You are on page 1of 33

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGANTAR

TEKNIK KIMIA I

DOSEN PENGAMPU :

HADISTYA SURYADRI , S.T., M.T.


SARAH FIEBRINA HERANINGSIH S.T., M.T.

ASISTEN LABORATORIUM :
ANISA CAHYANI M1B119003
ERNATA MARBUN M1B119024
MAULIDINI NABILA M1B120004
MELA MAULIANI M1B120008

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JAMBI
2022
PERATURAN PRAKTIKUM
PENGANTAR TEKNIK KIMIA (PTK) 1

1. PERATURAN SELAMA PRAKTIKUM


1) Sebelum praktikum dimulai mahasiswa wajib menunggu di luar
laboratorium sekurang-kurangnya 5 menit sebelum praktikum di mulai.
2) APD seperti (jas lab, sarung tangan dan masker) digunakan sebelum
masuk ke dalam laboratorium dan apabila APD tidak lengkap maka
tidak diperkenankan untuk mengikuti praktikum.
3) Sebelum praktikum dimulai selalu dibuka dengan DOA yang dipimpin
oleh ketua shift.
4) Mahasiswa diharapkan tertib selama praktikum berlangsung.
5) Tidak berkata kasar dan mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan baik
kepada Asleb maupun kepada sesama praktikan.
6) Mahasiswa hanya diwajibkan membawa 1 HP bagi setiap kelompok
untuk dokumentasi.
7) Mahasiswa dilarang membawa makanan dan minuman selama di
laboratorium.
8) Berpakaian Rapi dan Sopan serta tidak diperbolehkan menggunakan
kaos oblong.
9) Bagi perempuan tidak diperkenankan menggunakan perhiasan.
10) Menggunakan kaos kaki di atas mata kaki serta menggunakan sepatu
bertali.
11) Setiap kelompok diwajibkan membawa kain lap dan tisu atau alat
pembersih lainya.
12) Sebelum melakukan praktikum semua mahasiswa akan diberikan
pretest.
13) Dispensasi keterlambatan hanya 10 menit.
14) Membersihkan alat-alat yang telah digunakan serta merapikanya
kembali.
15) Mengembalikan alat-alat tersebut ke ruang penyimpanan

16) Setiap selesai praktikum di tutup dengan DOA yang di\pimpin oleh
ketua shift.

2. FORMAT LAPORAN
1) Penomoran pada semua bab menggunakan huruf romawi dan untuk judul
bab menggunakan huruf kapital.
2) Untuk judul percobaan menggunakan angka contoh : (PERCOBAAN
KE 1) dan untuk judul laporan menggunakan huruf kapital contoh :
(DISTILASI DAN EKSTRAKSI).
3) Untuk teori dasar minimal 5 lembar serta sumber disebutkan di akhir
paragraf dimana ketika mengutip kalimat tersebut diambil.
4) Untuk alat dan bahan tidak ada spasi.
5) Untuk skema kerja dalam bentuk diagram alir, dan untuk alat di beri
kotak sedangkan untuk bahan dilingkari.
6) Untuk hasil percobaan dalam bentuk tabel.
7) Untuk pembahasan minimal 5 lembar, untuk poin-poinnya akan
diberikan setelah praktikum.
8) Untuk kesimpulan jumlahnya sesuaikan dengan jumlah tujuan
percobaan ( jika tujuan percobaan ada 2 maka kesimpulan ada 2 poin
demikian juga seterusnya).
9) Untuk teori dasar minimal 5 sumber yang diantaranya 2 jurnal 3 buku
atau 2 buku 3 jurnal.
10) Setiap bab berada pada lembar yang berbeda.
11) Dalam penulisan laporan menggunakan pena biru, untuk sumber buku
menggunakan pena biru dan untuk jurnal menggunakan pena berwarna
merah.
12) Sumber di print dan di stabilo berwarna biru.
13) Untuk cover samakan semua warnanya yaitu warna hijau muda.
14) Sebelum memulai praktikum laporan awal dikumpul di meja asleb
yang disertakan dengan kartu asistensi.
15) Alat-alat praktikum diambil setelah pretest dilaksanakan.
16) Untuk pretest mahasiswa hanya diberikan waktu selama 5 menit untuk
5 soal, dan soal dibacakan hanya 2 kali pengulangan.
17) Untuk pte-tes tidak ada remedial atau perbaikan.
3. CONTOH FORMAT PENULISAN LAPORAN
PERCOBAAN KE-
JUDUL
I. HARI DAN TANGGAL
II. TUJUAN PERCOBAAN
2.1.
2.2.
2.3. dan seterusnya…
III. TEORI DASAR
IV. ALAT DAN BAHAN
3.1. ALAT
a)
b)
c) dan seterusnya…
3.2. BAHAN
a)
b)
c) dan seterusnya…
V. SKEMA KERJA
VI. HASIL PERCOBAAN
VII. PEMBAHASAN
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. KESIMPULAN
a)
b)
c) dan seterusnya…
8.2. SARAN
IX. LAMPIRAN
a. Laporan Sementara
b. Perhitungan
c. Pertanyaan
d. Dokumentasi
e. Fotocopy Sumber
PERCOBAAN I
HUKUM HESS

A. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa terampil dalam menghitung panas reaksi (∆H) denganmemakai
prinsip Hukum Hess.

B. TEORI DASAR
Suatu reaksi kadang-kadang tidak hanya berlangsung melalui satu jalur,
melainkan bisa juga melalui jalur lain dengan hasil yang sama akan tetapi
mungkin juga arah yang ditempuh tidak hanya arah 1, 2 atau 3 melainkan arah
lain (arah 4 atau arah 5) pada percobaan ini akan dilihat apakah energi pada reaksi
arah 1 sama dengan energi reaksi arah 2.
Dalam hukum ini bisa difungsikan guna untuk memprediksi suatu
perubahan entalpi dari hukum kekekalan energi (dinyatakan sebagai fungsi
keadaan δh). Entalpi ialah merupakan sebuah fungsi keadaan, perubahan entalpi
dari suatu reaksi kimia adalah sama, walaupun langkah-langkah yang digunakan
untuk memperoleh produk berbeda.
Hukum ini merupakan suatu hubungan kimia fisika yang diusulkan pada
tahun 1840 oleh germain hess, kimiawan asal rusia kelahiran swiss. Perubahan
entalpi suatu reaksi dapat dihitung walaupun tidak bisa diukur secara langsung.
Cara mengukurnya dengan cara melakukan operasi aritmatika di beberapa
persamaan reaksi yang perubahannya dapat diketahui. Apabila pada suatu
persamaan reaksi dikalikan atau dibagi dengan suatu angka, pada perubahan
entalpi juga harus dikali atau dibagi. Begitu juga dengan jika persamaan dibalik
maka perubahan entalpi juga dibalik.
a. Bunyi Hukum Hess
Di bawah ini adalah merupakan bunyi hukum hess :
‘’Dalam jumlah panas yang dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung
pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir’’.
b. Kegunaan Hukum Hess
Kegunaan hukum ini adalah untuk memprediksi perubahan entalpi dari
hukum kekekalan energi yang dinyatakan sebagai fungsi keadaan ΔH. Hukum
tersebut dapat digunakan untuk menghitung jumlah entalpi keseluruhan proses
reaksi kimia walaupun menggunakan rute reaksi yang berbeda.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a) KalorimeterPengaduk
b) Gelas Ukur 50 ml
c) Botol Timbang dan Tutup
d) Spatula
e) Kaca Arloji
f) Pipet Tetes
2. Bahan
a) NaOH Padat
b) HCl 4 M
c) Aquades

D. CARA KERJA
1. Menentukan Perubahan Entalpi Reaksi (∆H arah 1)
a) Timbang 4 gram NaOH padat dalam botol timbang. Pada saat
menimbang, botol timbang harus tertutup rapat.
b) Masukkan 25 ml air suling ke dalam kalorimeter sambil diaduk terus.
Selama selang 15 detik, suhu air dicatat.
c) Masukkan padatan NaOH ke dalam kalorimeter sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai semuanya larut. Selama selang waktu 15 detik,
suhu campuran diukur hingga suhu relatif konstan. Perubahan entalpi
reaksi pengenceran (∆H1) dapat dihitung dengan data suhu yang
diperoleh.
d) Selanjutnya ukur suhu 25 ml HCl 4 M dan masukkan ke dalam
kalorimeter yang berisi larutan NaOH dengan suhu awal sama
dengan suhu awal HCl. Pengadukan terus dilakukan dan suhu diukur
selama selang 15 detik hingga mencapai suhu relatif konstan.
Perubahan entalpi reaksi netralisasi (∆H2) dapat dihitung dengan data
suhu yang diperoleh.
2. Menentukan Perubahan Entalpi Reaksi (∆H arah 2)
a) Masukkan 25 ml air suling ke dalam kalorimeter sambil diaduk terus.
Selama selang 15 detik, suhu air dicatat.
b) Selanjutnya ukur suhu 25 ml HCl 4 M dan memasukkannya ke dalam
kalorimeter. Pengadukan terus dilakukan dan suhu diukur selama
selang 15 detik hingga mencapai suhu relatif konstan. Perubahan
entalpi reaksi pengenceran (∆H3) dapat dihitung dengan data suhu
yang diperoleh.
c) Timbang 4 gram NaOH padat dalam botol timbang. Pada saat
menimbang, botol timbang harus tertutup rapat.
d) Masukkan padatan NaOH ke dalam kalorimeter sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai semuanya larut. Selama selang waktu 15 detik,
suhu campuran diukur hingga suhu relatif konstan. Perubahan entalpi
reaksi netralisasi (∆H4) dapat dihitung dengan data suhu yang
diperoleh

E. DATA HASIL PENGAMATAN


Tabel 1.1 data yang diperlukan untuk menentukan harga ∆H1 untuk Arah 1
Setelah dilakukan
Detik ke- Air dingin pencampuran NaOH dengan
H2O
Waktu (detik) Tad(℃) Waktu (detik) TNaOH, H2O
(℃)
1 15
2 30
3 45
4 60
5 75
6 90
7 Waktu Pencampuran
8 120
9 135
10 150
11 165
12 180
13 195
14 210
15 225
16 240
17 255
18 270
19 285
20 300
21 315
22 330

Tabel 1.2 Data yang diperlukan untuk menentukan harga ∆H2 untuk arah 1
Setelah dilakukan
Detik Ke- pencampuran HCl dengan
Temperatur Temperatur larutan NaOH
mula-mula mula-mula Waktu (detik) TNaOH,HCl
TNaOH,H2O = THCl = (℃)
29O C 29℃

1 15
2 30
3 45
4 60
5 75
Tabel 1.3 Data yang diperlukan untuk menentukan harga ∆H3 untuk arah 2
Setelah dilakukan pencampuran
Air dingin HCl dengan H2O
Detik ke-
Waktu (detik) Tad (℃) Waktu (detik) TNaOH, H2O
(℃)
1 15
2 30
3 45
4 60
5 75
6 90
7 Waktu pencampuran
8 120
9 135
10 150
11 165
12 180
13 195
14 210
15 225

Tabel 1.4 Data yang diperlukan untuk menentukan harga ∆H4 untuk arah 2
Setelah dilakukan
Detik Ke- pencampuran HCl dengan
larutan NaOH
Waktu (detik) TNaOH,HCl
(℃)
1 Temperatur Temperatur 15
2 mula-mula mula-mula THCl 30
3 TNaOH, H2O = = 29℃ 45
4 29℃ 60
5 75
6 90
7 105
8 120
9 135
10 150
11 165

F. PERHITUNGAN
Arah 1
1. Hitung perubahan ∆H1 dan ∆H2 harus diingat bahwa energi panas
∆H1 berasal dari energi panas ∆H1 berasal dari energi yang
ditimbulkan pada saat pelarutan NaOH berlangsung
Tetapan Kalorimeter = (℃)
Kapasitas Panas Air = 4,18 J g-1℃-1
2. Hitung perubahan entalpi ∆H1 dan ∆H2 untuk satu mol pereaksi.
Arah 2
1. Hitung perubahan entalpi ∆H3 dan ∆H4
2. Hitung perubahan entalpi ∆H3 dan ∆H4 untuk satu mol pereaksi
3. Hitung perubahan entalpi untuk reaksi berikut dari kedua arah
tersebut.Bandingkan ∆H yang diperoleh dari arah 1 dan arah 2
G. PERTANYAAN
1. Apakah bunyi hukum Hess?
2. Tuliskan hukum Hess untuk percobaan ini?
3. Bila diketahui persamaan termokimia seperti berikut :
2Fe (s) + 3/2 O₂ (g) → Fe₂O₃ (s) ΔH = -839 kJ
2 Al (s) + 3/2 O₂ (g) → Al₂O₃ (s) ΔH = +1680 kJ
Maka ΔH untuk reaksi 2 Al (s) + Fe₂O₃ (s) → 2 Fe (s) + Al₂O₃ (s)
adalah ?
PERCOBAAN II
DISTILASI

A. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan paham dan terampil dalam :
a) Melakukan Distilasi untuk pemisahan dan pemurnian zat cair.
b) Mengkalibrasi termometer.

B. TEORI DASAR
1. Distilasi
Uap suatu cairan selalu terdapat di atas cairan tersebut walaupun pada
suhu di bawah titik didihnya. Kecenderungan molekul-molekul cairan menguap,
merupakan sifat yang tetap pada suhu tetap yang disebut sebagai tekanan uap.
Tekanan uap suatu cairan berubah dengan adanya zat lain yang larut di dalamnya
(sifat koligatif) dan yang terpenting perubahan suhu akan mengubah tekanan
uapnya.
Prinsip Distilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya,
pada tekanan dan suhu tertentu. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana
tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfir. Tujuan Distilasi adalah pemurnian
zat cair pada titik didihnya, dan memisahkan cairan dari zat padat atau
memisahkan zat cair dari campuran zat cair lainnya yang mempunyai titik didih
yang berbeda.
Ada 4 jenis Distilasi yaitu :
1. Distilasi sederhana
Di dalam Distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik
didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran
dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah menguap lebih dulu.
Selain perbedaan titik didih, perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
substansi menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Distilasi
sederhana dimanfaatkan untuk memisahkan campuran air serta alkohol. Metode
ini digunakan untuk memurnikan cairan-cairan yang tidak terurai pada titik
didihnya dari pengotor-pengotor non volatil atau memisahkan cairan yang
mempunyai perbedaan titik didih paling sedikit antara 70-80oC.
2. Distilasi vakum
Digunakan untuk menguapkan suatu cairan pada tekanan rendah, jauh di
bawah titik didihnya. Biasanya untuk Distilasi zat cair yang mudah terurai pada
suhu tinggi.
3. Distilasi bertingkat atau Distilasi terfraksi
Digunakan untuk memisahkan campuran zat cair yang mempunyai
perbedaan titik didih tidak berbeda banyak. Pada Distilasi ini menggunakan
kolom yang panjang dan mempunyai sekat/trap yang banyak, di tiap trap akan
terjadi proses penguapan-pengembunan tersendiri sehingga akan terjadi proses
pemisahan kedua komponen dalam banyak tahap. Pada bagian bawah akan
terdapat campuran uap yang kaya dengan fraksi yang mempunyai titik didih
tinggi, sedangkan pada bagian atas akan terdapat campuran uap yang kaya dengan
fraksi titik didih rendah. Makin banyak trap yang dipunyai, makin banyak proses
fraksinasi tersebut, sehingga pemisahan akan terjadi lebih sempurna (hukum
raoult).
4. Distilasi Azeotrop

Azeotropik adalah larutan campuran dua senyawa yang mempunyai titik


didih tetap dengan komposisi campuran tetap pula. Misalnya etanol-air, titik
didih 78,2℃ dan komposisi 40% air, HCl-air, titik didih 108,6℃, komposisi
20,2% HCl, metanol-CCl4, titik didih 55,7℃, komposisi 79,4% CCl4.
Umumnya titik didih azeotrop lebih rendah dari kedua senyawa murninya,
kecuali HCl-air. Berdasarkan sifat ini, pemisahan campuran azeotrop mudah
dipisahkan dengan cara Distilasi terfraksi.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a) Labu Alas Bundar 100 ml
b) Set Alat Distilasi
c) Gelas Ukur 100 ml
d) Termometer 200℃
e) Batu Didih
f) Pembakar Bunsen
g) Penangas Air
h) Kertas Indikator
i) Corong Pisah 100 ml
j) Kertas Saring
k) Erlenmeyer 100 ml
l) Corong Buchner dan Penghisap
m) Statif dan Klem Bundar
n) Batang Pengaduk
o) Tabung reaksi Besar
2. Bahan
a) Benzena Teknis
b) Metanol Teknis
c) Asam Benzoat
d) Toluena
e) Larutan NaOH 10%
f) Larutan HCl 10%
D. CARA KERJA
1. Distilasi
a) Kalibrasi Termometer
Mengkalibrasi titik nol termometer, dilakukan dengan cara mencelupkan
termometer pada campuran air-es yang diaduk homogen, sedangkan untuk titik
100 termometer dilakukan sebagai berikut: isikan ke dalam tabung reaksi besar
10 ml aquades, masukkan sedikit batu didih. Klem tabung tersebut tegak lurus,
panaskan secara perlahan sampai mendidih. Masukkan termometer dengan
memegangnya, tempatkan kolom Hg pada uap diatas permukaan air yang
mendidih tersebut. Bila termometer dicelupkan ke dalam air mendidih, maka
suhunya akan kelewat panas (superheated). Untuk menentukan titik didih yang
sebenarnya dari air, harus diperiksa tekanan barometer.
2. Destilasi Biasa
a) Pemurnian
Pasang peralatan sederhana (lihat gambar), dengan memasang labu alas
bundar 100 ml yang diklem dan disimpan di atas kawat kasa dan pembakar
bunsen. Ujung kondensor dilengkapi dengan adaptor dan penampungnya gelas
ukur. Alirkan air pendingin/kondensor, arah aliran dari bawah ke atas (mengapa?).
masukkan benzen teknis ke dalam labu, yang jumlahnya maksimum setengah
volume labu (mengapa?) kira-kira 50 ml. Masukkan beberapa potong kecil batu
didih ke dalam labu. Mulai lakukan pemanasan dengan api yang diatur perlahan
naik sampai mendidih. Atur pemanasan sehingga destilat menetes secara teratur
dengan kecepatan satu tetes per detik. Amati dan catat suhu pada saat tetesan
pertama mulai jatuh. Penampung diganti dengan yang bersih, kering dan berlabel
untuk menampung destilat murni yaitu destilat yang suhunya sudah mendekati
suhu didih sebenarnya sampai suhunya konstan. Catatlah suhu dan volume destilat
secara teratur setiap selang jumlah penampungan destilat tertentu, misalnya setiap
5 ml penampungan destilat sampai sisa yang diDistilasi tinggal sedikit (perhatian:
jangan sampai kering).
b) Pemisahan
Masukkan 50 ml campuran metanol-air (perbandingan 50:50) ke dalam
labu Distilasi. Lakukan pemanasan seperti diatas, hanya penampungan destilat
dimulai dari awal sekali (mendekati suhu didih zat yang paling rendah suhu
didihnya), setiap selang volume destilat yang tertampung (tiap 5 ml). Catat suhu
dan volume destilat, buat grafiknya. Catat tekanan atmosfir, dan lakukan koreksi
termometer. Buatlah grafik suhu terhadap jumlah ml destilat.
PERCOBAAN III
PEMISAHAN DENGAN JALAN PENGENDAPAN

A. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mengetahui dan terampil dalam melakukan teknik pemisahan
dengan jalan pengendapan.

B. TEORI DASAR
Suatu analisis kimia umumnya terdiri dari 5 tahap utama yaitu : sampling,
pengubahan bentuk analit ke dalam bentuk yang sesuai dengan cara analisis,
pengukuran, perhitungan dan interpretasi data. Tahap kedua merupakan tahap
yang menentukan dalam suatu analisis. Dalam tahap ini sampel diperlakukan
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan cara atau teknis analisis yang
dipergunakan. Perlakuan yang dimaksud disini salah satunya adalah memisahkan
analit dari zat-zat yang dapat mengganggu kegiatan analisis.
Pemisahan dengan cara pengendapan merupakan teknis yang secara luas
digunakan khususnya jika anlit akan dianalisis dengan metode gravimetri.
Pengendapan suatu kation dan anion dalam suatu larutan sampel yang terdiri dari
berbagai jenis kation atau anion dapat dilakukan berbagai cara. Satu diantaranya
adalah dengan penambahan suatu ion sehingga terjadi reaksi yang menghasilkan
senyawa berbentuk kristal, gelatin atau gumpalan amorf.
Cara ini pada dasarnya berkaitan erat dengan hasil kali kelarutan suatu
senyawa. Jadi yang penting untuk dilakukan adalah penambahan suatu ion dengan
konsentrasi tertentu sehingga hasil kali kelarutan senyawa kan terbentuk
terlampaui. Pada kondisi yang demikian akan terbentuk suatu endapan. Untuk
memisahkan sejumlah ion perlu pula diatur kondisi sampel sehingga dua atau
lebih kation tidak ikut terendap secara bersama-sama maupun tidak terjadi
kopresifitasi, dsb.

Endapan yang diperoleh dapat dipisahkan dengan cara filtrasi atau lainnya
dan secara kuantitatif berat endapan dapat ditentukan. Pada praktikum kali ini,
ion-ion perak, besi dan krom dipisahkan dengan cara pengendapan ion-ion
tersebut secara bertingkat melalui pengaturan kondisi larutan dan penambahan ion
tertentu sehingga diperoleh suatu endapan. Endapan yang diperoleh
ditindaklanjuti dengan penentuan beratnya secara gravimetri.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a) Alat-alat gelas i) Krus
b) Pipet tetes j) Neraca
c) Hot Plate k) Oven
d) Termometer l) Kertas saring whatman
e) Buret m) Corong
f) Kaca arloji n) Standar dan klem
g) Desikator o) Lampu Spiritus
h) Spatula p) Batang Pengaduk
2. Bahan
a) HNO3 h) NaOH
b) NaCl i) Amonia
c) H2O2 j) HCl
d) Amonia Nitrat k) KI
e) Natrium Tiosulfat l) Amilum
f) Aquades
g) Sampel yang mengandung ion perak, besi, dan krom

D. CARA KERJA
1. Pemisahan dan Penentuan Perak
a) Ke dalam beaker glass, 100 ml larutan sampel ditambahkan larutan
NaCl 5% tetes demitetes sambil diaduk perlahan dan pertahankan agar
temperatur tetap konsan.
b) Penambahan terus dilakukan hingga endapan terbentuk semua, yang
ditandai denganjernihnya larutan sampel bagian atas (waktu 3 menit).
c) Ambil Larutan atas yang berwarna bening dan uji dengan beberapa
tetes NaCl, bila tidak terbentuk larutan putih atau endapan artinya
semua perak telah terendap.
d) Letakan beaker glass tersebut di tempat yang gelap selama 1 jam
sebelum dilakukan penyaringan terhadap endapan.
e) Timbang kertas saring whatman yang akan digunakan untuk
menyaring endapan. Catatberatnya dengan kode A = gr.
f) Lakukan penyaringan secara hati-hati dan semua endapan serta
filtratnya diambil secara seksama. Beri kode untuk filtratnya sebagai
FILTRAT A.
g) Sisihkan terlebih dahulu filtratnya ditempat yang aman.
h) Endapan yang diperoleh dicuci dengan asam nitrat 0,02 N sebanyak
dua kali.
i) Kertas saring beserta endapan dipanaskan dalam oven dengan suhu
110 dan 130.
j) Dinginkan dan dikeringkan dalam desikator/eksikator.
k) Timbang endapannya sebagai berat AgCl
2. Pemisahan Besi
a) Tuangkan filtrat A secara perlahan dengan pengadukan konstan ke
dalam beker gelasyang berisi 100 ml larutan NaOH 5% panas.
b) Didihkan campuran tersebut selama 3 menit dan didinginkan pada
temperatur kamar.
c) Tambahkan beberapa ml larutan hidrogen peroksida 1:1 dan didihkan
kembali.
d) Saring endapan dengan kertas saring whatman (telah ditimbang
beratnya), lalu cuci endapan itu dengan air panas.
e) Pisahkan filtratnya (FILTRAT B) dan satukan dengan air panas bekas
pencuci endapan.Sisihkan dulu larutan ini.
f) Endapan yang diperoleh dilarutkan kembali dengan beberapa ml HCl
2 N, lalu ke dalam larutan ini ditambahkan perlahan larutan amonia
1:1 sehingga seluruh ion besi mengendap.
g) Pengujian adanya ion besi yang belum mengendap dilakukan dengan
penambahan beberapa tetes amoniak.
h) Larutan yang mengandung ion besi kemudian didihkan selama satu
menit.
i) Saring endapan dan cuci dengan amonium nitrat 1% panas sebanyak
2-3 kali. Untuk ion besi hanya dipisahkan saja, penentuan lanjutan
dapat dilaksanakan sebagaimana ion perak. Hasil akhir

3. Pemisahan dan Penentuan Crom


a) Ambil 25 ml filtrat B, masukkan dalam erlenmeyer dan tambahkan 5
ml asam klorida1:1.
b) Ke dalam larutan ini tambahkan 20 ml larutan KI 1 N dan 5 ml
HCl 1:1 serta 20 mlaquades.
c) Biarkan larutan ini hingga 5 menit.
d) Iodium, bebas yang terbentuk lalu dititrasi dengan larutan standar Na
Tiosulfat 0,1 N.
e) Tambahkan amilum setelah titrasi berlangsung beberapa ml,
lanjutkan titrasi hinggawarna biru tepat hilang.
f) Perhitungan crom dapat dilakukan secara oksida-reduksimetri (1 ml
Na-Tiosulfat 0,1N setara 0,02533 gram Cr2O3).
PERCOBAAN IV
EKSTRAKSI MINYAK NABATI

A. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan dalam praktikum ekstraksi minyak nabati ini adalah :
1. Praktikan memahami proses ekstraksi padat cair menggunakan Soxhlet
Extractor
2. Praktikan memahami nilai ekonomi proses ekstraksi minyak dari biji
(sumber bahan)

B. TEORI DASAR
Ekstraksi padat cair, atau sering disebut leaching, merupakan proses
pemisahan zat yang dapat larut (solut) dari suatu campurannya (sumber) dengan
padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut cair. Operasi
ini dapat dijumpai dalam industri metalurgi dan farmasi, seperti proses pemisahan
biji emas dan tembaga, juga produk farmasi dari akar atau daun tumbuhan
tertentu. Ekstraksi padat cair juga dimanfaatkan dalam industri pangan untuk
mengekstrak zat yang dapat larut dari bahan makanan. Salah satunya adalah
ekstraksi minyak nabati dari sumber (biji-bijian) dengan menggunakan pelarut
cair.
Ekstraksi menggunakan pelarut menerapkan karakter kelarutan dari zat
atau partikel terhadap pelarut. Penjabaran umum mengenai kelarutan zat terlarut
atau pelarut dapat dinyatakan sebagai “like dissolves like”. Derajat yang
menyatakan suatu zat dapat terdistribusi ke fasa yang lain merujuk pada
persamaan berikut:

Pemilihan tipe pelarut juga mempengaruhi proses ekstraksi dengan


menggunakan pelarut. Sifat pelarut harus sesuai dengan sifat polarisasi zat yang
hendak diesktrak dan kelarutannya.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a) Timbangan analitis
b) Labu bundar
c) Kapas
d) Termometer
e) Soxhlet extractor
f) Alat Distilasi
g) Pemanas elektrik
h) Gelas kimia 400 ml
i) Gelas ukur 25 ml dan 10 ml
j) Batang pengaduk
k) Mortar
l) Corong
m) Botol sampel
n) Kertas saring
o) Batu didih
p) Stop watch
2. Bahan
a) N-Heksana atau dietil eter
b) Biji-bijian nabati
c) Aquades
9

8
Keterangan :
7 1. Heater
2. Water bath
5 3. Batu didih
4. Labu bundar
5. Siphon tube
6
6. Keran
7. Thimble
8. Extractor column
9. Kondensor
4

3 2

Gambar 3.1. Skema Alat Percobaan


D. CARA KERJA
1. Persiapan Sampel
Sebelum melakukan proses ekstraksi, sampel harus dipersiapkan seperti
harus dipersiapkan seperti yang ditampilkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Tahap Persiapan Sampel

2. Tahap Ekstraksi 1
Tahap proses ekstraksi menggunakan Soxhlet pada gambar 3.3.

Gambar 3.3. Tahap Ekstraksi 1


3. Tahap Ekstraksi 2 dan 3
Tahap ekstraksi 2 disajikan pada Gambar 3.4. Setelah tahap ekstraksi 3
mengulangi prosesseperti tahap 2.

Gambar 3.4. Tahap Ekstraksi 2

4. Pemurnian Minyak
Proses pemurnian minyak dilakukan dengan Distilasi sederhana seperti
disajikan pada gambar 3.5.

Gambar 3.5. Distilasi Minyak


PERCOBAAN V
HASIL EKSTRAKSI DAN METODE AOCS

A. TUJUAN PERCOBAAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam
fosfat terhadap karakteristik minyak hasil ekstraksi minyak nabati.

B. TEORI DASAR
Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor
lainnya dengan cara penambahan air, larutan garam, atau larutan asam. Prinsip
pada praktikum ini mengubah fosfatida menjadi gum terhidrasi yang tidak larut
dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau
sentrifugasi. Hasil ekstraksi dengan metode AOCS merupakan tahapan penting
dalam pemurnian minyak karena dapat memudahkan proses selanjutnya, seperti
netralisasi, dan deodorisasi. Senyawa fosfatida berbentuk lendir (Gum) harus
dihilangkan karena gum merupakan emulsifier (memiliki gugus polar dan
nonpolar), sehingga gum memiliki kemampuan mengikat air dan minyak, selain
itu gum dapat mengganggu keefektifan adsorben untuk menyerap warna. Faktor
yang perlu diperhatikan dalam proses AOCS asam adalah suhu dan konsentrasi
asam fosfat.
Semakin tinggi suhu yang digunakan maka yang terambil dari minyak
akan semakin besar sehingga konsentrasi sisa pada minyak semakin berkurang.
Semakin tinggi konsentrasi asam fosfat maka konsentrasi sisa pada minyak akan
semakin berkurang. Hal ini dikarenakan asam fosfat akan bereaksi dengan dan
terpisah dari minyak. Penggunaan asam fosfat yang terlalu banyak dapat merusak
minyak karena sisa asam fosfat yang tidak bereaksi mengakibatkan kenaikan nilai
asam lemak bebas (FFA) pada minyak, sehingga penggunaan asam fosfat untuk
proses ini harus diperhatikan.
Prinsip praktikum ini adalah penambahan asam untuk meningkatkan
kepolaran fosfolipid sehingga fosfolipid menjadi terhidrasi dan bersifat polar
sehingga tidak larut minyak dan lebih cepat menggumpal, penambahan asam
memudahkan pemisahan gum dengan minyak. Penggunaan asam fosfat pada
praktikum ini lebih sering digunakan karena asam fosfat memiliki kepolaran yang
lebih tinggi dibanding dengan asam sitrat. Derajat keasaman dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
𝑉×𝑁×𝐾
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 =
𝐺
Keterangan :
N : Konsentrasi Asam
V : Volume Asam yang digunakan
K : Berat Molekul Asam
G : Berat Sampel

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a) Beaker glass
b) Pipet tetes
c) Neraca analitis
d) Pengaduk
e) Corong pemisah
f) Termometer
2. BAHAN
a) Minyak dari hasil ekstraksi
b) Asam sulfat (H2SO4) 20%
c) HCl pekat 10 ml
d) KOH 50%
e) Larutan hidrazin sulfat 10 ml
f) Sodium molibdat 2 ml
g) Aquades

D. PROSEDUR KERJA
1. Tahap Perlakuan
Minyak hasil ekstraksi ditimbang lalu dipanaskan hingga suhu mencapai
70- 75ºC. Setelah itu, minyak ditambahkan asam fosfat 20% sebanyak 0,3% (v/b)
dari berat minyak. Sampel diaduk selama 10 menit pada suhu yang konstan
hingga terbentuk gum di bagian bawah campuran.. Selanjutnya, diendapkan
selama lebih kurang 15 menit hingga gum terkumpul sempurna dan minyak
dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan minyak dengan gum.
2. Tahap Analisa
Analisa kadar fosfolipid (Metode AOCS Ca 12-55)
Sejumlah 3 g sampel dipanaskan dengan kompor sampai tidak berasap.
Sampel yang telah tidak berasap dimasukkan muffle furnace untuk di abukan
dengan suhu 550-600ºC selama 2 jam. Sampel abu didinginkan dan ditambah 5 ml
aquades dan 5 ml HCl pekat kemudian didihkan selama 5 menit. Selanjutnya
larutan di cuci dengan aquades panas sebanyak 5 ml dan dicuci sebanyak 4 kali.
Larutan hasil pencucian ditambahkan beberapa tetes larutan KOH 50% hingga
larutan keruh dan ditambahkan HCl pekat untuk melarutkan kembali endapan.
Diambil 10 ml kemudian ditambahkan 8 ml larutan hidrazin sulfat dan 2 ml
larutan sodium molibdat dan didihkan selama 10 menit, larutan kemudian
diencerkan sampai 50 ml. Dari larutan hasil diukur absorbansinya pada 650 nm.
PERCOBAAN VI
SEDIMENTASI

A. Tujuan Percobaan
Mempelajari fenomena proses pengendapan partikel di dalam slurry dan
membuat hubungan antara kecepatan sedimentasi partikel terhadap waktu.

B. Dasar Teori
Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam
limbah cair oleh gaya gravitasi, pada umumnya proses sedimentasi dilakukan
setelah proses Koagulasi dan Flokulasi dimana tujuannya adalah untuk
memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam
dalam waktu lebih singkat.
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistem
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi,sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan
flokulasi, dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya.
Sedangkan secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya
untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated
sludge, OD, dll) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit
pengolahan lumpur tersendiri.
Proses sedimentasi terdiri dari 2 proses yaitu :
1. Gambar 1. Mekanisme sedimentasi secara batch Secara Batch

Gambar 1. Mekanisme sedimentasi secara batch


dimana A : Cairan Bening
B : Zona Konsentrasi Seragam
C : Zona Transisi
D : Zona dengan Partikel Padat Terendapkan
• pada bagian (a) :
zona B daerah dengan konsentrasi awal, semua partikel mengendap secara
free-settling
• pada bagian (b) :
mulai terbentuk zona A yaitu fluida jernih dengan z merupakan tinggi
batas daerah yang mengandung padatan.
zona D mulai terbentuk, berupa partikel-partikel yang mengendap di dasar
tabung.
zona C adalah lapisan transisi dari partikel padatan antara B dan D
• pada bagian (c) :
pada waktu tertentu zona B dan C hilang dan hanya ada dua zona yaitu, A
dan D yang merupakan fluida jernih dan padatan (critical point)
Critical point adalah keadaan dimana tepat terjadi dua daerah
konsentransi.
2. Secara Kontinyu atau Sinambung

Gambar 2. Thickener Kontinyu

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa F, L,V merupakan volume


campuran per waktu, sedangkan Cf, Cu, Cv merupakan masa padatan per satuan
volume campuran. Sedimentasi dipengaruhi oleh karakteristik cairan dan
partikel-partikel padat dari dalam fluida secara gravitasi. Karakteristik cairan
yang mempengaruhi sedimentasi tersebut adalah (massa/satuan volume),
spesifik gravity, spesifik weight, kecepatan jatuh, diameter, porositas, viskositas.
Sedangkan karakteristik partikel yang mempengaruhi sedimentasi yaitu ukuran
partikel, bentuk partikel, berat spesifik, densitas, dan kecepatan jatuh.
Sedimentasi berdasarkan kecepatan jatuhnya terdiri dari dua tahap:
1. Free settling (pengendapan bebas) : merupakan tahap dimana kecepatan
jatuhnya relatif konstan, kecepatan sedimentasi akan linier hingga waktu
tertentu. Pada saat awal sedimentasi partikel yang jatuh dianggap hanya
satu partikel, tidak dipengaruhi oleh partikel lain. Free settling pada
umumnya berlangsung di awal proses sedimentasi dimana konsentrasi
tumpukan partikel masih rendah sekali.
2. Hindered settling (pengendapan terintangi) : suatu keadaan dimana
kecepatan jatuhnya semakin lambat karena ada pengaruh dari partikel-
partikel lain. Kecepatan sedimentasi akan berkurang sejalan dengan waktu.
Hindered settling mulai terjadi pada keadaan akhir proses sedimentasi
dimana sudah mulai terbentuk zona dengan tumpukan partikel yang
mengendap (Geankoplis, 1983)

C. Alat dan Bahan


1. Alat
a) Timbangan Digital
b) Gelas Ukur 1000 ml
c) Mortar
d) Penggaris
2. Bahan
a) Batu bata merah
b) Air
D. Prosedur Percobaan
1. Slurry batu bata dibuat dengan konsentrasi 20% w/v.
2. Timbang terlebih dahulu serbuk batu bata sebanyak 100 gr
3. Dicampur dengan air sebanyak 500 ml, dan dikocok sampai homogen
4. Slurry dituangkan kedalam gelas ukur 1000 ml
5. Amati fenomena pengendapan yang terjadi. (catat waktu, volume dan
tinggi endapan setiap 60 detik hingga tinggi endapan tidak lagi berubah
atau konstan)
6. Ulangi percobaan untuk konsentrasi slurry 40% w/v dan 60% w/v.

E. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


1. Data Pengamatan
20 % w/v 40 % w/v 60 % w/v Paraf
t (s) V (mL) Z (mm) V (mL) Z (mm) V (mL) Z (mm) Asisten
0
60
120
180
240
300
360
420
480
540
600
660
720
780
840
900
960
1020
1080
1140
1200
1260

2. Pengolahan Data
Mengolah data yang telah ditentukan untuk dijadikan variabel konsentrasi
slurry (20, 40, dan 60 % w/v ) melalui perhitungan. Buatlah grafik hubungan
antara kecepatan sedimentasi partikel terhadap waktu(z vst) pada masing-masing
konsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fieser, Louis F and Kenneth L. Willamson, 1974, “Organic Experiments”, 3rd


edition, Heath., p.27,28,30,64.
Harbore, J.B., phytochemical Methods, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata
dan Iwang Soedio, 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara modern
Menganalisis Tumbuhan, Penerbit ITB, Bandung.
Herawati. 2016. Pengaruh Penambahan Tawas Dan Kapur Terhadap Kecepatan
Pengendapan Air Rawa. Berkala Teknik Vol. 5 (2) : ISSN 2088-0804.
Tim penulis Universitas Batanghari. 2017. Panduan Praktikum Kimia Lingkungan
II. Jambi: Universitas Batanghari.
Setiyadi., Lourentius, S., Ariella, W.E., & Prema, G. 2020. Menentukan
Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada Sedimentasi. Jurnal Ilmiah
Widya Teknik : ISSN 1412-7350.
Soetarno, S. 1997. “Kandungan Senyawa Bioaktif dari Tumbuhan dan Cara
Analisisnya, Suatu Tinjauan Singkat”. Dalam Prosiding Temu Ilmiah
Nasional Bidang Farmasi, Bandung, III-59 – III-75.
Staf Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia ITB (...), “Petunjuk Praktikum
Kimia Organik I”, Laboratorium Kimia Organik Kimia ITB.
Svehla, G. (rev), a.b. L. Setiono dan A.H Pudjaatmaka, 1985, “ Buku Teks
Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Mikro”, edisi kelima, Kalman
Media Pusaka, Jakarta, hlm. 89-90.

You might also like