You are on page 1of 6

HADIS TENTANG SHOLAT JAMA’ KETIKA DALAM PERJALANAN

Mata Kuliah

HALAQAH HADIS PKU

Dosen Pengampu:

Dr. Dzikri Nirwana, M. Ag

Oleh:

ALFIAN ANWAR 180103020164

M. RIDHWAN BUSHAIRIY 200103020303

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

BANJARMASIN

2021
A. Matan Hadis

ْ‫ش ِاء‬
َ ‫ب َوال ِع‬
ِْ ‫ي ال َمغ ِر‬ َ ‫اّللُ َعلَي ِْو َو َسلَ َْم إِذَا َع ِج َْل بِِْو ال‬
َْ َ‫سي ُْر ََجَ َْع ب‬ َْ ‫صلَى‬ َِْ ُْ‫َعنْ اب ِْن ُع َم َْر قَالَْ َكا َْن َر ُسول‬
َ ‫اّلل‬

Ibnu Umar katanya; "Ketika beliau melakukan perjalanan dengan terburu-buru, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjamak antara shalat Magrib dan Isya'."

B. Takhrij Hadis

1. Muslim

َْ ‫صلَى‬
ُ‫اّلل‬ َِْ ‫ول‬
َ ‫اّلل‬ ُْ ‫ت َعلَى َمالِكْ َعنْ نَافِعْ َع ْن اب ِْن ُع َم َرْ قَالَْ َكا َْن َر ُس‬
ُْ ‫َح َدثَنَا ََي َيْ ب ُْن ََي َيْ قَالَْ قَ َرأ‬

ْ‫ش ِاء‬
َ ‫ب َوال ِع‬
ِْ ‫ي ال َمغ ِر‬ َ ‫َعلَي ِْو َو َسلَ َْم إِذَا َع ِج َْل بِِْو ال‬
َْ َ‫سي ُْر ََجَ َْع ب‬

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya], katanya; Aku pernah
menyetorkan hapalan di hadapan [Malik] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] katanya;
"Ketika beliau melakukan perjalanan dengan terburu-buru, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjamak antara shalat Magrib dan Isya'."1

2. Al-Bukhari

ِْ ‫ي َعنْ َس‬
ْ‫ال َعنْ أَبِ ِْيو قَالَْ َكا َْن النَِب‬ َِْ ‫َح َدثَنَا َعلِيْ ب ُْن َعب ِْد‬
ُْ ‫اّلل قَالَْ َح َدثَنَا ُسفيَا ُْن قَالَْ ََِسع‬
َْ ‫ت الزى ِر‬

ْ‫سي ُر‬ ِْ ‫ش‬


َ ‫اء إِذَا َج َْد بِِْو ال‬ َ ‫ب َوال ِع‬ َْ َ‫اّللُ َعلَي ِْو َو َسلَ َْم ََي َم ُْع ب‬
ِْ ‫ي ال َمغ ِر‬ َْ ‫صلَى‬
َ

Telah menceritakan kepada kami ['Ali bin 'Abdullah] berkata, telah


menceritakan kepada kami [Sufyan] berkata, Aku mendengar [Az Zuhriy] dari
[Salim] dari [bapaknya] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
menggabungkan (menjama') shalat Maghrib dan shalat 'Isya' bila terdesak (tergesa-
gesa) dalam perjalanan".2

3. Ibnu Majah

1
Muslim, No. 1139.
2
Bukhari, No. 1041.

1
َْ َ‫وسى َح َدثَنَا َش ِريكْ َعنْ َجابِرْ َعنْ َع ِامرْ َعنْ اب ِْن َعبَاسْ َواب ِْن عُ َم َْر ق‬
ُْ‫ال َس َْن َر ُسول‬ ُْ ‫َح َدثَنَا إَِسَ ِع‬
َ ‫يل ب ُْن ُم‬
ِ َْ ‫اّلل صلَى‬ ِ
ْ‫س َف ِْر ُسنَة‬
َ ‫ف ال‬ ِْ َ‫س َف ِْر َرك َعت‬
ْ ِ ‫ي َو ُُهَا َتََامْ غَي ُْر قَصرْ َوال ِوت ُْر‬ َ ‫اّللُ َعلَي ْو َو َسلَ َْم‬
َ ‫ص ََل َْة ال‬ َ َْ

Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Musa] berkata, telah


menceritakan kepada kami [Syarik] dari [Jabir] dari [Amir] dari [Ibnu Abbas] dan
[Ibnu Umar] keduanya berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi
contoh shalat safar dengan dua raka'at, sempurna dan tidak diringkas. Dan shalat
witir dalam perjalanan adalah sunnah. ".3

C. Syarah Hadis

Shalat jama’ terdiri dari dua kata yaitu kata “shalat” dan kata “jama’” kata ini berasal
dari bahasa arab yaitu “jama’”. Secara etimologi kata jama’ berarti “mengumpulkan atau
menghimpun”.4
Shalat jama’ merupakan suatu bentuk kemurahan dari Allah Swt. yang telah
memberikan rukhsah atau keringanan bagi manusia yang tidak dapat mengerjakan shalat
sebagaimana waktu yang ditentukan disebabkan karena adanya alasan-alasan tertentu. Bentuk
dari kemurahan ini adalah mufasir atau orang yang sedang melakukan perjalanan
diperbolehkan menqashar (memperpendek) shalat, yaitu pada shalat-shalat dengan jumlah
empat rakaat seperti dzuhur, ashar, isya’ dipendekkan menjadi dua rakaat. Dengan kata lain
shalat jama’ merupakan penggabungan atau pengumpulan dua shalat fardhu untuk dikerjakan
dalam satu waktu.
Adapun definisi shalat jama’ menurut istilah yaitu seseorang yang shalat
mengumpulkan antara shalat Zhuhur dan Ashar secara jama’ taqdim pada waktu shalat
Zhuhur dengan mengerjakan shalat Ashar bersama shalat Zhuhur sebelum waktu Ashar tiba,
atau mengumpulkan antara shalat Zhuhur dan Ashar secara jama’ ta’khir dengan
mengakhirkan shalat Zhuhur sehingga keluar waktunya, dan mengerjakannya bersama-sama
dengan shalat Ashar (pada waktu shalat Ashar). Begitu pula shalat Maghrib dan shalat Isya’
keduanya boleh dijama’, baik jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir.5

3
Ibnu Majah, 1184
4
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab- Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka
Progresif, 1984), h. 208.
5
Abdurrahman Al-Jaziri, kitab Al-fiqh Ala AL-Madzahib Al-Arba‟ah, (Mesir : Daarul
Fikri), Juz 1, t,th, h. 483.

2
Selanjutnya Sayyid Bakri menyebutkan sebagai berikut6 :

‫أي ضم إحدى الصَلتي لألخرى ف وقت واحد منهما سواء كانتا تآمتيْأومقصورتي أوْإحداُها تآمة‬

. ‫واألخرى مقصورة‬
Artinya: “yaitu mengumpulkan salah satu dari dua shalat kepada yang lain dalam satu
waktu dari keduanya, baik keduanya itu dikerjakan secara sempurna atau keduanya
dikerjakan secara qhasar atau salah satunya dikerjakan dengan sempurna dan yang lain
dikerjakan secara qhasar”.
Dengan demikian bahwa yang dimaksud shalat jama’ adalah mengumpulkan dua
shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu secara terpisah. Sedang shalat fardhu boleh
dikerjakan dengan menjama’ adalah shalat zhuhur dengan shalat Ashar , shalat Maghrib
dengan shalat Isya’, sedang shalat shubuh tidak boleh dikerjakan secara jama’
Dalil yang menjadi landasan dalam melaksanakan shalat jama’ adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al-Turmudzi dari sahabat Mu’adz yang berbunyi :

‫عن معاذ بن جبل أن النب صلى هللا عليو وسلم كان ىف غزوة تبوك إذا ارحتل قبل ْان تزيغ الشمس أخر‬

‫الظهر حىت َيمعها إىل العصر يصليهما َجيعا وإذا ارحتل ْبعد زيغ الشمس صلى الظهر والعصر َجيعا مث‬

ْ‫ وكان إذا ارحتل قبل املغربْأخر املغرب حىت يصليها مع العشاء وإذا ارحتل بعد املغرب عجل العشاء‬،‫سار‬
7
)‫فصَلىا مع املغربْ(رواه ابو داود‬
Artinya: “Dari Muadz bin Jabal „bahwasannya Nabi Saw. dalam perang tabuk, apabila
beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau mentakhirkan shalat Zhuhur hingga
beliau kumpulkan dengan shalat Ashar, beliau gabungkan keduanya (Zhuhur dan Ashar)
waktu Ashar, dan apabila berangkat sesudah tergelincir matahari, beliau kerjakan shalat
Zhuhur dan Ashar sekaligus, kemudian beliau berjalan. Dan apabila beliau berangkat
sebelum Maghrib, beliau mentakhirkan Maghrib hingga beliau melakukan shalat Maghrib
beserta Isya‟ dan apabila beliau berangkat sesudah waktu Maghrib beliau segerakan shalat
Isya‟ dan beliau menggabungkan shalat Isya‟ bersama Maghrib” (HR. Abu Daud).

6
Sayyid Bakri, I‟anah Al-Thalibin, (Semarang : Maktabah Wa Mathba’ah Toha Putra),
Juz 2 t,th, h. 99.
7
Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Semarang : Maktabah Wa Mathba’ah Toha Putra), Juz 1 t,th, h. 8

3
Diperbolehkan menjamak sholat ketika melakukan perjalanan, atau ketika sedang
sakit yang apabila tidak dikerjakan (jamak sholat) tersebut menimbulkan kesusahan. Hal ini
sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang juga melaksanakan jamak terhadap sholat.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa sholat hanya boleh dijamak ketika berada di
padang Arafah dan Muzdalifah bagi orang yang sedang berihram, selain 2 tempat tersebut
tidak diperkenankan. 8 Sedangkan Imam Syafi’i 9 , Imam Malik 10 dan Imam Ahmad
memperbolehkan hal tersebut (menjamak di tempat selain Arafah dan Muzdalifah).11

Adapun menjamak sholat dalam keadaan perjalanan yang terhitung pendek (tidak
terlalu jauh), maka Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad tidak membolehkannya.
Sedangkan Imam Syafi’i memperbolehkannya jika ada udzur, seperti hujan.12

Perihal kebolehan menjamak sholat, para Imam madzhab yang 4 bersepakat bahwa
hukumnya sunnah menjamak sholat ketika berada di padang Arafah danMuzdalifah. 13
Adapun di luar dari 2 tempat tersebut, maka hanya Imam Abu Hanifah yang tidak
memperbolehkannya.14

Tata cara pelaksanaannya adalah dengan melakukan jamak sholat Zuhur dengan
Ashar atau sholat Maghrib dengan Isya di waktu akhir dari 2 pilihan tersebut (Ahsar dan
Isya), namun boleh saja hukumnya melakukannya di waktu awal (Zuhur dan Maghrib).15

Adapun mengenai sebab yang memperbolehkan dilakukannya jamak sholat, maka


para Imam Madzhab yang 4 bersepakat bahwa bagi yang melakukan perjalanan
diperbolehkan menjamak sholat.16 Adapun di luar perjalanan, maka diperbolehkan jika dia
memiliki uzdur.17

D. Durus al-Mustafadah

1. Islam adalah agama yang toleran dan tidak memaksakan ajaran. Bukan hanya terhadap orang
diluar Islam, orang Islam sendiri merasakan hal tersebut. Salah satunya adalah dengan adanya
rukhshah sholat saat dalam perjalan, yaitu boleh dijama‟.

8
Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Fathul Qadir, Juz 1, 407.
9
Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj, Juz 2, 393.
10
Ahmad bin Muhammad bin Ahmad ad-Dardir, As-Syarh ash-Shaghir, Juz 1, 174.
11
Manshur bin Yunus al-Bahuti al-Hanbali, Kisyaf al-Qana‟, Juz 3, 287.
12
Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj, Juz 2, 402.
13
Muhammad Arafah ad-Dasuqi, Hasyiyat ad-Dasuqi, Juz 1, 368.
14
Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahal as-Sarkhasi al-Hanafi, Al-Mabsuth, Juz 1, 149.
15
Ahmad bin Muhammad bin Ahmad ad-Dardir, Asy-Syarh ash-Shaghir, Juz 1, 175.
16
Muhammad Arafah ad-Dasuqi, Hasyiyat ad-Dasuqi, Juz 1, 368.
17
Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj, Juz 2, 402.

4
2. Nabi Muhammad SAW mencontohkan bahwa dalam perjalanan yang panjang boleh
menjamak sholat, hal ini mengisyaratkan bahwa dakwah atau ajaran yang beliau sebarkan itu
adalah salah satunya dengan contoh atau lisan al-haal.
3. Adanya kebolehan menjamak sholat ketika dalam perjalanan adalah bukti bahwa Islam tidak
hanya mengutamakan umatnya dalam perihal spiritual (habl min Allah), akan tetapi Islam
juga menyeimbangkan kehidupan dunia mereka agar tidak terlantar (habl min an-naas).

You might also like