You are on page 1of 133

SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)

https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 266-278
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.460
Submitted: 13-06-2022 | Accepted: 06-07-2022 | Published: 29-07-2022

Hubungan Karakteristik Pasien Hipertensi Dengan Kepatuhan


Minum Obat di UPT Puskesmas Meral Kabupaten
Karimun Tahun 2020

Delladari Mayefis1*, Suhaera2, Yuni Sartika Sari3


1*,2,3
Program Studi Sarjana Farmasi, Institut Kesehatan Mitra Bunda, Kota Batam
Email: 1*dellamayefis@gmail.com

Abstract

Hypertension is a condition when blood pressure is high. High blood pressure is the
force exerted by circulating blood to the arterial walls of the body, the main vessels in
the body. The research objective was to see the relationship between hypertensive
patients and taking medication at the Meral Public Health Center, Karimun Regency.
The method used is research in the form of an analytical survey, which is research that
finds out how health phenomena occur by analyzing the dynamics of the phenomenon or
between risk factors and effect factors. The results of the study, namely the chi square
statistical test obtained p value = 1,000, which means that the p value is greater than
0.05 (1,000> 0.05), this indicates that there is a relationship between the age group of
the respondents and taking anti-hypertensive drugs. The results of the chi square
statistical test obtained p value = 0.015, which means that the p value is smaller than
0.05 (0.000 <0.05), this indicates that there is a relationship between the respondent's
education level and taking anti-hypertensive drugs. The conclusion from this research
on the relationship between nation and taking medicine is the age and education level of
the respondents.

Keywords: Hypertension, Compliance, Application, Medicine

Abstrak

Hipertensi adalah keadaan ketika tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi adalah
kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi darah ke dinding arteri tubuh, pembuluh utama
dalam tubuh. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien
hipertensi dengan kepatuhan minum obat di UPT Puskesmas Meral Kabupaten
Karimun. Metode yang digunakan adalah penelitian dalam bentuk survei analitik, yaitu
penelitian yang menggali bagaimana fenomena kesehatan terjadi dengan melakukan
analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek.
Hasil penelitian yaitu dari uji statistik chi square diperoleh p value= 1,000 yang berarti
nilai p value lebih besar dari 0,05 (1,000>0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan kelompok umur responden dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi.
Hasil uji statistik chi square diperoleh p value= 0,015 yang berarti nilai p value lebih
kecil dari 0,05 (0,000<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pendidikan responden dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi. Kesimpulan dari

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


266
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

penelitian adanya hubungan karakteristik dan kepatuhan minum obat yaitu umur dan
tingkat pendidikan responden.

Kata Kunci:. Hipertensi, Kepatuhan, Karakteristik, Obat

PENDAHULUAN

WHO telah mengeluarkan program peningkatan pencegahan dan manajemen


penyakit kardiovaskular, termasuk deteksi dan manajemen hipertensi. Program tersebut
dikenal dengan nama HEARTS (Healthy lifestyle counseling, Evidence based treatment
protocols, Access to essential medicines and technology, Team based care, and Systems
for monitoring) yang bertujuan memberikan pendekatan strategis untuk meningkatkan
kesehatan jantung dan kardiovaskuler di negara-negara seluruh dunia (WHO, 2020).
Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi
dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua
umur. Sedangkan berdasarkan data International Health Metrics Monitoring and
Evaluation (IHME) tahun 2017 di Indonesia, penyebab kematian pada peringkat
pertama disebabkan oleh Stroke, diikuti dengan Penyakit Jantung Iskemik, Diabetes,
Tuberkulosa, Sirosis, diare, PPOK, Alzheimer, Infeksi saluran napas bawah dan
Gangguan neonatal serta kecelakaan lalu lintas. Data Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) kesehatan menyebutkan bahwa biaya pelayanan hipertensi mengalami
peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,8 Triliun rupiah, tahun
2017 dan tahun 2018 sebesar 3 Triliun rupiah (Kemenkes, 2019).
Di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2019, ada 3 (tiga) penyakit dengan
persentase tertinggi dari data Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Kepri. Yang
pertama Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) sebanyak 31,73%, kedua hipertensi
sebanyak 16,91% dan yang ketiga yaitu nasopharingitis sebanyak 9,86%. Hingga kini
berarti wilayah Provinsi Kepulauan Riau masih di dominasi oleh penyakit metabolik
(Dinas Kesehatan Provinsi Kepri, 2020).
Di wilayah kerja UPT Puskesmas Meral, data 10 penyakit terbesar untuk tahun
2019 di peringkat pertama yaitu penyaki Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
sebanyak 43,88%, kedua Demam yang sebabnya tidak diketahui sebanyak 11,88% dan
yang ketiga yaitu penyakit hipertensi sebanyak 9,59% (UPT Puskesmas Meral, 2020).
Kepatuhan dalam pengobatan merupakan faktor penting dalam kesehatan lanjutan
dan kesejahteraan pasien hipertensi. Kepatuhan dan ketaatan merupakan prasyarat untuk
keefektifan terapi hipertensi dan potensi terbesar untuk perbaikan pengendalian
hipertensi yang terletak dalam menimngkatkan perilaku pasien tersebut. Sedangkan,
ketidakpatuhan pasien terhadap obat antihipertensi adalah salah satu faktor utama
kegagalan terapi (Hazwan & Pinatih, 2017). Data WHO (2017) dari 50% penderita
hipertensi, yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5%
yang diobati dengan baik. Ada 5 (lima) kategori faktor ketidakpatuhan yaitu
karakteristik pasien, kondisi terapi, sistem kesehatan dan faktor sosial ekonomi
(Hazwan & Pinatih, 2017).
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Karakteristik Pasien Hipertensi Dengan Kepatuhan Minum
Obat Di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun Tahun 2020”.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


267
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

METODE

Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian dalam bentuk survei analitik, yaitu
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu
terjadi dengan melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor
risiko dengan faktor efek (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini menggunakan disain penelitiaan cross sectional study karena
bermaksud mencari hubungan antara satu keadaan dengan keadaan lain yang terdapat
dalam satu populasi yang sama (Azwar, A & Prihartono, J, 2003 ).

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di UPT Puskesmas Meral Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun Provinsi Kepulauan Riau.
Populasi
Populasi adalah himpunan keseluruhan karakteristik dari objek yang diteliti.
Pengertian lain dari populasi adalah keseluruhan atau totalitas objek psikologis yang
dibatasi oleh kriteria tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita
hipertensi yang berobat/kontrol rutin di UPT Puskesmas Meral pada bulan Juni-Juli
2020.
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Adapun sampel yang diambil adalah total
sampling, dimana seluruh penderita hipertensi yang berobat/kontrol ulang di UPT
Puskesmas Meral pada bulan Juni-Juli akan dijadikan sebagai sampel.

HASIL

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah karakteristik pasien hipertensi
yang mempengaruhi kepatuhan minum obat hipertensi di Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun Tahun 2020. Data variabel yang diteliti diperoleh dari penyebaran angket
menggunakan kuesioner dan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun
Tahun 2020
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 22 32,8
Perempuan 45 67,2
Jumlah 67 100

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


diperoleh melalui penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner dan diperoleh
hasil dari 67 responden yang diteliti, sebanyak 22 responden (32,8%) berjenis kelamin
laki-laki dan 45 responden (67,2%) berjenis kelamin perempuan.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


268
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Tabel 2
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun
Tahun 2020
Kelompok Umur Frekuensi Persentase (%)

> 45 tahun 47 70,1


< 45 tahun 20 29,9
Jumlah 67 100

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan kelompok umur


diperoleh melalui penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner dan diperoleh
hasil sebagian besar yaitu sebanyak 47 responden (70,1%) merupakan kelompok umur
> 45 tahun dan 20 responden (29,9%) merupakan kelompok umur < 45 tahun.

Tabel 3
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun
Tahun 2020

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


Rendah 51 76,1
Tinggi 16 23,9
Jumlah 67 100

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan tingkat


pendidikan diperoleh melalui penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner dan
diperoleh hasil dari 67 responden yang diteliti, sebanyak 51 responden (76,1%)
memiliki tingkat pendidikan rendah dan 16 responden (23,9%) memiliki tingkat
pendidikan tinggi.

Tabel 4
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun
Tahun 2020

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


Tidak bekerja 49 73,1
Bekerja 18 26,9
Jumlah 67 100

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan pekerjaan


diperoleh melalui penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner dan diperoleh
hasil dari 67 responden yang diteliti, sebanyak 49 responden (73,1%) tidak bekerja dan
18 responden (26,9%) bekerja.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


269
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Tabel 5
Distribusi Kepatuhan Responden dalam Mengkonsumsi Obat
Di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun
Tahun 2020

Kepatuhan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Patuh 51 76,1
Patuh 16 23,9
Jumlah 67 100

Hasil penelitian mengenai kepatuhan responden dalam mengkonsumsi obat anti


hipertensi diperoleh dari penyebaran angket dengan menggunakan kuesioner dan
diperoleh hasil dari 67 responden yang diteliti, sebanyak 51 responden (76,1%) tidak
patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 16 responden (23,9%) patuh dalam
mengkonsumsi obat anti hipertensi.

4.3 Hasil Analisis Bivariat


Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel bebas
dengan variabel terikat, maka dilakukan analisis pada semua variabel yang diteliti.
Pengujian data penelitian menggunakan bantuan program komputerisasi yang diperoleh
hasil sebagai berikut.

Tabel 6
Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan
Minum Obat di UPT Puskesmas Meral
Tahun 2020

Kepatuhan Minum Obat


Jenis
Tidak Patuh Patuh Jumlah p
Kelamin
n % N % n %
Laki-laki 17 25,4 5 7,5 22 100
Perempuan 34 50,7 11 16,4 45 100 1,000
Total 51 76,1 16 23,9 67 100

Berdasarkan hasil analisis terhadap 67 responden, diperoleh hasil bahwa dari 22


responden yang berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 17 responden (25,4%) tidak patuh
minum obat anti hipertensi dan 5 responden (7,5%) patuh minum obat anti hipertensi,
sedangkan dari 45 responden yang berjenis kelamin perempuan, sebanyak 34 responden
(50,7%) tidak patuh minum obat anti hipertensi dan 16 responden (23,9%) patuh minum
obat anti hipertensi.
Dari uji statistik chi square diperoleh p value= 1,000 yang berarti nilai p value
lebih besar dari 0.,05 (1,000>0,05). Dengan demikian Ho diterima, hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin penderita hipertensi dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.

Tabel 7

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


270
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur dengan Kepatuhan


Minum Obat di UPT Puskesmas Meral
Tahun 2020

Kepatuhan Minum Obat


Kelompok
Tidak Patuh Patuh Jumlah p
Umur
n % N % n %
> 45 tahun 45 67,2 2 3,0 47 100
< 45 tahun 6 8,9 14 20,9 20 100 0,000
Total 51 76,1 16 23,9 67 100

Berdasarkan hasil analisis terhadap 67 responden, diketahui bahwa dari 47


responden dengan kelompok umur > 45 tahun, sebanyak 45 responden (67,2%) tidak
patuh minum obat anti hipertensi dan 2 responden (3,0%) patuh minum obat anti
hipertensi, sedangkan dari 20 responden dengan kelompok umur < 45 tahun, sebanyak 6
responden (8,9%) tidak patuh minum obat anti hipertensi dan 14 responden (20,9%)
patuh minum obat anti hipertensi.
Hasil uji statistik chi square diperoleh p value= 0,000 yang berarti nilai p value
lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05). Dengan demikian Ho ditolak, hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kelompok umur penderita hipertensi dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.

Tabel 8
Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan
Minum Obat di UPT Puskesmas Meral
Tahun 2020

Kepatuhan Minum Obat


Tingkat
Tidak Patuh Patuh Jumlah p
Pendidikan
n % N % n %
Rendah 43 64,2 8 11,9 51 100
Tinggi 8 11,9 8 11,9 16 100 0,015
Total 51 76,1 16 23,9 67 100

Berdasarkan hasil analisis terhadap 67 responden, diketahui bahwa dari 51


responden dengan tingkat pendidikan rendah, sebanyak 43 responden (64,2%) tidak
patuh minum obat anti hipertensi dan 8 responden (11,9%) patuh minum obat anti
hipertensi, sedangkan dari 16 responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sebanyak 8
responden (11,9%) tidak patuh minum obat anti hipertensi dan 8 responden (11,9%)
patuh minum obat anti hipertensi.
Hasil uji statistik chi square diperoleh p value= 0,015 yang berarti nilai p value
lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05). Dengan demikian Ho ditolak, hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan penderita hipertensi dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


271
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Tabel 9
Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum
Obat di UPT Puskesmas Meral
Tahun 2020

Kepatuhan Minum Obat

Pekerjaan Tidak Patuh Patuh Jumlah p

n % N % n %
Tidak 36 53,7 13 19,4 49 100
Bekerja
0,527
Bekerja 15 22,4 3 4,5 18 100
Total 51 76,1 16 23,9 67 100

Berdasarkan hasil analisis terhadap 67 responden, diketahui bahwa dari 49


responden yang tidak bekerja, sebanyak 36 responden (53,7%) tidak patuh minum obat
anti hipertensi dan 13 responden (19,4%) patuh minum obat anti hipertensi, sedangkan
dari 18 responden yang bekerja, sebanyak 15 responden (22,4%) tidak patuh minum
obat anti hipertensi dan 3 responden (4,5%) patuh minum obat anti hipertensi.
Hasil uji statistik chi square diperoleh p value= 0,527 yang berarti nilai p value
lebih besar dari 0,05 (0,527>0,05). Dengan demikian Ho diterima, hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan penderita hipertensi dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.

PEMBAHASAN

Karaktersitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang dapat menaikkan tekanan
darah pada pembuluh darah(World Health Organization, 2019). Salah satu faktor resiko
yang mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah faktor resiko yang tidak dapat diubah
(jenis kelamin, umur, etnis) (Sinuraya dkk, 2018). Dari analisis univariat didapatkan
hasil bahwa dari 67 responden sebanyak 22 responden (32,8%) berjenis kelamin laki-
laki dan 45 responden (67,2%) berjenis kelamin perempuan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ivonsiani, dkk (2015) dengan
judul Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Hipertensi yang Berobat ke Balai
Pengobatan Yayasan Pelayanan Kasih A dan A Rahmat Waingapu. Bahwa dari 30
responden yang diteliti sebanyak 14 responden (47,0%) berjenis kelamin laki-laki dan
16 responden (53,0%) berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil dari karakteristik responden, dapat disimpulkan bahwa
hipertensi lebih banyak di derita oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat
disebabkan karena sebagian besar perempuan menghabiskan waktunya dirumah untuk
mengurusi rumah tangga dibandingkan laki-laki yang sebagian besar waktunya
dihabiskan diluar rumah untuk bekerja. Kurangnya katifitas fisik saat berada dirumah
meningkatkan resiko seorang perempuan untuk menderita hipertensi.

Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur


Hasil penelitian mengenai sikap responden diperoleh melalui penyebaran angket
dengan menggunakan kuesioner untuk diisi oleh responden. Dari hasil Analisa univariat

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


272
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

diketahui bahwa dari 67 responden yang diteliti, sebagian besar yaitu sebanyak 47
responden (70,1%) merupakan kelompok usia > 45 tahun dan hanya 20 responden
(29,9%) yang merupakan kelompok usia < 45 tahun.
Hal ini sejalan dengan penelitian Ivonsiani, dkk (2015) dimana diperoleh hasil
bahwa dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 18 responden (60,0%) merupakan
kelompok usia > 45 tahun dan 12 responden (40,0%) merupakan kelompok usia < 45
tahun. Hal ini disebabkan pada usia lanjut, pembuluh darah cenderung menjadi kaku
dan elastisitasnya berkurang sehingga tahanan perifer meningkat. Tekanan darah
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer, sehingga semua faktor yang
mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah
(Vasan et al,2001; Nafrialdi, 2012; Roy et al., 2013).
Dari hasil penelitian Amaliah, dkk (2014) dengan judul Faktor Resiko
Hipertensi pada orang Umur 45-74 Tahun di Pulau Sulawesi tahun 2014, menunjukkan
rata-rata umur responden yang menderita hipertensi berbeda. Responden yang
menderita hipertensi cenderung memiliki rata-rata umur lebih tua dibandingkan dengan
responden yang tidak menderita hipertensi.

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan tingkat
pendidikan diperoleh hasil dari 67 responden yang diteliti, sebanyak 51 responden
(76,1%) memiliki tingkat pendidikan rendah dan 16 responden (23,9%) memiliki
tingkat pendidikan tinggi.
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia.
Pendidikan juga merupakan sarana sosial untuk mencapai tujuan sosial, yang dapat
berguna untuk menjamin kelangsungan hidup seseorang. Pendidikan juga menjadi salah
satu indikator dalam mengukur kesejahteraan masyarakat. Suatu masyarakat dengan
tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan juga memiliki kualitas hidup yang tinggi
sehingga kesejahteraan dapat tercapai. Selain itu juga derajat kesehatan dapat
ditingkatkan dengan tingginya tingkat pendidikan masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dosen IKP Padang, T. Zahra
DJ, menunjukkan bahwa kekuatan pendidikan memberikan kontribusi sebesar 59%
terhadap pengetahuan seseorang dalam memahami pentingnya kesehatan (Lutfiyati,
2017). Setiap manusia baik secara individu maupun secara kelompok telah memiliki
perilaku yang berbeda. Ada yang sebagian orang berperilaku selalu mempertimbangkan
aspek disekitarnya dan sebagian lagi bertindak sesukanya. Disinilah peran pendidikan
sangat dibutuhkan. Diharapkan dengan adanya pendidikan dapat mengubah tingkah laku
atau perilaku hidup sehat seseorang.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 67 responden yang
diteliti, sebanyak 49 responden (73,1%) tidak bekerja dan 18 responden (26,9%)
bekerja.
Menurut Dnasry Noor (2008), pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan
keterpaparan khusus dan tingkat atau derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko
menurut sifat pekerjaan, lingkungan kerja dan sifat sosioekonomi pada pekerjaan
tertetntu. Ada berbagai hal yang mungkin berhubungan erat dengan sifat pekerjaan
seperti jenis kelamin, umur, status perkahwinan serta tingkat pendidikan yang sangat
berpengaruh terhadap tingkat kesehatan. Pekerjaan juga mempunyai hubungan yang erat
dengan status sosial ekonomi.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


273
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Kepatuhan Responden dalam Mengkonsumsi Obat


Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa dari 67 responden yang
diteliti, sebanyak 51 responden (76,1%) tidak patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi
dan 16 responden (23,9%) patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi.
Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar responden adalah IRT. Hal
ini menunjukkan bahwa responden lebih cenderung untuk mengalami stress sehingga
menjadi tidak patuh dan tidak peduli terhadap kesehatan diri sendiri. Menurut survei
Gallup yang dilakukan terhadap 60.000 perempuan pada tahun 2012, secara rata-rata
ibu rumah tangga (ibu tidak bekerja yang mempunyai anak <18 tahun) mengalami
tingkat rasa sedih, stress, marah serta depresi lebih tinggi dibandingkan perempuan
bekerja. Dari hasil survei tersebut diperoleh hasil 41% IRT merasa cemas, 26% merasa
sedih, 50% stress, 19% marah dan 28% merasa depresi. Menjadi ibu rumah tangga
memang sangat mudah terkena perasaan tidak berguna karena setiap hari rata-rata
waktu dan tenaga diisi oleh urusan sama yang berulang.

Hubungan Jenis Kelamin Responden dengan Kepatuhan Minum Obat Anti


Hipertensi
Menurut Wahyuni dan Eksanoto (2013), wanita akan mengalami peningkatan
resiko hipertensi setelah menopause yaitu usia diatas 45 tahun. Wanita yang telah
mengalami menopause memiliki kadar estrogen yang lebih rendah, padahal estrogen ini
berfungsi meningkatkan kadar HDL yang dangat berperan dalam menjaga kesehatan
pembuluh darah. Sehingga pada wanita menopause, kadar estrogen yang menurun juga
akan diikuti dengan penurunan kadar HDL, hal ini membuat peneliti berasumsi bahwa
menopause dapat mengurangi gairah wanita untuk patuh dalam menjaga kesehatannya
dalam hal ini untuk rutin dan patuh minum obat anti hipertensi.
Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan jenis kelamin responden dengan
kepatuhan minum obat anti hipertensi diperoleh hasil bahwa dari 67 responden yang
diteliti, sebanyak 22 responden (32,8%) berjenis kelamin laki-laki dan 45 responden
(67,2%) berjenis kelamin perempuan. Dari 22 responden yang berjenis kelamin laki-laki
tersebut, sebanyak 17 responden (25,4%) tidak patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi
dan 5 responden (7,5%) patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi, sedangkan dari 45
responden yang berjenis kelamin perempuan, sebanyak 34 responden (50,7%) tidak
patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 11 responden (16,4%) patuh
mengkonsumsi obat anti hipertensi.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh p value = 1,000, Dengan demikian
disimpulkan Ho diterima karena nilai p value > dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan kepatuhan minum obat anti
hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sukma Noor, dkk tahun 2018
dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien hipertensi dalam
melakukan terapi di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang, dimana diperoleh nilai p
value lebih besar dari 0,05 (0,309>0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian Exa
Puspita yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
kepatuhan menjalani pengobatan (p=0,366).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nandang
(2009) yang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi dengan sampel yang diteliti berjumlah 92 orang dengan nilai
p value = 1,000.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


274
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Hubungan Kelompok Umur Responden Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti


Hipertensi
Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan kelompok umur responden
dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi diperoleh hasil bahwa dari 67 responden
yang diteliti, sebanyak 47 responden (70,1%) berusia > 45 tahun dan 20 responden
(29,9%) berusia < 45 tahun. Dari 47 responden yang berusia > 45 tahun tersebut,
sebanyak 45 responden (67,2%) tidak patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 2
responden (3,0%) patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi, sedangkan dari 20
responden yang berusia < 45 tahun, sebanyak 6 responden (8,9%) tidak patuh
mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 14 responden (20,9%) patuh mengkonsumsi
obat anti hipertensi.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh p value = 0,000, Dengan demikian
disimpulkan Ho ditolak karena nilai p value < dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan antara kelompok umur responden dengan kepatuhan minum obat anti
hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.
Hasil penelitian ini menolak hipotesis sejalan dengan hasil penelitian oleh Hilda
tahun 2007 dengan sampel yang diteliti berjumlah 94 orang menunjukkan tidak ada
hubungan antara usia dengan status kepatuhan dengan p value = 0,357 dan penelitian
yang dilakukan oleh Yuliarti tahun 2007 dengan jumlah sampel 104 orang,
menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan hipertensi pada usia lanjut dengan
p value = 1,000
Hal ini disebabkan karena pada umur ini kedewasaan seseorang mulai
bertambah yang ditunjukkan dengan kematangannya dalam berfikir, kematangan emosi,
bertanggung jawabg, lebih disiplin, lebih memperhatikan kesehatan dan lain-lain
sehingga dapat menentukan apa yang terbaik untuk dirinya sendiri dan orang lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penderita hipertensi adalah
kelompok lansia akhir 44 orang (91,7%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Adikusuma tahun 2015 yang menyebutkan lansia ≥55 tahun memiliki prevalensi
hipertensi yang lebih banyak dari pada lansia <55 tahun yakni sejumlah 32 orang (73%)
(Adikusuma, et al., 2015).
Bertambahnya umur akan meningkatkan resiko terkena hipertensi menjadi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar
40%, dengan kematian sekitar 50% pada usia di atas 60 tahun (Nurhidayati, et al., 2018)

Hubungan Tingkat Pendidikan Responden Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti


Hipertensi
Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan tingkat pendidikan responden
dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi diperoleh hasil bahwa dari 67 responden
yang diteliti, sebanyak 51 responden (76,1%) memiliki tingkat pendidikan rendah dan
16 responden (23,9%) memiliki tingkat pendidikan tinggi. Dari 51 responden yang
memiliki tingkat pendidikan rendah tersebut, sebanyak 43 responden (64,2%) tidak
patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 8 responden (11,9%) patuh
mengkonsumsi obat anti hipertensi, sedangkan dari 16 responden yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi, sebanyak 8 responden (11,9%) tidak patuh mengkonsumsi obat anti
hipertensi dan 8 responden (11,9%) patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh p value = 0,015, Dengan demikian
disimpulkan Ho ditolak karena nilai p value < dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan kepatuhan minum obat anti
hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


275
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Hasil penelitian ini menolak hipotesis sejalan dengan penelitian yahg dilakukan
oleh Nandang (2009) dengan sampel yang diteliti berjumlah 92 orang yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi dengan nilai p value = 0,515.
Kepatuhan pasien dalam pengobatan atau minum obat bukan hanya dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan saja tetapi faktor pendukung lain juga turut mempengaruhi.
Dengan tingginya tingkat pendidikan akan meningkatkan pengetahuan seseorang secara
akademik dan akan menambah ilmu serta kesadaran untuk mematuhi aturan pengobatan
sesuai dari anjuran tenaga kesehatan.

Hubungan Pekerjaan Responden Dengan Kepatuhan Minum Obat Anti


Hipertensi
Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pekerjaan responden dengan
kepatuhan minum obat anti hipertensi diperoleh hasil bahwa dari 67 responden yang
diteliti, sebanyak 49 responden (73,1%) tidak bekerja dan 18 responden (26,9%)
bekerja. Dari 49 responden yang bekerja tersebut, sebanyak 36 responden (53,7%) tidak
patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 13 responden (19,4%) patuh
mengkonsumsi obat anti hipertensi, sedangkan dari 18 responden yang bekerja,
sebanyak 15 responden (22,4%) tidak patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi dan 3
responden (4,5%) patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh p value = 0,527, Dengan demikian
disimpulkan Ho diterima karena nilai p value > dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara pekerjaan responden dengan kepatuhan minum obat anti
hipertensi di UPT Puskesmas Meral Kabupaten Karimun tahun 2020.
Menurut Anggara dan Prayitno (2013), kurangnya aktivitas fisik meningkatkan
risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi (Anggara dan Prayitno,
2013).
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pekerjaan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat. Kesibukan
menjadi salah satu alasan sehingga pasien sering kali lupa dalam meminumn obatnya.
Hal tersebut bukan menjadi penghalang seseorang untuk datang dan memeriksakan
kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nandang tahun 2009 yang
menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi dengan sampel yang diteliti berjumlah 92 orang dengan nilai
p value = 0,171. Menurut Sutikno (2011), tidak banyak kontribusi antara faktor
penghasilan terhadap kualitas hidup (Sutikno, 2011)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara jenis kelamin responden dengan kepatuhan minum obat anti hipertensi, ada
hubungan antara kelompok umur responden dengan kepatuhan minum obat anti
hipertensi, ada hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan kepatuhan minum
obat anti hipertensi, tidak ada hubungan antara pekerjaan responden dengan kepatuhan
minum obat anti hipertensi di UPT Puskesmas Meral tahun 2020.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


276
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

DAFTAR PUSTAKA

Adikusuma, W., Qiyaam, N., Yuliana, F. (2015). Kepatuhan Penggunaan Obat Antihipertensi
di Pukesmas Pagesangan Mataram. Jurnal Pharmascienc, 2(2), 56-62. eISSN:
2460-9560.
Arikunto (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Bumi Aksara.
Azhar Isroul (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Hipertensi di Puskesmas Gamping
I Sleman tahun 2017. Yogyakarta
Azwar, A & Prihartono, J (2003). Metodologi Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Binarupa Aksara.
Darmawan (2013). Kepatuhan Pasien Penderita Penyakit Menular. Media Ausculapius
: Jakarta.
Hazwan & Pinatih (2017). Gambaran Karakteristik Penderita Hipertensi dan Tingkat
Kepatuhan Minum Obat di Wilayah Kerja Puskesmas Kintamani I
Bangli. Bali.
Kemenkes (2019). Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2019. Jakarta.
Kemenkes (2019). Juknis Penguatan Manajemen Puskesmas. Jakarta.
Lutfiati, H., Yuliastiti, F., Khotimah, A. (2017). Pola Pengobatan Hipertensi pada Pasien
Lansia di Puskesmas Windusari Kabupaten Magelang, Kabupaten Magelang.
Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, 3(2), 14-18
Mutiqurnia (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Ibu Hamil dalam
Mengkonsumsi Tablet Fe di Kecamatan Meral Barat Kabupaten
Karimun Tahun 2017. Karimun.
Nafrialdi. (2012). Farmakologi dan Terapi Edisi 5: Antihipertensi. Jakarta; Departemen
Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran - Universitas
Indonesia.
Nurhidayati, I., Aniswari, A.Y., Sulistyowati, A.D., Sutaryono, S. (2018). Penderita Hipertensi
Dewasa Lebih Patuh daripada Lansia dalam Minum Obat Penurun Tekanan
Darah. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 13(2), 1-5. eISSN : 2613-9219.
Notoatmodjo, S (2003). Ilmu Perilaku. Jakarta : Rhineka Cipta.
Notoatmodjo, S (2010). Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rhineka Cipta.
UPT Puskesmas Meral (2020). Profil UPT Puskesmas Meral Tahun 2019. Meral
Karimun.
Riyanti dkk (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien
Hipertensi dalam Melakukan Terapi di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang. Jawa Tengah.
Roy, L., White-Guay, B., Dorais, M., Dragomir, A., et al. (2013). Adherence to
Antihypertensive Agents Improves Risk Reduction of End-Stage Renal Disease.
Clinical Investigation; International Society of Nephrology. Kidney
International, 84, 570-577. doi:10.1038/ki.2013.10.
Suparyanto (2012). Dasar Kesehatan Keluarga. Jakarta : Sunda Kelapa Pustaka.
Sutikno Ekawati. Hubungan antara Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal
Kedokteran Indonesia. 2011;2(1):75.
Vasan, R.S., et al. (2001). Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of
Cardiovascular Disease. NEJM, 345, 1291-1297
WHO Media Centre (2019). Hypertension. (http://www.who.int.com. Diakses tanggal
14 Maret 2020).
World Health Organization. 2018. Noncommunicable Diseases Country Profiles 2018. Jenewa:
World Health Organization. https://www/who.int/nmh/publicat ions/ncd-
profiles-2018/en/ diakses pada 6 Februari 2020.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


277
Delladari Mayefis, Suhaera, Yuni Sartika Sari
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 266 – 278

Zulfikar (2016). Pengantar Pasar Modal dengan Pendekatan Statistika. Yogyakarta:


Deepublish

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


278
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan M asyarakat )
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 287-293
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.619
Submitted: 03-07-2022 | Accepted: 06-07-2022 | Published: 29-07-2022

Pengaruh Permainan Kartu Kuartet terhadap Pengetahuan


tentang Sayur dan Buah pada Siswa Sekolah Dasar
1DitaIka Nurfila, 2Septriana, 3*Endri Yuliati
1,2,3*
Program Studi Gizi Program Sarjana, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati
Yogyakarta, Sleman, DIY, Indonesia
Email: 1ditaika52@gmail.com, 2sept3ana@gmail.com, 3*endri.yuliati@gmail.com

Abstract
An Individual Food Consumption Survey 2014 showed that average of fruit and vegetable
consumption of children aged 5-12 years in Central Java Province was still low. On the
other hand, fruit and vegetable consumption is important to prevent overweight and
obesity. One of the factors influencing low fruit and vegetable consumption in children
was the lack of nutritional knowledge. Therefore it was necessary to increase knowledge
by engaging attractive health education such as through quarted card games. This study
was aimed to assess the effect of quartet card game on primary school students knowledge
regarding fruit and vegetable. This quasy experimental study used One-Group with
Pretest-Posttest Design, conducted at SDN 02 Bejen, Karanganyar, Central Java in
August 2019. The respondent were 55 students grade V. The health education was
delivered using the quartet card game. Knowledge at pre and post-test was measured
using same questionnaire then analyzed using Wilcoxon test. Median of knowledge for
pretest was 70 (53-86) while for posttest 73 (46-90). This increase was statistically
significant (p=0,006). It can concluded that health education using quartet card game
can increase knowledge of primary school student regarding fruit and vegetable.

Keywords: Knowledge, Fruit, Vegetable, Quartet Card.

Abstrak
Survei Konsumsi Makanan Individu 2014 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi sayur
dan buah anak usia 5-12 tahun di Provinsi Jawa Tengah masih rendah padahal sayur dan
buah penting untuk mencegah overweight dan obesitas. Salah satu faktor yang
mempengaruhi rendahnya konsumsi sayur dan buah adalah rendahnya pengetahuan
tentang gizi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dengan
edukasi kesehatan yang menarik misalnya permainan kartu kuartet. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan kartu kuartet terhadap pengetahuan
tentang sayur dan buah. Penelitian quasi eksperimental ini dilakukan dengan rancangan
One-Group with Pretest-Posttest Design. Penelitian dilakukan di SDN 02 Bejen,
Karanganyar, Jawa Tengah pada bulan Agustus 2019 dengan besar sampel 55 siswa kelas
V. Intervensi yang diberikan yaitu permainan kartu kuartet. Pengetahuan pre dan post-
test diukur dengan kuesioner yang terdiri atas 30 soal kemudian dianalisis perbedaannya
dengan uji Wilcoxon. Nilai median pengetahuan untuk pretest adalah 70 (53-86)
sedangkan post testnya adalah 73 (46-90). Peningkatan ini signifikan secara statistik

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


287
Dita Ika Nurfila, Septriana, Endri Yuliati
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 287 – 293

(p=0,006). Dapat disimpulkan bahwa edukasi kesehatan menggunakan kartu kuartet


dapat meningkatkan pengetahuan tentang sayur dan buah pada anak SDN 02 Bejen
Karanganyar, Jawa Tengah.

Kata Kunci: Pengetahuan, Buah, Sayur, Kartu Kuartet.

PENDAHULUAN
Data Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa di Jawa Tengah, 92% penduduk umur
≥5 tahun kurang mengonsumsi sayur dan buah. Survey Konsumsi Makan Individu
(SKMI) Jawa Tengah (2014) juga mengungkapkan rata-rata konsumsi sayur anak usia 5-
12 tahun hanya sebesar 35,4 gram/hari dan konsumsi buah 26,7 gram/hari (Santoso dkk,
2014). Angka ini jauh jika dibandingkan dengan rekomendasi Pedoman Gizi Seimbang
yaitu sayur setara dengan 250 gram dan buah setara dengan 150 gram (Permenkes, 2014).
Konsumsi buah dan sayur yang cukup diperlukan untuk menjaga tekanan darah &
gula darah tetap normal, mencegah sembelit serta kegemukan (Kemenkes RI, 2013).
Sebuah systematic review menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah
berkaitan dengan penurunan risiko overweight dan obesitas (Nour dkk, 2018). Hal ini
penting, mengingat prevalensi overweight dan obesitas pada anak-anak semakin
meningkat. Oleh karena itu, perlu diperhatikan konsumsi sayur dan buah sedari dini, yaitu
pada masa anak-anak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi sayur dan buah pada
anak-anak adalah rendahnya pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan gizi yang baik
diharapkan berdampak pada pola konsumsi makanan yang baik pula (Sediaoetama,
2008). Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain: faktor
ekonomi, informasi, kebudayaan/lingkungan sedangkan faktor internalnya antara lain
pendidikan, umur, minat, dan perilaku (Wawan & Dewi, 2010).
Pemberian informasi melalui kegiatan penyuluhan gizi dapat meningkatkan
pengetahuan (Notoatmodjo, 2015). Kartu kuartet adalah permainan yang terdiri atas
beberapa kartu bergambar yang bertuliskan keterangan tentang gambar tersebut. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa permainan kartu kuartet efektif untuk kegiatan belajar
mengajar (Wahyuni & Hidayah, 2016). Selain itu, penggunaan media kartu bergambar
juga mampu meningkatkan jumlah subyek yang melakukan sarapan dari 83,3% menjadi
86,7% (Briawan dkk, 2013). Di sisi lain, masa anak-anak merupakan masa yang penting
untuk mendapatkan edukasi tentang pola makan yang sehat agar dapat menjaga pola
makan yang sehat di kemudian hari (Lee, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian menggunakan media kartu kuartet untuk meningkatkan pengetahuan siswa SD
tentang sayur dan buah.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu atau Quasi Experimental
dengan rancangan One-Group with Pretest-Posttest Design. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Agustus 2019 di SDN 02 Bejen, Karanganyar, Jawa Tengah. Sampel
penelitian ini yaitu semua siswa kelas V di SDN 02 Bejen, Karanganyar, Jawa Tengah
yang berjumlah 55 orang. Kriteria inklusi penelitian adalah siswa yang diizinkan
mengikuti penelitian oleh orang tuanya dan hadir saat penelitian dilakukan.
Intervensi yang diberikan berupa edukasi kesehatan dengan media kartu kuartet.
Kartu kuartet dibuat oleh peneliti dan berisi tentang informasi terkait buah dan sayur. Satu
bendel kartu terdiri dari 24 kartu yang setiap kartunya berukuran panjang 8 cm dan lebar
5,5 cm. Dalam setiap kategori mempunyai 4 objek yang sama, dan pada setiap objek

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


288
Dita Ika Nurfila, Septriana, Endri Yuliati
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 287 – 293

memiliki pasangan serta penjelasannya masing-masing. Jadi dalam 1 paket kartu kuartet
ada 6 kategori. Adapun kategori dalam kartu kuartet adalah 1) buah dan sayur (pengertian
buah, pengertian sayur, porsi buah, porsi sayur), 2) macam-macam buah dan sayur (sayur
daun, sayur batang, buah musiman dan buah sepanjang tahun), 3) kandungan gizi pada
buah dan sayur (serat, vitamin, mineral dan antioksidan), 4) manfaat buah (mencegah
kegemukan, mencegah sariawan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan daya
tahan tubuh), 5) manfaat sayur (menjaga kesehatan mata, menurunkan kolesterol,
meningkatkan daya ingat dan menurunkan resiko penyakit degenerative dan 6) akibat
tidak mengonsumsi buah dan sayur (gangguan saluran cerna, mudah sakit, kemampuan
penglihatan menurun dan kulit kering).
Permainan kartu kuartet dilakukan dalam kelompok kecil dan berlangsung selama
± 1 jam, dengan diawasi oleh peneliti dan enumerator lapangan. Berikut ini cara
memainkan kartu kuartet :
1. Permainan kartu kuartet dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 4
siswa/kelompok. Siswa duduk melingkar.
2. Kartu dibagikan dengan setiap siswa masing-masing mendapat 4 kartu, sedangkan sisa
kartu ditempatkan di tengah.
3. Setelah masing-masing mendapat kartu, pemain melakukan hompimpa untuk
menentukan pemain pertama.
4. Pemain pertama menyebutkan kategori yang diinginkan, apabila semua pemain tidak
memiliki kartu maka pemain pertama harus mengambil 1 kartu yang ada di tengah.
5. Selanjutnya, pemain kedua menyebutkan kategori yang diinginkan. Jika pemain lain
mempunyai kategori kartu yang diinginkan, maka pemain tersebut harus memberikan
kartunya. Jika pemain lain tidak ada yang memiliki kartu yang disebutkan maka
pemain tersebut harus mengambil kartu ditengah.
6. Apabila pemain sudah mengumpulkan semua objek yang ada di kategori, maka pemain
tersebut harus membacakan penjelasan kartu. Apabila belum mengumpulkan semua
objek yang ada dikategori, maka permainan dilanjutkan ke pemain selanjutnya.
7. Langkah di atas dilakukan berulang sampai semua kartu habis dan mendapatkan
kategorinya.

Gambar. Contoh kartu kuartet

Pengukuran pengetahuan pre dan post-test menggunakan kuesioner yang sama,


terdiri dari 30 soal. Kuesioner dan kartu kuartet telah diuji validitas oleh expert yaitu dua

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


289
Dita Ika Nurfila, Septriana, Endri Yuliati
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 287 – 293

dosen di Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penilaian, diperoleh nilai rata-rata 85 sehingga dapat disimpulkan
kuesioner dan kartu kuartet dinyatakan layak untuk digunakan (≥ 75). Skoring pada
kuesioner adalah jawaban benar akan dinilai 1 sedangkan jawaban salah dinilai 0. Nilai
total diperoleh dari (jumlah jawaban benar/30) x 100, kemudian dibulatkan. Berikut ini
kisi-kisi kuesioner:

Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner


No Pernyataan No soal Total
Favorable Unfavorable item
1 Buah dan sayur 1,2,3,4 5 5
2 Macam-macam buah dan sayur 6,9,10 7,8 5
3 Kandungan gizi dalam buah dan sayur 11,12,13,14 15 5
4 Manfaat buah 16,17,20 18,19 5
5 Manfaat sayur 23,24,25 21,22 5
6 Akibat tidak mengonsumsi buah dan sayur 27,28 26,29,30 5
Total 19 11 30

Normalitas data diuji dengan Kolmogorov-Smirnov dan diketahui bahwa distribusi


data untuk nilai pretest tidak normal (p=0,020). Demikian juga untuk nilai posttest
(p=0,29). Oleh sebab itu, perbedaan nilai pengetahuan diuji dengan uji Wilcoxon.
Penelitian ini sudah mendapatkan surat kelaikan etik dari Komite Etik Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta, dengan nomor 217.3/FIKES/PL/VII/2019.

HASIL
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 34 (61,8%)
dan berusia 10 tahun (70,9%). Median skor pengetahuan sebelum pre test adalah 70,
kemudian meningkat 3 poin pada post test menjadi 73. Karena distribusi data tidak
normal, digunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan pre dan post test secara
statistik.

Tabel 2. Karakteristik responden (n=55)


Karakteristik responden n %
Jenis kelamin
Laki-laki 21 38,2
Perempuan 34 61,8
Usia (tahun)
10 39 70,9
11 16 29,1

Dari hasil pre-test pengetahuan diketahui bahwa soal yang paling banyak salah
yaitu soal no. 18 tentang manfaat buah (19 siswa) dan no. 30 tentang akibat tidak
mengonsumsi buah dan sayur (19 siswa). Soal yang paling banyak dijawab benar adalah
soal no. 11 tentang kandungan gizi dalam buah dan sayur (54 siswa), no. 17 tentang
manfaat buah (53 siswa), dan no. 20 tentang manfaat buah (54 siswa).

Tabel 3. Perbedaan skor pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi


Pengetahuan Median Min Maks Δ Median p*

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


290
Dita Ika Nurfila, Septriana, Endri Yuliati
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 287 – 293

Pretest 70 53 86
3 0,006
Posttest 73 46 90
* Signifikan jika (p<0,05)

Dari hasil post-test, soal yang paling banyak dijawab salah adalah soal no. 5 tentang
buah dan sayur (18 siswa) dan no. 30 tentang akibat tidak mengonsumsi buah dan sayur
(16 siswa). Sementara itu, soal yang paling banyak dijawab benar adalah soal no. 9
tentang macam-macam buah dan sayur (54 siswa), no. 17 tentang manfaat buah (53
siswa), dan no. 20 tentang manfaat buah (51 siswa).

PEMBAHASAN
Peningkatan pengetahuan bukan hanya dipengaruhi oleh sumber informasi yang
didapat seperti penyuluhan tetapi juga dipengaruhi oleh umur responden yang menerima
penyuluhan. Menurut Wawan (2010) beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi
pengetahuan, antara lain: faktor ekonomi, informasi, dan kebudayaan/lingkungan. Faktor
internal yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain : pendidikan, umur, minat, dan
perilaku.
Dalam proses belajar terdapat beberapa factor yang mempengaruhi
keberhasilannya. Diantaranya adalah factor psikis seperti perhatian, minat dan kesiapan
(Salsabila & Puspitasari, 2020). Penelitian Mahmudah & Yuliati (2021) menunjukkan
bahwa pemberian edukasi kesehatan dengan media power point dapat meningkatkan skor
pengetahuan dari 56,8 sebelum intervensi menjadi 64,8 setelah intervensi, walaupun tidak
signifikan secara statistik. Penelitian Tuzzahroh (2015) mengungkapkan adanya
peningkatan rata-rata skor pengetahuan gizi setelah diberikan edukasi dengan media
video, poster dan kuartet. Peningkatan pengetahuan berkaitan dengan efektifitas dan daya
terima terhadap intervensi yang dilakukan kepada responden. Selain itu, diduga juga
berkaitan dengan berbagai faktor seperti daya konsentrasi siswa saat mengisi kuesioner,
pengetahuan gizi, waktu, tempat, metode penyampaian, media yang digunakan dan lain-
lain.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kamil dkk (2012) tentang penggunaan
media kartu kuartet dalam upaya peningkatan pemahaman materi pada anak sekolah
dasar. Diketahui bahwa kartu kuartet dapat meningkatkan rata-rata skor pengetahuan.
Hasil penelitian lain oleh Setiyorini & Abdullah (2013) juga menunjukkan bahwa kartu
kuartet dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan mengefektifkan aktivitas guru
dalam pembelajaran IPS dengan materi mengenal perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi. Sejalan dengan peningkatan hasil belajar siswa, terjadi pula
peningkatan pada aspek afektif dan psikomotor siswa.
Pengetahuan yang baik tentang buah dan sayur diharapkan dapat mendukung
perilaku konsumsi buah dan sayur. Menurut Bordheauduij dkk (2008) dan Fibrihirzani
(2012), pengetahuan gizi anak usia sekolah berhubungan signifikan dengan konsumsi
buah dan sayur. Muna & Mardiana (2019) juga mengatakan pengetahuan berhubungan
signifikan dengan konsumsi buah dan sayur karena pengetahuan mengenai buah dan
sayur dapat meningkatkan kesadaran dalam mempersiapkan buah dan sayur untuk
dikonsumsi. Semakin baik pengetahuan gizi maka semakin baik perilaku konsumsi buah
dan sayur subjek (Mohammad & Madanijah, 2015). Selain itu, faktor ketersediaan buah
dan sayur juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur seseorang
(Rachman dkk, 2017; Berhenti dkk, 2021).
Keterbatasan penelitian ini adalah desain yang digunakan tidak memiliki kelompok
kontrol. Keterbatasan yang lainnya adalah saat pengambilan data posttest berdekatan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


291
Dita Ika Nurfila, Septriana, Endri Yuliati
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 287 – 293

dengan jam pulang sekolah sehingga siswa kurang focus saat permainan karena ingin
segera pulang.

KESIMPULAN DAN SARAN


Permainan kartu kuartet merupakan media dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan siswa tentang buah dan sayur. Adanya peningkatan ini diharapkan dapat
diikuti dengan perubahan perilaku konsumsi buah dan sayur yang lebih baik. Kartu
kuartet juga berpotensi untuk digunakan sebagai media pembelajaran di sekolah.
Penelitian lanjutan diperlukan dengan melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan pengetahuan karena pada penelitian ini tidak dibahas secara mendalam
mengenai hal tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada segenap sivitas SDN 02 Bejen,
Karanganyar yang telah mengizinkan penelitian ini berlangsung, juga kepada orang tua
siswa yang teleh mengizinkan putra putrinya terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Berhenti, N.V.D, Rattu, J.A.M, & Korompis, G.E.C. (2021). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Konsumsi Buah Dan Sayur Pada Siswa Smp Kristen Sonder
Kabupaten Minahasa. Jurnal KESMAS, Vol. 10, No. 6
Bourdeaudhuij ID, Velde St, Brug J, Due P, Wind M, Sandvik C, Maes L, Wolf A,
Rodrigo CP, Yngve A, dkk. (2008). Personal, Social, and Environmental Predictors
Of Daily Fruit And Vegetable Intake In 11-Year-Old Children In Nine European
Countries. Eur J Clin Nutr. 62: 834-841.
Briawan, D, Ikeu E, & Ratu D.K. (2013). Pengaruh Media Kampanye Sarapan Sehat
Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Kebiasaan Sarapan Anak Sekolah
Dasar di Kabupaten Bogor. Bogor : Skripsi Institut Pertanian Bogor
Fibrihirzani H. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Orang Tua, dan
Lingkungan dengan Konsumsi Buah dan Sayur pada Siswa. Skripsi FKM UI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2018). Riset Kesehatan Dasar Indonesia
Tahun 2018. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Kamil, R.I, Suharno & Karsono. (2013). Penggunaan Media Permainan Kartu Kuartet
dalam Upaya Peningkatan Pemahaman Materi Wayang Kulit Purwa. Surakarta:
Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Lee, A. (2009). Health-promoting schools: evidence for a holistic approach to promoting
health and improving health literacy. Appl Health Econ Health Policy, 7(1):11-7.
Mahmudah, U. & Yuliati, E. (2021). Edukasi Konsumsi Buah dan Sayur Sebagai Strategi
dalam Pencegahan Penyakit Tidak Menular pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Warta
LPM Vol. 24, No. 1.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


292
Dita Ika Nurfila, Septriana, Endri Yuliati
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 287 – 293

Mohammad, A & Madanijah, S. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Konsumsi Buah Dan Sayur Anak Usia Sekolah Dasar Di Bogor. Jurnal Gizi Pangan
Vol. 10, No. 1
Muna, N.I & Mardiana. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi
Buah dan Sayur Pada Remaja. Sport and Nutrition Journal, Vol. 1, No.1
Notoatmodjo, S. (2015).Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta : Rineka
Cipta.
Nour, M., Lutze, A.A., Grech, A. & Allman-Farinelli, M. (2018). The Relationship
between Vegetable Intake and Weight Outcomes: A Systematic Review of Cohort
Studies. Nutrients, 10(11): 1626.
Rachman, B.N, Mustika, I.G, & Kusumawati, G.A. (2017). Faktor yang berhubungan
dengan perilaku konsumsi buah dan sayur siswaSMP di Denpasar. Jurnal Gizi
Indonesia. Vol. 6 No. 1.
Salsabila, A. & Puspitasari. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Siswa Sekolah Dasar. Pandawa : Jurnal Pendidikan dan Dakwah, Vol. 2, No. 2.
Santoso, B., Sulistiowati, E., Fajarwati, T. & Pambudi, J. (2014). Studi Diet Total: Survei
Konsumsi Makanan Individu Provinsi Jawa Tengah 2014. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kemenkes RI
Sediaoetama, A.D. (2008). Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.
Setiyorini, I &Abdullah M.H. (2013).Penggunaan Media Permainan Kartu Kuartet pada
Mata Pelajaran IPS untuk Peningkatan Hasil Belajar Siswa di Sekolah Dasar.
Surabaya : Skripsi Universitas Negeri Surabaya.
Tuzzahroh, F. (2015). Pengaruh Penyuluhan Gizi Seimbang Dengan Media Video, Poster
Dan Permainan Kwartet Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi Dan Status Gizi Siswa Di
Sekolah Dasar Negeri Karangasem III Kota Surakarta. UMS
Wahyuni, E.S & Hidayah, R. (2016). Pengembangan Permainan Chem Quartet Sebagai
Media Pembelajaran Pada Materi Sistem Periodik Unsur Kelas X SMA.Surabaya:
Unesa Journal of Chemical Education Vol. 5, No. 1. pp 83-91.
Wawan, A. & Dewi, M. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Nuha Medika: Yogyakarta

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


293
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 294-300
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.637
Submitted: 06-07-2022 | Accepted: 15-07-2022 | Published: 29-07-2022

Minat Ibu Hamil Untuk Melakukan Vaksin Covid-19

Lellyawaty1*, Rizky Vaira2, Merlin Karinda3


1*,2,3
Program Studi DIII Kebidanan STIKes Abdi Persada Banjarmasin
Email: 1*lellyawaty30@gmail.com, 2vairarizky@gmail.com,
3
karinda.merlin23@gmail.com

Abstract
The Covid-19 vaccine in pregnant women provides protection to the fetus from serious
diseases during the early period of life. Pregnant women refused the Covid-19
vaccination due to lack of knowledge, negative attitude towards vaccines, inexperience
in vaccination, and worried about the side effects and safety of the vaccine. This study
aims to determine the interest of pregnant women in the Covid-19 vaccine. A cross
sectional study design with a sample of 46 pregnant women was used for this study. The
sampling technique was accidental sampling and the research instrument was a
questionnaire. There is a relationship between vaccine history and interest in Covid-19
vaccines in pregnant women with a p-value of 0.026. There is a relationship between
vaccine information and interest in the Covid-19 vaccine with a p-value of 0.000. The
importance of information on the safety and benefits of the Covid-19 vaccine needs to be
clearly communicated to pregnant women so as to increase the interest of pregnant
women to vaccinate against Covid-19.

Keywords: Covid-19, Pregnant Woman, Vaccine, Vaccine Interests

Abstrak
Vaksin Covid-19 pada ibu hamil memberikan perlindungan pada janin dari penyakit
serius selama periode awal kehidupan. Ibu hamil menolak vaksinasi Covid-19 karena
kurangnya pengetahuan, sikap negatif terhadap vaksin, tidak berpengalaman dalam
vaksinasi, dan khawatir efek samping serta keamanan vaksin tersebut. Penelitian ini
bertujuan mengetahui minat ibu hamil terhadap vaksin Covid-19. Design penelitian cross
sectional dengan jumlah sampel 46 ibu hamil digunakan untuk penelitian ini. Tehnik
pengambilan sampel dengan accidental sampling dan instrumen penelitian menggunakan
kuesioner. Ada hubungan antara riwayat vaksin dengan minat vaksin Covid-19 pada ibu
hamil dengan p-value 0,026. Terdapat hubungan informasi vaksin dengan minat vaksin
Covid-19 dengan p-value 0,000. Pentingnya informasi keamanan dan manfaat vaksin
Covid‑19 perlu dikomunikasikan dengan jelas kepada ibu hamil sehingga meningkatkan
minat ibu hamil untuk melakukan vaksinasi Covid-19.

Kata kunci: Covid-19, Ibu Hamil, Vaksin, Peminatan Vaksin

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


294
Lellyawaty, Rizky Vaira, Merlin Karinda
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 294 – 300

PENDAHULUAN
Penyakit Coronavirus 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular pernapasan akut
baru yang telah menjadi masalah kesehatan global. Laporan global terkini WHO
pertanggal 1 Januari 2022 menyebutkan 20.151.659 kasus terkonfirmasi Covid-19
dengan jumlah 75.640 kematian yang dilaporkan sejak awal pandemi Covid-19 (WHO,
2022). Para ilmuwan melakukan pencegahan yang efektif terhadap COVID-19. Untuk
melindungi orang yang rentan, vaksinasi adalah cara yang paling efektif untuk mencegah
penyakit menular, dan melalui vaksinasi dapat menghasilkan kekebalan kelompok yang
efektif (Anderson et al., 2020).

Lansia, Ibu hamil dan anak-anak merupakan kelompok rentan yang berisiko tinggi
terpapar Covid-19. Ibu hamil tergolong kelompok rentan beresiko terpapar Covid-19
karena terjadinya perubahan fisiologis pada masa kehamilan yang mengakibatkan
kekebalan menurun dan berdampak serius apabila terpapar sehingga memerlukan
perlakuan yang berbeda (Liang & Acharya, 2020). Imunisasi pada ibu hamil memberikan
perlindungan pada janin dari penyakit serius selama periode awal kehidupan. Meskipun
ibu hamil diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi, ibu hamil sering tidak ingin
menerima vaksinasi karena kurangnya pengetahuan, sikap negatif terhadap vaksin, tidak
memiliki pengalaman vaksinasi pada kehamilan sebelumnya, dan khawatir tentang
terjadinya efek samping serta keamanan vaksin yang tidak pasti (Offeddu et al., 2019).

Sejalan dengan hasil penelitian (Tao et al., 2021) menunjukkan ibu hamil yang
memiliki keraguan vaksin beralasan menolak vaksinasi apapun selama kehamilan karena
khawatir tentang efek samping, khawatir tentang keamanan dan khawatir tentang
kemanjuran vaksin Covid-19 pada ibu hamil dan bayi yang belum lahir. Hasil penelitian
lainnya (Levy et al., 2021) menunjukkan di antara ibu hamil yang menolak vaksinasi,
kekhawatiran utama yang paling umum adalah risiko pada janin atau neonatus (45,8%),
diikuti oleh efek samping vaksin itu sendiri (17,7%).

Ketakutan akan keamanan vaksin baik fakta atau dibuat-buat akan mengurangi
kepercayaan dan cakupan vaksinasi yang tujuannya adalah herd immunity. Efek vaksinasi
pada plasenta dan janin serta perubahan fisiologis pada kehamilan membuat ibu hamil
memiliki respon yang berbeda dibandingkan populasi yang lain terhadap vaksin Covid-
19. Pengalaman vaksinasi yang didapat sebelumnya pada masa kehamilan seperti vaksin
TT yang diterima ibu selama kehamilan memiliki suatu kepercayaan bahwa vaksin untuk
ibu hamil aman, pemahaman dan informasi vaksin Covid-19 yang baik dan benar itu serta
berperilaku yang baik untuk pencegahan dan penularan Covid-19. Tentu saja tanggapan
ibu hamil yang melakukan vaksinasi ingin melindungi diri sendiri, melindungi orang lain
dan melindungi bayi sesuai dengan temuan Egloff (2022)(Egloff et al., 2022). Adapun
tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui minat vaksin Covid-19 pada ibu hamil melalui
riwayat vaksin sebelumnya pada kehamilan, perilaku pencegahan dan penularan Covid-
19 yang dilakukan ibu hamil, serta informasi vaksin Covid-19 yang dimiliki ibu hamil.

METODE
Metode penelitian menggunakan pendekatan Cross sectional. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banjarmasin Indah.
Teknik pengambilan sampel menggunakan Accidental sample dimana ibu hamil yang

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


295
Lellyawaty, Rizky Vaira, Merlin Karinda
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 294 – 300

datang berkunjung ke puskesmas sesuai dengan jadwal pemeriksaan kehamilan dengan


memintakan kesediaan untuk mengisi kuesioner sebanyak 46 responden. Penelitian ini
dilaksanakan pada Februari 2022. Variabel bebas penelitian ini riwayat vaksin, perilaku
pencegahan dan penularan Covid dan informasi vaksin Covid-19, sedangkan variabel
terikatnya adalah minat vaksin Covid-19 ibu hamil. Analisis univariat dengan distribusi
frekuensi, selanjutnya dilakukan uji Chi square test dengan tingkat signifikansi ρ < 0,05
yang artinya ada hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat.

HASIL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil


Karakteristik f %
Umur
- Tidak Berisiko (20-35 tahun) 38 82,6
- Berisiko (< 20 tahun, > 35 tahun) 8 17,4
Gravida
- Tidak Berisiko 20 43,5
- Berisiko 26 56,5
Usia Kehamilan
- Trimester 1 2 4,3%
- Trimester 2 19 41,3%
- Trimester 3 25 54,3%
Penyakit Penyerta
- Hamil tanpa penyakit penyerta 39 84,8
- Hamil dengan penyakit penyerta 7 15,2
Tinggal Bersama Lansia dalam Rumah > 65 tahun
- Ada 2 4,3
- Tidak ada 44 95,7
Kehamilan Resiko Tinggi
- Ada 3 6,5
- Tidak ada 43 93,5
Tingkat Pendidikan:
- Pendidikan Dasar 12 26,1
- Pendidikan Menengah 18 39,1
- Pendidikan Tinggi 16 34,8
(Sumber : Data Primer, 2021)

Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden dalam penelitian ini memiliki umur


yang tidak berisiko pada kehamilan sebesar 82,6%, tetapi dengan jumlah kehamilan yang
berisiko yakni merupakan kehamilan pertama dan kehamilan yang lebih dari 4 kali
sebesar 56,5%, dengan usia kehamilan di trimester ketiga sebesar 54,3%. Diantara
responden ini juga hamil dengan penyakit penyerta seperti hipertensi dan TBC aktif
sebesar 15,2%, tidak memiliki orang tua yang lanjut usia yang tinggal serumah sebesar
95,7%, dan kehamilan tidak memiliki resiko tinggi sebesar 93,5%, dengan tingkat
pendidikan tinggi dan menengah masing-masing 34,8% dan 39,1%.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Minat Vaksin Covid-19

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


296
Lellyawaty, Rizky Vaira, Merlin Karinda
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 294 – 300

Variabel f %
Riwayat Vaksin
- Baik 34 73,9
- Cukup 5 10,9
- kurang 7 15,2
Perilaku pencegahan dan penularan Covid-19
- Baik 4 8,7
- Cukup 32 69,6
- Kurang 10 21,7
Informasi vakssin Covid-19
- Baik 11 23,9
- Cukup 35 76,1
Vaksin Covid-19 Ibu Hamil
- Sudah vaksin 32 69,6
- Belum vaksin 14 30,4
(Sumber : Data Primer, 2021)

Tabel 2 menunjukkan memiliki riwayat vaksinasi baik selama kehamilan 73,9%,


memiliki perilaku pencegahan dan penularan Covid-19 yang cukup 69,6% dan memiliki
informasi vaksin Covid-19 yang cukup 76,1% dan jumlah ibu hamil yang sudah vaksinasi
Covid-19 sebanyak 69,6%.

Tabel 3. Hubungan Antar Variabel


Vaksin Covid
Variabel Sudah Tidak P value
Vaksin Vaksin
Riwayat Vaksin
- Baik 27 7
0,026
- Cukup 3 2
- Kurang 2 5
Perilaku pencegahan dan penularan Covid-19
- Baik 3 1
0,249
- Cukup 20 12
- Kurang 9 1
Informasi vaksin Covid-19
- Baik 29 8 0,000
- Cukup 3 6
(Sumber : Data Primer, 2021)

Tabel 3 menunjukkan bahwa ada hubungan antara varibel riwayat vaksin dan
informasi vaksin Covid-19 dengan penerimaan Vaksin Covid-19 saat ini dengan p-value
0,026 dan p-value 0,000.

PEMBAHASAN
Hampir dua pertiga dalam populasi ini sudah melakukan vaksinasi Covid-19.
Informasi yang akurat dari pemerintah dan tenaga kesehatan membantu meningkatkan
untuk menerima vaksin Covid-19 di masyarakat. Cakupan meningkat dari gencarnya
fasilitas kesehatan menyedian layanan vaksinasi Covid-19 gratis diberbagai daerah.
Persyaratan vaksin untuk ibu hamil sesuai Surat Edaran Kemenkes RI

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


297
Lellyawaty, Rizky Vaira, Merlin Karinda
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 294 – 300

HK.02.02/I/2007/2021 bahwa ibu hamil dapat diberikan vaksin Covid-19 melalui


skrining ditambah Surat Edaran No. HK.02.02/11/368/2021 tentang petunjuk teknis
pelaksanaan vaksinasi.
Hasil penelitian menunjukkan umur responden tidak berisiko untuk kehamilan,
kehamilan yang memasuki trimester 3, kehamilan tanpa penyakit penyerta merupakan
kondisi yang aman untuk dilakukan vaksinasi ini sesuai dengan Surat Edaran bahwa ibu
hamil aman untuk mendapatkan vaksinasi pada kondisi tertentu. Berdasarkan hasil
penelitian, ada tiga responden ibu hamil resiko tinggi yang belum mendapatkan vaksin
Covid-19 karena memiliki penyakit penyerta diabetes, hipertensi dan penyakit paru-paru
(TBC). Ibu hamil dengan penyakit penyerta tidak terkontrol dan adanya komplikasi
belum bisa mendapatkan vaksin Covid-19 dikarenakan berdasarkan hasil penelitian
(Docherty et al., 2020) bahwa ibu hamil resiko rendah tidak berisiko tinggi terkena infeksi
virus Covid-19 yang parah. Namun, jika ibu hamil mengalami penurunan kekebalan
karena penyakit penyerta lain seperti diabetes, gangguan jantung dan paru, penyakit
ginjal, maka penyakit penyerta ini dapat meningkatkan morbiditas pada ibu hamil yang
terinfeksi virus Covid-19.
Berdasarkan hasil penelitian responden yang berminat mendapatkan Vaksin
Covid-19 adalah ibu hamil yang pernah mendapatkan vaksinasi sebelumnya dengan p-
value sebesar 0,026. Ibu hamil yang pernah mendapatkan vaksinasi 5 tahun terakhir, ibu
hamil yang pernah mendengar tentang vaksin Covid-19 dan ibu hamil yang beranggapan
vaksin Covid-19 tidak berbahaya bagi bayinya berhubungan dengan kesediaan
mendapatkan vaksin Covid-19. Sejalan dengan hasil penelitian (Kiefer et al., 2022),
responden yang berminat mendapatkan vaksin Covid-19 pernah atau berencana
menerima vaksin dalam kehamilan, telah menerima vaksin influenza musiman pada tahun
berjalan atau dalam satu tahun terakhir dan memahami manfaat vaksinasi Covid-19 untuk
kehamilan dan bayi.
Berdasarkan hasil penelitian informasi vaksin Covid-19 yang cukup berhubungan
dengan minat vaksin Covid-19 pada ibu hamil dengan p-value sebesar 0,000. Alasan
responden tidak luput dari peran media sosial dalam memberikan informasi yang jelas
tentang dampak positif vaksin Covid bagi ibu hamil. Hasil penelitian (Citu et al., 2022),
serupa yang dilakukan pada kelompok ibu hamil di negara Rumania alasan menolak
vaksinasi Covid-19 adalah mempercayai rumor di media sosial, tidak takut pada Covid-
19, tidak percaya pada keberadaan SARS-CoV-2 dan tidak percaya bahwa vaksin Covid-
19 dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas bagi ibu hamil. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa media sosial perlu memberikan informasi yang
tepat dari sumber yang terpercaya agar ibu hamil tidak perlu khawatir terhadap keamanan
vaksin Covid-19.
Hasil penelitian (Blakeway et al., 2022) menunjukkan perlunya informasi yang
jelas untuk meningkatkan kesadaran ibu hamil dan tenaga kesehatan tentang keamanan
vaksin Covid-19. Hasil penelitian lainnya (Karafillakis et al., 2021) menunjukkan
hubungan saling percaya dengan tenaga kesehatan merupakan yang penting bagi ibu
hamil. Sejalan dengan langkah yang diambil oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yang telah mengeluarkan Surat Edaran untuk meningkatkan dukungan dan
kerja sama pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat, dan para
pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 termasuk
pelaksanaan skrining/penapisan, baik bagi sasaran ibu hamil.
Perilaku pencegahan dan penularan virus Covid-19 bagi ibu hamil tidak
berhubungan dengan minat vaksin dengan p-value 0,249. Walaupun tidak berhubungan,
tetapi ibu hamil yang berperilaku cukup baik juga memiliki jumlah responden yang

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


298
Lellyawaty, Rizky Vaira, Merlin Karinda
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 294 – 300

banyak belum atau tidak mau vaksin. Selain mematuhi protokol kesehatan juga dengan
melakukan vaksinasi, diharapkan ibu hamil memiliki kekebalan tubuh terhadap virus
Covid-19 dan sebagai pencegahan memburuknya kondisi ibu hamil jika terinfeksi virus
Covid-19. Hasil penelitian (Goyal et al., 2020), dari UK Obstetric Surveillance System
(UKOSS) menunjukkan bahwa ibu hamil memerlukan rawat inap di rumah sakit karena
gejala Covid-19 yang parah atau karena alasan lain (persalinan atau kelahiran) tetapi
gejalanya lebih sedikit. Sehingga melalui vaksinasi Covid-19 bagi ibu hamil dapat
mengurangi resiko terjadinya mortalitas dan morbiditas.

KESIMPULAN DAN SARAN


Riwayat vaksinansi yang baik terutama pada kehamilan dan informasi vaksin
Covid-19 yang benar sesuai bukti ilmiah menentukan seseorang berminat untuk
melakukan vaksin Covid-19. Tenaga kesehatan dapat memberikan informasi yang akurat
tentang keamanan vaksin Covid-19 bagi ibu dan bayi. Melalui penelitian ini, diharapkan
dapat menambah wawasan ibu hamil tentang manfaat mendapatkan vaksin Covid-19
sehingga adanya peningkatan jumlah ibu hamil yang berminat melakukan vaksinasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, R. M., Vegvari, C., Truscott, J., & Collyer, B. S. (2020). Challenges in creating
herd immunity to SARS-CoV-2 infection by mass vaccination. The Lancet,
396(10263), 1614–1616. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)32318-7

Blakeway, H., Prasad, S., Kalafat, E., Heath, P. T., Ladhani, S. N., Le Doare, K., Magee,
L. A., O’Brien, P., Rezvani, A., von Dadelszen, P., & Khalil, A. (2022). COVID-19
vaccination during pregnancy: coverage and safety. American Journal of Obstetrics
& Gynecology, 226(2), 236.e1-236.e14.
https://doi.org/10.1016/J.AJOG.2021.08.007

Citu, I. M., Citu, C., Gorun, F., Motoc, A., Gorun, O. M., Burlea, B., Bratosin, F.,
Tudorache, E., Margan, M. M., Hosin, S., & Malita, D. (2022). Determinants of
COVID-19 Vaccination Hesitancy among Romanian Pregnant Women. Vaccines,
10(2). https://doi.org/10.3390/VACCINES10020275

Docherty, A. B., Harrison, E. M., Green, C. A., Hardwick, H. E., Pius, R., Norman, L.,
Holden, K. A., Read, J. M., Dondelinger, F., Carson, G., Merson, L., Lee, J., Plotkin,
D., Sigfrid, L., Halpin, S., Jackson, C., Gamble, C., Horby, P. W., Nguyen-Van-
Tam, J. S., … Semple, M. G. (2020). Features of 20 133 UK patients in hospital with
covid-19 using the ISARIC WHO Clinical Characterisation Protocol: prospective
observational cohort study. The BMJ, 369. https://doi.org/10.1136/BMJ.M1985

Egloff, C., Couffignal, C., Cordier, A. G., Deruelle, P., Sibiude, J., Anselem, O., Benachi,
A., Luton, D., Mandelbro (Goyal, 2020)tid, L., Vauloup-Fellous, C., Vivantiid, A.
J., & Piconeid, O. (2022). Pregnant women’s perceptions of the COVID-19 vaccine:
A French survey. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0263512

Goyal, M., Singh, P., & Melana, N. (2020). Review of care and management of pregnant
women during COVID-19 pandemic. Taiwanese Journal of Obstetrics &
Gynecology, 59(6), 791–794. https://doi.org/10.1016/J.TJOG.2020.09.001

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


299
Lellyawaty, Rizky Vaira, Merlin Karinda
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 294 – 300

Karafillakis, E., Francis, M. R., Paterson, P., & Larson, H. J. (2021). Trust, emotions and
risks: Pregnant women’s perceptions, confidence and decision-making practices
around maternal vaccination in France. Vaccine, 39(30), 4117–4125.
https://doi.org/10.1016/J.VACCINE.2021.05.096

Kiefer, M. K., Cohen, J., Summerfield, T. L., Landon, M. B., Rood, K. M., Venkatesh,
K. K., & Kartik Venkatesh, C. K. (2022). Characteristics and perceptions associated
with COVID-19 vaccination hesitancy among pregnant and postpartum individuals:
A cross-sectional study. https://doi.org/10.1111/1471-0528.17110

Levy, A. T., Singh, S., Riley, L. E., & Prabhu, M. (2021). Acceptance of COVID-19
vaccination in pregnancy: a survey study. American Journal of Obstetrics &
Gynecology Mfm, 3(5), 100399. https://doi.org/10.1016/J.AJOGMF.2021.100399

Liang, H., & Acharya, G. (2020). Novel corona virus disease (COVID-19) in pregnancy:
What clinical recommendations to follow? Acta Obstetricia et Gynecologica
Scandinavica, 99(4), 439–442. https://doi.org/10.1111/AOGS.13836

Offeddu, V., Tam, C. C., Yong, T. T., Tan, L. K., Thoon, K. C., Lee, N., Tan, T. C., Yeo,
G. S. H., & Yung, C. F. (2019). Coverage and determinants of influenza vaccine
among pregnant women: a cross-sectional study. BMC Public Health, 19(1).
https://doi.org/10.1186/S12889-019-7172-8

Tao, L., Wang, R., Han, N., Liu, J., Yuan, C., Deng, L., Han, C., Sun, F., Liu, M., & Liu,
J. (2021). Acceptance of a COVID-19 vaccine and associated factors among
pregnant women in China: a multi-center cross-sectional study based on health belief
model. Human Vaccines & Immunotherapeutics, 17(8), 2378–2388.
https://doi.org/10.1080/21645515.2021.1892432

WHO. (2022). WHO Coronavirus (COVID-19) Dashboard | WHO Coronavirus


(COVID-19) Dashboard With Vaccination Data. https://covid19.who.int/

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


300
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 279-286
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.591
Submitted: 21-06-2022 | Accepted: 12-07-2022 | Published: 29-07-2022

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda Kegawatdaruratan


Kehamilan Dengan Kepatuhan Dalam Pemeriksaan
Antenatal Care di Wilayah Kerja
Puskesmas Glagah
Yusri Dwi Lestari1*, Sulis Winarsih2
1*
Fakultas Kesehatan, Universitas Nurul Jadid, Paiton, Indonesia
2
Puskesmas Glagah, Pakuniran, Indonesia
Email: 1*yusrifkes@gmail.com

Abstract

Emergencies in pregnancy need to be detected early to find out pregnant women


who may experience complications in their pregnancy so that treatment can be done
immediately. Knowledge of pregnant women about emergency signs of pregnancy
can affect the attitudes and behavior of pregnant women about their pregnancy care.
The purpose of the study was to determine the relationship between knowledge of
pregnant women about emergency signs of pregnancy and compliance in antenatal
care examinations. In this study using a correlational design with a cross sectional
approach. With a sample of 30 respondents with accidental sampling technique.
Data was collected by filling out a closed questionnaire, the results of the
questionnaire were tabulated and data analysis was carried out. The results of the
Chi Square test of the relationship between knowledge of pregnant women about
emergency signs of pregnancy and compliance with antenatal care examinations
obtained p-value = 0.002 and p-value is less than 0.05 or 0.002 <0.05, it is
concluded that there is a relationship between knowledge of pregnant women about
signs signs of emergency pregnancy with antenatal care examination compliance.
Thus, pregnant women who obediently perform antenatal care have good knowledge
about emergency signs of pregnancy.

Keywords: Knowledge, Compliance, Antenatal Care

Abstrak

Kegawatdaruratan dalam kehamilan perlu dilakukan deteksi dini untuk menemukan


bahwa wanita hamil yang mungkin mengalami komplikasi dalam kehamilannya
sehingga dapat dilakukan penanganan segera. Pengetahuan ibu hamil tentang tanda
kegawatdaruratan kehamilan dapat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku ibu hamil
tentang perawatan kehamilannya. Tujuan penelitian mengetahui hubungan pengetahuan
ibu hamil tentang tanda kegawatdaruratan kehamilan dengan kepatuhan dalam
pemeriksaan antenatal care. Dalam Penelitian menggunakan rancangan correlasi
dengan pendekatan cross – sectional. Dengan sampel 30 responden dengan teknik
accidental sampling. Data dikumpulkan dengan pengisian kuisioner tertutup, hasil dari
kuisioner ditabulasikan dan dilakukan analisa data. Hasil pengujian Chi Square
hubungan pengetahuan ibu hamil tentang tanda kegawatdaruratan kehamilan dengan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


279
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

kepatuhan dalam pemeriksaan antenatal care didapatkan nilai p-value = 0,002 dan nilai
p-value kurang dari 0,05 atau 0,002 < 0,05, maka disimpulkan terdapat hubungan
pengetahuan ibu hamil tentang tanda kegawatdaruratan kehamilan dengan kepatuhan
dalam pemeriksaan antenatal care. Dengan demikian ibu hamil yang patuh melakukan
pemeriksaan kehamilan memiliki pengetahuan yang baik tentang tanda
kegawatdaruratan kehamilan.

Kata kunci : Pengetahuan, Kepatuhan, Antenatal Care.

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang dapat diukur
untuk mengetahui keberhasilan pembangunan kesehatan ibu. Angka Kematian Ibu
(AKI) merupakan jumlah kematian ibu yang terjadi pada masa kehamilan, persalinan,
nifas yang disebabkan oleh komplikasi kegawatdaruratan baik yang terjadi secara
langsung maupun yang tidak langsung. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2017 jumlah angka kematian ibu (AKI) sebesar 305 per 100.000
kelahiran hidup dengan kasus sebesar 14.623 kasus. Penyebab langsung kematian ibu
(AKI) yaitu disebabkan preeklamsia dan perdarahan. Faktor utama penyebab kematian ibu
yaitu perdarahan 30,13%,hipertensi saat hamil, atau pre eklampsia 27,1% dan infeksi 7,3%.
Anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibuhamil menjadi penyebab utama
terjadiny aperdarahan dan infeksi yang merupakan factor kematian utama ibu (Kemenkes RI,
2016). Angka Kematian Ibu ini dapat menjadi indikator penilaian program kesehatan
ibu, dan mengukur kualitas kesehatan Masyarakat. Angka Kematian Ibu ditargetkan
turun Ibu menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup (RPJMN 2020 –2024)(Budijanto
2020).
Kegawatdaruratan dalam kehamilan perlu dilakukan deteksi dini untuk
menemukan bahwa wanita hamil yang mungkin mengalami komplikasi dalam
kehamilannya sehingga dapat dilakukan penanganan segera. Deteksi dini
kegawatdaruratan dan pemberian penanganan yang sesuai dapat mencegah komplikasi
dan dapat mengakibatkan kematian ibu. Penatalaksanaan deteksi dini dapat
dilaksanakan pemeriksaan kehamilan Antenatal Care (anc) secara rutin pada tenaga
kesehatan. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) bertujuan untuk memantau dan
menjaga kesehatan dan keselamatan ibu dan janin,
mendeteksi semua komplikasi kehamilan dan mengambil tindakan yang
diperlukan, menanggapi keluhan, mempersiapkan kelahiran, dan mempromosikan gaya
hidup sehat. Kunjungan ANC sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah kejadian
yang tidak diinginkan yang muncul selama kehamilan (Hijazi, et al., 2018). Ketidak
teraturan dalam pemeriksaan kehamilan dapat menyebabkan tidak diketahuinya
berbagai komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan sehingga tidak segera
dapat diatasi. Dan kemungkinan faktor yang mempengaruhi dari ketidak teraturan
dalam pemeriksaan kehamilan tersebut salah satunya adalah kurangnya pengetahuan ibu
terhadap kehamilanya. Pemeriksaan ANC terbaru sesuai dengan strandart pelayanan
yaitu minimal 6 kali pemeriksaan selama kehamilan dan minimal 2 kali pemeriksaan
oleh dokter pada trimester I dan III. Pemeriksaan dilakukan 2 kali pada trimester
pertama, 1 kali pada trimester kedua, dan 3 kali pada trimester ketiga dengan standar
asuhan yang memenuhi kriteria 10T (Buku KIA Revisi tahun 2020).
Tingkat pengetahuan ibu hamil yang baik tentang kehamilan, persalinan, dan
nifas memberikan pengaruh terhadap keberhasilan dalam pencegahan dan penurunan
Angka Kematian Ibu. Apabila seorang ibu hamil memiliki pengetahuan yang baik

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


280
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

tentang tanda kegawatdaruratan maka memungkinkan ibu hamil berpikir, bersikap, dan
berperilaku mencegah, munculnya kegawatdaruratan, atau jika muncul tanda
kegawatdaruratan dapat segera mengetahui dan melakukan pemeriksaan.
Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan nifas didapat oleh ibu hamil dari
berbagai sumber terutama ketika melakukan kunjungan pemeriksaan Antenatal Care
(ANC). Secara nasional angka cakupan pelayanan antenatal care saat ini sudah tinggi
yaitu K1 mencapai 95,71% dan K4 86,77% (Depkes R1, 2019).
Kegawatdaruratan kehamilan seperti perdarahan pervaginam, ketuban pecah
dini (KPD), hiperemesis, tanda preeklampsi, eklampsi, nyeri abdomen
Gerakan janin berkurang atau janin tidak bergerak seperti biasanya, nyeri abdomen
penting untuk dlakukan deteksi dini. Pengetahuan tentang tanda kegawatan dalam
kehamilan merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh ibu hamil khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Jika diketahui sejak dini maka akan dapat dilakukan
penanganan yang cepat, tepat dan lebih baik (Napitupulu, dkk., 2018).
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik mengajukan judul penelitian
“Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda Kegawatdaruratan Kehamilan Dengan
Kepatuhan Dalam Pemeriksaan Antenatal Care Di Wilayah Kerja Puskesmas Glagah”

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian correlasi dengan


menggunakan pendekatan cross – sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu
hamil yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Glagah. Sampel pada penelitian ini adalah
30 ibu hamil yang menghadiri penyuluhan di Kelas Ibu Hamil pada tanggal 18 Februari
2021. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Dalam penelitian
ini variabel independennya adalah pengetahuan ibu hamil tentang tanda
kegawatdaruratan kehamilan dan variabel dependennya adalah kepatuhan ibu hamil
dalam pemeriksaan ANC. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan
ibu tentang tanda kegawatdaruratan kehamilan adalah kuesioner dan untuk mengetahui
kepatuhan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) didapat dari data sekunder yang diambil
dari buku KIA yang dimiliki oleh ibu hamil. Analisa data menggunakan uji statistik chi
square dengan SPSS. dengan tingkat signifikansi < 0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia.


No Umur Jumlah %
1 < 20 th 5 16,7 %
2 20-35 th 21 70 %
3 > 35 th 4 13,3 %
Total 30 100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ibu hamil yang menjadi responden
paling banyak berusia 20-35 tahun sebanyak 21 orang (70 %), dan paling sedikit berusia
> 35 tahun sebanyak 4 orang (13,3 %). Distribusi responden menurut umur
menunjukkan sebagian besar responden berusia di atas 20 tahun.
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam menangkap informasi
dan pola berpikir. Kemunduran fisik dan mental pada orang yang sudah tua
menyebabkan lebih sulit menangkap informasi baru, daya tangkap terhadap informasi
sudah mulai berkurang sehingga informasi yang didapat pun juga tidak akan
optimal.Bertambahnya umur seseorang akan diikuti dengan bertambahnya kematangan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


281
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

mental dan berpikir. Berdasarkan distribusi umur ibu hamil yang menjadi responden,
sebagian besar responden berada pada umur produktif, sehingga kemampuan responden
dalam memahami adanya kegawatdaruratan kehamilan yang mungkin terjadi pada
dirinya lebih baik. Hal ini menjadikan ibu hamil untuk memahami dan memiliki
kesadaran akan pentingnya fungsi antenatal care untuk perawatan kehamilannya yang
diwujudkan dalam bentuk kepatuhan dalam kunjungan antenatal care.

Tabel 2. Distribusi karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


No Pendidikan Jumlah %
1 Lulus SD 3 10 %
2 SMP 7 23,3 %
3 SMA 14 46,7 %
4 Perguruan Tinggi 6 20 %
Total 30 100 %
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa ibu hamil yang menjadi
responden paling banyak memiliki pendidikan terakhir SMA sebanyak 14 orang
(46,7%), dan paling sedikit memiliki pendidikan terakhir SD sebanyak 3 orang (10%).
Kemampuan seseorang menerima informasi juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikannya. Hal itu menjadi salah satu penyebab ketidaktahuan ibu hamil terhadap
pentingnya melakukan kunjungan pemeriksaan antenatal care yang berakibat pada
sikap dan perilaku terhadap kepatuhan melakukan pemeriksaan antenatal care sehingga
tingkat kepatuhannya menjadi rendah.

Tabel 3. Distribusi karakteristik responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang


Tanda kegawatdaruratan
No Pengetahuan f %
1 Baik 14 46,7 %
2 Cukup 10 33,3 %
3 Kurang 6 20 %
Total 30 100 %
Dari tabel diatas dapat menunjukkan bahwa ibu hamil yang menjadi responden
paling banyak memiliki pengetahuan baik tentang kegawatdaruratan kehamilan
sebanyak 14 orang (46,7%), dan paling sedikit ibu hamil yang memiliki pengetahuan
kurang tentang kegawatdaruratan kehamilan sebanyak 6 orang (20%).
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang didapat dari pengalaman yang
berasal dari banyak sumber seperti buku, media, orang, dan lainnya. pengetahuan dapat
mempengaruhi keyakinan dan sikap seseorang sehingga dapat merubah atau membuat
orang tersebut berperilaku sesuai keyakinannya (Istiari, 2012). Pengetahuan diperoleh
dengan berbagai cara yaitu coba-coba dan salah (trial and error), pengalaman pribadi,
melalui pemikiran akal sehat (common sense), secara intuitif, melalui penelitian, dan
sebagainya. Pendidikan, pekerjaan, pengalaman, keyakinan, dan sosial budaya di
lingkungan sekitar memberikan pengaruh terhadap pengetahuan seseorang.
Jika pengetahuan ibu hamil tentang tanda kegawatdaruratan itu baik, maka
kemungkinan besar ibu akan bersikap dan berperilaku yang positif terhadap
kehamilannya dan memiliki kesadaran untuk rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
yang merupakan upaya untuk memantau kesejahteraan ibu dan janin, deteksi dini tanda
sebagai upaya pencegahan atau mengatasi masalah resiko kehamilan tersebut, sehingga
apabila terjadi kegawatdaruratan dapat ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga
kesehatan (Retnaningtyas, dkk., 2022). Dalam penelitian ini sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang baik terdadap tanda kegawatdaruratan kehamilan.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


282
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

Tabel 4. Distribusi karakteristik responden Berdasarkan Kepatuhan melakukan


pemeriksaan antenatal care
No Kategori f %
1 Patuh 20 66,7 %
2 Tidak patuh 10 33,3 %
Total 30 100 %
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu hamil yang patuh melakukan
kunjungan pemeriksaan anternatal care sebanyak 20 orang (66,7%), dan ibu hamil yang
tidak patuh melakukan kunjungan pemeriksaan anternatal care sebanyak 10 orang
(33,3%).
Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk pada ajaran dan aturan.
Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang taat pada aturan, perintah
yang telah ditetapkan, prosedur dan disiplin yang harus dijalankan (Pakpahan, dkk.,
2021). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perilaku terdiri dari :
1. Fakto predisposisi seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, tingkat pendidikan, jenis
kelamin dan lain-lain.
2. Faktor pemungkin seperti ketersediaan sarana dan prasarana
3. Faktor penguat dalam hal ini adanya anjuran dan aturan yang telah dibuat.
Pemeriksaan kehamilan atau Antenatal care atau sering disingkat sebagai ANC
adalah adalah pelayanan yang diberikan kepada wanita hamil dengan melakukan
pemeriksaan dan pengawasan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental dan
fisik ibu hamil sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan menyusui dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. ANC merupakan salah satu komponen
wajib selama masa kehamilan, yang fokus pada pemeriksaan dan edukasi, yang di
lakukan oleh petugas kesehatan (Ekasari, 2019). Pelayanan antenatal care dilakukannya
di fasilitas kesehatan yang terdiri dari standar pemeriksaan 10T yaitu ukur tinggi badan
dan berat badan, pemeriksaan tekanan darah, pengukuran lingkar lengan atas,
pemeriksaan tinggi fundus, pemeriksaan presentasi dan detak jantung janin, imunisasi
TT, pemberian tablet fe, pemeriksaan laboratorium, tata laksana kasus, dan temu wicara,
dalam pemeriksaan antenatal care di fokuskan pada pengawasan kesehatan dan
kesejahteraan ibu dan janin serta deteksi dini pada kasus kegawatdaruratan, pendidikan
kesehatan kepada ibu hamil seputar kehamilan, dan mempersiapkan persalinan dan
kelahiran bayi (Direktorat Kesehatan Keluarga, 2020).
Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan antenatal care secara rutin dapat
mengakibatkan keterlambatan deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi selama
kehamilan, dan jika tidak segera ditangangi dapat menyebabkan komplikasi dan
kegawatdaruratan. Dalam penelitian ini sebagian besar responden patuh melakukan
pemeriksaan antenatal care.

Tabel 5. Distribusi karakteristik responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang


Tanda kegawatdaruratan dengan Kepatuhan ibu hamil melakukan pemeriksaan
antenatal care.
Pengetahuan
total
B C K
Kepatuhan
f % f % f % f %
Patuh 11 36,7 7 23,3 2 6,7 20 66,7
Tidak Patuh 3 10 3 10 4 13,3 10 33,3

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


283
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

total 14 46,7 10 33,3 6 20 30 100


Keterangan : B : pengetahuan baik, C : pengetahuan cukup, K : pengetahuan kurang
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu
hamil tentang tanda kegawatdaruratan maka semakin tinggi kepatuhan dalam
melakukan pemeriksaan antenatal care. Hal tersebut terlihat dari tabulasi silang
kepatuhan melakukan pemeriksaan antenatal care dengan pengetahuan ibu hamil
tentang tanda kegawatdaruratan dimana dari 20 orang responden yang patuh melakukan
pemeriksaan antenatal care, terdapat 11 orang (36,7%) memiliki pengetahuan yang
baik, 7 orang (23,3%) memiliki pengetahuan cukup, dan 2 orang (6,7%) memiliki
pengetahuan kurang. Dari 10 orang responden yang tidak patuh melakukan pemeriksaan
antenatal care, terdapat 3 orang (10%) memiliki pengetahuan yang baik, 3 orang
(23,3%) memiliki pengetahuan cukup, dan 4 orang (6,7%) memiliki pengetahuan
kurang.
Hasil pengujian Chi Square hubungan pengetahuan ibu hamil tentang tanda
kegawatdaruratan kehamilan dengan kepatuhan dalam pemeriksaan antenatal care
didapatkan nilai p-value = 0,002 dan nilai p-value kurang dari 0,05 atau 0,002 < 0,05,
maka disimpulkan terdapat hubungan pengetahuan ibu hamil tentang tanda
kegawatdaruratan kehamilan dengan kepatuhan dalam pemeriksaan antenatal care pada
ibu hamil trimester II dan III dengan usia kehamilan 14-40 minggu di wilayah kerja
puskesmas glagah.
Tabel tabulasi silang antara pengetahuan ibu hamil tentang kegawatdaruratan
kehamilan dengan kepatuhan ibu hamil melakukan pemeriksaan antenatal care
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa ibu hamil yang patuh melakukan
pemeriksaan antenatal care sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik tentang
tanda kegawatdaruratan kehamilan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
Pengetahuan ibu hamil yang baik tentang kegawatdaruratan kehamilan
memberikan pemahaman dan meningkatkan kesadaran dan menggerakkan ibu hamil
untuk rutin melakukan pemeriksaan antenatal care sebagai upaya untuk mengetahui
kondisi kesehatan ibu dan janin, pencegahan awal dari masalah kesehatan yang
mungkin muncul selama kehamilan. Deteksi dini dalam asuhan antenatal adalah
melakukan screening untuk memprediksi adanya faktor risiko terjadinya
kegawatdaruratan. Bila ibu hamil patuh secara rutin memeriksakan kehamilannya, maka
dapat mendeteksi secara dini masalah yang mungkin terjadi terjadi atau akan terjadi
selama masa kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga dapat segera diatasi dan
mendapat penanganan yang sesuai. Dengan melakukan pemeriksaan antenatal care
yang teratur dan pengawasan yang rutin dari bidan atau dokter selama masa kehamilan,
maka diharapkan komplikasi dan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi selama hamil,
termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan dapat dikenali
secara lebih dini (Elfiyunai, dkk., 2020).
Pengetahuan didapatkan dari penginderaan yang diolah oleh akal dan persepsi
manusia hasilnya berupa informasi yang disimpan dalam ingatan yang kemudian diolah
dan diartikan. Informasi tersebut kemudian digunakan pada saat diperlukan.
Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi pemahaman, sikap dan perilaku yang
positif sehingga semakin baik pengetahuan ibu hamil tentang tanda kegawatdaruratan
kehamilan akan akan meningkatkan kesadaran dan kemauan responden untuk
melakukan pemeriksaan antenatal care.
Antenatal care bertujuan untuk untuk menjaga kesehatan hamil sehingga dapat
melewati masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan tanpa masalah dan menjaga
kesehatan dan kesejahteraan janin dalam kandungan ibu agar dapat lahir sehat dan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


284
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

selamat. Pemeriksaan Antenatal care juga memberi akses pada ibu untuk melakukan
skrining dan deteksi awal adanya tanda kegawatdaruratan pada kehamilan dapat
mengancam jiwa ibu dan juga bayi, persiapan persalinan dan memberikan pendidikan
kesehatan untuk perawatan mandiri dirumah. Ibu hamil yang tidak patuh melakukan
pemeriksaan antenatal care secara rutin akan memberikan dampak negatif seperti
kurangnya informasi kesehatan dan seputar kehamilan, cara perawatan kehamilan, cara
mengatasi ketidaknyamanan selama kehamilan, info seputar persalinan dan
persiapannya, tidak terdeteksinya masalah dan tanda kegawatdaruratan kehamilan
secara dini, tidak terdeteksinya tanda penyulit persalinan secara dini seperti kelainan
bentuk dan ukuran panggul, tidak terdeteksinya penyakit penyerta yang dapat
membahayakan ibu dan janin (Depkes RI, 2019). Setiap ibu hamil beresiko mengalami
komplikasi dan kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa ibu dan janin, sehingga
diharapkan setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal care sekurang-
kurangnya enam kali selama masa kehamilan (Buku KIA Revisi 2020).
Kepatuhan Antenatal Care bertujuan untuk mengetahui data kesehatan ibu hami
dan perkembangan bayi serta dapat mengetahui berbagai penyakit, risiko dan
komplikasi kehamilan sehingga kesehatan yang optimal dapat tercapai. Dalam
pemeliharaan kesehatan selama kehamilan, peran ibu hamil tentang pemahaman atau
pengetahuan terhadap ANC sangat penting karena akan memengaruhi sikap serta
kepatuhan dalam melakukan kunjungan ANC (Mamuroh, dkk., 2020).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pengetahuan ibu hamil tentang kegawatdaruratan kehamilan adalah sesuatu yang
penting, dengan ibu hamil mengetahui tanda kegawatdaruratan kehamilan dapat
merubah perilaku ibu hamil untuk patuh melakukan pemeriksaan antenatal care sebagai
upaya untuk deteksi dini, pencegahan dan penanganan cepat jika muntul
kegawatdaruratan. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa pengetahuan ibu
hamil di eilayah kerja Puskkesmas Glagah yang menjadi responden didapatkan hasil
bahwa pengetahuan ibu hamil tentang kegawatdaruratan kehamilan rata-rata baik.
Kepatuhan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan antenatal care sebagian besar
adalah patuh. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang tanfa
kegawatdaruratan kehamilan dengan kepatuhan ibu hamil untuk melakukan
pemeriksaan antenatal care.

Saran
Ibu hamil hendaknya selalu berupaya meningkatkan pengetahuannya tentang
kesehatan ibu hamil, tentang tanda-tanda jika terjadi masalah pada kehamilannya, rutin
melakukan pemeriksaan dan tatap muka temu wicara dengan petugas kesehatan sebagai
salah satu upaya untuk mendapatkan informasi seputar kehamilan sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan ibu hamil.

DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, Didik. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019. Depkes RI: Jakarta.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


285
Yusri Dwi Lestari, Sulis Winarsih
SEHATMAS (JurnalIlmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 279 – 286

Ekasari, T., & Natalia, M. S. (2019). Deteksi dini preeklamsi dengan antenatal
care. Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.
Elfiyunai, N. N., Tahir, M. M., & Farlina, F. (2020). Factors Associated with the
Occurrence of Anemia in Pregnant Women at the Anutapura Hospital in
Palu. JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia)(Indonesian Journal of
Nursing and Midwifery), 7(3), 146-152.
Hijazi, H. H., Alyahya, M. S., Sindiani, A. M., Saqan, R. S., & Okour, A. M. (2018).
Determinants of antenatal care attendance among women residing in highly
disadvantaged communities in northern Jordan: a cross-sectional
study. Reproductive health, 15(1), 1-18.
Mamuroh, L., Sukmawati, S., & Nurhakim, F. (2020). The Relationship Between
Knowledge, Attitude, And Prenatal Visits In Pregnant Women. Journal of
Maternity Care and Reproductive Healtsh, 3(2).
Napitupulu, T. F., Rahmiati, L., Handayani, D. S., Setiawati, E. P., & Susanti, A. I.
(2018). Gambaran pemanfaatan buku KIA dan pengetahuan ibu hamil mengenai
tanda bahaya kehamilan. Jurnal Kesehatan Vokasional, 3(1), 17-22.
Pakpahan, M., Siregar, D., Susilawaty, A., Tasnim, T., Ramdany, R., Manurung, E. I.,&
Maisyarah, M. (2021). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Yayasan
Kita Menulis.
Retnaningtyas, E., Siwi, R. P. Y., Wulandari, A., Qoriah, H., Rizka, D., Qori, R., ... &
Malo, S. (2022). Upaya Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil Melalui Edukasi
Mengenai Tanda Bahaya Kehamilan Lanjut di Posyandu Sampar. ADI
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 25-30.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


286
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan M asyarakat )
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 301-308
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.638
Submitted: 06-07-2022 | Accepted: 14-07-2022 | Published: 29-07-2022

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru


Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamenang
Tahun 2021

Isra Miharti
Farmasi, STIKes Merangin, Bangko, Indonesia
Email: izramiharti@gmail.com

Abstract
Tuberculosis is still a public health problem that is a challenge global. Tuberculosis
remains the top 10 cause of death in the world and Tuberculosis deaths globally are
estimated at 1.3 million patients. Tuberculosis (TB) is still a health problem in the
world, although control efforts with the Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) strategy have been implemented in many countries since 1995. Tuberculosis is
an infectious disease caused by Mycobacterium Tuberculosis, Tuberculosis is a chronic
infectious disease with a long treatment time and more than one type of drug causing
patients not to seek treatment regularly so they are often threatened with dropping out
of treatment during the treatment period for various reasons. Based on the description
above, the researchers are interested in conducting research on the factors associated
with the incidence of pulmonary TB. This type of research is a quantitative study with a
cross sectional approach, this research was conducted in the work area of the
Pamenang Health Center in 2021. The population in this study was 35 people who were
registered in the pulmonary TB registration book, and as a control of all neighbors with
pulmonary TB as many as 35 people. The sample was set between cases and controls,
namely 1: 1 with a sample size of 70 people consisting of 35 case samples and 35
control samples. The results of this study indicate that it is known from 70 houses that
were observed to have good knowledge 47 (67.2%) sufficient knowledge 15 (21.4%) less
8 (11.4%), which have low economic status 64 (91.4%), high economic status 6 (8.6%)
of the 70 houses were observed, 26 (37.1%) houses had inappropriate humidity and 44
(62.9%) houses had suitable humidity. There is no relationship between knowledge,
economic status with the incidence of pulmonary TB and there is a relationship between
humidity and the incidence of pulmonary TB in the work area of the Pamenang Health
Center in 2021. It is recommended that the Pamenang Health Center provide
counseling to the community regarding the relationship between humidity and the
incidence of pulmonary TB.

Keywords: Pulmonary TB, Knowledge, Economic Status and Humidity.

Abstrak
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan
global. Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dan
kematian Tuberkulosis secara global di perkirakan 1,3 juta pasien. Tuberkulosis (TB)
sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia walaupun upaya

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


301
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) telah


diterapkan dibanyak Negara sejak tahun 1995. Tuberkulosis adalah suatu penyakit
menular yang di sebabkan Mycobacterium Tuberkulosis Penyakit Tuberkulosis
termasuk penyakit menular kronis dengan waktu pengobatan yang panjang dan jenis
obat lebih dari satu menyebabkan penderita tidak berobat secara teratur sehingga sering
terancam putus berobat selama masa pengobatan dengan berbagai alasan. Berdasarkan
uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian TB paru. Jenis penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dan cara pengambilan sampel Case Control.. Penelitian ini dilakukan
diwilayah kerja puskesmas Pamenang tahun 2021. Populasi pada penelitian ini
sebanyak 35 orang yang terdaftar dalam buku registrasi TB Paru, dan sebagai kontrol
seluruh tetangga penderita TB Paru sebanyak 35 orang. Sampel ditetapkan antara kasus
dengan control yakni 1: 1 dengan besar sampel penelitian ini berjumlah 70 orang yang
terdiri dari sampel kasus 35 orang dan sampel control 35 orang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa diketahui dari 70 rumah yang di observasi, responden yang
memiliki pengetahuan baik tentang kejadian TB paru sebanyak 47 (67,2%)
pengetahuan cukup 15 (21,4%), kurang 8 (11,4%), yang memiliki status ekonomi
rendah 64 (91,4%), status ekonomi tinggi 6 (8,6%) dari 70 rumah di observasi 26
(37,1%) rumah yang memiliki kelembaban yang tidak sesuai dan 44 (62,9%) rumah
yang memilki kelembaban yang sesuai. Kelembaban merupakan faktor paling dominan
Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square didapatkan tidak ada hubungan antara
pengetahuan, status ekonomi dengan kejadian TB Paru dan ada Hubungan antara
kelembaban dengan kejadian TB Paru diwilayah kerja puskesmas Pamenang tahun
2021. Disarankan bagi puskesmas Pamenang agar memberikan penyuluhan kepada
masyarakat keterkaitan dengan kelembaban yang berhubungan dengan kejadian TB
Paru.

Kata Kunci: TB Paru, Pengetahuan, Status Ekonomi dan Kelembaban.

PENDAHULUAN
Tuberkulosis masih merupakan masalah Kesehatan Masyarakat yang menjadi
tantangan Global. Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di Dunia
dan kematian Tuberkulosis secara Global di perkirakan 1,3 juta pasien (WHO Global
Tuberkulosis Report 2018). Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai
beban Tuberkulosis yang terbesar di antara 8 negara yaitu India (27%) China (9%)
Indonesia (8%) Philipina (6%) Pakistan (5%) Nigeria (4%) Bangladesh (4%) dan Afrika
selatan (3%)
Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ lain. Sumber penularan adalah penderita TB paru yang
dapat menular kepada orang di sekelilingnya terutama yang melakukan kontak lama
lebih dari 5 menit bahkan serumah dengan penderita TB. Setiap satu penderita akan
menularkan pada 10-15 orang pertahun (Depkes RI, 2015).
Masih tingginya angka penyakit TB paru di Indonesia di pengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu rendahnya penghasilan, tingkat kepadatan penduduk, tingkat
pendidikan, rendahnya pengetahuan kesehatan pada masyarakat, serta sanitasi
lingkungan rumah. Sanitasi lingkungan rumah sangat mempengaruhi keberadaan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, dimana bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat hidup
selama 1–2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung ada

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


302
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

tidaknya sinar matahari, ventilasi, kelembaban, suhu, dan kepadatan penghuni rumah
(Muaz, 2014).
Di provinsi Jambi, Kabupaten Merangin menempati urutan ketiga dengan
jumlah terduga tuberculosis yang mendapat pelayanan sesuai standar sebanyak 4488
orang, dibawah kota Jambi sebanyak 5586 orang dan Kabupaten Sarolangun sebanyak
5581 orang (Dinkes Provinsi Jambi, 2018)
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada tahun
2019, Puskesmas Rantau Panjang Kabupaten Merangin menempati urutan pertama
sebanyak 82 kasus. Wilayah kerja Puskesmas Pamenang menempati urutan kedua
dengan jumlah TB paru 42 penderita. Puskesmas Pematang Kandis sejumlah 40 kasus,
berturut turut selanjutnya Puskesmas Meranti 36 kasus dan Puskesmas Bangko 34
kasus.
Wilayah Kerja Puskesmas Pamenang pada tahun 2018 ditemukan jumlah kasus
TB Paru berjumlah 54 orang dengan jumlah laki-laki 31 orang dan perempuan 23
orang, pada tahun 2019 berjumlah 42 orang dengan jumlah laki-laki 21 orang dan
perempuan 21 orang, pada tahun 2020 berjumlah 35 orang dengan jumlah laki-laki 19
orang dan perempuan 16 orang. Dari data diatas penderita Tb paru banyak dialami oleh
laki-laki dan walaupun terjadi penurunan kasus, tetap masalah Tb paru merupakan
masalah yang harus diselesaikan karena merupakan penyakit menular kedua setelah
HIV AIDS. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamenang

METODE
Jenis dan rancangan penelitian yang dilakukan adalah jenis Analitik kuantitatif
dan cara pengambilan sampel Case Control. Survey Case Control adalah suatu
penelitian (survei) yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan
menggunakan pendekatan retrospective (Notoatmodjo S, 2012). Penelitian dilaksanakan
di wilayah kerja Puskesmas Pamenang Tahun 2021. Populasi kasus adalah seluruh
penderita BTA+ sebanyak 35 orang yang terdaftar dalam buku registrasi TB Paru di
wilayah kerja puskesmas Pamenang. Populasi kontrol adalah seluruh tetangga penderita
TB Paru BTA + sebanyak 35 orang di wilayah kerja puskesmas Pamenang. Sampel
ditetapkan antara kasus dengan control yakni 1: 1 dengan besar sampel penelitian ini
berjumlah 70 orang yang terdiri dari sampel kasus 35 orang dan sampel control 35
orang
Analisis univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian pada umum nya analisis ini hanya menghasilkan
distribusi Frekuensi dan persentase dari setiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Analisis
univariat menggunakan skala ukur ordinal. Analisis bivariat yaitu analisis yang
dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Notoatmodjo, 2012) dengan menggunakan uji statistic chi square (tabel silang) dimana
tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan bantuan software analisis data statistic
dengan derajat kemaknaan yang digunakan adalah a (0,5).

HASIL
ANALISIS UNIVARIAT

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


303
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel


penelitian, adapun yang diteliti variabel independent yang terdiri dari pengetahuan,
kelembaban dan status ekomomi serta variabel dependent yaitu kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamenang tahun 2021.

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Gambaran Pengetahuan
No Pengetahuan Jumlah Persentase
1 Kurang 8 11,4%
2 Cukup 15 21,4%
Baik
3 47 67,2%

Jumlah 70 100%

Berdasarkan tabel 4.4 di atas bahwa dari 70 rumah di observasi pengetahuan


kurang 8 (11,4%), cukup 15 (21,4%) dan baik 47(67,2%)

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi

No Status Ekonomi Jumlah Persentase

1 Rendah 64 91.4
2 Tinggi 6 8.6
Jumlah 70 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 70 rumah yang diobservasi


memiliki status ekonomi rendah 64 (91,4%) yang memiliki status ekonomi tinggi 6
(8,6%).

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Kelembaban
Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Fisik Rumah (Kelembaban)

No Kelembaban Jumlah Persentase

1 Tidak Sesuai 27 38.6


2 Sesuai 43 61.4
Jumlah 70 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas bahwa dari 70 rumah di observasi 27(38,6%)


rumahyang memiliki kelembaban yang tidak sesuai dan 43(61,4%) rumah yang memilki
kelembaban yang sesuai.

ANALISIS BIVARIAT

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


304
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang


bermakna antara variabel independent dengan variabel dependent, analisis ini dilakukan
dengan uji statistic chi square dengan derajat kemaknaan/kepercayaan 95% atau 0,05
dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.4
Pengetahuan Terhadap Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pamenang Tahun 2021

TB Paru
Jumlah
Kasus Kontrol chi-
Pengetahuan
square
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Kurang 5 62,5 3 37,5 8 11,4 0,566
Cukup 30 48,4 32 51,6 62 88,6
Total 35 100 35 100 70 100%

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui bahwa dari 35 responden yang


berpengetahuan cukup 62 (88,6%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-
square didapatkan X² hitung < X² tabel yaitu 0,566 < 3,841 yang berarti Ho diterima.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan
dengan Tb Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamenang tahun 2021.

Tabel 4.5
Distribusi Responden berdasarkan ekonomi

Status Pasien TB
Status Jumlah Chi-
Kasus Kontrol
Ekonomi square
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Rendah 7 63,7 4 36,3 11 15,7
0,98
Tinggi 28 47,4 31 52,6 59 84,3
Total 35 100 35 100 70 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas di ketahui bahwa dari rumah yang memiliki status
ekonomi tinggi 59 (84,3%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan X² hitung < X² tabel yaitu 0,98 < 3,841, yang berarti Ho diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan
Tb parudi wilayah kerja puskesmas Pamenang tahun 2021.

Tabel 4.6
Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Fisik Rumah (Kelembaban)

Pasien TB Paru
Jumlah chi-
Kelembaban Kasus Kontrol
square
Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


305
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

Tidak sesuai 11 42,3 15 57,7 26 37,1


0,000
Sesuai 24 54,5 20 45,5 44 62,9
Total 35 100 35 100 70 100

Berdasarkan tabel 4.6 di atas di ketahui bahwa dari 70 rumah yang diobservasi
yang memiliki kelembaban rumah yang sesuai 44(62,9%). Hasil uji statistik dengan
menggunakan uji chi-square didapatkan X² hitung > X² tabel yaitu 5,54 < 3,841, yang
berarti Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
kelembaban dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamenang tahun
2021.

PEMBAHASAN
Menurut asumsi peneliti bahwa Pengetahuan masyarakat tentang TB Paru
sebagian cukup. Hal ini dipengaruhi oleh penerimaan dan respon masyarakat yang baik
atas informasi yang didapatkan dari puskesmas dan poster-poster yang telah tersebar di
wilayah kerja puskesmas Pamenang. Informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi
jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media, misal TV, radio, atau
surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aprianto (2016) yang menunjukan
nilai p (0.502) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan pengetahuan dengan TB Paru.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rosdiana Syakur dkk (2019)
menunjukkan nilai X2 hitung (0,000) < X2 tabel (3,841) dan nilai p (1,00) > 0,05, berarti
pengetahuan tidak ada hubungan dengan kejadian tuberkulosis paru. Pengetahuan
adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu (Notoatmojo, 2011)
Menurut asumsi peneliti, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status ekonomi
tidak berhubungan dengan TB paru, faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru
adalah kelembaban rumah dan perilaku hidup yang tidak sehat seperti keadaan rumah
yang tidak sesuai dengan kriteria rumah sehat. Status ekonomi adalah gambaran kondisi
seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi ekonomi. Kondisi status
ekonomi mencakup pekerjaan, pendidikan dan pendapatan masyarakat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ristyo Sari dkk. Nilai pValue :
0,001 < 0,05 yang berarti ada hubungan yang negatif dan signifikan antara penghasilan
dengan angka kejadian TB Paru BTA positif. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian M. Jangchung Prasetya (2018) menyatakan bahwa ada hubungan antara
status ekonomi dengan kejadian TB Paru dengan p_Value = 0,005 (p_Value ≤ 0,05). Status
ekonomi adalah gambaran kondisi seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari
segi ekonomi. Kondisi status ekonomi mencakup pekerjaan, pendidikan dan pendapatan
masyarakat. Penyakit TBC paru sering diidentikan dengan status ekonomi yang rendah
dan kurang nya kemampuan dalam meningkatkan status kesehatan resiko pendapatan
ekonomi yang rendah berpengaruh pada kemampuan penderita dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan (Muttaqin 2018)
Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa
kelembaban berhubungan dengan penyakit infeksi seperti TBC Paru di karenakan
Kelembaban adalah sarang Penyakit. kelembaban adalah tempat berkembang biak
paling cepat bakteri tersebut kodisi rumah yang pencahayaan kurang akan mengakibat
kodisi ruangan memiliki kelembaban.
Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
306
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Beni Sandria
Putra (2017). Hasil analisis statistik menunjukan bahwa nilai pvalue =0,015 (pvalue<0,05)
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kondisi fisik rumah
(Kelembaban) terhadap kejadian TBC Paru.
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan tempratur kamar 22-30 derajat celcius
(Suryo,2010). Menurut peraturan Mentri Kesehatan (PMK) RI No.1077 tahun 2011
ketentuan kelembaban berkisar 40%-60%. Hasil penelitian (Rosiana, 2013) di Semarang
menyebutkan bahwa responden yang kelembabannya tidak memenuhi syarat sehingga
membuat cahaya matahari tidak masuk kedalam rumah yang kemudian dapat
meningkatkan kelembaban didalam rumah. Peraturan menteri kesehatan (PMK) RI
no.1007 tahun 2011 menyebutkan dinding rumah yang tidak kedap air dapat
meningkatlan kelembaban dan menyebabkan suburnya mikroorganisme

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar pengetahuan responden adalah berpengetahuan baik tentang kejadian TB Paru.
Sebagian besar responden yang di observasi memiliki status ekonomi rendah. Sebagian
besar responden yang di observasi memiliki rumah yang kelembaban yang tidak sesuai.
Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian TB Paru. Tidak ada hubungan
antara status ekonomi dengan kejadian TB Paru. Ada hubungan antara Kelembaban
dengan kejadian TB Paru.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z., A Bahar. 2009. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
Kelima Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Burhanudin, Arif. 2014. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru Anak dan Sebaran Spasial di
Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Skripsi.
Depkes RI. 2015. Laporan Hasil Survei Hasil Implementasi Program Nasional
Penanggulangan TB di Daerah ICDC.
Depkes RI . 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Standar
Internasional Untuk Pelayanan Tuberkulosis.
Dinkes Provinsi Jambi. 2019.Profil Kesehatan 2018. Jambi.
Hutari, S. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, dan Status Gizi
dengan Pengobatan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tuminting. Volume 2
Nomor 1.
Irnawati, Ni Made, Iyone ET Siagian, Ronald I Ottay. 2016. Pengaruh Dukungan
Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di
Puskesmas Motoboi Kecil Kota Kotamobagu. Volume 4. Nomor 1.
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. InfoDATin Tuberculosis. Jakarta.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


307
Isra Miharti
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 301 – 308

Kusuma, Saffira. 2014. Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dan Kejadian TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gondanglegi. Malang. Skripsi.
Muaz, Faris. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi kejadian Tuberkulosis Paru
Basil tahan Asam Positif di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota
Serang. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarief Hidayatullah. Jakarta. Skripsi.
Natalya, Wiwik, Khairil Anwar. 2016. Perbedaan Kepatuhan Berobat pada Penderita
TB Paru yang Didampingi PMO dan Tidak Didampingi PM di Wilayah
Puskesmas Kabupaten Boyolali. Jurnal.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Sudoyo, W Aru, S.Bambang. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


308
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 309-317
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.646
Submitted: 08-07-2022 | Accepted: 16-07-2022 | Published: 29-07-2022

Analisis Penyebab Terjadinya Missfile Berkas Rekam Medis


di Ruangan Filling RS St Elisabeth Batam Kota

Riza Suci Ernaman Putri1*, Retno Kusumo2, Yuni Utami3


1*,2,3
Program Studi Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Awal Bros
Email: 1*riza_suci@yahoo.com, 2drretnokusumo9@gmail.com,
3
yuni.tamam99@gmail.com

Abstract
This research is motivated by the occurrence of missfiles in terms of searching for medical
record files where officers who borrow medical record documents do not write in the
expedition book which causes obstacles in carrying out patient actions. The officer is not
careful in preparing the medical record file where the document will be used but it is not
on the proper shelf The study was to determine the flow of medical record file retrieval,
to find out the flow of medical record file storage and the causes of missfiles in the medical
record file filling room at St Elisabeth Hospital Batam City. This study uses a qualitative
method. The data collection of this research was carried out by the researcher by means
of interviews and observations. The population of this study consisted of four medical
record officers and 1 nurse. Result: when the service is seen from the Man and Method
factors, including the man factor, namely the level of education and work experience of
officers. The method factor is that 100% of SOPs have not been implemented on returning
and borrowing medical record files because there are still officers who do not know the
correct application of SOPs. This is what causes the missfile in the filling room.
Conclusion: The officers did not focus when filling out the medical record files due to the
fatigue of the officers, the lack of thoroughness of the officers and the rush of the officers
when they wanted to fill in the medical record files which could cause missfiles and where
the return and loan SOPs did not work.

Keywords: Missfile, Filling, Medical Record Storage, Medical Record Return

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kejadian missfile dari segi pencarian berkas rekam
medis dimana petugas yang meminjam dokumen rekam medis tidak menulis di buku
ekspedisi yang menyebabkan penghambatan dalam melakukan tindakan pasien. Petugas
kurang teliti dalam penyusunan berkas rekam medis dimana dokumen tersebut akan
digunakan tetapi tidak ada di rak semestinya Penelitian untuk mengetahui alur
pengambilan berkas rekam medis, mengetahui alur penyimpanan berkas rekam medis dan
penyebab terjadinya missfile di ruangan filling berkas rekam medis di RS St Elisabeth
Batam Kota. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data penelitian
ini dilakukan oleh peneliti dengan cara wawancara dan observasi. Populasi penelitian ini

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


309
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

terdiri dari empat petugas rekam medis dan 1 orang perawat. Hasil : saat pelayanan dilihat
dari faktor Man dan Method, diantaranya faktor man yaitu tingkat pendidikan dan
pengalaman kerja petugas. Faktor method yaitu belum terlaksana 100% SOP pada
pengembalian dan peminjaman berkas rekam medis dikarenakan masih ada petugas yang
tidak mengetahui penerapan SOP yang benar. Hal tersebut yang membuat terjadinya
missfile di ruang filling. Kesimpulan : Tidak fokusnya petugas saat melakukan filling
berkas rekam medis yang disebabkan karena kecapekan petugas, kurang telitinya petugas
dan terburu-buru nya petugas saat hendak melakukan filling berkas rekam medis yang
bisa menimbulkan missfile dan dimana SOP pengembalian dan peminjaman tidak
berjalan

Kata Kunci: Missfile, Filling, Penyimpanan Rekam Medis, Pengembalian Rekam Medis

PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai organisasi penyedia kesehatan yang memberikan semua
penawaran kesehatan kepada pria atau wanita dan menyajikan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan darurat. Ketentuan ini dapat menghasilkan catatan dan fakta dengan
kecepatan dan ketepatan yang sesuai. Untuk memberikan pelayanan fasilitas kesehatan
yang sesuai, diperlukan fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan rekam medis (Ingwi,
2013).
Rekam medis sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 55 Tahun 2013
adalah dokumen yang memuat fakta dan berkas mengenai identitas orang yang dirawat,
pemeriksaan, pengobatan, pergerakan, dan berbagai pelayanan kepada penderita di
fasilitas pelayanan kesehatan. Rekam medis mengintegrasikan fakta-fakta tertulis tentang
perawatan kesehatan manusia yang ditangani yang dapat digunakan dalam pemrosesan,
pembuatan rencana fasilitas, penawaran kesehatan, dan secara luas digunakan untuk
penelitian media dalam kegiatan perawatan kesehatan. Penyimpanan rekam medis yang
tidak akurat (missfile) dapat menghambat layanan kesehatan. Berikut ini adalah upaya
untuk memutuskan penyebab kesalahan file rekam medis. Penelitian tentang missfiles
dan duplikasi data kesehatan dapat memberikan manfaat bagi yang bersangkutan dalam
memperbaiki sistem di dalam unit dokumen medis dengan tujuan untuk menuai tertib
manajemen dan kelangsungan statistik rekam medis (Santoso, 2017).
Rekam medis merupakan kesulitan penting dalam kegiatan fasilitas kesehatan.
Ciri-ciri rekam medis adalah bahwa mereka menawarkan informasi nyata dan lengkap
tentang strategi pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit, masing-masing, dan
diharapkan muncul di masa depan (Muninjaya, 2016).
Dari berbagai jurnal diketahui bahwa selama ini metode pencarian berkas rekam
medis (BRM), setidaknya 3 kasus belum ada rekam medis bagi penderita yang mencari
pengobatan. Hal ini penting untuk mengendalikan terjadinyakesalahan penyisipan berkas
dokumen medis agar dapat mengurangi terjadinya kesalahan penyisipan berkas dokumen
medis. Pengendalian adalah aktivitas yang diselesaikan untuk memastikan bahwa setiap
aktivitas yang diselesaikan sesuai dengan rencana dan jika terjadi kesalahan dapat
diperbaiki agar apa yang diramalkan dapat tercapai (Shinta Yuliana Anastasya, 2018).
Penyimpanan rekam medis yang tidak akurat (missfile) dapat menghambat layanan
kesehatan. Berikut ini adalah upaya untuk memutuskan penyebab kesalahan file rekam
medis. Penelitian tentang missfiles dan duplikasi data kesehatan dapat memberikan
manfaat bagi yang bersangkutan dalam memperbaiki sistem di dalam unit dokumen
medis dengan tujuan untuk menuai tertib manajemen dan kelangsungan statistik rekam
medis (Santoso, 2018).

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


310
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

Hasil penelitian (Anggraeni, 2018) menguji penyebab missfiles dari faktor 5M,
khususnya man, money, method, material, dan machine. Uang, terutama investasi yang
paling mudah menerima barang dan permintaan barang tidak terpenuhi karena dana yang
terbatas. Bahannya adalah dokumen berkas medis penggunaan 4 kertas, rak pengajuan
penggunaan rak wadah kayu di dalam bentuk laci berjumlah 90 kotak. Pendekatannya
adalah perangkat penyimpanan penggunaan pengiriman numerik segera dan nomor
rekam medis tetap diduplikasi. Mesin yang tidak selalu tetapi penggunaan pelacak.
Kesamaan antara penelitian yang dilakukan melalui sarana Ria Anggraeni dan peneliti
adalah mereka masing-masing perlu menyadari unsur-unsur penyebab missfile.
Sementara variasinya ada di lokasi, waktu lihat dan item di bawah ini lihat. Penelitian
yang dilakukan melalui melalui Ria Anggraeni menguji item penyebab kesalahan file
faktor 5M, sedangkan peneliti menemukan dan menelusuri file hilang masing- masing
rekam medis yang akan digunakan hari itu dan faktor 5M.
Menurut hasil penelitian dari (Putri, 2020) Kegiatan pelaksanaan penyimpanan
berkas rekam saat ini masih ditemukan terjadinya missfile baik berkas menyebabkan
pelayanan menjadi terganggu. Salah satu upaya dalam menjaga mutu pelayanan
kesehatan adalah dengan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat dalam pengambilan
berkas rekam medis. Pelaksanaan pelayanan kesehatan tidak lepas dari berkas rekam
medis pasien. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor penyebab missfile berkas
rekam medis. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan cara
mengobservasi kegiatan penyimpanan berkas rekam medis. Artikel ini merupakan review
aper dari beberapa jurnal. Setelah data terkumpul dan dianalisis maka diperoleh hasil
penelitian yaitu sebesar 70% faktor penyebab missfile adalah karakteristik petugas rekam
medis (pendidikan, usia dan lama bekerja). Namun beberapa faktor yang lain adalah SOP
dan tracer. Oleh sebab itu perlu mengadakan pelatihan serta meningkatkan tingkat
pendidikan petugas rekam medis,melakukan kesesuaian SOP dengan proses kerja dan
juga menyediakan tracer berkas rekam medis.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di RS ST Elisabeth Batam
Kota ditemukan terjadi missfile dalam pencarian berkas rekam medis dikarenakan
petugas yang meminjam dokumen rekam medis tidak menulis di buku ekspedisi yang
menyebabkan penghambatan dalam melakukan tindakan pasien. Petugas kurang teliti
dalam penyusunan berkas rekam medis dimana dokumen tersebut akan digunakan tetapi
tidak ada di rak semestinya

METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah prosedur mengumpulkan data dan situasi nyata dalam gaya
hidup suatu objek. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petugas yang berhubungan
dengan unit rekam medis di rumah sakit tersebut khususnya 4 orang petugas rekam medis
dan 1 orang perawat. Dalam penelitian ini populasi yang akan menjadi informan
penelitian adalah 5 orang dengan pembagian 1 orang petugas koding dan pelaporan, 1
orang petugas filling, 2 orang petugas assembling, dan 1 orang perawat. Alat
pengumpulan data adalah wawancara, observasi, alat perekam, dokumentasi

HASIL
Secara teori buku ekspedisi berfungsi sebagai bukti serah terima dokumen rekam
medis, untuk mengetahui unit mana yang meminjam dokumen rekam medis dan
mengetahui kapan dokumen rekam medis itu dikembalikan, serta untuk mengetahui dan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


311
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

memonitor rekam medis yang sedang dipinjam maupun yang sudah dikembalikan. Jika
buku ekspedisi tidak digunakan secara maksimal, maka akan sulit melacak keberadaan
dokumen rekam medis saat terjadinya missile (Astuti & Anunggra,2013).
Tingkat kejadian missfile dokumen rekam medis disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain yaitu “Man” (Manusia), “Money” (uang), “Methods” (Metode), “Material”
(bahan baku), yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Man (Manusia)
Untuk melihat penyebab missfile berkas rekam medis terkait man, dilakukan
wawancara kepada Informan 1, 2, 3, 4 dan 5 agar diketahui penyebab missfile berkas
rekam medis yaitu dari petugas.
Dari wawancara yang dilakukan oleh Informan 1,2,3,4 dan 5. Bahwa semua
informan memiliki jawaban yang sama yaitu dapatkan pernyataan bahwa, faktor
penyebab missfile dari aspek man dikarenakan adanya kurang ketelitian dalam
penyimpanan berkas rekam medis dan pengambilan berkas rekam medis. Namun ada
perbedaan pendapat antara Informan 2, 3, 4, 5 dengan Informan 1 yang menyebutkan
bahwa tidak ada petugas penanggung jawab missfile
2. Money (Uang)
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan di RS ST Elisabeth Batam
Kota, dalam pengalokasian dana atau anggaran ada prosedur sendiri. Terkait money,
dilakukan wawancara kepada informan penelitian dan mendapatkan hasil sebagai
berikut:
Namun terjadi perbedaan pendapat antara Informan 2, 3, 5 dan Informan 1.
Menurut Informan 1 tidak ada hambatan dalam proses pengalokasian dana seperti
yang disampaikan.
3. Methode (metode)
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan di RS ST Elisabeth Batam
Kota, sudah memiliki SOP terkait peminjaman dan pengembalian berkas rekam
medis. Untuk melihat penyebab misfile berkas rekam medis terkait metode,
dilakukan wawancara kepada informan penelitian dan mendapatkan hasil sebagai
berikut:
Dari wawancara yang dilakukan ke 5 responden, 3 menyatakan bahwa
peminjaman dan pengembalian sudah sesuai SOP namun 2 informan menyatakan
perbedaan pendapat dimana sebagian petugas pada saat peminjaman dan
pengambilan belum sesuai SOP RS ST Elisabeth Batam Kota sudah memiliki SOP
terkait peminjaman dan pengembalian berkas rekam medis. Namun belum
dilaksanakan secara maksimal sesuai SOP yang ditentukan. dikarenakan masih ada
petugas yang tidak mengetahui penerapan SOP yang benar sehingga bisa
menimbulkan missfile berkas rekam medis. SOP yang dimaksud adalah dimana
ketika petugas meminjam berkas rekam medis harus dicatatat di buku ekspedisi
peminjaman namun petugas terkadang tidak menuliskannya dibuku ekspedisi
peminjaman yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit.
4. Material (Bahan)
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan di RS Santa Elisabeth
Batam Kota, bahan cover map rekam medis berbahan karton licin. Hal ini dilakukan
wawancara kepada informan penelitian dan mendapatkan hasil sebagai berikut:
Untuk ruangan penympanan rekam medis di RS Santa Elisabeth Batam Kota
sudah sangat memadai hal ini disampaikan langsung oleh informan saat di
wawancarai langsung.dimana dari fakta material tidak terdapat masalah karena untuk
sampul rekam medis sudah menggunakan bahan karton tebal licin sehingga tidak

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


312
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

membuat berkas rekam medis terjatuh. Sedangkan untuk ruang penyimpanan sudah
sangat memadai dan mampu menampung berkas rekam medis.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap subjek
penelitian yaitu petugas rekam medis. Diketahui penyebab missfile berkas rekam medis
dapat dilihat dari aspek Man, Money, Methode dan Material. Adapun aspek yang tidak
menjadi faktor penyebab misfile di RS Santa Elisabeth Batam Kota yaitu :
1. Faktor penyebab missfile berkas rekam medis dari segi Man (Manusia)
Dari wawancara yang dilakukan oleh Informan didapatkan pernyataan bahwa,
faktor penyebab misfile dari aspek Man kurang disiplinnya petugas rekam medis
yakni karena tidak fokusnya petugas saat melakukan filling berkas rekam medis yang
disebabkan karena kecapekan petugas, kurang telitinya petugas dan terburu-buru nya
petugas saat hendak melakukan filling berkas rekam medis yang bisa menimbulkan
missfile.
Pranata (2014) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah sikap ketaatan dan
kesetiaan petugas terhadap peraturan tertulis/ tidak tertulis yang tercermin dalam
bentuk tingkah laku dan perbuatan pada instansi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Man yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada sumber daya manusia
yaitu terlibat atau berperan secara langsung dalam kegiatan sistem penyimpanan atau
filling, dimana sumber daya manusia yang berpengaruh terhadap penyimpanan
berkas rekam medis adalah petugas rekam medis. Faktor penyebab berkas rekam
medis yakni disiplin kerja (Okta, 2018).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ganjari, 2019) yang
menyatakan bahwa apabila petugas belum pernah mengikuti pelatihan tentang rekam
medis maka wawasan mereka tidak berkembang tentang rekam medis, sehingga
petugas tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang rekam medis. Pelatihan
rekam medis penting untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petugas
dalam penyelenggaraan pelayanan rekam medis sesuai dengan Undang-Undang
No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Tahun 2003 Pelatihan kerja
diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas
dan kesejahteraan.
Dari hasil penelitian (Wati, 2019) Faktor Man dalam penelitian ini yaitu
mengidentifikasi berdasarkan pengetahuan petugas, disiplin kerja dan pelatihan
petugas. Faktor pengetahuan petugas dapatkan bahwa bahwa kurangnya pengetahuan
petugas tentang sistem pengendalian disebabkan karena tingkat pendidikan petugas
yang bukan lulusan rekam medis.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Kurniawati, 2015) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi pendidikan petugas maka makin rendah angka kejadian
missfile, namun apabila pendidikan petugas rendah maka angka kejadian missfile
akan semakin tinggi. Petugas tidak pernah mengikuti pelatihan terkait kegiatan
pengelolaan rekam medis, selama ini kegiatan pelatihan yang dilakukan hanya
kepada dokter dan perawat sedangkan untuk pelatihan rekam medis belum pernah
dilakukan.
Pendapat peneliti dari segi man yaitu displin kerja petugas harus ditingkatkan
karena sikap yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan pada instansi
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu harus ada monitoring oleh kepala
ruangan terhadap petugas rekam medis agar bisa meningkatkan disiplin kerja yang

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


313
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

baik seperti petugas harus fokus dan teliti dalam melakukan penyimpanan berkas
rekam medis.
2. Faktor penyebab missfile berkas rekam medis dari segi Money (Uang)
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan di RS Santa Elisabeth
Batam Kota, dalam pengalokasian dana atau anggaran ada prosedur sendiri. Tidak
ada hambatan yang serius dalam pengalokasian dana karena untuk pengalokasian
dana sudah memiliki prosedur yang baik.
Menurut (Syah. 2018) Money atau uang merupakan salah satu unsur yang tidak
dapat diabaikan, uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar kecilnya
hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh
karena itu, uang merupakan alat yang penting untuk mencapai tujuan karena segala
sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan
jumlah uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dan harus dibeli, serta hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Wati & Nuraini, 2019) Penyediaan
dana atau anggaran di Puskesmas Bangsalsari tersedia akan tetapi pelaksanaannya
belum sepenuhnya didanai seperti pengadaan rak penyimpanan berkas rekam medis
sehingga belum optimalnya kegiatan rekam medis serta diperlukan penggunan dan
dalam hal kegiatan rekam medis lebih optimal agar kegiatan rekam medis dapat
berjalan dengan baik dan sarana prasarana yang mendukung kegiatan tersebut dapat
berjalan lebih baik lagi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Oktavia (2017) yang
menyatakan apabila dana tidak memenuhi dalam pengadaan peralatan pendukung
dampak yang ditimbulkan adalah tingkat kejadian missfile semakin tinggi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Nova Oktavia, 2017). Penyebab
terjadinya missfile dokumen rekam medis rawat jalan di ruang penyimpanan (filling)
RSUD Kota Bengkulu berdasarkan faktor Money” adalah tidak adanya dana untuk
pengajuan penambahan rak penyimpanan berkas rekam medis serta dimana ruang
penyimpanan yang kecil sehinga tidak dapat ditambahkanya raka penyimpanan.
Menurut peneliti penerapan anggaran harus mempunyai prosedur sehingga
pengalokasian dana dapat merata dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan
didalam ruangan rekam medis.
3. Methode (Metode)
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan di RS Santa Elisabeth
Batam Kota, terdapat perbedaan antara SOP peminjaman dan pengembalian berkas
rekam medis dengan pelaksanaan peminjaman dan pengembalian berkas rekam
medis. Sedangkan secara teori Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah sistem
yang disusun untuk memudahkan, merapihkan dan menertibkan pekerjaan. Sistem
ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. RS Santa
Elisabeth Batam Kota sudah memiliki SOP terkait peminjaman dan pengembalian
berkas rekam medis. Namun belum dilaksanakan secara maksimal. SOP yang
mengatur peminjaman dan pengembalian berkas rekam medis, namun dalam
menjalankan peminjaman dan pengembalian berkas rekam medis belum sesuai
dengan SOP yang ditentukan. Seharusnya petugas saat melakukan peminjaman
berkas rekam medis harus dicatatat di buku ekspedisi peminjaman namun petugas
masih sering tidak mencacatat nya kedalam buku ekspedisi peminjaman. Hal ini yang
menyebabkan SOP tidak berjalan secara maksimal.
Menurut (Gabriele, 2018) menjelaskan bahwa standar prosedur operasional (SPO)
adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaaan sesuai dengan
fungsi dari pekerjaan tersebut, dengan adanya SPO semua kegiatan di suatu
perusahaan dapat terancang dengan baik dan dapat berjalan sesuai kemauan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


314
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

perusahaan. SPO dapat didefinisikan sebagai berkas yang menjabarkan aktivitas


operasional yang dilakukan sehari-hari, dengan tujuan agar pekerjaan tersebut
dilakukan secara benar, tepat, dan konsisten, untuk menghasilkan produk sesuai
standart yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri & dkk, 2019)
yang dapat mempengaruhi terjadinya missfile di bagian penyimpanan berkas rekam
medis adalah ketidaksesuaian proses kerja yang dilakukan petugas rekam medis
dengan SOP yang telah dibuat.
Dari hasil penelitian (Wati & Nuraini, 2019) Standart Operational Procedure
(SOP) di Puskesmas Bangsalsari sudah terdapat SOP yang mengatur tentang
penyimpanan berkas rekam medis, akan tetapi belum ada SOP yang mengatur
tentang peminjaman, pengembalian dan pengendalian yang menyebabkan kendala
petugas dalam bekerja karena tidak ada acuan, langkah-langkah atau pedoman
petugas dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga mengalami kesulitan dalam
bekerja sehingga diperlukan adanya SOP terkait pengembalian, peminjaman dan
pengendalian berkas rekam medis agar petugas terarah dalam melaksanakan
pekerjaannya dan mengurangi kejadian missfile berkas rekam medis rawat jalan.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Oktavia, 2018) yang menyatakan dokumen
rekam medis yang tidak diketahui keberadaannya karena tidak adanya instruksi
Standard Operational Procedure (SOP). Dengan demikian SOP yang ditetapkan
oleh RS Santa Elisabeth Batam Kota belum 100% terjalankan karena masih ada
beberapa petugas yang tidak tau akan SOP yang telah ditetapkan.
Menurut asumsi peneliti bahwa mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP)
sangatlah penting karena pedoman yang ada di SOP sangat lah mempunyai peran dan
manfaat dalam menyelesaikan tugas pekerjaaan dalam suatu organisasi.
4. Material (Bahan)
Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan di RS Santa Elisabeth
Batam Kota, menggunakan cover map yang berbahan karton tebal dan licin sehingga
tidak membuat berkas rekam medis terjatuh dan tececer. Sedangkan untuk ruangan
penyimpanan berkas rekam medis sudah sangat memadai karena ruangan di RS Santa
Elisabeth Batam Kota sudah cukup besar dan bisa menampung berkas rekam medis.
Menurut (Syah, 2015) Material terdiri atas bahan setengah jadi dan bahan jadi.
Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli
dalam bidangnya, juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah
satu sarana. Hal ini disebabkan materi dan manusia tidak dapat dipisahkan.
Penelitian ini sejalan dengan (Sahfitri, 2017) bahwa bahan map yang digunakan
sudah cukup tebal tetapi desain map yang kurang memenuhi yaitu pada ujung berkas
rekam medis, sehingga jika bagian ujung robek petugas sulit mencari berkas rekam
medis. Dampak dari kerusakan berkas yaitu pada keamanan, kerapian dan
keteraturan berkas rekam medis yang ada di ruang penyimpanan. Penyebab
ketidakrapian penataan berkas yaitu kurangnya rak penyimpanan berkas rekam
medis pasien.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Nova Oktavia, 2017). Penyebab
terjadinya missfile dokumen rekam medis rawat jalan di ruang penyimpanan (filling)
RSUD Kota Bengkulu berdasarkan faktor material map folder atau sampul dokumen
rekam medis yang digunakan oleh RSUD Kota Bengkulu terdiri dari beberapa
macam warna dan bahan antara lain map plastik lobang yang berwarna biru untuk
pasien laki-laki dan map plastik warna merah untuk perempuan. Hal ini bisa terjadi
karena belum tahu contoh map folder yang baik untuk ruang penyimpanan (filling).
Pada saat ingin melakukan Akreditasi Rumah Sakit, map folder tersebut berubah

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


315
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

menjadi map kertas lobang berwarna biru dari bahan kertas yang kurang tebal
sehingga mudah robek.
Hasil penelitian (Kurniawati, 2019) Dokumen rekam medis di Unit Rekam Medis
RSUD Dr. M. Ashari Pemalang, terbuat dari kertas manila tanpa menggunakan
folder, menyebabkan dokumen rekam medis yang sudah tebal terkadang ada bagian
yang tercecer atau terjatuh. Rak yang digunakan untuk menyimpan dokumen
berbentuk lemari laci sudah tidak dapat berfungsi lagi yang menyebabkan banyak
dokumen rekam medis yang di pindahkan tempat penyimpanannya di dalam kardus
serta menjadi kurang tertata rapi dan memungkinkan kesalahan letak serta
menyebabkan kesulitan dalam pencarian dokumen rekam medis.
Menurut asusmsi peneliti bahwa map rekam medis harus dibuat dengan bahan
yang tebal dan tidak mudah robek jika terkena air atau terlipat hal ini dapat
meminimalisir terjatuhnya formulir-formulir yang ada di dalam map rekam medis
tersebut. Untuk ruangan penyimpanan harus di perhitungkan berapa jumlah rekam
medis 5 tahun yang akan mendatang untuk menampung berkas rekam medis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang berjudul “Analisis Penyebab
Terjadinya Missfile Berkas Rekam Medis Di Ruangan Filling RS St Elisabeth Batam
Kota“ yang telah disajikan, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya misfile
di RS ST Elisabeth Batam Kota di sebabkan oleh 4 faktor yaitu Man, Money, Method,
Marerial. faktor yang pertama Man yakni kurang disiplinnya petugas rekam medis yakni
karena tidak fokusnya petugas saat melakukan filling berkas rekam medis yang
disebabkan karena kecapekan petugas, kurang telitinya petugas dan terburu-buru nya
petugas saat hendak melakukan filling berkas rekam medis yang bisa menimbulkan
missfile. Faktor yang kedua yaitu Money dikarenakan tidak terdapat masalah karena
pengalokasian dana sudah ada tahap nya. Jika permintaan tidak disetujui maka kepala
ruangan rekam medis mengirimkan surat dan akan segera di proses sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan.
Faktor yang ketiga yaitu pada aspek method atau metode yakni sudah memiliki SOP
terkait peminjaman dan pengembalian berkas rekam medis. Namun belum dilaksanakan
secara maksimal sesuai SOP yang ditentukan. dikarenakan masih ada petugas yang tidak
mengetahui penerapan SOP yang benar sehingga bisa menimbulkan misfile berkas rekam
medis. Dan faktor yang terakhir yaitu disebabkan oleh faktor Material yaitu tidak terdapat
masalah karena untuk sampul rekam medis sudah menggunakan bahan karton tebal licin
sehingga tidak membuat berkas rekam medis terjatuh. Sedangkan untuk ruang
penyimpanan sudah sangat memadai dan mampu menampung berkas rekam medis.

Saran :
Untuk mengatasi kejadian missfile di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Kota penulis
menyarankan sebagai berikut :
Diharapkan kepada kepala ruangan dapat melakukan monitoring 3 bulan sekali
terhadap disiplin petugas rekam medis serta memberikan punishment terhadap displin
kerja petugas. Sebaiknya petugas rekam medis meningkatkan kedispilinan terhadap
pengisian buku ekspedisi peminjaman dan pengembalian berkas rekam medis sesuai
dengan SOP yang ada untuk menghindari terjadinya missfile. Peneliti meyarankan
kepada kepala ruangan untuk melakukan sosialisasi 3 bulan sekali yaitu dengan cara

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


316
Riza Suci Ernaman Putri, Retno Kusumo, Yuni Utami
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 309 – 317

menyampaikan isi SOP terkait pemeliharaan berkas rekam medis terhadap petugas yang
mempunyai wewenang terhadap berkas rekam medis untuk meghindari adanya missfile
berkas rekam medis. Diharapkan kepada pihak RS ST Elisabeth Batam Kota untuk dapat
memberikan pelatihan terkait sistem penyimpanan berkas rekam medis kepada petugas
rekam medis yang berlatarbelakang pendidikan nya dari jenjang SMA/SMK.

DAFTAR PUSTAKA
Aep Nurul, 2017: 76. Sistem Penyimpanan Rekam Medis (Filling System) by Aep Nurul
Hidayah. September 2015. penyimpanan- rekam-medis-filling-system-by-aep-
nurul-hidayah
Agusalim, 2018. Analisis Sistem Pelepasan Informasi Rekam Medis Dalam Menjamin
Aspek Hukum Kerahasiaan Rekam Medis Di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia
Medan Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan Imelda
(JIPIKI), 3(1 SE-Articles), 394–403.
Anuggra Dian Ingwi, 2013. Analisis Mekanisme Penganggaran Sebagai Alat
Pengendalian Keuangan Studi Kasus Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun
2018. Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin :
Makassar. Jurnal AKK, 2(1), pp. 8–17.
Cahyo, 2015. Analisis Kejadian Missfile Berkas Rekam Medis Rawat Jalan Di
Puskesmas Bangsalsari. Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan, 1(1), pp. 23–30.
Trisakti, 2018., Dasar-Dasar Manajemen, (2018). Faktor Penyebab Missfile Pada Berkas
Rekam Medis di Rumah Sakit. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia,
7(2), 140.
Dharma, 2015. Kejadian Misfile dan Duplikasi Berkas Rekam Medis Sebagai Pemicu
Ketidaksinambungan Data Rekam Medis.
Gabriele,2018.Implementasi_metta_sutta_terhadap_metode_pembelajaran
Ganjari, 2019. Pengaruh Sarana Prasarana dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien (Studi Pada Pasien Rawat Jalan Unit Poliklinik IPDN Jatinegoro). Jurnal
Coopetition, 8(2), 155–166.
George R. Terry, (2019). Analisis Penerapan Standar Operasional Prosedur (SPO) di
Departemen Marketing dan HRD PT Cahaya Indo Persada.
Santoso, 2017. Faktor-Faktor penyebab Terjadinya Missfile di Bagian Filing Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas Tahun 2013. Penelitian Ilmiah. Juni, 1–15.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


317
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 318-327
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.653
Submitted: 10-07-2022 | Accepted: 21-07-2022 | Published: 29-07-2022

Analisis Kemampuan Pemahaman Mahasiswa Pada Mata Kuliah


Statistika di STIKes Santa Elisabeth Medan Tahun 2022

Robin Bastian Waruwu1*, Nayanda Privanezsa Hao2, Prilia Handayani Hia3


1*,2,3
Program Studi MIK, STIKes Santa Elisabeth Medan, Kota Medan, Indonesia.
Email: 1*robinbastian33@gmail.com, 2privanezsahao@gmail.com,
3
priliahandayani97@gmail.com

Abstract
Statistics is one of the subjects that must be taught in almost every study program. Many
students consider the course to be a pretty scary subject because the material is more
calculating. The purpose of this study was to describe the level of ability and the location
of students' understanding errors in the statistics of the Health Information Management
Study Program at the Santa Elisabeth College of Health, Medan. This research uses
research with survey method. In this study, students were asked to solve statistical
problems related to the statistical material that had been studied previously. The place of
this research is the Santa Elisabeth College of Health, Medan in the Health Information
Management Study Program, Medan City, North Sumatra Province. The research time
to obtain data and information was implemented in June 2022. The population in this
study were students of level I and II who programmed statistics courses for the academic
year 2021/2022, totaling 30 students. The results of this study indicate that: (1) The level
of students' understanding ability in the statistics course of the Health Information
Management Study Program, Santa Elisabeth College of Health, Medan is in the high
category, namely 62%; (2) Of the entire sample, 62% answered the questions correctly,
and 38% answered incorrectly. From these results, it can be seen that the percentage of
students who answered correctly was greater than those who answered incorrectly. (3)
The results showed that the errors in answering statistical questions occurred because
students had problems at the stage of reading the questions, understanding, transforming,
processing skills and in choosing the right answer.
Keywords: Analysis, Comprehension Ability, Student, Statistics

Abstrak
Mata kuliah statistika merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diajarkan hampir di
setiap program studi. Banyak mahasiswa yang menganggap mata kuliah statistika sebagai
mata kuliah yang cukup menakutkan karena materinya lebih banyak yang bersifat
menghitung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan dan
letak kesalahan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah statistika Program Studi
Manajemen Informasi Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan.
Penelitian ini menggunakan penelitian dengan metode survei. Dalam penelitian ini,
mahasiswa diminta menyelesaikan soal-soal statistika yang berkaitan dengan materi

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


318
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

statistika yang sudah dipelajari sebelumnya. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan pada Program Studi Manajemen
Informasi Kesehatan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian untuk
memperoleh data dan informasi dilaksanakan pada bulan Juni 2022. Populasi pada
penelitian ini adalah mahasiswa tingkat I dan II yang memrogramkan mata kuliah
statistika tahun ajaran 2021/2022 yang berjumlah 30 orang mahasiswa. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat kemampuan pemahaman mahasiswa pada mata
kuliah statistika Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Santa Elisabeth Medan berada pada kategori tinggi yaitu 62%; (2) Dari seluruh
sampel, yang menjawab soal dengan benar adalah sebesar 62%, yang menjawab salah
sebesar 38%. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa presentase mahasiswa yang
menjawab benar lebih besar daripada yang menjawab salah. (3) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesalahan menjawab soal-soal statistika terjadi karena mahasiswa
mempunyai masalah pada tahap pembacaan soal, pemahaman, transformasi,
keterampilan proses dan pada pemilihan jawaban yang tepat.

Kata Kunci: Analisis, Kemampuan Pemahaman, Mahasiswa, Statistika.


PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, pendidikan adalah suatu usaha penyiapan subjek didik untuk
menghadapi lingkungan hidup yang selalu mengalami perubahan yang semakin pesat
(Rahayu et al., 2014). Menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar pelajar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Nggema et al., 2020). Tujuan
pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang dapat memfasilitasi
mahasiswa guna mengembangkan kemampuannya secara optimal yang berfungsi
sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat (Firmansyah,
2017).
Proses perubahan peran pelajar dari masa sekolah menengah ke perguruan tinggi
sangat signifikan, mahasiswa tidak lagi hanya terfokus pada pendidikannya saja, tetapi
bagaimana mereka mengembangkan ilmunya juga sangat diperhitungkan di perguruan
tinggi. Tanggung jawab yang dipikul oleh mahasiswa tertuang dalam tri dharma
perguruan tinggi (Nurlita, 2018). Tri dharma perguruan tinggi mencangkup tiga hal
penting yang harus dikembangkan oleh para mahasiswa, yaitu pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Ketiga hal ini saling berkaitan satu sama lain sehingga
harus diterapkan secara bersamaan.
Penelitian yang merupakan salah satu dari tri dharma perguruan tinggi adalah
bentuk implementasi dari ilmu pengetahuan yang diperoleh semasa proses pendidikan di
perguruan tinggi. Dengan penelitian, para mahasiswa akan bertambah cakap dalam
disiplin ilmunya, serta akan menjadi semakin paham. Dengan penelitian juga mahasiswa
nantinya akan menemukan berbagai hal yang baru, sehingga dapat memperkaya
penguasaan ilmunya. Hasil penelitian itu pula, nantinya akan sangat bermanfaat bagi
pengembangan disiplin ilmunya.
Dalam penelitian, peranan statistika sangat besar dalam membantu menjawab
persoalan penelitian. Statistika dapat menolong peneliti untuk menyimpulkan apakah
suatu perbedaan atau hubungan yang diperoleh benar-benar berbeda atau ada hubungan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


319
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

secara signifikan. Apakah kesimpulan yang diambil cukup representatif untuk


memberikan informasi yang tepat (Nurlita, 2018).
Statistika adalah ilmu yang mempelajari teknik pengumpulan data, pengikhtisaran,
penyajian, pengolahan dan analisis data yang diperlukan untuk memecahkan
permasalahan dalam masyarakat. Dalam dunia pendidikan terutama perguruan tinggi,
maka statistika diperlukan untuk membantu memecahkan masalah dalam penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif (Jais & Amiati, 2020). Mata kuliah Statistika di
perguruan tinggi merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diajarkan hampir di setiap
program studi. Tujuan diajarkannya mata kuliah ini adalah agar mahasiswa memahami
konsep dan prosedur statistika dan mampu menerapkannya untuk menganalisis
permasalahan yang akan diteliti (Afifiah & Wicaksana, 2014).
Pentingnya kemampuan pemahaman mahasiswa dalam mempelajari statistika
karena statistika akan sangat berguna untuk mahasiswa tingkat akhir (Payadnya et al.,
2020). Berdasarkan pantauan dari tahun 2021 sampai tahun 2022, mata kuliah statistik
dianggap mahasiswa sebagai mata kuliah yang cukup menakutkan. Hal ini didasarkan
karena materinya lebih banyak yang bersifat menghitung.
Rendahnya kemampuan statistika mahasiswa dapat dilihat dari penguasaan
mahasiswa terhadap materi yang diberikan. Untuk mengetahui penguasaan mahasiswa
terhadap materi tersebut, salah satunya dengan memberikan tes atau soal tentang materi
tersebut. Kesalahan mahasiswa dalam mengerjakan soal dapat menjadi salah satu
petunjuk untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa menguasai materi yang diberikan
(Sangila & Jufri, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Suryana tahun 2015 di Jakarta dengan judul “Analisis
Kemampuan Membaca Bukti Matematis pada Mata Kuliah Statistika Matematika”. Hasil
penelitian ini mengatakan bahwa kemampuan membaca bukti matematis mahasiswa pada
Mata Kuliah Statistika Matematika tergolong masih kurang baik. Hal ini terlihat dari
beberapa mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memahami alur suatu
pembuktian, termasuk di dalamnya kesulitan dalam pemeriksaan kebenaran pembuktian
beserta penulisan konsep yang digunakan. Kemampuan memahami inilah yang harus
dilihat kembali oleh peneliti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana kemampuan pemahaman
mahasiswa dalam memahami dan mengingat mata kuliah statistika apabila diberikan soal-
soal tentang statistika. Semua jawaban dilihat oleh peneliti, baik jawaban yang benar
maupun jawaban yang salah. Untuk melihat kemampuan pemahaman mahasiswa dalam
menjawab soal-soal statistika, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis
Kemampuan Pemahaman Mahasiswa pada Mata Kuliah Statistika”. Bagi mahasiswa
terutama mahasiswa tingkat akhir, belajar statistika itu sangatlah penting karena statistika
akan sangat berguna ketika melakukan penelitian. Mata kuliah statistika berkaitan erat
dengan penelitian karena statistik berperan baik dalam penyusunan model, perumusan
hipotesa, dalam pengembangan alat dan instrumen pengumpulan data, dalam penyusunan
desain penelitian, dalam penentuan sampel dan dalam analisa data.

METODE
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian dengan metode survei karena peneliti
menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam untuk mendeskripsikan
kemampuan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah statistika. Dalam penelitian ini,
mahasiswa diminta menjawab soal-soal tentang statistika.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


320
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa
Elisabeth Medan pada Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian untuk memperoleh data dan informasi
dilaksanakan pada bulan Juni 2022.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Manajemen
Informasi Kesehatan tingkat I dan II yang memprogramkan mata kuliah statistika tahun
akademik 2021/2022 yang berjumlah 35 orang mahasiswa. Penarikan sampel dengan
menggunakan teknik total sampling.
Berikut adalah tabel sebaran jumlah mahasiswa Program Studi Manajemen
Informasi Kesehatan tingkat I dan II.

Tabel 1. Sebaran Jumlah Mahasiswa yang Memprogram Mata Kuliah Statistika


No. Tingkat Banyak Mahasiswa Sampel
1 I 17 15
2 II 18 15
Total 35 30
Dari tabel tersebut, maka jumlah responden yang dijadikan sebagai sampel adalah
sebanyak 30 orang mahasiswa.

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pengukuran. Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal
tentang statistika. Soal yang diberikan berupa tes agar nantinya dapat dianalisis
kemampuan-kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan kasus-kasus dalam penelitian.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
tes. Tes untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam memahami materi statistika
matematika yang berjumlah 10 butir soal pilihan ganda. Berikut adalah pembagian dari
10 butir soal dengan tingkat kesukarannya.
Tabel 2. Pembagian Soal dengan Tingkat Kesukarannya.
Nomor Soal Kategori
1 Mudah
2 Mudah
3 Sukar
4 Sukar
5 Sulit
6 Sukar
7 Mudah
8 Sulit
9 Mudah
10 Sukar
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa soal nomor 1, 2, 7, dan 9 adalah 4
butir soal yang berada pada kategori mudah, soal nomor 3, 4, 6 dan 10 adalah 4 butir soal
yang berada pada kategori sukar dan soal nomor 5 dan 8 adalah 2 butir soal yang berada
pada kategori sulit.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


321
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif.
Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, agar data yang diperoleh
tersusun secara sistematis dan lebih mudah menafsirkan sesuai dengan rumusan masalah.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan pemahaman pengetahuan statistika,
dideskripsikan hasil tes kemudian dikategorikan seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Ketegori Tingkat Kemampuan Dasar Statistika Mahasiswa pada Awal Mata
Kuliah Statistika
No. Skor Mahasiswa Kategori
1 0,00 – 20,00 Sangat Rendah
2 20,01 – 40,00 Rendah
3 40,01 – 60,00 Sedang
4 60,01 – 80,00 Tinggi
5 80,01 – 100,00 Sangat Tinggi

HASIL
Deskripsi Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh peneliti terdiri atas dua jenis yaitu data
kuantitatif dan data kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan melihat dan
memeriksa jawaban mahasiswa dilanjutkan dengan menghitung banyaknya soal yang
diselesaikan mahasiswa untuk mengukur kemampuan pemahaman mahasiswa tersebut.
Pada analisis data kualitatif atau pendeskripsian data difokuskan pada tingkat
kemampuan pemahaman dan letak kesalahan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah
statistika Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Santa Elisabeth Medan.
Tingkat Kemampuan Pemahaman Mahasiswa
Setelah mahasiswa siap menjawab soal-soal statistik, selanjutnya peneliti
memeriksa hasil jawaban mahasiswa tersebut untuk melihat banyaknya mahasiswa yang
menjawab benar dan menjawab salah untuk setiap nomor soal. Secara keseluruhan hasil
jawaban mahasiswa dari semua responden atau peserta tes penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4. Hasil Jawaban 30 Mahasiswa dalam Menjawab 10 Nomor Soal Statistik


No. Jawaban Jumlah
1 Benar 186
(%) (62%)
2 Salah 114
(%) (38%)
Jumlah 300
(%) (100%)

Berdasarkan tabel diatas, terdapat 10 nomor soal yang diberikan pada 30 responden
penelitian sehingga total soal yang dikerjakan ada 300 nomor soal. Respons mahasiswa
yang menjawab benar ada 186 nomor soal atau sebesar 62%, dan respons mahasiswa yang
menjawab salah ada 114 nomor soal atau sebesar 38%. Hasil tes prestasi mahasiswa dari
30 responden, ditujukan pada tabel dan diagram berikut.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


322
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

Tabel 5. Nilai Statistika Deskriptif dari 30 Mahasiswa


No. Statistika Nilai
1 Banyak Responden 30
2 Nilai Ideal 100
3 Nilai Tertinggi 100
4 Nilai Terendah 20
5 Rata-rata 62
6 Standar Deviasi 22,49

Nilai
120
100 100
100

80
62
60

40 30
20 22,49
20

0
Banyak Nilai Ideal Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata Standar
Responden Deviasi
1 2 3 4 5 6

Gambar 1. Diagram Nilai Statistika Deskriptif dari 30 Mahasiswa


Berdasarkan tabel dan diagram diatas, diperoleh rata-rata nilai sebesar 62 dengan
standar deviasi 22,49. Nilai tertinggi yang dicapai mahasiswa adalah 100, sedangkan nilai
terendah 20, dari nilai ideal 100. Dengan demikian tingkat kemampuan pemahaman
mahasiswa pada mata kuliah statistika Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan berada pada rentang 60-80%
yaitu 62% dan dikategorikan tinggi.

Letak Kesalahan Pemahaman Mahasiswa


Berdasarkan hasil analisis tes yang dilakukan peneliti, letak kesalahan pemahaman
pengetahuan mahasiswa pada mata kuliah statistika untuk 10 nomor soal berdasarkan
materi statistic yang sudah dipelajari sebelumnya adalah sebagai berikut.
Hasil jawaban mahasiswa secara umum pada rekapitulasi 10 nomor soal, jika
diidentifikasi berdasarkan nomor soal dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Rekapitulasi Analisis 10 Butir Soal
No Jawa Nomor Soal
ban 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Benar 27 14 23 13 15 22 17 8 24 23
(%) (90) (46,7) (76,7) (43,3) (50) (73,3) (56,7) (26,7) (80) (76,7)
2 Salah 3 16 7 17 15 8 13 22 6 7

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


323
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

(%) (10) (53,3) (23,3) (56,7) (50) (26,7) (43,3) (73,3) (20) (23,3)
Jumlah 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
(%) (100) (100) (100) (100) (100) (100) (100) (100) (100) (100)

PEMBAHASAN
Tingkat Kemampuan Pemahaman Mahasiswa
Dari penelitian yang menggunakan sampel sebanyak 30 mahasiswa, hasil jawaban
mahasiswa pada mata kuliah statistik menunjukkan tingkat kemampuan pemahaman
mahasiswa bisa saja berubah kalau para mahasiswa belajar dengan tekun dan sungguh-
sungguh. Dari seluruh sampel yang menjawab soal dengan benar sebesar 62%, yang
menjawab salah sebesar 38%. Dari hasil tesebut, dapat diketahui bahwa presentase
mahasiswa yang menjawab benar lebih besar daripada yang menjawab salah.
Hasil analisis jawaban dari 10 nomor soal tes pemahaman dasar statistika pada
mahasiswa yang diujikan, diperoleh hasil bahwa tingkat kemampuan dasar statistika
mahasiswa pada mata kuliah statistika Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan berada pada kategori tinggi. Hal
ini berdasarkan Tabel 4 yang menunjukkan bahwa rata-rata hasil jawaban mahasiswa dari
10 nomor soal yang diselesaikan sebesar 62%. Dimana dari 10 nomor soal yang diberikan
pada 30 responden penelitian, total soal yang dikerjakan ada 300 nomor soal sehingga
respons mahasiswa yang menjawab benar ada 186 nomor soal atau sebesar 62%.

Letak Kesalahan Pemahaman Mahasiswa


Berdasarkan hasil analisis deskriptif, besarnya letak kesalahan pemahaman
mahasiswa pada mata kuliah statistika Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan pada 10 nomor soal berbeda-beda
setiap nomor soal baik itu secara umum yang dialami seluruh mahasiswa maupun
berdasarkan pernomor soal atau perpokok bahasan. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5. Pada
Tabel 5 ditunjukkan bahwa besarnya persentase kebenaran dan kesalahan pemahaman
pengetahuan mahasiswa berbeda-beda. Dari hasil tersebut secara umum kesalahan
pemahaman mahasiswa dalam menjawab 10 nomor soal statistika bahwa peringkat
pertama soal yang paling besar kesalahan pemahamannya didapatkan pada soal nomor 8
tentang soal kasus statistik inferensial. Pada soal statistik inferensial ini ada 26,7%
mahasiswa yang mampu menjawab soal dengan benar, dan 73,3% mahasiswa salah dalam
mengerjakan soal. Peringkat kedua soal yang besar kesalahan pemahamannya didapatkan
pada soal nomor 4 yaitu tentang pengertian statistic inferensial. Pada soal nomor 4 ini,
ada 43,3% mahasiswa yang mampu menjawab soal dengan benar, dan 56,7% mahasiswa
yang salah dalam mengerjakan soal tersebut. Pada soal nomor 8 dan nomor 4 ini,
mahasiswa kurang menguasai pengertian dari statistik inferensial sehingga lebih banyak
mahasiswa yang salah dalam menjawab soal tersebut.
Peringkat ketiga soal yang besar kesalahan pemahamannya didapatkan pada soal
nomor 2 tentang pengertian statistik deskriptif. Pada soal nomor 2 ini ada 46,7%
mahasiswa yang mampu menjawab soal dengan benar dan 53,3% mahasiswa yang salah
dalam mengerjakan soal tersebut. Pada soal nomor 2 ini, mahasiswa kurang mengerti dan
menguasai pengertian dari statistik deskriptif sehingga lebih banyak mahasiswa yang
salah dalam menjawab soal tersebut.
Peringkat keempat soal yang besar kesalahan pemahamannya didapatkan pada soal
nomor 5 tentang mean atau nilai rata-rata. Pada soal nomor 5 ini ada 50% mahasiswa
yang mampu menjawab soal dengan benar dan 50% mahasiswa yang salah dalam

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


324
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

mengerjakan soal. Artinya, pada soal nomor 5 ini ada 15 mahasiswa (setengah dari jumlah
responden) yang kurang memahami dan mengerti rumus dan cara menghitung nilai rata-
rata dari sebuah soal kasus.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa yang cenderung
menjawab soal-soal statistika dengan tidak benar. Hal ini mengimplikasikan bahwa
mahasiswa mempunyai masalah pada tahap pembacaan soal, pemahaman, transformasi,
keterampilan proses dan pemilihan jawaban yang tepat.
1. Kesalahan membaca
Kesalahan membaca terjadi ketika mahasiswa membaca soal dengan sangat cepat
dan tanpa memahami betul soalnya sehingga mahasiswa tidak mengerti maksud dari
soal tersebut, akibatnya soal-soal statistik yang diberikan peneliti tidak bisa dijawab
dengan benar.
2. Kesalahan pemahaman
Kesalahan pemahaman terjadi ketika mahasiswa mampu membaca pertanyaan
tetapi gagal memahami pertanyaan tersebut, sehingga menyebabkan kekeliruan atau
kegagalan dalam menjawab soal-soal yang ada.
3. Kesalahan transformasi
Kesalahan transformasi terjadi ketika mahasiswa telah benar memahami
pertanyaan tetapi gagal untuk mengidentifikasi rumus statistika yang tepat dalam
menyelesaikan soal-soal tersebut. Kesalahan ini terjadi karena mahasiswa salah
konsep atau tidak tahu konsep yang digunakan dalam menyelesaikan soal-soal
tersebut.
4. Kesalahan keterampilan proses
Kesalahan keterampilan proses terjadi ketika mahasiswa mampu mengidentifikasi
rumus dan konsep statistika dengan benar, namun mahasiswa gagal melaksanakan
prosedur dengan benar. Meskipun mahasiswa mampu membaca dan memahami
pertanyaan serta dengan benar mengidentifikasi rumus dan konsep statistika, namun
ternyata membuat kesalahan prosedur dalam perhitungannya. Kesalahan yang terjadi
adalah kesalahan dalam menerapkan prosedur, kesalahan dalam melakukan
perhitungan dan tidak berhati-hati dalam melakukan perhitungan.
5. Kesalahan pemilihan jawaban
Kesalahan pemilihan jawaban terjadi ketika mahasiswa mampu menyelesaikan
soal dengan tepat dan benar, namun mahasiswa gagal dalam memilih jawaban yang
tepatnya. Beberapa penyebab mahasiswa melakukan kesalahan, antara lain
kecerobohan dalam melakukan perhitungan, malas membaca dan memahami
pertanyaan sehingga jawaban yang dipilih salah. Kesalahan yang terjadi adalah
kesalahan dalam membuat kesimpulan, tidak melakukan pemeriksaan terhadap hasil
perhitungan, konsep dan jawaban yang diberikan sehingga salah dalam memilih
jawaban hasil akhir, dan tidak mengecek kembali apa yang ditanyakan, sehingga salah
dalam memilih jawaban hasil akhir.
Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakmampuan dan ketidakpahaman
mahasiswa dalam menjawab soal-soal statistika yang diberikan oleh peneliti terdiri dari
2 faktor utama yaitu faktor internal, seperti kondisi tubuh mahasiswa yang kurang sehat,
malu bertanya, tidak membahas kembali materi-materi yang sudah di pelajari
sebelumnya, kurang memiliki bakat dalam menghitung, kurangnya pemahaman awal
materi tentang statistika, kurangnya minat dan motivasi dalam mengikuti proses
pembelajaran, kebiasaan belajar kurang baik yakni lebih banyak menghafal daripada
memahami materi, kurang memahami lambang-lambang dan rumus-rumus statistika,
rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi mahasiswa dan kurangnya mahasiswa
Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
325
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

memahami serta mengingat kembali materi statistika yang sudah dipelajari sebelumnya.
Sedangkan faktor eksternalnya, seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap
pendidikan anak, lingkungan yang kurang baik, keseringan nonton Tik Tok, main game
dan nonton TV sehingga lupa belajar, serta terpengaruh oleh teman bergaul yang nakal
dan malas belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut: (1) Tingkat kemampuan pemahaman mahasiswa pada mata kuliah
statistika Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Santa Elisabeth Medan berada pada kategori tinggi yaitu 62%. (2) Dari seluruh
sampel, yang menjawab soal dengan benar adalah sebesar 62%, yang menjawab salah
sebesar 38%. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa presentase mahasiswa yang
menjawab benar lebih besar daripada yang menjawab salah. (3) Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesalahan menjawab soal-soal statistika terjadi karena mahasiswa
mempunyai masalah pada tahap pembacaan soal, pemahaman, transformasi,
keterampilan proses dan pada pemilihan jawaban yang tepat.

Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah mahasiswa khususnya mahasiswa
Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan tingkat I dan II, agar lebih rajin lagi
belajar statistika dan lebih aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan tidak hanya
terpusat pada konsep yang diajarkan dosen.. Materi statistika yang dianggap sulit jangan
dibiarkan sulit, dalam artian cari tahulah bagaimana agar materi statistika yang sulit
tersebut dapat mudah untuk dikerjakan agar hasil belajarnya bisa optimal. Agar materi
statistik yang sulit menjadi mudah, maka yang harus dilakukan adalah membiasakan diri
belajar setiap hari, membahas kembali materi-materi yang barusan di pelajari dan
menanyakan kepada dosen pengampu mata kuliah tersebut jika ada yang tidak di
mengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Afifiah, S. N., & Wicaksana, E. J. (2014). Persepsi Mahasiswa tentang Mata Kuliah
Statistik serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Statistik Mahasiswa IKIP
PGRI Madiun. Jurnal CARE, 2(1), 1–8.

Firmansyah, M. A. (2017). Analisis Hambatan Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah


Statistika. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran Matematika, 10(2).
https://doi.org/10.30870/jppm.v10i2.2036

Jais, E., & Amiati, W. (2020). Jurnal akademik pendidikan matematika. Akademik
Pendidikan Matematika, 6(November), 62–66.

Maryati, I. (2017). Analisis Kesulitan Dalam Materi Statistika Ditinjau Dari


Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Statistis. Prisma, 6(2), 173–179.
https://doi.org/10.35194/jp.v6i2.209

Nggema, A. R., Indrawan, I. P., & Yesy, A. N. L. P. (2020). Analisis Pelaksanaan


Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
326
Robin Bastian Waruwu, Nayanda Privanezsa Hao, Prilia Handayani Hia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 318 – 327

Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi Covid-19 dalam Mata Pelajaran


Matematika pada Siswa Kelas VIII SMP Santo Yoseph Denpasar. Jurnal
Emasains: Jurnal Edukasi Matematika Dan Sains Volume, IX(2), 241–265.
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/%0Ahttps://ojs.ikippgribali.ac.id/index.php/e
masains/article/view/847

Nurlita, M. (2018). Analisis Kemampuan Pemahaman Pengetahuan Mahasiswa.


4(November), 46–56. https://doi.org/10.17605/OSF.IO/JPZ2F

Payadnya, I. P. A. A., Noviyanti, P. L., & Wibawa, K. A. (2020). Analisis Kemampuan


Pemahaman Konsep Mahasiswa pada Mata Kuliah Metode Statistika I selama
Pandemi COVID-19. Jurnal Emasains: Jurnal Edukasi Matematika Dan Sains,
IX(2), 288–296.

Rahayu, S., Harjono, A., Sutrio, S., Gunada, I. W., & Hikmawati, H. (2014).
Pengembangan Modul Pengantar Statistik Deskriptif Pada Mata Kuliah Statistik
Dasar Untuk Mahasiswa Pendidikanfisika Universitas Mataram. Lensa: Jurnal
Kependidikan Fisika, 2(1), 168. https://doi.org/10.33394/j-lkf.v2i1.309

Sa’idah, N. (2016). Problematika Kesulitan Belajar Statistik. Proseding Seminar


Nasional PGSD UPY, 54–61.

Sangila, M. S., & Jufri, L. (2018). Deskripsi kemampuan mahasiswa fakultas tarbiyah
dan ilmu keguruan kendari dalam menganalisis data statistika. Jurnal Al-Ta’dib,
11(1), 109–126.

Suryana, A. (2015). Analisis Kemampuan Membaca Bukti Matematis Pada Mata Kuliah
Statistika Matematika. Infinity Journal, 4(1), 84.
https://doi.org/10.22460/infinity.v4i1.74

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


327
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 328-333
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.655
Submitted: 10-07-2022 | Accepted: 15-07-2022 | Published: 29-07-2022

Kehamilan Lebih Dari Tiga Memiliki Pengaruh Besar


Terjadinya Perdarahan Pasca Bersalin

Andri Nur Sholihah1*, Nopija2


1*,2
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Indonesia
Email: 1*andrisholihah@unisayogya.ac.id

Abstract
Background: Based on data from the Public Health Office of Yogyakarta Special
Province in 2014, the cause of Maternal Mortality Rate (MMR) in Yogyakarta was 40
cases. There were 12 cases of maternal death, especially in Sleman, and the causes of
maternal death were due to hemorrhage. In Regional Public Hospital of Prambanan,
the data presented that during January 2015- December 2017 the cases of
hemorrhage were 71 patients. Methodes. The objective of this study was to determine
the correlation between parity and the incidence of pasca bersalin hemorrhage in
Regional Public Hospital of Prambanan. This study applied a case control analytic
survey method with a retrospective time approach. The samples of the case group were
44 respondents, and the control group were 44 respondents in January 2015 -
December 2017 with total sampling technique for the case group and purposive
sampling for the control group. The instruments used were the observation sheets and
the data analysis used Chi square Result: of Chi square test in the case group of
maternal parity at risk of experiencing hemorrhage was as much as 32%, and in the
control group of maternal parity who were not at risk of experiencing pasca bersalin
hemorrhage was as much as 20%. The p value was 0.001, and the Odds Ratio value
(OR) was 4.173. Conclusion : There was a correlation between parity and the
incidence of hemorrhage. The high risk maternal parity is 4 times more at risk of
experiencing the incidence of pasca bersalin hemorrhage than the maternal parity
which is not at risk. It is expected that midwives can improve

Keywords: Hemorrhage, Maternal Parity

Abstrak
Latar Belakang: Berdasarkan data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
tahun 2014, penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) di Yogyakarta sebanyak 40 kasus.
Kasus kematian ibu khususnya Sleman terdapat 12 kasus, dan penyebab kematian ibu di
karenakan perdarahan. Di RSUD Prambanan didapatkan data bahwa selama bulan
Januari 2015 – Desember 2017 kasus perdarahan pasca bersalin sebanyak 71 pasien.
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian perdarahan
pasca bersalin di RSUD Prambanan. Metode: Penelitian ini menggunakan metode
survey analitik case control dengan pendekatan waktu restropective. Sampel penelitian
kelompok kasus berjumlah 44 responden dan kelompok kontrol sebanyak 44 responden

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


328
Andri Nur Sholihah, Nopija
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 328 – 333

pada bulan Januari 2015-Desember 2017 dengan teknik total sampling untuk kelompok
kasus dan purposive sampling untuk kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan
lembar observasi dan analisis data menggunakan chi square. Hasil: Hasil uji Chi square
pada kelompok kasus ibu paritas beresiko yang mengalami perdarahan pasca bersalin
sebanyak 32 % pada kelompok kontrol ibu paritas beresiko yang tidak mengalami
perdarahan pasca bersalin sebanyak 20%. Nilai p value 0,001 dan nilai Odds Ratio (OR)
sebesar 4,173.. Simpulan : Ada hubungan paritas dengan kejadian perdarahan pasca
bersalin. Paritas beresiko 4 kali lebih beresiko mengalami kejadian perdarahan pasca
bersalin daripada ibu paritas tidak beresiko. Diharapkan bidan mampu meningkatkan
pelayanan pada pasien yang mengalami perdarahan pasca bersalin, terutama pada ibu
yang memiliki resiko tinggi.

Kata Kunci: Perdarahan Pasca Bersalin, Paritas

PENDAHULUAN

Tahun 2019 World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Angka Kematian
Ibu (AKI) di dunia sebanyak 303.000 jiwa dan di Indonesia sendiri sebanyak 305 per 100.000
kelahiran hidup (Kemenkes, 2019). Menurut profil Kesehatan Indonesia tahun 2020
Berdasarkan penyebab, sebagian besar kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh
perdarahan sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan
gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus (Kemenkes RI, 2020).

Menurut data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kematian ibu di
Yogyakarta pada tahun 2020 adalah 40 kasus. Kasus kematian ibu tertinggi masih terjadi di
Bantul yaitu 20 kasus. Sedangkan kasus kematian ibu yang paling kecil selama 2020 ada di
Kota Yogyakarta yaitu 2 kasus. Penyebab kematian ibu yang paling banyak ditemukan di DIY
adalah karena Penyakin lain-lain (20), perdarahan (6), hipertensi dalam kehamilan (3), infeksi
(5), dan gangguan sistem peredaran darah (6). (Dinkes DIY, 2020).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Prambanan didapatkan bahwa


selama bulan Januari 2015 – Desember 2017 terdiagnosa kasus perdarahan pasca bersalin
sebanyak 71 kasus. Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu, antara lain melalui
penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta penyediaan fasilitas kesehatan. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di rumah sakit (Kemenkes RI, 2014).

METODE
Desain penelitian ini adalah observasional analitik. Jenis pendekatan case control, yaitu
yaitu penelitian yang mempelajari hubungan antara kasus dengan paparan tertentu
(Sastroasmoro, 2011). Dalam penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan efek
(pasien dengan perdarahan pasca bersalin) dan kelompok tanpa efek (pasien tanpa perdarahan
pasca bersalin) kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor resikonya (paritas).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RSUD Prambanan baik yang
mengalami perdarahan pasca bersalin maupun yang tidak mengalami perdarahan pasca bersalin
selama kurun waktu bulan Januari 2015 - Desember 2017 sebanyak 1595 ibu melahirkan.
Berdasarkan populasi pada kelompok kasus terdiagnosa 71 ibu bersalin dengan perdarahan
pasca bersalin. Teknik pengambilan sampel untuk kelompok kasus dalam penelitian ini
menggunakan total sampling yang berdasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi adalah
sebanyak 44 resonden, sedangkan untuk kelompok kontrol pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan pengambilan sampel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


329
Andri Nur Sholihah, Nopija
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 328 – 333

sebanyak 44 responden. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 88 responden,
dengan perbandingan kasus kontrol yaitu 1:1 atau 44 kasus : 44 kontrol. Metode pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi. Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa bivariat menggunakan uji chi
square dan untuk memngetahui besarnya faktor risiko menggunakan analisa odds ratio.

HASIL
1. Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Pendidikan
Responden di RSUD Prambanan.
Karakteristik Kasus Kontrol
% %

Pendidikan Dasar 32 34
Menengah 59 61
Tinggi 9 5
Jumlah 100 100

Tabel 2. Karakteristik Pekerjaan


Responden di RSUD Prambanan
Karakteristik Kasus Kontrol
% %
Bekerja 39 32
Tidak bekerja 61 68
100
Jumlah 100

Hasil Analisis
1. Paritas Ibu Melahirkan
Tabel 3. Distribusi FrekuensiParitas Ibu Melahirkan
2.

Paritas Ibu Kasus Kontrol %


% %
Beresiko 32 15 47
Tidak 18 35 53
Beresiko

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus,


sebagian besar paritas beresiko mengalami perdarahan pada saat melahirkan
adalah sebanyak 32 %, sedangkan kelompok kontrol mayoritas ibu paritas
tidak beresiko tidak mengalami perdarahan pada saat melahirkan sebanyak
35%.
3. Kejadian Perdarahan Pasca Bersalin

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


330
Andri Nur Sholihah, Nopija
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 328 – 333

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian Perdarahan Pasca bersalin


Perdarahan Kasus Kontrol %
Pasca bersalin % %
Perdarahan 50 0 50
Tidak Perdarahan 0 50 50

jumlah 50 50 100

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat


50% responden yang terjadi perdarahan pasca bersalin dan kelompok kontrol
terdapat 50% responden yang tidak terjadi perdarahan pasca bersalin.
Perdarahan pasca bersalin adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir
sampai harike 15 pasca bersalin (Sofyan, 2011).
Tabel 5. Tabulasi silang hubungan paritas dengan kejadian perdarahan
pasca bersalindi RSUD Prambanan

Kejadian Perdarahan Postpartum Total P valu e OR


Paritas

Ya Tidak
% % %
Beresiko 32 15 0,00 47 4,17
Tidak Beresiko 18 35 1 53 3
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa paling banyak responden yang paritas
Total
50 50 100
beresiko mengalami perdarahan pasca bersalin berjumlah 32%. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan analisis Chi Square. Analisis ini dimaksudkan untuk
melihat korelasi atau hubungan antara variabel yang satu dengan pariabel yang lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh koefisien hubungan paritas dengan kejadian
perdarahan pasca bersalin nilai p-value sebesar 0,001<0,05. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan paritas dengan kejadian perdarahanpasca bersalin.
PEMBAHASAN
Menurut Prawirohardjo (2008), paritas merupakan salah satu faktor penting yang
dapat menyebabkan perdarahan pasca bersalin. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan Lestari (2013) didapatkan nilai signifikan p (0,027) < α (0,05) ada
hubungan antara paritas dengan kejadian perdarahan.
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Sari (2015) didapatkan bahwa p-
value 0,027 maka terdapat hubungan siginifikan antara paritas dengan kejadian
perdarahan pasca bersalin. Sebagaimana dalam penelitian ini di sebutkan bahwa ibu
dengan paritas beresiko (1 dan >3) memiliki resiko 3,040 kali lebih besar terjadinya
perdarahan pasca bersalin dibandingkan ibu dengan paritas tidak berisiko (2 dan 3).
Paritas mempunyai hubungan terhadap terjadinya perdarahan pasca bersalin.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman untuk hamil dan bersalin. Paritas 1 dan
paritas tinggi (paritas >3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, semakin
tinggi paritas maka angka kematian seakin meningkat (Winkjosastro, 2009).

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


331
Andri Nur Sholihah, Nopija
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 328 – 333

menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 50% responden yang terjadi
perdarahan pasca bersalin dan kelompok kontrol terdapat 50% responden yang tidak
terjadi perdarahan pasca bersalin. Perdarahan pasca bersalin adalah perdarahan yang
terjadi setelah bayi lahir sampai hari ke 15 pasca bersalin (Sofyan, 2011).
Menurut Winkjosastro (2009), Paritas ibu yang bersangkutan mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Risiko terhadap ibu dan anak pada kelahiran
bayi pertama cukup tinggi, akan tetapi resiko ini tidak dapat dihindari. Kemudian resiko
ini menurun pada paritas kedua dan ketiga serta meningkat lagi pada paritas keempat
dan seterusnya.
Menurut Priwirohardjo (2010), berdasarkan saat terjadinya perdarahan pasca
bersalin dibagi menjadi perdarahan primer, yakni terjadi dalam 24 jam pertama dan
biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan sisa sebagian
plasenta. Dalam kasus jarang bisa dikarenakan inversion uteri. Perdarahan pasca
bersalin sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa
plasenta. Adapun faktor predisposisi terjadinya perdarahan pasca bersalin salah satunya
adalah paritas ibu.
Paritas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perdarahan
pasca bersalin. Menurut Prawirohardjo (2008), paritas merupakan salah satu faktor
penting yang dapat menyebabkan perdarahan pasca bersalin. Berkaitan dengan
kemampuan otot-otot rahim, jika terlalu sering melahirkan dan jarak kelahiran terlalu
dekat maka serabut otot myometrium mengalami penurunan fungsi dalam berkontraksi
sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan Siagian (2017) didaptkan bahwa p-value 0,001<0,05 yang berarti ada
hubungan antara paritas dengan kejadian perdarahan pasca bersalin.
Hasil penelitian pada nilai odds ratio (OR) yang didapatkan sebesar 4,173 yang
artinya paritas beresiko 4 kali lipat untuk terjadi perdarahan daripada paritas yang tidak
beresiko. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Elmeida (2014)
menunjukkan resiko paritas 4 kali lebih besar akan mengalami perdarahan pasca
bersalin. Dan penelitian sari (2015) menunjukkan ibu dengan paritas beresiko (1 dan
>3) memiliki resiko 3 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan paritas tidak beresiko (2
dan 3).
Mochtar menyebutkan bahwa salah satu faktor predisposisi perdarahan pasca
bersalin yang disebabkan oleh atonia uteri adalah paritas : sering di jumpai pada
multipara. Wanita dengan paritas tinggi menghadapi resiko perdarahan akibat atonia
uteri yang semakin meningkat. Menurut Babinszki (1990, dalam Cunningham, 2013),
melaporkan kejadian perdarahan pasca bersalin sebesar 0,3 % pada wanita dengan
paritas rendah, tetapi pada wanita dengan paritas 4 atau lebih, angka kejadiannya
sebesar 1,9%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Paritas ibu bersalin di RSUD Prambanan menunjukkan bahwa kelompok kasus
sebagian besar ibu paritas beresiko yang mengalami perdarahan pasca bersalin

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


332
Andri Nur Sholihah, Nopija
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 328 – 333

sebanyak 32%. Sedangkan pada kelompok kontrol yaitu ibu yang paritas
beresiko yang tidak mengalami perdarahan pasca bersalin sebanyak
15%.
2. Jumlah perdarahan pasca bersalin di RSUD Prambanan menunjukkan bahwa
kelompok kasus sebanyak 50% dan kelompok kontrol yang tidak mengalami
perdarahan sebanyak 50%.
Terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian perdarahan pasca bersalin di
RSUD Prambanan dengan nilai p value 0,001 dan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4,173
yang artinya paritas ibu 4 kali lebih beresiko mengalami kejadian perdarahan
perdarahan pasca bersalin

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, E. 2017. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Status Ekonomi Dengan
Paritas Di Puskesmas Bahu Manado. Laporan Penelitian Universitas Sam
Ratulangi Manado. Online. http://repo.unsert.ac.id/253/. Diakses tanggal 3 april
2018 Cunningham, FG, Leveno, KJ, Bloom,
Dinas Kesehatan DIY (2020). Profil Kesehatan Provinsi Yogyakarta .
https://www.dinkes.jogjaprov.go.id/download/download/113
Kementerian Kesehatan RI, 2020, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020.
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
Lestari, ERP. 2014. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Pada
Ibu Bersalin. http://ejournal.rajekwesi.ac.id/index.php/jurnal-penelitian-
kesehatan/article/view/57. Oktober 2017.
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Mayarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nugroho, T. 2012. Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Sastroasmoro, S dan Sofyan I. 2011. Dasar-dasar Metodelogi
Penelitian Klinis. Jakarta : sagung Seto.
Siagian, R. 2017. Hubungan Tingkat Paritas dan Tingkat AnemiaTerhadap Kejadian
Perdarahan Postpartum di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Online. http://juke.kedokteran.unila.ac.id
SL, Haut, JC, Rouse, DJ, & Spong, CY. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
Sofian, Amru. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Sujiyatini; Purwaningsih, D; Dewi, Nilda S.; dan Kurniati, A. 2011. Asuhan Kebidanan
II (Persalinan). Yogyakarta : Rohima Press.
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


333
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan M asyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 334-348
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.658
Submitted: 11-07-2022 | Accepted: 15-07-2022 | Published: 29-07-2022

Literature Review: Komplikasi Maternal dan


Neonatal Akibat Persalinan Macet

Fitri Yuniarti1*, Dintya Ivantarina2


1*,2
Program Studi Kebidanan, STIKES Karya Husada, Kediri, Indonesia
Email: 1*fitri.mkk@gmail.com, 2divantabelle25@gmail.com

Abstract
Obstructed labor significantly occur in developing countries including Indonesia,
contributing to maternal and neonatal health. The burden of obstructed labor and
adverse fetomaternal outcomes appears to remain high and is a common challenge.
One of them is caused by delays in making decisions regarding referral approval due to
lack of information about complications that occur in maternal and neonatal.
Therefore, identification of the outcomes of obstructed labor that occurs in maternal
and neonatal is very important with the aim of knowing the maternal and neonatal
complications resulting from obstructed labor. The method used is a literature study
using an online database, namely Pubmed and Google Scholar based on inclusion
criteria. The results of this study obtained 13 articles showing maternal complications
due to obstructed labor, namely uterine rupture, postpartum hemorrhage, anemia,
shock, sepsis, blood transfusion, hysterectomy, bladder rupture and injury, fistula,
perineal and cervical lacerations, pelvic floor sequelae, musculoskeletal disorders,
genitourinary, postpartum depression and death while fetal complications were sepsis,
asphyxia, respiratory distress, meconium aspiration syndrome, seizures, jaundice,
stillbirth, perinatal and neonatal death. Prevention of obstructed labor is carried out
through a multidisciplinary approach aimed in the short term to identify high-risk cases
since pregnancy. In the long term, improving education and better health from health
workers for mothers and families related to maternal and neonatal complications due to
evidence-based obstructed labor so as not to hesitate in making decisions regarding
approval of referral actions so that cases of obstructed labor can be handled on time
and do not cause dangerous complications. for mother and baby.

Keywords: Complication, Maternal, Neonatal, Obstructed Labor

Abstrak
Persalinan macet secara signifikan terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia
berkontribusi terhadap kesehatan maternal dan neonatal. Beban persalinan macet serta
hasil fetomaternal yang merugikan tampaknya tetap tinggi dan menjadi tantangan
umum. Salah satunya disebabkan oleh keterlambatan dalam pengambilan keputusan
pemberian persetujuan rujukan akibat kurangnya informasi tentang komplikasi yang
terjadi pada maternal dan neonatal. Oleh karena itu, identifikasi hasil dari persalinan
macet yang terjadi pada maternal dan neonatal sangat penting dengan tujuan untuk
mengetahui komplikasi maternal dan neonatal akibat dari persalinan macet. Metode

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


334
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

yang digunakan adalah studi literatur menggunakan data base online yaitu Pubmed dan
Google Scholar berdasarkan kriteria inklusi. Hasil studi ini didapatkan 13 artikel yang
menunjukkan komplikasi maternal akibat persalinan macet yaitu ruptur uteri,
perdarahan postpartum, anemia, syok, sepsis, transfusi darah, histerektomi, ruptur dan
cedera kandung kemih, fistula, laserasi perinium dan serviks, gejala sisa dasar panggul,
muskuloskeletal, genitouri, depresi postpartum dan kematian sedangkan komplikasi
pada janin yaitu sepsis, asfiksia, gangguan pernapasan, sindrom aspirasi mekoneum,
kejang, ikterus, janin mati dalam kandungan, kematian perinatal dan neonatal.
Pencegahan persalinan macet dilakukan melalui pendekatan multidisiplin yang
ditujukan dalam jangka pendek untuk mengidentifikasi kasus berisiko tinggi sejak
kehamilan. Dalam jangka panjang peningkatan pendidikan dan kesehatan yang lebih
baik dari tenaga kesehatan untuk ibu dan keluarga terkait komplikasi maternal dan
neonatal akibat persalinan macet berbasis bukti agar tidak ragu dalam mengambil
keputusan persetujuan tindakan rujukan sehingga kasus persalinan macet dapat diatasi
tepat waktu dan tidak menimbulkan komplikasi yang membahayakan untuk ibu dan
bayi.

Kata Kunci: Komplikasi, Maternal, Neonatal, Partus Macet

PENDAHULUAN
Persalinan macet didefinisikan sebagai kegagalan bagian terendah janin untuk
turun di jalan lahir karena alasan mekanis meskipun memiliki kontraksi uterus yang
memadai (Dile et al., 2020). Didiagnosis jika didapatkan adanya tanda gejala seperti
durasi persalinan memanjang, kelelahan ibu bersalin, tanda-tanda vital yang abnormal,
distensi kandung kemih, terbentuk cincin bandle di segmen bawah rahim, gawat atau
kematian janin, edema vulva, terbentuk caput, cairan ketuban berbau busuk, kental dan
mekonium (Plummer et al., 2022).
Persalinan macet merupakan masalah kesehatan maternal dan neonatal yang
signifikan di negara berkembang seperti di wilayah Afrika sub-Sahara dan Asia
Tenggara, persalinan macet terjadi sekitar 5% pada proses intrapartum dan
menyumbang sekitar 8% dari kematian ibu (Jamison et al., 2016; Musaba et al., 2020).
Di negara berkembang, angka kematian ibu sebesar 462 per 100.000 kelahiran hidup
sedangkan di negara Indonesia pada tahun 2020 jumlah kematian ibu mengalami
peningkatan sebesar 4627 kematian dibanding tahun 2019. Lebih dari 75% dari semua
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, infeksi, preeklampsia-eklampsia, aborsi tidak
aman dan persalinan macet (Kemenkes RI, 2021; WHO, 2019). Selain itu ≥ 20 kematian
neonatus terjadi per 1000 kelahiran hidup. Proporsi kematian neonatal tersebut
disebabkan oleh malpresentasi yang diidentifikasi berisiko 4 kali lipat untuk
menghasilkan bayi lahir mati. Selain itu BBLR, asfiksia, komplikasi persalinan
prematur, sepsis dan kelainan kongenital (Anggondowati et al., 2017; Perin et al., 2022).
Persalinan macet bertanggung jawab atas 22% komplikasi obstetrik sehingga
merupakan salah satu penyebab paling umum terjadinya morbiditas dan mortalitas
maternal dan neonatal pada masa intrapartum (Bailey et al., 2017). Persalinan macet
hanya dapat diatasi dengan cara persalinan operatif baik seksio sesaria atau persalinan
instrumental lainnya (forceps, ekstraksi vakum atau simfisiotomi) yang berisiko
terjadinya ruptur uteri, komplikasi persalinan sesar, perdarahan postpartum, komplikasi
anestesi, sepsis, asfiksia dan kerusakan otak. Dampak jangka panjang paling parah dan
menyusahkan setelah persalinan macet yaitu menyebabkan masalah sosial serius seperti
perpisahan dari keluarga dan fistula obstetrik yang berakibat perceraian sehingga
memperburuk kondisi kemiskinan dan kekurangan gizi (Roa et al., 2020). Selain itu,
Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
335
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

persalinan macet yang terabaikan menyebabkan janin meninggal lebih dulu diikuti oleh
kematian ibu (Ayenew, 2021).
Banyak morbiditas dan mortalitas akibat persalinan macet dapat dicegah melalui
perbaikan status gizi, cakupan kesehatan yang luas, sistem transportasi dan komunikasi
yang memadai, ketersediaan tenaga kesehatan terlatih, perawatan antenatal dan
intrapartum yang optimal (Adisasmita et al., 2015). Namun, hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa beban persalinan macet serta hasil maternal dan neonatal yang
merugikan tampaknya tetap tinggi dan menjadi tantangan umum di wilayah negara
berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh faktor jarak dan sarana
transportasi yang buruk, keterlambatan dalam menerima layanan kesehatan yang
memadai dan keterampilan petugas kesehatan dalam menangani komplikasi. Selain itu
keterlambatan dalam pengambilan keputusan pemberian persetujuan rujukan karena
stigma, hierarki keluarga dan keyakinan budaya. Ibu dan khususnya anggota keluarga
sering kali keberatan dengan rujukan ke fasilitas yang lebih jauh, adanya biaya tidak
langsung yang tidak ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional (JKN), komunikasi
yang buruk antara ibu dan keluarga dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan yang
lebih lengkap karena informasi yang terbatas mengenai komplikasi yang terjadi pada
ibu dan bayi jika mengalami kondisi kegawatdaruratan pada saat persalinan seperti
halnya persalinan macet dapat menjadi faktor penyebab lainnya yang membuat bidan
terlambat dalam melakukan rujukan (Diba et al., 2019).
Oleh karena itu, identifikasi hasil dari persalinan macet yang terjadi pada maternal
dan neonatal sangat penting untuk membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang berhubungan dengan persalinan macet melalui pemberian informasi medis dan
kesehatan masyarakat berupa dampak persalinan macet terhadap kesehatan maternal
dan neonatal berbasis bukti sehingga petugas kesehatan maupun masyarakat dapat
segera mengambil tindakan rujukan dan memberikan keputusan tindakan rujukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini untuk mengetahui komplikasi
maternal dan neonatal yang terjadi akibat persalinan macet.

METODE
Metode yang digunakan adalah studi literatur untuk mengetahui komplikasi
maternal dan neonatal yang terjadi akibat persalinan macet. Pencarian literatur
menggunakan data base online yaitu Pubmed dan Google Scholar untuk semua studi
yang tersedia mulai tahun 2015-2022 menggunakan kata kunci “obstructed labor”,
“prolonged labor”, “maternal neonatal outcomes”, “partus macet” dan “komplikasi
maternal neonatal” dengan menggunakan operator Boolean "AND" dan "OR". Semua
studi observasional dengan metode case study, cross sectional study, clinical study,
prospective study dan retrospective study yang melaporkan komplikasi maternal dan
neonatal akibat persalinan macet dalam bentuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
dimasukkan dalam kriteria inklusi. Sedangkan artikel dalam bentuk systematic review-
meta analysis, scooping review, case report, studi kualitatif, laporan anonim, tanpa teks
lengkap, abstrak dan duplikasi artikel serta metode dan hasil yang tidak jelas
dikeluarkan dari kriteria penelitian. Setelah mengumpulkan temuan dari semua data
base, artikel diekspor ke spreadsheet Microsoft Excel untuk dilakukan identifikasi,
skrining dan kelayakan artikel. Kemudian artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi
dianalisis secara naratif deskriptif.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


336
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

HASIL
Gambar 1 menunjukkan diagram alir yang menggambarkan proses pemilihan
artikel dalam studi literatur ini. Strategi pencarian diawali dari mengidentifikasi artikel
melalui pencarian data base online didapatlan 390 artikel dengan rincian 180 artikel
dari Pubmed dan 210 artikel dari Google Scholar. Diantaranya dikeluarkan karena
duplikasi sebanyak 20 artikel, tidak full paper (terdiri abstrak saja) sebanyak 5 artikel
dan artikel yang tidak bisa dibuka atau diunduh sebanyak 6 artikel sehingga tersisa 359
artikel yang masuk tahapan skrining. Kemudian dikeluarkan lagi sebanyak 319 artikel
karena tidak sesuai dengan topik penelitian. Menyisakan 40 artikel full text yang siap
dinilai untuk kelayakan. Dari hasil penilaian kelayakan dan kriteria inklusi didapatkan
27 artikel yang dikeluarkan dengan pertimbangan waktu publikasi tahun < 2012
sebanyak 3 artikel, metode tidak sesuai (systematic review-meta analysis, case report
dan kualitatif) sebanyak 22 artikel dan hasil penelitian tidak jelas sebanyak 2 artikel.
Hasil akhir didapatkan 13 artikel yang siap dilakukan review.

Artikel yang diidentifikasi melalui pencarian data base


online (n = 390)
Artikel dikeluarkan (n = 31)
Pubmed (n = 180)
Google Scholar (n = 210)
Duplikasi artikel (n = 20)
Tidak full paper (n = 5)
Tidak bisa diunduh (6)

Artikel yang diskrining


(n = 359)
Artikel dikeluarkan (n = 319)
Tidak sesuai dengan topik penelitian

Artikel full text yang dinilai untuk kelayakan


(n = 40)

Artikel dikeluarkan (n = 27)

Waktu publikasi tahun < 2012 (n = 3)


Artikel yang dianalisis Metode systematic review-meta analysis
(n = 13)
(n = 9)
Metode case report dan kualitatif (n =
13)
Hasil penelitian tidak jelas (n = 2)

Gambar 1. Diagram Alir Proses Studi Literatur Komplikasi Maternal dan Neonatal
Akibat Persalinan Macet

Terdapat 13 artikel yang akan dianalisis dengan karakteristik artikel dapat dilihat
pada Tabel 1 berdasarkan tahun publikasi dan desain penelitian. Berdasarkan hasil studi
yang telah dilakukan bahwa sebagian besar artikel yang didapat berasal dari tahun
publikasi 2015 sebesar 30,7% (4 artikel) dan memiliki desain penelitian cross sectional
study sebesar 38,5% (5 artikel).
Hasil studi literatur komplikasi maternal dan neonatal akibat partus macet dapat
dilihat pada Tabel 2. Adapun rinciannya yaitu terdapat 2 artikel yang hanya meneliti
komplikasi maternal saja akibat partus macet sehingga data komplikasi neonatal tidak
ada dan 11 artikel yang meneliti komplikasi maternal dan neonatal dari partus macet.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


337
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

Tabel 1. Karakteristik Umum Dalam Penyeleksian Studi


Ketegori n %
Tahun Publikasi
2015 4 30,7
2016 0 0
2017 2 15,4
2018 1 7,7
2019 2 15,4
2020 1 7,7
2021 1 7,7
2022 2 15,4

Desain Penelitian
Cross sectional study 5 38,5
Retrospective study 4 30,7
Prospective study 2 15,4
Case study 1 7,7
Clinical study 1 7,7

Total 13 100

Tabel 2. Hasil Studi Literatur Komplikasi Maternal dan Neonatal Akibat Partus Macet
Judul, Peneliti Jumlah Wilayah Desain Komplikasi Komplikas
dan Tahun Sampe Studi Penelitian Maternal i Neonatal
l
Associations 27.843 USA Retrospectiv Perdarahan Asfiksia,
Between e study postpartum, sepsis,
Prolonged retensio kematian
Second Stage plasenta, sepsis perinatal
of Labor and dan laserasi dan
Maternal and jalan lahir neonatal
Neonatal derajat 3-4
Outcomes in
Freestanding
Birth Centers:
A
Retrospective
Analysis
(Niemczyk,
Ren, &
Stapleton,
2022)

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


338
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

Determinants 468 Hawassa Case study Perdarahan Lahir mati,


of Obstructed Ethiopia postpartum, asfiksia
Labour and sepsis, ruptur dan
Its Adverse uteri, ruptur perawatan
Outcomes kandung kemih, NICU
Among anemia, syok,
Women who fistula, transfusi
Gave Birth in darah,
Hawassa histerektomi
University dan perawatan
Referral lama di RS
Hospital: A
Case-Control
Study
(Desta et al.,
2022)

Feto-Maternal 277 Oromia Cross Sepsis, Lahir mati,


Outcomes of National sectional perdarahan asfiksia,
Obstructed Ethiopia study postpartum, sindrom
Labor and Tengah ruptur uteri, aspirasi
Associated infeksi operasi mekonium,
Factors SC, depresi sepsis,
among postpartum, perawatan
Mothers Who cedera kandung NICU,
Gave Birth in kemih dan kematian
Public laserasi neonatal
Hospitals of perinium dan ikterus
West Shoa neonatoru
Zone, Central m
Ethiopia:
Cross-
Sectional
Study
(Getachew,
Wakgari, &
Gishille,
2021)

Toward a 130 Asia dan Clinical Fistula, infeksi Lahir mati


Complete Afrika study postpartum, dan
Estimate of gejala sisa dasar asfiksia
Physical and panggul
Psychosocial (inkontinensia
Morbidity dan prolaps),
from tekanan sosial
Prolonged (kehilangan,
Obstructed kekurangan
Labour: A pendapatan),
Modelling gejala sisa

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


339
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

Study Based genitourinari


on Clinician (infertilitas,
Survey stenosis atau
(Roa et al., fibrosis vagina,
2020) penyakit ginjal
sekunder),
gejala sisa
musculoskeletal
(diastasis pubis,
nyeri pelvis
kronik) dan
depresi
postpartum
Maternofetal 91 Ethiopia Cross Perdarahan Lahir mati,
Outcomes of sectional postpartum, asfiksia
Obstructed study sepsis, ruptur dan cedera
Labor Among uteri, cedera kranial
Women who kandung kemih,
Gave Birth at fistula, anemia
General dan
Hospital in histerektomi
Ethiopia
(Wonde &
Mihretie,
2019)

Maternal and 50 Australia Cross Perdarahan Asfiksia,


Neonatal sectional postpartum, sindrom
Complication study perawatan ICU, aspirasi
s With korioamnionitis mekoneum
Prolonged , infeksi luka , gangguan
Second Stage jahitan, pernapasan
of Labour episiotomi, dan infeksi
(Rohan, 2019) laserasi
perinium
derajat 3-4,
transfusi darah
dan distosia
bahu
Prevalence, 205 Maiduguri Retrospectiv Sepsis, ruptur Lahir mati,
Risk Factors, Nigeria e study uteri, janin mati
and Outcomes korioamnionitis dalam
of Obstructed , perdarahan kandungan
Labor at the postpartum, , asfiksia,
University of fistula sepsis dan
Maiduguri vesicovaginal, kematian
Teaching gejala sisa neonatal
Hospital, musculoskeletal
Maiduguri, dan kematian
Nigeria maternal

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


340
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

(Bako, Barka,
& Kullima,
2018)

Feto-maternal 44 Suhul, Cross Perdarahan Asfiksia


Outcomes in Ethiopia sectional postpartum, dan
Obstructed Utara study sepsis, ruptur kematian
Labor in uteri, cedera perinatal
Suhul General kandung kemih,
Hospital, fistula
North vesicovaginal,
Ethiopia laserasi serviks
(Ukke, dan perinium
Gudayu, serta kematian
Gurara, maternal
Amanta, &
Shimbre,
2017)

Obstructed 100 Sylhet Cross Distensi -


Labour : A sectional abdomen,
Life study perdarahan
Threatening postpartum,
Complication sepsis, ruptur
(Khatun & uteri, fistula
Khanom, vesicovaginal,
2017) syok dan
kematian
maternal
Prolonged 2629 Stockholm Retrospectiv Infeksi, retensi -
Second Stage - Gotland, e study urin dan
of Labour, Swedia hematoma atau
Maternal ruptur perinium
Infectious
Disease,
Urinary
Retention and
Other
Complication
s in the Early
Postpartum
Period
(Stephansson,
Sandström,
Petersson,
Wikström, &
Cnattingius,
2015)

Prevalence of 151 Mizan- Retrospectiv Perdarahan Kematian

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


341
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

Obstructed Aman, e study postpartum, janin


Labor among Ethiopia ruptur uteri,
Mothers Barat Daya sepsis dan
Delivered in ruptur kandung
Mizan-Aman kemih
General
Hospital,
South West
Ethiopia: A
Retrospective
Study
(Henok &
Asefa, 2015)

Maternofetal 402 Srinagar, Prospective Sepsis, infeksi Asfiksia,


Outcome in Kashmir study luka jahitan, septikemia
Obstructed perdarahan , sindrom
Labour in a postpartum, aspirasi
Tertiary Care ruptur uteri, mekoneum
Hospital fistula , kejang
(Rizvi & vesicovaginal, neonatoru
Gandotra, cedera kandung m, ikterus
2015) kemih, dan sepsis
histerektomi, umbilikus
kematian
maternal,
hematoma
ligamen,
distensi
abdomen,
peritonitis dan
subinvolusi

A Prospective 29449 Guate- Prospective Infeksi, Lahir mati


Population- mala; study perdarahan dan infeksi
Based Study India; postpartum
of Maternal, Kenya; serta kematian
Fetal, and Pakistan; maternal
Neonatal Zambia
Outcomes in dan
the Setting of Argentina
Prolonged
Labor,
Obstructed
Labor and
Failure to
Progress in
Low- and
Middle-
Income

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


342
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

Countries
(Harrison et
al., 2015)

PEMBAHASAN
Persalinan macet adalah komplikasi obstetrik yang mengancam jiwa berhubungan
dengan mortalitas dan morbiditas ibu maupun janin yang signifikan serta prevalensinya
masih tinggi di negara berkembang (Jamison et al., 2016). Penyebab paling umum dari
persalinan macet adalah cepalo pelvic disproportion (CPD). Hal ini dapat timbul
sebagai akibat dari pengurangan dimensi panggul yang terjadi pada ibu bersalin dengan
kondisi malnutrisi pada masa kanak-kanak, infeksi, poliomielitis, deformitas, penyakit
sel sabit atau hamil pada usia remaja. Selain itu adanya malposisi dan malpresentasi
seperti presentasi dahi, majemuk, oksipito-posterior dan mento-posterior dalam
presentasi wajah serta malformasi kongenital (hidrosefalus, asites janin dan kehamilan
ganda). Penyebab lain termasuk tumor fibroid atau ovarium yang menyebabkan
presentasi janin terimpaksi di panggul, stenosis serviks dan vagina serta posisi terkunci
pada kehamilan kembar (Henok & Asefa, 2015).
Hasil penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa kasus persalinan macet terjadi
akibat rendahnya ibu dalam mengakses layanan kesehatan selama kehamilan untuk
melakukan pemeriksaan rutin selama antenatal care (ANC). Dampaknya kurangnya
pengetahuan ibu tentang kondisi kehamilannya seperti kehamilan ganda, bayi besar,
kelainan janin dan faktor risiko lainya dari persalinan macet. Selain itu, ibu yang tidak
melakukan pemeriksaan kehamilan rentan terhadap persalinan di rumah, kesadaran yang
rendah tentang kesiapsiagaan persalinan, rencana kesiapsiagaan komplikasi dan tanda-
tanda bahaya kehamilan yang pada gilirannya meningkatkan risiko persalinan macet
(Dile et al., 2020).
Hal tersebut terjadi pada perempuan miskin, tingkat pendidikan rendah, tinggal di
daerah pedesaan dengan akses terbatas atau tidak ada tenaga kesehatan terlatih. Selain
itu, persalinan macet yang terabaikan diakibatkan oleh biaya perawatan ibu yang tinggi
di rumah sakit, ketidaktahuan pendidikan kesehatan mengenai kegawatan obstetrik dan
tindakan kegawatan obstetrik yang membutuhkan fasilitas kesehatan lebih memadai,
kepercayaan sosial budaya untuk melakukan persalinan pervaginam dengan segala cara,
rujukan yang terlambat dan keengganan untuk melahirkan sesar dan persalinan di rumah
sakit terutama sebelumnya memiliki riwayat persalinan operasi caesar (Ayenew, 2021).
Akibatnya, sebagian besar komplikasi yang timbul akibat kasus persalinan macet terjadi
karena keterlambatan datang ke rumah sakit setelah onset persalinan dan tiba di rumah
sakit dengan durasi persalinan lebih dari 12 jam setelah onset persalinan. Hal ini terlihat
bahwa sebagian besar ibu yang terlambat mencapai rumah sakit ditandai dengan fitur
persalinan macet yang rumit (Bako et al., 2018).
Durasi persalinan yang terlalu lama lebih dari 18 jam lima kali berisiko
mengalami ruptur uteri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Getachew et al (2021) bahwa ibu yang melahirkan selama > 24 jam memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menghasilkan kondisi ibu yang tidak menguntungkan
seperti ruptur uteri. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya obstruksi dan kelelahan
dinding rahim sehingga menyebabkan kedua dinding miometrium dan peritoneum
pecah yang dapat menyebabkan janin dikeluarkan ke dalam rongga peritoneum.
Akibatnya, komplikasi serius seperti perdarahan postpartum dapat terjadi hingga
berakibat terjadinya anemia berat, syok hemoragik, kebutuhan transfusi darah serta
menyebabkan kekurangan oksigen untuk janin berakhir asfiksia, cedera otak permanen

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


343
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

akibat hipoksia maupun kejang neonatorum dan bahkan kematian maternal dan neonatal
(Rohan, 2019; Tesema, Tilahun, & Kejela, 2022).
Histerektomi pada akhirnya menjadi pilihan dalam penanganan ruptur uteri dan
menjadi bagian dari komplikasi maternal akibat partus macet (Mengesha et al., 2020).
Selain itu kelelahan dinding rahim menyebabkan kontraksi uterus tidak adekuat
sehingga kala dua memanjang yang berisiko 5 kali lebih tinggi mengakibatkan
perdarahan postpartum karena retensio plasenta di kala tiga dan atonia uteri di kala
empat persalinan (Nigussie, Girma, Molla, Tamir, & Tilahun, 2022). Selaras dengan
hasil studi ini yang juga menunjukkan bahwa komplikasi yang terjadi pada ibu akibat
partus macet yaitu retensio plasenta (Niemczyk et al., 2022), ruptur uteri, perdarahan
postpartum, anemia, syok (Desta et al., 2022) dan kematian maternal (Ukke et al., 2017)
sedangkan pada bayi yaitu asfiksia, gangguan pernapasan, sindrom aspirasi mekoneum
(Rohan, 2019), kematian perinatal dan neonatal (Niemczyk et al., 2022).
Partus macet dan kala dua memanjang berisiko menyebabkan terjadinya infeksi
pada ibu sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa partus macet
menyebabkan terjadinya korioamnionitis di antara ibu primipara dan multipara (Bako et
al., 2018; Rohan, 2019). Selain itu akibat partus macet yang dapat terjadi pada ibu yaitu
sepsis maternal (Getachew et al., 2021), infeksi postpartum (Roa et al., 2020) seperti
endometritis dan peritonitis (Rizvi & Gandotra, 2015). Pada janin yaitu infeksi
(Harrison et al., 2015), septikemia (Rizvi & Gandotra, 2015) dan sepsis neonatal (Bako
et al., 2018). Beberapa bakteri patogen seperti grup B Streptococcus (Streptococcus
agalactiae), Enterococcus spp dan Escherichia coli diketahui berhubungan dengan hasil
ibu dan bayi baru lahir yang buruk pada ibu dengan persalinan macet dibanding dengan
yang tidak terpapar dengan jenis bakteri patogen tersebut. E. coli di vagina selama
persalinan macet sekitar 49%. Lebih tinggi 13-23% dibanding kolonisasi yang terdapat
pada ibu yang tidak mengalami persalinan macet. Tingkat kolonisasi E. coli yang lebih
tinggi mencerminkan adanya peningkatan jumlah pemeriksaan vagina selama persalinan
atau peningkatan kontaminasi vagina oleh bakteri anorektal sebagai akibat dari
persalinan lama atau macet. Kolonisasi bakteri vagina ibu dengan E. coli dikaitkan
dengan infeksi, septikemia, sepsis neonatal onset dini dan infeksi postpartum seperti
endometritis, peritonitis, infeksi saluran kemih, korioamnionitis hingga sepsis maternal
(Ngonzi et al., 2018).
Persalinan macet dan lama berpengaruh terhadap komplikasi pada ibu yaitu
retensi urin pasca persalinan. Hal ini kemungkinan karena peningkatan volume sisa
kandung kemih pasca berkemih yang disebabkan seringnya kateterisasi kandung kemih,
pemeriksaan vagina, persalinan instrumental dan penggunaan analgesia epidural
(Stephansson et al., 2015). Persalinan macet juga mengembangkan hasil prevalensi
tinggi masalah di saluran kemih seperti cedera kandung kemih, ruptur kandung kemih,
fistula (Desta et al., 2022), stres inkontinensia urin, prolaps, gejala sisa musculoskeletal
seperti diastasis pubis dan nyeri pelvis kronik (Roa et al., 2020) serta distensi abdomen
(Rizvi & Gandotra, 2015). Penyebabnya ketika bagian presentasi janin menekan terus-
menerus jaringan jalan lahir, dasar kandung kemih, uretra atau kadang-kadang rektum
sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan (Swain, Parida, Jena, Das, & Das,
2020). Kondisi ini meninggalkan celah abnormal yang menghubungkan antara vagina
dan kandung kemih atau rektum sehingga memungkinkan urin atau feses terus menerus
melewati vagina (Jamison et al., 2016). Dampak jangka panjang yaitu infertilitas,
penyakit ginjal sekunder dan masalah psikologis berupa kekerasan seksual atau
kekerasan dalam rumah tangga hingga perceraian yang berakibat terjadinya depresi
postpartum (Getachew et al., 2021; Roa et al., 2020; Swain et al., 2020).

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


344
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

Adanya obstruksi mekanis proses penurunan janin karena ketidakcocokan antara


dimensi panggul ibu dan ukuran neonatus saat persalinan serta kontak kepala janin ke
serviks yang buruk juga berdampak terjadinya distosia bahu (Rohan, 2019). Mengenai
cara persalinan, sebagian besar ibu yang mengalami persalinan macet harus menjalani
operasi saesar sedangkan kasus persalinan macet yang tersisa ditangani oleh persalinan
instrumental (Shaikh, Memon, & Usman, 2015). Operasi saesar berisiko menimbulkan
komplikasi infeksi pada luka jahitan di abdomen jika tidak memperhatikan perawatan
luka dengan baik sedangkan persalinan instrumental dengan forceps, ekstraksi vakum
atau simfisiotomi berisiko untuk melakukan tindakan episiotomi sehingga menimbulkan
laserasi perinium yang parah, hematoma maupun robekan pada daerah serviks
(Getachew et al., 2021; Rohan, 2019; Ukke et al., 2017) dan cedera kranial (Wonde &
Mihretie, 2019). Komplikasi yang terjadi pada ibu juga akan menyebabkan waktu
perawatan di RS lebih lama bahkan berisiko masuk ICU jika didapatkan komplikasi
obstetrik yang parah (Desta et al., 2022; Rohan, 2019).
Studi ini juga mengungkapkan bahwa persalinan macet menyebabkan janin mati
dalam kandungan dan bayi lahir mati (Bako et al., 2018; Harrison et al., 2015; Roa et
al., 2020). Kemungkinan penyebab persalinan macet adalah ketika bayi tidak segera
keluar dari panggul saat melahirkan karena terhalang kondisi panggul ibu secara fisik
meskipun rahim berkontraksi dengan baik. Mengakibatkan bayi tidak mendapatkan
oksigen cukup sehingga menyebabkan kematian. Selain itu, saat persalinan macet,
kepala janin dapat berdampak pada jaringan lunak dasar panggul dengan menjepit dasar
kandung kemih dan uretra ke tulang panggul. Dengan tidak adanya intervensi apapun
dan kondisi ini yang berlangsung selama beberapa hari mengakibatkan janin mati dalam
kandungan dan hasilnya lahir dalam kondisi mati (Ayenew, 2021). Hasil studi lainnya
yang dilakukan oleh Getachew et al (2021) menunjukkan bahwa ikterus neonatorum
juga ditemukan pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami persalinan macet
serta kondisi kegawatan yang terjadi pada neonatus memaksa neonatus mendapatkan
perawatan intensif di neonatal intensive care unit (NICU) RS dengan waktu perawatan
disesuaikan dengan kondisi neonatus.

KESIMPULAN DAN SARAN


Persalinan macet yang tidak segera ditangani atau terabaikan akan menimbulkan
komplikasi maternal dan neonatal. Adapun komplikasi maternal akibat persalinan macet
yaitu ruptur uteri, perdarahan postpartum, anemia, syok, sepsis, transfusi darah,
histerektomi, ruptur dan cedera kandung kemih, fistula, laserasi perinium dan serviks,
gejala sisa dasar panggul, muskuloskeletal, genitouri, depresi postpartum dan kematian
sedangkan komplikasi pada neonatal yaitu sepsis, asfiksia, gangguan pernapasan,
sindrom aspirasi mekoneum, kejang, ikterus, janin mati dalam kandungan, kematian
perinatal dan neonatal.
Pencegahan partus macet membutuhkan pendekatan multidisiplin yang ditujukan
dalam jangka pendek untuk mengidentifikasi kasus berisiko tinggi selama perawatan
kehamilan. Dalam jangka panjang, peningkatan akses fasilitas kesehatan dan pendidikan
kesehatan yang lebih baik oleh tenaga kesehatan untuk perempuan, ibu dan keluarga
mengenai komplikasi maternal dan neonatal yang terjadi akibat penyulit persalinan
seperti kasus persalinan macet. Oleh karena itu, peningkatan akses dan fasilitas
kesehatan serta perluasan pendidikan perempuan, ibu dan keluarga akan membantu
mengurangi persalinan macet. Selain itu juga harus ada upaya terus menerus untuk
mendidik ibu dan keluarga serta penyedia layanan kesehatan tentang faktor-faktor
penentu umum serta komplikasi yang terjadi pada maternal dan neonatal akibat partus
macet yang dilakukan di tingkat fasilitas kesehatan tinggi, masyarakat dan individu.
Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
345
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, A., Smith, C. V, El-Mohandes, A. A. E., Deviany, P. E., Ryon, J. J., Keily,
M., … Gipson, R. F. (2015). Maternal Characteristics and Clinical Diagnoses
Influence Obstetrical Outcomes in Indonesia. Matern Child Health J, 19, 1624–
1633. https://doi.org/10.1007/s10995-015-1673-6
Anggondowati, T., El-Mohandes, A. A. E., Qomariyah, S. N., Kiely, M., Ryon, J. J.,
Gipson, R. F., … Wright, L. L. (2017). Maternal Characteristics and Obstetrical
Complications Impact Neonatal Outcomes in Indonesia: A Prospective Study.
BMC Pregnancy and Childbirth, 17(100), 1–12. https://doi.org/10.1186/s12884-
017-1280-1
Ayenew, A. A. (2021). Incidence, Causes, and Maternofetal Outcomes of Obstructed
Labor in Ethiopia: Systematic Review and Meta-Analysis. Reproductive Health,
18(61), 1–14. https://doi.org/10.1186/s12978-021-01103-0
Bailey, P. E., Andualem, W., Brun, M., Freedman, L., Gbangbade, S., Kante, M., …
Singh, K. (2017). Institutional Maternal and Perinatal Deaths: A Review of 40 Low
and Middle Income Countries. BMC Pregnancy and Childbirth, 17(295), 1–14.
https://doi.org/10.1186/s12884-017-1479-1
Bako, B., Barka, E., & Kullima, A. (2018). Prevalence, Risk Factors, and Outcomes of
Obstructed Labor at the University of Maiduguri Teaching Hospital, Maiduguri,
Nigeria. Sahel Medical Journal, 21, 117–121. https://doi.org/10.4103/1118-
8561.242748
Desta, M., Mekonen, Z., Alemu, A. A., Demelash, M., Getaneh, T., Bazezew, Y., …
Wakgari, N. (2022). Determinants of Obstructed Labour and Its Adverse Outcomes
Among Women who Gave Birth in Hawassa University Referral Hospital: A Case-
Control Study. PloS One, 17(6), 1–14.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0268938
Diba, F., Ichsan, I., Muhsin, M., Marthoenis, M., Sofyan, H., Andalas, M., … Vollmer,
S. (2019). Healthcare Providers’ Perception of the Referral System in Maternal
Care Facilities in Aceh, Indonesia: A Cross-Sectional Study. BMJ Open, 9, 1–8.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2019-031484
Dile, M., Demelash, H., Meseret, L., Abebe, F., Adefris, M., Goshu, Y. A., … Liyeh, T.
M. (2020). Determinants of Obstructed Labor Among Women Attending
Intrapartum Care in Amhara Region, Northwest Ethiopia: A Hospital-Based
Unmatched Case-Control Study. Women’s Health, 16, 1–11.
https://doi.org/10.1177/1745506520949727
Getachew, A., Wakgari, N., & Gishille, T. (2021). Feto-Maternal Outcomes of
Obstructed Labor and Associated Factors among Mothers Who Gave Birth in
Public Hospitals of West Shoa Zone, Central Ethiopia: Cross-Sectional Study.
Ethiopian Journal of Health Sciences, 31(3), 467–474.
https://doi.org/10.4314/ejhs.v31i3.3
Harrison, M. S., Ali, S., Pasha, O., Saleem, S., Althabe, F., Berrueta, M., …
Goldenberg, R. L. (2015). A Prospective Population-Based Study of Maternal,
Fetal, and Neonatal Outcomes in the Setting of Prolonged Labor, Obstructed Labor

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


346
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

and Failure to Progress in Low- and Middle-Income Countries. Reproductive


Health, 12(2), 1–10. https://doi.org/10.1186/1742-4755-12-S2-S9
Henok, A., & Asefa, A. (2015). Prevalence of Obstructed Labor among Mothers
Delivered in Mizan-Aman General Hospital, South West Ethiopia: A Retrospective
Study. Journal of Womens Health Care, 4(5), 1–5. https://doi.org/10.4172/2167-
0420.1000250
Jamison, D. T., Nugent, R., Gelband, H., Horton, S., Jha, P., Laxminarayan, R., &
Mock, C. N. (2016). Reproductive, Maternal, Newborn and Child Health. In R. E.
Black, R. Laxminarayan, M. Temmerman, & N. Walker (Eds.), Disease Control
Priorities, Third Edition (3rd ed.). https://doi.org/10.1596/978-1-4648-0348-2_ch5
Khatun, J., & Khanom, K. (2017). Obstructed Labour : A Life Threatening
Complication. MEDICINE Today, 29(01), 12–14. Retrieved from
https://www.banglajol.info/index.php/MEDTODAY/article/view/33852
Mengesha, M. B., Weldegeorges, D. A., Hailesilassie, Y., Werid, W. M., Weldemariam,
M. G., Welay, F. T., … Assefa, N. E. (2020). Determinants of Uterine Rupture and
Its Management Outcomes among Mothers Who Gave Birth at Public Hospitals of
Tigrai, North Ethiopia: An Unmatched Case Control Study. Journal of Pregnancy,
2020, 1–9. https://doi.org/10.1155/2020/8878037
Musaba, M. W., Ndeezi, G., Barageine, J. K., Weeks, A., Nankabirwa, V., Wamono, F.,
… Wandabwa, J. N. (2020). Risk Factors for Obstructed Labour in Eastern
Uganda: A Case Control Study. PLoS ONE, 15(2), 1–14.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0228856
Ngonzi, J., Bebell, L. M., Bazira, J., Fajardo, Y., Nyehangane, D., Boum, Y., … Riley,
L. E. (2018). Risk Factors for Vaginal Colonization and Relationship between
Bacterial Vaginal Colonization and In-Hospital Outcomes in Women with
Obstructed Labor in a Ugandan Regional Referral Hospital. International Journal
of Microbiology, 2018, 1–7. https://doi.org/10.1155/2018/6579139
Niemczyk, N. A., Ren, D., & Stapleton, S. R. (2022). Associations Between Prolonged
Second Stage of Labor and Maternal and Neonatal Outcomes in Freestanding Birth
Centers: A Retrospective Analysis. BMC Pregnancy and Childbirth, 22(99), 1–10.
https://doi.org/10.1186/s12884-022-04421-8
Nigussie, J., Girma, B., Molla, A., Tamir, T., & Tilahun, R. (2022). Magnitude of
Postpartum Hemorrhage and Its Associated Factors in Ethiopia: A Systematic
Review and Meta-analysis. Reproductive Health, 19(63), 1–13.
https://doi.org/10.1186/s12978-022-01360-7
Perin, J., Mulick, A., Yeung, D., Villavicencio, F., Lopez, G., Strong, K. L., … Liu, L.
(2022). Global, Regional, and National Causes of Under-5 Mortality in 2000–19:
An Updated Systematic Analysis with Implications for the Sustainable
Development Goals. The Lancet Child and Adolescent Health, 6(2), 106–115.
https://doi.org/10.1016/S2352-4642(21)00311-4
Plummer, H.-F., Short, A., Aldred, M., Seiboth, M., McEvoy, M., Andrews, S. K., …
Day, T. (2022). Delays in the Second Stage of Labour. In South Australian
Perinatal Practice Guideline (6th ed.). https://doi.org/10.1136/bmj.1.4666.1359

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


347
Fitri Yuniarti, Dintya Ivantarina
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 334 – 348

RI, Kementerian Kesehatan. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2020. In Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. https://doi.org/10.1524/itit.2006.48.1.6
Rizvi, S. M., & Gandotra, N. (2015). Maternofetal Outcome in Obstructed Labour in a
Tertiary Care Hospital. International Journal of Reproduction, Contraception,
Obstetrics and Gynecology, 4(5), 1410–1413. https://doi.org/10.18203/2320-
1770.ijrcog20150720
Roa, L., Caddell, L., Ganyaglo, G., Tripathi, V., Huda, N., Romanzi, L., & Alkire, B. C.
(2020). Toward a Complete Estimate of Physical and Psychosocial Morbidity from
Prolonged Obstructed Labour: A Modelling Study Based on Clinician Survey.
BMJ Global Health, 5(e002520), 1–9. https://doi.org/10.1136/bmjgh-2020-002520
Rohan, L. C. R. (2019). Maternal and Neonatal Complications With Prolonged Second
Stage of Labour. Journal of Health Academics, 4(1), 1–8.
https://doi.org/.1037//0033-2909.I26.1.78
Shaikh, S., Memon, K., & Usman, G. (2015). Obstructed Labor: Risk Factors &
Outcome Among Women Delivered in a Tertiary Care Hospital. The Professional
Medical Journal, 22(5), 615–620. Retrieved from
http://apps.webofknowledge.com/full_record.do?product=UA&search_mode=Refi
ne&qid=2&SID=2CWUWxkrbDM54ZkW59P&page=6&doc=285&cacheurlFrom
RightClick=no
Stephansson, O., Sandström, A., Petersson, G., Wikström, A. K., & Cnattingius, S.
(2015). Prolonged Second Stage of Labour, Maternal Infectious Disease, Urinary
Retention and Other Complications in the Early Postpartum Period. BJOG: An
International Journal of Obstetrics and Gynaecology, 608–616.
https://doi.org/10.1111/1471-0528.13287
Swain, D., Parida, S. P., Jena, S. K., Das, M., & Das, H. (2020). Prevalence and Risk
Factors of Obstetric Fistula: Implementation of a Need-based Preventive Action
Plan in a South-eastern Rural Community of India. BMC Women’s Health, 20(40),
1–10. https://doi.org/10.1186/s12905-020-00906-w
Tesema, O., Tilahun, T., & Kejela, G. (2022). Determinants of Uterine Rupture at
Public Hospitals of Western Ethiopia: A Case–control Study. SAGE Open
Medicine, 10, 1–11. https://doi.org/10.1177/20503121221092643
Ukke, G. G., Gudayu, T. W., Gurara, M. K., Amanta, N. W., & Shimbre, M. S. (2017).
Feto-maternal Outcomes in Obstructed Labor in Suhul General Hospital, North
Ethiopia. International Journal of Nursing and Midwifery, 9(6), 77–84.
https://doi.org/10.5897/ijnm2017.0261
WHO. (2019). Maternal Mortality. Retrieved from https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
Wonde, T. E., & Mihretie, A. (2019). Maternofetal Outcomes of Obstructed Labor
Among Women who Gave Birth at General Hospital in Ethiopia. BMC Research
Notes, 12(128), 1–5. https://doi.org/10.1186/s13104-019-4165-8

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


348
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 349-355
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.661
Submitted: 12-07-2022 | Accepted: 16-07-2022 | Published: 29-07-2022

Tingkat Rasa Percaya Diri Mahasiswa Prodi Manajemen


Informasi Kesehatan Dalam Perkuliahan Biostatistik

Urim Gabriel Dinasti Laowo1*, Ita Monita Munthe2


1*,2
Manajemen Informasi Kesehatan STIKes Santa Elisabeth Medan, Kota Medan,
Sumatera Utara Indonesia
Email: 1*laowourim25@gmail.com

Abstract
Self-confidence is a personality of confidence in one's own abilities in lectures so that it
is not easily influenced by others. Self-confidence is one of the aspects that must be
possessed by students in the lecture process.The purpose of this study is to explore
information related to how the level of confidence of STIKes Santa Elisabeth Medan
Health Information Management students in biostatistics owned by students.In this study,
there are two aspects of self-confidence that are measured ,namely confidence in
completing tasks, and confidence in learning.This research uses a quantitative approach
using correlation analysis. The population used is all students of the Level 1 Health
Information Management Study Program,STIKes Santa Elisabeth Medan with a total of
18 people.The sampling technique used is stratified random sampling.Student self-
confidence data is collected through student self-confidence questionnaires.The results
of the study on the level of student confidence in completing assignments obtained there
were 6 people (33.3%) who had high self-confidence , there were 8 people (44.4%) who
had a sense of enough confidence and there are 4 people (22.22%) who have less self-
confidence. Students of the Health Information Management Study Program level 1 have
a lack of confidence because there are some students who lack the intention to study and
assumes that the material of the biostatistics course is very difficult to understand. It is
recommended to students to be serious in learning and increase self-confidence to ask
about things that are still not understood because the more questions there will be more
and more questions the more knowledge we get.

Keywords: Level, Self-confidence, Students, Lectures, Biostatistics

Abstrak

Rasa Percaya diri (self-confidence) adalah kepribadian akan keyakinan terhadap


kemampuan diri seseorang dalam perkuliahan sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
orang lain. Rasa percaya diri (self confidence) merupakan salah satu aspek yang harus
dimiliki oleh mahasiswa dalam proses perkuliahan. Tujuan dari penelitian ini ialah
menggali informasi terkait bagaimana tingkat kepercayaan diri mahasiswa Manajemen
Informasi Kesehatan STIKes Santa Elisabeth Medan terhadap ilmu Biostatistik yang
dimiliki oleh mahasiswa. Pada penelitian ini Ada dua aspek percaya diri yang diukur yaitu

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


349
Urim Gabriel Dinasti Laowo, Ita Monita Munthe
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 349 – 355

percaya diri dalam menyelesaikan tugas, dan Percaya diri dalam belajar. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analisis korelasi. Populasi
yang dugunakan adalah seluruh mahasiswa Prodi Manajemen Informasi Kesehatan
Tingkat 1,STIKes Santa Elisabeth Medan dengan jumlah 18 orang.Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Data rasa percaya diri
mahasiswa dikumpulkan melalui angket rasa percaya diri mahasiswa. Hasil penelitian
tingkat percaya diri mahasiswa dalam menyelesaikan tugas diperoleh ada 6 orang (33,3%)
yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi ada 8 orang (44,4 %) yang memiliki rasa
percaya diri yang cukup dan ada 4 orang (22,22%) yang memiliki rasa percaya diri yang
kurang. Mahasiswa Prodi Manajemen informasi Kesehatan tingkat 1 memiliki tingkat
percaya diri yang kurang disebabkan ada beberapa mahasiswa yang kurang niat untuk
belajar serta beranggapan bahwa materi mata Kuliah biostatistik sangat sulit dipahami.
Disarankan kepada mahasiswa untuk bersungguh-sungguh dalam belajar dan
meningkatkan rasa percaya diri untuk bertanya tentang hal yang masih belum di mengerti
berhubung semakin banyak bertanya akan semakin bertambah ilmu yang kita dapatkan.

Kata Kunci: Tingkat, Rasa percaya diri, Mahasiswa, Perkuliahan, Biostatistik.

PENDAHULUAN

Majunya peradaban di dunia tidak terlepas dari penggunaan statistika dalam


segala bidang ilmu dan kehidupan manusia yang dilakukan melalui penelitian, baik di
laboratorium maupun penelitian terapan. Peran dari ilmu statistika telah memberikan
banyak kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Widiyanto,
2013). Untuk kepentingan administratif seperti perancangan program pelayanan
kesehatan, alternatif penyelesaian masalah kesehatan, dan analisis tentang berbagai
penyakit, ilmu statistik kesehatan atau lebih dikenal dengan Biostatistik sangat
bermanfaat dan dibutuhkan di kalangan mahasiswa oleh sebab itu setiap mahasiswa harus
memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan pembelajaran biostatistik untuk
meningkatkan pengetahuan akan biostatsitik

Pendidikan merupakan sebuah usaha untuk menumbuh kembangkan potensi pada


diri manusia atau yang lebih disebut SDM melalui kegiatan pembelajaran, yang mana
tujuan dari pendidikan yaitu memanusiakan manusia seutuhnya (Lengkana & Sofa,
2017).

STIKes Santa Elisabeth Medan adalah salah satu STIKes di Kota Medan yang di
dalamnya terdapat Program Sarjana Terapan Manajemen Informasi Kesehatan (MIK)
Dalam kurikulum Prodi Sarjana Terapan MIK salah satu mata kuliah yang harus
dipelajari oleh mahasiswa adalah Biostatistik. Mata kuliah ini mempelajari tentang
analisis data penelitian yang dapat digunakan dalam membantu mahasiswa dalam
menyelesaikan tugas akhir (skripsi). Secara keilmuan, mata kuliah Biostatistik lebih
sangat erat hubungannya dengan ilmu matematika.

Dalam menempuh Pendidikan, salah satu yang harus dimiliki mahasiswa adalah
kepercayaan diri yang baik. Rasa percaya diri secara sederhana ialah merupakan
kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai prestasi tertentu (Nicholson, Putwain,
Connors, & Hornby-Atkinson, 2013). Chaouali, Souiden, and Ladhari (2017)
menjelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan faktor penting yang menimbulkan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


350
Urim Gabriel Dinasti Laowo, Ita Monita Munthe
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 349 – 355

perbedaan besar antara sukses dan gagal. Seseorang perlu menunjukan perasaan bisa
melakukan segala sesuatu hal dengan tidak menganggap enteng dan mampu beradaptasi
dengan situasi dan kondisi yang terjdai agar mereka bisa mengatasi kesulitan, kegagalan.
Hadwin dan Webster menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan yang diinginkan
seseorang harus memiliki rasa percaya diri (Hadwin & Webster, 2013).

Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Feltz (2007) menjelaskan bahwa, orang yang tidak percaya diri
memiliki konsep diri negatif kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering
menutup diri. Maka percaya diri juga dapat diartikan suatu kepercayaan akan kemampuan
sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan
secara tepat. Percaya diri merupakan hal yang sangat penting yang seharusnya dimiliki
oleh semua orang. Adanya rasa percaya diri seseorang akan mampu meraih segala
keinginan dalam hidupnya (Lengkana, Tangkudung, & Asmawi, 2018). Jadi dapat
dikatakan bahwa penilaian tentang diri sendiri adalah berupa penilaian yang positif.
Penilaian positif inilah yang nanti akan menimbulkan sebuah motivasi dalam diri individu
untuk lebih mau menghargai dirinya. Perkembangan kepribadian dalam kehidupan sangat
dipengaruhi oleh faktor psikologis (Trevelyan, 2008).

Terdapat hubungan yang positif antara self-confidence (kepercayaan diri)


dengan hasil belajar Matematika, siswa yang memahami konsep matematika akan
memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam menyelesaikan masalah (Hannula, Maijala,
& Pehkonen 2004). Biostatistik merupakan bagian dari ilmu matematika. Maka self-
confidence mahasiswa dalam perkuliahan biostatistik akan memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar. Self-confidence merupakan suatu sikap atau keyakinan atas
kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas,
merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas
perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan oranglain, memiliki dorongan prestasi
serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster menggambarkan
bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri memiliki ciri-ciri tidak mementingkan
diri sendiri (toleransi), tidak membutuhkan dorongan oranglain, optimis dan gembira
(Lauster, 2002).Percaya diri pada kemampuan seseorang umumnya dapat meningkatkan
motivasi, menjadikannya aset berharga bagi individu (Roland dan Jean, 2002).
Kepercayaan diri adalah elemen praktik penting dalam pendidikan dan praktik
Manajemen informasi Kesehatan. Pendidik harus memiliki pemahaman tentang konsep
kepercayaan diri untuk membantu dalam pencapaian pembelajaran keterampilan teknis
maupun pembelajaran nonteknis (Patricia, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri


merupakan salah satu indikator penting yang harus dimiliki untuk dapat mengembangkan
kemampuan seseorang dalam pembelajaran. Dengan adanya rasa percaya diri yang baik,
maka akan menimbulkan motivasi belajar yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang. Dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan bagaimana
rasa percaya diri mahasiswa STIKes Santa Elisabeth Medan Prodi Manajemen Informasi
Kesehatan tingkat 1 dalam megikuti perkuliahan Biostatistik. Kepercayaan diri yang
diteliti mencakup kepercaayan diri dalam menyelesaikan tugas, dan kepercayaan diri
dalam pembelajaran di kelas, yang dimiliki oleh mahasiswa.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


351
Urim Gabriel Dinasti Laowo, Ita Monita Munthe
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 349 – 355

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan cara
menganalisis hasil penelitian dari hasil tes pada materi Biostatistik. Dalam hal ini peneliti
menggunakan penelitian deskriptif yang dikemukan oleh Sugiyono (2005) bahwa metode
deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis
suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi
Manajemen Informasi Kesehatan STIKes Santa Elisabeth Medan yang mengikuti
perkuliahan Biostatistik pada semester genap tahun akademik 2021/2022. Sedangkan
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes yang berbentuk uraian,
Adapun hipotesis penelitiannya adalah rata-rata hasil belajar Biostatistik mahasiswa
Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan STIKes Santa Elisabeth Medan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Penelitian yang dilakukan menghasilkan 2 (dua) permasalahan, yaitu (1)
bagaimakah tingkat percaya diri mahasiswa dalam menyelesaikan tugas, (2) bagaimakah
tingkat pemahaman mahasiswa dalam belajar Biostatistik

Tabel 1. Tingkat percaya diri mahasiswa dalam menyelesaiakn tugas


No Percaya Diri Frekuensi Persentase
1 Tinggi 6 33,33%
2 Cukup 8 44,44%
3 Kurang 4 22,22%
Total 18 100%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki rasa


percaya diri yang tinggi ada 6 orang (33,3%) karna responden tersebut merupakan
mahasiswa yang memlilki pemahaman yang sangat baik serta memiliki rasa percaya diri
yang tinggi untuk bertanya dan berani mengerjakan tugas kedepan kelas, responden yang
memiliki rasa percaya diri yang cukup ada 8 orang (44,4 %) karena responden tersebut
merupakan mahasiswa yang memiliki kemampuan yang cukup baik, rajin mengerjakan
tugas namun tingkat percaya diri untuk bertanya dan mengerjakan tugas didepan kelas
masih belum berani. Responden yang memiliki rasa percaya diri yang kurang ada 4 orang
(22,22%) karna responden ini merupakan mahasiswa yang memiliki kemampuan yang
cukup baik dan tidak memiliki rasa percaya diri dalam hal bertanya, tidak memiliki rasa
percaya diri untuk mengerjakan tugas, dan sering terlambat dalam mengerjakan tugas.

Kepercayaan diri menurut Neil (2005) adalah sejauh mana individu punya
keyakinan terhadap penilaiannya atas kemampuan dirinya dan sejauh mana individu bisa
merasakan adanya kepantasan untuk berhasil. Rasa percaya diri juga disebut sebagai
harga diri atau gambaran diri (Santrock, 1999). Menurut (Kumara, 1988) “dalam”
(Ramadhani dan Flora, 2014: 30) orang yang memiliki kepercayaan diri akan
bertanggung jawab atas keputusan yang telah dibuatnya, dan mampu mengoreksi
kesalahan, namun sebaliknya jika kepercayaan diri pada seseorang itu rendah, maka akan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


352
Urim Gabriel Dinasti Laowo, Ita Monita Munthe
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 349 – 355

mengalami hambatan kepribadian, akibatnya individu menjadi pesimis dalam


menghadapi tantangan.

Rasa percaya diri mahasiswa dalam perkuliahan biostatistik akan memberikan


pengaruh terhadap hasil belajar. Rasa percaya diri merupakan suatu sikap atau keyakinan
atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas,
merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas
perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan oranglain, memiliki dorongan prestasi
serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster menggambarkan
bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri memiliki ciri-ciri tidak mementingkan
diri sendiri (toleransi), tidak membutuhkan dorongan oranglain, optimis dan gembira
(Lauster, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat rasa percaya diri
yang cukup yaitu memiliki kemampuan yang baik, bisa mengerjakan tugas namun tingkat
percaya diri untuk bertanya dan mengerjakan tugas didepan kelas masih belum berani.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa


mahasiswa Prodi Manajemen Informasi Kesehatan tingkat 1 memiliki tingkat percaya diri
yang cukup (44,4%) terhadap mata kuliah Biostatistik, mereka sudah memiliki
kemampuan untuk mengerjakan tugas dengan baik dan benar, hanya saja masih ada
beberapa mahasisiwa yang tidak berani untuk bertanya dan belum berani untuk
mengerjakan tugas didepan kelas tanpa disuruh oleh dosen yang bersangkutan. Menurut
survey awal yang penulis temukan bahwa setiap kelompok yang tampil dalam
menyajikan presentasinya hanya beberapa kelompok saja yang bisa
mempertanggungjawabkan hasil diskusinya dengan baik sedangkan beberapa kelompok
lain masih belum bisa menyajikan presentasi dengan baik. Sehingga tingkat percaya diri
mahasiswa dalam Mata kuliah Biostatistik Masih cukup baik.

Tabel 2. Tingkat Percaya diri mahasiswa dalam pengetahuan Biostatistik

No Pengetahuan Frekuensi Persentase

1 Baik 5 27,77%

2 Cukup 6 33,33%

3 Kurang 7 38,88%

Total 12 100%

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 18 responden, 5 orang (27,77)


yang memiliki pengetahuan baik dimana mereka mampu mengerjakan tugas dan
mempertanggung jawabkan setiap tugas yang diberikan oleh dosen, suka bertanya,suka
memberi saran dan ikut mengerjakan tugas di depan kelas 6 orang (33,33%) yang
memiliki pengetahuan cukup dimana mereka sanggup untuk mengerjakan tugas namun
dalam memberi pertanyaan dan sanggahan masih kurang mampu dan 7 orang (38,88%)
yang memiliki pengetahuan kurang, dimana mahasiswa tidak sanggup untuk mengerjakan
tugas sendiri, suka meminta jawaban dari teman sekelasnya, tidak memiliki keberanian
untuk memberi sanggahan dan tidak dapat mengerjakan tugas di depan kelas.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


353
Urim Gabriel Dinasti Laowo, Ita Monita Munthe
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 349 – 355

Pengetahuan adalah reaksi atau respon yang masih tetutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek tertentu (Nisak, 2020). Pengetahuan merupakan suatu domain
yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang. Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan mampu bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan yang baik sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam belajar
Biostatistik yaitu untuk memberikan pemahaman yang luas tentang biostatistik yang
nantinya dapat dijadikan sebagai bekal untuk penyusunan tugas akhir mahasiswa
(Garmelia , 2018).

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa tingkat percaya diri mahasiswa Prodi
Manajemen Informasi Kesehatan tingkat 1 tentang pengetahuan Biostatistik yaitu masih
kurang yaitu 7 orang (38,88%) sedangkan pengetahuan yang baik hanya 5 orang (27,77).
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 18 orang responden ada 5 orang (27,77),
memiliki tingkat pengetahuan yang baik kelas 6 orang (33,33%) yang memiliki
pengetahuan cukup dan 7 orang (38,88%) yang memiliki pengetahuan yang kurang.

Berdasarkan hasil penelitian tingkat percaya diri mahasiswa terhadap


pengetahuan tentang biostatsitik yaitu masih Kurang. Hal ini disebabkan beberapa
mahasiswa yang tidak memiliki niat belajar serta tidak memiliki rasa percaya diri untuk
bertanya dan melatih diri dan beberapa mahasiswa juga beranggapan bahwa mata kuliah
Biostatistik merupakan mata kuliah yang sulit dipahami. Hal ini dapat dilihat pada
pelaksanaan Ujian mata kuliah biostatistik. Pada ujian ini dari 18 orang mahasiswa yang
dinyatakan lolos hanya 3 orang mahasiswa dengan kisaran nilai 70 – 80 maka dari
penelitian awal dapat disimpulkan bahwa tingkat percaya diri mahasiswa terhadapa
pengetahuan mata kuliah biostatistik masih kurang.

Pengetahuan akan memperkuat motivasi dalam mencapai keberhasilan belajar,


semakin tinggi pengetahuan maka semakin kuat pula semangat dalam menyelesaikan
pekerjaan (Hendriana, 2012).

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Rasa Percaya diri (self-confidence) adalah kepribadian akan keyakinan terhadap


kemampuan diri seseorang dalam perkuliahan sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
orang lain. Rasa percaya diri (self confidence) merupakan salah satu aspek yang harus
dimiliki oleh mahasiswa dalamproses perkuliahan.

b. Berdasarkan tingkat percaya diri mahasiswa dalam menyelesaikan tugas diketahui


ada 6 orang (33,3%) yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi ada 8 orang (44,4 %)
yang memiliki rasa percaya diri yang cukup dan ada 4 orang (22,22%) yang memiliki
rasa percaya diri yang kurang.

c. Prodi Manajemen informasi Kesehatan tingkat 1 memiliki tingkat percaya diri


yang kurang disebabkan oleh beberapa mahasiswa yang niat belajar kurang dan
beranggapan bahwa materi mata Kuliah biostatistik sangat sulit dipahami.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


354
Urim Gabriel Dinasti Laowo, Ita Monita Munthe
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 349 – 355

Saran

Berdasarakan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa prodi manajemen informasi


Kesehatan tingkat 1 memiliki rasa percaya diri terhadap pengetahuan pembelajaran
biostatistik yang kurang maka

a. sebagai mahasiswa yang tugas utamanya adalah belajar marilah bersungguh-


sungguh belajar

b. sebagai mahasiswa marilah kita meningkatkan rasa percaya diri dengan


memberanikan diri untuk bertanya kepada sesama teman dan dosen.

c. sebagai mahasiswa harus bisa berani untuk mengerjakan tugas-tugas dan percaya
akan jawaban yang telah dikerjakan

Daftar Pustaka
Stakjovic AD, Luthans F. (1998). Self-efficacy and work-related performance: a meta-
analysis. Psychological Bulletin. 1998; 124(2): 240-261. http://dx.doi.org/10.1037/0033-
2909.124.2.240. (Diakses 20 Maret 2020)
Donna E. McCabe, Mattia J. Gilmartin, Lloyd A. Goldsamt. (2016). Student self-
confidence with clinical nursing competencies in a high-dose simulation clinical teaching
model. Journal of Nursing Education and Practice, Vol. 6, No. 8
Roland Bénabou, Jean Tirole. (2002). Self-Confidence and Personal Motivation. The
Quarterly Journal of Economics, Volume 117, Issue 3, August 2002, Pages871–915,
https://doi.org/10.1162/003355302760193913. (Diakses 20 Maret 2020).
Mulya, G., & Agustryani, R. (2020). Hubungan Antara Tingkat Kepercayaan Diri Dengan
Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani. Gladi: Jurnal Ilmu Keolahragaan, 11(01), 60-67.
Lailiana, N. A., & Handayani, A. (2017). Motivasi Berprestasi Ditinjau dari Komitmen
Terhadap Tugas Pada Mahasiswa. Paper presented at the Proceedings Education and
Language International Conference.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


355
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 356-362
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.664
Submitted: 12-07-2022 | Accepted: 22-07-2022 | Published: 29-07-2022

Gambaran Kecemasan Lansia Akan Vaksinasi Covid-19 di


Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tajuncu
Kabupaten Soppeng 2022

Nurhardianti1*, Anggeraeni2, Wirasni3


1*,2,3
Program Studi Keperawatan, Akper Putra Pertiwi Watansoppeng, Indonesia
Email: 1*anggidjie110386@gmail.com, 2ns.diann@gmail.com,
3
wirasniasnawi@gmail.com

Abstract
The Covid-19 pandemic brings new challenges to the country. In particular, how countries are
responding and working to contain and prevent the further spread of the virus. The Covid-19
vaccination is one solution in an effort to break the chain of the spread of Covid-19. The
implementation of the Covid-19 vaccination that occurred in the elderly caused anxiety which
certainly hampered the vaccination process. The purpose of this study was to find out the
description of the elderly's anxiety about Covid-19 vaccination in the UPTD Tajuncu Health
Center working area. This research is a descriptive study with a qualitative approach. The
method of collecting this case study is interviews, observations, and questionnaires. This case
study was conducted on June 2022 in the UPTD Tajuncu Health Center, Soppeng Regency.
Based on the results of the case studies that have been carried out, 86 clientis experiencing
moderate anxiety when he is going to carry out the Covid-19 vaccine, it is hoped that in the
future the community will not feel anxious anymore to carry out the Covid-19 vaccine so that it
can overcome the pandemic. It is hoped that the community will continue to apply health
protocols, wash hands, wear masks, keep a distance, stay away from crowds and reduce
mobility for the prevention of Covid-19.

Keywords: Elderly Anxiety, Covid-19 Vaccinatio


Abstrak
Pandemi Covid-19 membawa tantangan baru bagi negara. Secara khusus, bagaimana negara-
negara merespon dan bekerja untuk menahan dan mencegah penyebaran virus lebih lanjut.
Vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu solusi dalam upaya pmutusan mata rantai penyebaran
Covid-19. Pelaksanaan vaksinasi covid-19 yang terjadi pada lansia menimbulkan kecemasan
yang tentunya menghambat proses vaksinasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Gambaran kecemasan Lansia Akan Vaksianasi Covid-19 Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Tajuncu penelitian ini meupkan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode
pengumpulan studi kasus ini dalam wawancara, observasi, kuesioner. Studi kasus ini
dilaksanakan pada tanggal juni 2022 di Wilyah KerjaUPTD Puskesmas Tajuncu Kabupaten
Soppeng. Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan pada 86 responden mengalami
kecemasan sedang saat akan melakukan vaksin Covid-19 diharapkan kedepannya masyarakat
tidak merasa cemas lagi untuk melakukan vaksin Covid-19 sehingga dapat mengatasi pandemi
Diharapkan kepada masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan, mencuci tangan,
memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas demi
pencegahan Covid-19.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


356
Nurhardianti, Anggeraeni, Wirasni
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 356 – 362

Kata Kunci: kecemasn Lansia, Vaksinasi Covid-19

PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 membawa tantangan baru bagi negara. Secara khusus,
bagaimana negara-negara merespon dan bekerja untuk menahan dan mencegah
penyebaran virus lebih lanjut. Banyak negara menerapkan kebijakan yang ditetapkan
berikut ini ke wilayah mereka: lock down atau kebijakan jarak sosial atau social
distance dari publik. Beberapa negara telah menunjukkan keberhasilan, sementara yang
lain menunjukkan kegagalan dalam kebijakan ini. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan
langkah-langkah efektif lainnya untuk memutus rantai penularan, termasuk langkah-
langkah vaksinasi. Upaya tersebut telah dipimpin oleh berbagai negara, termasuk
Indonesia (Valerisa, 2020).
Coronavirus Disease 2019 atau covid-19 adalah virus baru yang ditemukan pada
tahun 2019 (sekarang 2019) di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Coronavirus adalah salah
satu patogen terpenting yang menyerang saluran pernapasan manusia. Virus penyebab
COVID-19 disebut Sars-CoV-2 (Abamovitz I., A. palmon, 2020). Tidak seperti MERS-
CoV dan SARS-CoV, Covid-19 adalah anggota ketujuh dari virus corona yang
menginfeksi manusia (Zhu N, 2020).
Menurut WHO (2021), jumlah vaksinasi covid-19 yang telah dilakukan di berbagai
negara dari 220 negara per 9 Oktober 2021 adalah 6,48 M dosis injeksi, 2,75 M (
35,3%) setelah vaksinasi lengkap. Ada 5 negara yang sudah sepenuhnya menerapkan
vaksinasi COVID-19, yaitu China daratan 1,05 juta, India 264 juta, Amerika Serikat 187
juta, Brasil 98,7 juta, dan Jepang 70 juta.
Angka yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (tahun 2021)
menunjukkan bahwa total target vaksinasi COVID-19 di Indonesia mencapai
208.265.720 per 10 Oktober 2021, jumlah total vaksinasi dengan dosis pertama Covid-
19 yang divaksinasi adalah 100.189.038 (48,11%), jumlah vaksinasi, dosis 2 Covid-19
yang diberikan adalah 57.522.234 (27,62%) dan total dosis vaksin covid-19 yang telah
diberikan yang divaksinasi adalah 1.015.773.444.
Berdasarkan data yang diterima Andi Sudirman, capaian vaksinasi Covid-19 di
Sulawesi Selatan telah mencapai 70 persen Rinciannya, capaian vaksinasi Covid-19 di
Makassar mencapai 84 persen, Palopo 83,24 persen, Parepare 78,86 persen, Soppeng
78,58 persen, Luwu 77,21 persen, Luwu Timur 75,46 persen, Takalar 73,02 persen,
Wajo 72,54, Sidrap 71,78 persen, dan Pinrang 70,7 persen (Terkini.id, 2021).
Dinas kesehatan kabupaten soppeng melakukan pencepatan vaksin untuk mencapai
target 70 persen pada desember 2021, dari data yang diperoleh capaian vaksin
kabupaten soppeng untuk tahap pertama telah mencapai 68,30 persen atau sekitar
130.567 orang, untuk vaksin tahap kedua mencapai 31,18 persen atau 71,078 orang,
utuk vaksin tahap ketiga 0,90 persen atau 1806 orang total dari sasaran 191,150
(Terkini.id, 2021).
Berdasarkan latar belakang diatas , penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Gambaran Kecemasan Pada Lansia Tentang Vaksinasi Covid-19 Di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Tajuncu Kabupaten Soppeng” tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Gambaran Kecemasan Masyarakat Akan Vaksinasi Covid-19 Di
Wilyah Kerja UPTD Puskesmas Tajuncu

Adapun manfaat penelitian ini adalah


1. Masyarakat Secara Luas

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


357
Nurhardianti, Anggeraeni, Wirasni
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 356 – 362

Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat terutama pada


lansia dalam memahami serta menyadari bahwa vaksin covid-19 bukan
merupakan sebuah ancaman melainkan suatu upaya memutus mata rantai
penyebaran virus agar dapat mengontrol kecemasan lansia sehingga dapat
mengikuti vaksinasi covid-19 tampa adanya ketakutan terhadap vaksin covid-19
2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat berdmpak positif dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dibidang keperawatan khususnya tentang Gambaran
Kecemasan Lansia Akan Vaksinasi Covid-19
3. Penulis
Sebagai acuan dalam menerapkan studi kasus dan sebagi referensi penelitian
selanjutnya tentang Gambaran Kecemasan Lansia Akan Vaksinasi Covid-19

METODE
metode penelitian adalah cara kerja untuk mengumpulkan data dan kemudian
mengolah data sehingga menghasilkan data yang dapat memecahkan permasalahan
penelitian, berdasarkan pada permasalahan yang diteliti, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. penelitian deskriftif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatua gejalah peristiwa dan
kejadian yang terjadi pada saat sekarang dimana peneliti berusaha memotret peristiwa
dan kejadian yang menjadi pusat perhatian untuk kemudian di gambarkan sebagai mana
adanya. adapun tempat yang digunakan untuk penelitian ini bertempat Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Tajuncupada bulan juni 2022, jumlah populasi sebanyak 12,917 jiwa
dengan rumus penarikan sampel menggunakan rumus slovin dan didapatkan sampel
sebanyak 86 jiwa. teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental
sampling karena peneliti menyebarkan angket atau kuesioner kepada masyarakat di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tajuncu , accidental sampling adalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja masyarakat yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat di gunakan sebagai sampel, bila di pandang
orang kebetulan itu ditemui itu cocok sebagai sumber data, dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Kriteria inklusi yaitu:
a. Lansia
b. Bersedia menjadi subjek penelitia
2. Kriteria eksklusi:
a. Yang bukan termasuk lansia
b. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian

Analisis data dilakukan dengan tujan menemukan informasi yang dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan dan penyajian datanya berupa naratif dan table kursioner
kemudian diberikn skor: Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14 – 20 = kecemasan
ringan , 21 – 27 = kecemasan sedang , 28 – 41 = kecemasan berat , 42 – 56 = kecemasan
berat sekali
HASIL
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Gambaran Kecemasan Masyarakat Akan
Vaksinasi Covid-19 melalui alat ukur Kuisioner dari Hasil pengumpulan data lansia Di

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


358
Nurhardianti, Anggeraeni, Wirasni
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 356 – 362

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tajuncu sebanyak 86 jiwa yang besedia mnejadi
responden, kemuian data tersebut inalisis dan dibuat dalam bentuk tabel.

Tabel 4.1
Distribusi Responden Bedasarkan Usia, Jenis Kelamin,
Pendidikan Dan Pekerjaan Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tajuncu
Variabel F %
Kategori usia
Usia pertengahan 45-59 43 50,2
Lanjut usia 60-74 13 15,1
Lanjut usia tua 75-90 19 22
Usia sangat tua >90 11 12,7
Jenis Kelamin Graduate
Laki-laki 36 41,9
Perempuan 50 58,1
Pendidikan
Tidak Sekolah 7 8,1
SD 42 48,8
SMP 15 17,4
SMA 13 15,1
Perguruan Tinggi 9 10,5
Pekerjaan
Tidak Bekerja 11 12,8
IRT 29 33,7
Pegawai Negeri 3 3.5
Wiraswasta 11 12,8
Petani 17 19,1
Pedagang 12 14,0
Security 3 3.5
Total 86 100%

Berdasarkan tabel di atas kelompok usia yang menjadi responden paling banyak
yaitu usia 45-59 sebanyak 43 orang responden atau sejumlah 50,2%, sedangkan usia
responden yang paling terendah yaitu usia >90 sebanyak 11 orang responden atau
sejumlah 12,7%. kelompok jenis kelamin yang menjadi responden terbanyak adalah
yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 50 orang responden atau sejumlah 58,1%
sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 36 orang
responden atau sejumlah 41,9%. pendidikan responden yang paling banyak pada tingkat
pendidikan SD sebanyak 42 orang responden atau sebanyak 48,8%, sedangkan yang
tidak sekolah sebanyak 7 orang responden atau sejumlah 8,1%. jenis pekerjaan yang
paling banyak adalah pekerjaan IRT sebanyak 29 atau sebanyak 33,7% dan jenis
pekerjaan paling seikt yaitu security sebanyak 3 orang atau sebanyak 3,5%

Tabel 4.2
Distribusi responden berdasarkan tingkat
dan kesediaan melakukan Vaksin
Kecemasan F %
Tingkat kecemasan
Tidak ada kecemasan 13 15,1
Ringan 43 50,2
Sedang 19 22
Berat 11 12,7

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


359
Nurhardianti, Anggeraeni, Wirasni
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 356 – 362

Berat sekali 0 0
Kesediaan untuk divaksin
Bersedia 63 73,3
Tidak bersedia 23 26,7
Total 86 100%
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat di ketahui responden yang memiliki tingkat
kecemasan ringan sebanyak 43 orang reponden atau sebanyak 50,2% sedangkan
responden yang memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 11 orang responden atau
sebanyak 12,7%. Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa responden yang
bersedia untuk divaksin sebanyak 63 orang atau sebanyak 73,3 sedangkan yang tidak
besedia sebanyak 23 orang atau sebanyak 26,7%.
PEMBAHASAN

Berdasarkan Hasil penelitian yangdilakukan Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas


Tajuncu dari 86 responden tingkat Kecemasan Lansia akan Vaksinasi Covid-19 dapat
dikatakan dalam kategori tingkat kecemasan ringan. responden yang memiliki tingkat
kecemasan ringan sebanyak 43 orang reponden atau sebanyak 50,2% sedangkan
responden yang memiliki tingkat kecemasan berat sebanyak 11 orang responden atau
sebanyak 12,7%. Danjumlah responden yang bersedia untuk divaksin sebanyak 63
orang atau sebanyak 73,3 sedangkan yang tidak besedia sebanyak 23 orang atau
sebanyak 26,7%.
Pada penelitin ini menunjukan pendidikan responden yang paling banyak pada tingkat
pendidikan SD sebanyak 42 orang responden atau sebanyak 48,8%keadaan ini
menunjukan bahwa pendidikan tidak berpengaruh akan kecemasan. Penelitian yang
dilakukan oleh Zamriati W et al, (2017) juga menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien.

Pada penelitian ini jenis pekerjaan yang paling banyak adalah pekerjaan IRT
sebanyak 29 atau sebanyak 33,7% Menurut teori perilaku, rasa frustasi dan trauma yang
terus-menerus dialami dan tidak terkendali akan memunculkan kecemasan dalam diri
pekerja (Prawirohusodo dalam Anita, 2013)
Dalam penelitian juga menunjukkan kesediaan untuk dilakukan vaksinasi
sebesar 73.3% dan yang tidak mau untuk divaksin hanya 26,%. Informasi akurat yang
diterima oleh masyarakat dari sumber yang terpercaya seperti informasi diberikan dari
pemerintah akan meningkatkan kesedian untuk dilakukan vaksin oleh masyarakat. Hasil
survei yang dilakukan pada 19 negara terdapat 71.5% responden menyatakan bersedia
untuk divaksin. Responden juga menyatakan tingkat kepercayaan terhadap vaksin
menjadi lebih tinggi setelah memperoleh informasi dari pemerintah (Lazarus, et al.
2021). Selain itu ternyata, mahasiswa dan profesional kesehatan lebih bersedia untuk
dilakukan vaksinasi dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja (Akarsu, et al.
2021).

Kecemasan yang menjadi salah satu masalah yang terjadi pada masa pandemi
covid 19, ternyata menjadi masalah juga saat telah tersedianya vaksin covid 19. Pada
data ditemukan 22% mengalami kecemasan sedang dan 12,7% mengalami kecemasan
berat dengan menyatakan diri cemas/khawatir. Menurut Zulva (2020) penyebab cemas
ini adalahinformasi hoax yang membuat masyarakat menjadi cemas dan akhirnya terjadi
respon negati dan dapat berdampak pada psikosomatis. Selain itu, ada hasil penelitian
yang menyebutkan bahwa adanya paparan informasi terkait Covid 19 secara berbeda
Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
360
Nurhardianti, Anggeraeni, Wirasni
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 356 – 362

yang diterima oleh masyarakat berhubungan dengan kecemasan. Informasi yang


diperoleh oleh masyarakat akan mempengaruhi tingkat kecemasan terkait Covid 19
(Liu, Zhang, & Huang, 2020). Sedangkan kecemasan berhubungan dengan vaksinasi
disebabkan oleh efek samping yang mungkin muncul setelah vaksin (Bendau, et al.
2021).

Asumsi penelitian dalam studi kasus ini adalah terjadinya kecemasan saat
melakukan vaksin Covid-19 walaupun vaksin Covid-19 dipercaya aman, efektif dan
mampu mengendalikan pandemi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Corona virus adalah kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada
hewan atau manusia. Beberapa jenis corona virus dapat menyebabkan infeksi saluran
nafas pada manusia. Gejala infeksi Covid-19 yang paling umum yaitu batuk, demam
dan kelelahan, sementara gejala lainnya produksi dahak, sakit kepala, hemoptisis, diare,
dyspnoea, dan limfopenia. Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-
samar karena adanya ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons.
Sumber perasaan tidak santai tersebut tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu .
Klien “Ny.I” mengalami kecemasan ringan dan klien “Ny.F” mengalami kecemasan
sedang pada saat akan melakukan vaksin Covid-19 di Puskesmas Tajuncu Kabupaten
Soppeng.
Saran Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan ada beberapa saran
yang dapat diajukan, yaitu: Disarankan untuk mengambil sampel yang lebih banyak
yang bertujuan untuk keakuratan data yang lebih baik dalam penelitian selanjutnya,
Disarankan lokasi penelitian tidak hanya di fokuskan pada satu tempat fasilitas
kesehatan, Diharapkan kedepannya masyarakat tidak merasa cemas lagi untuk
melakukan vaksin Covid-19 sehingga dapat mengatasi pandemi dan keadaan kesehatan
masyarakat dapat terjaga, Diharapkan kepada masyarakat tetap menerapkan protokol
kesehatan, mencuci tangan,memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan
mengurangi mobilitas demi mecegah terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19

DAFTAR PUSTAKA
Anggeraeni, & Nurafriani. (2022). keperawatan gerontik (Y. Sumarni (ed.). cvt cahaya
bintang cemerlang.
Ns. Sutejo, M.Kep., SP, K. J. (2019). keperawatan jiwa. pustaka baru press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Kemenkes. (2021). 4 Manfaat Vaksin Covid-19 yang Wajib Diketahui. Kemenkes.
https://upk.kemkes.go.id/new/4-manfaat-vaksin-covid-19-yang-wajib-
diketahui#:~:text=Mengurangi Risiko Penularan,virus dan mengurang risiko
terpapar

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


361
Nurhardianti, Anggeraeni, Wirasni
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 356 – 362

Kemenkes. (2022). Jenis vaksin booster apa yang akan diberikan. Kemenkes.
https://faq.kemkes.go.id/faq/jenis-vaksin-booster-apa-yang-akan-diberikan
Kemenkes. (20222). jenis Vaksin untuk Dosis Booster, Resmi Ditambahkan. Kemenkes.
https://upk.kemkes.go.id/new/jenis-vaksin-untuk-dosis-booster-resmi-ditambahkan
Leniwita Hasian.2019.Modul Dokumentasi Keperawatan.Bahan Ajar Universitas
Kristen Indonesia.
Mellani. (2021). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kecemasan 1.
Definisi Kecemasan Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis seseor.
NLPK Mellani, 12–34. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7453/
Terkini.id, M. (2021). vaksinasi covid-19 dikabupaten soppeng telah mencapai 68
persen. 1. https://makassar.terkini.id/vaksinasi-covid-19-di-kabupaten-soppeng-
telah-mencapai-68-persen/
Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel Coronavirus from
Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med.2020;382:727– 33

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


362
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 363-372
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.668
Submitted: 13-07-2022 | Accepted: 17-07-2022 | Published: 29-07-2022

Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Dismenore saat


Menstruasi pada Siswa Puteri Klas XI SMK N. 8
Mastaida Tambun1, Martaulina Sinaga2*
1
Program Studi Kebidanan, STIKes Mitra Husada Medan, Indonesia
2*
Program Studi Keperawatan, STIKes Mitra Husada Medan, Indonesia
Email: 1mitatbn@gmai.com, 2*martauliana78@gmail.com

Abstract
Menstrual pain is one of the most common gynecological problems, affecting more than
50% of women and causing the inability to perform daily activities for 1 to 3 days each
month in about 10% of these women. Giving a warm compress is an independent action.
The warm effect of the compress can cause vasodilation in the blood vessels which will
increase blood flow to the tissue, the distribution of acids and nutrients to the cells is
enlarged and removed from the repaired substances which can reduce the primary
menstrual pain caused by the blood supply to the endometrium. less (Natali, 2013). This
warm compress is very effective in reducing menstrual pain. Based on an initial survey
conducted by researchers at the SMK N. Padang Bulan Medan at school that there are
still many students who experience dysmenorrhea during menstruation, and the
researchers also conducted interviews with 10 students who felt dysmenorrhea during
menstruation, the researcher asked if they had ever applied warm compresses, there were
5 people who had experienced it. do a warm compress. This study uses an analytical
survey method with a Cross Sectional approach, the study was conducted at SMK N.
Padang Bulan Medan, when this research will be conducted from February to July 2021,
the population in this study is all female students of SMK N. Padang Bulan Medan class
XI, the type of data used is primary data. , secondary and tertiary. While the data analysis
used univariate and bivariate. The results showed that the majority of warm compresses
did not apply warm compresses, namely 22 people (61.1%) in SMK N. Padang Bulan
Medan students, Based on Dismonero the majority of SMK N. Padang Bulan Medan
students experienced (Yes) as many as 20 people (55.6%), There is a relationship between
compresses warm with Dismonero on students ofPuteri SMK N.8 Padang Bulan Tahun
2022 in 2021 with pvalue = 0.000.
Keywords: Warm Compressed, Dismenorrhea, Girl Adolescent
Abstrak
Dismenorea atau sering disebut dengan nyeri haid merupakan salah satu masalah
ginekologi yang paling sering terjadi pada wanita yang sudah menstruasi atau haid ,
terutama pada remaja. Dismenorea adalah rasa sakit atau nyeri perut bagian bawah yang
dialami oleh wanita sebelum, selama atau sesudah menstruasi. Kejadian dialami lebih
dari 50% wanita yang bisa menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
harian selama 1 sampai 3 hari setiap bulannyaa pada sekitar 10% dari wanita yang
mengalami dismenorea Salah satu tindakan yang dilakukan oleh wanita untuk

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


363
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

mengurangi dismenorea adalah dengan cara pemberian kompres hangat, karena efek
hangat dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang
nantinya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan penyaluran zat asam dan makanan
ke sel-sel di perbesar dan di pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat mengurangi
rasa nyeri haid primer yang disebabkan suplai darah ke endometrium kurang
(Nurhavivah, 2017) Kompres air hangat ini sangat efektif dalam menurunkan nyeri
menstruasi. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di sekolah SMK N. 8
Padang Bulan Medan, bahwa masih banyak ditemui mahasiswa yang mengalami
dismenorea pada saat menstruasi, dan peneliti juga melakukan wawancara terhadap 10
orang siswa yang merasakan dismenore pada saat menstruasi peneliti bertanya apakah
pernah melakukan kompres hangat terdapat 5 orang yang pernah melakukan kompres
hangat.Oleh karena itu peneliti tertarik “Tindakan apa yang bisa dilakukan sebagai
therapy untuk mengurakan mengurangi dismenorea pada saat menstruasi?. Penelitian ini
menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional, penelitian
dilakukan di SMK N. Padang Bulan Medan, Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan
Februari sampai dengan juli 2022, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
putri SMK N. Padang Bulan Medan kelas XI dengan jumlah sebanyak 36 orang.
Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel
dengan tg responden. Sedangkan analisa data yang digunakan univariat, dan bivariat
dengan menggunakan uji analisis Chi-Square Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas Tidak melakukan kompres hangat mengalami dismenorea yaitu 22 orang
(61,1%). Yang melakukan kompres hangat tidak mengalami dismenorea yaitu sebanyak
14 orang ( 38,2%) dengan nilai pvalue 0,001 < 0,05 yang artinya ada hubungan kompres
hangat dengan dismenore.
Kata Kunci : Kompres Hangat, Dismenore, Remaja Putri
LATAR BELAKANG

Wanita yang mengalami dismenore berat, dapat menyebabkan terganggunya


semua aktivitas sehari-hari termasuk kuliah dan kerja. Dismenorea merupakan nyeri yang
berlangsung selama satu sampai beberapa hari selama menstruasi. Nyeri haid merupakan
salah satu masalah ginekologi yang paling sering terjadi, mempengaruhi lebih dari 50%
wanita dan menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas harian selama 1
sampai 3 hari setiap bulannya pada sekitar 10% dari wanita tersebut. Ketidakhadiran
remaja di sekolah akibat nyeri haid mencapai kurang lebih 25% (Ismalia , 2019)
Angka kejadian disminore di dunia sangat besar. Rata-rata hampir lebih dari 50%
wanita mengalaminya. Di Inggris sebuah penelitian bahwa 10% dari remaja sekolah
lanjut tampak absen 1-3 hari setiap bulannya karena mengalami disminore. Sedangkan
hasil penelitian di Amerika presentase kejadian disminore lebih besar sekitar 60% dan di
Swedia sebesar 72% (Anugroho, 2011). Didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa
(90%) wanita mengalami dismenore dan 10%-15% diantaranya mengalami dismenore
berat, sehingga mengakibatkan timbulnya keterbatasan aktivitas yang dikeluhkan oleh
15% remaja perempuan yang mengalami dismenore. Penelitian epidemiologi kejadian
nyeri haid di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 45-90%. Berdasarkan penelitian yang
sama nyeri haid berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari pada wanita, sehingga
membuat mereka meninggalkan pekerjaan atau aktivitas rutin lainnya selama beberapa
jam atau beberapa hari. Sekitar 13-51% wanita pernah absen setidaknya sekali akibat
nyeri haid dan sekitar 5-14% berulang kali absen.( Martinez, 2018)

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


364
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

Dalam suatu systemic review World Health Organization (WHO), rata-rata


insidensi terjadinya dismenore pada wanita muda antara 16,8–81%. Inggris melaporkan
45-97% wanita dengan keluhan dismenore, dimana prevalensi hampir sama ditemui di
negara-negara Eropa. Prevalensi terendah dijumpai di Bulgaria (8,8%) dan prevalensi
tertinggi di negara Finlandia (94%) Menurut World Health Organization (WHO),
didapatkan kejadian sebesar 1.769,425 jiwa (90%) wanita mengalami dismenorea dan
10%-15% diantaranya mengalami dismenorea berat, sehingga mengakibatkan timbulnya
keterbatasan aktivitas yang dikeluhkan oleh 15% remaja perempuan yang mengalami
dismenorea. Angka kejadian dismenorea di Negara Indonesia sendiri adalah sebesar
64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenorea primer dan 9,36% dismenorea sekunder
(Mulastin, 2011). Di Indonesia angka kejadian dismenorea sebesar 107.673 jiwa
(64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa (54,89%)Studi epidemiologi pada populasi remaja
(berusia 12-17 tahun) di Amerika Serikat, prevalensi disminore 59,7%. Rincian rasa nyeri
menstruasi yang mengeluh nyeri hebat 12%, nyeri sedang 37% dan nyeri ringan 49%.
Studi ini juga melaporkan bahwa disminore menyebabkan 14% remaja sering tidak
masuk sekolah
Pemerintah Indonesia juga berupaya mengatasi dismenorea dengan membentuk
Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Pemerintah
Indonesia juga telah mengatur dalam perundang-undangan tentang undang-undang
ketenagakrjaan No. 13 Tahhun 2003 Pasal 81 ayat 1 yang berbunyi : Pekerja atau buruh
perempuan yang dalam haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha,
tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Dari peraturan di atas
menunjukan peran pemerintah dalam melindungi hak perempuan untuk beristirahat bila
mengalami dismenore. Namun akan menjadi lebih baik apabila desmenore tersebut dapat
teratasi sehingga tidak akan mengganggu aktivitas perempuan tersebut (Widjaya, 2010).
Sebagian masyarakat mempunyai anggapan yang salah bahwa nyeri haid dapat
hilang dengan sendirinya apabila wanita yang bersangkutan menikah sehingga mereka
membiarkan gangguan tersebut (Marlina, 2012), namun hal ini sangat menggangu
aktifitas sehari-hari,oleh sebab itu dari berbagai macam penanganan nyeri haid tersebut
salah satunya dengan cara Kompres Hangat dan Teknik Effleurage (Marlina, 2012). Nyeri
disminore juga dapat timbul bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau
pingsan, lekas marah. Masalah yang sering muncul dalam disminore adalah tingkat
penurunan nyeriya. Ketika nyeri itu timbul timbul beberapa efek akan muncul seperti
sakit kepala mual, sembelit atau diare dan serimh berkemih (Manuaba, 2010).
Makanan cepat saji adalah makanan yang tidak membutuhkan waktu lamauntuk
proses penyajiannya. Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2016), kebanyakan makanan
yang tergolong dalam makanan cepat saji mengandung banyak lemak, garam, gula, dan
tinggi kalori.Salah satu lemak yang terdapat di dalam makanan cepat saji adalah asam
lemak. Asam lemak tersebut dapat mengganggu metabolisme progesteron pada fase luteal
dari siklus menstruasi (Ismalia dkk, 2019). Makanan cepat saji juga mengandung asam
lemak trans yang merupakan salah satu sumber radikal bebas.Efek dari radikal bebas salah
satunya adalah kerusakan membran sel. Membran sel memiliki beberapa komponen,
salah satunya adalah fosfolipid. Fosfolipid berfungsi sebagai penyedia asam arakidonat
yang kemudian disintesis oleh seluruh sel yang terdapat di dalam tubuh menjadi
prostaglandin yang dapat menyebabkan dismenore (Nuzula dan Oktaviana, 2019).

Dampak yang muncul apabila mengalami nyeri disminore akan menurunkan


kecakapan dan keterampilan serta akan menurunkan konsentrasi mahasiswi yang akan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


365
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

sangat mempengaruhi terhadap penurunan aktifitas perkuliahan dan prestasinya. Selain


itu bila nyeri berlangsung dalam waktu yang lama maka akan mengakibatkan keadaan
patologi seperti terjadinya endometriosis, radang panggul dan kelainan lainya yang
mengarah pada dismenore sekunder (Manuaba, 2010).
Penanganan dismenore dapat dilakukan dengan cara farmakologi (dengan
menggunakan obat-obatan analgetik, terapi hormonal, obat nesteroid prostaglandin) dan
juga non farmakologi (dengan cara akupuntur, kompres hangat, massae atau pijat terapi
mozart dan relaksasi). (Prawirohardjo, 2010). Kompres hangat dengan menggunakan
buli-buli panas yang mana secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-
buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah sirkulasi
menjadi lancar dan akan menjadi ketegangan otot, sesudah otot miometrium rilek, rasa
nyeri yang dirasakan berangsur-angsur berkurang bahkan hilang (Merdianita, 2013).
Pemberian kompres hangat merupakan salah satu tindakan mandiri. Efek hangat
dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang nantinya akan
meningkatkan aliran darah ke jaringan penyaluran zat asam dan makanan ke sel-sel di
perbesar dan di pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat mengurangi rasa nyeri
haid primer yang disebabkan suplai darah ke endometrium kurang. Pemberian kompres
hangat mempuyai prinsip pengantaran panas melalui konduksi yaitu dengan
menempelkan botol yang berisi air hangat pada perut sehingga akan terjadi perpindahan
panas dari botol tersebut kedalam perut sehingga akan menurunkan nyeri pada wanita
dengan disnomore primer. Kompres air hangat ini sangat efektif dalam menurunkan nyeri
menstruasi ( Syarifah, 2017). .
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di sekolah SMK N. 8 Padang Bulan
Medan, bahwa masih banyak ditemui mahasiswa yang mengalami dismenorea pada saat
menstruasi, dan peneliti juga melakukan wawancara terhadap 10 orang siswa yang
merasakan dismenore pada saat menstruasi peneliti bertanya apakah pernah melakukan
kompres hangat terdapat 5 orang yang pernah melakukan kompres hangat.Oleh karena
itu peneliti tertarik “Tindakan apa yang bisa dilakukan sebagai therapy untuk
mengurakan mengurangi dismenorea pada saat menstruasi?.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan Cross
Sectional, penelitian dilakukan di SMK N. Padang Bulan Medan, Waktu penelitian ini
dilakukan pada bulan Februari sampai dengan juli 2022, Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa putri SMK N. Padang Bulan Medan kelas XI dengan jumlah
sebanyak 36 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi
dijadikan sebagai sampel dengan tg responden. Sedangkan analisa data yang digunakan
univariat, dan bivariat dengan menggunakan uji analisis Chi-Square .

HASIL

Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kompres Hangat Saat Menstruasi Pada Siswa Putri
SMK N.8 Padang Bulan
No Kompres Hangat Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak 22 61,1
2 Ya 14 38,9
Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)
366
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 4.1.Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas siswa


Putri siswa Putri SMK N.8 Padang Bulan Tidak melakukan kompres hangat saat
mengalami nyeri pada saat menstruasi sebanyak 22 orang (61,1%)
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dismenore Saat Menstruasi Pada Siswa Putri SMK N.
8 Padang Bulan Medan Tahun 2022
No Dismenore Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 20 55,6
2 Tidak 16 44,4
Jumlah 36 100
Berdasarkan tabel 4.2Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas siswa
Putri SMK N.8 Padang Bulan mengalami nyeri pada saat menstruasi (Dismenore)
sebanyak 20 orang (55,6%) dan yang Tidak sebanyak 16 orang (55,6%).
Analisis Bivariat
Tabel 4.3
Tabulasi Silang Hubungan Kompres hangat Dengan Dismenore Pada Siswa Putri SMK
N. 8 Padang Bulan Medan Tahun 2022
Kompres Dismenore Total P value
Hangat Ya Tidak
f % f % f %
Tidak 17 77,3 5 22,7 22 100 0,001
Ya 3 21,4 11 78,6 14 38,2
Total 20 100 16 100 36 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa yang Tidak kompres hangat sebanyak
22 orang (100%), diantaranya terdapat 17 orang (77,3%) yang mengalami Dismenore dan
Tidak Dismenore sebaanyak 5 orang (22,7%). sedangkan yang melakukan kompres
hangat sebanyak 14 orang (38,2%) ) yang dismenore dan 11 orang (78,6%) Tidak
Dismenore, dengan nilai pvalue 0,001 < 0,05 yang artinya ada hubungan kompres hangat
dengan dismenore
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa yang Tidak melakukan kompres
hangat sebanyak 22 orang (100%), sedangkan yang melakukan kompres hangat sebanyak
14 orang (38,2%), yang dismenore dan 11 orang (78,6%) Tidak Dismenore, dengan nilai
pvalue 0,001 < 0,05 yang artinya ada hubungan kompres hangat dengan dismenore.
Dismenore merupakan kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau menstruasi
yang dapat menggangu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri
atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul. Gangguan sekunder yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri sebelum, saat atau sesudah menstruasi. Nyeri tersebut timbul
akibat adanya hormon prostaglandin yang membuat otot uterus (rahim) berkontraksi. Bila
nyerinya ringan dan masih dapat beraktivitas berarti masih wajar. Namun, bila nyeri yang
terjadi sangat hebat sampai menggangu aktivitas ataupun tidak mampu melakukan
aktivitas, maka termasuk pada gangguan. Nyeri dapat dirasakan di daerah perut bagian
bawah, pinggang, bahkan punggung (Judha, 2012).

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


367
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

Kompres hangat merupakan salah satu metode non farmakologi untuk


mengurangi nyeri. Prinsip kerja kompres hangat dengan menggunakan buli-buli panas
yang dibungkus kain secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke
dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah, dan akan terjadi
penurunan ketegangan otot sehingga nyeri dismenore yang dirasakan akan berkurang atau
hilang (Perry dan Poter, 2017).
Kompres hangat memberikan rasa hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,mengurangi atau mencegah spasme otot
dan memberikan rasa hangat pada daerah tertentu (Uliyah & Hidayat, 2010). Kompres
hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain atau handuk yang telah dibasahi dengan
air hangat dan ditempelkan pada bagian tubuh tertentu (Yulian, 2010). Sedangkan
menurut (Yulita, 2015) kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yag menimbulkan hangat pada bagian
tubuh yang memerlukan. Menurut Price &Wilson (2010) kompres hangat sebagai
metodeyang sangat efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Jadi berdasarkan
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kompres hangat merupakan kebutuhan rasa
nyaman dan mengurangi relaksasi pada otot.
Selain dari kompres hangat Penanganan nyeri yang dialami oleh individu dapat
melalui intervensi farmakologis, dilakukan kolaborasi dengan dokter atau pemberi
perawatan utama lainnya pada pasien. Obat-obatan ini dapat menurunkan nyeri dan
menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang mengalami trauma dan
inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive terhadap stimulus
menyakitkan sebelumnya, contoh obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen
(Martinez, 2018)
Dengan pemberian kompres hangat, maka terjadi pelebaran pembuluh darah.
Sehingga akan memperbaiki peredaran darah didalam jaringan tersebut. Dengan cara ini
penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-
zat yang dibuang akan diperbaiki. Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang lebih baik
maka akan terjadi peningkatan aktivitas sel sehingga akan penyebabkan penurunan rasa
nyeri. Pemberian kompres hangat padad aerah tubuh akan memberikan signal
kehipothalamus melalui spinal cord. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
dihipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan signal yang memulai berkeringat
dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah akan memperlancar sirkulasi
oksigenisasi mencegah, terjadinya spasme otot, memberikan rasa hangat membuat otot
tubuh lebih rileks, dan menurunkan rasa nyeri.Kompres hangat sangat efektif dan
menurunkan nyeri menstruasi (dismenore) atau spasme otot. Pemberian peningkatan suhu
dapat melebarkan pembuluh darah lokal. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang
disalurkan melalui kompres hangat dapat meredakan (Price dan Wlson, 2016).

Menurut Uliyah dan Hidayat, (2015), Kompres hangat dilakukan dengan


mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi dimana
terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan
pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri
haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang. Berikut ini merupakan suhu yang
direkomendasikan untuk kompres hangat.

4.4. Suhu yang Direkomendasikan untuk Kompres Panas dan Dingin


menurut Kozier, (2019)

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


368
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

Tabel Suhu Kompres Panas dan Dingin

Deskripsi Suhu Aplikasi

Sangat dingin Dibawah 15˚ C Kantong es

Dingin 15 – 18˚ C Kemasan pendingin

Sejuk 18 – 27˚ C Kompres dingin

Hangat kuku 27 – 37˚ C Mandi spons – alkohol

Hangat 37 – 40˚ C Mandi dengan air hangat, bantalan


akuatermia, botol air panas

Panas 40 – 46˚ C Berendam dalam air panas, irigasi,


kompres panas

Sangat panas Di atas 46˚ C Kantong air panas untuk orang dewasa

Sumber : Kozier, 2019


Pemberian kompres hangat padadaerah tubuh akan memberikan signal
kehipothalamus melalui spinal cord. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
dihipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan signal yang memulai berkeringat
dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah akan memperlancar sirkulasi
oksigenisasi mencegah, terjadinya spasme otot, memberikan rasa hangat membuat otot
tubuh lebih rileks, dan menurunkan rasa nyeri.Kegiatan menempelkan botol air hangat di
lapisi kain / handukdengan suhu 40-50ºC padabagian perut bawah yang dilakakukan pada
remaja yang sedang nyeri haid pada hari ke 1 atau ke 2 dan perubahan yang diamati
setelah perlakuan selama 15-20 menit.Botol air hangat diganti setiap 10 menit (Kozier,
2019).

Penelitian Endah Estining (2018) tentang Pengaruh Pemberian Kompres Hangat


Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Akper Widya Husada Semarang
diketahui bahwa kompres hangat pada mahasiswi AKPER Widya Husada Semarang yang
mengalami dismenore menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami penurunan skala
nyeri 2-3 tingkat dengan keterangan skala nyeri sedang, nyeri ringan, dan bahkan tidak
nyeri. Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat
terhadap penurunan nyeri dismenore pada mahasiswi AKPER Widya Husada Semarang.
Penelitian Restiyani S (2017), tentang Pengaruh Pemberian Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Nyeri Menstruasi Pada Remaja Putri Siswa Kelas VII SMP Negeri
03 Kecamatan Maospati Kabupaten Magaten, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan kompres hangat terhadap penurunan nyeri menstruasi pada remaja dengan nilai
pvalue 0,000. Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa masih banyak siswa yang
mengalami dismonero pada saat menstruasi, namun ada beberapa siswa tidak melakukan
kompres hangat dan ada yang melakukan kompres hangat. Sebagian besar siswa yang
melakukan kompres hangat merasakan penurunan nyeri saat menstruasi. Menurut asumsi
peneliti bahwa kompres hangat sangat berpengaruh terhadap penurunan nyeri saat

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


369
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

menstruasi, sehingga kompres hangat tersebut disrankan kepada siswa untuk dilakukan
dengan cara yang baik dan benarwanita usia subur (WUS) di Desa Tanjung Medan
WiLayah Kerja Puskesmas Tanjung Medan Tahun 2021 dengan nilai signifikansi yaitu
0,000 < 0,05
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
menunjukkan bahwa siswa putri SMK N.8 Padang Bulan mayoritas Tidak melakukan
kompres hangat mengalami dismenorea yaitu 22 orang (61,1%), sedangkan yang
melakukan kompres hangat tidak mengalami dismenorea yaitu sebanyak 14 orang (
38,2%) dengan nilai pvalue 0,001 < 0,05 yang artinya ada hubungan kompres hangat
dengan dismenore
Ada hubungan kompres hangat dengan Dismonero pada siswa Putri SMK N.Padang
Bulan Medan Tahun 2022 dengan pvalue= 0,000
SARAN
1. Bagi Tempat Penelitian
Diharapakan institusi hendaknya melakukan kerja sama dengan instansi terkait atau
tenaga kesehatan untuk memberikan informasi mengenai nyeri haid (dismenorea)
serta pemberian informasi sebaiknya diberikan sejak dini agar menambah
pengetahuan remaja putri SMK.N 8Padang Bulan dalam mengatasi nyeri menstruasi
(dismenorea) pada saat menstruasi secara nonfarmakologis.
2. Bagi Siswa Putri SMK.N 8 Padang Bulan
Diharapkan kepada siswa siswa putri SMK N.8 Padang Bulan agar melakukan
kompres hangat pada saat merasakan nyeri (dismonero) pada saat menstruasi, karena
dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan tentang
keterkaitan kompres hangat dengan Dismonero baik ditempat yang sama maupun
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Anugraheni, V dan WahyuNingsih, A. 2013. Efektifitas Kompres Hangat dalam


Menurunkan Intensitas Nyeri Dysmenorrhoea. Kediri: Jurnal STIKES Baptis
Volume 6, No. 1, Juli 2013.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Atikah & Siti. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna . Jakarta: EGC.
Berman, A. Synder, S. Kozier, B. Erb, G. 2009. Buku Ajar Praktis Keperawatan Klinis.
Jakarta: EGC.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


370
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

Cicilia, Fitri, intan. 2013. Hubungan Dismenore dengan Aktivitas Belajar Remaja Putri
di SMA 1 Tomohon. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Manado. Jurnal Keperawatan.
Dahro, A. 2012. Buku Psikologi Kebidanan : Analisis Perilaku Wanita Untuk Kesehatan
. Jakarta: Salemba Medika.
Dini. K. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara.
Efendi. 2009. Keperawatan Keserhatan Komunitas: Teori dan Praktek dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC
Gravetter & Wallnau. 2007. Tendensi Central Statistic. Bandung: Refika Aditama.
Gui-zhou, H. 2010. Prevalence of Dysmenorrhoea in Female Student in a Chinese
University: A Prospective Study.http://www.jurnal.unpad.ac.id.
Hartaningsih, S dan Turlina, H. 2012. Perbedaan Tingkatan Nyeri Dismenore dengan
Perlakuan Kompres Hangat Pada Siswi di SMPN 1 Pare Kediri. http://www.Jurnal
unpad .ac.id. Diakses tanggal 22 maret 2017 jam 15.45 WIB.
Hendrawan. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Hidayat, A. A. 2006. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba
Media.
Kozier B dan Gleniora Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta:EGC.
Muhammad I. Pemanfaatan SPSS Dalam Bidang Penelitian Kesehatan dan Umum,
Bandung : Cita Pustaka Media Perintis;2014
Martinez dkk (2018). “Lifestyle and prevalence of dysmenorrhea among Spanish female
university students. PLoS ONE. 13(8): 1-11.
Najafi dkk (2018). “Major dietary patterns in relation to menstrual pain: a nested case
control study”. BMC Women's Health. 18(69): 1-7.
Nuzula dan Oktaviana. (2019). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Dismenore Primer Pada Mahasiswi Akademi Kesehatan Rustida Banyuwangi”.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Rustida. 5(2): 593-605.
Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta;
2010.
Price dan Wilson, 2016, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(Edisi 6, vol 2), Jakarta: EGC.
Syarifah dan Nurhavivah. (2017). “Analisis Faktor yang Menyebabkan Dismenorhe
Primer Mahasiswi Stikes Pemkab Jombang”. Jurnal Keperawatan. 10(2): 69-76.
Uliyah, M dan Hidayat, A 2010. Praktikum klinik: Keterampilan Dasar Praktek Klinik
Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


371
Mastaida Tambun, Martaulina Sinaga
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 363 – 372

Yulita. 2015. Efektifitas Kompres Hangat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


Uliyah, M dan Hidayat, A 2010. Praktikum klinik: Keterampilan Dasar Praktek Klinik
Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


372
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 385-391
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.676
Submitted: 14-07-2022 | Accepted: 17-07-2022 | Published: 29-07-2022

Dukungan Informasional dan Emosional Keluarga dalam


Perilaku Pemanfaatan Layanan Kesehatan
Reproduksi Remaja

Annisa Febriana1*, Sigit Mulyono2


1*
Program Studi Keperawatan, STIKES Intan Martapura, Martapura, Indonesia
2
Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Depok, Indonesia
Email: 1*annisafebriana012@gmail.com

Abstract

The adolescent age group as a population at risk of experiencing reproductive health


problems requires support and attention from the family. Information support and
emotional support for adolescents are the main focus of families in overcoming
adolescent reproductive health problems. This study aims to determine the relationship
of family informational and emotional support to the behavior of using reproductive
health services by adolescents. This study uses a descriptive correlational research
design with a cross sectional approach with a sample size of 370 with random sampling
method. The results showed that there was a significant relationship between
informational and emotional support from the family and the behavior of using
reproductive health services (p-value 0.000). Behavior improvement in the use of health
services needs to be improved with the support of knowledge and attention from parents
of adolescents, as well as the active role of health workers in efforts to introduce
adolescent reproductive health services.

Keywords: Adolescent, Behavior, Informational Support, Emotional Support,


Reproduction Health

Abstrak

Kelompok usia remaja sebagai populasi yang berisiko mengalami masalah kesehatan
reproduksi memerlukan dukungan dan perhatian dari keluarga. Dukungan informasi dan
dukungan emosional bagi remaja menjadi fokus utama keluarga dalam mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan dukungan informasional dan emosional keluarga terhadap perilaku
pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi oleh remaja. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian deskriftif korelasional dengan pendekatan cross sectional dengan
jumlah sampel 370 dengan metode random sampling. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan informasional dan
emosional dari keluarga dengan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi
(p value 0,000). Peningkatan perilaku dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan perlu

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


385
Annisa Febriana, Sigit Mulyono
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 385 – 391

ditingkatkan dengan dukungan pengetahuan dan perhatian dari orang tua remaja, serta
peran aktif tenaga kesehatan dalam upaya mengenalkan layanan kesehatan reproduksi
remaja.

Kata Kunci: Remaja, Perilaku, Dukungan Informasi, Dukungan Emosional, Kesehatan


Reproduksi

PENDAHULUAN

Remaja diklasifikasikan sebagai kelompok individu yang berusia 12 hingga 18


tahun. Data WHO 2020, menunjukkan terdapat 1,2 miliar remaja berusia 10-19 tahun
di dunia, yang terdiri hingga 16% populasi dunia dan diperkirakan akan meningkat
hingga tahun 2050, khususnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO,
2020). Kesehatan remaja perlu diperhatikan baik dari fisik, perilaku, psikologis serta
sosial. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu permasalahan yang sering dialami
oleh remaja, diantaranya kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
maupun masalah seperti perilaku seksual berisiko, pernikahan usia dini dan lainnya.
Hasil penelitian konsorsium psikologi menyebutkan, di Indonesia, ada sekitar
4,5% remaja laki-laki dan 0,7% dan remaja perempuan usia 15- 19 tahun yang
menyatakan pernah melakukan seksual pranikah. Data Konsorsum menunjukkan,
remaja yang berpacaran memiliki risiko melakukan perilaku seksual berisiko termasuk
23% melakukan hubungan seksual, 33% petting, 77% ciuman, dan 92% pernah
berpegangan tangan (Konsorsum Psikologi Ilmiah Nusantara, 2020). Berdasarkan data
ini dapat dilihat bahwa remaja sangat rentan terhadap permasalahan kesehatan
reproduksi.
Remaja seringkali memiliki pengetahuan yang kurang mengenai
kesehatan reproduksi, dan mengalami kesulitan akses layanan kesehatan remaja
yang terjangkau untuk mendapatkan informasi. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya perilaku kesehatan reproduksi dan seksual remaja
adalah keluarga, khususnya orangtua remaja tersebut. Keluarga sebagai bagian
terdekat dan penting dari remaja diharapkan mampu memberikan dukungan berupa
pemberian pengetahuan dan berkomunikasi dengan remaja mengenai kesehatan
reproduksi dan seksual (Febriana & Mulyono, 2020). Dukungan keluarga adalah
serangkaian kegiatan yang berorientasi untuk meningkatkan fungsi keluarga dan
mendasarkan pengasuhan anak khususnya pada anak remaja (Daly et al., 2015).
Pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi dan seksual yang
komprehensif secara langsung atau tidak langsung mencegah berbagai dampak buruk
pada kesehatan reproduksi remaja (Rahmadhani, 2021). Sementara itu, pengetahuan
tentang akses informasi kesehatan reproduksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
masih terbatas. Padahal layanan kesehatan reproduksi remaja sudah tersedia di
Puskesmas berupa pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) yang berupaya
membantu permasalahan yang dihadapi remaja (Rahmadhani et al., 2022). Beberapa
faktor yang mempengaruhi remaja dalam mengakses layanan adalah kemampuan
komunikasi interpersonal, kepercayaan pada petugas kesehatan, dan persepsi tidak
membutuhkan informasi/layanan. Faktor lainnya adalah tidak mengetahui adanya
PKPR, perasaan takut dan malu mengunjungi tempat tersebut, hambatan struktural
seperti jam buka, waktu tunggu pelayanan, dan biaya pelayanan (Lindberg et al., 2020).
Peran orangtua dalam mendukung remaja untuk mendapatkan pengetahuan
mengenai masalah kesehatan reproduksi dapat dilakukan dengan upaya memberikan
dukungan informasi dan dukungan emosional yang diberikan dalam bentuk

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


386
Annisa Febriana, Sigit Mulyono
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 385 – 391

mengenalkan layanan PKPR serta menemani dan mendampingi anak remajanya ke


fasilitas layanan kesehatan reproduksi tersebut (Arifah & Sharfina, 2019). Selain itu,
orangtua dapat menjadi bagian terdekat remaja untuk memberikan informasi kesehatan
reproduksi dan dapat turut membantu mengingatkan informasi yang telah diberikan
petugas kesehatan di PKPR. Berdasarkan paparan di atas maka perlunya melihat
keterkaitan antara dukungan informasional dan emosional keluarga terhadap perilaku
pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi remaja. Hal ini dilakukan untuk melihat
sejauhmana hubungan dari dukungan yang diberikan oleh keluarga kepada remaja yang
memanfaatkan layanan serta tidak memanfaatkan layanan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel
yang digunakan sebanyak 370 remaja yang berada di wilayah kerja puskesmas
Martapura, Kabupaten Banjar pada tahun 2019. Pengambilan sampel menggunakan
teknik random sampling. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah dukungan
informasional dan emosional. Instrumen untuk mengumpulkan data dalam hal ini
penelitian terdiri dari karakteristik responden, kuesioner dukungan informasional dan
emosional keluarga serta perilaku pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi remaja.
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner telah diuji. Data hasil pengujian
menunjukkan bahwa angket yang digunakan valid dan dapat digunakan. Data yang
didapatkan kemudian diolah dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0,
analisis yang disajikan pada penelitian ini adalah analisis univariat, bivariat
dengan menggunakan uji Chi Square, dan juga multivariat dengan menggunakan
uji regresi linier

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Remaja Yang Memanfaatkan Layanan Kesehatan Reproduksi


(n=370)
Karakteristik Frekuensi %
Jenis Kelamin
Laki-laki 94 25,4
Perempuan 276 74,6
Umur
12-13 Tahun 82 22,2
14-16 Tahun 213 57,6
17-18 Tahun 75 20,3

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa remaja perempuan sebanyak


74,6% cenderung lebih banyak memanfaatkan layanan kesehatan reproduksi,
dibandingkan remaja laki-laki yang hanya 25,4% pernah memanfaatkan fasilitas
layanan kesehatan reproduksi remaja. Berdasarkan kelompok umur, dapat dilihat umur
terbanyak yang memenfaatkan layanan pada umur 14-16 tahun sebanyak 57,6%.

Tabel 2. Dukungan Informasional dan Emosional terhadap Perilaku Pemanfaatan


layanan kesehatan reproduksi (n=370)
Variabel R P Value
Dukungan Informasional 0,539 0,000
Dukungan Emosional 0.547 0,000

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


387
Annisa Febriana, Sigit Mulyono
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 385 – 391

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang


signifikan antara dukungan informasional dengan pemanfaatan layanan kesehatan
reproduksi remaja (p-value= 0,000). Diperoleh nilai R= 0,539 pada dukungan
informasional, dapat disimpulkan bahwa hubungan dukungan informasional dengan
perilaku pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi remaja menunjukkan hubungan
yang kuat dan berpola positif artinya semakin besar dukungan informasional yang
diberikan oleh keluarga, semakin meningkat pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi
oleh remaja. Diperoleh nilai R= 0,547, dapat disimpulkan hubungan dukungan
emosional dengan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi remaja menunjukkan
hubungan yang kuat dan berpola positif artinya semakin besar dukungan emosional
yang diberikan keluarga, semakin meningkat pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi
remaja. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan menyediakan waktu untuk berbicara/
diskusi tentang layanan kesehatan reproduksi PKPR, memberikan kepercayaan dan
perhatian kepada remaja untuk memanfaatkan layanan kesehatan reproduksi PKPR,
mengerti dan peduli terhadap perasaan mereka maka akan membuat remaja mau
mengikuti apa yang orangtua sampaikan.

Tabel 3. Hasil Analisis Pemodelan Multivariat Variabel Dukungan Informasional, Dukungan


Emosional, terhadap Perilaku Pemanfaatan Layanan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Wilayah
Puskesmas Martapura
Dukungan P value P value R R Square
(ANOVA)
Informasional 0,001 0,000 0,633 0,401
Emosional 0,379
Hasil uji yang telah dilakukan didapatkan R Square sebesar 0,401, berarti bahwa
seluruh variabel dapat menjelaskan variabel kualitas pemanfaatan layanan kesehatan
reproduksi sebanyak 40,1 %. Hasil uji statistik ANOVA didapatkan P-value 0,000 yang
berarti bahwa secara keseluruhan signifikan. Hasil p-value masing-masing variabel,
hanya variabel dukungan informasional yang memiliki p <0,05.

PEMBAHASAN

Pengetahuan tentang adanya pelayanan informasi kesehatan reproduksi


berkaitan dengan akses terhadap informasi kesehatan reproduksi. Salah satu alasan
remaja tidak mengunjungi layanan informasi kesehatan reproduksi adalah karena
mereka tidak mengetahui keberadaan tempat-tempat tersebut (Kyilleh et al., 2018).
Dukungan keluarga secara umum terdiri dari berbagai komponen bentuk dukungan,
diantaranya dukungan informasi dan emosional. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara dukungan informasional dengan perilaku pemanfaatan
pelayanan kesehatan reproduksi, dimana diperoleh nilai (p-value 0.000).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Erwindasari yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara dukungan informasional dengan perilaku kesehatan
reproduksi remaja. Dukungan informasi dari orang tua sangat dibutuhkan oleh remaja
saat menghadapi perubahan masa pubertas terutama dalam hal kesehatan. Selain itu,
dukungan orangtua dalam memberikan informasi mengenai keberadaan layanan
kesehatan reproduksi penting agar remaja mau memanfaatkan (Lantos et al., 2019).
Hambatan dalam informasi/pengetahuan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi remaja (Rahmadhani et al., 2022).
Penelitian Laili mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan layanan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


388
Annisa Febriana, Sigit Mulyono
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 385 – 391

kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan oleh keluarga


dapat meningkatkan pemanfaatan layanan kesehatan (Laili et al., 2019)
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara dukungan emosional
dengan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja. Dukungan
emosional dapat berupa perhatian. Empati dari satu ke yang lain juga tercermin sebagai
pendukung. Fungsi keluarga dalam memberikan kasih sayang dan perhatian kepada
kesehatan remaja harus diberikan agar psikologis dan sosial anggota keluarga tidak
terganggu, dan keluarga dapat berjalan optimal. Sejalan dengan penelitian Tyale, yang
menyebutkan bahwa dukungan emosional yang diberikan orang tua dapat membuat
remaja nyaman. Dukungan tersebut diberikan oleh orang tua melalui komunikasi yang
baik dan menunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada remaja. Komunikasi yang
baik akan memudahkan bagi orang tua untuk mengontrol remaja (Tlaye et al., 2018).
Rendahnya tingkat kedekatan orang tua dengan anak remajanya sebagai akibat
dari rendahnya kesadaran akan masalah kesehatan reproduksi dan seksual serta
kurangnya pengawasan yang ketat terhadap remaja. Hal ini tentu berakibat pula
terhadap rendahnya komunikasi orang tua sehingga remaja merasa kurang diperhatikan
untuk dan diberi kasih sayang oleh orang tua (Kusheta et al., 2019). Selain itu, remaja
juga menjadi lebih tertutup dengan orangtua ketika menghadapi masalah dan membuat
remaja tidak mampu mengatasi masalah kesehatannya sendiri.
Keluarga memainkan peran penting dalam kehidupan remaja untuk membentuk
pola hubungan antar individu dalam keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan
emosional sehingga remaja mau untuk dekat dan terbuka dengan orangtua
(Wahyuningsih et al., 2021). Sejalan dengan penelitian Aboyeji (2015), keluarga
mempunyai peranan yang besar dalam memberikan informasi tentang perkembangan
pada remaja, oleh karena itu keluarga diharapkan juga dapat memberikan dukungan
emosional. Berdasarkan penelitian Lisma yang menunjukkan hasil signifikan pada
dukungan keluarga terhadap pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi remaja,
dukungan yang diberikan mampu mempengaruhi minat dan motivasi remaja dalam
berperilaku positif dalam hal kesehatan (Lisma & Ruwayda, 2021). Dukungan
emosional yang diberikan oleh keluarga membuat remaja merasa nyaman dan tidak
takut saat mengalami perkembangan, perubahan dan mengalami permasalahan pada
masa remaja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hubungan yang


signifikan antar variabel yang diteliti. Peningkatan pengetahuan keluarga dalam
mengenal masalah kesehatan remaja serta pengetahuan mengenai cara merawat anak
dengan remaja perlu diberikan lebih optimal. Selain itu, petugas kesehatan juga harus
meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan PKPR dengan
pendekatan keluarga, serta meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai kesehatan
reproduksi remaja agar keluarga mampu mendukung remaja untuk mau memanfaatkan
layanan kesehatan reproduksi yang tersedia di Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Arifah, I., & Sharfina, M. F. (2019). Hambatan Akses Informasi Kesehatan Reproduksi
Pada Mahasiswa Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal
Kesehatan, 11(2). https://doi.org/10.23917/jk.v11i2.7532
Daly, M., Bray, R., Bruckauf, Z., Byrne, J., Margaria, A., Pecnik, N., & Samms-

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


389
Annisa Febriana, Sigit Mulyono
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 385 – 391

Vaughan, M. (2015). Family and parenting support: policy and provision in a


global context. Unicef Office of Research, 1–106.
Febriana, A., & Mulyono, S. (2020). Parent-Adolescent Communication On
Reproductive Health and Sexual Of Adolescent. Jurnal Keperawatan, 10(2), 81–
85. https://doi.org/10.22219/jk.v10i2.8063
Kusheta, S., Bancha, B., Habtu, Y., Helamo, D., & Yohannes, S. (2019). Adolescent-
parent communication on sexual and reproductive health issues and its factors
among secondary and preparatory school students in Hadiya Zone, Southern
Ethiopia: Institution based cross sectional study 11 Medical and Health Sciences
1117 Public . BMC Pediatrics, 19(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12887-018-
1388-0
Kyilleh, J. M., Tabong, P. T. N., & Konlaan, B. B. (2018). Adolescents’ reproductive
health knowledge, choices and factors affecting reproductive health choices: A
qualitative study in the West Gonja District in Northern region, Ghana. BMC
International Health and Human Rights, 18(1), 1–12.
https://doi.org/10.1186/s12914-018-0147-5
Laili, A. N., Riyanti, E., & BM, S. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Praktik Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (Pkpr) Oleh Remajadi
Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 7(1), 421–429.
Lantos, H., Manlove, J., Wildsmith, E., Faccio, B., Guzman, L., & Moore, K. A. (2019).
Parent-teen communication about sexual and reproductive health: Cohort
differences by race/ethnicity and nativity. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 16(5). https://doi.org/10.3390/ijerph16050833
Lindberg, L. D., Bell, D. L., & Kantor, L. M. (2020). The Sexual and Reproductive
Health of Adolescents and Young Adults During the COVID ‐19 Pandemic .
Perspectives on Sexual and Reproductive Health, 52(2), 75–79.
https://doi.org/10.1363/psrh.12151
Lisma, Y., & Ruwayda, R. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Remaja
ke Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bulian. Jurnal Akademika
Baiturrahim Jambi, 10(2), 336. https://doi.org/10.36565/jab.v10i2.352
Rahmadhani, W. (2021). Pembentukan posyandu remaja di Desa Bejiruyung,
Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. Jurnal Inovasi Abdimas Kebidanan
(Jiak), 1(2), 51–54. https://doi.org/10.32536/jiak.v1i2.169
Rahmadhani, W., Na’mah, L. U., & Dewi, A. P. S. (2022). Access Barriers To the
Utilization of Adolescent Reproductive Health Information. Journal of Sexual and
Reproductive Health Sciences, 1(1), 1. https://doi.org/10.26753/jsrhs.v1i1.700
Tlaye, K. G., Belete, M. A., Demelew, T. M., Getu, M. A., & Astawesegn, F. H. (2018).
Reproductive health services utilization and its associated factors among
adolescents in Debre Berhan town, Central Ethiopia: A community-based cross-
sectional study. Reproductive Health, 15(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12978-
018-0659-4

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


390
Annisa Febriana, Sigit Mulyono
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 385 – 391

Wahyuningsih, H., Novitasari, R., & Kusumaningrum, F. A. (2021). Family Factors


Affecting Adolescents’ Happiness During the Covid-19 Pandemic. KnE Social
Sciences, 2020, 32–40. https://doi.org/10.18502/kss.v4i15.8187

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


391
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 373-384
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.672
Submitted: 13-07-2022 | Accepted: 17-07-2022 | Published: 29-07-2022

Analisis Hambatan Belajar Mahasiswa Pada


Mata Kuliah Biostatistik

Wetty Mayanora Mendrofa1*, Grace Putri Laia2


1*,2
Manajemen Informasi Kesehatan, STIKes Elisabeth Medan, Kota Medan, Indonesia
Email: 1*wettymayanora25@gmail.com, 2gputrilaia@gmail.com

Abstract

Education is guidance or assistance provided with the aim that students are responsible
for carrying out tasks. Efforts to maximize these activities can be started by minimizing
learning barriers. Learning barriers are obstacles that slow down the focus of effort in
receiving knowledge. So that the teacher will be right to decide on the learning strategy,
thus students are expected to be able to catch up because of these obstacles. This research
is classified as a qualitative descriptive study that seeks to describe the analysis of student
learning barriers. The subjects in this study were second semester students in the 2021-
2025 Health Information Management Study Program, Elisabeth STIKes Medan, who
took the Biostatistics course. This study seeks to understand the obstacles experienced by
students and uncover things that are considered as factors that hinder student learning
in the Biostatistics course. In this study, researchers collected information through
diagnostic tests and interviews with students. The results of the analysis show that the
obstacles for students in studying Biostatistics generally lie in their basic abilities, namely
weak concepts. The results of research conducted by researchers are errors in process
skills, errors in understanding questions, and errors in using notation. As an alternative
to overcome these obstacles, it is necessary for Biostatistics eye teachers to be able to
develop learning strategies so that students can further hone their thinking skills and
teachers to be able to provide varied practice questions to students continuously.

Keywords: Analysis, Barriers, Learning, Students, Biostatistics.

Abstrak

Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan tujuan agar
mahasiswa bertanggung jawab melaksanakan tugas. Usaha memaksimalkan kegiatan
tersebut dapat dimulai dengan meminimalkan hambatan belajar. Hambatan belajar
merupakan halangan yang memperlambat fokus usaha dalam menerima pengetahuan.
Sehingga pengajar akan tepat untuk memutuskan strategi pembelajaran, dengan demikian
diharapkan mahasiswa dapat mengejar ketertinggalan karena hambatan tersebut.
Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif kualitatif yang berupaya untuk
mendeskripsikan analisis hambatan belajar mahasiswa. Subyek dalam penelitian ini
adalah mahasiswa semester 2 tahun 2021/2022 Program Studi Manajemen Informasi
Kesehatan STIKes Elisabeth Medan yang menempuh mata kuliah Biostatistik. Penelitian
ini berusaha memahami hambatan yang dialami mahasiswa dan mengungkap hal-hal
yang dianggap sebagai faktor hambatan belajar mahasiswa pada mata kuliah Biostatistik.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


373
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan informasi melalui tes diagnostik dan
kuesioner pada mahasiswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa hambatan mahasiswa
dalam mempelajari Biostatistik pada umunya terletak pada kemampuan mendasar yakni
lemah konsep. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah adanya kesalahan dalam
keterampilan proses, kesalahan memahami soal, dan kesalahan dalam menggunakan
rumus. Alternatif mengatasi hambatan-hambatan tersebut, perlu bagi pengajar mata
Biostatistik untuk dapat mengembangkan strategi pembelajarannya agar mahasiswa dapat
lebih terasah kemampuan berfikirnya dan pengajar agar dapat memberikan latihan-latihan
soal yang bervariasi kepada mahasiswa secara kontinu.

Kata Kunci: Analisis , Hambatan , Belajar , Mahasiswa , Biostatistik.

PENDAHULUAN

Janna (2020) Kegiatan belajar tidak sekadar usaha mengingat, jauh lebih dari itu ia memliki
makna yang lebih luas dan mendalam, yakni mengalami. Tujuan hasil belajar tidak sekadar hanya
menjadi suatu penguasaan pada hasil dari latihan, lebih dari itu diharapkan dapat memberikan
perubahan perilaku yang bersifat progresif serta bertanggung jawab. Para ahli menyatakan
pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan seperti: belajar adalah memperoleh pengetahuan
dan belajar adalah proses latihan-latihan pembentukan kebiasaan menuju otomatisasi
respon.Sejalan dengan perumusan tersebut, (Hamalik,2007) menyatakan bahwa belajar
adalah suatu proeses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan. Hamalik (2007) Pendapatnya tentang proses belajar lebih kepada usaha
individu dalam beradaptasi terhadap lingkungan. Adaptasi dalam bahasan ini merupakan
kegiatan yang bersifat kerjasama sosial guna menyelesaikan permasalahan yang timbul.
Senada dengan itu Menurut(Yuwanita et al., 2020), Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran. Yang dimaksud disini bahwa metode merupakan sebuah cara yang digunakan
guru mata pelajaran dalam menyampaikan materi ajar kepada siswanya. Metode
pembelajaran tersebuat harus disesuaikan dengan kebutuhan dan pokok bahasan yang
diajarkan. (Model & Sebuku, n.d.)Mengemukakan definisi belajar dari ahli, yaitu :
Witherington berpendapat bahwa, belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian
yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru, pada ranah reaksi kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian Purwanto (2010) Belajar merupakan
kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenjang
pendidikan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam
keseluruhan proses Pendidikan. Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja,
tergantung pada kemampuan individu dalam menangkap pesan yang terjadi
dilingkungannya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku individu yang kompleks.
Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh individu sendiri dan akan menjadi
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Slameto (2003) menyatakan
belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalaminteraksi dengan lingkungannya”. Lebih lanjut Abdillah (2002)
menyimpulkan bahwa “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu
dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.
Dengan demikian dapat disimpulkan belajar adalah perubahan tingkah laku pada
individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan
ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian,

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


374
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai
rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak
yang mengajar adalah dosen dan yang belajar adalah mahasiswa yang berorientasi pada
kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan mahasiswa sebagai sasaran pembelajaran. Pada proses pembelajaran
akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas
pembelajaran. Arikunto (1993) mengemukakan “pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap
oleh subjek yang sedang belajar”. Lebih lanjut Arikunto (1993) mengemukakan bahwa
“pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada peserta didik agar mencapai
kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap”. Berdasarkan berbagai
pendapat pengertian pembelajaran tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan dosen dapat
mengajar dan mahasiswa dapat menerima materi pelajaran Muhammad Arie Firmansyah
(2017) yang diajarkan oleh dosen secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan
belajar. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian
pesan dari sumber pesan melalui saluran/ media tertentu ke penerima pesan. Pesan,
sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses
komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang
ada dalam kurikulum, sumber dapat bersumber dari dosen, mahasiswa, orang lain ataupun
penulis buku dan media. Individu-individu tersebut tentunya haruslah
berilmu/berkompeten terhadap materi yang disajikannya. Demikian pula kunci pokok
pembelajaran ada pada dosen (pengajar), tetapi bukan berarti dalam proses pembelajaran
hanya dosen yang aktif sedang mahasiswa pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua
belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran. Jadi, jika pembelajaran
ditandai oleh keaktifan dosen sedangkan mahasiswa hanya pasif, maka pada hakikatnya
kegiatan itu hanya disebut mengajar. Demikian pula bila pembelajaran di mana
mahasiswa yang aktif tanpa melibatkan keaktifan dosen untuk mengelolanya secara baik
dan terarah, maka hanya disebut belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
menuntut keaktifan dosen dan mahasiswa. Pendidikan memiliki peran sebagai penentu
bagi perkembangan kualitas berpikir mahasiswa, terutama bagi pembangunan bangsa dan
negara. S. Brojonegoro. Ekosusilo (1990) menyatakan bahwa, pendidikan merupakan
suatu proses pembentukan mental dan keterampilan berpikir manusia kearah kedewasaan
guna menyiapkannya sebagai manusia yang memiliki daya guna bagi dirinya sendiri dan
dalam masyarakat. Sehingga Pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan adaptasi
terhadap lingkungan yang dimiliki seseorang diperoleh melalui proses belajar dapat
membimbing mereka untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Tujuan pendidikan
pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang dapat memfasilitasi mahasiswa
guna mengembangkan kemampuannya secara optimal yang berfungsi sepenuhnya, sesuai
dengan kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat. Penetapan tujuan dan sasaran
pendidikan memiliki fungsi sebagai instrumen yang dipandang efektif guna membuat
kemajuan degan memastikan bahwa mahasiswa memliki kesadaran yang jelas tentang
apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran (Kuswana 2011). Tujuan dari
pendidikan matematika adalah untuk mensukseskan semua peserta didik (Tall &Razali,
1993:

1). Tujuan utamanya adalah terbentuknya sikap dan keterampilan yang dapat
diandalkan oleh diri sendiri dan masyarakat. Komitmen mahasiswa sangat dibutuhkan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


375
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

dalam menjalankan proses kegiatan pembelajaran guna mewujudkan tujuan


pendidikan yang ideal. Keadaan tersebut cenderung dapat tercapai jika dalam
pembelajaran mata kuliah selalu dipertimbangkan sebagai suatu proses dinamis dan
aktif, bukan bersifat statis. Sehingga mahasiswa diberikan kesempatan secara luas
untuk melakukan aktivitas perpindahan pengetahuan dan mengembangkan
kemampuan berpikir mahasiswa. Pada akhirnya diharapkan mahasiswa telah mampu
menerima informasi, memahami, menyimpan, membuka, dan menggunakan
pengetahuannya dalam konteks kegiatan akademik dan kebermaknaan sehari- hari.
Biostatistika merupakan ilmu dasar dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
digunakan sebagai metode untuk mempelajari masalah kependudukan. Biostatistika
merupakan mata kuliah wajib yang dikontrak oleh mahasiswa Program Studi
Manajemen Informasi Kesehatan di STikes Santa Elisabeth Medan. Mata kuliah
Biostatistik memiliki porsi 3 sks. Materi statistika parametrik analisis regresi adalah
materi yang digunakan pada penelitian ini. Analisi regresi adalah salah satu analis
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain.
Adapun tujuan penggunaan analisis regresi menurut Arnita (2013), yaitu:

1) Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan didasari pada nilai
variabel bebas,

2) Analisis Hambatan Belajar Mahasiswa menguji hipotesis karakteristik dependensi,


dan

3) Guna meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada nilai
variabel bebas di luar jangkauan sampel. Mahasiswa memiliki kemampuan belajar
statistika yang bervariasi, baik dalam intelegensi kemampuan awal matematis (hard
skill). Sikap atau aspek psikologis dalam menanggapi proses pembelajaran satistika
II sangat beranekaragam. Aspek tersebut yang menyangkut mahasiswa itu juga
berkembang bersama lingkungan belajarnya. Strategi pembelajaran dan segala aspek
pembelajaran yang dibangun oleh dosen, bahan ajar, sumber belajara, media, dan
situasi kelas juga secara inheren membentuk kecenderungan kearah perbaikan
maupun memberikan mahasiswa hambatan dalam belajar. (Khiat, 2010)
mengungkapkan bahwa sebagian peserta didik memandang matematika sebagai hal
yang menarik dan ada sebagian lagi yang memandang membosankan. Lebih lanjut
lagi, (Khiat, 2010) memiliki pandangan bahwa, matematika merupakan subjek yang
menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan kemarahan selama pelajaran pada sebagian
mahasiswa. Berdasarkan pengalaman pribadi peneliti dan observasi, mata kuliah
statistika pada program studi Manajemen Informasi Kesehatan, mahasiswa memiliki
kecenderungan sikap negatif pada mata kuliah tersebut. Brousseau (Suratno, 2009)
mengungkapkan bahwa mahasiswa secara alamiah mengalami situasi yang
dinamakan hambatan belajar (learning obstacle) dengan faktor penyebab: hambatan
ontogeni (kesiapan mental belajar), didaktik (akibat pengajaran dosen), dan
epistimologi (pengetahuan mahasiswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas).
Sehingga dengan dilakukannya analisis hambatan belajar ini dapat dijadikan acuan
untuk menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, lembar kerja
mahasiswa, serta prediksi respon dan antisipasi didaktik. Suryadi (2011) berpendapat
bahwa pada proses berpikir dosen dalam konteks pembelajaran mengalami tiga fase,
yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung, dan setelah
pembelajaran. Pada proses berpikir sebelum pembelajaran dimulai dosen memiliki
kecenderungan orientasi pada penjabaran tujuan. Penjabaran pada tujuan akan
berdampak pada proses penyiapan bahan ajar serta minimnya antisipasi yang bersifat

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


376
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

didaktif. Sehingga bahan ajar yang disiapkan oleh dosen sebaiknya harus
mempertimbangkan keragaman respon mahasiswa atas situasi didaktis yang
diperkirakan akan muncul. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah
bahasa inggris learning disability. Kesulitan belajar merupakan suatu konsep
multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu
kedokteran. Berikut ini definisi kesulitan belajar menurut para ahli : Rumini dkk
(Irham& Wiyani, 2013) mengemukakan bahwa kesulitan belajar merupakan kondisi
saat peserta didik mengalami hambatan-hambatan tertentu untuk mengikuti proses
pembelajaran dan mencapai hasil belajar secara optimal. Kesulitan belajar adalah hal-
hal atau gangguan yang mengakibatkan kegagalan atau setidaknya menjadi gangguan
yang dapat menghambat kemajuan belajar. (Hamalik, 1983). Sejalan dengan pendapat
tersebut menurut Irham & Wiyani (2013), kesulitan belajar yang dialami siswa
menunjukkan adanya kesenjangan atau jarak antara prestasi akademik yang
diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh peserta didik pada
kenyataannya (prestasi aktual). Kesulitan belajar adalah suatu ketidakmampuan nyata
pada orang-orang yang mempunyai intelegensi rata-rata hingga superior tetap
belajarnya kurang baik, kurang memuaskan (Abdurrahman, 2003). Kesulitan belajar
(learning difficulty) tidak hanya menimpa mahasiswa berkemampuan rendah saja,
tetapi juga dialami oleh mahasiswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu, kesulitan
belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal)
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja
akademik yang sesuai dengan harapan. Berdasarkan pemaparan diatas dapat
disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan hambatan yang dialami oleh
mahasiswa dalam proses belajar yang menyebabkan mahasiswa mendapatkan hasil
yang kurang optimal dalam proses belajarnya. Menurut Abdurrahman (2003) Secara
garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu :
(Firmansyah, 2017)

1. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental


learning disabilities) yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi,
dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.

2. Kesulitan belajar (learning disabilities) yaitu kesulitan belajar yang mencakup


adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan
kapasitas yang diharapkan. Kegagalan- kegagalan tersebut mencakup penguasaan
keterampilan dalam membaca, menulis, atau matematika. Kesulitan belajar seseorang
biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku
seseorang seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman,
berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering bolos dari sekolah. Ahmadi (1991)
mengemukakan faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam 2
golongan yaitu: faktor intern dan ekstern. (Irham & Wiyani, 2013), menjelaskan
faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan kedalam dua golongan
yaitu berikut ini:

1. Faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri) yang meliputi:

a. Faktor fisiologis yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada


peserta didik seperti kondisi peserta didik yang sedang sakit, kurang sehat, adanya
kelemahan atau cacat tubuh dan sebagainya.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


377
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

b. Faktor psikologi Faktor psikologi peserta didik yang dapat menyebabkan


kesulitan belajar meliputi tingkat intelegensi pada umumnya rendah, bakat terhadap
mata pelajaran rendah, minat belajar yang kurang, motivasi yang rendah, dan kondisi
kesehatan mental yang kurang baik.

2. Faktor ekstern (faktor dari luar manusia) meliputi:

a. Faktor-faktor non-sosial. Faktor non sosial yang dapat menyebabkan kesulitan


belajar pada seseorang dapat berupa peralatan belajar atau media belajar yang kurang
baik atau bahkan kurang lengkap, kondisi ruang belajar atau gedung yang kurang
layak, kurikulum yang sangat sulit dijabarkan oleh dosen dan dikuasai oleh
mahasiswa, waktu pelaksanaan proses pembelajaran yang kurang disiplin, dan
sebagainya.

b. Faktor-faktor sosial. Faktorfaktor sosial yang juga dapat menyebabkan


munculnya permasalahan pada seseorang seperti faktor keluarga, faktor sekolah,
teman bermain, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Faktor sosial lainnya
yang dapat menyebabkan kesulitan belajar pada peserta didik adalah faktor pendidik
atau dosen. Menurut Ahamadi dan Supriyono ( Irham &Wiyani, 2013), kondisi
pendidik yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar pada peserta didik adalah
sebagai berikut:

1) Pendidik yang kurang mampu dalammenentukan mengampu mata pelajaran atau


mata kuliah dan pemilihan metode pembelajaran yang akan digunakan

2) Pola hubungan pendidik dengan peserta didik yang kurang baik, seperti suka
marah, tidak pernah senyum, sombong, tidak pandai menerangkan, pelit, dsb.

3) Pendidik menuntut dan menetapkan standar keberhasilan belajar yang terlalu


tinggi diatas kemampuan peserta didik secara umum. Sejalan dengan pendapat (Irham
& Wiyani, 2013) bahwa “faktor penyebab kesulitan belajar peserta didik yaitu sikap
peserta didik terhadap belajar, motivasi belajar peserta didik, konsentrasi belajar
peserta didik, bagaimana peserta didik mengolah bahan ajar, kemampuan peserta
didik menyimpan perolehan hasil belajar, proses peserta didik dalam menggali hasil
belajar yang tersimpan, kemampuan peserta didik untuk berprestasi dan unjuk kerja,
rasa percaya diri, intelegansi dan keberhasilan peserta didik, kebiasaan belajar peserta
didik, serta cita-cita peserta didik. Sementara faktor eksternal yang berpengaruh
meliputi:

1) pendidik sebagai Pembina peserta didik

2) sarana dan prasarana pembelajaran

3) kebijakan penilaian

4) lingkungan social peserta didik di sekolah, dan

5) kurikulum sekolah. “ Menurut Kirk & Gallagher (1989) mengemukakan bahwa


terdapat empat faktor yang menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan belajar
yaitu:

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


378
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

a. Kondisi fisik, yang meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran,


gangguan keseimbangan dan orientasi ruang, body image yang rendah,
hiperaktif, serta kurang gizi.
b. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah yang kurang menguntungkan
bagi anak akan menghambat Analisis Hambatan Belajar Mahasiswa,
perkembangan sosial, psikologis dan pencapaian prestasi akademis.
c. Faktor motivasi dan afeksi, kedua faktor ini dapat dapat memperberat peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar, peserta didik yang selalu gagal pada
satu atau beberapa mata pelajaran cenderung menjadi tidak percaya diri,
mengabaikan tugas dan rendah diri. Sikap ini akan mengurangi motivasi
belajar dan muncul perasaan-perasaan negativ terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan sekolah. Kegagalan ini dapat membentuk pribadi peserta
didik menjadi seorang pelajar yang pasif.
d. Kondisi Psikologis, kondisi psikologis ini meliputi gangguan perhatian,
persepsi visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan
berfikir, dan lambat dalam kemampuan berbahasa. Berdasarkan pendapat para
ahli dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kesulitan belajar dibedakan
menjadi 2 yaitu internal dan eksternal. Faktor kesulitan belajar internal
disebabkan dari dalam siswa sendiri sedangkan faktor eksternal berasal dari
luar dirinya seperti keluarga, lingkungan masyarakat, teman, dan sekolah.
Faktor tersebut adalah penghambat peserta didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang baik yang mengakibatkan siswa memperoleh prestasi belajar
yang rendah. Menurut Ahmadi & Supriyono (2013), beberapa gejala sebagai
pertanda adanya kesulitan belajar:

1) Menunjukkan prestasi belajar yang rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai
oleh kelompok kelas.

2) Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia
berusaha keras tetapi nilainya selalu rendah.

3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-


kawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal- soal, dalam
menyelesaikan tugas-tugas.

4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar.

5) Peserta didik menunjukkan tingkah laku yang berlainan. Gejala-gejala tersebut


harus diketahui oleh pendidik supaya pendidik dapat membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan gejala tersebut maka pendidik dapat
bekerja sama dengan pendidik bimbingan konseling untuk mengetahui faktor apa saja
yang menyebabkan siswa mengalami gejala kesulitan belajar. Sebelum menetapkan
alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar peserta didik sangat dianjurkan untuk
terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat)
terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang
melanda peserta didik tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan
menetapkan jenis penyakit yakni jenis kesulitan belajar peserta didik. Saat melakukan
diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa.
Prosedur seperti ini dikenal sebagai diagnosis kesulitan belajar. Banyak langkah-
langkah diagnostik yang dapat ditempuh pendidik, antara lain yang cukup terkenal

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


379
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991)
sebagai berikut:

1) Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang peserta didik


ketika mengikuti pelajaran.

2) Memeriksa penglihatan dan pendengaran peserta didik khususnya yang diduga


mengalami kesulitan belajar.

3) Mewawancarai orangtua atau wali peserta didik untuk mengetahui hal ihwal
keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.

4) Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakiki


kesulitan belajar yang dialami peserta didik.

5) Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar. Banyak alternatif yang dapat diambil pendidik dalam
mengatasi kesulitan belajar peserta didiknya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu
diambil, pendidik sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa
langkah penting sebagai berikut:

1) Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan


hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai
kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

2) Memerlukan dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan


perbaikan.

3) Menyusun programperbaikan khususnya remedial teaching (pengajaran


perbaikan).

4) Setelah langkahlangkah di atas selesai, barulah pendidik melaksanakan langkah


keempat, yakni melaksanakan program perbaikan. Prayitno (1995) mengatakan
bahwa secara skematik langkah-langkah diagnostic.

METODE
Penelitian dilakukan di Stikes Santa Elisabet Medan, semester 2 tahun 2021/2022. Subjek
penelitian adalah mahasiswa Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan sebanyak
5 mahasiswa. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
dengan menggunakan model Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2014), yang
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data mengalami jenuh.
Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi informasi baru. Analisis
data kualitatif pada penelitian ini, yaitu:
1) data reduction merupakan tahap merangkum dan memfokuskan data hasil analisis
penelitian serta menghilangkan data yang tidak terpola, kemudian data-data dikumpulkan
dan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian;

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


380
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

2) data display, data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk uraian singkat sehingga
mudah untuk dibaca dan dipahami, baik secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya;
dan
3) conclusion drawing/ verification, kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisis dari
semua data yang telah diperoleh. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Maka penelitian
kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (sugiyono, 2014). Tujuan
penelitian kualitatif pada umumnya mencakup informasi tentang fenomena utama yang
dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian (Creswell,
2014). Penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan analisis data yang mendalam
dan bermakna. Dengan maksud mendeskripsikan fenomena, dimana peneliti
mengungkapkan hambatan belajar mahasiswa dalam mata kuliah Statistika II pada materi
analisis regresi. Sesuai tujuan penelitian yang akan dilakukan, maka penelitian ini
tergolong dalampenelitian deskriptif kualitatif yang berupaya untuk mendeskripsikan
analisis hambatan belajar mahasiswa tersebut. Data mengenai hambatan belajar diperoleh
melalui soal tes diagnose yang diberikan kepada mahasiswa. Adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan, yaitu: metode dokumentasi, metode tes, dan metode
wawancara. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah instrument tes. Tahapan
Penelitian
1. Peneliti mengadakan tes kemampuan awal.
2. Peneliti (dosen) mengadakan perkuliahan.
3. Peneliti (dosen) mengadakan kuis dan penugasan.
4. Peneliti (dosen) mengadakan UTS.
(2)

HASIL PENELITIAN

Tabel 1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin mahasiswa


no Gender Frekuensi Presentase
1. Laki-laki 2 33,2%
2. Perempuan 6 66,8%
Total 8 100%

Tabel 2.1 Distribusi frekuensi berdasarkan hambatan mahasiswa dalam mata kuliah
biostatistik

No Pengetahuan Frekuensi Presentase


1 Paham 3 36,1%
2 Ragu-ragu 4 44,4%
3 Kurang 1 19,5%
paham

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


381
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

Total 8 100%

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kampus STIKes Elisabeth Medan, pada mahasiswa


program studi Manajemen Informasi Kesehatan yang menempuh mata kuliah Biostatistik
yang terdiri dari 8 mahasiswa semester II. Mahasiswa tersebut berada dalam kelas yang
sama selama proses pembelajaran. Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan informasi
melalui tes diagnostik dan wawancara pada mahasiswa. Sukardi (2010) menyatakan
bahwa, tes diagnostik merupakan evaluasi guna mengetahui penyebab kegagalan peserta
didik yang memiliki penekanan khusus pada penyembuhan kesulitan belajar peserta
didik, yang tidak terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam
bentuk evaluasi formatif. Berdasarkan hasil tes diagnostik yang diberikan kepada
mahasiswa, didapat fakta lapangan bahwa mahasiswa mampu bekerjasama dengan teman
sejawat. Tes diagnostik diberikan kepada mahasiswa mengenai materi analisis regresi.
Analisis hasil tes diagnostic
1. Pada saat uji normalitas data. Kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam uji
normalitas, diantaranya karena:
a) kurang terampilnya melaksanakan uji normalitas
b) kesalahan perhitungan atau kurang cermat dalam berhitung.

2. Pada saat menghitung variabel data. Kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam
menentukan nilai 𝑥̅ dan s2, diantarana karena:
a) lupa rumus
b) kesalahan perhitungan atau kurang cermat dalam berhitung.

3. Pada saat melakukan uji wilcoxon. Kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam
menguji diantaranya karena tidak memahami simbol dan ketentuannya.
4. Pada saat pengujian hipotesisi, kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam
menentukan nilai t-hitung dan menyimpulkan diantarana karena:
a) tidak hafal rumus,
b) kesalahan perhitungan,
c) kecenderungan keliru dalam mendefinisikan H0 dan Ha.

5. Pada saat membaca t-tabel. kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menentukan
nilai t-tabel diantarana karena:
a) kecerobohan,
b) lupa akan kaidah/ tata cara menentukan t-tabel. Analisis dokumen hasil transkrip
wawancara dengan mahasiswa:
1. Menurut mahasiswa pada saat menguji normalitas data, mahasiswa mengalami
kesulitan dan tidak paham, serta mahasiswa kurang menguasai teknik berhitung.
2. Menurut mahasiswa pada saat membentuk persamaan regresi mengalami kesalahan
prosedur penghitungan, dikarenakan lupa dan atau lemah dalam ketelitian tentang konsep
3. Menurut mahasiswa pada saat menentuka nilai t-hitung mengalami kesalahan
pengerjaan soal, dikarenakan lupa dan atau kurang menguasai teknik berhitung.
4. Menurut mahasiswa, mereka mengalami mesulitan dalam memahami bahasa,
menafsirkan kata-kata dan simbol yang digunakan dalam metematika

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


382
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

KESIMPULAN DAN SARAN

Analisis hambatan adalah suatu proses yang berdasarkan langkah-langkah berbeda, yakni
untuk identifikasi, klarifikasi penjelasan, koreksi, penilaian, terapi, dan pencegahan
timbulnya kesalahan. Terjadinya kesalahan pada mahasiswa diantaranya dikarenakan
oleh lemahnya kemampuan awal matematis dan miskonsepsi. Jadi terdapat beberapa tipe
kesalahan yang cenderung dilakukan oleh mahasiswa, yaitu:
kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat, kesalahan dalam keterampilan proses,
kesalahan dalam memahami soal, kesalahan dalam transformasi, dan kesalahan dalam
menggunakan notasi. Analisis hambatan mahasisiwa yang dapat diungkapkan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada hambatan ontogeni terletak pada tahap uji normalitas dikarenakan adanya
pembatasan konsep pada mahasiswa

2. Pada hambatan didaktis terletak pada materi persamaan regresi dan saat
mahasiswa menguji besar variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh
variasi independen dikarenakan konsep salah atau pengajaran yang tidak sesuai
dengan kesiapan mahasiswa

3. Pada hambatan Uji wilcoxon terletak pada materi menguji signifikansi estimasi
parameter dan materi menginterpretasikan kecocokan tanda magnitude dengan
teori dari estimasi parameter. dikarenakan mahasiswa mengalami
miskonsepsi,kesulitan dalam pengerjaan, dan teknik berhitung Berdasarkan
kesimpulan tersebut, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa hendaknya dapat menerapkan proses belajar yang bermakna


dalam menerima materi atau konsep-konsep yang diberikan. Mahasiswa harus
aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dan tidak hanya terpusat pada konsep
yang diajarkan dosen.

2. Diharapkan kepada dosen agar dapat memberikan tugas dalam belajar


berdasarkan kondisi tersturktur sedemikian rupa bahwa mahasiswa memeroleh
dukungan dan keuntungan dalam kapasitasnya untuk menyelesaikan masalah
secara mandiri

3. latihan-latihan soal yang bervariasi kepada mahasiswa secara kontinu terutama


yang berkaitan dengan materi analisi regresi.

4. Bagi peneliti selanjutnya kiranya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
pedoman atau acuan dalam melakukan Analisis Hambatan Belajar Mahasiswa
penelitian mengenai analisis hambatan mahasiswa pada matakuliah statistika
II materi analisis regresi untuk dapat mengembangkan kualitas kemampuan
matematis mahasiswa.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


383
Wetty Mayanora Mendrofa, Grace Putri Laia
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 373 – 384

DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, M. A. (2017). Analisis Hambatan Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah


Statistika. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran Matematika, 10(2).
https://doi.org/10.30870/jppm.v10i2.2036

Janna, N. M. (2020). Variabel dan skala pengukuran statistik. 1–8.

Model, S. M. A., & Sebuku, A. P. (n.d.). (Dosen Tetap STKIP Paris Barantai
Kotabaru) Jl. Veteran Km.2 Komp. Perikanan 15B Kotabaru Kal-Sel Telp. 0518-
23241. 3.

Yuwanita, I., Dewi, H. I., & Wicaksono, D. (2020). Pengaruh Metode Pembelajaran
Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Ipa. Instruksional, 1(2), 152.
https://doi.org/10.24853/instruksional.1.2.152-158

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


384
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat)
https://journal.literasisains.id/index.php/SEHATMAS
e-ISSN 2809-9702 | p-ISSN 2810-0492
Vol. 1 No. 3 (Juli 2022) 397-403
DOI: 10.55123/sehatmas.v1i3.681
Submitted: 15-07-2022 | Accepted: 20-07-2022 | Published: 29-07-2022

Tingkat Ketepatan Kode Diagnosis Penyakit pada Rekam Medis


di Rumah Sakit Elisabeth Medan

Agnes Jeane Zebua


Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan STIKes St. Elisabeth Medan Selayang,
Indonesia
Email: agnesjeane24@gmail.com

Abstract

The accuracy level of filling in the diagnosis code in the medical record document is
very important because if the diagnosis code is not correct / not in accordance with
ICD-10, it can cause a decrease in the quality of services in hospitals and affect data,
report information, and the accuracy of the current INA-CBG's rates. used as a
payment method for patient care. The purpose of this study was to analyze the accuracy
of the disease diagnosis code at Elisabeth Hospital Medan. This type of research uses
qualitative descriptive. Obtaining data from this study through interviews and
observations. The results obtained from observations of medical recorders in hospitals.
Based on the results of the study, it is known that from a total sample of 10 medical
record documents at Elisabeth Hospital Medan, the accuracy of the disease diagnosis
code has not reached 100%. The accuracy of the diagnosis code can be said to be very
low because it only reaches 40% with the inaccuracy of the code reaching 60%. It is
recommended for hospitals to increase their human resources by providing training to
improve their competence and improve good communication with other medical
personnel.

Keywords: Diagnosis Code, Medical Record, Hospital.

Abstrak

Tingkat ketepatan pengisian kode diagnosis pada dokumen rekam medis sangat penting
karena apabila kode diagnosis tidak tepat / tidak sesuai dengan ICD-10 maka dapat
menyebabkan turunnya mutu pelayanan di rumah sakit serta mempengaruhi data,
informasi laporan, dan ketepatan tarif INA-CBG’s yang pada saat ini digunakan sebagai
metode pembayaran untuk pelayanan pasien. Penentu ketepatan kode diagnosis utama
penyakit juga dipengaruhi oleh spesifikasi penulisan diagnosis utama, masing-masing
pernyataan diagnosis harus bersifat informatif atau mudah dipahami agar dapat
menggolongkan kondisi-kondisi yang ada kedalam kategori ICD-10 yang paling
spesifik. Kualitas hasil pengodean bergantung pada kelengkapan diagnosis, keterbacaan
tulisan dokter, serta profesionalisme dokter dan petugas coding. Rumah Sakit Elisabeth
Medan, merupakan rumah sakit yang telah melakukan standar pengodean dengan
menggunakan buku ICD 10. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat ketepatan
kode diagnosis penyakit di Rumah Sakit Elisabeth Medan. Jenis penelitian ini

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


397
Agnes Jeane Zebua
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 397 – 403

menggunakan deskriptif secara kuantitatif. Perolehan data dari penelitian ini melalui
wawancara dan observasi. Hasil yang didapatkan dari observasi para perekam medis di
rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari total sampel 10
dokumen rekam medis di Rumah Sakit Elisabeth Medan tingkat ketepatan kode
diagnosis penyakit belum mencapai angka 100%. Tingkat ketepatan kode diagnosis bisa
dikatakan sangat rendah karena hanya mencapai angka 40% dengan ketidaktepatan kode
mencapai angka 60%. Disarankan kepada Rumah sakit agar meningkatkan SDM
dengan meberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya dan meningkatkan
komunikasi yang baik terhadap tenaga medis yang lain.

Kata Kunci: Kode Diagnosis, Rekam Medis, Rumah Sakit

PENDAHULUAN

Rumah Sakit merupakan salah satu sarana penyelenggara dan pemberi


pelayanan kesehatan sehingga selalu berusaha memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik agar dapat meningkatkan derajat kesehatan seluruh lapisan masyarakat. Untuk
mewujudkannya diperlukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan dukungan
dari berbagai faktor yang terkait, salah satunya melalui penyelenggaraan rekam medik
pada setiap pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis, berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang diberikan kepada pasien, dimana salah satu pelayanannya adalah pengelolaan
dokumen rekam medis pasien diantaranya mengkode diagnosis dan tindakan terhadap
pasien. Proses pengkodean diagnosis pasien di rumah sakit menggunakan buku ICD-10
(International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth
Revision) yang penggunaannya diberlakukan sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50/MENKES/SK/I/1998 tentang klasifikasi
statistic internasional mengenai penyakit. Oleh karena itu, seluruh diagnosis dan hasil
laboratorium yang tertulis dalam dokumen rekam medis pasien harus dikode secara
akurat dan tepat.
Penentu ketepatan kode diagnosis utama penyakit juga dipengaruhi oleh
spesifikasi penulisan diagnosis utama, masing-masing pernyataan diagnosis harus
bersifat informatif atau mudah dipahami agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi
yang ada kedalam kategori ICD-10 yang paling spesifik. Kualitas hasil pengodean
bergantung pada kelengkapan diagnosis, keterbacaan tulisan dokter, serta
profesionalisme dokter dan petugas coding. Penulisan diagnosis utama yang spesifik
dapat memudahkan petugas coding dalam pemberian kodenya, memudahkan petugas
analising dan reporting untuk membuat laporan rekapitulasi penyakit, digunakan
sebagai bahan dasar dalam pengelompokkan CBG(CaseBased Groups) untuk sistem
penagihan pembayaran biaya pelayanan, mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan
disarana pelayanan kesehatan, serta untuk meningkatkan informasi manajemen rumah
sakit dalam pengambilan keputusan yang benar. Rincian informasi yang disyaratkan
menurut ICD-10 dapat berupa kondisi akut/kronis, letak anatomik yang detail, tahapan
penyakit, ataupun komplikasi atau kondisi penyerta, penulisan diagnosis yang tidak
spesifik seringkali menyulitkan coder dalam pemilihan kode penyakit yang tepat, dan
berujung pada kesalahan pengodean (miscoding). Rumah Sakit Elisabeth Medan,
merupakan rumah sakit yang telah melakukan standar pengodean dengan menggunakan
buku ICD 10.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


398
Agnes Jeane Zebua
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 397 – 403

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa petugas pengodean (coding) di


unit rekam medis masih dijumpai ketidaktepatan kode diagnosis pada dokumen rekam
medis. Dari total sampel 10 dokumen rekam medis di Rumah Sakit Elisabeth Medan
tingkat ketepatan kode diagnosis belum mencapai angka 100%. Tingkat ketepatan kode
diagnosis bisa dikatakan sangat rendah karena hanya mencapai angka 40% dengan
ketidaktepatan kode mencapai angka 60%.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh tenaga rekam medis adalah ketepatan
dalam pemberian kode diagnosis. Pengkodean yang tepat dan akurat diperlukan rekam
medis yang lengkap. Rekam medis harus memuat dokumen yang akan dikode seperti
pada lembar depan seperti; ringkasan masuk keluar, lembaran operasi dan laporan
tindakan, laporan patologi dan resume pasien keluar. Salah satu faktor penyebab
ketidaktepatan penulisan kode diagnosis adalah karena dokter tidak menuliskan
diagnosis dengan lengkap sehingga terjadi kesalahan petugas rekam medis dalam
melakukan kode diagnosis. Dampak yang terjadi bila penulisan kode diagnosis tidak
tepat adalah pasien mengorbankan biaya yang sangat besar, pasien yang seharusnya
tidak minum obat antibiotika tetapi harus diberi antibiotika dan dampak yang lebih fatal
berisiko mengancam jiwa pasien.
Pentingnya dilakukan analisis ketepatan pengisian kode diagnosis pada dokumen
rekam medis karena apabila kode diagnosis tidak tepat/ tidak sesuai dengan ICD-10
maka dapat menyebabkan turunnya mutu pelayanan di rumah sakit serta mempengaruhi
data, informasi laporan, dan ketepatan tarif INACBG’s yang pada saat ini digunakan
sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien. Tarif pelayanan kesehatan yang
rendah tentunya akan merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif pelayanan
kesehatan yang tinggi terkesan rumah sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut
sehingga merugikan pihak penyelenggara jaminan kesehatan maupun pasien.

METODE
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan khususnya pada
unit rekam medis. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
secara kuantiitatif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan untuk membuat
gambaran atau diskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. Penelitian ini meneliti
ketepatan dan ketidaktepatan kode diagnosis oleh petugas rekam medis.
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi (pengamatan
langsung) hasil koding dokumen rekam medis pasien yang dihasilkan koder, kemudian
dibandingkan dengan ICD-10. Penelitian ini menggunakan teknik non probability
sampling dengan jenis pengambilan sampel secara kuota sampling. Dalam penelitian ini
peneliti menginginkan sebanyak 10 dokumen rekam medis pasien. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah chek list, ICD 10, pedoman wawancara. Cara
pengumpulan data dengan observasi, wawancara. Dalam penelitian ini menggunakan
analisis Univariat dengan melihat presentase tiap variabel penelitian.

HASIL
Tata cara pengkodingan di Rumah Sakit Elisabeth Medan dengan menggunakan
Buku ICD 10 elektronik dengan format PDF document dengan langkah-langkah seperti
berikut:
a. Menentukan bagian dari istilah diagnosis yang dijadikan kata kunci (Lead Term)
untuk digunakan sebagai panduan dan menelusurinya di Alphabetical Index.
b. Memilih Alphabetical Index to Diseases and Nature of Injury.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


399
Agnes Jeane Zebua
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 397 – 403

c. Kemudian tentukan huruf awal dari lead term yang akan dicari dari diagnosis
pasien.
d. Menentukan pilihan nomor kode istilah diagnosis pasien.
e. Mencocokkan kode yang diperoleh di volume 3 ICD-10 dengan yang ada di
volume 1 ICD-10 dengan memperhatikan semua perintah, keterangan, includes,
excludes, use additional code dan lain-lain yang menyertainya.
f. Menentukan nomor kode terpilih.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap petugas coding diketahui bahwa


petugas telah melakukan pengkodean sesuai dengan prosedur pengkodean penyakit.
Untuk RSE Medan menggunakan buku bantu yang berisi kode-kode penyakit.
Khususnya kasus yang sering terjadi di rumah sakit sehingga membantu petugas dalam
mengkode penyakit pasien dengan cepat. Selain itu, petugas coding sudah mengetahui
kode diagnosis yang sering muncul dengan kode-kode diagnosis penyakit sehingga
petugas langsung memberi kode diagnosis pasien pada ringkasan masuk dan keluar
(RM-1). Apabila petugas coding mengalami kesulitan dalam membaca tulisan dokter
yang tidak jelas atau tidak terbaca, petugas coding menanyakan kepada dokter yang
bertanggung jawab terhadap pasien yang bersangkutan.
Ketepatan kode diagnosis penyakit pasien dapat diidentifikasi menjadi kode yang
tepat dan tidak tepat. Berdasarkan observasi yang dilakukan terhadap dokumen rekam
medis pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.Tingkat Presentase Ketepatan dan Ketidaktepatan Kode Diagnosis Penyakit


No Ketepatan Jumlah (n) Presentase
1 Tepat 4 40 %
2 TidakTepat 6 60 %
Total 10 100.0 %
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari total sampel 10 dokumen
rekam medis di Rumah Sakit Elisabeth Medan tingkat ketepatan kode diagnosis belum
mencapai angka 100%. Tingkat ketepatan kode diagnosis bisa dikatakan sangat rendah
karena hanya mencapai angka 40% dengan ketidaktepatan kode mencapai angka 60%.
Hasil pengamatan dan observasi pada berkas rekam medis, rendahnya tingkat persentase
ketepatan kode diagnosis disebabkan oleh beberapa hal, seperti tulisan dokter tidak rapi
dan sulit dipahami oleh petugas dan juga sebagian diagnosis pada berkas rekam medis
tidak disertai dengan keterangan close dan open.

PEMBAHASAN
Petugas pengodean (coding) sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas
ketepatan kode diagnosis utama yang sudah ditetapkan oleh dokter. Menurut hasil
analisa peneliti dan hasil wawancara ketidaktepatan terjadi karena kurang telitinya
petugas rekam medis bagian pengodean dalam membaca dan memahami diagnosis yang
ditulis oleh dokter.
Apabila dalam berkas rekam medis jumlah kode diagnosis yang tidak tepat lebih
tinggi jumlahnya dibandingkan dengan jumlah kode yang tepat tentunya akan
berpengaruh terhadap kegunaan pengkodean sistem ICD-10. Selain itu, dokumentasi
oleh tenaga kesehatan sangat penting untuk pengkodean ICD10. Komunikasi antar
tenaga kesehatan juga diperlukan untuk mendapatkan data yang akurat agar perawatan
pasien tepat seperti peningkatkan hubungan antara berbagai profesi kesehatan dan

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


400
Agnes Jeane Zebua
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 397 – 403

interpretasi informasi klinis dari profesi lain dapat mengurangi frekuensi kesalahan
komunikasi, sehingga dapat meningkatkan perawatan pasien.

Dalam pengkodean sistem ICD-10 digunakan untuk :


a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan.
b. Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis
karakteristik pasien dan penyedia layanan.
d. Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (Diagnosis-Related Groups) dan
INA-CBGs (Indonesian-Case Base Groups) untuk sistem penagihan pembayaran
biaya pelayanan.
e. Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan
medis.
g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakandan dikembangkan
sesuai kebutuhan zaman.
h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.
i. Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui tingkat ketepatan kode diagnosis rendah 40%
karena ketepatan pengkodean dari suatu diagnosis bergantung pada pelaksana yang
menangani rekam medis seperti dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Kecepatan dan ketepatan pengkodean dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada
pelaksana yang menangani rekam medis, yaitu:
a. Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis
b. Tenaga rekam medis yang memberikan kode diagnosis
c. Tenaga kesehatan lainnya yang terkait dalam melengkapi pengisian rekam
medis.

Ketepatan pengkodean diagnosis sangat tergantung pada pelaksana yang menangani


rekam medis. Apabila petugas rekam medis kesulitan dalam membaca diagnosis,
sebaiknya petugas menanyakan atau mengkonfirmasi kembali kepada dokter yang
bertanggungjawab sehingga ketepatan kode diagnosis lebih terjamin.

Ketidaktepatan kode diagnosis penyakit sebesar 60%. Hal ini menujukan bahwa
masih banyak kesalahan dalam menentukan kode diagnosis. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam menetapkan kode berdasarkan hasil penelitian Institute
of Medicine adalah:
a. Kesalahan dalam membaca diagnosis yang terdapat dalam berkas rekam medis,
dikarenakan rekam medis tidak lengkap
b. Kesalahan dalam menentukan diagnosis utama yang dilakukan oleh dokter
c. Kesalahan dalam menentukan kode diagnosis ataupun kode tindakan
d. Kode diagnosis atau tindakan tidak valid atau tidak sesuai dengan isi dalam
berkas rekam medis
e. Kesalahan dalam menuliskan kembali atau memasukkan kode dalam komputer.

Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa masalah yang menyebabkan kode
diagnosis pasien tidak tepat adalah kesalahan dalam membaca diagnosis pada berkas
rekam medis. Kode diagnosis tersebut ditulis oleh dokter, sehingga apabila tulisan
dokter tidak rapi dan sulit dipahami maka akan menyebabkan kesalahan dalam

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


401
Agnes Jeane Zebua
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 397 – 403

menentukan kode. Untuk ketepatan penulisan diagnosis penyakit yang ditentukan oleh
tenaga medis harus tepat dan lengkap beserta tanda tangan dokter penanggung jawab
pasien. Ketepatan diagnosis sangat ditentukan oleh tenaga medis, dalam hal ini sangat
bergantung pada dokter sebagai penentu diagnosis karena hanya profesi dokter yang
mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menentukan diagnosis pasien. Coder sebagai
pemberi kode bertanggung jawab atas ketepatan kode diagnosis yang sudah ditetapkan
oleh petugas medis. Oleh karena itu, untuk hal yang kurang jelas atau tidak tepat dan
tidak lengkap sebelum menetapkan kode diagnosis, dikomunikasikan terlebih dahulu
kepada dokter yang membuat diagnosis tersebut untuk lebih meningkatkan informasi
dalam rekam medis, petugas coding harus membuat kode sesuai dengan aturan yang ada
pada ICD-10.
Seluruh petugas rekam medis perlu mengikuti pelatihan terkait pengkodean
diagnosis dan pengelolaan rekam medis. Oleh karena itu penetapkan kode diagnosis
penyakit pasien harus menerapkan teknik pengkodean yang benar. Dokter dan perawat
perlu saling bekerja sama dan saling mengoreksi dalam pengisian dokumen rekam
medis. Dokter juga wajib mengikuti sosialisasi terkait pengkodean diagnosis dan
pengelolaan rekam medis serta perlu adanya peningkatan dalam ketepatan kode
diagnosis penyakit sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari total sampel 10 perekam
medis di Rumah Sakit Elisabeth Medan tingkat ketepatan kode diagnosis khususnya
pada kasus fraktur belum mencapai angka 100%. Tingkat ketepatan kode diagnosis bisa
dikatakan sangat rendah karena hanya mencapai angka 40% dengan ketidaktepatan kode
mencapai angka 60%. Rendahnya tingkat persentase ketepatan kode diagnosis
disebabkan oleh beberapa hal, seperti tulisan dokter tidak rapi dan sulit dipahami oleh
petugas dan juga sebagian diagnosis kasus fraktur pada berkas rekam medis tidak
disertai dengan keterangan close atau open.

Saran
1. Untuk rumah sakit perlu meningkatkan SDM dengan memberikan pelatihan
untuk meningkatkan kompetensinya.
2. Untuk koder atau perekam medis perlu meningkatkan komunikasi yang baik
terhadap tenaga medis yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Hernawan, H., Ningsih, K. P., & Winarsih, W. (2017). Ketepatan Kode Diagnosis
Sistem Sirkulasi di Klinik Jantung RSUD Wates. Jurnal Kesehatan Vokasional,
2(1), 148. https://doi.org/10.22146/jkesvo.30328

Multisari, S., Sugiarsi, S., & Awaliah, N. M. (2012). Analisis Keakuratan Kode
Diagnosis Utama Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap Di
RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011. Rekam Medis, 6(2), 37–44.
https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/download/266/240

Karimah, R. N., Setiawan, D., & Nurmalia, P. S. (1970). Diagnosis Code Accuracy
Analysis Of Acute Gastroenteritis Disease Based on Medical Record Document in

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


402
Agnes Jeane Zebua
SEHATMAS (Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat) Vol. 1 No. 3 (2022) 397 – 403

Balung Hospital Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 2(2), 12.
https://doi.org/10.19184/ams.v2i2.2775

Yuliani, N. (2010). Analisis keakuratan kode diagnosis penyakit COMMOTIO


CEREBRI pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 rekam medis di rumah sakit
islam Klaten. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Commotio Cerebri
Pasien Rawat Inap Berdasarkan Icd-10 Rekam Medik Di Rumah Sakit Islam
Klaten, 1(1), 17–31.
http://www.apikescm.ac.id/ejurnalinfokes/images/volume1/novita_vol1.pdf

Agustine, D. M., & Pratiwi, R. D. (2017). Hubungan Ketepatan Terminologi Medis


dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan oleh Petugas Kesehatan di
Puskesmas Bambanglipuro Bantul. Jurnal Kesehatan Vokasional, 2(1), 113.
https://doi.org/10.22146/jkesvo.30315

Ningtyas, N. K., Sugiarsi, S., & Wariyanti, A. S. (2019). Analisis Ketepatan Kode
Diagnosis Utama Kasus Persalinan Sebelum dan Sesudah Verifikasi pada Pasien
BPJS di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jurnal Kesehatan Vokasional, 4(1),
1. https://doi.org/10.22146/jkesvo.38794

Rusliyanti, D. (2016). 10 Dengan Penerapan Karakter Ke-5 Pada Pasien Fraktur Rawat
Jalan Semester Ii Di Rsu Mitra Paramedika Yogyakarta. Jurnal Permata
Indonesia, 7(1), 26–34. http://www.permataindonesia.ac.id/wp-
content/uploads/2016/08/03.-Jurnal-PI_Lusi-Anas-Harinto.pdf

Windari, A., & Kristijono, A. (2016). Analisis Ketepatan Koding yang dihasilkan Koder
di RSUD Ungaran. Jurnal Riset Kesehatan, 5(1), 35–39.

Purwanti, E. (2016). Ketepatan Kode Berdasarkan Kelengkapan Diagnosis Di Rumah


Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pormiki, 1–5.

Lisensi: Creative Commons Attribution 4.0 International (CC BY 4.0)


403

You might also like