You are on page 1of 9

WALI PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN [LAPAS] NARKOTIKA IIA


CIPINANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF
p-ISSN: 2301-4261
e-ISSN: 2621-6418 PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
EMPATI: JURNAL ILMU Ismet Firdaus
KESEJAHTERAAN SOSIAL VOL. 9
NO. 2 Desember 2020 DOI:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10.15408/empati.v9i2.17719 Email: ismet.firdaus@uinjkt.ac.id
Halaman: 164 - 172
Abstract. The social guardian has a role in rehabilitating the behavior of
prisoners or Correctional Assistance Citizens (WBP), in this paper the work of
community trustees is viewed from the perspective of Corrective Social Work.
This is an open access article The results show that the stages, roles and competencies of correctional
under CC-BY-SA license caregivers carry out the rehabilitation stages of the therapeutic community
model, which is not entirely in accordance with the perspective of corrective
work, especially in the aspects of values and skills. Meanwhile, in the aspect of
role, the Community Guardian acts as a counselor, broker educator, facilitator
and therapist. This roles has not been maximized because the ratio factor
beetwen staff and clienis is not ideal. Beside that, in educational competence is
inadequate because in the correctional institution there is no have corrective
social worker and psychologists are also limited. This implies that social
rehabilitation in LAPAS is not maximal. In this research, the Ministry of Law and
Human Rights should immediately add correctional guardians with a
background in psychologists and corrective social workers who have
competencies in accordance with the needs of the Cipinang IIA Narcotics Prison.

Keywords: Penitentiary Institution; Correctional Social Work;


Social Rehabilitation.
Abstrak. Wali Wali kemasyarakatan mempunyai peran merehabilitasi
perilaku narapidana atau “Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)”, pada
tulisan ini pekerjaan Wali kemasyarakatan ditinjau dari perspektif Pekerjaan
Sosial Koreksional. Hasilnya menunjukkan bahwa tahapan, peran dan
kompetensi wali pemasyarakatan menjalan tahapan rehabilitasi model
teraputic community, yang tidak sepenuhnya sesuai dengan perspektik
pekerjaan koreksinal, terutama pada aspek nilai dan keterampilan. Sedangkan
pada aspek peran, Wali Kemasyarakatan berperan sebagai konselor, educator
broker, fasilitator dan terapis. Peran-peran tersebut belum maksimal, karena
faktor rasio antara Jumlah Wali Pemasyarakatan dengan jumlah Warga
Binaan Sosial tidak ideal. Di samping itu, kompetensi pendidikannya belum
memadai karena di lembaga pemasyarakatan tersebut tidak ada seorang pun
pekerja sosial koreksional dan Psikolog juga terbatas. Hal ini berimplikasi
pada rehabilitasi sosial di LAPAS tersebut menjadi tidak maksimal. Penelitian
ini pihak Kementerian Hukum dan HAM harus segera menambah wali
pemasyarakatan dengan latar belakang psikolog dan pekerja sosial
koreksional yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan LAPAS
Narkotika IIA Cipinang.

Kata Kunci: Lembaga Pemasyarakatan; Pekerjaan Sosial


Koreksional; Rehabilitasi Sosial.

Open Journal Systems


 Read Online
 PDF Reader
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719

PENDAHULUAN Menurut Kapolda Metro Jaya,


Inspektur Unggung Cahyono, angka
Tindak kejahatan di Indonesia sudah
kriminalitas di 2013 berjumlah 51.444, dan
sampai pada tahap yang sangat merisaukan
pada tahun berikutnya berubah menurun ke
masyarakat. Terutama kejahatan kekerasan
angka 48.503 kasus. Maknanya di 2014, ada
seperti perampokan nasabah bank,
213 korban kejahatan per 100.000
perampokan di Lingkungan permukiman,
penduduk di wilayah Jakarta (B1, 2011).
penodongan, perkosaan, tawuran antar
Vonis hukuman penjara oleh
kelompok, antar remaja, antar kampung,
pengadilan kepada pelaku kejahatan,
gang motor, anarkisme, main hakim sendiri -
mengubah statusnya menjadi seorang nara
seperti membakar hidup-hidup pencuri
pidana di LAPAS. Banyaknya kasus kejahatan
motor dan lainnya hingga pembegalan motor
tersebut membuat LAPAS mengalami over
yang disertai dengan penganiayaan dan
kapasitas, untuk Kanwil DKI Jakarta menurut
pembunuhan terhadap pemilik motor yang
dari data Pusdatin Kemenhumham pada
baru-baru ini marak terjadi membuat kita
Maret 2015 tertulis 15.647 tahanan dan napi,
sangat prihatin dan menimbulkan tingkat
di sisi lain daya tampung LAPAS terbatas
ketakutan akan kejahatan (fear of crime)
kapasitas maksimal 5.891 orang.(Rastika,
yang sangat tinggi di antara warga
2012). Selanjutnya tercantum di Undang-
masyarakat (Dermawan, 2015).
Undang Nomor 12 Tahun 1995: “sistem
Dari perpektif Islam, rasa ketakutan
pemasyarakatan ini diselenggarakan dalam
warga masyarakat yang tinggi terhadap tindak
rangka narapidana menyadari kesalahan,
kejahatan menunjukkan bahwa negara belum
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi
berhasil memikul kewajiban dalam penuhan
tindak pidana yang pernah dilakukan”.
hak dasar warga tersebut sebagaimana
Konteks Indonesia, proses
termaktub dalam Al-Qur`an yaitu surah al-
pemasyarakatan nara pidana ini dilakukan
Quraisy terutama pada ayat terkhir artinya:
pendampingan oleh wali Kemasyarakatan.
“...yang telah memberikan makanan kepada Wali kemasyarakatan ini sebenarnya
mereka agar terhindar dari rasa lapar dan melaksanakan fungsi dan tugas dalam
memberikan jaminan keamanan agar literatur kesejahteraan sosial disebut
terhindar dari rasa takut).” pekerjaan sosial koreksional. Menurut
Artinya Secara kontekstual, Islam telah Dorang Luhpuri yakni:
memandatkan kepada negara agar dapat “Correctional Social Work” suatu upaya
memberikan warga negara hak kehidupan proses memberikan bantuan kepada
yang sejahtera fisik dan psikis yang terhindar seseorang berhadapan dengan hukum dan
rasa takut dan kecemasan tindak kejahatan. dikoreksi oleh pekerja sosial dengan cara
(Napsiyah, 2015). merehabilitasinya. Pelayanannya tidak
Penjelasan tentang kejahatan itu didasarkan sebagai suatu usaha “balas
disebabkan oleh faktor internal maupun dendam” atau “hukuman”, melainkan lebih
eksternal merujuk pada (Santoso, 2013): fokus pada usaha “professional” bertujuan
untuk mengembalikan dan meningkatkan
Internal Eksternal “social fungsional” klien”
1. Adanya Niat 1. Urbanisasi
2. Kesempatan 2. Pengangguran Maka, praktik pekerjaan koreksional oleh
3. Keadaaan Psikologis (sakit 3. Kemiskinan wali pemasyarakan ini dilakukan di LAPAS
jiwa, daya emosional, Kanwil Kemenhumham DKI Jakarta yang
rendah mental)
menempatkan nara pidana kriminalitas narkoba
4. Umur.
5. Seks dan non narkoba secara terpisah. Untuk nara
6. Pendidikan pidana narkoba di tempatkan dalam

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 165 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu
Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719
LAPAS IIA Cipinang, Oleh karena itu, tulisan ini data, b.pengecekan data klien, melakukan

mendeskripsikan upaya wali pemasyarakatan analisis data dan melakukan penarikan


dalam mengimplementasikan Pekerjaan kesimpulan. Seorang pekerja sosial juga di
Koreksional oleh setting lembaga tahapan ini juga harus memperhatikan
pemasyarakatan di LAPAS Narkotika IIA “principle of parsimony” yaitu suatu prinsip bagi
Cipinang DKI Jakarta. pekerja sosial untuk melakukan pengumpulan
Untuk meninjau Wali Pemasyarakatan informasi yang relevan dengan situasi kasus
dari perspetif Pekerjaan Sosial Koreksional, yang sedang ditanganinya dan kemudian
penulis menggunakan 3 sub konsep yaitu melakukan formulasi dengan cara-cara melalui
proses, peran dan kompetensi. Sebelum jugment yang valid. Dalam tahap ini teknik yang
menguraikan tiga konsep tersebut, penulis dapat digunakan yaitu pertama, teknik person in
menjelaskan tentang Pekerjaan Social environment (PIE), pada teknik ini untuk
Koreksionall, menurut D. Luhpuri dan mengambarkan masalah-masalah klien dalam
Satriawan: fungsi sosial pada kinerja peran keluarga,
“Peksos Koreksional adalah bagian dari pekerjaan, interpersonal dan peran hidup
sistem sistem pera dilan pidana. Pekerjaan situasional. Kedua, teknik sistem penilaian yang
profesi ini yakni menyediakan layanan difokuskan untuk melakukan evaluasi
profesional bagi kelayan terpidana untuk kebutuhan dan masalah klien.
menormalkan ketidakberfungsian Pendefinisian Masalah (Definition of
sosialnya.” (Luhpuri & Satriawan, 2010) The Problem): Pada tahap ini bertujuan
Dasar teori proses, peran dan kompetensi untuk melakukan pendefinian masalah klien.
Yang dimaksud dengan “Masalah” dapat
pekerja sosial koreksional, menurut Naomi I dilihat dari 2 (dua) hal, yaitu ditnjau secara
Brill dijelaskan tentang proses praktik horizontal dan vertikal. Masalah secara
pekerjaan sosial koreksioal, dengan rincian horizontal merupakan cabang-cabang
tahapan sebagai berikut (Karisma, 2010), masalah di saat kini dan nanti. Pada praktik
Tahap Pelamaran (Enggagment): Pada tahap penanganan klien, banyak terjadi perbedaan
Enggament ini merupakan suatu tahapan cara pandang tentang masalah yang dihadapi
seorang pekerja sosial mulai secara serius antara klien dengan pekerja sosial.
terhadap kasus klien-klien yang menjadi tugas Kebenaran pendefinisian oleh pekerja sosial
dalam lingkup tanggung jawabnya. Pada Tahap harus didasarkan dengan kesesuaian dengan
awal keterlibatannya, ia melakukan penjalinan yang sedang dirasakan oleh kliennya.
relasi dengan berbagai tife klien, yaitu pertama, Pendefinisian masalah yang berbeda
klien yang datang secara sukarela datang ke tentunya akan menimbulkan dampak yang
tempat kerjanya untuk meminta bantuan hampa bagi klien.
masalahnya, kedua, klien yang tidak mau datang Penentuan Tujuan: Pada tahap ini
secara sukarela, dimana Pekerja Sosial yang penting secara langsung diarahkan pada suatu
secara mandiri mencari klien tife ini. kegiatan. Ketiadaan target, maka hasilnya
Tahap Pengungkapan dan Pemahan tersebut menjadi tak berarti, tanpa arah,
Masalah (Assesment): Pada tahap Asesment ini hingga capaian efektifitasnya kurang berhasil.
Pekerja Sosial melakukan evaluasi situasi pada Oleh karena itu diperlukan tujuan yang
sistem klien yang terlibat didalam lingkungan bersifat jangka panjang yang dapat
sosial klien. Dalam pengumpulan datanya, mewujudkan tercapainya harapan, khususnya
seorang Pekerja Sosial harus dapat menerapkan pada pelayanan bantuan. Pada tahap
dasar-dasar pengetahuan umum dan khusus. penentuan tujuan untuk mendapatkan hasil
Tahapan yang perlu dikerjakan seorang pekerja yang lebih efektif diperlukanadanya
sosial untuk melakukan tugasnya pada tahap pembagian proses, pada klien memiliki
asessment, yaitu: a. Melakukan pengumpulan tanggung jawab utamanya dalam hal

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 166 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719

memberikan keputusan terhadap mereka lakukan berkaitan dengan upaya


kebutuhan-kebutuhan yang perlu dipenuhi pencapaian final maupun tujuan antara.
dan bagaimana cara mewujudkannya. Perencanaan Kerja Selanjutnya:
Penyelesaian Metode-metode Pada tahap ini sebenarnya terminasi dapat
Alternatif dan Model-model Intervensi: diputuskan, jika tujuan sudah tercapai, dan
Suatu masalah telah didefinikan dan penanganan paripurna atau jika aktivitas
dipahami pada saat tujuan kerja telah berikutnya sudah tidak ada atau pada saat
ditetapkan. Ketika sumber-sumber didalam permohonan klien tidak terdengar lagi, atau
berbagai situasi telah dipahami dan ketika rujukan sudah dibuatkan untuk
diungkapkan, maka alternatif-alternatif sumber-sumber bantuan dari pihak lain.
pemecahan dan intervensi akan menjadi Terminasi juga bermakna sebagai pintu
jelas. Metode intervensi merupakan salah masuk untuk kontrak selanjutnya di masa
satu usaha untuk menangulangi permasalah yang akan datang.
yang sedang dialami oleh klien. Disebutkan
sedang mengalami masalah disebabkan oleh Peran Pekerjaan Sosial Koreksional
ketidakmampuan seseorang (klien) dalam
Peran pokoknya adalah melakukan
memenuhi tuntutan dari lingkungannya.
perubahan pada bentuk perilaku berfungsi
Penetapan Kontrak: Pada tahap
sosial dengan dilingkungan sosialnya.
penetapan kontrak ini untuk menghasilkan
Peranan Pekerja Sosial Koreksional menurut
suatu kesepatan antara pekerja sosial
Luhpuri dan Sattriawan, yaitu: a) Bekerja
dengan kliennya tentang keterlibatan, saling
dengan individu agar dapat menolong
memahami tujuan bersama, menyepakati
mereka mengubah melalui pemahamam
metode dan prosedur yang akan dijalani, dan
tentang dirinya, kekkuatan dan banyak
mendefinikan tugas-tugas dan peran-peran
sumber yang ada dalam dirinya; dan b)
pekerja sosial, serta tugas klien.
Mengubah “environment” menjadi memiliki
Kegiatan Mencapai Tujuan yang
suasana sosial yang baik, dimana nantinya
Diharapkan: Pada tahap ini kegiatan-
klien ditempatkan.
kegiatan penanganan klien ditentukan oleh
Uraian diatas menunjukan pentingnya
suatu model intervensi khusus. Sedangkan
seorang Peksos pada ranah ini bekerja sama
peranan dan tugas-tugas didefinisikan
dengan warga binaan pemasyarakatan (WBP)
dibidang ini, fokusnya adalah pada
dan sumber-sumber eksternal yang berkaitan.
kerjasama diantara orang-orang, tetapi
Didalam bekerja dengan individu dan
kemampuan kontribusi setiap orang dibatasi
lingkungan WBP, Pekerja sosial koreksional
pada setiap tingkatan partisipasinya. Pada
dapat berperan sebagai (Luhpuri & Satriawan,
saat klien dibatasi kegiatannya, maka Pekerja
2010): 1) Konselor. Pada peran ini menolong
Sosial bertanggung jawab untuk
narapidana agar dapat menyadari kesalahan
melaksanakan suatu intervensi pada sistem-
yang telah dilakukannya, untuk menghapus
sitem lain yang diinginkan oleh kliennya.
perasaan-perasaan yang negatif WBP,
Tahap ini, teori pengetahuan, nilai-nilai dan
menanamkan penyesuaian diri WBP dengan
keterampilan diterapkan untuk pengubahan
keperilaku yang diinginkan atau pemecahan mengungkapkan alternatif solusi bagi klien; 2)
masalah. “Motivator”. Peran ini memotivasi dan
memunculkan rasa semangat untuk para WBP
Evaluasi (Evaluation): Pada tahap ini,
bertujuan untuk memecahkan masalah dan
dilakukan suatu SOP yang dapat diterima
hambatan yang dialami WBP, ketika menjadi
sebagai obyek penilaian yang terjadi. Pada
peserta kegiatan pembinaan yang diadakan
suasana demikian, maka Peksos dan Klien
oleh pihak lembaga pemasyarakatan; 3)
dapat menyaksikan sebab-akibat yang sudah
Ekspert. Pada Peran ini Pekerja Sosial sebagai

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 167 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu
Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719
ahli yang membuat arahan bagi WBP tentang Berdasarkan aturan kementerian

tahapan yang harus dijalani dalam membantu hukum dan Ham Nomor: M. 01 PK.04.10.
masalah yang dihadapi oleh WBP; 4) Therapis. Tahun 2007 dijelaskan tentang Wali
Pada Peran ini Pekerja sosial berkewajiban Pemasyarakatan, sebagai berikut [Profil
untuk melakukan tahap demi tahap LAPAS, 2014]:
melakukan terapi bagi pengubahan perilaku “Adalah petugas pemasyarakatan yang
WBP selama tinggal di dalam lingkungan melakukan pendampingan terhadap
lembaga pemasyarakatan; 5) Broker. Peran Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
Pekerja Sosial ini menuntut seorang pekerja selama menjalani pembinaan di Lembaga
sosial untuk berupaya menyambungkan WBP Pemasyarakatan.”
ke sistem lain yang diperlukan; 6) Educator.
Sebagai pendidik, Pekerja Sosial memiliki METODE
tugas inti berkaitan dengan usaha Penelitian untuk tulisan menggunakan
meningkatkan kemampuan klien agar mampu
pendekatan kualitatif, menurut (Meleong,
melakukan perubahan dalam keadaan
1989) yaitu suatu pendekatan dengan
bermasalah; 7) Advokat. Pada Peran ini
prosedur yang hasilnya gambaran deskriptif
Pekerja Sosial melakukan advokasi klien yang
berupa perkataan orang, perilaku yang dapat
bermasalah dengan hukum dan peradilan,
dilihat. Lebih jelasnya (Neuman, 2013)
Peran pekerja sosial melakukan pembelaaan-
menerangkan penelitian deskriptif
pembelaaan; dan 8) Mediator. Peran Pekerja
memberikan suatu deskripsi yang rinci dan
sosial disini sebagai penghubung yang
khusus pada suatu situasi sosial atau pada
sifatnya internal, yaitu menjadi penghubung
suatu hubungan. Untuk memberikan
pada berbagai unit di dalam Lembaga
gambaran, maka dipilih informan Wali
Pemasyarakatan.
Pemasyarakatan yang melakukan tugas
Kompetensi pekerja Koreksional
koreksional secara purposif (bertujuan) yakni
memakai teori dari Buku Tim Lembaga
informan terpilih memenuhi kriteria
Sertifikasi Peksos Kemensos 2011 yang
pertimbangan tertentu sehingga tepat untuk
meliputi standar: pengetahuan , keterampilan
dapat memberikan jawaban data sesuai yang
dan nilai-nilai pekerjaan sosial (LSPS, 2012).
diperlukan oleh peneliti (Soehartono &
Lembaga dan Wali Permasyarakatan Adimihardja, 2000), dalam memberikan
gambaran tersebut dilakukan secermat
LP adalah suatu tempat bagi narapidana
mungkin (Tan, 1990). Pada kontek tulisan ini
yang menjalani proses hukumannya setelah untuk memberikan gambaran tentang
melalui proses persidangan (Sapari, 2013). Pekerjaan Koreksional di LAPAS Narkotika IIa
Menurut UU nomor 12 tahun 1995 di Cipinang.
ketentuan umum ayat 1 pasal 2, yaitu:
Lembaga Pemasyarakatan: “tempat untuk HASIL DAN DISKUSI
melaksanakan pembinaan narapidana dan Profil Lembaga Pemasyarakatan
anak didik pemasyarakatan dan suatu Kelas IIA Narkotika Jakarta
tatanan mengenai arah dan batas serta
cara pembinaan warga binaan Dibentuk berdasarkan SK Menteri
pemasyarakatan berdasarkan pancasila Kehakiman dan HAM RI No. M -04.PR.07.03
yang dilaksanakan secara terpadu antara di tahun 2003 ter tanggal 16 April 2003,
pembina dan di bina serta masyarakat peresmiannya oleh Presiden Megawati
untuk meningkatkan kualitas warga binaan Soekarnoputri, dengan luas sekitar 27.000
pemasyarakatan.”
meter persegi dengan daya tampung 1084
orang berada di wilayah Jakarta Timur.

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 168 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719

LAPAS Kelas IIA Narkotika Jakarta ini diantaranya adalah: a. Pengumpulan data; b.
memiliki empat buah gedung, yaitu 3 gedung Pengecekan data; c. Analisis data; d. Penarikan
kantor dan satu blok hunian tempat Warga kesimpulan. Walaupun di Lapas Terbuka agak
Binaan Pemasyarakatan tinggal. Kapasitas berbeda dengan teori kesos dimana dalam
hinian dari LAPAS Narkotika ini adalah pengumpulan data menggunakan Teknik PIE
sebanyak 1084 orang. Blok hunian ini (Person In Enveronment), dirancang untuk
terletak di bagian paling dalam dan terpisah. menggambarkan masalah-masalah klien dalam
Blok ini dibatasi oleh lapangan yang sangat fungsi sosial dalam hal kinerja peran (keluarga,
luas tempat WBP berkumpul guna pekerjaan, interpersonal, dan peran hidup
melaksanakan program-program yang sudah situasional) yang dipengaruhi oleh masalah
diberikan oleh LAPAS. Disediakan mesjid dan dilingkungan (ekonomi / kebutuhan dasar
gereja untuk beribadah umat Islam dan sistem; pendidikan / pelatihan sistem;
Kristen, peralatan bermain musik, fasilitas peradilan / sistem hukum, kesehatan,
untuk menerima kunjungan, untuk program keselamatan, dan sosial sistem pelayanan;
pelatihan kewirausahaan diadakan kolam sistem asosiasi sukarela; dan sistem
Ikan, area untuk peternakan ayam, lahan pendukung. b. Teknik sistem masalah klien
budi daya Jamur Tiram, dan Pertanian (assesing problem). Pendefinisian Masalah
(sayur-sayuran). Lapangan Olahraga, (definition of the problem) tidak ada dalam
bermain bilyard dan tempat fitness. Kamar lapas terbuka. Penentuan Tujuan, secara
WBP (20 Unit), dapur umum, Lobby Madding individual juga tidak ada Penyelesaian Metode-
Laundry, ruangan pertemuan, fasiltas metode alternatif dan Model-Model Intervensi
kesehatan poliklinik, warung makanan, ada beberapa program intervensi berkaitan
transportasi roda empat: antar jemput, mobil dengan asssimilasi. Penetapan kontrak tidak
kantor, Ambulance, dan bak terbuka). ada, karena tergantung masa tahanan. Kegiatan
Sedangkan Programnya: Pelayanan Publik mencapai tujuan yang dinginkan, ini
(Masyarakat): Kunjungan; Informasi dan berdasarkan kegiatan yang diikuti. Kegiatan
Pengaduan, makan dan minum, perawatan unggulan adalah terapi criminon dan teraputic
kesehatan., Pembinaan Mengitegrasikan diri community, yang sudah dirasakan efektif
dengan masyarakat, pembinaan membantu klien dalam proses penyembuhan.
kemandirian. (Tim LAPAS Narkotika IIA, Evaluasi ada untuk dasar pembebasan.
komunikasi pribadi, 2015). Perencanaan kerja selanjutnya. Terminasi
dilakukan jika tujuan telah tercapai dan masa
Wali pemasyarakatan di LAPAS tahanan dan pemasyarakatan sudah berakhir.
Ada persamaan dan ada perbedaan antara
Narkotika IIA Cipinang Ditinjau dari
proses pekerjaan koreksional dengan praktik
Perspektif Pekerjaan Sosial
yang dilakukan oleh wali pemasyarakatan,
Koreksional
tahapan penting dilapas narkotika yaitu tahap
Proses atau Tahapan Praktik rehabilitasi dengan Teraputic Community dan
Pembimbing Kemasyarakatan Criminon, yang sangat dirasakan
Tahap penjalinan relasi (enggagment) keefektipannya bagi klien, sayangnya program
dilapas Narkotika II Cipinang klien Klien tidak ini terbatas, karena tempat dan petugasnya.
mau datang secara sukarela. Klien masuk melalui
seleksi dan penjemputan. Tahap Assesment Peran Wali Pemasyarakatan
Pengungkapan dan Pemahaman Masalah Pertama, Educator Di ditahap awal
(“Assesment”), Antara teori dan praktik ada rehabilitasi sosial sebagai educator,
kesamaan, yakni dilakukan oleh seorang pekerja mengajari proses TC pada Para Napi yang
sosial atau wali pemasyarakatan bagian registrasi lolos seleksi program ini. Juga pengajar atau
dalam melakukan assesment

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 169 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719

pelatih untuk calon “Peer Counselor” kegiatan klien serta mengevaluasinya.


theraputic community yang berasal dari napi Mengadakan pertandingan olahraga dan
yang sudah menjalani dengan baik. Sigit kesenian didalam maupun diluar Lembaga
menjelaskan: “Setelah mendapatkan Pemasyarakatan Narkotika Jakarta.
pelatihan dari BNN selama satu bulan, saya Menyiapkan jadwal belajar dan tenaga
diikut sertakan dalam rehabilitasi TC yang pengajar dari dalam atau tenaga pengajar
ada disini, saya belum lama disini sebelumnya Mengevaluasi para narapidana narkotika
bertugas di LAPAS ini. Peran saya tentunya yang telah menjalani 2/3 masa hukuman
mengajari proses TC pada Para Napi yang untuk diajukan kepada DPP Membuat jadwal
lolos seksi program Disamping itu sebagai waktu pemeriksaan dan pengobatan
educator berkewajiban untuk meningkatkan narapidana dan anak didik dan test urine
pengetahuan asimilasi dan bahaya narkotika. untuk memastikan apakah para narapidana
(S. Karyadi, komunikasi pribadi, 21 sudah tidak memakai narkotika dan zat
September 2015). adiktif lainnya.
Kedua, Konselor, yakni menerima Kelima, Terapis: Wali Kemasyrakatan
konsultasi” WBP (warga binaan memiliki melakukan terapi bagi WBP selama
pemasyarakatan) yang ingin konsultasi: berada didalam lingkungan lembaga
pemasyarakatan. Bisri Kepala Kepegawaian
“Sebagai wali pemasyarakatan kita
menerima konsultasi dari para WBP, dan keuangan LAPAS Narkotika II A Jakarta:
sebenarnya disini ada dua psikolog, yaitu “Saat ini ada sekitar 2600 WBP sementara
Bu Winanti dan Bu Yuyun, mereka yang petugas dibagian pemasyarakatan hanya
secara formal menerima konsultasi sebagi ada 19 orang, termasuk psikolog 2 orang,
psikolog. Tetapi, karena jumlah psikolog Ibu Wien dan bu Yuyun. Masih sangat
sangat kurang dibanding jumlah napi di kurang, Pekerja Sosial tidak ada ada
LAPAS ini yang sudah over kapasitas, maka walaupun staf yang difungsikan untuk
sebagai wali pemasyarakatan yang juga melakukan penyuluhan sosial. Sekarang
bertugas sebagai konselor, di program TC tahun 2015 ini sudah ada blok khusus
juga kami tentunya menerima konsultasi” rehabilitasi sehingga proses bimbingan
(S. Karyadi, komunikasi pribadi, 21 pemasyarakatan bisa lebih baik, disana
September 2015). bagian pemasyarakatan menjadi konselor
terapis program Theraputic Community
untuk rehabilitasi WBP.” (Bisri, komunikasi
Ketiga, Broker: Prinsip dari peran ini pribadi, 28 September 2015).
adalah menjadi penghubung klien dengan
barang atau jasa dengan jasa yang Disamping itu, Wali Pemasyarakatan juga
bersumber dari luar LAPAS dan mengontrol membantu Psikolog dalam melakukan terapi
kualitas jasa tersebut yang diberikan kepada Criminon, seperti Kata Ibu Win:
klien. Setelah itu, pembimbing mengevaluasi
“Untuk mengubah perilaku atau kebiasaan-
efektivitas sumber jasa yang telah diberikan kebiasaan Anti Sosial, didalamnya
kepada klien tersebut apakah sudah tepat narapidana diajarkan untuk mampu
sasarannya sesuai kebutuhan klien atau mengidentifikasi dan bernegosiasi dengan
belum tepat. bentuk-bentuk kebiasaan yang anti sosial,
Keempat, Fasilitator: Peran baik yang ada didalam dirinya maupun
pembimbing disini untuk memfasilitasi dan juga yang ada pada orang lain.
mempermudah klien dalam mencapai Pelaksanaan Criminon di Lapas Klas IIA
tujuannya dengan memberikan kesempatan Narkotika Jakarta merupakan
implementasi program Criminon yang
dan fasilitas yang dibutuhkan klien, serta
mengacu pada kurikulum dari Criminon
membantu mengembangkan potensi klien Internasional.” (Winanti, komunikasi
dengan mengamati dan mendampingi setiap pribadi, 28 September 2015)

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 170 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719

selanjutnya yang berminat untuk melakukan


“Pada terapi ini diterapkan suatu
penelitian dapat melanjutkan tema
metode Driil Konfrontasi yang
penelitian ini misalnya evaluasi dampak atau
bertujuan agar para peserta dapat
hasil rehabilitasi atau pemasyarakatan WBP
mengendalikan emosinya, ditingkatkan
di LAPAS.
kepercayaan diri dan mampu tegar
dalam menghadapi masalah yang
DAFTAR PUSTAKA
dihadapinya.” (Wahyu Firmansyah,
2020). B1. (2011, Desember). Setiap 10 Menit,
Terjadi Tindak Pidana di Jakarta.
Standar Kompetensi yang Dimiliki beritasatu.com, 1.
Wali Kemasyarakatan. Bisri. (2015, September 28). Wawancara
tentang praktik kerja Wali
Kompetensi yang harus dimiliki oleh
Pemasyarakatan [Komunikasi pribadi].
wali pemasyarakatan LAPAS IIA Cipinang:
Dermawan, M. K. (2015). Memahami
1. wali pemasyarakatan memiliki keahlian
Kejahatan Kekerasan. 1.
bela diri, 2. Memiliki kompetensi keahlian
Karisma, Y. N. (2010). Proses pertolongan
rehabilitasi terutama theraputic
pekerja sosial terhadap pasien
commmunity, 3. Harus memiliki pengetahuan
assesment geriatri di RSUP DR. Sarjito
tentang LAPAS, karena LAPAS punya banyak
Yogyakarta. UIN Kalijaga.
karakter, seperti LAPAS narkotika punya
Karyadi, S. (2015, September 21).
karakter sendiri yang khas. Yang lainnya
Wawancara tentang Peran wali
disamping punya pengetahuan yang baik,
Pemasyarakatan [Komunikasi pribadi]. LSPS.
juga harus memiliki berbagai keterampilan
(2012). Panduan Teknis Sertifikasi
khususnya rehabilitasi. Yang terakhir Budi
Pekerja Sosial. LSPS dan Kemensos.
Pekerti. Ini penting sepengetahuan saya
Luhpuri, D., & Satriawan. (2010). Pekerjaan
masih banyak petugas LAPAS belum
memahami karakter atau budi pekerti sesuai Sosial Koreksional. STKS.
yang diharapkan. Meleong, L. J. (1989). Metologi penelitian
kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Napsiyah, S. (2015). Indonesia Darurat
PENUTUP
Kriminalitas: Upaya Penanganan dari
Hasilnya menunjukkan bahwa dan Perspektif Islam, dan Kesejahteraan
proses dan tahapan pemasyarakatan WBP Sosial. Restorative Justice dalam
sangat membutuhkan Psikolog dan “Pekerja Sistem Pemasyarakatan guna
Sosial Koreksional” yang memiliki keahlian mengatasi kriminalitas dan
dalam rehabilitasi sosial sehingga untuk overkapasitas LAPAS dan RUTAN di
berperan sebagai konselor, educator broker, Indonesia.
fasilitator dan terapis. Hasil penelitian juga Neuman, W. L. (2013). Metodologi Penelitian
menunjukkan bahwa di lembaga Sosial Pendekatan Kualitatif dan
pemasyarakatan tersebut tidak ada seorang Kuantitatif. Indeks.
pun pekerja sosial koreksional. Hal ini Rastika, I. (2012, DEsemer). Setiap 91 Detik,
berimplikasi pada rehabilitasi sosial di Terjadi Satu Kejahatan di Indonesia.
LAPAS tersebut menjadi tidak maksimal. Kompas.com, 1.
Bagi Kementeran Hukum dan HAM segera Santoso, T. (2013). Peran Pekerja Sosial
melakukan Rekriutmen CPNS untuk LAPAS dalam bidang kriminalitas di Lembaga
Narkotika IIA Cipinang, khususnya untuk Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
Psikolog dan Pekerja Sosial Koreksional agar UIN Kalijaga.
tercapai Rasio ideal 1:10. Peneliti

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 171 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Wali Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan... 10.15408/empati.v9i2.17719

Sapari, M. I. A. (2013). Pemenuhan Tim LAPAS Narkotika IIA. (2015). Profil


Narapidana Lanjut Usia di Lembaga LAPAS Narkotika IIA Cipinang Jakarta
Pemasyarakatan Klas I Kota Makasar [Komunikasi pribadi].
Provinsi Sulawesi Selatan. STKS. Wahyu Firmansyah, R. (2020). Pelaksanaan
Soehartono, I., & Adimihardja, K. (2000). Program Criminon Sebagai
Metode penelitian sosial: Suatu teknik Rehabilitasi Sosial (Studi Kasus Pada
penelitian bidang kesejahteraan sosial Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
dan ilmu sosial lainnya. PT Remaja Kelas IIA Cirebon). Justitia, 7, 516.
Rosdakarya. https://doi.org/10.31604
Tan, M. G. (1990). Masalah Perencanaan Winanti. (2015, September 28). Wawancara
Penelitian dalam Koentjaraningrat. PT. tentang terapi di Lembaga
Gramedia Pustaka Utama. Pemasyarakatan Narkotika
[Komunikasi pribadi].

Vol. 9, No. 2 (2020): Empati Edisi Desember 2020 172 - 172 © 2020 Empati: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial

You might also like