Professional Documents
Culture Documents
123
Pendidikan Sejarah, Universitas Jember
Email : andiorlando7@gmail.com
Abstract
Organic rice is one of the leading commodities in Lumajang Regency. Organic rice
which incidentally is the process of planting rice using organic materials without
including chemical fertilizers and pesticides in production activities. Organic rice
cultivation is one of the businesses in the agricultural sector in Penanggal Village.
The organic rice cultivation technique begins with the farmer's desire to minimize
spending on chemical fertilizers, which are indeed used very massively so that the
burden of expenditure becomes large. In addition, the excessive use of chemical
fertilizers makes the soil conditions more acidic and if left unchecked it will become
stiff and damaged. In 2012 the Department of Agriculture issued the Sigarpunbulat
program, the aim of which is to encourage the use of organic fertilizers in every
process of rice production in Lumajang Regency. Then in 2016 the organic rice
program became one of the programs included in the strategic plan of the Lumajang
Agriculture Service with Penanggal Village as the main cluster. The goal is to
restore land fertility and increase farmers' income. The principle of organic rice
cultivation is to improve soil structure so that it becomes fertile and increases
productivity.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Gottschalk
(1975:32) menjelaskan bahwa metode sejarah merupakan proses menguji dan
menganalisis secara kritis memori dan peninggalan masa lampau berdasarkan
rekonstruksi yang imajinatif dan berupa aturan yang sistematis untuk
memberikan arah dalam penelitian sejarah
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah Heuristik, dalam langkah
ini penulis mengumpukan data atau mencari sumber yang diperlukan atau
relevan dan digunakan sebagai penulisan sejarah. sumber yang diperlukan
adalah sumber primer dan sumber sekunder. Penulis menggunakan wawancara
untuk menemukan sumber-sumber yang dibutuhkan.
Langkah ke 2 adalah mengkritik sumber Langkah selanjutnya setelah
pengumpulan sumber ialah kritik untuk mencari keauntentikan sumber yang
telah diperoleh (Gottschalk, 1975:18). Kritik sumber dibagi menjadi dua yakni
kritik ekstern dan kritik intern (Abdurrahman, 2007:68). Tahap pertama kritik
ekstern diawali peneliti melakukan verifikasi dengan cara melihat dan
menganalisis secara rinci sumber-sumber yang telah diperoleh sebelumnya.
Kritik ekstern bertujuan untuk melihat keabsahan sumber apakah sumber yang
digunakan itu asli atau tidak. Sedangkan kritik intern dilakukan oleh peneliti
untuk meneliti kembali sumber yang telah terbukti otentitasnya, dalam hal ini
akan di uji kembali dengan kredibilitasnya. Dengan melihat substansi pada isi
dokumen yang terkait sehingga dapat dibandingkan dengan sumber lain yang
ISSN No. 2252-4673
Volume 1, Issue 3
Mei 2022
terkait, sehingga memperoleh kebenaran suatu fakta yang dapat diandalkan
(Sjamsuddin, 1996: 105).
Langkah ke 3 yang dipakai penulis yaitu interpretasi. Interpretasi sering
juga disebut sebagai analisis dan sintesis. Analisis adalah menguraikan,
sedangkan sintesis ialah menyatukan. Fakta yang sudah terkumpul kemudian
dirangkai menjadi suatu kalimat yang rasional dan faktual berdasarkan aspek
pembahasan. Penyebab subyektifitas dalam penulisan sejarah terdapat pada
bagian interpretasi. Subyektifitas peneliti memang diakui namun tanpa
penafsiran sejarawan tidak berarti apa-apa. Maka dari itu sejarawan perlu
mencantumkan keterangan dari data yang diperoleh (Kuntowijoyo, 2013: 78).
Langkah terakhir dalam proses metode sejarah adalah historiografi.
Historiografi atau juga disebut sebagai aktivitas penulisan sejarah dengan
merekonstruksi secara imajinatif fakta-fakta sejarah yang diperoleh lalu
disebutkan secara terpisah (Gottschalk, 1975: 33). Rekonstruksi sejarah
menghasilkan gambaran suatu peristiwa sejarah namun setiap konstruk
diperlukan unsur imajinasi dari sejarawan (Kartodirdjo, 1992:90-91). Pada
tahap ini peneliti harus mampu mengkaitkan daya imajinasi dan kreatifitas
dengan fakta-fakta sejarah dan memperhatikan kaidah- kaidah dalam penulisan
karya ilmiah.
Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan merupakan kapasitas suatu lahan untuk memproduksi
hasil tertentu dengan pengelolaan optimum (Foth dan Ellis dalam Munawar,
2011:4). Definisi produktivitas maknanya lebih luas dibandingkan dengan
kesuburan tanah, karena mecakup aspek kesuburan tanah ditambah dengan
faktor-faktor lain yang mencakup praktik-praktik dalam pengelolaan. Tanah di
Desa Penanggal dari segi geografis dikatakan subur karena dekat dengan
sumber air sehingga memudahkan dalam proses irigasi. Tetapi dalam praktik di
lapangan, mayoritas petani masih banyak yang menggunakan bahan kimia
dalam penanaman padi tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan dari bahan
kimia tersebut. Dampak dari penggunaan bahan kimia mengakibatkan
menurunnya kandungan c-organik hingga dibawah 1,7%. Kondisi itu jika
dibiarkan akan membuat tanah semakin keras dan bantat sehingga akan
mengancam produktivitas lahan di desa Penanggal.
Tabel 1 Realisasi panen di Kecamatan Candipuro Tahun 2010-2015
Jumlah 4.260.000
Sumber : Wawancara dengan Petani Padi Organik, 2021.
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa rata-rata biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan selama proses penanaman padi organik dan padi anorganik relatif
ISSN No. 2252-4673
Volume 1, Issue 3
Mei 2022
sama sebesar Rp 4.380.000 per hektar. Biaya paling banyak dikeluarkan ketika
melakukan pengolahan lahan yang dilakukan selama dua tahapan. Pengolahan
lahan pertama adalah membajak dan dilakukan ketika memasuki awal masa tanam
dengan menggunakan hand traktor yang dilakukan empat tenaga kerja selama dua
hari. Kemudian pengolahan lahan kedua dilakukan dengan meratakan tanah atau
menggaru. Saat itu juga lahan sudah dipupuk organik dan lahan digenangi air yang
membutuhkan enam tenaga kerja dan menggunakan hand traktor yang dilakukan
selama satu sampai tiga hari dengan sistem upah borongan Rp725.000/ha. Selain
pengolahan tanah, biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja mulai dari,
persemaian, cabut bibit, pemupukan, dan penyiangan relatif sama yakni sebesar
Rp 30.000 per setengah hari. Untuk penanaman dilakukan oleh tenaga kerja
wanita (HKW) dengan upah sebesar Rp.25.000 per setengah hari. Untuk biaya
panen dilakukan oleh 21 tenaga kerja laki-laki dengan upah Rp. 30.000 per
setengah hari. Untuk biaya perontokan menggunakan power trasher (mesin
perontok) sebanyak tiga tenaga kerja dengan upah Rp. 10.000 per karung.
Kemudian biaya angkut ke jalan menggunakan delapan tenaga kerja dengan upah
Rp.10.000 per karung dilakukan dengan sistem dipikul.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam menyusun penelitian ini baik dari dosen Pendidikan Sejarah
Universitas Jember, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian
Kabupaten Lumajang, Petani padi organik Desa Penanggal, serta pihak lainnya
yang tidak bisa disebutkan satu per satu, semoga tulisan ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA.
Kelompok Tani Krajan Jaya. 2012. Buku Notulen Kelompok Tani Krajan Jaya.
Lumajang. Kelompok Tani Krajan Jaya
Kelompok Tani Krajan Jaya. 2016. Buku Notulen Kelompok Tani Krajan Jaya.
Lumajang. Kelompok Tani Krajan Jaya
Sumber Lisan:
Wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Krajan Jaya (Pak Syamsul Arifin)
2 November 2021