Professional Documents
Culture Documents
Jur n al Ma naj e m e n P e nd id ik a n
Magister Manajemen Pendidikan e-ISSN 2549-9661
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Volume: 7, No. 1, Januari-Juni 2020
jurnalkelola@gmail.com Halaman: 14-24
Muhamad I. Suhifatullah
Magister Ilmu Administrasi Universitas Islam Syekh Yusuf
misuhifatullah@unis.ac.id
Mastur Thoyib
Magister Ilmu Administrasi Universitas Islam Syekh Yusuf
mthoyib@unis.ac.id
ABSTRACT
This study aims to obtain data and information about the ethical leadership of teachers in
character education in Tangerang City Middle School. Specifically to obtain data and
information on four aspects of the ethical leadership of teachers in character education, with
reference to transformational leadership, namely; 1) Idealized influence (Charismatic
influence), 2) Inspirational motivation, 3) Intellectual stimulation, and 4) Individualized
consideration (individual attention). This study uses a survey method with a quantitative
descriptive variable approach. The population of this study were students from three State
Junior High Schools in the city of Tangerang, which numbered 942 students, then the sample
was taken by proportional random sampling obtained by the number of 90 students. The
technique for data collection was used a questionnaire. Research data as follows; 1) The
influence of teacher ideality for students, is at 60.30% including the moderate/sufficient
category; 2) teacher's inspirational motivation for students, at 61.21% including the moderate
/ sufficient category; 3) teacher intellectual stimulation for students, at 59.22% included in
the moderate / sufficient category; 4) teacher's individual attention for students, is at 59.87%
including the category of moderate / sufficient. Then the accumulation of each of the aspects
or indicators above obtained data that shows, that the ethical leadership of teachers in
character education of students in Tangerang City Middle School is at 60%, including the
category of moderate or sufficient.
Article Info
Received date: 8 April 2020 Revised date: 15 Juni 2020 Accepted date: 20 Juni 2020
14
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.
adalah pendidik profesional dengan tugas teachers based on the link between leading and
utama mendidik, mengajar, membimbing, learning, capitalizing on collaboration between
mengarahkan, melatih, menilai dan universities and schools, focusing on the
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan mentorship of new teachers and developing
anak usia dini, jalur pendidikan formal, teacher leadership in relation to well-studied
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” local school cultures.”
Keseluruhan peran guru di atas, secara Temuan di atas menunjukkan, bahwa
tersirat memposisikan guru sebagai pemimpin upaya mengimplementasikan kepemimpinan
dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran di guru dalam proses pendidikan dan proses
sekolah. Guru adalah pemimpin di kelas pembinaannya melalui kerjasama dengan
maupun di luar kelas yang dapat mempengaruhi berbagai pihak, belum menunjukkan praktek
perilaku peserta didik dalam mencapai tujuan- yang serius, masih suam-suam kuku. Padahal
tujuan pembelajaran, termasuk dalam upaya-upaya pendidikan karakter di sekolah
pembentukan karakter peserta didik. Karena itu tidak akan berhasil tanpa keberadaan guru yang
kepemimpinan guru dalam proses pendidikan mampu berperan sebagai pemimpin. Karena
di sekolah merupakan unsur penting yang harus upaya penanaman nilai-nilai moral tidak cukup
mendapat perhatian serius, sehingga memberi hanya dengan menyampaikan kebenaran
dampak pada keefektifan dalam pembelajara konsep (dengan mengatakan sebaiknya begini
(Leithwood, et. al., 2004). Namun demikian dan begitu dengan pengarahan), melainkan
sampai saat ini peran guru sebagai pemimpin perlu ada kebenaran berjalan (nyata dapat
dalam proses pendidikan dan pembelajaran dilihat) yang diperankan guru sebagai manusia
belum mendapat perhatian yang serius, model, sehingga dapat ditiru atau dicontoh.
indikasinya antara lain masih langkanya Terkait hal ini Ki Hajar Dewantara
pembinaan aspek kepemimpinan guru, baik merumuskan tiga peran atau perilaku yang
melalui kegiatan pelatihan maupun seminar harus ditampilkan seorang pemimpin termasuk
yang diselenggarakan secara kedinasan. guru, yaitu; ing ngarso sung tulodo (di depan
Selama ini dalam pembicaraan penjadi teladan), ing madyo mangun karso (di
mengenai kepemimpinan pendidikan, tengah-tengah harus mampu membangun
senantiasa hanya tertuju pada peran dan tugas semangat bawahan dalam berkarya atau
seorang kepala sekolah. Pandangan seperti ini bekerja), tut wuri handayani (di belakang harus
bisa dimengerti, karena hampir sebagian besar mampu mendorong inisiatif dan percaya diri
kegiatan penelitian, literatur dan berbagai bawahan agar kreatif dalam mengatasi
seminar tentang kepemimpinan pendidikan masalah).
lebih cenderung membicarakan tentang Namun demikian belakangan ini dunia
kepemimpinan kepala sekolah. Sedangkan pendidikan di Indonesia dikejutkan oleh
terkait dengan kepemimpinan guru masih berbagai peristiwa di lingkungan sekolah yang
relatif terbatas. Menurut Nerlino (2020) mengindikasikan rendahnya kepemimpinan
“Findings reveal that both constructivist guru. Banyak perilaku guru yang tidak etis
leadership theory and sociocultural theory ditunjukkan dihadapan siswa. Hal ini alih-alih
provide insight into the past lukewarm success dapat menciptakan kenyamanan dalam belajar,
of teacher leadership implementation and nyatanya justru menimbulkan rasa takut dan
guidance for future efforts in teacher atau kebencian peserta didik, sebagai akibat
leadership. Such efforts include dari tindakan kekerasan atau perilaku tidak etis
reconceptualizing leadership in schools, yang ditunjukkan oleh guru.
redesigning development opportunities for
15
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020
Penelitian ini merupakan penelitian setiap sub indikator. Berdasarkan pada hasil
evaluatif. Penelitian evaluatif yang dilakukan perhitungan setiap sub indikator tersebut,
peneliti termasuk jenis penelitian evaluatif selanjutnya diakumulasikan untuk memperoleh
kinerja sumber daya manusia. Penelitian ini data tiap indikator, yang hasilnya dapat dilihat
bertujuan untuk melaksanakan evaluasi dan pada table 2.
menggambarkan data yang berupa keterangan Berdasarkan data 2 dapat ditafsirkan,
dan pernyataan yang ada tentang kinerja guru bahwa kondisi kepemimpinan etis guru dalam
bersertifikasi. Penelitian dilakukan terhadap 5 pendidikan karaker di sekolah pada tiap
(lima) orang guru kelas VII bersertifikasi yang indikator rata-rata ada pada kategori
bekerja di SMP Negeri 3 Salatiga. sedang/cukup baik. Pada indikator kharisma
Pendekatan penelitian yang digunakan atau pengaruh idealitas guru bagi siswa
adalah pendekatan kuantitatif sederhana dan kondisinya ada pada 60,30% atau termasuk
kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan kategori sedang/cukup baik. Pada indikator
teknik pengumpulan data berupa angket dan motivasi inspirasional guru bagi siswa, kondisinya
observasi dengan instrument kuesioner dan ada pada 61,21% atau lebih dekat ke kondisi
Rubrik Penilaian Kinerja Guru yang merupakan sedang/cukup baik. Pada indikator perangsangan
terjemahan dari rubrik penilaian kinerja guru intelektual guru bagi siswa, kondisinya ada pada
Model Charlotte Danielson. Selanjutnya untuk 59,22% atau termasuk kategori sedang/cukup
mencek dan memperbaiki kebenaran data dari baik. Pada indikator Perhatian individual guru
kuesioner tersebut dilakukan pengumpulan data bagi siswa, kondisinya ada pada 59,87% atau
kualitatif dengan teknik wawancara dan studi termasuk kategori sedang/ukup baik.
dokumen. Berdasarkan pada hasil penghitungan tiap
indikator di atas, selanjutnya diakumulasikan
HASIL DAN PEMBAHASAN sebagai kondisi kepemimpinan etis guru dalam
pendidikan karakter di sekolah khususnya di SMP
Setelah dilakukan penghitungan skor
Negeri Kota Tangerang. Adapun akumulasi
untuk masing-masing responden pada tiap item
penghitungan seluruh indikator adalah sebagai
pertanyaan dalam angket, selanjutnya
berikut.
diakumulasikan untuk menentukan skor bagi
18
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.
Yukl (2005:297) bahwa melalui pendekatan ini kapasitasnya mampu mempengaruhi orang lain
pengikut didorong untuk berpikir mengenai atau sekelompok orang dalam suatu ikatan
relevansi cara, sistem nilai, kepercayaan, tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan
harapan dan bentuk organisasi yang ada saat ini. bersama.
Anggota juga didorong melakukan inovasi Jelas tidak mudah untuk menjalankan
dalam menyelesaikan persoalan dan berkreasi kepemimpinan etis, karena kita sering terjebak
untuk mengembangkan kemampuan diri, serta dalam kesulitan dalam memberi makna “benar”
didorong untuk menetapkan tujuan atau sasaran terhadap sesuatu. Padahal kepemimpinan etis
yang menantang.. memiliki dua peran yakni memutuskan dengan
Atas dasar itu, maka kepemimpinan etis benar secara etis dan memimpin dengan sikap
guru menjadi faktor diterminan untuk dan perilaku benar secara etis dalam
keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter berinteraksi dengan pengukutnya.
di sekolah. Sebaik apapun konsep kurikulum Kepemimpinan sejatinya harus
pendidikan karakter akan tidak bermakna, jika mewujudkan kebaikan bersama, karena itu
tidak didukung oleh kualitas kepemimpinan etis penyertaan nilai etika atau nilai moral dalam
guru di sekolah. pengambilan keputusan merupakan hal yang
Ini sejalan dengan Vaughan dan Hogg urgen bagi pemimpin. Kepemimpinan bukan
yang dikutif Sujanto (2007:67) yang sekedar kekuasaan, tetapi juga kepercayaan
menjelaskan, “kepemimpinan adalah usaha para pengikut, Kepemimpinan etis yang
menggerakkan orang lain untuk dapat mencapai mempertimbangkan kebaikan bersama akan
tujuan bersama (kelompok).” Sedangkan memperoleh kepercayaan pengikut dan ini
Danim (2008 : 56) mengartikan, kepemimpinan menjadi modal sosial bagi upaya-upaya
adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh kepemimpinannya. Menuurut Trevino, et. al.
individu atau kelompok untuk mengkoordinasi (2003:37), “Leaders who are ethical
dan memberi arahan kepada individu atau demonstrate a level of integrity that is
kelompok lainnya yang tergabung dalam wadah important for stimulating a sense of leader
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah trustworthiness, which is important for
diterapkan sebelumnya.” followers to accept the vision of the leader.”.
Kedua pendapat di atas intinya sama, Burns mengungkapkan kepemimpinan
bahwa kepemimpinan merupakan perilaku etis melalui gagasannya tentang kepemimpinan
seseorang yang berusaha mempengaruhi orang transformasional. Menurut Burns (1978:20)
lain atau sekelompok orang dalam suatu ikatan bahwa “kepemimpinan transformasional
tertentu untuk bekerja sama mencapai tujuan sebagai sebuah proses dimana para pemimpin
bersama. Ini seperti diungkapkan Gani, dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat
Setyamidjaya, dan Sumardi (2008:4), moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para
“kepemimpinan merupakan proses atau pemimpin tersebut mencoba menimbulkan
tindakan mempengaruhi orang lain di dalam kesadaran para pengikut dengan menyerukan
kelompok agar mengerti, memahami dan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral
terpanggil (commit) terhadap apa yang perlu seperti kemerdekaan, keadilan dan
dikerjakan dan bagaimana hal itu dapat dilakukan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi”.
secara efektif, agar usaha bersama tersebut Ciri dari perilaku kepemimpinan etis
dapat mencapai tujuan”. sangat peduli terhadap apa yang dibutuhkan dan
Berdasarkan pada uraian di atas dapat kehendak pengikutnya dan berupaya membantu
disimpulkan, bahwa kepemimpinan sebagai mereka mencapai kemampuan dan hasil
perilaku atau tindakan seseorang yang karena terbaiknya. Burns (1978:20) mengungkapkan,
21
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020
bahwa: “Mahatma Gandhi sebagai contoh hendaknya memiliki adanya jadwal waktu tepat
klasik kepemimpinan tranformasional. Gandhi kapan pemberian atensi ini diberikan kepada
menimbulkan harapan dan permintaan dari siswa, bahkan sekolah seharusnya melakukan
jutaan rakyatnya dan dalam proses itu intervensi pada guru agar dapat memiliki fixe
digantikan oleh dirinya sendiri.” time schedule dalam pemberian atensi pada
Burns (1978) dalam pemikirannya siswanya.
memang tidak secara tegas mendefinisikan Hasil di atas dapat memberikan sebuah
konsep kepemimpinan etis. Tetapi Burns sadar inspirasi baru bahwa kepemimpinan tidak
akan pentingnya nilai-nilai moral dalam hanya dimiliki oleh kepala sekolah, tetapi guru
menjalankan fungsi kepemimpinan dan juga wajib memiliki kepemimpinan, dalam hal
membantu secara bijak dalam mengatasi ini adalah kepemimpinan etis.
berbagai pertentangan antar nilai yang ada.
Karena dalam setiap praktek kepemimpinan SIMPULAN
harus menjaga komitmen untuk saling Berdasarkan paparan hasil penelitian
mengingatkan tentang pentingnya moralitas diperoleh kesimpulan bahwa kepemimpinan
dan saling memberi motivasi. Namun demikian etis guru dalam pendidikan karakter siswa di
inisiatif perilaku bermoral harus datang dari SMP Negeri Tangerang belum menunjukkan
pemimpin untuk mewujudkan keadilan, kondisi yang dapat dibanggakan. Hal ini seperti
kesejahteraan, kedamaian, kesetaraan, dan terungkap dalam data tiap aspek kepemimpinan
aspek-aspek kemanusiaan lainnya. Suasana etis, yang meliputi kharisma atau pengaruh
kepemimpinan seperti itu akan mendorong idealitas guru bagi peserta didik, kondisinya
pengikut melakukan perbaikan dari hari ke hari ada pada 60,30% atau termasuk kategori
untuk menjadi yang lebih baik. sedang/cukup. motivasi inspirasional guru bagi
Hasil keempat dari penelitian adalah peserta didik, kondisinya ada pada 61,21% atau
pentingnya perhatian individual guru bagi termasuk kategori yang lebih dekat ke kondisi
siswa. Dari data yang diperoleh atensi guru cukup/sedang. Perangsangan intelektual guru
secara indivual dapat dikatakan belum cukup. bagi peserta didik, kondisinya ada pada 59,22%
Hal ini terlihat dari respon siswa yang di bawah atau termasuk kategori cukup/sedang. Perhatian
60% atau tepatnya 59,87% yang berkategori individual guru bagi peserta didik, kondisinya
cukup. Atensi atau perhatian guru terhadap ada pada 59,87% atau termasuk kategori
siswa ini pengaruhnya sangat kuat dalam diri cukup/sedang.
siswa baik melalui kontak mata, mendesis, Temuan-temuan di atas menunjukkan,
gerakan tangan yang dapat mnedorong bahwa kepemimpinan etis guru dalam
pergatoan, disiplin, partisipasi serta pendidikan karakter siswa, khususnya di SMP
keantusiasan siswa dalam belajar (Purwanti, Negeri Kota Tangerang, belum atau dapat
Salijah & Dollah, 2017). Lebih lanjut hasil dibanggakan, karena masih ada dalam kondisi
penelitian dari Riley, McKevitt, Shriver & biasa-biasa saja atau sedang. Ini berarti untuk
Allen (2011) dalam studinya menunjukkan mewujudkan kondisi kepemimpinan etis guru
bahwa jadwal perhatian guru dalam waktu yang yang sangat baik, perlu ada pembinaan dari
tetap efektif dalam meningkatkan perilaku on- pihak terkait.
task siswa dan mengurangi perilaku off-task
mereka. DAFTAR PUSTAKA
Hasil penelitan Riley, McKevitt, Anugraheni, I. (2017). Analisa Faktor-Faktor
Shriver & Allen di atas juga merekomendasikan yang Mempengaruhi Proses Belajar
bahwa seorag guru yang professional Guru-Guru Sekolah Dasar. Kelola:
22
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.
24