga.
Dari fenomena yang sudah dijelaskan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan memberikan pemahaman sikap anti seks bebas kepada siswa kelas XI TAV 2
SMK Negeri 2 Kudus. Untuk mencegah supaya tidak ada lagi korban dari pergaulan bebas
khususunya seks bebas.

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 212
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

Remaja saat ini tidak akan pernah lepas dari percintaan remaja, tentu semua remaja di dunia
telah mengalaminya hampir seluruh remaja termasuk indonesia mempunyai suatu budaya untuk
mengekspresikan percintaan remaja itu sendiri yang bisa disebut “Pacaran”. Perilaku seksual dapat
didefinisikan sebagai bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis
maupun sejenisnya. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk tingkah laku berkencan, bercumbu
dan bersenggama (Amrillah, 2006: 10).
Pacaran, bukan hal yang biasa lagi di kalangan remaja saat ini. Bahkan di zaman sekarang
ini anak-anak SD banyak yang sudah memiliki pacar. Mulai dari tingkatan remaja awal samapai
remaja akhir, rata-rata mereka sudah mempunyai “pacar”. Berbagai cara remaja mengekspresikan
rasa cintanya pada sang “Pacar” dengan berbagai cara. Mulai dari yang biasa sampai yang tidak
biasa diterima secara moral karena perbuatan mereka melanggar ketentuan norma yang ada. Salah
satu cara yang paling tidak diterima di kalangan masyarakat adalah seks bebas. Dalam
perkembangan psikologi hal yang wajar jika seseorang mempunyai keterkaitan dengan lawan jenis
tetapi ada tahap-tahapanya.
Menurut Tjokronegoro, (2000: 322) pada awalnya dorongan seksual muncul karena
pengaruh hormon, tetapi kemudian ada faktor lain yang mempengaruhi dorongan seksual yaitu
faktor psikis, rangsangan seksual dari luar dan pengalaman seksual sebelumnya (bercumbu,
berciuman dan sebagainya) disertai faktor coba-coba dan ingin tahu yang akhirnya keterusan dan
terjremus dalam seks bebas.
Kartono (2003: 97) mendefinisikan bahwa seks bebas tidak beda dengan pelacuran
(prostitusi) karena aktivitas seksual yang mereka lakukan tidak lagi mengindahkan nilai-nilai dan
norma-norma dalam masyarakat. Secara psikologis bentuk perilaku seks remaja pada dasarnya
adalah normal sebab prosesnya memang dimulai dari rasa tertarik kepada lawan jenis, muncul
gairah diikuti puncak kepuasan dan diakhiri dengan penenangan (rasa puas). Ukuran normal ini
akan menjadi berbeda ketika norma masyarakat dan norma agama ikut terlibat. Norma masyarakat
indonesia belum mengizinkan adanya perilaku seksual remaja yang mengarah kepada hubungan
seksual pranikah, demikian pula norma agama di Indonesia.
Dengan demikian peneliti dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa sikap anti seks bebas
adalah sikap seseorang yang menentang atau melawan hasrat seksual terhadap lawan jenis yang
dilakukan di luar hubungan pernikahan yang bertentangan dengan norma-norma tingkah laku
seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum. Sikap anti seks bebas ini memliki
peranan sebagai bentuk penolakan terhadap ajakan lawan jenis untuk berhubungan seksual
sebelum menikah. Penelitian ini berupaya untuk meningkatkan sikap anti seks bebas melalui
layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom pada siswa kelas XI TAV 2 SMK N 2
Kudus.
Seks bebas atas dasar suka sama suka atau seks bebas yang dialakuakan oleh orang yang
tidak terikat perkawinan, menurut Prawirohardjo (2002: 211) bentuk-bentuk perilaku seks bebas
dapat berupa berhubungan intim, berciuman, bercumbu dan bersenggama. Pada umumnya remaja
melakukan hubungan seks bebas dengan pacar, karena remaja beranggapan bahwa pacar adalah
calon suami atau istri yang berhak mendapatkan segalanya. Dan pacaran adalah sebagian dari
pergaulan bebas, karena saat ini pacaran sudah menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi tahap
penjajakan dalam memilih calon pendamping. Hal ini dikarenakan remaja ingin mengetahui banyak
hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Disinilah
suatu masalah seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba
segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan
pasangannya. Terjadi peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon
reproduksi atau seksual.

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 213
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang
untuk melakukan tindakan seks bebas dikarenakan adanya perasaan bukan anak gaul, dengan
pernah melakukan seks dianggap “gaul”, taraf pedidikan seks bagi remaja yang belum tertata secara
benar terlupakanya intisari adat budaya luhur bangsa sebagai katalisator dalam pergaulan akibat
pengaruh globalisasi. Termasuk kurang pedulinya masyarakat akan situasi lingkungan juga menjadi
faktor terjadinya seks bebas di kalangan remaja.
Menurut Romlah (2006: 123) home room adalah teknik penciptaan suasana kekeluargaan
yang digunakan untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam- jam pelajaran
dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor. Sedangkan menurut Nursalim
(2002: 57) home room adalah suatu kegiatan bimbingan kelompok yang dilakukan dalam ruang
atau kelas dalam bentuk pertemuan antara konselor atau guru dengan kelompok untuk
membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu terutama hal- hal atau masalah- masalah yang
berhubungan dengan pelajaran, kegiatan sosial, masalah tata tertib dan moral, cara berpakaian, atau
masalah- masalah lain di luar sekolah.
Senada dengan pendapat yang di atas Ahmadi dan Rohani (1991:169) mengemukakan
pendapatnya tentang pengertian teknik home room yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan
dengan tujuan agar guru dapat mengenal peserta didiknya lebih baik, sehingga dapat membantunya
secra efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas, dalam bentuk pertemuan antar guru dengan murid
di luar jam- jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Dalam program
ini home room ini hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga
peserta didik dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Atau dengan kata lain home room
ialah membuat suasanakelas seperti dirumah. Dalam kesempatan ini diadakan tanya jawab,
menanmpung pendapat, merencanakan suatu kegiatan dan sebagainya. Program home room dapat
diadakan secara periodik (berencana) atau dapat pula dilakukan sewaktu- waktu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok teknik
homeroom adalah teknik penciptaan suasana kekeluargaan yang digunakan untuk mengadakan
pertemuan dengan sekelompok di luar jam- jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang
dianggap perlu terutama hal- hal atau masalah- masalah yang berhubungan dengan pelajaran,
kegiatan sosial, masalah tata tertib dan moral, cara berpakaian, atau masalah- masalah lain di luar
sekolah.
Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang
mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan
berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi
dengan lawan jenis. Masa remaja adalah masa SMA/SMK , banyak orang yang bilang bahwa masa
SMA/SMK adalah masa yang paling indah diantara masa SMP dan SD, karena masa SMA/SMK
adalah dimana remaja sudah merasa melakukan kegiatan apapun itu sendiri tanpa nasehat dari
orang tua atau orang yang lebih dewasa dari dirinya. Alhasil remaja SMA/SMK banyak dijumpai
terjerat dalam pergaulan bebasa misalnya seks bebas.
Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam
pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih
banyak informasi mengenai seksualitas. Remaja dalam mencari informasi tentang seksualitas
diharapkan orang tua atau guru dapat membimbingnya supaya tidak salah mencari informasi yang
berdampak pada seks bebas.
Perilaku seks bebas saat ini adalah masalah yang dialami remaja Indonesia. Karena remaja
sekarang begitu mudah mengiyakan ajakan lawan jenis untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah dengan alasan karena suka sama suka dan saling mencintai satu sama lain. Remaja tidak
pernah berfikir kerugian apa yang akan diterimanya jika melakukan hubungan seksual di luar

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 214
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

pernikahan. Kebanyakan remaja menginkan hubungan seks karena remaja sekarang dalam
menjalani hubungan (berpacaran) sangat berani, misalnya berpegangan tangan, mencium pipi,
berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju dll. Bimbingan kelompok adalah
salah satu dari layanan yang dimiliki oleh bimbingan dan konseling yang ada di sekolah.
Dengan menggunakan bimbingan kelompok diharapkan bisa membantu siswa untuk
meningkatkan pemahaman tentang bahaya seks bebas. Bimbimngan kelompok yang digunakan
yaitu menguggunakan bimbingan kelompok teknik homeroom yang dimana dijelaskan oleh
Romlah (2006:123) Homeroom adalah teknik penciptaan suasana kekeluargaan yang digunakan
untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam- jam pelajaran dalam suasana
kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor. Dengan adanya bimbingan kelompok, siswa
mempunyai wadah yang tepat untuk mencari informasi tentang masalah- masalahnya terutama
tentang bahaya seks bebas sehingga, siswa memperoleh informasi yang tepat dan dapat
dipertanggung jawabkan serta dapat mencegah terjadinya seks bebas.

Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang berjudul “Layanan Bimbingan Kelompok
Teknik Hoomrome Untuk Meningkatkan Sikap Anti Seks Bebas”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan atau pendekatan-pendekatan baru dan untuk
memecahkan masalah-masalah dengan penerapan langsung di kelas atau dunia kerja. Dalam
penelitian ini, peniliti menggunakan metode penelitian tindakan dalam hal ini peneliti
menggunakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling yang terdiri dari 2 siklus dan masing-
masing siklus terdiri dari 4 kegiatan utama yaitu: Planning (perencanaan), action (tindakan),
observation (observasi), reflection (refleksi), ditambah dengan revisi (perencanaan ulang tindakan
bimbingan dan konseling), apabila di siklus sebelumnya dianggap kurang kurang berhasil, belum
mencapai tujuan yang diinginkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen skala
penilaian untuk memperoleh data tentang skor sikap anti seks bebas. Dalam penelitian ini,
instrumen skala penilaian (Angket) digunakan sebagai metode pengumpulan data. instrumen skala
penilaian (Angket) yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat sikap anti seks
bebas. Skala psikologi sebagai alat ukur (Instrumen pengukuran) memiliki karakteristik khusus yang
memberdakanya dengan instrumen pengumpulan data yang lain seperti kuesioner (angket), daftar
isian, inventori, dan lain-lain. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala
disamakan dengan istilah tes namun dalam pengembangan instrumen ukur istilah tes digunakan
untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai
untuk menanamkan alat ukur afektif. Istilah skala psikologi selalu mengacu kepada alat ukur aspek
atau atribut afektif (Azwar, 1999:3)..
Hasil dan Pembahasan
Setelah memperoleh hasil instrumen skala penialaim dari pra siklus, siklus I dan Siklus II
selanjutnya yang dilakukan untuk lebih memperjelas perbedaan skor antara sebelum dilakukan
treatment dan sesudah dilakukan treatment dapat dilihat tabel peningkatan hasil penelitian dengan
instumen skala penilaian aspek sikap anti seks bebas siswa kelas XI TAV 2 SMK Negeri Kudus
melalui layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dari pra siklus, siklus I dan siklus II.
Selengkapnya bisa dilihat pada gambar 1.

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 215
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

Peningkatan Aktivitas Peneliti


Pra Siklus ke Siklus II
100%
88%
90% 83% 85% 83%
78% 80%80%
80% 75% 73%
70%
70% 65% 63%
60% 58% 60% 58%
60%
48%48% 50% Pra Siklus
50% 43%
40%
40% 35%35% 35% Siklus I

30% Siklus II
20%

10%

0% RTP
AAA

ADS

PML
AA

TPW
AWH

NS

Gambar 1. Peningkatan Kalitas Aktivitas Peneliti mulai Pra Siklus sampai Siklus II

Berdasarkan tabel di atas penelitian layanan bimbingan kelompok teknik homeroom untuk
meningkatkan sikap anti seks bebas siswa kelas XI TAV 2 SMK Negeri Kudus yang dilaksanakan
pada pra siklus memperoleh persentase 42 % dengan kategori kurang, meningkat pada siklus I
menjadi rata-rata persentase 63% dengan kategori kurang dan mengalami peningkatan pada siklus
II memperoleh rata-rata persentase 81% dengan kategori baik. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dengan teknik homeroom untuk meningkatkan
sikap anti seks bebas siswa kelas XI TAV 2 SMK Negeri Kudus berdasarkan hasil instrumen skala
penilaian secara keseluruhan masuk dalam kategori baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di atas, bahwa hipotesis tindakan yang
menyatakan:
1. Layanan Bimbingan Kelompok teknik homeroom dapat meningkatkan sikap anti seks bebas
siswa kelas XI TAV 2 SMK Negeri 2 Kudus, dapat diterima karena telah mencapai indikator
keberhasilan di atas ≥68% dengan memperoleh persentase 92% dengan kategori sangat baik.
2. Terjadinya peningkatan pada sikap anti seks bebas siswa setelah diberi layanan bimbingan
kelompok teknik homeroom pada siswa kelas XI TAV 2 SMK Negeri 2 Kudus dapat diterima
karena pada siklus I memperoreh rata-rata persentase 63% dan akhir siklus II memperoleh
rata-rata persentase 82% sehingga mengalami peningkatan sebesar 18%.

Pembahasan Hasil Penelitian Siklus I


Setelah pemberian layanan bimbingan kelompok teknik homeroom pada siklus I, dari
pertemuan siklus I ini diperoleh hasil instrumen skala penilaian sikap anti seks bebas dapat diatasi
dengan layanan bimbingan kelompok teknik homerooom. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil
instrumen skala penilaian yang diberikan oleh peneliti terhdap siswa setelah pelaksanaan siklus I
ini ada perubahan yang baik meskipun tidak signifikan. 5 siswa masuk dalam kategori kurang dan
3 siswa dengan kategori baik. Adapun uraianya siswa dalam kategori kurang yaitu AA (60)%, NS
(63)%, PML (58)%, RTP (60)%, TPW (58)% dan siswa dengan kategori baik yaitu AAA (65%),
Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)
ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 216
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

AWH (70%), ADS (73%). Dalam upaya meningkatkan sikap anti seks bebas siswa tergolong masih
kurang berhasil diatasi, akan tetapi terlihat perubahan dari pra siklus 42% menjadi siklus I 63%.
Layanan bimbingan kelompok teknik homeroom pada siklus I belum menunjukkan keberhasilan
karena indikator keberhasilan yang diharapkan belum mampu mencapai kurang lebih atau sama
dengan 64% persentase aspek sikap anti seks bebas anggota kelompok.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap siswa siklus I dari setiap pertemuan
mengalami peningkatan walapun tidak signifikan. Pada pertemuan pertama peneliti belum
menemukan adanya sikap anti seks bebas pada siswa. hal ini ditunjukan dengan masih adanya siswa
yang membuka situs web yang mengandung unsur pornografi, siswa masih menonton dan
menyimpan video porno, siswa kurang mampu menghindari perilaku seksual yang memeluk
pasangan terlihat bahwa mereka menganggap berpelukan adalah hal yang biasa dan masih dalam
kategori biasa, hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari anggota kelompok. Pada pertemuan kedua
peneliti menemukan masih ada siswa yang belum mampu menghindari perilaku seksual yang
memeluk pasangan. Dilihat dari masih adanya siswa yang berpelukan dengan lawan jenis, memeluk
pasangan setiap bertemu, memeluk lawan jenis guna mendapatkan kenikmatan. Tetapi sudah ada
peningkatan beberapa siswa tidak membuka situs web yang mengandung pornografi dan sudah
tidak mendwonload video porno. Dari hasil pengamatan pertemuan ketiga siswa sudah
menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan hasil pengamatan dari pertemuan pertama
dengan pertemuan kedua. Hal ini ditunjukkan dengan siswa cukup mampu menghindari perilaku
seksual yang memeluk pasangan. Walaupun masih ada satu atau dua siswa yang masih memeluk
pasangan setiap bertemu.

Pembahasan Hasil Siklus II


Pada siklus II ini, skor keseluruhan 260 dengan rata-rata 32,5 persentase 82% masih masuk
dalam kategori baik. Pada tahap terakhir siklus II ini, anggota kelompok yang masuk dalam
kategori sangat baik yaitu NS dengan persentase 88% dan RTP dengan persentase 85%. Sedangkan
anggota lain meningkat tapi masih dalam kategori baik yaitu AA dengan persentase 75%, AAA
dengan persentase 78%, AWH dengan persentase 80%, ADS dengan persentase 80%, PML
dengan persentase 83% dan TPW dengan Persentase 83%. Sehingga aspek sikap anti seks bebas
anggota kelompok meningkat sebesar 19% dari siklus I dan layanan bimbingan kelompok teknik
homeroom untuk meningkatkan sikap anti seks bebas siswa karena melebihi indikator keberhasilan
yang ditentukan sebesar ≥ 64%.
Hasil pengamatan peneliti terhadap siswa siklus II dari setiap pertemuan mengalami
peningkatan. Pada pertemuan pertama peneliti menemukan masih adanya satu atau dua siswa
belum memiliki sikap anti seks bebas. Tetapi anggota lain sudah mampu memiliki sikap anti seks
bebas. Pada pertemuan kedua siswa secara keseluruhan sudah mengalami peningkatan. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya siswa yang sudah mampu memahami sikap anti seks bebas dengan
baik. Ditunjukkan dengan terlihat adanya perubahan perilaku siswa yang sudah mampu menahan
dirinya dari ajakan seks bebas. Dan pada pertemua ketiga siswa secara keseluruhan tetap konsiten
dengan peningkatan sebelumnya di pertemuan kedua hai ini ditunjukkan dengan siswa yang sudah
tidak membuka situs web yang mengandung unsur pornografi, siswa sudah tidak menonton dan
menyimpan video porno, siswa mampu menghindari perilaku seksual yang memeluk pasangan.
Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)
ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 217
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

Kesimpulanya siswa sudah bisa meningkatkan sikap anti seks bebas dan siswa sudah bisa menahan
diri dari ajakan seks bebas.
Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian ini yang menggunakan
Layanan bimbingan kelompok teknik homeroom dapat digunakan meningkatkan sikap anti seks
bebas pada siswa. Dengan melihat perubahan skor terhadap siswa, yang dulunya mendapat skor
rendah dan setelah mengikuti treatment dapat meningkatkan skor pemahaman sikap anti seks
bebas.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Sukardi tentang pengrtian bimbingan
kelompok (2000: 48) yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama- sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari pembimbing
atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari- hari baik individu maupun
sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.

Simpulan
Sesuai dengan tujuan penelitian yang berjudul “Layanan Bimbingan Kelompok Teknik
Homeroom Untuk Meningkatkan Sikap Anti Seks Bebas Pada Siswa Kelas XI TAV 2 SMK Negeri
2 Kudus” dan didasarkan pada analisis data dan pembahasan hasil pengamatan, maka penelitian
ini dapat disimpulkan (1) Sikap anti seks bebas siswa kelas XI TAV 2 SMK Negeri 2 Kudus
mengalami peningkatan setelah pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dengan teknik
homeroom dapat diterima karena memenuhi kriteria indikator keberhasilan dalam kategori baik.
Dapat terlihat dari aspek keberhasilan yang menjadi indikator dalam penelitian ini yaitu: siswa idak
menyimpan atau menonton video porno, siswa ampu membatasi dirinya dari ajakan seks bebas,
siswa mampu menahan diri dari perilaku seksual yang merangsang diri dengan cara membayangkan
suatu objek yang menggairahkan seperti masturbasi, siswa mampu menghindari perilaku seksual
yang memeluk pasangan untuk memberikan rangsangan pada pasangan, siswa mampu
menghindari perilaku seksual dengan cara mencium pasangan, Siswa memahami cara
menghindarkan diri dari seks bebas, memahami norma-norma yang berlaku di masyarakat, siswa
memahamami dampak dari seks bebas, siswa mampu memahami nilai-nilai agama, menjaga jarak
dengan lawan jenis.(2) Pada pra siklus dalam kategori sangat kurang (SK). Setelah diberikan layanan
bimbingan kelompok dengan teknik homeroom pada siklus I meningkat namun masih dalam
kategori Kurang. Pada siklus II sudah dalam kategori baik (B). Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Daftar Pustaka
Alfiani, Diyah Ayu. 2013. Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinanya. Jurnal Psikologi
Amrillah. 2006. Perilaku Seksual dan Seksualitas. Surakarta: UMS Press.
Andisti, Miftah Aulia. 2008. Religius dan Perilaku Seks Bebas pada Dewasa Awal. Jurnal
Psikologi, 1 (2), 171-173
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Asmani, Jamal Ma’mur. 2010. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: DIVA
Press.
Azwar, Saifuddin, 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bararah, Vera Farah (2010) Perilaku Seksual Remaja Indonesia.
Byrne, Donn & Baron, Robert A. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga
Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)
ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 218
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek : Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Handayani, Alfa dan Amiruddin, Aam. 2008. Anak Anda Bertanya Seks? Bandung:
Khazanah Intelektual
Ghifari, Abu. 2003. Remaja Korban Mode. Bandung: Muhajid
Kartono, Kartini. 2003. Psycologi Wanita: Gadis Remaja dan Wanita Dewasa, Jilid 4. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Kartono, Kartini. 2006. Psikologi Wanita 1. Bandung: Mandar Maju.
Nidya damayanti panduan bimbingan konseling (Yogyakarta:Araska, 2012) hal 22
Nurihasan, Achmad Juntika. 2006. Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Nursalim, Mochammad dan Suradi. 2006. Layanan bimbingan dan konseling. Surabaya: UNESA
University Press.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pusaka.
Prayitno. 2012. Seri Panduan Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: Progam Pendidikan
Profesi Konselor UNP.
Prayitno & Erman, Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahardjo, Susilo dan Gudnanto . 2013. Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus: Nora Media
Enterprise.
Rahardjo, S., & Zamroni, E. (2017). Teori dan Praktik Pemahaman Individu Teknik Testing.
Romlah, Tatik. 2006. Teori & Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Santrock, John. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: PT.
Erlangga
Sarwono, Sarlito W. 2010. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Perseda.
Sugiartha. 2012. Pengertian Free Sex dan Dampak Sosial.(online).
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Supardi dan Suhardjono. 2015. Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:Andi Offset
Sukardi., Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan
Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Supriyati. 2009. Hubungan Tingkat Perkembangan Moral Dengan Perilaku Seksual Pada Siswa
Yang Bertempat Tinggal di Pusat Kegiatan Siswa. (PKM) UNNES Tahun 2008/2009.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Nurani soyomukti, 2008. Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas, Yogyakarta.
Tadjri, Imam. 2012. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Semarang: Widya Karya
Utomo, Slamet, dkk. 2016. Pedoman Penulisan Skripsi. Kudus: FKIP UMK
Wahereni, Pramita Agnes. 2006. Sikap Remaja terhadap Perilaku Seks Bebas Ditinjau dari Tingkat
Penalaran Moral pada Siswa Kelas Dua SMA Kesatrian 1 Semarang Tahun Pelajaran
2005/2006. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Winarsunu, Tulus. 2010. Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM.
Winkel, hastuti. 2010. Bimbingan dan konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 219
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 2, Desember 2018 Hal. 209-219

Zamroni, E., & Rahardjo, S. (2015). Manajemen bimbingan dan konseling berbasis permendikbud
nomor 111 tahun 2014. Jurnal konseling gusjigang, 1(1).
Zamroni, E. (2016). Urgensi career decision making skills dalam penentuan arah peminatan peserta
didik. Jurnal Konseling Gusjigang, 2(2).

Farid Hidayat, dkk (Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Home Rome………)

You might also like