You are on page 1of 13

STATUS KESEHATAN REPRODUKSI SAPI PERAH DI KOPERASI SERBA

USAHA (KSU) TANDANGSARI, KECAMATAN TANJUNGSARI,


KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

DAILY CATTLE REPRODUCTIVE HEALTH STATUS AT MULTIPLE BUSINESS


COOPERATIVE (KSU) TANDANGSARI, TANJUNGSARI DISTRICT,
SUMEDANG REGENCY, WEST JAVA

Indryana Marshella Tarigan1), Woki Bilyaro2), dan Dian Lestari2)


1)
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau
2)
Dosen Program Studi Nutrisi dan Teknologi Pakan Ternak,
Universitas Muhammadiyah Kotabumi
Email : dian.lestari@umko.ac.id

Abstract: The dairy cow is the most common breed of cattle raised for milk
production in Indonesia. In the Multipurpose Cooperative (KSU)
Tandangsari, Tanjungsari District, West Java, dairy cattle are one of the
crops grown there. Because it generates milk, dairy farming at KSU
Tandangsari is one of the possible animal commodities. This area now
supports the Sumedang regional economy and supplies a portion of the
nation's milk needs. The case study approach was used to carry out the
research. Samples and data were collected at the Multipurpose
Cooperative (KSU) Tandangsari in the West Javan Tanjungsari District.
Data collection methods included observation and questionnaires. Direct
interviews were used to answer the questionnaire. Artificial insemination
services, prenatal care, postpartum care, and reproductive problems were
the parameters tracked. S/C and CR scores at KSU Tandangsari of 2.4 and
40% are values that need to be improved, and cases of repeat breeders
frequently occur at KSU Tandangsari. The artificial insemination (IB),
PKB, and reproductive disorders service system is carried out by
telephone, short message (SMS), or by placing cards in the provided posts.
Keywords: Cooperative, Dairy Cattle, KSU Tandangsari, Service

Abstrak: Jenis sapi yang paling umum dipelihara untuk produksi susu di
Indonesia adalah sapi perah. Di Koperasi Serbaguna (KSU) Tandangsari,
Kecamatan Tanjungsari, Jawa Barat, sapi perah merupakan salah satu
tanaman yang ditanam di sana. Karena menghasilkan susu, peternakan sapi
perah di KSU Tandangsari merupakan salah satu komoditas ternak yang
potensial. Daerah ini kini mendukung perekonomian daerah Sumedang
dan memasok sebagian kebutuhan susu nasional. Pendekatan studi kasus
digunakan untuk melakukan penelitian. Di Koperasi Serbaguna (KSU)
Tandangsari di Kecamatan Tanjungsari Jawa Barat dilakukan
pengambilan sampel dan data. Data diperoleh dengan cara observasi dan
pendataan kuisioner. Pengisian kuisioner dilakukan dengan cara
wawancara secara langsung. Adapun parameter yang diamati yakni
layanan inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan, penanganan post-
Status Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
(Tarigan dkk., 2022)
partus, dan gangguan reproduksi. Skor S/C dan CR di KSU Tandangsari
sebesar 2,4 dan 40% merupakan nilai yang perlu ditingkatkan, dan kasus
repeat breeder sering terjadi di KSU Tandangsari. Sistem pelayanan
inseminasi buatan (IB), PKB, dan gangguan reproduksi dilakukan melalui
telepon, pesan singkat (SMS), atau dengan menempatkan kartu pada posko
yang disediakan.

Kata Kunci: Koperasi, Layanan, KSU Tandangsari, Sapi Perah

I. PENDAHULUAN menjadi salah satu daerah penyumbang


Sapi perah merupakan sapi yang kebutuhan susu dalam negeri dan
dikembangkan dengan tujuan penunjang perekonomian daerah
menghasilkan susu dalam jumlah besar. Sumedang. Berdasarkan data produksi
Sapi perah dibudidayakan di daerah susu di KSU Tandangsari berkisar 22
sejuk, namun saat ini telah banyak 336 ton per hari dengan populasi sapi
dibudidayakan di Indonesia. Salah satu berkisar ± 4000 ekor. Pemasaran susu
daerah yang membudidayakan tern ak segar di KSU Tandangsari ini ditujukan
sapi perah yakni di Koperasi Serba ke PT Ultra Jaya, Garuda Food, PT
Usaha (KSU) Tandangsari, Kecamatan ISAM, dan konsumsi tunai. Pelayanan
Tanjungsari, Jawa Barat. Koperasi kesehatan reproduksi di KSU
Serba Usaha (KSU) Tandangsari Tandangsari meliputi pelayanan
merupakan koperasi yang bergerak di inseminasi buatan (IB), pelayanan
bidang usaha peternakan sapi, usaha pemeriksaan kebuntingan (PKB), dan
simpan pinjam, dan usaha sarana pelayanan gangguan reproduksi. Petugas
produksi pertanian. Koperasi ini terletak yang melakukan kegiatan tersebut terdiri
di Desa Tandangsari, Kecamatan atas 2 orang dokter hewan, 4 orang
Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, paramedik, dan 1 orang bagian
Jawa Barat. Wilayah kerja Tandangsari administrasi. Oleh karena itu perlu
berada pada ketinggian 860 m dpl, dilakukan evaluasi untuk mengetahui
kelembaban 60%-80%, suhu sekitar performa KSU Tandangsari dalam
16−28°C dan curah hujan rata-rata mempertahankan produktivitas dibidang
pertahun 2500 mm. Peternakan sapi sapi perah.
perah di KSU Tandangsari menjadi salah
satu komoditas ternak yang potensial
karena susu yang dihasilkannya. Hal ini

67
Journal of Agriculture and Animal Science (Agrimals), Volume 2, Nomor 2, Oktober 2022

II. METODE dengan selesai, sedangkan pada hari


minggu tidak dilakukan pelayanan IB.
Penelitian dilakukan dengan Jumlah pelayanan IB yang dilakukan
metode Studi kasus. Sampel dan selama praktik di KSU Tandangsari
pengumpulan data dilakukan di Koperasi sebanyak 94 pelayanan. Sistem
Serba Usaha (KSU) Tandangsari, pelaporan pelayanan IB dapat melalui
Kecamatan Tanjungsari, Jawa Barat. telepon, pesan singkat (SMS), atau
Data diperoleh dengan cara observasi dengan meletakkan kartu berwarna biru
dan pendataan kuisioner. Pengisian (Gambar 1) di pos-pos yang telah
kuisioner dilakukan dengan cara disediakan. Telepon atau pesan singkat
wawancara secara langsung. Adapun akan diterima bagian kesehatan hewan
parameter yang diamati yakni layanan (Keswan) KSU Tandangsari, diteruskan
inseminasi buatan, pemeriksaan ke inseminator, dan ditindaklanjuti
kebuntingan, penanganan post-partus, dengan pelaksanaan IB di kandang.
dan gangguan reproduksi. Peralatan yang perlu dipersiapkan untuk
dibawa saat melakukan IB berupa plastic
III. HASIL DAN PEMBAHASAN gloves, plastic sheath, straw, IB gun,
pinset, dan gunting. Petugas membawa
Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) straw berdasarkan kebutuhan IB harian
Pelayanan inseminasi buatan di di setiap wilayah kerja.
KSU Tandangsari dilakukan pada hari
Senin−Sabtu pukul 08.00 WIB sampai

(a) (b)
Gambar 1 Kartu laporan berahi/estrus (a) tampak depan; (b) tampak belakang

68
Status Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
(Tarigan dkk., 2022)
Biasanya jumlah straw yang ± 15 detik. Menurut Utomo & Boquifai
dibawa, yaitu 10-15 buah. Straw dari (2010), thawing yang dilakukan dengan
container disimpan dalam termos kecil air hangat (37°C) selama 15-30 detik
yang berisi nitrogen cair. Semen beku dapat menjaga motilitas spermatozoa.
yang digunakan untuk pelayanan IB Laporan pelaksanan IB dilakukan
Tandangsari selama praktik adalah dengan pencatatan pada kartu recording
pejantan valley dan forte yang berasal berisi informasi nama ternak, nomor
dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) ternak, nama pemilik, alamat, tanggal
Lembang. Tujuan pengambilan dua IB, dan kode straw. Pencatatan juga
pejantan agar tidak terjadi kasus dilakukan pada nota pelayanan yang
inbreeding pada sapi yang diinseminasi. terdiri atas dua rangkap dan dijadikan
Petugas yang telah sampai di sebagai rekam medis di KSU
lokasi akan mengecek sapi yang Tandangsari.
menunjukkan gejala estrus ditandai
dengan adanya kebengkakan vulva, Pelayanan Pemeriksaan Kebuntingan
vulva berwarna merah, dan adanya lendir (PKB)
yang keluar dari vulva. Pelayanan IB Sistem pelayanan pemeriksaan
tidak dilakukan apabila sapi yang kebuntingan dilakukan berdasarkan
diperiksa tidak menunjukkan gejala laporan dari peternak melalui telepon,
estrus atau sapi mengalami gangguan pesan singkat (SMS), atau dengan
reproduksi. Kegiatan pelayanan IB di meletakkan kartu di pos-pos yang telah
KSU Tandangsari dilakukan sehari disediakan. Peternak akan meminta
sekali. Sebaiknya pelayanan IB pelayanan pemeriksaan kebuntingan dua
dilakukan dua kali. Hal ini untuk atau tiga bulan setelah menunjukan
mendekati ovulasi yang tepat. Menurut gejala estrus. Metode yang dilakukan
Blackwell (2009), waktu IB yang dalam pelaksanaan PKB adalah dengan
optimal untuk menghasilkan fertilisasi palpasi perektal. Metode ini dilakukan
adalah ketika waktu ovulasi, yaitu 15-18 berdasarkan pada perubahan anatomi,
jam setelah munculnya gejala estrus. yaitu keasimetrisan kornua uteri,
Persiapan IB untuk sapi yang terabanya karunkula dan kotiledon,
estrus dengan melakukan thawing straw adanya kantong amnion, membran fetus,
menggunakan air hangat (37°C) selama plasenta, terabanya fremitus, dan adanya

69
Journal of Agriculture and Animal Science (Agrimals), Volume 2, Nomor 2, Oktober 2022

pergerakan fetus (Tabel 1). Pelayanan bulan, dan 3 sapi menunjukkan umur
PKB yang dilakukan oleh petugas kebuntingan 5 bulan. Sedangkan
sebanyak 20 ekor, yaitu 10 sapi pelayanan pemeriksaan kebuntingan
menunjukkan umur kebuntingan 3 bulan, yang dilakukan mahasiswa sebanyak 1
7 sapi menunjukkan umur kebuntingan 4 ekor dengan umur kebuntingan 3 bulan.

Tabel 1 Karakteristik uterus sapi selama masa kebuntingan


Umur kebuntingan
Tanda kebuntingan
(hari)
35−40 Posisi uterus berada pada lantai pelvis dengan diameter 2−3 cm,
asimetris uteri/fetal, membran slip
60 Posisi uterus pada pelvis/abdomen dengan diameter 6.5−7.0 cm,
fetal membran slip
90 Posisi uterus berada pada abdomen dengan diameter 8.0−10.0 cm,
teraba plasentoma kecil/fetus berukuran 10−15 cm
120 Posisi uterus berada pada abdomen, dengan diameter 12, teraba
plasentoma kecil/fetus berukuran 20−30 cm), dan terdapat adanya
fremitus
150 Posisi uterus berada pada abdomen dengan diameter 18 cm,
teraba plasentoma kecil/fetus berukuran 20−30 cm, dan terdapat
adanya fremitus
Sumber: Manan (2001); Moreira & Hansen (2005)

Keberhasilan program IB dapat (2014), rentang S/C yang baik antara


dinilai melalui service per conception 1−2. Hal ini menunjukkan nilai S/C ini
(S/C), conception rate (CR), dan calving masih kurang baik jika dibandingkan
interval (CI). Service per conception dengan nilai standar S/C (1−2). Nilai S/C
(S/C) merupakan jumlah pelayanan IB yang tinggi menunjukkan semakin
yang diberikan pada induk sapi untuk rendahnya tingkat kesuburan dari induk
menghasilkan satu kebuntingan. Nilai tersebut.
S/C pada wilayah KSU Tandangsari Conception rate (CR) merupakan
adalah 2,4. Menurut Zainuddin dkk. persentase sapi betina yang bunting pada

70
Status Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
(Tarigan dkk., 2022)
IB pertama. Nilai CR di KSU infeksi sekunder dari bakteri patogen
Tandangsari mencapai 40%. Menurut yang ada di dalam uterus serta penting
Fanani dkk. (2013), nilai CR yang baik diberikan pada saat post-partus terkait
mencapai 60−70% sedangkan di dengan sanitasi dan higiene kandang
Indonesia nilai CR yang baik ialah yang kurang baik sebagai presdiposisi
45−50%. Hal ini menunjukkan bahwa sehingga terjadinya infeksi sekunder.
keberhasilan pada IB pertama popuasi di Dosis pemberian antibiotik ini 10−20
wilayah Tandangsari masih rendah. ml/ekor secara intramuskular (IM).
Calving interval (CI) merupakan Pemberian Vitol® berfungsi untuk
waktu yang diperlukan dari satu waktu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
melahirkan hingga waktu melahirkan penyakit, membantu masa penyembuhan
berikutnya atau jarak antara dua waktu dari sakit, dan mengatasi kemajiran pada
kelahiran. Nilai calving interval hewan betina tanpa diketahui penyebab
Tandangsari adalah 14 bulan. Menurut yang jelas. Dosis pemberian obat ini
Fanani dkk. (2013), standar CI yang baik adalah 10−20 ml/ekor secara IM.
untuk sapi tidak lebih dari 12 bulan. Tonikum merupakan multivitamin yang
berfungsi untuk meningkatkan daya
Pelayanan penanganan post-partus tahan tubuh induk sapi setelah
Pelayanan post-partus dilakukan melahirkan dan menambah tenaga. Dosis
setelah petugas menerima laporan dari pemberian obat ini adalah 200
peternak. Sistem pelaporan sama seperti ml/ekor/hari peroral.
pelaporan sapi estrus dan PKB. Petugas
akan memastikan pengeluaran plasenta Pelayanan Gangguan Reproduksi
secara normal/tidak kepada peternak. Pelayanan gangguan reproduksi
Menurut ICAR (2012), plasenta secara yang dilakukan oleh petugas dari KSU
normal keluar 8−12 jam setelah partus. Tandangsari dilaksanankan bila terdapat
Pelayanan penanganan post-partus laporan dari peternak. Pelayanan akan
yang dilakukan di KSU Tandangsari, dilakukan oleh petugas ataupun dokter
yaitu pemberian Dufafur®, Vitol®, hewan yang berwenang. Kasus
Tonikum®, Albenpros®, dan Vetiodin®. gangguan reproduksi yang ditemukan di
Pemberian antibiotik, yaitu Dufafur® lapang, yaitu endometritis sebanyak 1
bertujuan untuk mencegah adanya

71
Journal of Agriculture and Animal Science (Agrimals), Volume 2, Nomor 2, Oktober 2022

sapi, retensio plasenta sebanyak 1 sapi, yang kurang higienis dan kondisi
dan repeat breeder sebanyak 3 sapi. kandang yang kurang bersih.
Patogenesa terjadinya
a. Endometritis endometritis, yaitu saat melahirkan,
Endometritis merupakan cervix dalam keadaan terbuka. Bakteri
peradangan yang terjadi pada yang berasal dari lingkungan seperti
endometrium dapat disebabkan oleh feses maupun kotoran lainnya dapat
infeksi bakteri seperti Echerichia coli, menimbulkan terjadinya infeksi. Bakteri
Corynebacterium pyogens, dan masuk secara ascendens ke dalam
Fusobacterium necrophorum (Ball & vagina, melewati cervix, dan
Peter 2004). Infeksi mikroorganisme mengkontaminasi lumen uterus sehingga
seperti Campylobacter foetus dan terjadinya infeksi. Terjadinya infeksi
Trichomonas foetus dapat tergantung virulensi kuman maupun
mengakibatkan endometritis spesfik. daya tahan uterus dan daya tahan yang
Kasus endometritis yang dimiliki oleh sapi. Daya tahan uterus
ditemukan dilapang sebanyak satu ekor tergantung dari kebersihan uterus dari
sapi dengan BCS 2.75. Anamnesa dari sisa-sisa plasenta, involusi uteri,
peternak, yaitu sapi dilaporkan penutupan cervix, maupun pemulihan
mengalami partus tiga bulan lalu dan vulva. Sebagian besar bakteri bersifat
sapi tersebut mengalami estrus ditandai kontaminan dan bakteri-bakteri ini
dengan keluarnya banyak lendir dari dieliminasi dari uterus selama tiga
vulva. Gejala klinis pada kasus ini adalah minggu pertama setelah kelahiran
sapi tampak lemas, penurunan nafsu dengan adanya kontraksi uterus
makan, dan terdapat discharge putih (involusi) dan regenerasi endometrium.
keruh yang keluar dari vagina. Menurut Beberapa sapi perah mengalami
Ratnawati dkk. (2007), sapi yang endometritis pada tiga minggu pertama
mengalami endometritis secara fisik setelah partus dan mengalami lesio
tampak sehat meskipun terdapat berupa purulent di uterus yang dapat
discharge yang keluar dari vagina. terdeteksi di vagina.
Kejadian endometritis pada kasus ini Terapi yang dilakukan di lapangan
diduga terjadi akibat penanganan partus pada kasus endometritis adalah
melakukan flushing menggunakan

72
Status Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
(Tarigan dkk., 2022)
Mertricure® yang diberikan secara plasenta tidak keluar 8-12 jam (Manan
intrauterine. Mertricure® merupakan 2002), atau lebih dari 12 sampai 24 jam
suspensi antibiotik berspektrum luas dari (Shenavai dkk. 2010) pasca melahirkan
golongan cephalosporin (cephapirin), maka dianggap sebagai kondisi patologis
bersifat bakterisida baik gram positif retensio plasenta.
maupun gram negatif. Mertricure® Kasus yang ditemukan di lapang
mengandung cephapirin 500 mg sebanyak satu ekor sapi dengan BCS
diindikasikan untuk endometritis akut 2.75. Gejala yang terlihat pada kasus ini
dan kronis yang dapat disebabkan oleh sapi tampak lemas, mukosa vagina
bakteri seperti Actinomyces pyogens, tampak merah, terdapa plasenta yang
Fusobacterium necrophorum, dan menggantung di luar alat kelamin sapi >
bakteri anaerob seperti Echerichia coli. 12 jam (Gambar 2). Menurut
Keunggulannya menggunakan obat ini Hardjopranjoto (1995), pemeriksaan
adalah cephapirin langsung bekerja pada melalui uterus dapat dilakukan pada
lumen dan dinding uterus dengan level waktu 24-36 jam setelah melahirkan Hal
tinggi. ini karena akan mengalami kesulitan saat
Terapi lain yang dapat diberikan palpasi ke dalam uterus dan cervix bila
pada kasus sapi yang mengalami melebihi 48 jam.
endometritis adalah pemberian PGF2α Penanganan yang dilakukan pada
secara intramuskular. Menurut kasus retensio plasenta adalah
Kasimanickam dkk. (2005), pengobatan pengeluaran plasenta secara manual
dengan menggunakan PGF2α dapat dengan melepaskan perlekatan kotiledon
meningkatkan angka kebuntingan sapi fetus dan karunkula induk. Pada saat
yang mengalami endometritis subklinis pengeluaran plasenta, kontak antara
ataupun klinis. plasenta dengan tubuh sapi maupun alas
kandang dihindari untuk mencegah
b. Retensio Plasenta terjadinya kontaminasi. Pengobatan
Retensio plasenta merupakan yang diberikan pada kasus ini adalah
suatu kondisi tertahannya plasenta Sulfapros® 1 bolus/ekor secara
karena vili kotiledon fetus masih bertaut intrauterine, injeksi Dufafur® (10-20
dengan kripta karunkula induk dan gagal ml/ekor) IM, Vitol® (10-20 ml/ekor)
melepaskan diri dari keduanya. Apabila secara IM, Tonikum dengan dosis 200

73
Journal of Agriculture and Animal Science (Agrimals), Volume 2, Nomor 2, Oktober 2022

ml/ekor/hari secara peroral, dan


Vetiodine®.

Gambar 2 Sapi yang mengalami retensio plasenta (Dokumentasi Pribadi)

Sulfapros® bolus merupakan obat meningkatkan kekebalan tubuh,


anthelmentik yang mengandung membantu masa penyembuhan dari
Sulfadiazine 2000 mg dan Trimetroprim sakit, mengatasi kemajiran pada hewan
400 mg. Obat ini berfungsi untuk betina, dan mengatasi gangguan
melindungi uterus terhadap infeksi metabolisme mineral karena pakan yang
bakteri (endometritis, metritis, dan tidak seimbang. Tonikum mengandung
pyometra akibat retensio secundinae, sorbitol, vitamin B12, vitamin C,
abortus, prolaps uteri, dan proses prophylen glikol, kalsium gluconate, Fe
kelahiran) dan mengobati infeksi saluran gluconate, mangan sulfate dan asam
pencernaan. Vitol® memiliki kandungan folat. Tonikum berfungsi untuk
vitamin A (retinol-propionate) 80.000 mengembalikan stamina ternak setelah
IU, vitamin D3 (cholecalciferol) 40.000 partus dan mencegah terjadinya ambruk
IU, vitamin E (a-tocopherol acetate) 20 pada sapi post-partus.
mg. Obat ini memiliki fungsi untuk

74
Status Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
(Tarigan dkk., 2022)
c. Repeat Breeder siklus estrus, nutrisi, waktu yang ideal
Repeat breder merupakan suatu untuk dilakukan perkawinan, dan
kondisi pada sapi betina dengan siklus kondisi di lingkungan kurang
estrus yang normal namun gagal diperhatikan dengan baik.
mengalami kebuntingan setelah Menurut Heersche dan Nebel
dikawinkan tiga kali atau lebih dengan (1994), efisiensi deteksi estrus
pejantan fertil tanpa adanya merupakan salah satu faktor
abnormalitas pada saluran reproduksi keberhasilan kebuntingan. Kegagalan
(Amiridis dkk. 2009). Repeat breeder, kebuntingan juga dapat disebabkan oleh
pada dasarnya dapat disebabkan oleh waktu perkawinan yang tidak tepat.
kegagalan fertilisasi dan kematian Perkawinan yang terlalu cepat atau
embrio dini. Kegagalan fertilisasi dan terlalu lambat dapat menyebabkan
kematian embrio dini pada umumnya kegagalan kebuntingan. Selain itu,
disebabkan oleh faktor infeksi, gangguan pemberian pakan yang kualitas rendah
hormonal, lingkungan, nutrisi, dan dapat berpengaruh terhadap efisiensi
manajemen. Faktor lain yang dapat reproduksi (Salem dkk. 2006). Defisiensi
menyebabkan repeat breeder distokia, nutrisi dapat menyebabkan aktivitas
retensi plasenta, prolaps uteri, nutrisi, ovarium tidak optimal, gangguan
dan inseminator (Yongquist 1988). hormon, dan BCS yang rendah. BCS
Kasus yang ditemukan di lapang yang rendah menggambarkan status
sebanyak tiga ekor sapi dengan BCS sapi nutrisi yang diberikan pada sapi.
rata-rata 2.75. Penyebab repeat breeder Aktifitas ovarium yang tidak optimal
di daerah KSU Tandangsari sampai saat ditandai dengan adanya ukuran folikel
ini belum diketahui, namun diduga ovarium yang tidak maksimal. Ukuran
karena faktor manajemen. Faktor folikel yang tidak maksimal
manajemen yang berpengaruh terhadap menyebabkan sekresi estrogen rendah,
kejadian ini adalah deteksi estrus, mengakibatkan reaksi positif feeback
pengenalan siklus estrus, kecepatan tidak optimum sehingga folikel folikel
perkawinan, dan lingkungan. Sistem ovarium tidak berkembang dan
manajemen peternak sapi perah menyebabkan gangguan ovulasi
Indonesia umumnya bersifat tradisional, sehingga mengakibatkan kegagalan
sehingga deteksi estrus, pengenalan kebuntingan dan repeat breeder.

75
Journal of Agriculture and Animal Science (Agrimals), Volume 2, Nomor 2, Oktober 2022

Ketidakseimbangan hormonal jarak beranak (calving interval) menjadi


dapat menyebabkan repeat breder. Pada lebih panjang.
saat estrus, konsentrasi estrogen tinggi Pengobatan yang diberikan di
dan progesteron rendah. Apabila terjadi lapangan adalah dengan pemberian
gangguan reproduksi, kemungkinan injectamin® dan minyak ikan.
konsentrasi progesteron berada di atas Injectamin® merupakan kombinasi
parabasal. Adanya konsentrasi di atas vitamin larut lemak dan larut air yang
parabasal selama fase estrus akan diformulasikan khusus dalam bentuk
menghambat mekanisme positif larutan injeksi. Vitamin merupakan zat
feedback oleh estrogen di dalam katalisator esensial yang sangat baik
hipotalamus, sehingga LH rendah, dan untuk memulihkan dan menjaga stamina
mempengaruhi pertumbuhan folikel tubuh hewan. Injectamin® mengandung
(Lamming & Darwash 1998). Ovarium vitamin A 50.000 IU, vitamin D3 10.000
pada akhirnya akan mengalami delayed IU, vitamin E 10 IU, vitamin B2 5 mg,
ovulation dan menyebabkan kegagalan vitamin B6 3 mg, vitamin B12 mg,
fertilisasi sehingga pada akhirnya terjadi Nicotinamide 35 mg, d-Panthenol 25
repeat breeder. mg. Injectamin berfungsi untuk proses
Infeksi gangguan reproduksi penyembuhan penyakit karena infeksi
seperti retensi plasenta, prolaps uteri, bakteri. Minyak ikan mengandung asam
dan distokia, serta lingkungan kandang lemak omega 3. Minyak ikan berfungsi
yang kurang baik dapat menyebabkan untuk menstimuli terjadinya estrus.
repeat breeder. Lingkungan yang kurang Minyak ikan yang diberikan pada sapi di
baik pasca partus akan mempermudah lapang adalah 10 ml/hari secara peroral.
masuknya mikroorganisme ke dalam Repeat breeder dapat
lumen uterus. Adanya peningkatan disembuhkan dengan pencegahan dan
jumlah mikroba seperti bakteri non- pengobatan yang tepat. Apabila kejadian
spesifik yang masuk kelumen uterus tersebut disebabkan oleh faktor
dapat menyebabkan kematian embrio manajemen maka diperlukan
dini. Konsekuensi dari kejadian repeat peningkatan kualitas pendeteksian
breeder ini akan memperpanjang masa estrus, pengenalan siklus estrus, waktu
kosong (days open) dan mengakibatkan yang tepat untuk dikawinkan, dan

76
Status Kesehatan Reproduksi Sapi Perah Di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
(Tarigan dkk., 2022)
manajemen nutrisi serta lingkungan 3. Perlu dilakukan perbaikan dalam
kandang yang baik oleh peternak. manajemen kebersihan kandang
dan manajemen nutrisi.
IV. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
a. Simpulan
1. Sistem pelayanan inseminasi Amiridis, G. S., Tsiligianni, T. H.,
buatan (IB), PKB, dan gangguan Dovolou, E., Rekkas, C.,
reproduksi dilakukan melalui Vauzaras, D., & Menegatous, I.
telepon, pesan singkat (SMS), (2009). “Combined administration
atau dengan meletakkan kartu di of gonadotropin realeasing
pos-pos yang telah disediakan. hormone, progesterone, and
2. Pelayanan inseminasi buatan meloxicam is an effective
dilakukan sekali sehari. treatment for repeat-breeder cow”.
3. Nilai S/C dan CR di KSU Theriogenology. 72:542−548.
Tandangsari sebesar 2.4 dan 40% Ball, P. J. H., & Peter, A. R. (2004).
merupakan nilai yang perlu Reproduction in Cattle. Ed ke-3.
diperbaiki. Great Britain (UK): Blackwell
4. Kasus repeat breder sering Publishing.
terjadi di KSU Tandangsari. Blackwell, W. (2009). Blackwell’s Five-
minute Veterinary Consult:
b. Saran Ruminant. Haskell SS; editor.
1. Perlu dilakukan program Blackwell Publishing.
penyuluhan kepada peternak Fanani, S, Subagyo, Y. B. P., & Lutojo.
mengenai pengenalan tanda- (2013). “Kinerja reproduksi sapi
tanda estrus dan waktu yang tepat perah peranakan Frisian Holstein
untuk sapi dikawinkan. (PFH) di Kecamatan Pudak,
2. Pelayanan IB sebaiknya Kabupaten Ponorogo”. Tropical
dilakukan dua kali sehari, yaitu Animal Husbandry. 2(1):21−27.
pada pagi dan sore hari. Hardjopranjoto, H. S. (1995). Ilmu
Kemajiran Ternak. Surabaya (ID):
Air Langga University Press.

77
Journal of Agriculture and Animal Science (Agrimals), Volume 2, Nomor 2, Oktober 2022

Kasimanickam, R., Duffield, T. F., Salem, M. B., Djemali, M., Kayouli, C.,
Foster, R. A., Gartley, C. J., Leslie, & Madjdoub, A. (2006). “A review
K. E., Walton, J. S., & Johson, W. of enviromental and management
H. (2005). “A comparison of the factor affecting the reproductive
cytobrush and uterine lavage perfomanceof Holstein-Frisien
techniques to evaluate endometrial dairy herds in Tunisia”. Livestock
cytology in clinically normal Research for Rural Develovement.
postpartum dairy cow”. Can Vet J. 18(4).
46(3): 255−259. Shenavai, S., Hoffmann, B., Dilly, M.,
Lamming, G. E, & Darwash, A. O. Pfarrer, C. Ozalp, G. R., Caliskan,
(1998). “The use of milk C., Intas, K. S., & Schuler, G.
progesterone profile to (2010). “Use of progesterone (P4)
characterize component of receptor antagonist aglepristone to
subfertility dairy cow”. Anim. characterize the role of P4
Reprod. Sci. 52:175−90. withdrawl for parturitation and
Manan, D. (2001). Ilmu Kebidanan pada placental release in cows”.
Ternak. Jakarta (ID): Direktorat Reproduction. 140:623−632. doi:
Pembinaan Penelitian dan 10.1530/REP-10-0182.
Pengabdian pada Masyarakat Utomo, S. & Boquifai, E. (2010).
DIKTI. “Pengaruh temperatur dan lama
Manan, D. (2002). Ilmu Kebidanan pada thawing terhadap kualitas
Ternak. Banda Aceh (ID): spermatozoa dalam penyimpanan
Universitas Syiah Kuala Press. straw beku”. Sains Peternakan.
Moreira, F., & Hansen, P. J. (2005). 8(1):22−25.
Pregnancy Doagnosois in The
Cow. Dept of Animal Dciences.
USA: University of Floria.
Ratnawati, D., Wulan, C., & Lukman, A.
(2007). Penanganan Gangguan
Reproduksi pada Sapi Potong.
Pasuruan (ID): Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan.

78

You might also like