You are on page 1of 10

E-ISSN - 2477-6521

Vol 7(1) Februari 2022 (128-137)

Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan


Available Online http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance

STANDARDISASI SIMPLISIA PADA PROSES PEMBUATAN SERBUK


HERBALDASAWISMA MATAHARI YANG DIGUNAKAN
SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN
DI PUSKESMAS RASIMAH AHMAD

Tika Afriani1*, Rahma Yulia2, Rezi Sanola3


1,2,3
Program Studi Farmasi, Universitas Mohammad Natsir, Bukittinggi, Indonesia
*
Email korespondensi: tika.afriani91@gmail.com1

Submitted :02-01-2022, Reviewed: 31-01-2022, Accepted: 05-03-2022


DOI: http://doi.org/10.22216/endurance.v7i1.789

ABSTRACT
The use of plants as alternative medicine has become a trend in recent years. The aim of this study is to
standardization the process of making herbal powders of rhizome plants according to the quality
requirements of traditional medicines. The ingredients are red ginger, white ginger, galangal, turmeric,
and curcuma. The research steps included observing the process of making herbal powders, macroscopic
observations, microscopic observations, drying losses, microbial contamination, and water content
testing. The results showed that macroscopic and microscopic observations of the rhizomes has met the
standards of the Indonesian Herbal Pharmacopoeia. Observation of red ginger revealed the loss on
drying was 0.0189%, the total microbial contamination was 4.4x104 colonies/g, and the water content
was 0.82%. Observation of white ginger revealed the loss on drying was 0.0569%, total microbial
contamination was 4.8x104 colonies/g, and water content was 2.2633%. Observation of galangal revealed
the loss on drying was 0.1239%, the total microbial contamination was 4x104 colonies/g, and the water
content was 0.8566%. Observation of turmeric revealed the loss on drying was 0.0409%, the total
microbial contamination was 3.7x104 colonies/g, and the water content was 0.6266%. Observation of
curcuma revealed the loss on drying was 0.0173%, total microbial contamination was 2.4x104 colonies/g,
and water content was 1.1833%. The herbal powder used as an alternative treatment at the Rasimah
Ahmad Community Health Center has met the requirements for the manufacturing process so that it can
be a reference in the identification and quality control.
Keywords: Standardization process, Herbal powder, Rhizome plant

ABSTRAK
Penggunaan tanaman sebagai alternative pengobatan menjadi suatu tren dalam beberapa tahun
belakangan. Standardisasi proses pembuatan serbuk herbal dari tanaman rimpang penting dilakukan
untuk menjamin mutu dan keamanannya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standardisasi proses
pada pembuatan serbuk herbal tanaman rimpang sesuai dengan persyaratan mutu obat tradisional.
Bahan yang digunakan yaitu rimpang jahe merah, jahe putih, kencur, kunyit dan temulawak. Langkah
penelitian meliputi pengamatan proses pembuatan serbuk herbal, pengamatan makroskopik, pengamatan
mikroskopik, susut pengeringan, cemaran mikroba dan pengujian kadar air. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada pengamatan makroskopik dan mikroskopik rimpang jahe merah, jahe putih,
kencur, kunyit dan temulawak telah memenuhi standar Farmakope Herbal Indonesia. Pada jahe merah

LLDIKTI Wilayah X 128


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

susut pengeringan sebesar 0,0189%, total cemaran mikroba 4,4x104 koloni/g, kadar air sebesar 0,82%.
Pada jahe putih susut pengeringan sebesar 0,0569%, total cemaran mikroba 4,8x104 koloni/g, kadar air
sebesar 2,2633%. Pada kencur susut pengeringan sebesar 0,1239%, total cemaran mikroba 4x104
koloni/g, kadar air sebesar 0,8566%. Pada kunyit susut pengeringan sebesar 0,0409%, total cemaran
mikroba 3,7x104 koloni/g, kadar air sebesar 0,6266%. Pada temulawak susut pengeringan sebesar
0,0173%, total cemaran mikroba 2,4x104 koloni/g, kadar air sebesar 1,1833%.. Dari hasil yang diperoleh
dapat dapat di simpulkan bahwa serbuk herbal yang digunakan sebagai alternatif pengobatan di
puskesmas Rasimah Ahmad telah memenuhi syarat proses pembuatannya sehingga dapat menjadi acuan
dalam identifikasi dan kualitas kontrol.

Kata Kunci : Standardisasi proses; Serbuk herbal; Tanaman rimpang

PENDAHULUAN (Tanaman Obat Keluarga) dan


Kecendrungan penggunaan obat bahan mengolahnya menjadi serbuk yang bernilai
alam oleh masyarakat global dewasa ini kian jual atau ekonomis. Tanaman rimpang yang
meningkat, baik untuk memelihara paling sering digunakan adalah jahe merah,
kesehatan maupun untuk mengobati suatu jahe putih, kencur, kunyit dan temulawak.
penyakit. Hal ini didukung oleh pesatnya Penggunaan serbuk herbal yang tinggi
perkembangan ilmu pengetahuan dan karena minimnya efek samping yang
teknologi, terutama teknik ekstraksi dan ditimbulkan, faktor budaya, keyakinan dan
formulasi, serta makin banyaknya dukungan kepercayaan akan khasiat obat herbal
penelitian atas manfaat obat bahan alam menjadi faktor penyebab berkembangnya
(BPOM, 2020). penggunaan obat herbal (BPOM., 2020).
Menurut data World Health Pengembangan serbuk herbal juga
Organization (WHO) 80% masyarakat di didukung oleh Peraturan Menteri
Afrika dan Asia masih mengandalkan Kesehatan Republik Indonesia No. 88
pemanfaatan obat herbal atau obat yang Tahun 2013 tentang fitofarmaka yang
bersifat alami pada pelayanan kesehatan berarti diperlukan adanya pengendalian
primer (Sahoo et al., 2010). Bagian dari mutu simplisia yang akan digunakan untuk
tanaman obat tradisional yang banyak bahan baku obat atau sediaan galenik
digunakan atau dimanfaatkan masyarakat (BPOM, 2013).
adalah akar, rimpang, batang, buah, daun Salah satu kendala utama yang dihadapi
danbunga. adalah kualitas, kuantitas dan kontinuitas
Rimpang merupakan salah satu tanaman bahan bakuobat tradisional. Permasalahan
obat yang sering digunakan masyarakat bahan baku adalah terbatasnya ketersediaan
sebagai obat herbal. Secara turun-temurun bahan tanaman dan teknologi pengolahan
tanaman rimpang tidak hanya digunakan yang umumnya masih secara tradisional.
sebagai bumbu penyedap dalam Teknik pengolahan dan penyimpanannya
masakan(rempah-rempah), tetapi tanaman masih menggunakan cara sederhana, tidak
rimpang juga digunakan sebagai pengobatan higienis dan jauh dibawah standar cara
(Satmalawati et al., 2013). pengolahan (Kemenkes, 2013).
Kelompok dasawisma matahari yang Salah satu upaya yang harus dilakukan
bertempat di Bukit Apit merupakan salah dalam pengembangan obat bahan alam yaitu
satu dasawisma binaan Puskesmas Rasimah melakukan standardisasi terhadap bahan
Ahmad yang sudah memanfaatkan TOGA baku (simplisia dan hasil sarian ekstrak) dan

LLDIKTI Wilayah X 129


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

teknik pengolahannya (BPOM, 2005). Bahan yang digunakan antara lain


Standardisasi dilakukan agar diperoleh Plate Count Agar (Merck), NaCl
bahan baku yang seragam yang akhirnya Fisiologis, alkohol 70% (Brataco),
dapat menjamin efek farmakologi tanaman aquadest, kertas koran, plastik wrap, kapas.
tersebut dan untuk menjamin keamanan dan
stabilitas serbuk (Anonim, 1985). Untuk Sampel
menunjang bidang tersebut maka perlu Sampel yang digunakan antara lain
adanya uji mutu dan standardisasi proses serbuk rimpang jahe (Zingiber officinalis),
pembuatan serbuk herbal. jahe merah (Zingiberis officinalis Var.
Standardisasi adalah serangkaian Rubrum Rhizoma), kencur (Kaemferia
parameter pengukuran unsur-unsur terkait galangal), kunyit(Curcuma longa) dan
paradigma mutu yang memenuhi syarat temulawak (Curcuma xanthoriza) yang
standar kimia, biologi dan farmasi, termasuk diperoleh dari Dasawisma Posyandu
jaminan stabilitas sebagai produk farmasi Matahari.
(Anonim, 1985; Hidayah, 2010). Suatu
serbuk herbal dapat dikatakan bermutu jika Pengamatan makroskopik
memenuhi persyaratan mutu yang tertera Analisis makroskopik dilakukan dengan
dalam monografi simplisia. Bahan baku pengamatan secara organoleptis dan
terstandar dan proses yang terkendali akan morfologi.Secara organoleptis dilakukan
menghasilkan produk atau serbuk yang dengan pengamatan warna, bau, dan
memiliki mutu terstandar dan aman untuk rasa.Pengamatan morfologi (bentuk)
dikonsumsi (Lestari et al., 2018). dilakukan dengan menggunakan kaca
Penelitian ini bertujuan untuk pembesar atau secara langsung(Fanani et al.,
melakukan standardisasisesuai dengan 2018).
parameter yang tercantum dalam Farmakope
Herbal Indonesiauntuk menjamin mutu dari Pengamatan mikroskopik
serbuk herbal yang dihasilkan. Standardisasi Analisis mikroskopik dilakukan dengan
dilakukan pada simplisia yang digunakan mengamati bentuk sel dan jaringan
dan padaproses pembuatanserbuk herbal dari tumbuhan. Caranya dengan meletakkan
tanaman rimpang Dasawisma Matahari sampel di atas kaca objek, ditetesi aquadest,
sehingga sesuai dengan persyaratan mutu ditutup dengan kaca penutup kemudian
obat tradisional. amati di bawah mikroskop dan diambil
gambarnya (Effendi, 2012).
METODE PENELITIAN
Penetapan susut pengeringan
Alat dan Bahan
Sebanyak 1 g bahan uji ditimbang,
Alat-alat yang digunakan pada
dimasukkan ke dalam scall yang telah
penelitian ini adalah Laminar Air Flow
dipanaskan selama 30 menit pada suhu 105
Cabinet (Astec HLF 1200L), autoklaf
°C. Bahan uji kemudian dikeringkan selama
(Fishons), inkubator (Ecocell), oven
5 jam suhu pada 105 °C dan ditimbang
(Memmert), mikroskop, desikator,
kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan
timbangan digital (Precisa), vortex, hot
timbang kembali selama 1 jam kemudian
plate (Arec), magnetic stirrer, cawan
(Indrasuari et al., 2014).
penguap, cawan petri, pipet mikro, tabung
reaksi.

LLDIKTI Wilayah X 130


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

Uji cemaran mikroba dilakukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo)


Disiapkan 5 buah tabung reaksi atau (Pulung, 2018).
lebih yang masing-masing telah diisi
dengan 9 ml NaCl fisiologis. Timbang 1 g HASIL DAN PEMBAHASAN
sampel masukan kedalam tabung reaksi Proses pembuatan serbuk herbal
kemudian dihomogenkan sehingga Bahan baku yang digunakan untuk
-1
didapatkan pengenceran 10 . Pipet serbuk herbal ini adalah rimpang tanaman
pengenceran 10-1sebanyak 1 ml ke dalam berupa jahe putih, jahe merah, kencur,
tabung reaksi lain yang berisi NaCl kunyit dan temulawak, yang dipanen
fisiologis hingga diperoleh pengenceran langsung dari kebun Dasawisma Matahari.
102 dan dihomogenkan. Dibuat Pemanenan dilakukan setelah memenuhi
pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau kriteria panen sesuai karakteristik varietas
sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap atau lokasi tumbuh. Rimpang yang dipanen
pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan berupa rimpang induk utuh, tampilan segar,
petri dan dibuat duplo. Kedalam tiap cawan bebas dari hama, penyakit dan kelembaban,
petri dituangkan 15-20 ml media PCA (45 dan bebas dari aroma asing.
± 1°). Segera cawan petri digoyang dan Bahan baku yang sudah dipilih dan
diputar sedemikian rupa hingga suspensi dipisahkan kemudian dilakukan proses
tersebar merata. Setelah media memadat, sortasi basah. Sortasi basah dilakukan
cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37 °C dalam waskom plastik, rimpang dibolak
selama 24-48 jam dengan posisiterbalik. balik dengan tangan yang kemudian
Jumlah koloni yang tumbuh diamati disirami dengan air.Sortasi basah dilakukan
dan dihitung. Dipilih cawan petri dari satu untuk memisahkan kotoran atau bahan
pengenceran yang menunjukkan jumlah asing serta bagian tanaman yang tidak
koloni antara 30-300.Rata-rata jumlah diinginkan misalnya bahan–bahan seperti
koloni dari kedua cawan dihitung tanah, kerikil, rumput yang telah rusak,
kemudian dikalikan dengan faktor serta pengotor lainnya yang harus
pengenceran. Hasilnya dinyatakan sebagai dipisahkan dan dibuang.Bahan simplisia
Angka Lempeng Total dalam tiap gram berupa akar, umbi, batang, atau buah dan
contoh (Depkes RI, 2000). biji dapat dilakukan pengupasan kulit
luarnya untuk mengurangi kontaminasi
Penentuan kadar air (Metode mikroba (Widiyastuti, 2015).Kontaminasi
Gravimetri) mikroba yang dimaksud adalah dari jenis
Cawan dikeringkan di dalam oven mikroba pathogen seperti enterobakter,
bersuhu 105 °C selama 60 menit. enterococcus, clostridium, pseudomonas,
Selanjutnya cawan didinginkan di dalam shigella dan streptococcus. (Sachan Kr et
desikator selama 30 menit, kemudian all., 2016 ; Patra. K. et all., 2010).
ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak3 g Rimpang yang memiliki mutu yang
sampel dimasukkan ke dalam cawan dan baik selanjutnya dilakukan pengupasan
dikeringkan di dalam oven selama 3 jam pada kulitnya dengan pisau untuk
pada suhu 105 ºC. Setelah itu, cawan menghilangkan kotoran yang
didinginkan dalam desikator sekitar 30 menempelagar mengurangi kontaminasi
menit kemudian ditimbang sampai diperoleh pada rimpang dan didapatkan rimpang
bobot konstan. Penentuan kadar air yang benar- benar bersih.Selanjutnya
rimpang dicuci kembali dengan

LLDIKTI Wilayah X 131


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

menggunakan air sumur dalam waskom kemudian diaduk kuat-kuat hingga


plastik.Pencucian dilakukan secara cermat membentuk kristal merata kemudian
agar kulit atau kotoran yang masih biarkan hingga dingin.
menempel pada rimpang hilang dan Serbuk kasar/butiran kristal yang
rimpang yang dihasilkan benar-benar sudah didinginkan dihaluskan kembali
bersih.Pencucian yang dianjurkan yaitu dengan cara diblender. Hal ini dilakukan
menggunakan air yang mengalir agar dengan tujuan untuk mendapatkan serbuk
kotoran yang terlepas tidak menempel yang lebih halus dan merata. Serbuk halus
kembali. Kotoran yang melekat pada yang dihasilkan diayak menggunakan
bagian yang susah dibersihkan dapat ayakan saringan tepung ukuransekitar 80
dihilangkan dengan penyemprotan air mesh sehingga dapat dipisahkan antara
bertekanan tinggi atau dengandisikat. butiran halus dan besar. Proses pengayakan
Rimpang yang sudah dicuci berulang ini bertujuan untuk menyeragamkan derajat
ditiriskan menggunakan keranjang plastik kehalusan dan digunakan untuk
dengan cara dibolak- balik sehingga air akan memisahkan bahan serbuk dengan kotoran.
menetes pada sela-sela keranjang plastik. Serbuk yang sudah diayak kemudian
Penirisan dilakukan untuk mengurangi atau dikemas dalam plastik. Pengemasan serbuk
menghilangkan kandungan air pada rimpang sangat berpengaruh terhadap mutunya
tanaman. Rimpang yang sudah ditiriskan terkait dengan pengangkutan dan
kemudian dipotong dengan ukuran ±1cm penyimpanannya. Pengemasan bertujuan
untuk memudahkan proses pengolahan untuk melindungi serbuk saat
selanjutnya yaitu prosespemblenderan. pengangkutan dan penyimpanan dari
Rimpang dimasukkan ke dalam blender gangguan luar seperti suhu, kelembaban,
dan ditambahkan air untuk mempermudah cahaya, pencemaran mikroba serta
proses pemblenderan / penggilingan. gangguan berbagai jenis serangga. Bahan
Pemblenderan dilakukan sampai semua pengemas harus kedap air dan udara serta
rimpang terblender sehingga menghasilkan dapat melindungi isinya terhadap berbagai
sari / pati dari rimpang tanaman. Pati yang gangguan dari luar (Widiyastuti, 2015).
didapat kemudian disaring menggunakan Serbuk yang telah dikemas kemudian
kain dan diperas dengan tujuan untuk disimpan ditempat yang telah dipersiapkan
memaksimalkan perolehan sari / pati. dengan berbagai pertimbangan.
Pati hasil perasan kemudian dimasak Penyimpanan merupakan upaya untuk
menggunakan wajan cekung dan sendok mempertahankan kualitas fisik dan
kayu. Pemasakan dilakukan dengan kestabilan kandungan senyawa aktif
mencampurkan pati dan gula kemudian sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu
diaduk terus secara perlahan untuk yang ditetapkan. Selama dalam
menghindari terjadinya gosong hingga penyimpanan, serbuk dapat rusak dan turun
membentuk karamel atau mengental. Pada kualitasnya karena beberapa faktor internal
saat membentuk karamel aduk terus dengan dan eksternal (Widiyastuti, 2015).
api sedang hingga membentuk kristal. Penyebab kerusakan pada serbuk yang
Proses kristalisasi terjadi beberapa saat utama adalah air dan kelembaban. Kadar
setelah pemasakan berlangsung. Jika air sangat mempengaruhi kualitas dan daya
pemasakan sudah mencapai titik jenuh atau simpan serbuk karena jika kadar air tidak
mulai membentuk kristal, pemasakan sesuai dengan persyaratan maka serbuk
dihentikan dan dijauhkan dari api, akan mengalami perubahan fisik dan kimia

LLDIKTI Wilayah X 132


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

ditandai dengan tumbuhnya


mikroorganisme sehingga serbuk tidak Penetapan susut pengeringan
layak untuk dikonsumsi. Penetapan susut pengeringan
Serbuk herbal yang sudah jadi merupakan salah satu persyaratan yang
dilakukan pengujian dengan tujuan untuk harus dipenuhi dalam standardisasi tanaman
mendapatkan serbuk yang bermutu baik yang berkhasiat obat. Pada uji susut
dan memenuhi standar Farmakope Herbal pengeringan ini dilakukan pengukuran sisa
Indonesia Edisi I (2008), Peraturan BPOM zat setelah pengeringan pada temperatur 105
o
tahun 2014 serta SNI tentang syarat mutu C selama 5 jam yang kemudian dilanjutkan
obat tradisional. Pengujian yang dilakukan 1 jam berikutnya dan ditimbang kembali.
diantaranya pengamatan makroskopik, Hasil dari pengujian susut pengeringan yang
pengamatan mikroskopik, susut diperoleh yaitu jahe putih 0,0569%, jahe
pengeringan, uji cemaran mikroba dan merah 0,0189%, kencur 0,1239%, kunyit
pengujian kadar air. 0,0409% dan temulawak 0,0161%. Dimana
hasil dari susut pengeringan ini masih di
Pengamatan makroskopik bawah batas yang telah ditentukan. Batas
Berdasarkan pengamatan mikroskopik maksimum susut pengeringan untuk
yang dilakukan didapatkan hasil rimpang jahe merah, jahe putih dan kencur
karakteristik organoleptis (warna, bau, dan yaitu <10%, sedangkan untuk rimpang
rasa) dan morfologi dari masing-masing temulawak <13% dan kunyit <12%. Dengan
rimpang sesuai dengan standar yang telah mengetahui susut pengeringan dapat
ditetapkan berdasarkan Farmakope Herbal memberikan batasan maksimal (rentang)
Indonesia tahun 2008 (Tabel 1). tentang besarmya kadar senyawa atau zat
yang hilang pada proses pengeringan.
Pengamatan mikroskopik
Hasil pengamatan mikroskopik pada Uji cemaran mikroba
jahe merah diperoleh hasil berupa serabut, Pengujian cemaran mikroba termasuk
butir amilum, berkas pengangkut dan salah satu uji untuk syarat kemurnian
parenkim dengan sel sekresi.Pada jahe serbuk. Pengujian ini mencakup penentuan
putih diperoleh serabut, amilum, peridem jumlah mikroorganisme yang diperbolehkan
dan jaringan gabus tangensial.Pada kencur dan untuk menunjukkan tidak adanya bakteri
diperoleh hasil berupa parenkim dengan sel tertentu dalam serbuk. Pengujian cemaran
sekresi, parenkim, amilum, berkas mikroba dilakukan dengan uji angka
pengangkut penebalan spiral dan berkas lempeng total (ALT) yaitu dengan prinsip
pengangkutpenebalan tangga.Pada kunyit pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil
diperoleh hasil berupa trikomata, sel setelah cuplikan diinokulasikan pada media
parenkim berisi bahan berwarna kuning, lempeng agar dengan cara tuang dan
butir amilum dan berkas pengangkut. diinkubasi pada suhu yang sesuai. Kualitas
Pada temulawak diperoleh hasil berupa mikrobiologis dari produk minuman serbuk
serabut sklerenkim, butir amilum dan rimpang tanaman penting untuk diketahui
berkas pengangkut. Hasil pengamatan dikarenakan hal ini berkaitan dengan
mikroskopik yang diperoleh telah sesuai kelayakan konsumsi produk tersebut.
dengan standar yang telah ditetapkan Menurut Fardiaz dan Margino (2002),
berdasarkan Farmakope HerbalIndonesia analisis mikrobiologis dapat digunakan
tahun 2008. untuk mengetahui keberadaan mikroba

LLDIKTI Wilayah X 133


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

dalam makanan dan hasilnya sebagai Penentuan kadar air pada penelitian ini
indikator prosedur sanitasi selama menggunakan metode gravimetri yaitu
penanganan dan pengolahan, keamanan, terlebih dahulu menguapkan air yang ada
umur simpan, dan stabilitas produk. Uji dalam bahan dengan cara pemanasan pada
cemaran mikroba diambil pada pengenceran suhu 105 oC, kemudian bahan ditimbang
10-4 karena sudah menunjukkan jumlah sampai beratnya konstan.
cemaran yang sedikit. Hasil uji cemaran Berdasarkan Tabel 2, kadar air rimpang
mikroba dari masing-masing rimpang yaitu temulawak, jahe merah, jahe putih, kencur
temulawak 3,6x10-3, jahe putih 4,4x10-3, dan kunyit telah memenuhi syarat. Kadar air
jahe merah 5,1x10-3, kencur 3,4x10-3 dan yang diperbolehkan adalah <10% untuk
kunyit 5x10-3. Hasil yang didapatkan masih serbuk simplisia yang diseduh dengan air
di bawah batas maksimal yaitu 3x103 dan panas sebelum digunakan (BPOM, 2014).
≤107 koloni/g (BPOM, 2014). Adapun kadar air yang terdapat pada
Pencemaran dapat terjadi selama proses rimpang yaitu, jahe merah 0,82 %, jahe
pengolahan rimpang sampai diperoleh putih 2,26%, kencur 0,85%, kunyit 0,62%
serbuk herbal. Proses sortasi basah dan dan temulawak 1,18 %. Beberapa faktor
pencucian yang tidak maksimal dapat penting yang mempengaruhi kadar air
menyebabkan tumbuhnya mikroba. Mikroba adalah ketinggian tempat tumbuh,
yang tumbuh dapat berasal dari kotoran kelembapan dan intensitas sinar mahatari.
yang masih menempel pada rimpang. Ketinggian tempat tumbuh dapat
Kotoran dapat berupa tanah dan juga sisa mempengaruhi kondisi tanaman secara
pengupasan kulit rimpang yang masih morfologi dan fisiologis. Kadar air memiliki
menempel. Selain itu pencucian kain yang dampak besar pada umur simpan bahan
digunakan untuk menyaring pati rimpang pangan. Semakin banyak kadar air yang
juga dapat menyebabkan tumbuhnya terkandung, umur simpannya semakin cepat
mikroba apabila tidak dibersihkan dengan karena ada peluang bagi mikroba untuk
baik. tumbuh.
Menurut hasil penelitianPulung (2018),
Uji kadar air hasil uji kadar air pada serbuk sari rimpang
Kadar air adalah jumlah hidrat yang temulawak didapatkan hasil 16,2 % yang
terkandung dalam suatu zat atau jumlah air menunjukkan bahwa kadar airnya tinggi atau
yang diserap untuk memberikan batas atau tidak memenuhi standar. Tingginya kadar air
kisaran minimal kadar air dalam bahan disebabkan oleh proses pengeringan yang
(Depkes RI, 2000). Pengukuran kadar air
kurang optimal.
dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam
berbagai bidang, terutama sediaan dalam
bentuk serbuk. Tingginya kadar air dapat
mengakibatkan tumbuhnya jamur serta
bakteri pathogen seperti E. Coli, Salmonela,
S. aureus, Pseudomonasyang merugikan.
(Patra K., et all., 2010).

LLDIKTI Wilayah X 134


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

Tabel 1. Hasil pengamatan makroskopik rimpang


berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia

Sampel
Parameter Jahe Jahe putih Kencur Temulawak Kunyit
merah
Warna Putih Putih Coklat Kuning Kuning
kekuningan kekuningan sampai jingga kecoklatan
coklat
kemerahan
Bau Khas Khas Khas Khas Khas
Rasa Pedas Pedas Pedas Agak pahit Agak pahit
Bentuk Bulat telur Bundar Hampir Bundar Hampir
terbalik telur Bundar bundar
terbalik tidak sampai
beraturan bulat
panjang

Tabel 2.Hasil pengujian parameter standar serbuk herbal

Parameter
No Sampel Susut Cemaran
Kadar air
pengeringan mikroba
1. Jahe merah 0,0189% 5,1 x 10-3 0,82%
2. Jahe putih 0,0569% 4,4 x 10-3 2,2633%
3. Kencur 0,1239% 3,4 x 10-3 0,8566%
4. Kunyit 0,0409% 5 x 10-3 0,6266%
-3
5. Temulawak 0,0173% 3,6 x 10 1,1833%
Keterangan: Hasil pengujian parameter standar serbuk herbal sudah sesuai
dengan standar BPOM tahun 2014, Farmakope Herbal Indonesia
dan SNI tentang Syarat Mutu Minuman Serbuk Tradisional

SIMPULAN persyaratan mutu obat tradisional serta SNI


Prosedur pembuatan serbuk herbal tahun 1996 tentang syarat mutu minuman
dasawisma matahari telah memenuhi serbuk obat tradisional.
persyaratan berdasarkan Pedoman Budidaya,
Panen dan Pascapanen Tanaman Obat dan UCAPAN TERIMAKASIH
SOP Pascaanen Tanaman Obat (Rimpang). Penulis mengucapkan terima kasih
Serta parameter standardisasi yang diuji kepada kelompok Dasawisma Matahari atas
telah memenuhi persyaratan standar yang kerjasamanya menyediakan serbuk herbal
ada pada Famakope Herbal Indonesia tahun
untuk dianalisis dan distandardisasi
2008, Peraturan BPOM tahun 2014 tentang

LLDIKTI Wilayah X 135


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

berdasarkan standar yang ada.Terima kasih Fardiaz S. (2002). Mikrobiologi Pangan.


juga kepada Universitas Mohammad Natsir Bogor: Direktorat Jenderal Pendidikan
Bukittinggi dan LL DIKTI wilayah X yang Tinggi Pusat Antar IPB.
telah memfasilitasi penulis selama proses Hidayah, R., N. (2010). Standardisasi
penelitian. Ekstrak Metanol Kulit Kayu Nangka
(Artocarpus heterophylla Lamk)
DAFTAR PUSTAKA [Skripsi]. Fakultas
Farmasi:Universitas Muhammadiyah
Anonim. (1985). Cara Pembuatan
Surakarta.
Simplisia. Jakarta: Departemen
Indrasuari, A. A. A., Wijayanti, N. P. A. D.,
Kesehatan Republik Indonesia.
Dewantara, I. G. N. A. (2014).
BPOM. (2005). Kriteria dan Tata Laksana
Standarisasi Mutu Simplisia Kulit
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Buah Manggis (Garcinia mangostana
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
L.). Jurnal Farmasi Udayana, 3(1):99-
Jakarta: Departemen Kesehatan
101.
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
BPOM. (2014). Persyaratan Mutu Obat
(2013). Permenkes RI No. 88 tahun
Tradisional. Jakarta: Departemen
2013 tentang Rencana Induk
Kesehatan Republik Indonesia.
Pengembangan Bahan Baku Obat
BPOM. (2020). Informatorium Obat
Tradisional.
Modern Asli Indonesia (OMAI) di
Lestari, F., Rizka Suhaimi, Wildaniah,
Masa Pandemi Covid-19. Jakarta :
Wilda. (2018). Penetapan Parameter
Departemen Kesehatan Republik
Standar Simplisia dan Ektrak Etanol
Indonesia
Daun Kratom yang Tumbuh di
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kapbupaten Kapuas Huku dan
(2008). Farmakope Herbal Indonesia.
Kabupaten Melawi. Jurnal Insan
Jakarta: Departemen Kesehatan
Farmasi Indonesia, 1(1):72-84.
Republik Indonesia.
Patra. K. et all., 2010., Traditional
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Approaches Towards Standardization
(2000). Parameter Standar Umum
of Herbal Medicine, A-Review.,
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Journal of Pharmaceutical Science
Departemen Kesehatan Republik
and Technology Vol 2 (11)., 372-379.
Indonesia.
Pulung Maria Ludya. (2018). Standarisasi
Effendi, N. (2012). Standarisasi Simplisia
Nahan Rimpang Temulawak Asal
Daun Hantap (Sterculia coccinea Jack)
Monokwari Papua Barat sebagai
Asal Kabupaten Donggala Propinsi
Antimalaria Alami. Jurnal Kimia
Sulawesi Tengah sebagai Bahan Baku
FMIPA, 11(1): 7-14.
Sediaan Fitofarmaka. Jurnal Sains
Sahoo, N., Manchikanti, P., & Dey, S.
Matematika, 1(1):23-32.
(2010). Fitoterapia Herbal drugs:
Fanani, Zaenal, Ria Etikasari, Tiyas Putri
Standards and regulation. Fitoterapia,
Nugraheni. (2018). Analisis
81(6):462–471.
Makroskopik dan Mikroskopik Herba
Sachan A. Kr et all., 2016., Need of
Sengketan. Universitas
Standardization of Herbal Medicines
Muhammadiyah Purwokerto, 256-262.
in Modern Era., International Journal
of Phytomedicine 8., 300-307

LLDIKTI Wilayah X 136


Tika Afriani et al | Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk Herbaldasawisma
Matahari Yang Digunakan Sebagai Alternatif Pengobatan Di Puskesmas Rasimah Ahmad

(128-137)

Satmalawati, M. M. E., Nurwati, M., Falo, Widiyastuti. (2015). Pedoman Budidaya,


M. (2013). IbM Pengolahan Rimpang Panen dan Pascapanen Tanaman
Tanaman Obat di Desa Usapinot. Obat. Jakarta: Lembaga Badan
Universitas Timor, 4(2):18-29. Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

LLDIKTI Wilayah X 137

You might also like