Professional Documents
Culture Documents
Perkembangan Dan Pengembangan Kawasan Ca
Perkembangan Dan Pengembangan Kawasan Ca
net/publication/315527921
CITATIONS READS
0 3,566
1 author:
Antariksa Sudikno
Brawijaya University
331 PUBLICATIONS 586 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Antariksa Sudikno on 23 March 2017.
PENDAHULUAN
Kawasan Cakranegara merupakan kota koloni dari Kerajaan Karangasem di Bali,
sehingga kotanya dibangun berdasarkan ide perencanaan kota Hindu-Bali (Handinoto, 2010).
Berdasarkan sejarah, Kawasan Cakranegara dibangun pada pertengahan abad ke-17 pada
masa pemerintahan Raja I Gusti Anglurah Ketut Karangasem dan menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Karangasem yang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Karangasem
Singasari. Kawasan tersebut diperuntukkan sebagai pusat pemerintahan dan penyebaran
agama Hindu, serta permukiman bagi masyarakat Hindu-Bali yang datang selama
pemerintahan Kerajaan Karangasem. Menurut Mulyadi (2009), Kawasan Cakranegara
dibentuk berdasarkan konsepsi tri hita karana. Konsep tri hita karana, yaitu tiga pura utama
(pura puseh, pura desa, dan pura dalem) sebagai parahyangan/jiwa; teritorial kawasan (desa
pakraman) sebagai pawongan/fisik; dan penduduk sebagai palemahan/tenaga. Kawasan
Cakranegara memiliki tiga pura utama sebagai unsur jiwa/parahyangan (Pura Meru, Taman
Mayura, Pura Dalem Karang Jangkong); penduduk yang menempati kawasan di antara tiga
pura sebagai unsur tenaga/pawongan; dan adanya batas kawasan sebagai badan/palemahan.
Permukiman dan sarana umum diletakkan di antara tiga pura utama.
1
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
2
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
METODE
Metode yang digunakan adalah kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk
mengetahui bentuk perkembangan Kawasan Cakranegara berdasarkan sejarah pada awal
terbentuknya kawasan dan perkembangannya sampai sekarang. Metode analisis yang
digunakan untuk melihat perkembangan kawasan adalah analisis sinkronik-diakronik.
Menurut Suprijanto dalam Hardiyanti et al. (2005), sinkronik dan diakronik umumnya
digunakan dalam morfologi (dalam arsitektur dan kota) sebagai metode analisis. Menurut
Bayu, et al. (2010), analisis sinkronik dapat memberikan bentuk-bentuk perubahan yang
terjadi dari setiap periode atau tahapan perkembangan pola ruang perkotaan. Analisis
diakronik digunakan untuk mengkaji satu aspek yang menjadi bagian dari satu objek,
fenomena atau ide dari waktu ke waktu. Selanjutnya adalah arahan pelestarian kawasan
dengan bentuk zonasi kawasan, yaitu pembagian blok-blok dengan arahan pengembangan
3
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
lahan berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik dan kebijakan pemerintah Kota Mataram
mengenai penataan ruang wilayah.
4
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
5
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
Bali. Permukiman dibangun dengan pola grid (kotak-kotak) yang memiliki ukuran
yang sama atau disebut Karang. Selain itu juga didirikan beberapa pura dengan
kepemilikan Karang. Permukiman mayoritas dihuni oleh masyarakat Hindu-Bali
yang berasal dari Daerah Karang Asem di Pulau Bali dan sebagian kecil masyarakat
asli Sasak-Lombok (Gambar 2).
Taman Mayura
Pura Dalem
Karang Jangkong
Pura Meru
6
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
7
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
8
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
Masjid Nurul Hidayah Puri Pamotan dibangun Monumen Van Ham dibangun
dibangun tahun1916. tahun 1950. tahun1894.
9
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
Di Kawasan Cakranegara, terdapat dua upacara keagamaan yang diadakan secara meriah
setiap tahunnya dan berpusat di Kawasan Cakranegara, yaitu Pawai Ogoh-ogoh dan
Piodalan Pura Meru. Hal tersebut dikarenakan awal mula perkembangan agama Hindu
adalah di Kawasan Cakranegara dan terdapat pura terbesar di Pulau Lombok (selain Pura
Lingsar dan Pura di Taman Narmada), yaitu Pura Meru yang berada di kawasan pusat
Kota Mataram. Kedua kegiatan keagamaan tersebut dilaksanakan sejak
terbentuknyaterbentuknya Parisada Hindu Dharma Indonesia. Pawai Ogoh-ogoh
dilaksanakan sehari sebelum pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Semua masyarakat Hindu di
Kota Mataram dan sekitarnya membuat Ogoh-ogoh atau patung Buta Kala dan
membawanya ke Kawasan Cakranegara. Pawai dimulai dari depan Pura Dalem Karang
Jangkong di Jalan Pejanggik. Ogoh-ogoh diarak oleh masing-masing kelompok sampai
ke depan Pura Meru di Jalan Selaparang. Ruang yang digunakan adalah Jalan Pejanggik
10
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
dan Jalan Selaparang dari depan Pura Dalem Karang Jangkong menuju ke arah Pura
Meru (Gambar 5).
Upacara Odalan Pura Meru yang biasanya dilaksanakan pada akhir bulan September
(tanggal 28, 29, dan 30) dan awal Bulan Oktober (tanggal 1 dan 2). Upacara Odalan atau
Piodalan merupakan upacara untuk memperingati berdirinya sebuah pura. Pelaksanaan
Piodalan Pura Meru dilaksanakan oleh semua masyarakat Hindu Cakranegara. Terdapat
29 Pura Pemaksan masing-masing mewakili wilayah yang terdapat di Kawasan
Cakranegara. Ruang-ruang yang digunakan pada upacara Piodalan Pura Meru adalah 29
Pura Pemaksan di masing-masing lingkungan; jalan-jalan yang menghubungkan Pura
Pemaksan dengan Pura Meru, terutama Jalan Pejanggik, Jalan Selaparang, Jalan Sultan
Hasanudin, dan Jalan AA. Gede Ngurah; dan kawasan Pura Meru (Gambar 6).
11
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
Selain kedua kegiatan keagamaan tersebut, terdapat beberapa kegiatan agama yang
dilaksanakan oleh masyarakat Hindu di Kota Mataram dan sekitarnya di Kawasan
Cakranegara.Kegiatan keagamaan seperti sembahyangan pada saat Hari Raya Galungan
dan Kuningan yang dilaksanakan di Taman Mayura, atau Upacara Ngaben yang
dilaksanakan di Pura Dalem Karang Jangkong, dan lain sebagainya (Gambar 7).
12
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
13
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
jasa perkantoran usaha dan profesional, jasa hiburan, dan rekreasi serta jasa
kemasyarakatan; serta kawasan perdagangan dan jasa lokal diperuntukkan bagi
kegiatan perdagangan eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran usaha dan
profesional, jasa hiburan dan rekreasi, serta jasa kemasyarakatan dan perumahan
kepadatan menengah dan tinggi.
D. Arahan Pelestarian Kawasan Cakranegara
Pembangunan pusat kota tidak hanya penggunaan kembali dan konservasi kawasan lama,
tapi juga mencakup pembuatan desain baru dari bangunan dan lingkungan sekitarnya,
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan baru (Damayanti, et al., 2005). Pada penelitian
perkembangan dan pengembangan Kawasan Cakranegara ditentukan beberapa kawasan
dan bangunan untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Penentuan lokasi dan bentuk
arahan pelestariannya berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik dan kebijakan
pemerintah. Berikut bentuk arahan pelestarian di Kawasan Cakranegara (Gambar 8).
1. Pelestarian bangunan kuno yang berumur lebih dari 50 tahun, kawasan tiga pura
utama (Pura Meru, Taman Mayura, dan Pura Dalem Karang Jangkong), Pura
Pemaksan. Pura Pemaksan di masing-masing lingkungan didirikan bersamaan
dengan Pura Meru pada masa pemerintahan Kerajaan Karangasem, dan sampai
sekarang masih digunakan untuk pelaksanaan kegiatan keagamaan masyarakat
Hindu, terutama pada saat upacara Piodalan Pura Meru.
2. Kawasan dan bangunan yang termasuk dalam upaya pelestarian diarahkan untuk
tetap menjaga bentuk asli. Selain itu, pelestarian juga ditujukan bagi pekarangan
yang menerapkan konsep tri hita karana dan bangunan bergaya arsitektur
tradisional Bali. Jika ada penambahan bangunan baru di sekitar bangunan kuno,
harus mengikuti gaya bangunan kuno tersebut atau bergaya arsitektur tradisional
Bali. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga dan melestarikan ciri khas Kawasan
Cakranegara sebagai pusat perkembangan agama Hindu serta permukiman
tradisional Bali Cakranegara.
3. Bangunan rumah-rumah yang berada di jalan lingkungan diarahkan untuk
dipertahankan dengan fungsi permukiman dengan kegiatan perdagangan dan jasa,
serta industri dan pergudangan yang disesuaikan dengan kawasan permukiman
kepadatan sedang. Terutama di Kelurahan Cilinaya, Kelurahan Cakranegara Timur,
Kelurahan Sapta Marga, dan Kelurahan Cakranegara Selatan. Lokasi permukiman
yang diarahkan untuk dipertahankan, yaitu blok permukiman di antara Jalan Panca
Usaha dan Jalan Ismail Marzuki, Jalan Ismail Mazuki dan Jalan Sriwijaya, Jalan
Sriwijaya dan Jalan Songket, Jalan Selaparang dan Jalan Tumpang Sari, Jalan
14
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
Tumpang Sari dan Jalan Chairil Anwar, Jalan Chairil Anwar dan Jalan Brawijaya,
serta Jalan Brawijaya dan Jalan Pertanian. Berdasarkan hasil analisis perkembangan
kawasan, lokasi-lokasi permukiman tersebut masih didominasi oleh bangunan
rumah dan terdapat beberapa pekarangan rumah dengan penerapan konsep tri hita
karana.
4. Pengembangan kawasan dengan fungsi perdagangan dan jasa diarahkan di
sepanjang Jalan Pejanggik, Jalan Selaparang, Jalan Sultan Hasanudin, Jalan AA.
Gede Ngurah, Kelurahan Cakranegara Barat, Kelurahan Mayura, dan Kelurahan
Cilinaya (blok di antara Jalan Pejanggik dan Jalan Panca Usaha).
5. Pengembangan kawasan dengan fungsi perdagangan dan jasa serta industri dan
pergudangan diarahkan di sepanjang Jalan AA. Gede Ngurah, Jalan Sriwijaya, Jalan
Brawijaya, Kelurahan Sapta Marga, dan Kelurahan Cakranegara Selatan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan diperoleh arahan pelestarian Kawasan
Cakranegara dengan bentuk zonasi kawasan. Secara umum terdapat satu blok kawasan yang
dipertahankan dengan fungsi permukiman dan dua blok kawasan masing-masing dengan
pengembangan fungsi perdagangan dan jasa, serta industri dan pergudangan. Selain itu,
terdapat beberapa kawasan dan bangunan yang diarahkan untuk dipertahankan baik secara
fisik maupun fungsinya, terutama bangunan tiga pura utama dan Pura Pemaksan di masing-
15
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
masing lingkungan. Hal tersebut bertujuan untuk melestarikan tempat-tempat yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan masyarakat Hindu yang berpusat di Kawasan
Cakranegara.
Saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya penelitian terkait sejarah dan
perkembangan kawasan, sosial budaya masyarakat, serta adat istiadat yang masih
dilaksanakan di Kawasan Cakranegara. Hal tersebut bertujuan agar kearifan lokal yang ada
dapat lebih dipahami dan dijaga kelestariannya. Selain itu dapat menambah pengetahuan
masyarakat dalam upaya pengembangan kawasan secara spasial tanpa menghilangkan
kearifan lokal yang terdapat di kawasan tersebut. Hasil dari penelitian tersebut juga dapat
dijadikan sebagai daya tarik wisata budaya yang mendukung pengembangan pariwisata di
Pulau Lombok.
DAFTAR PUSTAKA
Bayu, C. & Susanto A. (2010). Perubahan Pola Ruang Perkotaan Dalam Transformasi Sosial
Budaya Masyarakat Tepian Sungai Kapuas Di Pontianak – Kalimantan Barat.
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa (Edisi Januari 2010).
Damayanti, Rully & Handinoto. (2005). Kawasan “Pusat Kota” Dalam Perkembangan
Sejarah Perkotaan Di Jawa. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur (Vol. 33 No. 1: 34-
42).
Ernawi, Imam S. 2009. “Kearifan Lokal Dalam Perspektif Penataan Ruang”. Makalah dalam
Seminar Nasional Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam Perencanaan dan
Perancangan Lingkungan Binaan. Universitas Merdeka Malang. Malang: 7 Agustus
2009.
Firzal, Yohannes. (2010). Perkampungan Tua Di Tengah Kota, Upaya Mewujudkan Kawasan
Bantaran Sungai sebagai Kawasan Budaya Berjatidir. Local Wisdom-Jurnal Ilmiah
Online (Vol. 2 No. 2: 19-26).
Handinoto. 2010. Arsitektur dan Kota-kota di Jawa Pada Masa Kolonial. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
16
SOSHUMJURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO.2, JULI 2013
Hardiyanti, N. S., Antariksa, & Hariyani, S. (2005). Studi Perkembangan dan Pelestarian
Kawasan Keraton Kasunan Surakarta. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur (Vol. 33
No. 1: 112-124).
Mulyadi. 2009. “Konsepsi Tri Hita Karana sebagai Unsur Kearifan Lokal dan
Implementasinya pada Pola Tata Ruang Kota Cakranegara Lombok NTB”. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam
Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Universitas Merdeka Malang.
Malang, 7 Agustus 2009.
Nadi, Wayan W. 2012. Sejarah dan Eksistensi Komunitas Hindu Bali Lombok di
Cakranegara. (online). (http://www.scribd.com/doc/98247159/Bab-IV-
Gambaran-Umum, diakses 16 Februari 2013).
Pemerintah Kota Mataram. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 12 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram. Mataram.
Rachman, Maman. (2012). Konservasi Nilai dan Warisan Budaya. Indonesian Journal of
Conservation (Vol. 1 No. 1: 30-39).
Roychansyah, M. S. 2009. “Alternatif Peraturan Zonasi Bagi Model Integrasi Ruang Kota
Melalui Kajian “Smartcode””. Makalah dalam Seminar Nasional Implikasi
Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 Terhadap Konsep
Pengembangan Kota dan Wilayah Berwawasan Lingkungan. Universitas Brawijaya
Malang. Malang: 29 April 2009.
17