You are on page 1of 11

Kelola

Jur n al Ma naj e m e n P e nd id ik a n
Magister Manajemen Pendidikan e-ISSN 2549-9661
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Volume: 7, No. 1, Januari-Juni 2020
jurnalkelola@gmail.com Halaman: 14-24

Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter

Muhamad I. Suhifatullah
Magister Ilmu Administrasi Universitas Islam Syekh Yusuf
misuhifatullah@unis.ac.id

Mastur Thoyib
Magister Ilmu Administrasi Universitas Islam Syekh Yusuf
mthoyib@unis.ac.id

Jarnawi Afgani Dahlan


Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
jarnawi@upi.edu

ABSTRACT
This study aims to obtain data and information about the ethical leadership of teachers in
character education in Tangerang City Middle School. Specifically to obtain data and
information on four aspects of the ethical leadership of teachers in character education, with
reference to transformational leadership, namely; 1) Idealized influence (Charismatic
influence), 2) Inspirational motivation, 3) Intellectual stimulation, and 4) Individualized
consideration (individual attention). This study uses a survey method with a quantitative
descriptive variable approach. The population of this study were students from three State
Junior High Schools in the city of Tangerang, which numbered 942 students, then the sample
was taken by proportional random sampling obtained by the number of 90 students. The
technique for data collection was used a questionnaire. Research data as follows; 1) The
influence of teacher ideality for students, is at 60.30% including the moderate/sufficient
category; 2) teacher's inspirational motivation for students, at 61.21% including the moderate
/ sufficient category; 3) teacher intellectual stimulation for students, at 59.22% included in
the moderate / sufficient category; 4) teacher's individual attention for students, is at 59.87%
including the category of moderate / sufficient. Then the accumulation of each of the aspects
or indicators above obtained data that shows, that the ethical leadership of teachers in
character education of students in Tangerang City Middle School is at 60%, including the
category of moderate or sufficient.

Keywords: Teacher Ethical Leadership, Character Education

Article Info
Received date: 8 April 2020 Revised date: 15 Juni 2020 Accepted date: 20 Juni 2020

PENDAHULUAN tidak dapat tergantikan oleh ketersediaan sarana


Dalam pendidikan karakter di sekolah, belajar selengkap apapun dan seunggul apapun.
guru merupakan tokoh kunci atau salah satu Secara formal dalam UURI Nomor 14 Tahun
komponen utama (Anugraheni, 2017). Peran 2005 Tentang Guru dan Dosen, pada Bab I
guru dalam pendidikan karakter di sekolah Pasal 1 ayat 1, diungkapkan bahwa: “guru

14
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.

adalah pendidik profesional dengan tugas teachers based on the link between leading and
utama mendidik, mengajar, membimbing, learning, capitalizing on collaboration between
mengarahkan, melatih, menilai dan universities and schools, focusing on the
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan mentorship of new teachers and developing
anak usia dini, jalur pendidikan formal, teacher leadership in relation to well-studied
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” local school cultures.”
Keseluruhan peran guru di atas, secara Temuan di atas menunjukkan, bahwa
tersirat memposisikan guru sebagai pemimpin upaya mengimplementasikan kepemimpinan
dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran di guru dalam proses pendidikan dan proses
sekolah. Guru adalah pemimpin di kelas pembinaannya melalui kerjasama dengan
maupun di luar kelas yang dapat mempengaruhi berbagai pihak, belum menunjukkan praktek
perilaku peserta didik dalam mencapai tujuan- yang serius, masih suam-suam kuku. Padahal
tujuan pembelajaran, termasuk dalam upaya-upaya pendidikan karakter di sekolah
pembentukan karakter peserta didik. Karena itu tidak akan berhasil tanpa keberadaan guru yang
kepemimpinan guru dalam proses pendidikan mampu berperan sebagai pemimpin. Karena
di sekolah merupakan unsur penting yang harus upaya penanaman nilai-nilai moral tidak cukup
mendapat perhatian serius, sehingga memberi hanya dengan menyampaikan kebenaran
dampak pada keefektifan dalam pembelajara konsep (dengan mengatakan sebaiknya begini
(Leithwood, et. al., 2004). Namun demikian dan begitu dengan pengarahan), melainkan
sampai saat ini peran guru sebagai pemimpin perlu ada kebenaran berjalan (nyata dapat
dalam proses pendidikan dan pembelajaran dilihat) yang diperankan guru sebagai manusia
belum mendapat perhatian yang serius, model, sehingga dapat ditiru atau dicontoh.
indikasinya antara lain masih langkanya Terkait hal ini Ki Hajar Dewantara
pembinaan aspek kepemimpinan guru, baik merumuskan tiga peran atau perilaku yang
melalui kegiatan pelatihan maupun seminar harus ditampilkan seorang pemimpin termasuk
yang diselenggarakan secara kedinasan. guru, yaitu; ing ngarso sung tulodo (di depan
Selama ini dalam pembicaraan penjadi teladan), ing madyo mangun karso (di
mengenai kepemimpinan pendidikan, tengah-tengah harus mampu membangun
senantiasa hanya tertuju pada peran dan tugas semangat bawahan dalam berkarya atau
seorang kepala sekolah. Pandangan seperti ini bekerja), tut wuri handayani (di belakang harus
bisa dimengerti, karena hampir sebagian besar mampu mendorong inisiatif dan percaya diri
kegiatan penelitian, literatur dan berbagai bawahan agar kreatif dalam mengatasi
seminar tentang kepemimpinan pendidikan masalah).
lebih cenderung membicarakan tentang Namun demikian belakangan ini dunia
kepemimpinan kepala sekolah. Sedangkan pendidikan di Indonesia dikejutkan oleh
terkait dengan kepemimpinan guru masih berbagai peristiwa di lingkungan sekolah yang
relatif terbatas. Menurut Nerlino (2020) mengindikasikan rendahnya kepemimpinan
“Findings reveal that both constructivist guru. Banyak perilaku guru yang tidak etis
leadership theory and sociocultural theory ditunjukkan dihadapan siswa. Hal ini alih-alih
provide insight into the past lukewarm success dapat menciptakan kenyamanan dalam belajar,
of teacher leadership implementation and nyatanya justru menimbulkan rasa takut dan
guidance for future efforts in teacher atau kebencian peserta didik, sebagai akibat
leadership. Such efforts include dari tindakan kekerasan atau perilaku tidak etis
reconceptualizing leadership in schools, yang ditunjukkan oleh guru.
redesigning development opportunities for

15
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020

Komisi Perlindungan Anak Indonesia “just a teacher” to “teacher leader” difficult.


(KPAI) menunjukkan, bahwa 87 % lebih anak Graduate teacher leader preparation programs
mengaku pernah mengalami kekerasan di need to assist teachers in developing confidence
lingkungan sekolah. Dari persentase itu, hampir and professional identity as teacher leaders
30 % kekerasan dilakukan guru. Demikian pula willing to be problem-solvers, change agents,
hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF and mentors who experience a high degree of
(2006) di beberapa daerah di Indonesia professional and personal satisfaction”.
menunjukkan, bahwa sekitar 80% kekerasan Intinya ada kebutuhan yang dirasakan guru
yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Di untuk mengambil peran kepemimpinan baik
kalangan guru masih banyak yang memiliki secara formal maupun informal yang dapat
keyakinan, bahwa cara kekerasan masih efektif meningkatkan kualitas diri dan profesinya
untuk mengendalikan siswa. Padahal cara ini terkait dengan upaya peningkatan mutu
bisa menyebabkan trauma psikologis, atau pendidikan di sekolah. Namun hal itu seringkali
siswa akan menyimpan dendam, makin kebal mendapat hambatan atau kurang mendapat
terhadap hukuman, dan cenderung dukungan dari berbagai pihak terkait, sehingga
melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap guru hanyalah seorang guru dan bukan seorang
siswa lain yang dianggap lemah. Lingkaran pemimpin.
negatif ini jika terus berputar bisa Padahal menurut Harris & Jones (2019),
melanggengkan budaya kekerasan di bahwa: “There seem to be three key dimensions
masyarakat. of teacher leadership, supported by the
Kondisi gap antara idealita dengan fakta literature that are worth considering in the
di atas sangat memprihatinkan dan tentu tidak broader context of educational change. Firstly,
boleh dibiarkan, karena akan banyak the importance of teacher leadership as
menimbulkan mal praktek pendidikan terutama influence rather than a role or a formal
dalam upaya pendidikan karakter. Untuk itu responsibility. Secondly, the idea of teacher
perlu dicarikan akar masalahnya, sehingga leadership as action going beyond their
dapat menjadi dasar tindakan bagi pihak terkait formally assigned classroom roles to share
dalam melakukan perbaikan terhadap kondisi practice and initiate changes. Thirdly,
yang ada. Namun demikian sampai saat ini developing pedagogical excellence within their
belum banyak penelitian pendidikan yang dapat classroom and beyond to influence the practice
mendeskripsikan kualitas kepemimpinan guru of others”.
dalam proses pembelajaran. Nampaknya belum Tiga hal peran kepemimpinan guru di
banyak yang menganggap aspek atas sangat penting bagi upaya pengembangan
kepemimpinan guru sebagai hal yang signifikan sekolah dan mutu pendidikan. Karena itu perlu
dalam proses pendidikan di sekolah. Berbagai ada upaya-upaya penelitian dan pembinaan
analisis kepemimpinan pendidikan lebih kepemimpinan guru yang dapat meningkatkan
banyak menempatkan kepala sekolah sebagai kualitas diri dan profesinya secara
objek kajiannya. berkesinambungan. Atas dasar itu dipandang
Temuan Moore, Latimer & Villate penting untuk mendeskripsikan kepemimpinan
(2016), mengungkapkan, bahwa : “There is a guru khususnya terkait dengan perilaku etisnya
great need for teachers to take on leadership secara akurat melalui penelitian. Diharapkan
roles, informal and/or formal, for personal and dengan terpetakan tingkat kualitas
professional growth and to improve schools. kepemimpinan etis guru atau moral guru di
Internal and external impediments to teachers sekolah, dapat menjadi dasar untuk
becoming leaders make the transitions from merekomendasikan program pembinaan
16
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.

kepemimpinan guru dalam meningkatkan Untuk mengkaji permasalahan dalam


kualitas pendidikan karakter peserta didik. penelitian ini maka dilakukan pengolahan data
hasil skor capaian responden yang didasarkan
METODE PENELITIAN pada hasil dari masing-masing item pertanyaan
Penelitian ini menggunakan metode untuk setiap indikator dengan formulasi rumus
survey dengan pendekatan kuantitatif persentase yang dikemukakan oleh Purwanto
deskriptif. Dalam konteks ini akan (1991:113) sebagai berikut :
mendeskripsikan gejala atau fenomena saat ini 𝐹
𝑃𝑟 = × 100%
yang berkaitan dengan kepemimpinan etis guru 𝑁
dalam pendidikan karakter di sekolah, Dengan :
berdasarkan pada persepsi siswa. Karena itu Pr = Persentase capaian responden untuk
subjek penelitian ini melibatkan siswa SMP setiap alternatif jawaban
Negeri se-Kota Tangerang Provinsi Banten, F = Jumlah jawaban responden
N = Jumlah responden
yang sebelumnya ditetapkan 3 (tiga) SMP 100 % = Jumlah tetap
Negeri sebagai populasi terjangkau. Metode
pengumpulan data dilakukan melalui Selanjutnya capaian tersebut
penyebaran kuesioner atau angket ke sejumlah diakumulasikan untuk menetukan skor bagi
siswa yang terpilih secara acak sebagai sampel setiap aspek atau indikator, kemudian skor
yang jumlahnya ditetapkan melalui rumus setiap indikator diakumulasikan lagi untuk
Slovin. menetukan skor total variabel yang diteliti atau
Penelitian ini berupa variabel tunggal, untuk menjawab permasalahan penelitian, yaitu
yaitu tentang kepemimpinan etis guru dalam tentang kepemimpinan etis guru dalam
pendidikan karakter di sekolah. Variabel pendidikan karakter.
tersebut secara konseptual diartikan sebagai Menentukan skor setiap indikator
tingkah laku guru dalam menstimulasi, dengan memakai formulasi rumus persentase
memfasilitasi dan mengarahkan siswa atau yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010 :117)
sejumlah siswa dalam suatu tindakan sebagai berikut:
pembelajaran untuk mencapai tujuan 𝑆𝐶
𝑃𝑟 = × 100%
pendidikan yang komprehensif seraya berpijak 𝑆𝐼
pada nilai-nilai etika atau moral sehingga dapat
Dengan :
mendatangkan kebaikan bersama.
Pr = Persentase capaian skor tiap indikator
Kepemimpinan etis guru dalam SC = Jumlah skor capaian yang ada pada tiap
penelitian ini secara operasional mengacu pada butir soal
aspek-aspek kepemimpinan transformasional SI = Jumlah skor ideal (jumlah responden
sebagai berikut: yang dikalikan dengan jumlah tertinggi
pada alternatif jawaban
1. Kharisma atau pengaruh idealitas guru bagi 100 % = Jumlah tetap
siswa.
2. Motivasi inspirasional guru bagi siswa. 2. Mengkonfirmasikan persentase (%) skor
3. Perangsangan intelektual guru bagi siswa. capaian responden dengan kriteria/standar
4. Perhatian individual guru bagi siswa. keberhasilan.
Adapun langkah-langkah analisis data Setelah jawaban dianalisis melalui
dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut : rumus di atas, selanjutnya dicocokkan atau
1. Menghitung Persentase (%) Skor Capaian sesuaikan dengan kualifikasi/kriteria yang
Responden diadaptasi dari Sugiyono (2010 : 107), seperti
pada table 1 berikut.
17
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020

Tabel 1. Status Jawaban Responden


No. Rentang Status Skor Kualifikasi/Kriteria
1 81 – 100 Sangat baik/Sangat Tinggi
2 61 – 80 Baik/Tinggi
3 41 – 60 Cukup/Sedang
4 21 – 40 Kurang baik/Rendah
5 0 – 20 Tidak baik/Sangat Rendah

Penelitian ini merupakan penelitian setiap sub indikator. Berdasarkan pada hasil
evaluatif. Penelitian evaluatif yang dilakukan perhitungan setiap sub indikator tersebut,
peneliti termasuk jenis penelitian evaluatif selanjutnya diakumulasikan untuk memperoleh
kinerja sumber daya manusia. Penelitian ini data tiap indikator, yang hasilnya dapat dilihat
bertujuan untuk melaksanakan evaluasi dan pada table 2.
menggambarkan data yang berupa keterangan Berdasarkan data 2 dapat ditafsirkan,
dan pernyataan yang ada tentang kinerja guru bahwa kondisi kepemimpinan etis guru dalam
bersertifikasi. Penelitian dilakukan terhadap 5 pendidikan karaker di sekolah pada tiap
(lima) orang guru kelas VII bersertifikasi yang indikator rata-rata ada pada kategori
bekerja di SMP Negeri 3 Salatiga. sedang/cukup baik. Pada indikator kharisma
Pendekatan penelitian yang digunakan atau pengaruh idealitas guru bagi siswa
adalah pendekatan kuantitatif sederhana dan kondisinya ada pada 60,30% atau termasuk
kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan kategori sedang/cukup baik. Pada indikator
teknik pengumpulan data berupa angket dan motivasi inspirasional guru bagi siswa, kondisinya
observasi dengan instrument kuesioner dan ada pada 61,21% atau lebih dekat ke kondisi
Rubrik Penilaian Kinerja Guru yang merupakan sedang/cukup baik. Pada indikator perangsangan
terjemahan dari rubrik penilaian kinerja guru intelektual guru bagi siswa, kondisinya ada pada
Model Charlotte Danielson. Selanjutnya untuk 59,22% atau termasuk kategori sedang/cukup
mencek dan memperbaiki kebenaran data dari baik. Pada indikator Perhatian individual guru
kuesioner tersebut dilakukan pengumpulan data bagi siswa, kondisinya ada pada 59,87% atau
kualitatif dengan teknik wawancara dan studi termasuk kategori sedang/ukup baik.
dokumen. Berdasarkan pada hasil penghitungan tiap
indikator di atas, selanjutnya diakumulasikan
HASIL DAN PEMBAHASAN sebagai kondisi kepemimpinan etis guru dalam
pendidikan karakter di sekolah khususnya di SMP
Setelah dilakukan penghitungan skor
Negeri Kota Tangerang. Adapun akumulasi
untuk masing-masing responden pada tiap item
penghitungan seluruh indikator adalah sebagai
pertanyaan dalam angket, selanjutnya
berikut.
diakumulasikan untuk menentukan skor bagi

Tabel 2. Kondisi Kepemimpinan Etis Guru dalam


Pendidikan Karakter di Sekolah Tiap Indikator
Skor Rata-rata
Indikator %
Total Skor
Pengaruh idealitas guru
1628 3,01 60,30
bagi siswa
Motivasi inspirasional
1928 3,06 61,21
guru bagi siswa
Perangsangan intelektual
1599 2,96 59,22
guru bagi siswa
Perhatian individual guru
1347 2,99 59,87
bagi siswa

18
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.

6502 adalah sikap, perilaku, gaya hidup yang sesuai


Persentase capaian = 10800
x 100% = 60,20 %
dibulatkan menjadi 60%
dengan kaidah-kaidah moral yang berlaku atau
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan
Berdasarkan pada hasil penghitungan di baik-buruk, benar-salah, atau boleh-tidaknya
atas diketahui bahwa kondisi kepemimpinan suatu sikap atau tindakan yang diambil. Untuk
etis guru dalam pendidikan karakter di SMP itu kepemimpinan etis guru di sekolah menjadi
Negeri Kota Tangerang sebesar 60% atau ada faktor determinan dalam pendidikan karakter,
pada kategori sedang/cukup baik. Data hasil sehingga dalam menjalankan tugasnya, guru
penelitian tersebut menunjukkan, bahwa harus berorientasi pada penghayatan dan
kepemimpinan etis guru dalam pendidikan perwujudan nilai-nilai moral.
karakter siswa di sekolah, khususnya di SMP Guru perlu menjadi motivasional
Negeri Kota Tangerang ada pada kategori inspirasi bagi siswanya. Dukungan ini paling
sedang atau cukup. Hal tersebut berarti belum tinggi dibandingkan aspek lainnya, yakni
menunjukkan kondisi yang prima untuk 61,21%. Pengajaran yang menginspirasi
mensukseskan pelaksanaan pendidikan membakar imajinasi melalui kombinasi
karakter siswa di sekolah. Sebagaimana tantangan intelektual, harapan tinggi dan rasa
ditemukan oleh Amanchukwu, Stanley, & saling percaya antara guru dan pelajar yang
Ololube dalam Hidayat & Patras (2018) bahwa mengundang pelajar untuk bergabung dengan
“kepemimpinan pendidikan yang efektif yaitu guru dalam sebuah proses perjalanan penemuan
mampu memberikan visi ke depan (visionary), (Blaylock, et. al., 2016).
memiliki gairah dan semangat yang tinggi Motiviasi inspirasional dari guru ini
(passionate), kreatif, fleksibel, menginspirasi, mendorong tumbuhnya karakter pada diri siswa
inovatif, berani, dan mengeksperimen imajinasi yang bernilai (value) untuk pengembangan
untuk memulai perubahan” masa depan mereka, mengapa mereka perlu
Hasil yang pertama ini memberikan memperoleh pendidikan? Atau bagaimana
informasi bahwa idealitas guru dalam praktek seharusnya mereka bersikap? Karena guru guru
merupakan sosok yang memiliki kedudukan
pembelajaran sangat diperlukan. Idealitas guru
penting bagi perkembangan potensi siswa
yang dimaksud sebagaimana yang tertuang
(Slameto, Hardini, Prasetyo & Indarini, 2018).
dalam Undang-Undang Undang Nomor 20
Hal ini penting bagi seorang guru yang menjadi
Tahun 2003 Pasal 40 Ayat 2, dinyatakan bahwa
pemimpin etis. Seperti yang dikemukaan oleh
kewajiban pendidik adalah : (1) menciptakan
Northouse (2013), bahwa guru yang mejadi
suasana pendidikan yang bermakna,
seorang pemimpin etis, perlu memberikan
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh
(2) mempunyai komitmen secara profesional
nurani kita, yakni:
untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (3)
• Is this the right and fair thing to do?
memberi teladan dan menjaga nama baik • Is this what a good person would do?
lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan • Am I respectful to others?
kepercayaan yang diberikan kepadanya. • Do I treat others generously?
Idealitas guru bagi siswa merupakan inti • Am I honest toward others?
dari kepemimpinan etis, yakni perwujudan • Am I serving the community?
nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan moral Merujuk kepada beberapa pendapat di
oleh pemimpin itu sendiri. Sementara inti dari atas dapat disimpulkan, kepemimpinan etis
pendidikan karakter adalah ‘keteladanan’. Apa guru adalah bentuk perilaku yang dengan
yang diteladankan? Tentu yang diteladankan dukungan legalitas dan moralitasnya mampu
19
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020

mempengaruhi aktivitas belajar dan menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan


perkembangan kepribadian siswa sehingga kelompok.”
dapat mewujudkan tujuan pendidikan dan Temuan ketiga dari hasil penelitian ini
pembelajaran yang komprehensif, sehingga adalah tingginya harapan siswa bahwa guru
dapat mendatangkan kebaikan bersama. sebagai perangsang intelektual bagi siswa.
Atas dasar itu, guru sebagai pendidik Hasil analisis data menujukkan kurangnya
dituntut untuk memiliki sikap dan perilaku perangsangan intelektual guru pada siswanya.
kepemimpinan etis yang prima sehingga Padaha sudah lajim dipahami bahwa guru harus
mampu menjadi agen moral di sekolah dan memiliki kompetensi professional, yakni
dapat menginternalisasikan nilai-nilai moral mampu dalam bidang yang diajarkannya.
terhadap siswa yang diasuhnya, Dalam hal ini Namun dalam kepemimpinan etis itu bukan
nilai moralitas kepemiminan guru lebih penting hanya transfer of knowledge, tetapi guru
dari pada kecerdasannya dalam mengajar, sebagai role model seorang intelektual. Artinya
karena produk pendidikan yang utama adalah guru harus bersikap sebagaimana seorang
terbentuknya moralitas peserta didik. Martin akademisi yang menggunakan nalar rasional
Luther King yang dikutip Muslich (2011:75) dalam bersikap dan berperilaku.
menyatakan, “Intelligence plus character ...that Kepemimpinan etis guru dalam
is the goal of true education”. Ini berarti, kemampuan perangsang intelektual dipandang
keberhasilan pendidikan tidak dapat diukur mampu meningkatan karakter bagi siswa dalam
secara parsial dari aspek kecerdasan semata, bentuk motivasi belajar. Hasil ini memperkuat
melainkan harus secara utuh dengan temuan Taunu & Iriani (2019) bahwa program
mempertimbangkan aspek perkembangan penguatan pendidikan karakter membawa
karakternya. Bahkan Theodore Roosevelt pengaruh yang positif dalam prestasi maupun
dalam Putra (tt), mengingatkan, “To educate a perilaku peserta didik di sekolah. Dengan
person in mind and not in morals is to educate pendidikan karakter tersebut peserta didik lebih
a menace to society”. berprestasi. Dengan demikian, seorang guru perlu
Pemimpin yang inspirasional oleh Bass memberikan penguatan intelektual dalam
dan Avolio dalam Yukl (2005:296) diartikan bidangnya, sehingga menjadi sosok teladan
sebagai “sejauh mana seorang pemimpin layaknya seorang ilmuan dimata para siswanya.
mampu mengkomunikasikan suatu visi yang Kepemimipan etis dari sisi intelektual
menarik, mampu menggunakan simbol-simbol mampu memberikan kesadaran bagi
untuk memfokuskan usaha pengikut dan angggotanya, siswa, dalam peningkatan
memodelkan perilaku yang sesuai.” Pemimpin kreativitas menyelesaikan masalah sebagai
yang inspirasional mampu memberikan visi- bentuk kepedulian guru terhadap siswanya.
visi tentang apa yang mungkin dan bagaimana Yukl (2005:297) mengungkapkan, bahwa
memperolehnya. Pemimpin mampu “stimulasi intelektual dipahami dalam upaya
meningkatkan makna dan mempromosikan seorang pemimpin meningkatkan kesadaran
harapan-harapan positif tentang kebutuhan- anggota terhadap persoalan-persoalan anggota
kebutuhan yang harus dikerjakan. Perilaku dan mempengaruhi anggota untuk melihat
pemimpin inspirasional menurut Yukl persoalan tersebut melalui perspektif baru.”
(2005:297), “dapat merangsang antusiaisme Terkait hal ini, pemimpin melalui pemberian
bawahan terhadap tugas-tugas kelompok dan stimulasi intelektual merangsang kreativitas
mengatakan hal-hal yang menimbulkan anggota dan mendorong untuk menemukan
kepercayaan terhadap kemampuannya untuk solusi bagi pemecahan masalah yang dihadapi
dengan prespektif baru. Menurut Deluga dalam
20
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.

Yukl (2005:297) bahwa melalui pendekatan ini kapasitasnya mampu mempengaruhi orang lain
pengikut didorong untuk berpikir mengenai atau sekelompok orang dalam suatu ikatan
relevansi cara, sistem nilai, kepercayaan, tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan
harapan dan bentuk organisasi yang ada saat ini. bersama.
Anggota juga didorong melakukan inovasi Jelas tidak mudah untuk menjalankan
dalam menyelesaikan persoalan dan berkreasi kepemimpinan etis, karena kita sering terjebak
untuk mengembangkan kemampuan diri, serta dalam kesulitan dalam memberi makna “benar”
didorong untuk menetapkan tujuan atau sasaran terhadap sesuatu. Padahal kepemimpinan etis
yang menantang.. memiliki dua peran yakni memutuskan dengan
Atas dasar itu, maka kepemimpinan etis benar secara etis dan memimpin dengan sikap
guru menjadi faktor diterminan untuk dan perilaku benar secara etis dalam
keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter berinteraksi dengan pengukutnya.
di sekolah. Sebaik apapun konsep kurikulum Kepemimpinan sejatinya harus
pendidikan karakter akan tidak bermakna, jika mewujudkan kebaikan bersama, karena itu
tidak didukung oleh kualitas kepemimpinan etis penyertaan nilai etika atau nilai moral dalam
guru di sekolah. pengambilan keputusan merupakan hal yang
Ini sejalan dengan Vaughan dan Hogg urgen bagi pemimpin. Kepemimpinan bukan
yang dikutif Sujanto (2007:67) yang sekedar kekuasaan, tetapi juga kepercayaan
menjelaskan, “kepemimpinan adalah usaha para pengikut, Kepemimpinan etis yang
menggerakkan orang lain untuk dapat mencapai mempertimbangkan kebaikan bersama akan
tujuan bersama (kelompok).” Sedangkan memperoleh kepercayaan pengikut dan ini
Danim (2008 : 56) mengartikan, kepemimpinan menjadi modal sosial bagi upaya-upaya
adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh kepemimpinannya. Menuurut Trevino, et. al.
individu atau kelompok untuk mengkoordinasi (2003:37), “Leaders who are ethical
dan memberi arahan kepada individu atau demonstrate a level of integrity that is
kelompok lainnya yang tergabung dalam wadah important for stimulating a sense of leader
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah trustworthiness, which is important for
diterapkan sebelumnya.” followers to accept the vision of the leader.”.
Kedua pendapat di atas intinya sama, Burns mengungkapkan kepemimpinan
bahwa kepemimpinan merupakan perilaku etis melalui gagasannya tentang kepemimpinan
seseorang yang berusaha mempengaruhi orang transformasional. Menurut Burns (1978:20)
lain atau sekelompok orang dalam suatu ikatan bahwa “kepemimpinan transformasional
tertentu untuk bekerja sama mencapai tujuan sebagai sebuah proses dimana para pemimpin
bersama. Ini seperti diungkapkan Gani, dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat
Setyamidjaya, dan Sumardi (2008:4), moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para
“kepemimpinan merupakan proses atau pemimpin tersebut mencoba menimbulkan
tindakan mempengaruhi orang lain di dalam kesadaran para pengikut dengan menyerukan
kelompok agar mengerti, memahami dan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral
terpanggil (commit) terhadap apa yang perlu seperti kemerdekaan, keadilan dan
dikerjakan dan bagaimana hal itu dapat dilakukan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi”.
secara efektif, agar usaha bersama tersebut Ciri dari perilaku kepemimpinan etis
dapat mencapai tujuan”. sangat peduli terhadap apa yang dibutuhkan dan
Berdasarkan pada uraian di atas dapat kehendak pengikutnya dan berupaya membantu
disimpulkan, bahwa kepemimpinan sebagai mereka mencapai kemampuan dan hasil
perilaku atau tindakan seseorang yang karena terbaiknya. Burns (1978:20) mengungkapkan,

21
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020

bahwa: “Mahatma Gandhi sebagai contoh hendaknya memiliki adanya jadwal waktu tepat
klasik kepemimpinan tranformasional. Gandhi kapan pemberian atensi ini diberikan kepada
menimbulkan harapan dan permintaan dari siswa, bahkan sekolah seharusnya melakukan
jutaan rakyatnya dan dalam proses itu intervensi pada guru agar dapat memiliki fixe
digantikan oleh dirinya sendiri.” time schedule dalam pemberian atensi pada
Burns (1978) dalam pemikirannya siswanya.
memang tidak secara tegas mendefinisikan Hasil di atas dapat memberikan sebuah
konsep kepemimpinan etis. Tetapi Burns sadar inspirasi baru bahwa kepemimpinan tidak
akan pentingnya nilai-nilai moral dalam hanya dimiliki oleh kepala sekolah, tetapi guru
menjalankan fungsi kepemimpinan dan juga wajib memiliki kepemimpinan, dalam hal
membantu secara bijak dalam mengatasi ini adalah kepemimpinan etis.
berbagai pertentangan antar nilai yang ada.
Karena dalam setiap praktek kepemimpinan SIMPULAN
harus menjaga komitmen untuk saling Berdasarkan paparan hasil penelitian
mengingatkan tentang pentingnya moralitas diperoleh kesimpulan bahwa kepemimpinan
dan saling memberi motivasi. Namun demikian etis guru dalam pendidikan karakter siswa di
inisiatif perilaku bermoral harus datang dari SMP Negeri Tangerang belum menunjukkan
pemimpin untuk mewujudkan keadilan, kondisi yang dapat dibanggakan. Hal ini seperti
kesejahteraan, kedamaian, kesetaraan, dan terungkap dalam data tiap aspek kepemimpinan
aspek-aspek kemanusiaan lainnya. Suasana etis, yang meliputi kharisma atau pengaruh
kepemimpinan seperti itu akan mendorong idealitas guru bagi peserta didik, kondisinya
pengikut melakukan perbaikan dari hari ke hari ada pada 60,30% atau termasuk kategori
untuk menjadi yang lebih baik. sedang/cukup. motivasi inspirasional guru bagi
Hasil keempat dari penelitian adalah peserta didik, kondisinya ada pada 61,21% atau
pentingnya perhatian individual guru bagi termasuk kategori yang lebih dekat ke kondisi
siswa. Dari data yang diperoleh atensi guru cukup/sedang. Perangsangan intelektual guru
secara indivual dapat dikatakan belum cukup. bagi peserta didik, kondisinya ada pada 59,22%
Hal ini terlihat dari respon siswa yang di bawah atau termasuk kategori cukup/sedang. Perhatian
60% atau tepatnya 59,87% yang berkategori individual guru bagi peserta didik, kondisinya
cukup. Atensi atau perhatian guru terhadap ada pada 59,87% atau termasuk kategori
siswa ini pengaruhnya sangat kuat dalam diri cukup/sedang.
siswa baik melalui kontak mata, mendesis, Temuan-temuan di atas menunjukkan,
gerakan tangan yang dapat mnedorong bahwa kepemimpinan etis guru dalam
pergatoan, disiplin, partisipasi serta pendidikan karakter siswa, khususnya di SMP
keantusiasan siswa dalam belajar (Purwanti, Negeri Kota Tangerang, belum atau dapat
Salijah & Dollah, 2017). Lebih lanjut hasil dibanggakan, karena masih ada dalam kondisi
penelitian dari Riley, McKevitt, Shriver & biasa-biasa saja atau sedang. Ini berarti untuk
Allen (2011) dalam studinya menunjukkan mewujudkan kondisi kepemimpinan etis guru
bahwa jadwal perhatian guru dalam waktu yang yang sangat baik, perlu ada pembinaan dari
tetap efektif dalam meningkatkan perilaku on- pihak terkait.
task siswa dan mengurangi perilaku off-task
mereka. DAFTAR PUSTAKA
Hasil penelitan Riley, McKevitt, Anugraheni, I. (2017). Analisa Faktor-Faktor
Shriver & Allen di atas juga merekomendasikan yang Mempengaruhi Proses Belajar
bahwa seorag guru yang professional Guru-Guru Sekolah Dasar. Kelola:
22
Kepemimpinan Etis Guru Dalam Pendidikan Karakter | Muhamad I. Suhifatullah, dkk.

Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 4, Muslich, M. (2011), Pendidikan Karakter;


No. 2, Juli-Desember 2017. Menjawab Tantangan Krisis
DOI: https://doi.org/10.24246/j.jk.2017 Multidimensional, Jakarta: Bumi
.v4.i2.p205-212. Tersedia: Aksara
https://ejournal.uksw.edu/kelola/article/ Nerlino, E. (2020). A theoretical grounding of
view/1297 teacher leadership. Journal of
Blaylock, M., Churches, R., Gowers, F., Professional Capital and Community.
Mackenzie, N., McCauley,D. and Pye, Volume 5 Issue 2.
M., (2016). Inspiring teachers: how Northouse, P. G. (2013). Leadership: Theory
teachers inspire learners. Berkshire and practice (6th ed.). Thousand Oaks,
RG1 4RU: Education Development CA: Sage
Trust.
Putra, M. G. B. A (tt) dalam (http://pks.
Burns, J. M. (1978). Leadership. New York : psikologi.unair.ac.id/ coretan -kami/
Harper & Row. membangun-peradaban-bangsa-
Danim, S. (2008). Motivasi Kepemimpinan dan dengan-pendidikan-berkarakter-
Efektivitas Kelompok. Bandung: moral/diunduh tanggal 14-8-2019,
Penerbit Rineka Cipta. pukul 13.00)
Gani, S. D., Setyamidjaya, Dj. dan Sumardi. Purwanto, N. (1991). Prinsip–Prinsip dan
(2007). Landasan Teori Manajemen Teknik Evaluasi Pembelajaran.
Pendidikan, Bogor: Program Bandung: Remaja Rosdakarya..
Pascasarjana Universitas Pakuan Purwanti, E., Salijah, K. & Dollah, S. (2017).
Hidayat, R. & Patras,Y. E. (2018). Pemetaan Teachers’ Strategies in Getting
Jenis, Indikator dan Kegunaan Students’ Attention During Transition
Kepemimpinan Pendidikan: Kajian in EFL Classroom (A Case Study on
Literatur dari Situs Indonesian English Teacher in a Junior High
Publication Index (IPI). Kelola: Jurnal School). Tersedia:
Manajemen Pendidikan. Vol. 5, No. 2. http://eprints.unm.ac.id/6804/1/ARTIK
124 – 138. DOI: https://doi.org/ EL.pdf
10.24246/j.jk.2018.v5.i2.p124-138. Riley, J. L., McKevitt, B. C., Shriver, M. D. &
Tersedia: https://ejournal.uksw.edu/ Allen,K. D. (2011). Increasing on-task
kelola/article/view/2029. behavior using teacher attention
Leithwood, K., Louis, K. S., Anderson, S. & delivered on a fixed-time schedule.
and Wahlstrom, K. (2004). How Journal of Behavioral Education. Vol.
leadership influences student learning. 20, No. 3149 – 162. Tersedia:
Minnisotta, Toronto: The Wallace https://www.researchgate.net/publicatio
Foundation. n/225774669_Increasing_On-
Task_Behavior_Using_Teacher_Attent
Moore, H. L., Latimer, R. M. & Villate, V. M.
ion_Delivered_on_a_Fixed-
(2016), The Essence of Teacher
Time_Schedule
Leadership: A Phenomenological
Inquiry of Professional Growth. Slameto, Hardini, A. T. S., Prasetyo T. & Indarini,
International Journal of Teacher E. (2018). Peningkatan disiplin Guru SD
Leadership. Vol. 7, No. 1. melalui Pelatihan Partisipatif Model In
– On. Kelola: Jurnal Manajemen
23
Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2020

Pendidikan. Vol 5. No.1, hal 47 – 54. .p64-73. Tersedia:


DOI: https://doi.org/10.24246/j.jk.2018 https://ejournal.uksw.edu/kelola/article/
.v5.i1.p47-54. Tersedia: view/1777
https://ejournal.uksw.edu/kelola/article/ Trevino, L. K., Brown M., & Hartman, L.P.
view/1693 (2003). A qualitative investigation of
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan perceived executive ethical leadership:
Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan Perceptions from inside and outside the
R&D. Bandung: Alfabeta executive suite. Human Relations,
56(1), 5-37.
Sujanto, B. (2007). Manajemen Pendidikan
Berbasis Sekolah, Jakarta:Sagung Seto. Yukl, G. (2005), Kepemimpinan dalam
Organisasi, Terjemahan, Jakarta: PT.
Taunu, E. S. H & Iriani, A. (2019). Evaluasi
Indeks.
Program Penguatan Pendidikan
Karakter Terintegrasi Mata Pelajaran Harris, A. & Jones, M. (2019), Teacher
Matematika di SMP Negeri. Kelola. leadership and educational change.
Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. 6, Journal School Leadership &
No. 1. 64 – 73. Management Formerly School
DOI: https://doi.org/10.24246/j.jk.2019.v6.i1 Organisation. Vol. 39.

24

You might also like