You are on page 1of 13

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA

“GERAKAN 30 S/PKI”

Disusun Oleh :

SAYRA MARSHELLA

XII MIPA 3

SMAN 8 PEKANBARU

TP. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya
hingga kini. Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah ini. Harapan
saya semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan
maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga
nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Saya sadar bahwa makalah ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik
dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, saya membutuhkan kritik dan
saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas
di kemudian hari.

Indonesia, Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. Latar Belakang...................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Peristiwa G30-S/PKI.......................................................................................................4
B. Korban G30-S/PKI..........................................................................................................9
C. Penangkapan dan Pembantaian PKI..............................................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh

dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah

sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol

pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan

Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani),

organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta

anggota dan pendukung.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di

bawah dekret presiden sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan

angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi yang penting.

Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin“. PKI menyambut “Demokrasi

Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk

persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama, dan Komunis yang dinamakan

NASAKOM.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peristiwa G30-S/PKI?

2. Siapa saja yang menjadi korban G30-S/PKI?

3. Bagaimana penangkapan dan pembantaian PKI?


BAB II PEMBAHASAN

A. Peristiwa G30-S/PKI

Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI),

Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah

sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1

Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang

lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan

kepada anggota partai komunis. PKI merupakan partai Stalinis yang terbesar di

seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5

juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan

serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani

Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani),

organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20

juta anggota dan pendukung serta tersebar di seluruh daerah yang luas.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi

di bawah dekret presiden dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan

angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang

penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut

“Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai

mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis

yang dinamakan NASAKOM. Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara

kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan


independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan

ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun,

inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.

PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno

untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan dengan

persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima”

dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini. Dari

tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-

bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI

mementingkan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”. Pemimpin PKI D.N. Aidit

mengilhami slogan “Untuk Ketenteraman Umum Bantu Polisi”. Di bulan Agustus

1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari “sikap-sikap

sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman

sayap-kiri untuk membuat “massa tentara” subyek karya-karya mereka.

Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas

tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan

polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi

revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan

menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerja

sama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata. Pada permulaan 1965,

para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS.

Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi.

Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota

kabinet. Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di

dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat
berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi

demokratis “rakyat”.

Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di

mana ia berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat

setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia,

termasuk para komunis”. Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja

dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan

karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. Tidak lama

PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer,

menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam angkatan

bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya

memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman

militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk

membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum

kapitalis negara.

Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI

akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI

bahwa “NASAKOMisasi” angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja

sama untuk menciptakan “angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha

menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro

PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk

memencilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara. Menjelang dilancarkannya G

30 S/PKI, banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya oleh Biro Khusus

PKI yang telah dibentuk pada tahun 1964 dengan mengadakan beberapa kali rapat

rahasia yang diikuti oleh beberapa orang oknum ABRI. Rapat pertama 6 September
1965 yang dilaksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl. Sindanglaya 5, Jakarta, diikuti

oleh:

1. Sjam Kamaruzaman.

2. Pono (Soepono).

3. Letnan Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalion I Kawal Kehormatan

Resimen Cakrabirawa).

4. Kolonel A. Latief (Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya).

5. Mayor Udara Suyono (Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU

Halim).

6. Mayor A. Sigit (Komandan Batalion 203 Brigade Infantri I Kodam

V/Jaya).

7. Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara).

Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu

sakitnya Bung Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan

Jendral yaitu yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat

yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.

Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan

Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh

Soekarno, dan dari ABRI pun terhasut dan ikut dalam gerakan yaitu Letnan

Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen Cakrabirawa (pasukan

pengawal Presiden). Sjam kemudian menyampaikan instruksi Aidit untuk

mengadakan gerakan mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat

pertama kemudian banyak diadakan lagi rapat-rapat selanjutnya guna

membahas persiapan serangan gerakan. Di antaranya rapat ke-2 pada tanggal 9

September 1965, rapat ke-3 tanggal 13 September 1965, rapat ke-4 tanggal 15
September 1965, rapat ke-5 tanggal 17 September 1965, rapat ke-6 19

September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22 September 1965, ke-8 24

September 1965, ke-9 tanggal 29 September 1965.

Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasaran

gerakan bagi masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau

membunuh para jendral Angkatan Darat yang diberi nama Pasukan Pasopati.

Pasukan teritorial dengan tugas menduduki gedung RRI dan gedung

Telekomunikasi di beri nama Pasukan Bimasakti kemudian pasukan yang

mengkoordinasi lubang Buaya di beri nama Pasukan Gatotkaca. Setelah

persiapan terakhir selesai, rapat terakhir di adakan tanggal 29 September 1965

yang dilaksanakan di rumah Sjam, gerakan itu dinamakan “Gerakan 30

September” (G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-militer gerakan di

pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion 1 Resimen

Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh

gerakan.

Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal

senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang

disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal

kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima

Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian

mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut. Tahunya Aidit akan jenis

sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI

untuk memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah

Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang

Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan
dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang

menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas

tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu.

B. Korban G30-S/PKI

Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya

dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana

(Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung.

Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian

mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut. Korban keenam pejabat tinggi

yang dibunuh tersebut adalah:

1. Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani

2. Mayjen TNI R. Suprapto

3. Mayjen TNI M.T. Haryono

4. Mayjen TNI Siswondo Parman

5. Brigjen TNI D.I. Panjaitan

6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun

dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma

Suryani Nasution dan ajudan A.H. Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam

usaha pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi

korban: Lettu Pierre Tandean AIP Karel Satsuit Tubun Kolonel Katamso

Darmokusumo Kolonel Sugiono Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu

lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat

mereka ditemukan pada 3 Oktober.


C. Penangkapan dan Pembantaian PKI

Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau

mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh

yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau

dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-

pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan

November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak

diketahui dengan persis, perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang,

sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga

setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang

mengikuti kudeta itu.

Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari

organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti Barisan Ansor NU dan Tameng

Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat

Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu

“terbendung mayat”. Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota

dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu

lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama

sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA menangkapi semua

anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji

terhadap mereka, majalah “Time” memberitakan: “Pembunuhan-pembunuhan itu

dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan

persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap
membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada

kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat.

Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius.”

Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit

35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan

komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan

ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang

mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-

desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-

kerangka rumah mereka yang sudah hangus. Di daerah-daerah lain, para terdakwa

dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan

mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis “anti-Tionghoa” terjadi.

Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok

sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.

Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp

konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110.000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan

politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang,

termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tahanan politik, Johannes Surono

Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman, dan Nobertus Rohayan,

dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang

dilakukan PKI, yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.

Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para

Jendral Angkatan Darat Indonesia. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk

menolak laporan pertanggung jawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan

ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan

yang berasaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.

Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif

dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu dampak politik dan

dampak ekonomi. Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia

mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya. MPRS

kemudian meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil

pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS

tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya,

khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI.

B. Saran

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Bangsa yang melupakan sejarah, akan

dengan mudah tercerabut dari akar sejarah itu sendiri, dan menjadi bangsa antah

berantah.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September

https://id.wikipedia.org/wiki/Pahlawan_Revolusi_Indonesia

http://materiku86.blogspot.co.id/2016/03/peristiwa-lengkap-gerakan-30-

september-1965.html

You might also like