You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No.

1 Agustus Tahun 2019

TRADISI MITONI SEBAGAI PEREKAT SOSIAL BUDAYA


MASYARAKAT JAWA

Yohanes Boanergis, Jacob Daan Engel, David Samiyono


Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
yohanes_boa@yahoo.com, jopie_engel@yahoo.com,
d_samiyono@yahoo.com

Abstract
The mitoni tradition is a Javanese cultural heritage that is still being held
by Javanese people in the village of Tuntang, Tuntang District, Semarang
District, Central Java until now. The mitoni ceremony is carried out in the
seventh month of Javanese pregnancy. This study aims at examining the
spiritual values of the mitoni tradition as socio-cultural “glue.” This
research was motivated by dangerous facts, namely the threat of
disharmony in the social community. The method applied in this study is
qualitative with a descriptive approach. Data collection techniques were
used in-depth interviews and observations. Interviews were conducted by
giving open questions to community leaders in the village of Tuntang. In
this study, the sources of information were traditional leaders as
representatives of the Tuntang village community. This research was tested
as a socio-cultural adhesive in Tuntang village through spiritual values,
namely: 1). Ngruwat sukerta. 2). Cecawis. 3). Sembada. 4). Panampi. 5).
Wilujeng. 6). Ngrumat bumi. 7). Pitutur. 8). Rukun. 9). Pitulungan. These
spiritual values are symbolic of Javanese ideology which is eschatological.
This value serves to maintain social harmony. The results of this study are
recommended for religious leaders and traditional leaders to apply this
cultural approach, by making mitoni as a socio-cultural “glue.”

Keywords: Cultural, Javanese, Mitoni, Selamatan, Society.

49
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

I. Pendahuluan belas hari), mitoni (tujuh bulan),


Ungkapan “orang Jawa dan ngetahuni (setahun)
sudah kehilangan Jawanya, atau (Risdianawati & Hanif, 2015: 63).
dalam bahasa Jawa disebut “wong Fokus studi ini ialah
jawa ora njawani” merupakan meneliti tradisi mitoni sebagai
ungkapan yang ditujukan untuk perekat sosial budaya masyarakat
orang Jawa yang melupakan Jawa di desa Tuntang. Tradisi
tradisi budayanya sendiri. merupakan kebiasaan dari
Menurut Saddhono dan aktifitas keagamaan yang telah
Pramestuti, budaya Jawa berakar dalam kondisi sosial
merupakan suatu sistem yang budaya (Nuha, 2016: 57). Mitoni
menjadi pedoman bagi adalah upacara yang dilakukan
masyarakat Jawa dalam pada bulan ketujuh masa
berperilaku dan bersikap. Hal ini kehamilan masyarakat Jawa
dikarenakan budaya Jawa (Dagun, 2015: 664).
memiliki kearifan lokal yang Studi mitoni sebelumnya
berfungsi sebagai pendorong yang ialah sebagai berikut: Rifa’i
kuat dalam kehidupan masyarakat melihat mitoni dari sisi
Jawa (Saddhono & Pramestuti, komunikasi yang terjadi di
2018: 15). kalangan masyarakat (Rifa’i,
Salah satu bentuk 2017: 27). Mustaqim menemukan
kebudayaan masyarakat Jawa bahwa ritual mitoni yang
yang mengandung unsur kearifan dilakukan di tengah masyarakat
lokal adalah tradisi ritual seputar sudah mengalami pergeseran, dari
kelahiran. Beberapa tradisi ritual sisi makna maupun kualitas ritual
tersebut meliputi: upacara (Mustaqim, 2017: 120).
selamatan brokohan atau upacara Marliyana juga telah
setelah bayi lahir, sepasaran (lima meneliti pelaksanaan mitoni
hari), selapanan (tiga puluh lima meliputi; persiapan, upacara inti
hari), telunglapan (tiga bulan lima

50
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

dan penutup (Marliyana dkk., Indonesia pada umumnya sering


2016: 229). mengalami konflik kekerasan. Hal
Mitoni ditinjau dari sisi ini terjadi dikarenakan kurangnya
Islam oleh Adriana dan Buhori. kesadaran masyarakat tentang
Menurut Adriana, sebagian ulama ajaran budaya dan agama
melarang ritual mitoni, karena (Kurnialoh dkk., 2016: 201).
tidak ada syarî’at yang Senada dengan itu, masyarakat
mendasarinya (Adriana, 2012: dengan berbagai agama di
246). Sementara itu, Buhori dalamnya merupakan sebuah
menjelaskan bahwa Islam cukup keadaan yang rawan akan konflik
mengakomodir tradisi atau dan perpecahan. Isu agama adalah
budaya yang berkembang di isu yang mudah sekali menyulut
tengah-tengah masyarakat konflik dan perpecahan jika
(Buhori, 2017: 245). Baihaqi dibandingkan dengan isu-isu yang
meneliti karakteristik tradisi lain (Masduki, 2017: 14).
mitoni dengan menggunakan teori Disharmoni sosial dapat
sastra lisan (Baihaqi, 2017: 136). terjadi dikarenakan kurangnya
Studi mitoni sebelumnya pemahaman mengenai nilai
tidak mengkaji nilai-nilai spiritual agama dan budaya. Hal itu
mitoni sebagai perekat sosial. menyebabkan munculnya
Oleh sebab itu, studi ini akan kecurigaan terhadap orang yang
mengkaji nilai-nilai spiritual berbeda keyakinan, fanatisme
dalam tahapan mitoni dan agama yang sempit, dan sikap
mengembangkannya sebagai intoleransi. Masyarakat perlu
perekat sosial masyarakat Jawa. menghayati nilai hidup bersama
Penelitian ini dimotivasi dalam praktek kehidupan agar
oleh adanya fakta berbahaya, harmoni sosial tetap terpelihara.
yaitu ancaman disharmoni sosial Berdasarkan latar belakang
yang kerap terjadi di tengah masalah tersebut, pertanyaan yang
masyarakat. Masyarakat akan dijawab dalam penelitian ini

51
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

ialah, bagaimana tradisi mitoni semua anak-anak (Wawancara


menjadi sarana perekat sosial Purlimah, 2018). Masyarakat
budaya masyarakat Jawa? Tuntang meyakini bahwa melalui
ritual mitoni akan mendatangkan
II. Metode Penelitian
keselamatan bagi bayi dan ibu
Penelitian ini menggunakan
hamil. Keyakinan ini diwariskan
metode penelitian kualitatif
kepada anak dan cucu. Hal ini
dengan jenis penelitian lapangan.
sesuai dengan Boyd dan
Metode penelitian kualitatif
Richerson yang mengatakan
adalah metode penelitian yang
bahwa budaya merupakan 'sistem
berlandaskan pada filsafat
warisan'. Budaya diperoleh
postpositivisme atau enterpretif,
dengan cara mengajar, meniru,
dimana suatu realitas sosial dilihat
dan bentuk pembelajaran sosial
sebagai sesuatu yang holistik,
dari individu lain (Allen, 2015:
kompleks, dinamis dan penuh
357).
makna (Sugiyono, 2017: 8-10).
Pengumpulan data Makna Simbolis Tahapan
menggunakan metode wawancara Mitoni di Desa Tuntang
dan melakukan observasi ketika Berdasar hasil penelitian
terjadi mitoni. Wawancara diperoleh penjelasan mengenai
dilakukan dengan memberikan makna yang terdapat dalam
pertanyaan terbuka kepada simbol-simbol mitoni, sebagai
informan yang merupakan tokoh berikut:
masyarakat desa Tuntang.
Makna Simbolis Tahapan
III. Hasil Penelitian Siraman
Siraman adalah tindakan
Tradisi Mitoni Di Desa Tuntang
untuk membersihkan tubuh.
Pelaksanaan mitoni tidak
Upacara siraman menunjukkan
hanya untuk kelahiran anak
tindakan simbolis yang bertujuan
pertama saja, melainkan untuk

52
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

membersihkan kekotoran tubuh pakaian. Setelah ibu hamil selesai


ibu hamil dan membersihkan mengenakan kain, dukun mitoni
kekotoran jiwa. Siraman dalam bertanya kepada tamu undangan
istilah Jawa bertujuan untuk yang hadir: “wis pantes durung?”
ngruwat sukerta atau “membuang atau “sudah pantas apa belum,”
kesialan”. lalu tamu undangan menjawab
Air siraman melambangkan “durung” atau “belum”.
penyucian dari kekotoran Demikian selanjutnya sampai
batiniah, sedangkan bunga tujuh pada kain terakhir yaitu kain lurik.
rupa merupakan tindakan simbolis Dukun mitoni bertanya “wis
yang melambangkan keharuman pantes durung?” maka tamu
(Wawancara Sutrisno, 2018). Air undangan menjawab “patut” atau
yang digunakan untuk siraman pantas (Wawancara Sri Wiji,
diambil dari tujuh sumber mata 2018).
air, dalam bahasa Jawa disebut tuk Tahapan ini
pitu. Hal ini sebenarnya menggambarkan persiapan
merupakan bentuk edukasi dari psikologis untuk menghadapi
orang tua jaman dahulu, agar persalinan yang rumit. Kata
manusia memelihara bumi, dalam persiapan dalam istilah Jawa
bahasa Jawa ngrumat bumi. disebut cecawis.
Memelihara bumi dilakukan
Makna Simbolis Tahapan
dengan menjaga sumber air di
Brojolan
setiap desa supaya tidak kering
Brojolan adalah acara
(Wawancara Supratigya, 2018).
melepaskan dua buah kelapa
Makna Simbolis Tahapan Ganti muda gading, dalam bahasa Jawa
Pakaian atau Ganti Busana disebut cengkir gading. Kelapa
Ibu hamil berganti pakaian tersebut diberi gambar tokoh
sebanyak tujuh kali pada tahapan wayang Kamajaya dan Kamaratih.
ngagem busana atau berganti Acara ini memiliki makna agar

53
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

bayi dapat lahir dengan selamat, ritual mitoni (Santosa, 2012: 5).
baik laki-laki ataupun perempuan Acara ini memiliki fungsi sosial
(Wawancara Sutrisno, 2018). Hal terutama untuk merekatkan nilai
senada juga disampaikan solidaritas diantara anggota
Purwadi, dikutip oleh masyarakat (Humaeni, 2015:
Machmudah, pada saat brojolan 176).
diucapkan kata: “Wadon arep Sementara itu, di keluarga
lanang arep waton slamet” Supratigya, pelaksanaan mitoni
Artinya, perempuan atau laki-laki dimodifikasi menggunakan
semuanya diterima, yang penting perpaduan antara tradisi Jawa
selamat (Machmudah, 2016: 190). dengan tata cara modern. Mitoni
Kata menerima dalam diadakan dalam bentuk kenduri
istilah Jawa disebut nampi. yang dipimpin oleh tokoh
Penerimaan terhadap kehadiran masyarakat (Wawancara
anak menggambarkan spiritualitas Supratigya, 2018).
batin orang Jawa, yaitu nrima Hidangan kenduri mitoni
atau berkenan menerima. Nrima berupa tumpeng rombyong, nasi
menggambarkan watak yang bundar tujuh atau sega golong
sabar. Seseorang memiliki hati pitu, cabe merah, ikan teri dan
yang sabar sehingga tidak mudah jenang procot. Tumpeng
menjadi emosi, mudah dilengkapi sayur-sayuran dan
memaafkan dan penyayang beberapa lauk ikan. Nasi dibentuk
(Sumodiningrat dan Wulandari, bulat mengerucut sebanyak tujuh,
2014: 271-272). yang juga disebut nasi bulat tujuh
atau dalam bahasa Jawa disebut
Makna Simbolis Tahapan
sega golong pitu. Sega golong
Kenduri
pitu merupakan simbol
Kenduri atau selamatan
gumolonging manah, atau tekad
merupakan acara doa dan makan
hati yang bulat, utuh, dan sepenuh
bersama yang menjadi tahap akhir
hati. Orang tua dengan segenap

54
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

hati siap untuk mengadapi proses tiba dan cepat. Senada dengan itu,
persalinan (Wawancara Achmad juga menjelaskan bahwa
Budiyanto, 2018). jenang procot dalam mitoni
Gambar 1. Ibu hamil dalam melambangkan keselamatan dan
selamatan mitoni bersama
kelancaran ibu hamil yang akan
keluarga. (26 Agustus 2017)
melahirkan (Achmad, 2017: 184).

IV. Pembahasan

Tahapan Mitoni dalam


Perspektif Tindakan
Interaksionisme Simbolik.
Interpretasi simbol terjadi
dalam ritual mitoni, hal ini
dikarenakan dalam setiap tahapan
mitoni sarat dengan makna
simbol. Makna simbol tersebut
Sumber: Supratigya
merupakan bentuk edukasi non
Ikan teri dalam sajian verbal yang mendorong
tumpeng digoreng dengan tepung masyarakat Jawa di Tuntang
dan dibuat menjadi rempeyek. Hal memelihara harmoni sosial. Ritual
ini melambangkan kehidupan mitoni masyarakat desa Tuntang
ideal manusia hendaklah selalu dalam perspektif teoritis tindakan
rukun dan tidak terpisahkan antara interaksionisme simbolik,
satu dengan yang lainnya merupakan suatu bentuk
(Achmad, 2017: 182). kehidupan sosial.
Jenang procot merupakan
Nilai Spiritual dalam Tahapan
simbol pengharapan semoga bayi
Mitoni Masyarakat Desa
dapat lahir dengan lancar dan
Tuntang.
tepat waktu. Arti kata procot,
sesuatu yang keluar dengan tiba-

55
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

Nilai spiritual yang dibebaskan dari hal-hal yang


terkandung dalam tahapan mitoni buruk. Senada dengan itu,
di Tuntang ialah sebagai berikut: Setiawan menjelaskan bahwa
upacara siraman merupakan
Ngruwat Sukerta
simbol pernyataan tanda
Ngruwat sukerta atau
pembersihan diri, baik fisik
membuang sial, merupakan nilai
maupun jiwa (Setiawan, 2015:
spiritual yang terdapat pada
45).
tahapan siraman. Ruwatan adalah
Ibu merupakan pengasuh
upacara untuk membebaskan
pertama dan utama bagi anak
seseorang yang sedang kerasukan
yang masih ada dalam kandungan
setan atau yang sedang diganggu
(Santosa, 2013: 65). Ia dapat
roh jahat (Syuropati, 2015: 166).
merawat anaknya dengan baik
Ritual ruwatan pada umumnya
dikarenakan telah diadakan
diyakini oleh masyarakat
penyucian melalui siraman.
setempat sebagai tameng atau
senjata untuk menghindarkan Cecawis
masyarakat dari berbagai bahaya Persiapan atau cecawis
bencana (Wahidah, 2015: 207). merupakan nilai spiritual yang
Ruwatan memiliki arti pencerahan terdapat pada tahapan ganti
batin kepada yang diruwat, pakaian atau ganti busana. Orang
dilakukan dengan maksud tua mempersiapkan secara
memutus rantai hukum karma psikologis dan materi untuk
(Mandali, 2010: 117). menghadapi persalinan. Orang
Ngruwat sukerta memiliki tua, ketika memiliki anak, akan
arti penyucian dari kekotoran mengalami berbagai suka dan
batin, agar sifat buruk dari orang duka, yang dilambangkan dengan
tua tidak diturunkan pada anak. tujuh corak kain yang berbeda.
Anak dilahirkan dalam kondisi
Sembada
yang suci, sehingga hidupnya

56
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

Tahapan ganti pakaian atau atau “menerima”. Hal ini sesuai


ganti busana memiliki nilai nasihat luhur Jawa, yaitu:
spiritual bertanggungjawab atau ndarbeni ati segara, atau
sembada. Keluarga mengalami “memiliki hati seluas samudera.”
keadaan yang serba kecukupan, (Sumodiningrat dan Wulandari,
dalam bahasa Jawa disebut 2014: 271-272).
sembada. Kata sembada secara
Wilujeng
harfiah memiliki makna serba
Wilujeng atau selamat
cukup, lengkap, dan kuat. Orang
merupakan nilai spiritual yang
yang sembada bertanggung jawab
terdapat pada tahapan kenduri.
dan mampu mencukupi
Ibu hamil didoakan agar selamat
kebutuhannya (Syuropati, 2015:
ketika menjalani persalinan. Kata
218). Sikap sembada adalah sikap
wilujeng juga bisa berarti suatu
positif manusia yang senantiasa
sapaan yang hangat bernada halus
mampu menyelesaikan tugas dan
dan juga bermakna selamat
pekerjaannya dengan baik
(Syuropati, 2015: 260). Geertz,
(Achmad, 2017: 11).
dikutip oleh Wahidah,
Panampi mengidentifikasi slametan
Menerima atau dalam sebagai: (1) "ritual inti" budaya
bahasa Jawa disebut panampi Jawa; (2) ritus animisme yang
merupakan nilai spiritual yang memiliki tujuan untuk
terdapat pada tahapan brojolan. memperkuat solidaritas sosial dan
Orang tua bersedia menerima (3) sebagai sebuah upacara yang
kelahiran anaknya apapun jenis utama pada suatu desa (Wahidah,
kelaminnya, baik laki-laki 2015: 210). Bahasa Jawa untuk
ataupun perempuan. Penerimaan kata selamat ialah selamet.
terhadap kehadiran anak ini Selamet ini memiliki makna aman
menggambarkan spiritualitas dan selamat (Syuropati, 2015:
batin orang Jawa, yaitu nrima 217). Ritus selametan memiliki

57
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

tujuan untuk memperkuat Rukun


solidaritas sosial (Wahidah, 2015: Orang Jawa memahami
210). bahwa yang disebut rukun apabila
dapat makan bersama. Sesuai
Ngrumat Bumi
dengan penjelasan Surbono,
Tahapan siraman juga
kerukunan masyarakat Jawa
memiliki nilai spiritual
terjalin dalam aktivitas doa dan
memelihara alam. Air yang
makan bersama seluruh warga
digunakan untuk siraman
(Surbono dan Sutiyono, 2018:
dianjurkan diambil dari tujuh
48). Nilai spiritual rukun terdapat
sumber mata air yang berbeda,
pada tahapan kenduri. Kenduri
dalam bahasa Jawa disebut tuk
mitoni merupakan upacara makan
pitu. Manusia perlu menjaga
bersama yang menjadi perekat
sumber air di setiap desa supaya
sosial masyarakat desa Tuntang.
tidak kering. Nilai spiritual
memelihara alam merupakan Pitulungan
suatu upaya orang Jawa untuk Manusia selalu
melestarikan alam semesta. membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Hal ini juga
Pitutur
menjadi pandangan hidup
Tahapan upacara kenduri
manusia Jawa. Angka tujuh dalam
mitoni memiliki nilai spiritual
bahasa Jawa disebut pitu, yang
pitutur artinya nasihat. Pitutur
memiliki makna pitulungan atau
disampaikan oleh ayah, ditujukan
pertolongan. Itulah sebabnya pada
kepada anak dan menantunya.
saat selamatan mitoni diadakan
Nasihat tersebut berisi bimbingan
identik dengan penggunaan
untuk menolong anak dan
bilangan tujuh. Menurut
menantunya tentang bagaimana
Budiyanto, kata tujuh dalam
kesiapan secara mental, fisik dan
bahasa Jawa adalah pitu, berarti
spiritual menyambut bayi yang
akan lahir.

58
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

pitulungan atau pertolongan Anak kelak menjadi manusia yang


(Wawancara Budiyanto, 2018). bertanggung jawab atas
Nilai-nilai tersebut dapat kehidupannya. 4). Panampi atau
digunakan oleh pemimpin agama menerima merupakan spiritualitas
dalam membina umat untuk Jawa yang berkenan menerima
meningkatkan harmoni sosial. perbedaan dengan toleransi. 5).
Nilai ini berfungsi sebagai energi Wilujeng atau selamat artinya
sosial yang positif untuk suatu permohonan kepada Tuhan
menyatukan masyarakat desa agar ibu dan anak diberi
Tuntang yang beraneka ragam. keselamatan. 6). Ngrumat Bumi
atau memelihara bumi memiliki
V. Penutup
makna merawat perbedaan
Mitoni adalah salah satu
dengan sikap toleran dan
cara komunikasi orang Jawa
menghargai sesama manusia yang
dengan menggunakan simbol-
berbeda. 7). Pitutur atau nasihat
simbol. Nilai-nilai spiritual mitoni
kepada orang tua tentang kesiapan
merupakan simbolisasi ideologi
secara mental, fisik dan spiritual
Jawa yang bersifat eskatologis
menyambut bayi yang akan lahir.
yang berfungsi untuk memelihara
8). Rukun merupakan cita-cita
harmoni sosial.
hidup orang Jawa. Kerukunan
Nilai spiritual yang
masyarakat terpelihara melalui
terkandung dalam tahapan mitoni
acara kenduri mitoni. 9).
di Tuntang meliputi; 1). Ngruwat
Pitulungan atau pertolongan,
sukerta yang artinya
artinya manusia adalah makhluk
membersihkan hal-hal buruk. 2).
sosial yang selalu membutuhkan
Cecawis atau persiapan
pertolongan dari orang lain.
merupakan persiapan secara
Nilai-nilai tersebut dapat
psikologis untuk menghadapi
menjadi perekat sosial budaya
persalinan yang rumit. 3).
masyarakat Jawa. Hal ini
Sembada atau bertanggungjawab.
dikarenakan nilai spiritual

59
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

tersebut dapat diterima oleh https://doi.org/10.1080/1463


1369.2013.853544
masyarakat.
Hasil penelitian ini Baihaqi, I. (2017). Karakteristik
Tradisi Mitoni di Jawa
direkomendasikan bagi pemimpin
Tengah Sebagai Sebuah
agama dan tokoh adat untuk Sastra Lisan. Arkhais, 08(2),
136–156.
menerapkan cara ini, dengan
https://doi.org/https://doi.org
menjadikan mitoni sebagai /10.21009/ARKHAIS.082.05
perekat sosial budaya. Output
Buhori. (2017). Islam dan Tradisi
penelitian ini ialah generasi muda Lokal di Nusantara (Telaah
Kritis Terhadap Tradisi Pelet
masyarakat Jawa diharapkan
Betteng Pada Masyarakat
memahami teologi kejawen Madura dalam Perspektif
Hukum Islam). Jurnal
khususnya tentang mitoni.
AlMaslahah, 13(2), 229–246.
https://jurnaliainpontianak.or
.id/index.php/Almaslahah/art
Daftar Pustaka
icle/view/926/500.
Achmad, S. W. 2017. Filsafat Dagun, S. M. 2015. Kamus Besar
Jawa:menguak filosofi, Ilmu Sosial. Jakarta:
ajaran, dan laku hidup Lembaga Pengkajian
leluhur Jawa. Yogyakarta: Kebudayaan Nusantara.
Araska
Humaeni, Ayatullah. (2015).
Adriana, I. (2012). Neloni, Mitoni Ritual, Kepercayaan Lokal
atau Tingkeban: (Perpaduan dan Identitas Budaya
antara Tradisi Jawa dan Masyarakat Ciomas Banten.
Ritualitas Masyarakat el Harakah, 17(2), 157–181.
Muslim). JURNAL KARSA, https://doi.org/http://
19(2), 238–247. dx.doi.org/10.18860/el.v17i2
http://karsa.stainpamekasan.a .3343.
c.id/index.php/jks/article/vie
w/12 Jones, P. 2010. Pengantar Teori-
Teori Sosial dari Teori
Allen, P. (2015). Diasporic Fungsionalisme hingga Post-
representations of the home Modernisme. Jakarta:
culture: case studies from Yayasan Pustaka Obor
Suriname and New Indonesia.
Caledonia. Asian Ethnicity,
16(3), 353–370. Kurnialoh, Nasri dan Suharti, S.
(2016). Pendidikan Islam

60
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

Berbasis Inklusifisme dalam Mustaqim, M. (2017). Pergeseran


Kehidupan Multikultur. Tradisi Mitoni:
Jurnal Penelitian, 10(1), Persinggungan Antara
201–232. Budaya Dan Agama. Jurnal
https://doi.org/10.21043/jupe Penelitian, 11(1), 119-140.
.v10i1.1337. https://doi.org/10.21043/jupe
.v11i1.2016.
Machmudah, U. (2016). Budaya
Mitoni:Analisis Nilai-nilai Nuha, U. (2016). Tradisi Ritual
Islam dalam Membangun Buka Luwur (Sebuah Media
Semangat Ekonomi. el Nilai-nilai Islam dan Sosial
harakah Jurnal Budaya Masyarakat Kudus. Jurnal
Islam., 18(2), 185–198. SMART Studi Masyarakat,
http://dx.doi.org/10.18860/el. Religi, dan Tradisi. 02(01),
v18i2.3682. 55–65.
Mandali, K. S. 2010. Bawarasa Rifai, M. (2017). Etnografi
Kawruh Kejawen Ngelmu Komunikasi Ritual
Urip. Semarang: Yayasan Tingkeban Neloni dan
Sekar Jagad. Mitoni. Ettisal:Journal of
Communication, Vol. 2, 27–
Marliyana, M., Syah, I., & 39.
Wakidi, W. (2016). Tradisi https://ejournal.unida.gontor.
Mitoni Masyarakat Jawa Di ac.id/index.php/ettisal/search
Desa Marga Kaya Kabupaten /search.
Lampung Selatan. PESAGI
(Jurnal Pendidikan dan Risdianawati, L. F., & Hanif, M.
Penelitian Sejarah), 4(1). (2015). Sikap Masyarakat
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/i Terhadap Pelaksanaan
ndex.php/PES/article/view/1 Upacara Kelahiran Adat
0727%5Cnhttp://jurnal.fkip. Jawa Tahun 2009-2014
unila.ac.id/index.php/PES/art (studi di desa Bringin
icle/download/10727/pdf_15 Kecamatan Kauman
8. Kabupaten Ponorogo. Jurnal
Agastya, 5(1), 30–66.
Masduki. (2017). Toleransi Di https://doi.org/http://doi.org/
Masyarakat Plural Berbasis 10.25273/ajsp.v5i01.895.
Budaya Lokal (Studi Kasus
di Desa Klepu Kec. Sooko Saddhono, K., & Pramestuti, D.
Kab. Ponorogo). Sosial (2018). Sekar Macapat
Budaya, 4(1), 14–22. Pocung: Study of Religous
https://doi.org/10.24014/SB. Values Based On Javanese
V14I1.4159. Local Wisdom. el Harakah,
20(1), 15–32.

61
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 16, No. 1 Agustus Tahun 2019

http://dx.doi.org/10.18860/el. Sumodiningrat, G dan Wulandari.


v20i1.4724. 2014. Pitutur Luhur Budaya
Jawa. Yogyakarta: NARASI
Santosa, I. B. 2012. Spiritualisme
Jawa Sejarah, Laku, dan Surbono, W. (2018). Bentuk dan
Intisari Ajaran. Yogyakarta: Makna Simbolik Tembang
Memayu Publishing. dalam Konteks Upacara
Rebo Pungkasan Kembul
Santosa, I. B. 2013. Manusia Sewu Dulur. Jurnal Pustaka
Jawa Mencari Kebeningan Budaya, 5(2), 42–51.
Hati Menuju Tata Hidup https://doi.org/DOI:https://do
Tata Krama Tata Prilaku. i.org/10.31849/pb.v5i2.1577
Yogyakarta: Diandra Pustaka
Indonesia. Syuropati, M. A. 2015. Kamus
Pintar Kawruh Jawa Daftar
Setiawan, E. (2015). Nilai Kata, Nama dan Istilah
Religius Tradisi Mitoni Penting dalam Bahasa,
dalam Perspektif Budaya Sastra, dan Budaya Jawa.
Bangsa Secara Islami. al- Yogyakarta: In Azna Books
Adalah, 18(1), 39-52.
http://digilib.uin- Wahidah, H. (2015). The Ritual
suka.ac.id/3808/1/BAB%20I, and Mythology of Ruwatan
IV,%20DAFTAR%20. in Mojokerto. Jurnal
Religió: Jurnal Studi Agama-
Sugiyono. 2017. Metode agama, 5(September), 207–
Penelitian Kualitatif untuk 222
penelitian yang
bersifat:eksploratif,
enterpretif, interaktif dan
konstruktif. Bandung:
Alfabeta.

62

You might also like