Professional Documents
Culture Documents
Abstract. The traditional rules of Bali regulate the use of space as a manifestation of the
rules of palemahan in the Tri Hita Karana concept. The arrival of Moslem migrants to
Tabana urban area forms the Moslem community of Kampung Jawa which is the largest
Moslem community in the Tabanan urban area and still exists today. The high intensity of
interaction between Moslems and Hindus has resulted in spatial acculturation related to
the rules of palemahan. This research aims to find out the process of spatial acculturation
of the Moslem community in urban Tabanan Bali. The method used was a case study
method with the Kampung Jawa area as a case unit. Data collection of case evidence was
obtained through observation and in-depth interviews to the informant who are considered
to have knowledge of the variety and spatial acculturation processes that occur and
supported by other secondary data. This study found a different process and time of
formation in each type of spatial acculturation that occurred. Spatial acculturation of the
Moslem community of the Kampung Jawa in Tabanan urban takes several stages of the
process, namely: (1) social interaction, (2) Moslem understanding of Hinduism, (3)
Moslem adaptation, (4) Hindus understanding of Moslems, (5) acculturation, and (6)
expansion of space, actors, and type of spatial acculturations.
Abstraksi. Aturan adat Bali mengatur pemanfatan ruang sebagai wujud aturan palemahan
dalam konsep Tri Hita Karana. Kedatangan migran Muslim ke kawasan perkotaan
Tabanan membentuk komunitas Muslim Kampung Jawa yang merupakan komunitas
Muslim terbesar di kawasan perkotaan Tabanan dan masih eksis hingga saat ini.
Tingginya intensitas interaksi Muslim dan warga Hindu mengakibatkan terjadinya
akulturasi keruangan terkait dengan aturan palemahan. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan proses akulturasi keruangan komunitas Muslim di perkotaan Tabanan Bali.
Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan kawasan Kampung Jawa
sebagai unit kasus. Pengumpulan data bukti-bukti kasus diperoleh melalui observasi dan
wawancara mendalam kepada narasumber yang dinilai memiliki pengetahuan terhadap
ragam dan proses akulturasi keruangan yang terjadi dan didukung dengan data sekunder
lainnya. Penelitian ini menemukan adanya proses dan waktu pembentukan yang berbeda-
beda pada tiap ragam akulturasi keruangan yang terjadi. Akulturasi keruangan komunitas
Muslim Kampung Jawa di perkotaan Tabanan menempuh beberapa tahapan proses, yaitu:
(1) interaksi sosial, (2) pemahaman Muslim terhadap Hindu, (3) Adaptasi Muslim, (4)
pemahaman warga Hindu terhadap Muslim, (5) akulturasi, dan (6) perluasan ruang,
pelaku, dan ragam akulturasi keruangan.
Kampung Jawa dan masyarakat adat Hindu sebelumnya serta memperkaya penelitian
di kawasan perkotaan Tabanan. mengenai akulturasi antara komunitas
Bakker (1984) menyatakan bahwa Muslim dengan masyarakat adat Hindu
proses akulturasi bermula dengan masih Bali.
adanya adanya batas perbedaan budaya
METODE PENELITIAN
yang terlihat jelas, kemudian tumpang
Pendekatan penelitian ini adalah
tindih satu sama lain. Tumpang tindih
pendekatan studi kasus. Penelitian
kebudayaan ini berlangsung lapisan demi
mengenai akulturasi merupakan penelitian
lapisan yang semakin lama terjadi semakin
yang tidak pernah lepas dari permasalahan
luas dan dalam. Lebih jauh lagi, Kim
budaya. Menurut Endraswara (2006),
(2001) menyatakan bahwa akulturasi
dengan menggunakan metode studi kasus
berawal ketika migran mulai berinteraksi
maka permasalahan kebudayaan akan
dengan pribumi setelah melalui proses
terangkat ke permukaan, celah-celah
sosialisasi sebelumnya. Sebelum terjadi
kehidupan budaya yang tidak wajar dapat
akulturasi, ada proses enkulturasi/adaptasi
muncul. Selain itu metode studi kasus dapat
budaya untuk mempertahankan eksistensi
mengkaji budaya secara naturalistik,
migran. Sementara itu, Dearborn (2008)
holistik, dan fenomenologis.
mengemukakan bahwa di dalam akulturasi
Untuk mengungkapkan bagaimana
keruangan meskipun ada usaha untuk
proses akulturasi keruangan komunitas
mempertahankan kebudayaan daerah asal,
Muslim di perkotaan Tabanan, maka
secara perlahan tetap terjadi transformasi
penelitian ini mengunakan single case
budaya secara luas mendekati budaya
design. Dalam single case design ini, unit
wilayah yang ditempatinya. Transformasi
kasus yang dipilih merupakan kasus yang
ini meliputi bentuk dan arti tempat tinggal
unik dan memiliki nilai interaktif yang
beserta manusia, kegiatan, dan segala hal
tinggi (Stake, 2006). Unit kasus yang
yang ada di dalamnya. Dari beberapa teori
dipilih dalam penelitian ini adalah
yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di
Kampung Jawa yang merupakan tempat
atas, belum ada yang mengungkapkan
komunitas Muslim tertua di kawasan
secara jelas dan rinci mengenai tahapan-
perkotaan Tabanan. Adapun unit kasus ini
tahapan yang ditempuh dalam proses
dipilih melalui proses grandtour yang
akulturasi keruangan.
dilaksanakan pada tahap persiapan.
Penelitian ini bertujuan untuk
Tahapan selanjutnya merupakan tahap
menemukan proses akulturasi keruangan
pengumpulan data. Dalam kegiatan
komunitas Muslim Kampung Jawa di
pengumpulan data penelitian ini, sumber-
perkotaan Tabanan Bali. Tahapan-tahapan
sumber bukti kasus yang digunakan antara
yang ditempuh dalam proses akulturasi
lain diperoleh melalui wawancara,
keruangan terutama yang terjadi pada
observasi, dan pengumpulan data sekunder.
akulturasi keruangan antara komunitas
Wawancara mendalam (in-depth interview)
Muslim Kampung Jawa dan masyarakat
dilakukan kepada narasumber yang dinilai
adat Hindu Bali di kawasan perkotaan
memiliki pengetahuan terhadap ragam dan
Tabanan diungkapkan secara rinci dalam
proses akulturasi keruangan yang terjadi.
penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk
Hasil wawancara kemudian dikonfirmasi
melengkapi teori-teori mengenai proses
melalui kegiatan focuss group discussion
akulturasi keruangan yang sudah ada
sudah berkembang menjadi lebih dari 700 pembauran berbagai aktivitas manusia
KK pada banjar Tunggalsari dan sekitar 250 tersebut (Doxiadis, 1971). Di sinilah
KK pada banjar Tegal Belodan. akulturasi keruangan terjadi.
Pesatnya perkembangan Muslim Migran Muslim dan warga asli Hindu
dicirikan dengan perkembangan memiliki aktivitas yang sangat berbeda.
permukiman Muslim ke arah luar Kampung perbedaan ini tidak hanya mengenai
Jawa. Hal ini berakibat pada percampuran aktivitas keagamaan, namun juga aktivitas
lokasi tempat tinggal antara Muslim dan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
Hindu. Kondisi demikian menyebabkan itu di dalam akulturasi keruangan, tidak
intensitas interaksi yang tinggi antara hanya mengenai pemanfaatan ruang untuk
Muslim dan warga Hindu, apalagi aktivitas keagamaan, melainkan aktivitas
keberadaan Muslim diterima dengan baik apapun yang menjadi ciri khas migran
oleh warga Hindu setempat. Bahkan warga Muslim maupun warga adat Hindu. Adapun
Hindu Bali sudah menganggap Muslim akulturasi keruangan yang ditemukan di
sebagai nyama selam (saudara Muslim). kawasan Kampung Jawa adalah: adanya
Kedekatan hubungan ini berdampak pada kios baju bekas Pasar Kodok yang dimiliki
adanya kesalingpemahaman dalam oleh warga Hindu Bali; adanya kegiatan
pemanfaatan ruang. pengajian pada tanah milik warga Hindu;
Ruang dimanfaatkan untuk melakukan adanya rumah duka di kawasan kuburan
aktivitas manusia. Semakin banyak manusia Muslim Tunggalsari; dan adanya ruang
yang tinggal di suatu tempat, maka semakin parkir jamaah masjid di badan jalan.
kompleks aktivitas kelompok manusia
tersebut. Hal ini akan mengakibatkan
pemanfaatan ruang yang sama dengan
menghindari kejadian meninggal dan Tabanan tepat berada di pinggir jalan tanpa
perawatan jenazah dan adanya rumah duka adanya ruang parkir di dalam kawasan
dalam kawasan kuburan Muslim masjid. Sementara itu sebagai masjid agung
merupakan wujud adaptasi warga Muslim yang merupakan masjid terbesar di wilayah
Kampung Jawa terhadap aturan adat Hindu. perkotaan Tabanan, jamaah yang
Dengan adanya aturan adat Hindu, Muslim berkunjung ke masjid ini sangat banyak,
yang tinggal di rumah sewa milik warga terutama pada waktu pelaksanaan ibadah
Hindu tidak lagi mengurus jenazah di khusus, seperti hari jumat dan hari raya.
rumah duka. Dengan demikian keberadaan Jamaah yang berkunjung ke masjid ini tidak
rumah duka di kawasan kuburan Muslim hanya warga Muslim Kampung Jawa saja,
merupakan wujud dari adaptasi keruangan melainkan warga-warga Muslim di sekitar
dan belum sampai pada proses akulturasi perkotaan Tabanan maupun Muslim yang
keruangan. sedang melintas. Ketidaktersediaan ruang
parkir di dalam areal masjid mengakibatkan
penggunaan ruang di pinggir Jalan
Kamboja serta gang-gang kecil di
sekitarnya (Jalan Belimbing) sebagai ruang
parkir.
Sekitar Masjid Agung Tabanan
terutama di Jalan Kamboja dan Jalan
Belimbing terdapat banyak tempat tinggal
Gambar 5. Tahapan Proses Akulturasi warga Hindu. Warga Hindu yang
Keruangan pada Rumah Duka di Kawasan menganggap Muslim sebagai nyama selam
Kuburan Muslim tidak merasa keberatan atas penggunaan
Sumber : Analisis peneliti, 2019 ruang publlik ini. Toleransi ini merupakan
Proses Akulturasi Keruangan pada wujud adanya pemahaman warga Hindu
Ruang Parkir Jamaah Masjid di Badan terhadap kebutuhan ruang aktivitas Muslim.
Jalan Pemahaman ini muncul karena adanya
Komunitas Muslim pada masa interaksi sosial yang sangat intensif antara
keruntuhan Kerajaan Tabanan (sekitar warga Muslim dengan warga Hindu. Dalam
tahun 1906) diberikan tempat permukiman penggunaan ruang publik sebagai tempat
dan dua bidang tanah untuk areal masjid parkir jamaah masjid, warga Muslim selalu
dan kuburan. Pada awalnya masjid di berkoordinasi dan melibatkan perangkat
kawasan Kampung Jawa ini berada di adat dan perangkat keamanan baik itu
Kampung Jawa bagian utara (Jalan kepolisian, petugas keamanan Yayasan
Kenyeri) kemudian pada tahun 1977 seiring Marzuki, maupun pecalang adat Hindu.
dengan perkembangan pesat penduduk Koordinasi Muslim dengan perangkat
Muslim, maka lokasi masjid dipindahkan adat setempat dalam penggunaan ruang
ke bagian tengah Kampung Jawa, tepatnya publik ini ditujukan untuk menjaga
di Jalan Kamboja. keharmonisan hubungan Muslim dengan
Jl. Kamboja merupakan jalur ramai Hindu. Hal ini merupakan perilaku adaptasi
karena merupakan jalan searah yang yang dilakukan oleh warga Muslim karena
menghubungkan pusat perkotaan Tabanan pada awalnya muncul kekhawatiran
dengan jalan bypass. Posisi Masjid Agung mengenai penyalahgunaan pemanfaatan
ruang menurut ajaran yang dianut oleh teori yang dikemukakan oleh Kim (2001)
warga Hindu sekitar masjid. Kondisi bahwa akulturasi terjadi ketika migran
akulturasi keruangan adalah ketika mulai berinteraksi dengan pribumi setelah
digunakannya ruang publik di sekitar melalui proses sosialisasi sebelumnya.
tempat tinggal warga Hindu sebagai ruang Dengan demikian jelas bahwa tahapan
parkir jamaah masjid dan adanya pecalang pertama yang dilalui pada proses akulturasi
adat yang terlibat dalam pengaturan keruangan komunitas Muslim Kampung
keamanan pada ruang parkir tersebut. Jawa di perkotaan Tabanan adalah tahapan
Gambar 6. Menyajikan skema tahapan interaksi sosial.
proses akulturasi keruangan yang dilalui Bakker (1984) menyatakan bahwa di
pada penggunaan ruang publik sebagai dalam proses akulturasi keruangan akan
ruang parkir jamaah Masjid Agung terjadi tumpang tindih budaya yang
Tabanan. berlangsung lapisan demi lapisan yang
semakin lama semakin luas dan dalam.
Akan tetapi tidak dijelaskan secara rinci
mengenai tahapan-tahapan yang dilaluinya.
Sementara itu Kim (2001) mengungkapkan
bahwa sebelum terjadi akulturasi, terjadi
proses adaptasi. Namun, bagaimana proses
menuju adaptasi tidak dijelaskan lebih
lanjut.
Berdasarkan temuan pada beberapa
ragam akulturasi keruangan di Kampung
Jawa diketahui bahwa dalam tahap interaksi
sosial selalu ada penyampaian kondisi,
karakteristik, maupun aktivitas dari masing-
Gambar 6. Tahapan Proses Akulturasi masing pelaku akulturasi. Dari aktivitas ini
Keruangan pada Ruang Parkir Jamaah akan dicapai adanya pemahaman kondisi,
Masjid di Badan Jalan karakteristik, maupun aktivitas antar
Sumber : Analisis peneliti, 2019 masing-masing pelaku akulturasi. Apabila
Pembahasan dicermati lebih mendalam, ternyata warga
Untuk menemukan proses akulturasi Muslim sebagai migran lebih dahulu
keruangan komunitas Muslim Kampung memahami kondisi, karakteristik, maupun
Jawa di perkotaan Tabanan, dilakukan aktivitas para warga Hindu. Hal ini
dengan melakukan generalisasi kualitatif dilatarbelakangi oleh kemauan migran
pada masing-masing proses ragam Muslim untuk tetap eksis di tempat tinggal
akulturasi keruangan yang terjadi. Dari barunya tanpa adanya konflik dengan warga
berbagai ragam akulturasi keruangan yang Hindu sebagai tuan rumah. Pemahaman
ditemukan di lokasi penelitian, setiap ragam warga Muslim ini terutama pada aturan adat
menempuh proses, waktu kejadian, dan Hindu karena aturan adat Hindu mengatur
waktu tempuh proses yang berbeda-beda. aktivitas yang dilakukan dalam lingkungan
Seluruh proses yang terjadi selalu diawali itu termasuk lingkungan yang ditempati
dengan adanya interaksi sosial antara warga oleh warga Muslim. Kim dalam Lee (2018)
Muslim dan Hindu. Hal ini sesuai dengan juga mengungkapkan hal serupa, yaitu
migran akan lebih memahami dan Hindu mengenai hubungan antar manusia
kemudian mengadopsi norma dan nilai (pawongan) serta adanya anggapan bahwa
yang berlaku dalam kelompok masyarakat Muslim merupakan nyama selam sehingga
tuan rumah. Dalam konteks ini, migran muncul sikap toleransi warga Hindu
Muslim Kampung Jawa beradaptasi dengan terhadap warga Muslim. Faktor yang
melakukan perubahan aktivitas-aktivitas di menjembatani terjadinya kondisi
dalam ruang yang menyesuaikan aturan- pemahaman ini adalah adanya interaksi
aturan adat Hindu yang berlaku tanpa sosial antara warga Hindu dan Muslim yang
menyimpang dari aturan agama Islam. terjalin dengan baik. Seperti dalam proses
Adapun aturan-aturan adat Hindu di pemahaman warga Muslim terhadap aturan
kawasan perkotaan Tabanan dituangkan ke adat Hindu, warga Hindu juga mengetahui
dalam awig-awig Desa Pakraman Kota berbagai hal terkait warga Muslim juga
Tabanan. melalui pemberitahuan dari mulut ke mulut
Dalam berbagai ragam akulturasi dari warga Muslim sendiri maupun antar
keruangan yang terjadi pada komunitas warga Hindu. Akan tetapi pemahaman yang
Muslim Kampung Jawa di perkotaan dicapai oleh warga Hindu adalah
Tabanan, tidak semua tahap adaptasi yang pemahaman mengenai kebutuhan ruang
terjadi bersifat keruangan. Hanya pada bagi Muslim dalam melakukan
rumah duka di kawasan kuburan Muslim aktivitasnya. Selain itu, terjadi pemahaman
saja yang adaptasinya merupakan adaptasi warga Hindu terhadap aktivitas non
keruangan. Dengan demikian maka dalam keagamaan Muslim yang dipandang dapat
proses akulturasi keruangan pada wilayah dilakukan juga oleh warga Hindu dan
penelitian tidak hanya proses yang bersifat dinilai menguntungkan. Dengan demikian,
keruangan saja yang menyertainya, maka dapat dikatakan bahwa tahapan
melainkan proses-proses non keruangan pemahaman warga Hindu terhadap kondisi,
pun turut menyertainya. Proses non karakteristik, dan kegiatan warga Muslim
keruangan ini berupa proses adaptasi sosial merupakan kelanjutan dari proses adaptasi
dalam bentuk sharing informasi dan dan proses interaksi sosial.
koordinasi dengan warga dan perangkat Pada saat warga Hindu sudah
adat Hindu. memahami mengenai kebutuhan ruang
Pemahaman warga Muslim terhadap aktivitas warga Muslim, maka terjadilah
kondisi, karakteristik, dan aktivitas warga kondisi akulturasi keruangan. Dalam tahap
Hindu telah berlangsung. Akan tetapi ini terjadi kondisi pemanfaatan ruang-ruang
kapankah warga Hindu sendiri memahami publik untuk kegiatan keagamaan Islam.
kondisi, karakteristik, dan aktivitas warga Replikasi aktivitas Muslim oleh warga
Muslim? Pada berbagai ragam akulturasi Hindu dan pelaksanaan kegiatan keagamaan
keruangan yang terjadi, kondisi ini tercapai Islam pada ruang privat Hindu merupakan
setelah terjadinya kondisi adaptasi yang wujud akulturasi keruangan di tingkat
dilakukan oleh warga Muslim. Dalam hal lanjutan yang lebih dalam. Replikasi
ini warga Hindu melihat secara kasat mata aktivitas Muslim oleh warga Hindu yang
aktivitas adaptasi yang dilakukan oleh dimaksud di sini bukan merupakan aktivitas
warga Muslim dan kemudian timbul dengan keagamaan, melainkan aktivitas sehari-hari
sendirinya pemahaman tersebut. Hal ini yang menjadi ciri khas Muslim. Aktivitas
didukung juga dengan adanya ajaran agama keagamaan Muslim tidak hanya dilakukan
oleh Muslim pada ruang publik saja tetapi yang akhirnya memunculkan semakin
sudah sampai pada ruang privat Hindu. Jadi beragamnya akulturasi keruangan yang
dalam hal ini untuk aktivitas keagamaan terjadi.
tetap dilakukan oleh Muslim, hanya Proses akulturasi yang semakin luas
ruangnya saja yang semakin masuk ke dan semakin dalam ini sesuai dengan yang
dalam ruang Hindu, yaitu dari ruang publik diungkapkan oleh Bakker (1984). Dalam
ke ruang privat Hindu. Sementara untuk hal ini, proses akulturasi keruangan
aktivitas non keagamaan Muslim, komunitas Muslim Kampung Jawa di
perluasannya kepada pelaku (warga Hindu) Perkotaan Tabanan memberikan penjelasan
dan ruang privat Hindu. Meskipun yang lebih detail mengenai teori yang
demikian, tidak menutup kemungkinan dikemukakan oleh Bakker (1984), dimana
adanya replikasi aktivitas kegamaan yang perluasan akulturasi keruangan yang terjadi
dilakukan oleh Muslim maupun warga dalam hal ragam, pelaku dan ruang.
Hindu. Dengan demikian terlihat jelas Sementara tingkat kedalaman akulturasi
bahwa dalam tahap lanjutan ini terjadi keruangan adalah dalam hal status
peningkatan kedalaman dalam hal jenis kepemilikan ruang tempat akulturasi terjadi
kepemilikan ruang, serta terjadi perluasan dan jenis aktivitas yang direplikasi.
ruang dan pelaku akulturasi.
Selain perluasan tersebut, akulturasi
keruangan dalam tahap lanjutan juga terjadi
perluasan ragam akulturasi keruangan. Pada
berbagai ragam akulturasi keruangan yang
terjadi di Kampung Jawa diketahui bahwa
masing-masing ragam akulturasi keruangan
memiliki waktu permulaan proses yang
berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa
seiring berjalannya waktu, akulturasi
keruangan pun semakin beragam. Semakin
beragamnya akulturasi keruangan yang
terjadi muncul karena pada masing-masing
tahapan proses terus berlangsung tanpa
pernah terhenti dengan sempurna. Semakin
banyaknya aturan-aturan adat Hindu yang
dipahami oleh Muslim, maka akan semakin
banyak pula adaptasi aktivitas Muslim Gambar 7. Tahapan Proses Akulturasi
terhadap aturan agama tersebut. Di sisi lain, Keruangan Komunitas Muslim Kampung
semakin pahamnya warga adat Hindu Jawa di Perkotaan Tabanan
terhadap aktivitas Muslim, tentu saja akan Sumber: Analisis peneliti, 2019
terjadi pemahaman kebutuhan ruang bagi
Muslim untuk aktivitas keagamaan lainnya SIMPULAN
serta munculnya replikasi-replikasi aktivitas Dari analisis dan pembahasan
non keagamaan bahkan mungkin replikasi mengenai proses akulturasi keruangan dapat
aktivitas keagamaan Muslim lainnya oleh ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa
warga adat Hindu. Kondisi seperti inilah tahapan yang dilalui dalam proses
DAFTAR PUSTAKA