You are on page 1of 6

STANDARISASI PARAMETER SPESIFIK DAN NON SPESIFIK EKSTRAK ETANOL TANAMAN

TEMULAWAK (Curcuma zanthorrhiza) SEBAGAI OBAT HERBAL TERSTANDAR

STANDARDIZATION OF SPECIFIC AND NON-SPECIFIC PARAMETERS OF TEMULAWAK


(Curcuma zanthorrhiza) ETHANOL EXTRACT AS A STANDARDIZED HERBAL MEDICINE
Nasya Efrilianda Putri1, Heldi Candra2, Fifin Oktaviani3
Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Batam
1
nasyaefril28@gmail.com
2
candra0777@gmail.com
3
fifin_oktaviani@yahoo.com

*Corresponding Author:

Nasya Efrilianda Putri


nasyaefril28@gmail.com

Abstract
Temulawak (Curcuma zanthorrhiza) known as Koneng Gede (West Java) is a plant from the Zingiberaceae
family. Temulawak has benefits as anticancer, anti-inflammatory, acne medication, antibacterial and
antifungal. This study aims to standardize specific and non-specific parameters of temulawak simplicia as a
standardized herbal medicine which is grown for 3 months in the yard of Griya Permata's, Kota Batam,
using observation and experimental methods including planting, harvesting, wet sorting, washing, chopping,
drying, dry sorting, grinding, packaging, and testing of specific and non-specific parameters at the
Pharmacognosy and Natural Materials Chemistry Laboratory of the Pharmacy Departement, University of
Batam for 3 months from January 2023 to March 2023. Sim research results Temulawak plisia contains
secondary metabolites of terpenoids and flavonoids. Non-specific parameter test for water content was
14.6%, drying shrinkage was 21%, total ash content was 10%. The specific parameters test for water-
soluble essence was 14% and 10% ethanol-soluble extract, and the TLC test obtained Rf1 of 0.175, Rf2 of
0.1875 and Rf3 of 0.625. The research results of temulawak simplicia ethanol extract meet the Indonesian
Herbal Pharmacopoeia standards as a standardized herbal medicine raw material.
Keywords: Curcuma zanthorrhiza, secondary metabolites, non specific parameters, specific parameters

Abstrak
Temulawak (Curcuma zanthorrhiza) dikenal dengan nama Koneng Gede (Jawa Barat) merupakan tanaman
dari famili Zingiberaceae. Temulawak memiliki manfaat sebagai antikanker, antiradang, obat jerawat,
antibakteri dan antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk standarisasi parameter spesifik, dan non spesifik
simplisia temulawak sebagai obat herbal terstandar yang ditanam selama 3 bulan di pekarangan rumah Griya
Permata, Kota Batam, dengan metode observasi dan eksperimental meliputi penanaman, pemanenan, sortasi
basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, penghalusan, pengemasan, dan uji parameter
spesifik, dan non spesifik di Laboratorium Farmakognosi dan Kimia Bahan Alam Program Studi Farmasi
Universitas Batam selama 3 bulan dari Januari 2023 sampai Maret 2023. Hasil penelitian simplisia
temulawak mengandung metabolit sekunder terpenoid dan flavonoid. Uji parameter non spesifik kadar air
sebesar 14,6%, susut pengeringan sebesar 21%, kadar abu total sebesar 10%. Uji parameter spesifik kadar
sari larut air sebesar 14% dan kadar sari larut etanol sebesar 10%, dan uji KLT diperoleh hasil Rf1 sebesar
0,175, Rf2 sebesar 0,1875 dan Rf3 sebesar 0,625. Hasil penelitian ekstrak etanol simplisia temulawak
memenuhi standar Farmakope Herbal Indonesia sebagai bahan baku obat herbal terstandar.
Kata Kunci: Temulawak, metabolit sekunder, parameter non spesifik, parameter spesifik
PENDAHULUAN yang baik dan benar sesuai dengan standar
Farmakognosi adalah salah satu cabang farmakope herbal edisi kedua tahun 2017.
dari ilmu farmasi yang mempelajari tentang Sedangkan tujuan khusus dari penelitian
bagian-bagian tanaman ataupun hewan yang diolah ini yaitu mengetahui parameter non spesifik yang
menjadi obat alami dengan melalui berbagai terdiri dari uji kadar air, kadar abu, susut
macam uji seperti uji farmakodinamik, uji pengeringan, kadar sari larut air, dan kadar sari
taksologi dan uji biofarmasetika. (Dhami N, 2013) larut etanol pada simplisia temulawak serta
Obat tradisional atau OT merupakan salah mengetahui metabolit sekunder dari simplisia
satu warisan budaya bangsa Indonesia yang temulawak.
digunakan secara turun temurun untuk
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta METODE PENELITIAN
pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam Penelitian ini menggunakan metode
perjalanan sejarah dengan didorong ilmu dan observasi, dan eksperimental meliputi penanaman,
teknologi yang semakin modern membantu OT pemanenan, sortasi basah, pencucian, perajangan,
lebih berkembang yang mengakibatkan pengeringan, sortasi kering, penghalusan,
peningkatan, pemanfaatan OT dan pelestarian pengemasan, dan uji metabolit sekunder, uji
jamu. (Farmakope Herbal, 2017) parameter spesifik dan non spesifik sesuai dengan
Obat herbal terstandar adalah hasil standar Farmakope Herbal Indonesia edisi II 2017.
pengembangan jamu atau hasil penelitian sediaan Penanaman bibit tanaman dilakukan selama 3
baru yang khasiat dan keamanannya telah bulan sebelum dilakukan pembuatan simplisia.
dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra-klinik. Diamati perkembangan dan faktor-faktor
Fitofarmaka adalah hasil pengembangan jamu atau interen maupun eksteren, perlakuan khusus seperti
obat herbal terstandar atau hasil penelitian sediaan pemberian pupuk, cuaca, dan faktor lainnya,
baru yang khasiat dan keamanannya dibuktikan perkembangan tanaman kemudian dicatat setiap
melalui uji klinik. (Farmakope Herbal, 2017) minggu, setelah 3 bulan tanaman dipanen dan
Herbal adalah bahan alam yang diolah dibuat menjadi simplisia.
maupun tidak diolah yang digunakan dengan
tujuan kesehatan yang dapat berasal dari hewan, Tempat dan Waktu Penelitian
tumbuhan, dan mineral. Sedangkan simplisia Penelitian ini dilaksanakan di
adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang Laboratorium Farmakognosi Prodi Studi Farmasi
digunakan untuk pengobatan dan belum Universitas Batam waktu yang digunakan untuk
mengalami pengolahan. Untuk pengeringan sendiri penanaman sampel dimulai pada tanggal 23
dapat dilakukan di bawah sinar matahari, diangin- September 2022 pukul 13.00 WIB sampai panen
anginkan, atau menggunakan oven dengan suhu 60 pada tanggal 2 Januari 2023 pukul 13.30 WIB. Di
derajat celcius. (Dhami N, 2013) pekarangan rumah Griya Permata, Kota Batam.
Macam-macam simplisia terdiri dari
simplisia segar yaitu bahan alam segar yang belum Sampel
dikeringkan. Simplisia nabati yaitu simplisia yang Sampel yang dipanen berupa rimpang
berasal dari tumbuhan utuh, bagian tumbuhan, atau temulawak (curcuma zanthorrhiza) yang di ambil
eksudat tumbuhan. Serbuk simplisia nabati adalah dari tanaman yang sudah ditanam selama 3 bulan,
bentuk dari simplisia nabati dengan ukuran derajat dilakukan proses pembuatan simplisia temulawak
kehalusan tertentu, dapat berupa serbuk sangat sesuai dengan standar pembuatan simplisia bahan
kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat halus. baku obat herbal.
Ekstrak yaitu sediaan kering, kental, ataupun cair
yang dibuat dengan menyaring simplisia nabati di Alat dan Bahan
luar cahaya matahari secara langsung. (Farmakope Alat yang digunakan dalam penelitian ini
Herbal, 2017) yaitu gelas beaker, erlenmeyer, gelas ukur, bunsen,
Menurut Ikalinus dkk, hasil uji metabolit blender, ayakan, kertas saring, cawan penguap,
sekunder dari simplisia temulawak mengandung batang pengaduk, oven, corong, gunting, labu
terpenoid karena di tandai dengan terbentuknya ekstraksi, kertas label, spidol, timbangan,
warna jingga, ungu dan cincin kecoklatan. aluminium foil, kaki 3 spiritus, kompor, waterbath,
(Ikalinus dkk, 2015) kasa, desikator, botol kaca, tank krus, cawan
Sedangkan menurut Agustina dkk, hasil uji krusibel dan kertas perkamen, labu didih, botol
metabolit sekunder dari simplisia temulawak vial, plat KLT dan lampu UV.
mengandung flavonoid. (Agustina dkk, 2016) Adapun bahan yang digunakan adalah
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu serbuk rimpang temulawak, ekstrak rimpang
mengetahui cara pembuatan simplisia temulawak temulawak, etanol 96%, aquades, kloroform,
heksan, etil asetat, methanol, dan silika gel, FeCl3, tanggal 30 September 2022 pukul 13.00 WIB
Meyer, Bouchardat, Dragendorff, HCL 2N. sampai panen pada tanggal 2 Januari 2023 pukul
13.30 WIB.
Pembuatan Simplisia Pemanenan dilakukan setelah umur
Penanaman tanaman 94 hari dan dianggap cukup untuk di
Tanaman Temulawak ditanam selama 3 panen. Proses penanaman sampai pemanenan
bulan, kemudian diamati perkembangan tanaman dilakukan selama 3 bulan 16 hari. Rimpang
tersebut dicatat pertumbuhan setiap minggu temulawak dipanen dengan menggunakan sekop
dengan memperhatikan faktor-faktor pertumbuhan tumbuhan dan dimasukkan ke dalam wadah.
baik internal maupun eksternal seperti curah hujan, Pengumpulan Sampel rimpang temulawak
keadaan cuaca, temperatur, keadaan tanah, air, yang sudah dipanen kemudian di timbang dan
cahaya matahari, pemberian pupuk, dan nutrisi. diperoleh sebanyak 608 gram dengan hasil utuh.
Pada saat pemanenan tumbuhan temulwak
Pemanenan dipisahkan dari tanah lalu di bersihkan. Kemudian
Pemanenan dilakukan setelah umur dilanjutkan tahap sortasi basah dengan cara
Temulawak 90 hari (3 bulan), Temulawak dipanen memisahkan bagian yang dipakai untuk pembuatan
menggunakan sekop tumbuhan dengan cara simplisia dan kotoran yang masih menempel pada
diambil rimpangnya kemudian dikummpulkan dan daun. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air
dimasukkan ke dalam wadah lalu ditimbang. pancuran keran selama 3 kali dengan tujuan
membersihkan kotoran yang masih menempel pada
Pembuatan Ekstrak daun dan batang.
Pembuatan ekstrak kental etanol Setelah pencucian diperoleh berat daun
temulawak (curcuma zanthorrhiza) dilakukan dan batang 609 gram karena adanya air yang
dengan metode maserasi. Simplisia yang sudah menambah berat pada rimpang tersebut.
halus ditimbang sebanyak 200 gr dan dimasukkan Selanjutnya dilakukan perajangan dengan
kedalam bejana lalu tambahkan pelarut etanol 70% menggunakan pisau. Ukuran perajangannya 3- 5
hingga sampel terendam 2 cm dari tinggi simplisia, cm. setelah itu dikering-anginkan dengan. suhu
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada tempat pengeringan yaitu 20°C-25°C, tujuannya agar
yang terlindung dari cahaya. Diaduk berulang- senyawa yang mudah terurai oleh matahari tidak
ulang, diserkai dan diperas. kemudian pisahkan hilang, waktu yang diperlukan untuk pengeringan
endapan yang diperoleh dan di pekatkan ini selama 3 hari.
menggunakan sokletasi. (Marjoni, 2016) Setelah itu dilakukan proses sortasi kering
dan bobot yang di dapat sebesar 109 gram. Hal ini
Uji Metabolit Sekunder menunjukkan jumlah penyusutan simplisia sebesar
Ekstrak yang sudah diperoleh dilakukan 500 gram karena air yang ada pada rimpang sudah
pengujian metabolit sekunder seperti alkaloid, menguap saat dikeringkan. Selanjutnya rimpang
flavonoid terpenoid, dan saponin. tersebut diblender hingga menjadi serbuk
temulawak. Ditahap akhir adalah pengepakan yang
Uji Parameter Non Spesifik dikemas dalam botol kaca dengan suhu
Pengujian parameter non spesifik yang penyimpanan 20°C - 25°C dan terhindar dari
terdiri dari organoleptis, uji kadar air, uji susut matahari.
pengeringan, uji kadar abu total sesuai denga
standar Farmakope Herbal Indonesia. Ekstraksi
Tujuan pembuatan ckstrak adalah untuk
Uji Parameter Spesifik menarik komponen kimia yang terdapat pada
Yang terdiri dari uji kadar sari larut air dan bahan alam.Bahan-bahan aktif seperti
kadar sari larut etanol serta uji Kromatografi Lapis
senyawa antimikroba dan antioksidan yang
Tipis (KLT).
terdapat pada tumbuhan pada umumnya
HASIL DAN PEMBAHASAN diekstrak dengan pelarut. Simplisia yang sudah
Tanaman Temulawak dengan nama. latin halus ditimbang sebanyak 200 gr dan
curcuma zanthorrhiza dari famili Zingiberaceae di dimasukkan kedalam bejana lalu tambahkan
tanam dari bibit yang di beli di pasar. Kemudian pelarut etanol 70% hingga sampel terendam 2
ditanam di pekarangan rumah Griya Permata, Kota cm dari tinggi simplisia, ditutup dan dibiarkan
Batam.. Tempat Peneliti berdomisili, agar selama 3 hari pada tempat yang terlindung dari
pengamatan tanaman lebih maksimal diamati jika cahaya. Diaduk berulang-ulang, diserkai dan
dekat dengan tempat tinggal, Penanaman dimulai diperas. kemudian pisahkan endapan yang
diperoleh dan di pekatkan menggunakan
sokletasi. Hasil filtrat yang didapatkan yaitu Tabel 1. Hasil Uji Pendahuluan Ekstrak
sebanyak 500 ml. Filtrat yang diperoleh
dilakukan pemekatan dengan sokletasi temulawak
diperolch ekstrak kental sebanyak 5 mg. Kandunga Reagen Hasil Hasi
n Pengamata l uji
Uji Metabolit sekunder Metabolit n
Uji Alkaloid Sekunder
Sebanyak 20 mg sampel ditambahkan Alkaloid Mayer Mayer: +
dengan 2 ml HCI 2 N dan CHC13 2ml dan Dragendro terbentuk
dikocok, setelah itu diambil larutan asam sebanyak ff endapan
1 ml direaksikan dengan pereaksi Dragendrof, Baucharda kuning
Bauchardat dan Meyer masing- masing 1 tetes. t
Positif alkaloid ditandai dengan terbentuk endapan Flavonoid 1 ml Hijau +
kuning dengan meyer, endapan merah kecoklatan metanol + kekuning-
pada pereaksi dragendrof dan endapan kuning pada 4 tetes kuningan
pereaksi bauchardat. Ammonia
(P)
Uji Flavonoid Saponin 10 ml Tidak -
Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci aquadest berbusa
dengan heksana sampai jernih. Residu dilarutkan Tanin FeCl3 1% Tidak ada -
dalam 20 mL etanol kemudian disaring. Filtrat perubahan
dibagi 3 bagian A, B dan C. Filtrat A sebagai Terpenoid Anisaldehi - -
blanko, filtrat B ditambahkan larutan H2SO4 d H2SO4
pekat. Jika terjadi perubahan warna hijau
kekuning-kuningan menunjukkan adanya Uji Parameter Non-Spesifik
flavonoid. Filtrat C ditambahkan larutan NaOH Organoleptis
10%. Jika terajdi warna biru-ungu menunjukkan Uji Parameter Non-Spesifik meliputi
adanya flavonoid. pemeriksaan organoleptis ekstrak diamati untuk
mendiskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa
Uji Tanin menggunakan panca indera hasil pengamatan
Sebanyak 3 mL sampel ditambahkan orgnoleptis seperti pada Tabel 2 di
dengan 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika bawah ini.
terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman Ekstrak Organoleptis Hasil
menunjukkan adanya tannin. Pemeriksaan
Herba Bentuk Ekstrak kental
Uji Terpenoid Warna
Sebanyak 20 mg sampel ditambahkan Temulawak Warna Oren kecokelatan
dengan asam asetat sampai ekstrak terendam, lalu Bau Khas aromatik
dibiarkan kurang lebih 15 menit kemudian ambil 6 Rasa Pahit
tetes larutan ditambahkan dengan ± 2-3 tetes Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak
H2SO4 pekat. Bila sampel positif mengandung Temulawak
senyawa terpenoid ditandai dengan terbentuknya
warna jingga, ungu dan cincin kecoklatan. Susut pengeringan
Uji susut pengeringan merupakan salah
Uji Saponin satu parameter non spesifik bertujuan untuk
Sebanyak 3 mL sampeldimasukkan ke dalam memberikan batasan maksimal (rantang) tentang
tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 mL air panas, besarnya senyawa yang hilang pada proses
didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama pengeringan dengan menggunakan alat oven
10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm dengan suhu 105°C sampai bobot konstan
yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak Sebanyak 2 gram simplisia serbuk temulawak.
hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 Kemudian dilakukan penimbangan secara konstan
M menunjukkan adanya saponin. dan diperoleh berat cawan krus, tutup krus, dan
simplisia dengan berat 66,7 gram. Selanjutnya di
oven selama 30 menit dengan suhu 105°C di oven.
Suhu ini diharapkan agar susut pengeringan pada
simplisia menguap dengan sempurna dan sesuai
dengan literatur Farmakope herbal. Maka diperoleh
hasil akhir dari simplisia yaitu 2,36 gram.
Hasil pengujian diperoleh presentase kadar
susut pengeringan sebesar 21% standar farmakope
mensyaratkan susut pengeringan tidak lebih dari
10%. Hasil pengujian menunjukkan susut Uji Parameter Spesifik
pengeringan tidak sesuai dengan standar Kadar sari larut air
farmakope. Hasil pengujian seperti pada Tabel. 3. Sebanyak 5 gram simplisia serbuk
temulawak dan pelarut air jenuh kloroform
Kadar air sebanyak 100 ml. Penggunaan pelarut ini untuk
Penetapan kadar air adalah pengukuran menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
kandungan air pada simplisia yang telah dapat menurunkan mutu dan kualitas dari
dikeringkan dan diserbukkan. Tujuan penetapan simplisia. Setelah itu dikocok berkali-kali selama 6
kadar air adalah memberikan batasan minimal jam pertama dan biarkan selama 18 jam. Hal ini
rentang besarnya kandungan air di dalam serbuk dilakukan untuk meningkatkan kontak antar serbuk
simplisia. simplisia dengan pelarut sehingga zat-zat aktif di
Sebanyak 3 gram simplisia serbuk dalam serbuk simplisia tersari pada pelarut dengan
temulawak dilakukan penimbangan secara konstan sempurna.
dan diperoleh berat cawan krus, tutup krus, dan Hasil pengujian kadar sari larut air jenuh
simplisia dengan berat 66,8 gram. Selanjutnya di kloroform pada simplisia tumbuhan temulawak
oven selama 30 menit dengan suhu 105°C. dengan sebesar yaitu 14% (g/g). Menurut Farmakope
suhu ini diharapkan kadar air pada simplisia Herbal Indonesia menetapkan kadar sari larut air
menguap dengan sempurna dan sesuai dengan tidak lebih dari 9,1%. Hasil pengujian seperti pada
literatur farmakope herbal. Tabel 4.
Hasil pengujian diperoleh ekstrak seberat
2,56 gram. Selanjutnya dihitung dengan rumus Kadar sari larut air.
presentase kadar air, dari perhitungan diperoleh Sebanyak 5 gram simplisia serbuk
kadar air sebesar 14,6%. Standar farmakope temulawak dilarutkan dalam pelarut etanol 100 ml.
mensyaratkan kadar air tidak lebih dari 10 % hasil Penggunaan pelarut ini untuk menghambat masa
pengujian menunjukkan uji kadar air tidak sesuai pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
dengan standar farmakope. Hasil pengujian seperti menurunkan mutu dan kualitas dari simplisia.
pada Tabel. 3. Setelah itu dikocok berkali-kali selama 6 jam
pertama dan biarkan selama 18 jam.
Kadar Abu Total Hasil kadar sari larut etanol pada ekstrak
Sebanyak 2 gram simplisia serbuk temulawak sebesar 11% (g/g). Menurut Farmakope
temulawak. Kemudian dilakukan penimbangan Herbal Indonesia Edisi menetapkan kadar sari larut
secara konstan. Kemudian di panaskan dalam oven etanol lebih dari dari 4,4%. Hasil pengujian seperti
dengan suhu 500°C diatas. Suhu ini digunakan pada Tabel 4.
agar seluruh senyawa organik terbakar secara Tabel 4. Hasil Uji Parameter Spesifik
sempurna dan hanya tersisa senyawa anorganik
seperti Na, Ca, Mg, dan lainnya. Hasil pengujian Penetapan Hasil Farmakope Herbal
kadar abu total diperoleh sebesar 15% (g/g). Indonesia
Menurut Farmakope Herbal Indonesia menetapkan Kadar sari larut 14% ≥9,1%
kadar abu total simplisia tumbuhan temulawak air
tidak lebih dari 4,8%. Kadar sari larut 11% ≥4,4%
Hasil pengujian menunjukkan uji kadar etanol
abu total tidak sesuai dengan standar farmakope
herbal Indonesia. Hasil pengujian seperti pada Uji Kromatografi Lapis Tipis
Tabel 3. Hasil pengujian kromatografi lapis tipis
Tabel 3. Hasil Uji Parameter Non Spesifik ekstrak n-heksana ditambah etil asetat dan
Penetapan Hasil Farmakope Herbal ditambah metanol ini terdiri dari Rf1,Rf2 dan Rf3.
Indonesia Rf1 diperoleh 0,175, Rf2 diperoleh 0,1875 dan Rf3
Kadar air 14% ≤10% diperoleh 0,625 di bawah sinar UV 254 nm. Hasil
Kadar abu 15% ≤4,8% dari temulawak yang diuji tidak memenuhi syarat
total dikarenakan tidak dilakukan kromatografi yang
Susut 21% ≤10% menyebabkan masih banyak cemara-cemaran lain
pengeringan pada sampel tersebut.
Kesehatan UIN Alaudin Makassar,
Makassar.
Sangi M, Runtuwene MRJ, Simbala HEI, Makang
VMA. Analisa Fitokimia Tumbuhan
Obat di Kabupaten Minahasa Utara.
KESIMPULAN
Chemistry Progress. 2008; Vol 1, No.1
Pembuatan serbuk temulawak dimulai dari
M. Mateblowski (1991), Curcuma xanthorrhiza
tahap penanaman, pemanenan, sortasi basah,
Roxb, penerbit PMI Verlag, ISBN 3-
pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering,
89119-173-1, ISBN 978-3-89119-173-6,
dan pengepakan. Hasil dari simplisia serbuk
halaman 36
temulawak yang diperoleh 109 gram. Pengamatan
organoleptis ekstrak kental etanol dengan warna
Coklat bau Khas aromatik dengan rasa pahit, hasil
uji metabolit sekunder ekstrak etanol tanaman
temulawak mengandung senyawa terpenoid dan
flavonoid.
Uji nilai parameter spesifik non spesifik
yaitu uji kadar air serbuk temulawak sebesar
14,6%, kadar susut pengeringan 21%, kadar abu
total sebesar 10%, kadar sari larut air 14%, dan
kadar sari larut etanol 10%, nilai KLT Rf1
diperoleh 0,175, Rf2 diperoleh 0,1875 dan Rf3
diperoleh 0,625.Hasil penelitian menunjukkan
ekstrak etanol simplisia temulawak memenuhi
standar farmakope herbal Indonesia dan memenuhi
standar untuk digunakan sebagai obat herbal
terstandar.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina S,Ruslan, Wiraningtyas A. 2016. skrining
fitokimia tanaman obat di kabupaten
bima, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
Afifah E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak.
Jakarta: Agro Media Pustaka. 5: 43-59
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Depkes, 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, cetakan pertama,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan, Jakarta

Dhami, N. (2013). "Trends in Pharmacognosy: A


modern science of natural medicines".
Journal of Herbal Medicine. 3 (4): 123–
131
Farmakope herbal indonesia. 2017. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta. ISBN: 978-602-
416-329-7. 378-382
Ikalinus, R., Widyastuti, S. K., & Setiasih, N. L. E.
(2015). Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol Kulit Batang Kelor ( Moringa
oleifera ). Indonesia Medicus Veterinus,
4(1), 71-79
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa,
dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal-
Kesehatan Vol VII No. 2, Fakultas Ilmu

You might also like