You are on page 1of 79

DIABETES MELLITUS

A. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi
mikrovaskuler, makrovaskuler dan neurologist. (Long, 1996 : 4)
B. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),
2005, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
2. Diabetes Melitus Tipe 2
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional

C. Etiologi Diabetes Mellitus


Faktor penyebab terjadinya Diabetes Mellitus ( Sjaifoellah, 1996)
1. Faktor keturunan
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas yang
bersifat genetic sehimgga mempengaruhi sintesis insulin.
2. Fungsi sel pancreas dan sekresi insulin berkurang
Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel betha
pulau pancreas jika ada penurunan fungsi pancreas maka jelas akan
berpengaruh pada sekresi insulin
3. Kegemukan atau obesitas
Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan
intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes
mellitus dan insulin insufisiensi relative.
4. Perubahan pada usia lanjut berkaitan dengan resistensi insulin
Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama
padapost reseptor.
D. Manifestasi Klinis
Cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil,
terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada
penyebabnya. Gejala diatas pada umumnya dikenal sebagai Trias DM : Polifagi,
Poliuri, dan Polidipsi
E. Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi Akut
 Diabetik Ketoasedosis (DKA)
 Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
 Hypoglikemia
2. Komplikasi Kronis
1) Mikrovaskular
a. Penyakit Ginjal
b. Penyakit Mata (Katarak)
c. Neuropati
2) Makrovaskular
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Pembuluh darah kaki
c. Pembuluh darah otak
F. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Mellitus
1. Pemeriksaan gula darah (GDA, GDP, GD 2 Jam PP)
2. Pemeriksaan dengan HbA1c
3. Pemeriksaan Urine
G. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
H. Masalah Keperawatan
1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah ditandai dengan ketidakpatuhan
terhadap terapi DM dan diet DM
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun
karena penyempitan pembuluh darah
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pngobatan yang tidak adekuat
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk jaringan
5. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan klien tentang penyakitnya
6. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan iskemia atau
kematian jaringan
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan nafsu makan menurun dan mual muntah
8. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
PATHWAY DIABETES MELLITUS
DM tipe I DM tipe II
Etiologi : -reaksi autoimun etiologi :- Genetik (mutasi gen
- Lingkungan (virus Mumps, Rubella, Virus t4 lainx) glukokirase (kr.7)
- Genetik (antigen HLA) - Gaya hidup/obesitas

infiltrasi leukosit Autoimun sel B Endapan lipid di vaskular R. GLUT 2 di sel


Transport glukosa
Destruksi sel B di Kelenjar Pankreas sekresi Insulin (-)/ Hiperglikemia

Gangguan Metabolisme Resistensi insulin


Sekresi insulin

Lemak Karbohidrat Protein Hiperinsulinemia

Hipertrigliserida lipolisis Glikogenesis, Btk glukosa BUN Sel beta terbeban


Hiperkolesterolema As lemak bebas ke hati Glukoneogenesis GFR Glukosa sel polifagi

Btk badan keton Hiperglikemia Krsakan Glomerulus scr mekanisme energi


progresif
LDL , HDL Ketonuria, ketonemia Glukosuria kompensasi pecah protein Sorbitol
Gangguan keseimbangan Sekresi air polifagi Gagal ginjal lipolisis,glikogenesis Fruktosa

asam basa Poliuria Kematian BB , lemas, lelah, tenaga

Endapan lipid di vaskuler Diabetik ketoasidosis T. osmotik koloid plasma


Dx : perubahan nutrisi kurang
Dx: Resiko infeksi
Dx: resiko cidera
Dx : Kelelahan
Aterosklerosis Diabetik Ketoasidosis c.intrasel intavaskuler Osmolalitas intravaskuler
Hipertensi Arteri Koronaria C.intrasel Polidipsi
Jejas osmotik pd sel
Kompensasi jantung Infark Miokard Dehidrasi
Sel Schwann rusak Perisit kapiler retina
Atrofi otot Kematian Hiperosmolalitas Osmoreseptor di Hipoksia sel2 perifer Mikroaneurisma retina
hipotalamus
Neuropati perifer
Dekompensasi kordis Hemokonsentrasi
Kematian Asidosis Metabolik mual, muntah G. motorik+ sensorik Dx: gangguan
penglihatan
Organ reproduksi Serebro vaskular Koma Hipovolemi Sensasi nyeri
Impotensi seksual stroke Dx: risiko cedera
Kematian
Trauma tak trasa
Dx: kurang
Ulcus Diabetik
Kematian volume cairan
Dx: Gangguan Dx : gangguan
pola seksualitas Pembedahan integritas kulit
Kecacatan

Sekresi insulin
Dx: Gangguan citra diri
Hiperglikemi
Dx: resiko cedera
Pemberian insulin , Diet ++ palpitasi,berkeringat
Glukosa k otak Hipoglikemi tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual.
Gangguan fungsi otak Aktivasi pusat autonom
Koma
pusing,penglihatan kabur, ktjman mental Hipotalamus

ketajaman mental,kejang2,kesadaran Hormon Epinefrin


Kematian

Dx: perubahan Mencari informasi


Dx: kurang pengetahuan
Krisis situasi proses keluarga
CHRONIC KINDEY DISEASE

A. Definisi Chronic Kindey Disease


Chronic kindey diseaseatau disebut juga gagal ginjal kronis.Penyakit ginjal kronik
adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologiyang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan padaumumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinisyang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,
pada suatu derajatyang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atautransplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Dalam kondisi ini ginjal tidak
mampumempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yangmenyebabkan
terjadinya uremia dan azotemi (Bayhakki, 2013).

B. Klasifikasi Chronic Kindey Disease


Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan dua hal,
yaituatasdasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.Klasifikasi
atasasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
denganmenggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009).Stadium yang lebih
tinggimenunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah (K/DOQI, 2002).

LFG ((ml/mnt/ 1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
C. Etiologi Chronic Kindey Disease
Etiologi chronic kindey disease sangat bervariasi antara satu negara dengan
negaralain. Penyebab utama chronic kindey disease tahun 1995-1999 di AS (Switra,
2009) :Penyakit diabetes mellitus, yakni angka insiden 44% (DM tipe 1 sebesar 7%, DMtipe 2
sebesar 37%), hipertensi dan pembuluh darah besar dengan angka insiden27%,
gloerulonefritis dengan insiden 10%, nefritis Interstitialis dengan insiden4%, kista dan
penyakit bawaan lain dengan insiden 3%, penyakit sistemik (mis:lupus, dan vaskulitis)
dengan insiden 2%, neoplasma dengan insiden 2%, tidakdiketahui dengan insiden 4%, dan
penyakit lain dengan insiden 4%.Penyebab GGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000(Suwitra, 2009), glomerulonefritis dengan angka insiden 46,39%, diabetesmellitus
dengan angka insiden 18,65%, Obstruksi dan infeksi dengan angkainsiden 12,85%,
hipertensi dengan angka insiden 8,46% dan sebab lain denganangka insiden 13,65%.
Menurut O‟ Callaghan, penyebab penyakit ginjal stadiumakhir yang membutuhkan terapi
pengganti ginjal; diabetes mellitus 40%,hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal
polokistik 4%, urologis6% dan tidak diketahui sebanyak 10% (0‟ Callaghan, 2007).

D. Faktor Risiko Chronic Kindey Disease


a) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadakpada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat
pengendapankompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus (Muttaqin &
Sari, 2011). Glomerulonefritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi
streptokokus(Baradero, 2009).
Glomerulonefritis kronik mungkin mempunyai awitan
sebagaiglomerulonefritis akut atau mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi
tipeyang lebih ringan yang tidak terdeteksi. Setelah reaksi ini terjadi berulang,
ukuranginjal berkurang sedikitnya seperlima dari ukuran normalnya dan
mengandungmengandung jaringan fibrosa dalam jumlah yang banyak. Dengan
berkembangnyaglomerulonefritis kronik, gejala-gejala dan tanda-tanda serta
insufisiensi ginjaldan GGK terjadi. (Boughman & Hackley,2005).
b) Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai
olehpeningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Hal ini terjadi akibat
penurunankemampuan tubuh untuk merespon insulin atau tidak terbentuknya
insulin olehpankreas (Boughman & Hackley, 2005).
Pada penderita DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
sepertibatu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun
kronis, danberbagai macam bentuk glomerulonefritis, yang disebut sebagai
penyakit ginjalnon diabet pada pasien diabetes (Lubis, 2009).
c) Hipertensi
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya,hipertensi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Namunsulit menentukan apakah hipertensi yang menyebabkan gangguan ginjal
atausebaliknya, gangguan ginjal yang menyebabkan hipertensi (Tessy, 2009).
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginyatekanan darah
dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darahdalam waktu lama makin
berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy, 2009).
d) Penyakit Batu Ginjal
Obstruksi saluran kemih dapat terjadi di bagian mana saja pada sistemsaluran
kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus (Baradero, 2009). Tanda dangejala
obstruksi saluran kemih tergantung pada lokasi dan beratnya obstrusi. Obstrusi yang
tidak ditanganiakan berakhir dengan gagal ginjal (Baradero, 2009).

E. Manifestasi Klinis Chronic Kindey Disease


1. Pruritus
2. Gagal jantung kongestif
3. Pernafasan kussmaul
4. Nafas berbau uremik.
5. Anoreksia
6. Mual
7. Muntah
8. Ulserasi pada saluran gastrointestinal
9. Anemia
10. Spasme otot dan kram.
11. Burning pain
12. Sindrom mata merah
13. Edema

F. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kindey Disease


Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik : kadar kreatinin serumuntuk
menghitung laju filtrasi glomerulus, rasio protein terhadap kreatinin ataualbumin
terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi hari atau urinsewaktu.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk melihat adanya sel darahmerah dan
sel darah putih. Pemeriksaan pencitraan ginjal, biasanya denganultrasonografi.
Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)(Pernefri, 2003).

G. Komplikasi Chronic Kindey Disease


Menurut data 40-50% kematian penderita CKD disebabkan olehpenyakit
kardiovaskular. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik (KDQI, 2002) :
1) Derajat 1 yakni kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 ml/men)tanpa komplikasi,
2) Derajat 2 yakni kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-89ml/men)
dengan komplikasi tekanan darah mulai meningkat.
3) Derajat 3 yakni Penurunan LFG sedang (30-59 ml/men) dengankomplikasi :
hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,hipertensi,
hiperhomosistinemia.
4) Derajat 4 yakni penurunan LFG berat (15-29 ml/men) dengankomplikasi :
malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung hiperkalerhia,dislipidemia.
5) Derajat 5 yakni gagal ginjal (<15) dengan komplikasi : gagal jantungdan uremia

H. Penatalaksanaan Chronic Kindey Disease


1. Terapi konservatif
1) Pembatasan protein
2) Diet rendah kalium.
3) Diet rendah natrium
4) Pengaturan cairan
2. Terapi penggantian ginjal atau Renal Replacement Teraphy (RRT)
3. Transplantasi ginjal
4. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser). Dialiser ini memiliki
fungsi seperti nefron yang dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal
(Black, 2005; Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).
Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
(Suharyanto, 2002).
I. Diagnosa Keperawatan yang muncul
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
b. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia, keletihan,
penurunan suplai O2 ke jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
dan muntah
d. Intolerans aktivitas b.d keletihan, anemia
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan suplai
O2 ke jaringan
f. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat ini
g. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
h. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang hemodialisa
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan suplai
O2 ke jaringan
j. Ganguan integritas kulit b.d gatal-gatal pada kulit
PATHWAY CKD
DAFT AR PUSTAKA

Baradero, Mary. (2009). Klien gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.


Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal bedah BukuSaku
untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1. Jakarta : EGC
Bayhakki. 2013. Meaning of Living With End Stage Renal Disease and Hemodialysis of
Muslims in Pekanbaru, Indonesia. Pekanbaru.
Black, J.M & Hawks, J.H. (2005).Medical Surgical Nursing ClinicalManagement for
Positive Outcomes (Ed.7).St. Louis: Missouri ElsevierSaunders.
K/DOQI.2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kid- ney Disease: Evaluation,
Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 39:S1-S266,.
Lubis, Arliza, Juairiani. (2006). Dukungan Sosial Pasien Gagal Ginjal Terminal yang
Melakukan Terapi Hemodialisa.
Muttaqin, Arif &Sari, Kurmala.2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan.
Keperawatan Medikal bedah.Jakarta : Salemba medika.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). 2003. Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal.PERNEFRI, Jakarta.
Suhardjono, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Edisi Ketiga. FK UI, Jakarta.
Suwitra K.2009. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal.Jakarta: Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
GASTROENTRITIS AKUT (GEA)

A. Definisi Gastroentritis Akut (GEA)


Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau
tanpa lender dan darah (Murwani. 2009).

B. Etiologi Gastroentritis Akut (GEA)


Faktor penyebab gastroenteritis menurut Parashar dan Glass (2012) adalah:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai
berikut:
1) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor,
versinia aoromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)
3) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis,
protozoa, jamur).
b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia, dan lainnya.
2. Faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).

C. Manifestasi Klinis Gastroentritis Akut (GEA)


Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%),
dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan
pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran
mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada
<10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernapasan yang mencangkup radang
tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10% (Bresee et al, 2012).

D. Penegakan Diagnosa Gastroentritis Akut


(GEA) Anamnesa
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu mual,
muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau
berdarah tergantung bakteri yang menyebabkan (Simadibrata K et al., 2009).
Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba konsistensi tinja
menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba. Pada anak biasanya diare
berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti dalam 2 minggu. Muntah biasanya
berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan berhenti dalam 3 hari.
Tanyakan : 1. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami diare akut
dan/atau muntah 2. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui (mungkin dari
makanan atau air yang terkontaminasi) 3. Perjalanan atau bepergian

Pemeriksaan fisik Gastroentritis Akut (GEA)


Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai perubahan
pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan (Simadibrata
K et al., 2009).

Pemeriksaan Penunjang Gastroentritis Akut (GEA)


a. Pemeriksaan tinja: Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap
berbagai antibiotika, pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan darah: Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan
alkali, pemeriksaan kadar ureum.

E. Komplikasi Gastroentritis Akut (GEA)


 Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
 Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis): Metabolik
asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja,
adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam
laktat, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan.
Pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan
Kuszmaull (Noerasid, Suraatmadja dan Asnil, 1988).
 Hipoglikemia: Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka
rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Gangguan
sirkulasi: Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera ditangani penderita dapat meninggal.

F. Penatalaksanaan Gastroentritis Akut (GEA)


Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan WHO
Guideline (2012), yaitu :
1. Melakukan penilaian awal
2. Tangani dehidrasi
3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi menggunakan
cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat sendiri atau larutan oralit.
4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan
pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai
5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6. Atasi gejala-gejala lain
7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik

G. Pencegahan Gastroentritis Akut (GEA)


Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis dapat
dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian vaksin rotavirus,
dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit ini. Selain itu hal lain
yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan kebersihan diri dengan
menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan mencuci tangan dan
juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan merupakan salah satu
sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis (WHO, 2012).

H. Masalah Keperawatan Yang Muncul


a. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis.
b. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat diare
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsiusus terhadap zat gizi
d. Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis.
e. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi.
f. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan
sekunder terhadapkelembapan
PATHWAYi GEA

Infeksi Makanan (basi, beracun, Psikologis (cemas,


(virus, bakteri, parasit) alergi) takut)
Masuk kesaluran cerna Masuk kesaluran cerna Stimulus saraf

dan berkembang Kegagalan simpatis


absorpsi usus Toksin tidak dapat di
Masuk ke Toksin dalam dinding
absorpsi Merangsang
pembuluh darah usus halus Tekanan osmotik
meningkat peristaltik usus
Menyerang Merusak mukosa usus Akumulasi toksin di
Pergeseran air dan lumen Kemampuan
hipotalamus Terjadi iritasi mukosa elektrolit ke absorpsi
usus rongga usus Lumen usus hipertonik
Hipertermi Tekanan osmotik intra
Hipertensi cairan Isi rongga usus
isotonic dan elektronik meningkat
lumen meningkat
Absorbsi cairan dan
Malabsorbsi KH
elektrolit menurun
Bakteri dalam usus
meningkat
Gastroenteritis Akut
Kehilangan cairan Menghasilkan gas
muntah
Asidosis metabolik H2 dan CO2
Gangguan asam basa
BAB berlebihan Keasaman feses
Dehidrasi Gangguan sirkulasi Kembang dan flatas
meningkat Renjatan hipovolemik
berlebih
darah Muntah Iritasi anus PH darah menurun
Asidosis metabolik dan
Kram abdomen
hipokalemia Suplai O2 ke otak Mukosa kering Gangguan Rangsangan pusat
Renjatan hipovolemik inadekuat Gangguan cairan dan Nyeri abdomen
integritas kulit pernapasan
Penurunan perfusi elekttrolit Napas cepat dan dalam Menimbulkan
Shock hipovolemik jaringan trauma patologis
Resti kerusakan integritas Gangguan pola napas
Penurunan kesadaran Hipoksia kulit
ansietas
Kematian Sesak
Nyeri akut
Cemas Gangguan perfusi jaringan
Gangguan pola napas
DAFT AR PUSTAKA
Bresee, J. S., et al., 2012. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among
Adults Visiting Emergency Departments in the United States. The Journal of
Infectious Disease. 205 : 1374-1381.
Chow A, et al. (2010) Molecular characterization of human homologs of yeast
MOB1. 126(9):2079-89
Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Parashar, U. D., Glass, R. I., 2012. Viral Gastroenteritis. Dalam : Longo, D. L., Fauci, A. S.,
Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Loscalzo, J. (eds). 2012.
Harrison‟s Principles of Internal Medicinie. 18 ℎ ed. USA : The Mc Graw-Hill Companies,Inc.

Simadibrata K, M., Daldiyono, 2009. Diare Akut. Dalam : Sudoyono, A. W.,


Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., Setiasi, S. (eds). 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta : 548-556
ACUTE FEBRILE ILLNESS

A. Definisi Acute Febrile Illness


Acute febrile illness merupakan bahasa laitin dari febris/deman. Febris/demam
sendiri adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus (Elizabeth J.
Corwin, 2000). Dikatakan febris/demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC
(E. Oswari, 2006). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2004).

B. Klasifikasi Acute Febrile Illness


Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
 Fever : Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis
 Hyperthermia : Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena
induksi dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan
 Malignant Hyperthermia : Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan
yang menyertai kekakuan otot karena anestesi total

C. Etiologi Acute Febrile Illness


Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik
maupun penyakit lain (Julia, 2000). Menurut Guyton (2000), demam dapat
disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan
diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa hal
khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi
demam serta keluhan dan gejala yang menyertai demam.
D. Manifestasi Klinis Acute Febrile Illness
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung, anoreksia
dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5⁰C - 40⁰C, kulit
hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit
kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat dan
dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan,
kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).

E. Pemeriksaan Penunjang Acute Febrile Illness


 Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
 Hemato : CRP (C. reaktif protein) : meningkat
 SGOT/SGPT : memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati

F. Penatalaksanaan Acute Febrile Illness


a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6
jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.
Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak
mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan
berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai
otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
fungsi intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang
diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau
air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya
suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres hangat suam-suam kuku pada dahi, ketiak,lipat paha. Kompres air hangat
atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu
tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran
panas dari tubuh
h. Pemberian obat antipiretik. Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu
di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase
sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana
diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran
panas tidak ada lagi.

G. Komplikasi Acute Febrile Illness


a. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayakan otak

H. Diagnosa Keperawatan Acute Febrile Illness


a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.
b. Resiko injuri berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
dan diaforesis.
d. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
DAFT AR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta,
EGC. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.
Yogyakarta: Media Hardy
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby Inc.
CHRONIC KINDEY DISEASE

A. Definisi Chronic Kindey Disease


Chronic kindey diseaseatau disebut juga gagal ginjal kronis.Penyakit ginjal kronik
adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologiyang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan padaumumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinisyang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,
pada suatu derajatyang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atautransplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Dalam kondisi ini ginjal tidak
mampumempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yangmenyebabkan
terjadinya uremia dan azotemi (Bayhakki, 2013).

B. Klasifikasi Chronic Kindey Disease


Pada penderita chronic kindey disease, klasifikasi stadium ditentukan dua hal,
yaituatasdasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.Klasifikasi
atasasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
denganmenggunakan rumus Kockcroft-Gault (Suwitra, 2009).Stadium yang lebih
tinggimenunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah (K/DOQI, 2002).

LFG ((ml/mnt/ 1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
C. Etiologi Chronic Kindey Disease
Etiologi chronic kindey disease sangat bervariasi antara satu negara dengan
negaralain. Penyebab utama chronic kindey disease tahun 1995-1999 di AS (Switra,
2009) :Penyakit diabetes mellitus, yakni angka insiden 44% (DM tipe 1 sebesar 7%, DMtipe 2
sebesar 37%), hipertensi dan pembuluh darah besar dengan angka insiden27%,
gloerulonefritis dengan insiden 10%, nefritis Interstitialis dengan insiden4%, kista dan
penyakit bawaan lain dengan insiden 3%, penyakit sistemik (mis:lupus, dan vaskulitis)
dengan insiden 2%, neoplasma dengan insiden 2%, tidakdiketahui dengan insiden 4%, dan
penyakit lain dengan insiden 4%.Penyebab GGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia
tahun 2000(Suwitra, 2009), glomerulonefritis dengan angka insiden 46,39%, diabetesmellitus
dengan angka insiden 18,65%, Obstruksi dan infeksi dengan angkainsiden 12,85%,
hipertensi dengan angka insiden 8,46% dan sebab lain denganangka insiden 13,65%.
Menurut O‟ Callaghan, penyebab penyakit ginjal stadiumakhir yang membutuhkan terapi
pengganti ginjal; diabetes mellitus 40%,hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal
polokistik 4%, urologis6% dan tidak diketahui sebanyak 10% (0‟ Callaghan, 2007).

D. Faktor Risiko
e) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadakpada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat
pengendapankompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus (Muttaqin &
Sari, 2011).Glomerulonefritis akut yang paling lazim adalah yang akibat infeksi
streptokokus(Baradero, 2009).
Glomerulonefritis kronik mungkin mempunyai awitan
sebagaiglomerulonefritis akut atau mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi
tipeyang lebih ringan yang tidak terdeteksi. Setelah reaksi ini terjadi berulang,
ukuranginjal berkurang sedikitnya seperlima dari ukuran normalnya dan
mengandungmengandung jaringan fibrosa dalam jumlah yang banyak. Dengan
berkembangnyaglomerulonefritis kronik, gejala-gejala dan tanda-tanda serta
insufisiensi ginjaldan GGK terjadi. (Boughman & Hackley,2005).
f) Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai
olehpeningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Hal ini terjadi akibat
penurunankemampuan tubuh untuk merespon insulin atau tidak terbentuknya
insulin olehpankreas (Boughman & Hackley, 2005).
Pada penderita DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi,
sepertibatu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun
kronis, danberbagai macam bentuk glomerulonefritis, yang disebut sebagai
penyakit ginjalnon diabet pada pasien diabetes (Lubis, 2009).
g) Hipertensi
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya,hipertensi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan ginjal.
Namunsulit menentukan apakah hipertensi yang menyebabkan gangguan ginjal
atausebaliknya, gangguan ginjal yang menyebabkan hipertensi (Tessy, 2009).
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginyatekanan darah
dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darahdalam waktu lama makin
berat komplikasi yang dapat ditimbulkan (Tessy, 2009).
h) Penyakit Batu Ginjal
Obstruksi saluran kemih dapat terjadi di bagian mana saja pada sistemsaluran
kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus (Baradero, 2009). Tanda dangejala
obstruksi saluran kemih tergantung pada lokasi dan beratnya obstrusi. Obstrusi yang
tidak ditanganiakan berakhir dengan gagal ginjal (Baradero, 2009).

E. Manifestasi Klinis Chronic Kindey Disease


1. Pruritus
2. Gagal jantung kongestif
3. Pernafasan kussmaul
4. Nafas berbau uremik.
5. Anoreksia
6. Mual
7. Muntah
8. Ulserasi pada saluran gastrointestinal
9. Anemia
10. Spasme otot dan kram.
11. Burning pain
12. Sindrom mata merah
13. Edema

F. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kindey Disease


Pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik : kadar kreatinin serumuntuk
menghitung laju filtrasi glomerulus, rasio protein terhadap kreatinin ataualbumin
terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi hari atau urinsewaktu.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk melihat adanya sel darahmerah dan
sel darah putih. Pemeriksaan pencitraan ginjal, biasanya denganultrasonografi.
Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)(Pernefri, 2003).

G. Komplikasi Chronic Kindey Disease


Menurut data 40-50% kematian penderita CKD disebabkan olehpenyakit
kardiovaskular. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik (KDQI, 2002) :
a. Derajat 1 yakni kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 ml/men)tanpa
komplikasi,
b. Derajat 2 yakni kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (60-
89ml/men) dengan komplikasi tekanan darah mulai meningkat.
c. Derajat 3 yakni Penurunan LFG sedang (30-59 ml/men) dengankomplikasi
: hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,hipertensi,
hiperhomosistinemia.
d. Derajat 4 yakni penurunan LFG berat (15-29 ml/men) dengankomplikasi :
malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung hiperkalerhia,dislipidemia.
e. Derajat 5 yakni gagal ginjal (<15) dengan komplikasi : gagal jantungdan
uremia

H. Penatalaksanaan Chronic Kindey Disease


a. Terapi konservatif
1) Pembatasan protein
2) Diet rendah kalium.
3) Diet rendah natrium
4) Pengaturan cairan
b. Terapi penggantian ginjal atau Renal Replacement Teraphy (RRT)
c. Transplantasi ginjal
d. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser). Dialiser ini memiliki
fungsi seperti nefron yang dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal
(Black, 2005; Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).
Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan
(Suharyanto, 2002).
J. Diagnosa Keperawatan yang muncul
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan GFR.
b. Ketidakseimbangan pola nafas b.d edema paru, asites, anemia, keletihan,
penurunan suplai O2 ke jaringan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
dan muntah
d. Intolerans aktivitas b.d keletihan, anemia
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan Hb, penurunan suplai
O2 ke jaringan
f. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan, perubahan status kesehatan saat ini
g. Gangguan pertukaran gas b.d edema paru, penurunan Hb
h. Defisit Pengetahuan b.d kurangnya pajanan informasi tentang hemodialisa
i. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan Hb, penurunan suplai
O2 ke jaringan
j. Ganguan integritas kulit b.d gatal-gatal pada kulit
PATHWAY CKD
DAFT AR PUSTAKA

Baradero, Mary. (2009). Klien gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.


Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. 2000. Keperawatan Medikal bedah BukuSaku
untuk Brunner dan Suddarth, Edisi 1. Jakarta : EGC
Bayhakki. 2013. Meaning of Living With End Stage Renal Disease and Hemodialysis of
Muslims in Pekanbaru, Indonesia. Pekanbaru.
Black, J.M & Hawks, J.H. (2005).Medical Surgical Nursing ClinicalManagement for
Positive Outcomes (Ed.7).St. Louis: Missouri ElsevierSaunders.
K/DOQI.2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kid- ney Disease: Evaluation,
Classification and Stratification. Am J Kidney Dis 39:S1-S266,.
Lubis, Arliza, Juairiani. (2006). Dukungan Sosial Pasien Gagal Ginjal Terminal yang
Melakukan Terapi Hemodialisa.
Muttaqin, Arif &Sari, Kurmala.2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan.
Keperawatan Medikal bedah.Jakarta : Salemba medika.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). 2003. Penyakit Ginjal Kronik dan
Glomerulopati: Aspek Klinik dan Patologi Ginjal.PERNEFRI, Jakarta.
Suhardjono, dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Edisi Ketiga. FK UI, Jakarta.
Suwitra K.2009. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal.Jakarta: Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
GASTROENTRITIS AKUT (GEA)

A. Definisi Gastroentritis Akut (GEA)


Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada
lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau
tanpa lender dan darah (Murwani. 2009).

B. Etiologi Gastroentritis Akut (GEA)


Faktor penyebab gastroenteritis menurut Parashar dan Glass (2012) adalah:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai
berikut:
4) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor,
versinia aoromonas dan sebagainya.
5) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)
6) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis,
protozoa, jamur).
b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia, dan lainnya.
2. Faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar).

C. Manifestasi Klinis Gastroentritis Akut (GEA)


Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%),
dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan
pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran
mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada
<10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernapasan yang mencangkup radang
tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10% (Bresee et al, 2012).

D. Penegakan Diagnosa Gastroentritis Akut


(GEA) Anamnesa
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu mual,
muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau
berdarah tergantung bakteri yang menyebabkan (Simadibrata K et al., 2009).
Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba konsistensi tinja
menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba. Pada anak biasanya diare
berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti dalam 2 minggu. Muntah biasanya
berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan berhenti dalam 3 hari.
Tanyakan : 1. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami diare akut
dan/atau muntah 2. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui (mungkin dari
makanan atau air yang terkontaminasi) 3. Perjalanan atau bepergian

Pemeriksaan fisik Gastroentritis Akut (GEA)


Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai perubahan
pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan
abdomen yang seksama juga merupakan hal yang penting dilakukan (Simadibrata
K et al., 2009).

Pemeriksaan Penunjang Gastroentritis Akut (GEA)


a. Pemeriksaan tinja: Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap
berbagai antibiotika, pH dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan darah: Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan
alkali, pemeriksaan kadar ureum.

E. Komplikasi Gastroentritis Akut (GEA)


 Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
 Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis): Metabolik
asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja,
adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan asam
laktat, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan.
Pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan
Kuszmaull (Noerasid, Suraatmadja dan Asnil, 1988).
 Hipoglikemia: Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka
rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Gangguan
sirkulasi: Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera ditangani penderita dapat meninggal.

F. Penatalaksanaan Gastroentritis Akut (GEA)


Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan WHO
Guideline (2012), yaitu :
1. Melakukan penilaian awal
2. Tangani dehidrasi
3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi menggunakan
cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat sendiri atau larutan oralit.
4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan
pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai
5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
6. Atasi gejala-gejala lain
7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik

G. Pencegahan Gastroentritis Akut (GEA)


Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis dapat
dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian vaksin rotavirus,
dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit ini. Selain itu hal lain
yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan kebersihan diri dengan
menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan mencuci tangan dan
juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan merupakan salah satu
sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis (WHO, 2012).

H. Masalah Keperawatan Yang Muncul


a. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis.
b. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
sekunder akibat diare
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsiusus terhadap zat gizi
d. Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis.
e. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi.
f. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan
sekunder terhadapkelembapan
PATHWAYi GEA

Infeksi Makanan (basi, beracun, Psikologis (cemas,


(virus, bakteri, parasit) alergi) takut)
Masuk kesaluran cerna Masuk kesaluran cerna Stimulus saraf

dan berkembang Kegagalan simpatis


absorpsi usus Toksin tidak dapat di
Masuk ke Toksin dalam dinding
absorpsi Merangsang
pembuluh darah usus halus Tekanan osmotik
meningkat peristaltik usus
Menyerang Merusak mukosa usus Akumulasi toksin di
Pergeseran air dan lumen Kemampuan
hipotalamus Terjadi iritasi mukosa elektrolit ke absorpsi
usus rongga usus Lumen usus hipertonik
Hipertermi Tekanan osmotik intra
Hipertensi cairan Isi rongga usus
isotonic dan elektronik meningkat
lumen meningkat
Absorbsi cairan dan
Malabsorbsi KH
elektrolit menurun
Bakteri dalam usus
meningkat
Gastroenteritis Akut
Kehilangan cairan Menghasilkan gas
muntah
Asidosis metabolik H2 dan CO2
Gangguan asam basa
BAB berlebihan Keasaman feses
Dehidrasi Gangguan sirkulasi Kembang dan flatas
meningkat Renjatan hipovolemik
berlebih
darah Muntah Iritasi anus PH darah menurun
Asidosis metabolik dan
Kram abdomen
hipokalemia Suplai O2 ke otak Mukosa kering Gangguan Rangsangan pusat
Renjatan hipovolemik inadekuat Gangguan cairan dan Nyeri abdomen
integritas kulit pernapasan
Penurunan perfusi elekttrolit Napas cepat dan dalam Menimbulkan
Shock hipovolemik jaringan trauma patologis
Resti kerusakan integritas Gangguan pola napas
Penurunan kesadaran Hipoksia kulit
ansietas
Kematian Sesak
Nyeri akut
Cemas Gangguan perfusi jaringan
Gangguan pola napas
DAFT AR PUSTAKA

Bresee, J. S., et al., 2012. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among
Adults Visiting Emergency Departments in the United States. The Journal of
Infectious Disease. 205 : 1374-1381.
Chow A, et al. (2010) Molecular characterization of human homologs of yeast
MOB1. 126(9):2079-89
Murwani, A. 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Parashar, U. D., Glass, R. I., 2012. Viral Gastroenteritis. Dalam : Longo, D. L., Fauci, A. S.,
Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., Loscalzo, J. (eds). 2012.
Harrison‟s Principles of Internal Medicinie. 18 ℎ ed. USA : The Mc Graw-Hill Companies,Inc.

Simadibrata K, M., Daldiyono, 2009. Diare Akut. Dalam : Sudoyono, A. W.,


Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., Setiasi, S. (eds). 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta : 548-556
Acute Febrile Illness

A. Definisi Acute Febrile Illness


Acute febrile illness merupakan bahasa laitin dari febris/deman. Febris/demam
sendiri adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus (Elizabeth J.
Corwin, 2000). Dikatakan febris/demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC
(E. Oswari, 2006). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2004).

B. Klasifikasi Acute Febrile Illness


Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
 Fever : Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis
 Hyperthermia : Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada
makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena
induksi dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan
 Malignant Hyperthermia : Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan
yang menyertai kekakuan otot karena anestesi total

C. Etiologi Acute Febrile Illness


Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik
maupun penyakit lain (Julia, 2000). Menurut Guyton (2000), demam dapat
disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu
sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan
diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa hal
khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi
demam serta keluhan dan gejala yang menyertai demam.
D. Manifestasi Klinis Acute Febrile Illness
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung, anoreksia dan
somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5⁰C - 40⁰C, kulit hangat,
takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit kemerahan,
peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin,
nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan,
dan berkeringat (Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).

E. Pemeriksaan Penunjang Acute Febrile Illness


 Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
 Hemato : CRP (C. reaktif protein) : meningkat
 SGOT/SGPT : memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati

F. Penatalaksanaan Acute Febrile Illness


a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6
jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.
Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak
mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan
berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai
otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
fungsi intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang
diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau
air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya
suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres hangat suam-suam kuku pada dahi, ketiak,lipat paha. Kompres air hangat
atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu
tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran
panas dari tubuh
h. Pemberian obat antipiretik. Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu
di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase
sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana
diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran
panas tidak ada lagi.

G. Komplikasi Acute Febrile Illness


a. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayakan otak

H. Diagnosa Keperawatan Acute Febrile Illness


a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.
b. Resiko injuri berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
dan diaforesis.
d. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
PATHWAY ACUTE FIBRRILE ILLNESS
Agen infeksius Dehidrasi

mediator inflamasi
Monosil/makrofag Tubuh kehilangan

cairan
Acute Fibrrile Illness
Silokin pirogen Penurunan cairan

intrasel
Mempengaruhi

hipotalamus anterior
BB berkurang Peningkatan suhu
tubuh
Meningkatnya Gangguan rasa nyaman anoreksia

Peningkatan evaporasi
metabolisme tubuh Hipertermi
Gelisah

Resiko kekurangan Intake makanan


kelemahan berkurang
volume cairan Kurang pengetahuan

Ansietas Ketidakseimbangan
Intoleran aktivitas nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFT AR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. (1990). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta,
EGC. Guyton, Arthur C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.
Yogyakarta: Media Hardy
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby Inc.
ANEMIA

A. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah
Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000: 22).
Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah
dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria
atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita. (Arief Mansjoer, 201:454).

B. Etiologi Anemia
1. Defisit zat besi
2. Faktor-faktor hereditas
3. Penyakit kronis

C. Klasifikasi Anemia

Menurut Handayani & Haribowo (2008) Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb.
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut :
- Ringan sekali Hb 10 gr/dL-13 gr/dL
- Ringan Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL
- Sedang Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL
- Berat Hb <6 gr/dL
D. Manifestasi klinik Anemia

1. Gejala umum

Gejala umum disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic syndrome.
Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena,
yaitu sebagai berikut :
a) Sistem kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung.
b) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c) Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala akibat penyakit dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini timbul
karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut, misalnya anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami (Handayani & Haribowo, 2008)

E. Pemeriksaan Diagnostik Anemia


Menurut Handayani & Haribowo (2008) pemeriksaan diagnostic untuk anemia
terdapat beberapa cara antara lain:
1) Pemeriksaan laboratorium hematologis
Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai
berikut :
a. Tes penyaring : tes ini dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan
bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian
pada komponen-komponen berikut ini :
- Kadar hemoglobin
- Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)
- Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan
hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini harus dilakukan pada
sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis
definitive meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan
jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya
adalah untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.
Pemeriksaan tersebut meliputi komponen berkiut ini :
- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan
feritin serum
- Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
- Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan elektroforesis Hb
- Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia
2) Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
- Faal ginjal
- Faal endokrin
- Asam urat
- Faal hati
- Biakan kuman

F. Penatalaksanaan Medis Anemia


1) Terapi gawat darurat
Pada kasus anema dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka
harus segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang
dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut.
2) Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat
besi untuk anemia defisiensi besi.
3) Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi
penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang harus diberikan obat anti cacing tambang.
4) Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini
berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak
tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini,
penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi
diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus dilakukan evaluasi
kembali (Handayani & Haribowo, 2008)

G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dimiliki muncul pada penderita anemia adalah
sebagai berikut :
1) Perubahan Perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
3) Intoleran aktifitas b/d Kelemahan Umum
4) Deficit perawatan diri b/d perubahan sirkulasi dan neurologist
(anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
5) Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit.
Keganasan Kanker Gg.Fungsi Ginjal Kerusakan Sumsum Pola Makan tidak Degenerasi Sel Trauma
Tulang teratur (Lansia)
Depresi Gg.produksi hormon Perdarahan >>
Eritrosit Rapuh
sumsum tulang eritropoetin Absorpsi Fe, B12, 1. Asupan Zat besi
2. Kehilangan Darah
asam folat
3. Gg.Absorpsi Tdk terkontrol
Gg.Pembentukan Stimulus
eritrosit pembentukan SDM Kehilangan Komponen
di sumsum tulang pembuatan eritrosit Zat Besi Kehilangan komponen
Vaskuler
Produksi Eritrosit
Eritrosit tidak sempurna Besi Fero
Genetik
Sintesis Globin B
Rx Kompensasi
abnormal Eritrosit mudah
Heme + hemoglobin Vasokontriksi
pecah
Produksi Globin B
Pembentukan eritrosit pd organ
Penurunan Resisten
lain (hepar) Ketidakefektifan
Perifer
eritropoesis
Apoptosis,
Hematomegali
Eritoblast dan SDM a. Pucat
b. Syok Hipolemik
Hemolisis

ANEMIA
Dx: ketidak
Terjadi gangguan
Sesak nafas
efektifan pola pada organ paru
nafas Transpor O2 Dx: gangguan
perfusi jaringan
perifer
Kerja jantung Metabolisme an Kebutuhan O2 tidak terpenuhi
Merangsang aerob
sistem syaraf
simpatik Metabolisme
Hipoxia sel jaringan an aerob
Payah jantung Asam laktat

Aliran darah
GIT Penumpukan
iskemi Lelah Kompensasi oleh jantung ke HR asam laktat
pada jaringan

Peristaltik usus
Dx : Nyeri Dx: gangguan
perfusi jar jantung Kerja jantung Bedrest
Kelelahan
regergitasi
Stress organ
Ketidak mampuan
ostipasi Beban jantung meningkat dalam Dx:
waktu yang lama ADLs
intoleransi aktivitas
Asam lambung
Jantung + GI
Dx: disfungsi Dx : Defisit
mortilitas GI Otot jantung hipertropi Perawatan
Mual muntah diri
Dx: gangguan
perfusi
Kemampuan kompensasi
jaringan GI
anurexia

Penurunan curah jantung

intake

Berat badan

Dx: ketidak seimbangan


nutruisi dan kebutuhan
CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)

A. Pengertian Cerebrovascular Accident (CVA)


Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh
darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000).

B. Klasifikasi Cerebrovascular Accident (CVA)


Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi
anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1. Stroke iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik dibagi menjadi
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
2. .Stroke hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada
penderitahipertensi (Ngoerah, 1991). Stroke hemoragik dibagi menjadi :
a) Perdarahan intraserebral
b) Perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RNID) yaitu gejala neurologis
akan menghilang antara >24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Stroke in evolution yaitu kelainan atau defisit neurologik berlangsung
secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
4) Completed stroke yaitu kelainan neurologis sudah menetap dan tidak
berkembang lagi (Ngoerah, 1991).
C. Etiologi Cerebrovascular Accident (CVA)
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia
serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma
pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
c. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

D. Manifestasi Klinis Cerebrovascular Accident (CVA)


Berikut adalah tabel perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding :

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas

Peringatan + 50% TIA -

Nyeri Kepala +/- +++

Kejang - +

Muntah - +

Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++

Kernig - +

pupil edema - +

Perdarahan Retina - +

Bradikardia hari ke-4 sejak awal

Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hypertensi,

di retina, koroner, perifer. aterosklerosis, HHD


Emboli pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis

- +

Pemeriksaan: + Kemungkinan pergeseran


glandula pineal
Darah pada LP

X foto Skedel
Aneurisma. AVM.
Oklusi, stenosis
massa intra hemisfer/
Angiografi vaso-spasme.

Massa intrakranial
densitas bertambah.
Densitas berkurang
(lesi hyperdensi)
CT Scan (lesi hypodensi)
Perdarahan retina atau
corpus vitreum

Crossing phenomena

Opthalmoscope Silver wire art


Meningkat

Merah
Lumbal pungsi Normal
>1000/mm3
 Tekanan Jernih
ada shift
 Warna
< 250/mm3
 Eritrosit shift midline echo
Arteriografi oklusi

EEG di tengah
E. Pemeriksaan Cerebrovascular Accident (CVA)
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang
bekerja, ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf –
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah
disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah
ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks – refleks batang otak yaitu :
 Reaksi pupil terhadap cahaya.
 Refleks kornea.
 Refleks okulosefalik.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
 Pemeriksaan darah rutin.
 Pemeriksaan kimia darah lengkap.
 Gula darah sewaktu.
 Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK, dan
profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta total lipid).
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
 Waktu protrombin.
 Kadar fibrinogen.
 Viskositas plasma.
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung,
atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan elektrokardiografi
sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard.
Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan
memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli
(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
 CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat
penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari – hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar
dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan
proses patologik di batang otak.
 Pemeriksaan foto thoraks.
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.

F. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:

 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan


membuka arteri karotis di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

G. Diagnosa keperawatan yang muncul.


1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder
terhadap perdarahan otak .
2. Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,
kelumpuhan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5. Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi
prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan
kesadaran.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan
dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
10. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas,
parise dan paralise.
11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara
verbal atau tidak mampu komunikasi.
12. Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
13. Resiko terjadinya: kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder
kehilangan kesadaran.
14.
PATHWAY CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
DAFT AR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.

Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.

Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.

DISPEPSIA

A. Definisi Dyspepsia Syndome


Dispepsia adalah sekumpulan gejala yang berasal dari saluran percernaan bagian
atas. Bila berhubungan dengan makan atau minum dan diantaranya berupa rasa
terbakar pada jantung dan nyeri (biasanya „asam‟) pada perut atas/dada bawah
“kembung”, anoreksia dan muntah (Davey, 2005).
B. Etiologi Dyspepsia Syndome
Penyebab dyspepsia adalah adanya refluk gastroesofagus, karsinoma esophagus,
ulkus gaster, karsinoma lambung dan gastritis (Davey, 2005 dan Borley, 2007).
C. Pemeriksaan Penunjang Dyspepsia Syndome
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan kelainan serius, terutama
kanker lambung, sekaligus menengakkan diagnosis, bila mungkin. Pemeriksaannya
sebagia berikut:
 Tes darah
Hitung darah engkap dan laju endap darah (LED) normal membantu
menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter
pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan
saluran pencernaan (Davey, 2005).
 Endoskopi
Tes definitif untuk esofadgitis, penyakit eptelium Barret dan ulkus peptikum
(Davey, 2005).
 Ultrasonografi
Digunakan untuk penilaian adanya batu empedu (Borley, 2007).
D. Penatalaksanaan Dyspepsia Syndome
Obat-obatan yang digunakan pada dasarnya berguna untuk mengobati penyakit
yang mendasari. Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit pada saluran
pencernaan atas yaitu (deWit, 2013)

Antasida
Jenis antasida diantaranya Mylanta, gelusil, amphojel dan gaviscon. Antasida
berguna untuk menetralkan asam lambung. Efek samping dari penggunaan
obat ini dapat menyebabkan diare sehingga dikonsumsi pada saat 1 jam dan
3 jam setelah makan dan saat akan tidur.

Antagonis reseptor Histamin


Jenis obat ini diantaranya cimetidine, ranitidine, nizatidine dan famotidine.
Obat ini bekerja dengan cara menekan sekresi asam dengan cara memblok
reseptor histamine dan sel parietal di lambung. Obat jenis ini dikonsumsi
bersama dengan makanan dan saat sebelum tidur.

Penghambat pompa proton


Jenis obat ini diantaranya omeprazole, lansoprazole, dexansoprazole. Jenis
ini bekerja untuk menekan sekresi asam lambung. Jenis obat ini memiliki
efek samping sakit kepala, mual, muntah dan diare.
E. Asuhan Keperawatan Dispepsia
 Pengkajian
Anamnesa faktor risiko
Pada saat anamnesis dapat dikaji mengenai faktor gaya hidup (rokok,
alcohol, berat badan, stress) relevan dengan terjadinya refluks. Insidensi
kanker meningkat dengan bertambahnya usia dan signifikan hanya pada
usia > 45 tahun. Adanya disfagia dan penurunan berat badan merupakan
indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan penunjang (Davey, 2005).

Pemeriksaan fisik
Biasanya ditemukan nyeri epigastrik dan juga tanda-tanda neoplasia
(penurunan berat badan, pembesaran kelenjar getah bening, massa
abdomen) (Davey, 2005).
 Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada gastrointestinal
 Mual berhungan dengan iritasi gastrointestinal

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


volume cairan aktif (muntah)
Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah
(Hermad, 2014).

DAFT AR PUSTAKA
Borley, NR. dan Grace, PA. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga
DeWitt, SC. dan Kumagai, C. 2013. Medical-Surgical Nursing Concepts & Practice 2 nd
Edition. Saunders
Hermad, TH. 2013. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Clssifications 2015-2017 10th Edition. NANDA International
Hematemesis Melena

A. Definisi Hematemesis Melena

Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit


saluran cerna bagian atas dan melena adalah pengeluarn feses atau tinja yang
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan
oleh perdarahan ususu proksimal (Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer, 2000)

B. Etiologi Hematemesis Melena


Hemtemesis biasanya disebabkan oleh lesi yang berada diproksimal sambunan
duodeno-jejenum. Melena dapat disebabkan oleh lesi dimanapun dari esopagus sampai
kolon (lesi saluran cerna atas dapat menyebabakan perdarahan per rektal nyata)
(Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).
Berikut adalah penyebab tersering hematemesis melena:
Gambar 1. Penyebab tersering hematemesis melena
C. Manifestasi Klinis Hematemesis Melena
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

D. Pemeriksaan Penunjang Hematemesis Melena


a. DPL(Diagnostic Peritoneal Lavage) : karsinoma, esophagitis refluks
b. Tes fungsi hati : penyakit hati ( varises)
c. Tes pembekuan darah : alkohol, diathesis, perdarahan
d. EDG(Esophagogastroduodenoscopy): pilihan utama pemeriksaan penunjang.
Akurasi diagnosis tinggi, juga dapat sebagai terapi (varises:injeksi,
ulkus :injeksi/katerisasi)
e. Angiografi : penyebab yang berasal duodenum jarang, untuk perdarahan rekuren
yang tidak jelas
f. Barium meal (menelan barium) yang follow through (mengikuti) : berguna bagi
pasien yang tidak siap untuk EGD (penyakit pernafasan) dan lesi jejenum
proksimal (Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).

E. Penatalaksanaaan Hematemesis Melena (Pierce A. Grace & Neil R Borley, 2006).


Resusistasi

Perdarahan minor Perdarahan mayor

Observasi EGD elektif Lanjutkan resusitasi, EGD segera


Pantau hemoglobin dan keseimbangan cairan
Ulkus peptikum Varises Gastritis

Terapi endoskopi Terapi endoskopi Terapi PPI i.v


Perdarahan ulang Terapi Selang Pemberian makan
atau resiko tinggi: Sengstaken dini
pembedahan Pembedahan

F. Komplikasi Hematemesis Melena


a. Syok hipovolemik
b. Gagal Ginjal Akut
c. Penurunan kesadaran
d. Ensefalopati

G. Asuhan Keperawatan Hematemesis Melena


1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan.
Tanda: Takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap aktivitas).
b. Sirkulasi
Gejala: Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia(hipovolemia, hipoksemia),
kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan (vasokontriksi),
warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan darah, kelembaban
kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon
psikologik).
c. Integritas Ego
Gejala: Faktor stress akut atau kronis (keuangan, keluarga, kerja), perasaan tidak
berdaya. Tanda :Tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat,perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
d. Eliminasi
Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan GI atau masalah
yang berhubungan dengan GI, misalnya luka peptic/gaster, gastritis, bedah gaster, radiasi
area gaster, perubahan pola defekasi/ karakteristik feses . Tanda: Nyeri
tekan abdomen; distensi, bunyi usus: sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif
setelah perdarahan, karakter feses: diare, darah warna gelap, kecoklatan, atau
kadang-kadang merah cerah,berbusa, bau busuk , konstipasi dapat terjadi
(perubahan diet, penggunaan antasida), haluaran urine: menurun, pekat.
e. Makanan/Cairan
Gejala:Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik
bagian luar sehubungan dengan lukaduodenal),masalah menelan; cegukan, nyeri
ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh
makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan
berat badan. Tanda: Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau
tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat.
f. Neurosensori
Gejala: Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan, status mental:
tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi/oksigenasi).
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,perih; nyeri hebat
tiba-tiba dapat disertai perforasi, rasa ketidaknyamanan/distress samar-samar
setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut), nyeri epigastrium
kiri sampai tengah/atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan
hilang dengan antasida (ulkus gaster), nyeri epigastrium terlokalisir di kanan terjadi
kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan
atau antasida (ulkus duodenal), tak ada nyeri (varises esophageal atau gastritis),
faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu (salisilat,
reserpin, antibiotic, ibuprofen), stressor psikologis.Tanda: Wajah berkerut, berhati-
hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
h. Keamanan
Gejala: Alergi terhadap obat/sensitive, misalnya ASA. Tanda:Peningkatan suhu,
spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/hipertensi portal).
2. Diagnosa Keperawatan Hematemesis Melena
a. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara
aktif)
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan gastrointestinal
c. Mual berhubungan dengan iritasi gastrointestinal
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
Patofisiologi Hematemesis Melena
Faktor Risiko

Faktor pembuluh darah Faktor Trombosit Faktor Kekurangan zat bekuan


(Vaskulopathy) (Thrombopathy) darah (Coagulopathy)

Teori erosi Teori erupsi ITP Hemofilia, sirosis hati

Pecahnya pembuluh Tekanan vena


darah karena erosi porta yang
dari zat makanan terlalu tinggi
kasar

Tukak peptik, pecahnya varises esofagus Hematemesis Melena

Pembentukan nodul-nodul parenkim hati

Peningkatan jumlah sel-sel hati yg


progresif, meluasnya jaringan fibrosis

Proses regenerasi sel hati dalam


bentuk yang terganggu
Proses regenerasi sel hati dalam
bentuk yang terganggu
Kerusakan pembuluh Sindrom kegagalan
darah intra hepatik fungsi hati

Tekanan aliran Anoreksia


darah meningkat Ikterus, disfungsi Asites
sistem saraf pusat
Berat badan turun
Kelebihan
Tekanan portal hepatik
meningkat yg sifatnya menetap
volume cairan

Ketidakseimbangan nutrisi
Sesak nafas kurang dari kebutuhan
Hipertensi Portal tubuh
Ketidakefektifan
pola nafas
Varises esofagus, lambung,
pembesaran limfe, asites

Pembuluh Perdarahan Hematemesis


melena
rupture dilambung
Hb menurun Mual, muntah, anoreksia Anemia

Plasma darah menurun Ketidakseimbangan Kelemahan badan


nutrisi kurang dari
Risiko syok hipovolemik kebutuhan tubuh Tidak mampu melakukan ADL

Intoleransi
Kekurangan volume Defisit Perawatan diri
aktivitas
cairan
DAFT AR PUSTAKA
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.
Pierce A. Grace & Neil R Borley (2006). Al a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga.
Jakarta : Erlangga

You might also like