You are on page 1of 9

DISTRESS PSIKOLOGI PADA RESIKO KERENTANAN BUNUH DIRI

Husni, Widia Lestari ,Asmawati

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu, Jurusan Keperawatan,


Jalan Indragiri Nomor 03 Padang Harapan Bengkulu
husniyus2012@gmail.com

Abstract: Staying in prisons, making space for prisoners is restricted and isolated from
society, confined and isolated situation can be a stressor that causes stress. The purpose of
research is known relationship with psychological distress vulnerability adolescent sui-
cidal inmates in prisons Class II A Bengkulu. Type descriptive analytic research with
cross sectional approach. The sample in this study were all teenagers who inhabit prison
inmates Class II A Bengkulu in November 2015, as many as 49 prisoners. Collecting data
using questionnaires. The data analysis was conducted quantitative univariate, bivariate,
and multivariate analysis. The result showed a small fraction of prisoners suffered psy-
chological distress, most inmates aged ≤ 18 years, nearly all prisoners gender to male,
mostly poorly educated prisoners, a fraction highly vulnerable inmates committed sui-
cide. There is no significant relationship between psychological distress with the vulnera-
bility of suicide on inmates in prisons Class II A Bengkulu. The need for counseling to
the inmates of prisons in addressing various problems with doing something positive
thereby prison occupants will be able to receive him at the moment, and look at every-
thing positively.
Keywords: psychological distress, vulnerability suicide, adolescence

Abstrak: Tinggal di lapas, membuat ruang gerak narapidana dibatasi dan terisolasi dari
masyarakat. Keadaan terkurung dan terisolasi dapat menjadi stressor yang menyebabkan
stress. Tujuan penelitian adalah diketahuinya hubungan distress psikologis dengan keren-
tanan bunuh diri narapidana remaja. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendeka-
tan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana remaja yang
menghuni lapas klas II A Bengkulu pada bulan November 2015 yaitu sebanyak 49 orang
narapidana. Pengumpulan data menggunakan kuesioner The Prison Youth Vulnerability
Scale. Analisis data dengan Chi-Square ( ), derajat kepercayaan (CI) 95%, α = 0,05.
Hasil penelitian didapatkan bahwa 1 dari 2 orang narapidana yang mengalami distress
psikologis sangat rentan bunuh diri, 7 orang (14,9%) dari 47 narapidana yang tidak
mengalami distress psikologis sangat rentan bunuh diri. Hasil uji chi square
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan keren-
tanan bunuh diri pada narapidana ( p = 0,009). Secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara distress psikologi dengan kerentanan bunuh diri namun secara substansi
dari setiap item pertanyaan kuisioner kerentanan bunuh diri didapatkan 7 orang (14%)
responden pernah berpikir tentang bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, 2 orang mem-
iliki pikiran bunuh diri dalam 2 minggu terakhir, serta dari riwayat masa lalu 3
orangmemiliki riwayat ingin bunuh diri. Perlu adanya konseling terhadap penghuni lapas
dalam mengatasi berbagai masalah dengan melakukan hal yang positif sehingga
penghuni lapas akan dapat menerima dirinya saat ini dan memandang segala sesuatu
dengan positif.
Kata kunci: distress psikologi, kerentanan bunuh diri.

Jumlah penghuni lapas di Indonesia tahun han kapasitas pada tingkat hunian lapas
2005 mencapai 97.671 orang, lebih besar Harian Kompas (2007). Penelitian Holmes
dari kapasitas hunian yang hanya untuk dan Rahe (1967), hukuman penjara menem-
68.141 orang. Penyebab terjadinya kelebi- pati urutan keempat dalam skala urutan

085
086 Jurnal Media Kesehatan, Volume 11 Nomor 1, Juni 2018, hlm. 085-101
pengalaman hidup yang menimbulkan yang mengancam bagi diri narapidana mau-
stress. Data statistik menunjukkan bahwa pun lapas Lazarus (1984). Sehingga memer-
lapas di Indonesia seperti lapas Lowokwaru lukan sebuah intervensi manajemen stress
di Malang yang mempunyai daya tampung untuk mengelola, menangani dan
940 penghuni ternyata dihuni ±1500 orang, menurunkan stress diperlukan bagi narapi-
begitu juga lapas di Provinsi Bengkulu yang dana (Schafer, 2000).
kelebihan kapasitas (over capacity) yang Mirowsky dan Ross (2003), distress
daya tampungnya 240 orang dihuni oleh psikologis dipengaruhi oleh faktor penting
693 orang ini beresiko memunculkan masa- yaitu persepsi terhadap dukungan sosial.
lah-masalah sosial seperti kekerasan, Solberg dan Villareal (1997) dukungan so-
pemerasan, dan suap (Pujileksono, 2012). sial dari orang lain dapat menjadi moderator
Tinggal di lapas, membuat ruang stress yang erat kaitannya dengan
gerak narapidana dibatasi dan terisolasi dari penyesuaian diri personal, dan berpengaruh
masyarakat, Keadaan terkurung dan teriso- terhadap kesehatan mental. Dukungan sosial
lasi dapat menjadi stressor yang menyebab- berperan langsung meminimalisasi stress
kan stress. Menjadi narapidana itu sendiri dan efek negatif yang dirasakan oleh narap-
merupakan stresor yang berat dalam ke- idana, yang ditunjukkan melalui
hidupan pelakunya. Perasaan sedih setelah menurunnya tingkat depresi dan kecemasan
menerima hukuman serta berbagai hal (Bell, LeRoy & Stephenson, 1982).
lainnya seperti rasa bersalah, hilangnya Dukungan sosial diklasifikasikan ke dalam
kebebasan, perasaan malu, sanksi ekonomi dua bentuk, yaitu dukungan sosial yang
dan sosial serta kehidupan dalam lapas yang diterima (received support) dan dukungan
penuh dengan tekanan psikologis dapat sosial yang dipersepsikan (perceived sup-
memperburuk dan mengintensifkan stressor port) Young (2006).
sebelumnya (Rizky, 2013). Masa remaja, khususnya remaja akhir,
Stress dalam menghadapi masa tahan- Penelitian Robinson dalam Papalia,
an merupakan suatu kondisi keadaan di- Olds, dan Feldman (2007), remaja mengha-
mana narapidana merasa tidak dapat menye- biskan lebih banyak waktunya dengan peer
imbangkan antara situasi yang menuntut group dibanding keluarganya. Peer group
dengan perasaan dirinya. Merasa berada da- merupakan tempat dimana mereka
lam keadaan yang terburuk dan memandang mendapatkan sebagian besar dukungan so-
keadaan terburuk tersebut sebagai beban sial yang dibutuhkan. Mirowsky dan Ross
yang melebihi kemampuannya. Narapidana (2003) menemukan bahwa seseorang yang
yang mampu menyesuaian diri dengan baik merasakan bahwa dirinya memiliki
akan mampu beradaptasi dengan lingkungan seseorang untuk teman berbicara, untuk
barunya baik penyesuaian fisik, psikologis, meminta dukungan, dan seseorang yang
dan sosial. Penyesuaian diri yang baik apa- dapat membuat dirinya merasa lebih baik
bila dapat mencapai kepuasan dalam usaha dan memperhatikannya akan memiliki pen-
memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegan- galaman distress dalam tingkat yang lebih
gan, bebas dari berbagai beban psikologis, rendah. Sarason et al (1987) menemukan
bebas dari stress, frustasi, dan konflik, bahwa ketersediaan dukungan sebagaimana
(Kusuma dan Gusniarti, 2008). dipersepsikan memiliki korelasi lebih tinggi
Stress yang ditangani dan tidak dengan kesehatan mental dibandingkan
dikelola dengan baik, akan memberikan dengan frekuensi interaksi dengan teman
efek jangka panjang akan berdampak pada atau keluarga atau sumber-sumber
timbulnya penyakit, gangguan somatik, dukungan emosional atau kontak interper-
gangguan kesehatan, dan gangguan fungsi sonal aktual lainnya.
sosial. Tidak mendapatkan penanganan Bunuh diri merupakan suatu bentuk
yang baik dapat menyebabkan beberapa hal kegawatdaruratan dalam bidang Psikiatri.
Bunuh diri sendiri merupakan tindakan klas II A Bengkulu pada bulan Desember
pengakhiran hidup yang dilakukan secara
Husni, dkk, 2014, Pada
Distress Psikologi sebanyak 49 orang
Resiko Kerentanan Bunuhnarapidana.
Diri… 087
sengaja. Tindakan ini juga dikatakan se- Sampel diambil adalah 49 orang narapidana
bagai bentuk pembinasaan diri yang dil- remaja yang menghuni lapas klas II A
akukan secara sadar. Bunuh diri bukanlah Bengkulu dan merupakan seluruh total
merupakan tindakan yang acak maupun tid- populasi narapidana remaja usia 17-21
ak bertujuan. Tindakan ini erat hubungann- tahun dan dewasa muda 18-25 tahun yang
ya dengan keinginan yang dihalangi atau- ada di lapas klas II A Bengkulu.
pun tidak terpenuhi, rasa tidak berdaya dan Pengumpulan data pada penelitian ini
tidak berguna, adanya konflik, ambivalensi menggunakan kuesioner The Prison Youth
antara keinginan untuk bertahan dengan Vulnerability Scale. yang terdrsi dari
ketidakmampuan menangani stress, dihada- distress psikologis dan kerentanan bunuh
pi pada pilihan yang semakin sempit, dan diri. kuisioner distress psikologis terdiri
adanya keinginan untuk lari dari masalah. dari penampilan diri (dua pilihan) dan
Berdasarkan data yang diperoleh dari kondisis psikologis (empat pilihan), jika
lapas klas II A Bengkulu dan website resmi skore yang didapatkan lebih dari 13 maka
kanwil Bengkulu, pada tahun 2012 jumlah dikatakan mengalami distress psikologis,
narapidana 417 orang dengan rincian 299 untuk kerentanan bunuh diri terdiri enam
dewasa laki-laki, 17 dewasa prempuan, 70 item pertanyaan dengan masing-masing
remaja akhir dan 31 anak laki-laki. Pada pilihan yang berbeda, jika skore yang
tahun 2013 tercatat sebanyak 394 orang didapat lebih dari 17 maka dikatakan rentan
dengan rincian 294 dewasa laki-laki, 11 bunuh diri.
dewasa prempuan, 59 remaja akhir, 29 anak Analisis data secara univariat dan bivariat
laki-laki dan 1 anak prempuan. Pada tahun dengan menggunakan Chi-Square ( ), dera-
2014 tercatat sebanyak 300 dewasa laki- jat kepercayaan (CI) 95%, α = 0,05 dan ana-
laki, 22 dewasa prempuan, 76 remaja akhir lisis multivariat.
dan 33 anak laki-laki.
Berdasarkan survey awal, di lapas ke- HASIL
las II A Bengkulu penulis melihat langsung Pengumpulan data dari responden
keadaan lapas bangunannya ditembok tinggi dilaksanakan di lapas klas II A Bengkulu
pintu berlapis besi jauh dari keramayan pada bulan Nopember, dengan jumlah
masyarakat luar yang hidup bebas bisa ber- sampel sebanyak 49 orang narapidana rema-
pergian kemana-mana, jauh dari keluarga, ja yang menghuni lapas klas II A Bengkulu
jauh dari teman dan kehidupan di lapas pasti dan sampel yang diambil merupakan se-
sangat membosankan bagi penghuninya. luruh total populasi narapidana remaja dan
Pada saat wawancara dengan kepala lapas dewasa awal usia 17-22 tahun yang ada di
klas II A Bengkulu beliau mengatakan be- lapas klas II A Bengkulu. Pengumpulan da-
lum pernah terjadi bunuh diri disana, tetapi ta dengan cara menyebarkan kuesioner
semua penghuni lapas pasti merasakan dengan melibatkan kepala seksi Lapas.
stress berat. Ini sangat menarik untuk di-
Analisis Univariat
jadikan suatu masalah.
Analisis univariat pada penelitian ini
BAHAN DAN CARA KERJA akan menggambarkan distress psikologis,
Penelitian ini merupakan penelitian karakteristik responden dan frekuensi keren-
kuantitatif yaitu Deskriptif Analitik. seluruh tanan bunuh diri narapidana
narapidana remaja yang menghuni lapas
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan distress psikologis, karakteristik dan frekuensi kerentanan bunuh diri

Frekuensi Persentase
No Variabel
(f) (%)
1
088 Jurnal Media Kesehatan,
Distress Psikologis Volume 11 Nomor 1, Juni 2018, hlm. 085-101
2 4.1
Distress Psikologis
Tidak distress psikologis 47 95,9
2 Usia (median=18)
27 55.1
≤ 18 tahun
> 18 tahun 22 44,9
3 Jenis Kelamin
45 91.8
Laki-laki
Perempuan 4 8,2
4 Pendidikan
33 67,3
Rendah
Tinggi 16 32,7
5 Kerentanan Bunuh diri
Sangat rentan bunuh diri 8 16,3
Tidak terlalu rentan bunuh diri 41 83,7
Jumlah 49 100

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa Analisis Bivariat


sebagian kecil (4,1%) responden mengalami Analisis bivariat dilakukan untuk
distress psikologis, sebagian (55,1%) re- mengetahui hubungan antara variabel
sponden berusia ≤ 18 tahun, hampir seluruh independen dengan variabel dependen yaitu
responden berjenis kelamin laki-laki hubungan distress psikologis, karakteristik
(91,8%), sebagian besar responden (67,3%) responden dengan kerentanan bunuh diri
berpendidikan rendah dan sebagian kecil narapidana.
(16,3%) responen sangat rentan bunuh diri.
Tabel 2 Hubungan Distress Psikologis dengan Kerentanan Bunuh Diri Para Narapidana di Lapas Kelas II A Bengku-
lu Tahun 2015
Kerentanan bunuh diri
Distress Tidak terlalu rentan bunuh Total
Psikologis Sangat rentan bunuh diri diri rentan P
F % f % f %
Distress 1 50 1 50 2 100 0,735
Psikologis
Tidak Distress 7 14,9 40 85,1 47 100
Psikologis
Jumlah 8 16,3 41 83,7 49 100

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa dari 2 narapidana yang mengalami distress


psikologis ada 1 orang (50%) sangat rentan bunuh diri, sedangkan dari 47 orang narapidana
yang tidak mengalami distress psikologis ada 7 orang (14,9%) sangat rentan bunuh diri. Hasil
analisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p = 0,735 yang lebih besar dari alpha, berarti
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara distress psikologis dengan kerentanan bunuh
diri pada narapidana di Lapas Kelas II A Bengkulu.

Tabel 3 Hubungan Usia dengan Kerentanan Bunuh Diri Para Narapidana di Lapas Ke II A Bengkulu Tahun 2015
Husni, dkk, Hubungan
Kerentanan Distress Psikologi Dengan Resiko Kerentanan… 091
bunuh diri
Usia Tidak terlalu rentan bunuh diri Total
p
(Median=18) Sangat rentan bunuh diri rentan
F % % f %
≤ 18 tahun 3 11,1 0,480 88,9 27 100 0,735
> 18 tahun 5 22,7 17 77,3 22 100
Jumlah 8 16,3 41 83,7 49 100
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa yang berusia > 18 tahun ada 5 orang
dari 27 narapidana yang berusia ≤ 18 tahun (22,7%) sangat rentan bunuh diri. Hasil
ada 3 orang (11,1%) sangat rentan bunuh analisis uji chi square menunjukkan bahwa
diri, sedangkan dari 22 orang narapidana nilai p = 0,480 yang lebih besar dari alpha,
Husni, dkk, Distress Psikologi Pada Resiko Kerentanan Bunuh Diri … 089
berarti tidak terdapat hubungan yang bunuh diri pada narapidana di Lapas Kelas
bermakna antara usia dengan kerentanan II A Bengkulu.
Tabel 4 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kerentanan Bunuh Diri Para Narapidana di Lapas Kelas II A Bengkulu
Tahun 2015
Kerentanan bunuh diri
Tidak terlalu rentan bunuh diri Total
Jenis kelamin p
Sangat rentan bunuh diri rentan
F % % f %
Laki-laki 5 11,1 40 88,9 45 100 0,009
Perempuan 3 75 1 3,3 4 100
Jumlah 8 16,3 41 83,7 49 100

Dari tabel 4 diatas menunjukkan diri. Hasil analisis uji chi square
bahwa dari 45 narapidana yang berjenis ke- menunjukkan bahwa nilai p = 0,009 yang
lamin laki-laki ada 5 orang (11,1%) sangat lebih kecil dari alpha, berarti terdapat hub-
rentan bunuh diri, sedangkan dari 4 orang ungan yang bermakna antara jenis kelamin
narapidana yang berjenis kelamin perempu- dengan kerentanan bunuh diri pada narapi-
an ada 3 orang (16,3%) sangat rentan bunuh dana di Lapas Kelas II A Bengkulu.
Tabel 5 Hubungan Pendidikan dengan Kerentanan Bunuh Diri Para Narapidana di Lapas Kelas II A Bengkulu Ta-
hun 2015
Kerentanan bunuh diri
Tidak terlalu rentan bunuh diri Total
Pendidikan p
Sangat rentan bunuh diri rentan
F % % f %
Rendah 5 15,2 28 84,8 33 100 1,000
Tinggi 3 18,8 13 81,2 16 100
Jumlah 8 16,3 41 83,7 49 100

Dari tabel 5 diatas menunjukkan bahwa antara distress psikologi dengan kerentanan
dari 33 narapidana yang berjenis memiliki bunuh diri pada narapidana di Lapas Kelas
pendidikan rendah ada 5 orang (15,2%) II A Bengkulu (p=0,735).
sangat rentan bunuh diri, sedangkan dari 16 Pada penelitian ini, secara statistik
orang narapidana yang memiliki pendidikan tidak ditemukan adanya hubungan antara
tinggi ada 3 orang (18,8%) sangat rentan distress psikologi dengan kerentanan bunuh
bunuh diri. Hasil analisis uji chi square diri namun secara substansi bisa dilihat dari
menunjukkan bahwa nilai p = 0,1000 yang hasil item pertanyaan di kuisioner
lebih besar dari alpha, berarti tidak terdapat kerentanan bunuh diri yang meliputi:
hubungan yang bermakna antara pendidikan terdapat 15 orang (30%) responden
dengan kerentanan bunuh diri pada narapi- mengatakan masa depan saya tidak
dana di Lapas Kelas II A Bengkulu. mempunyai harapan lagi, 7 orang (14%)
PEMBAHASAN responden pernah berpikir tentang bunuh
diri atau menyakiti diri sendiri, 2 orang
Hasil penelitian menunjukkan
memiliki pikiran bunuh diri dalam 2 minggu
sebagian kecil (4,1%) responden mengalami
terakhir, serta dari riwayat masa lalu 3
distress psikologi. Hasil penelitian juga
orang memiliki riwayat ingin bunuh diri.
menunjukkan bahwa dari 2 narapidana yang
Hasil penelitian bertolak belakang
mengalami distress psikologi ada 1 orang
dengan pendapat Rizky, 2013 yang
(50%) sangat rentan bunuh diri, sedangkan
mengatakan tinggal di lapas, membuat
dari 47 orang narapidana yang tidak
ruang gerak narapidana dibatasi dan
mengalami distress psikologi ada 7 orang
terisolasi dari masyarakat, Keadaan
(14,9%) sangat rentan bunuh diri. Hasil
terkurung dan terisolasi dapat menjadi
analisis uji chi square menunjukkan bahwa
stressor yang menyebabkan stress. Menjadi
tidak terdapat hubungan yang bermakna
narapidana
090 itu Kesehatan,
Jurnal Media sendiri merupakan stresor
Volume 11 Nomor danhlm.
1, Juni 2018, tuntutan
085-101lingkungannya agar terhindar
yang berat dalam kehidupan pelakunya. Hal dari ketegangan, frustasi, stress, kecemasan,
ini juga bertentangan dengan pendapat konflik, keluhan terhadap nasib, dan lainnya
Helmi 2000 yang mengatakan bahwa (Fatimah, 2010). Sejumlah penelitian telah
riwayat pernah melakukan kejahatan, jauh dilakukan untuk mengkaji bentuk Coping
dari keluarga dan orang-orang yang pada narapidana lembaga pemasyarakatan.
disayangi, merasa hidup tidak bebas, Aday (1994)
memikirkan bagaimana nasib keluarga yang dengan menggunakan studi kasus telah
ditinggalkan, memikirkan bagaimana nasib menemukan penggunaan strategi Coping
setelah bebas dan masih banyak lagi pada narapidana yang terkategori tua, yaitu
kekhawatiran yang dirasakan oleh seorang dengan keterlibatan terhadap aktivitas
narapidana. Kusuma dan Gusniarti, 2008 keagamaan, penyangkalan problem, serta
mengatakan bahwa Stress dalam mencari bantuan pada narapidana lain.
menghadapi masa tahanan merupakan suatu Selain itu juga adanya tenaga kesehatan
kondisi keadaan dimana narapidana merasa yang berperan dalam pelayanan kesehatan.
tidak dapat menyeimbangkan antara situasi Melihat kondisi diatas diperlukan
yang menuntut dengan perasaan dirinya. upaya tindakan preventif guna mencegah
Berada di dalam Lapas merupakan peristiwa upaya- upaya yang akan dilakukan
kehidupan yang memberi nilai perubahan narapidana untuk mengakhiri hidupnya.
yang cukup besar bagi seorang individu Stress yang ditangani dan tidak dikelola
sehingga sangat potensial memicu dengan baik, akan memberikan efek jangka
timbulnya stress (Selye, 1997). panjang akan berdampak pada timbulnya
Narapidana yang mampu penyakit, gangguan somatik, gangguan
menyesuaian diri dengan baik akan mampu kesehatan, dan gangguan fungsi sosial.
beradaptasi dengan lingkungan barunya Tidak mendapatkan penanganan yang baik
baik penyesuaian fisik, psikologis, dan dapat menyebabkan beberapa hal yang
sosial. Penyesuaian diri yang baik apabila mengancam bagi diri narapidana maupun
dapat mencapai kepuasan dalam usaha lapas Lazarus (1984). Sehingga
memenuhi kebutuhan, mengatasi memerlukan sebuah intervensi manajemen
ketegangan, bebas dari berbagai beban stress untuk mengelola, menangani dan
psikologis, bebas dari stress, frustasi, dan menurunkan stress diperlukan bagi
konflik. Sesuai dengan data penelitian narapidana (Schafer, 2000).
(71%) responden memperlihatkan Hasil penelitian menunjukkan bah-
penampilan diri yang tenang dan rileks. wa sebagian (55,1%) responden berusia ≤
Tidak adanya hubungan yang 18 tahun. Hasil penelitian juga menunjuk-
didapatkan antara distress psikologi dan kan dari 27 narapidana yang berusia ≤ 18
kerentanan bunuh diri bisa disebabkan tahun ada 3 orang (11,1%) sangat rentan
dukungan sosial dari keluarga dan orang bunuh diri, sedangkan dari 22 orang narapi-
terdekat masih didapatkan dari narapidana dana yang berusia > 18 tahun ada 5 orang
terlihat dari banyaknya kunjungan keluarga (22,7%) sangat rentan bunuh diri. Hasil
dan kerabat setiap hari. Dukungan sosial analisis uji chi square tidak terdapat hub-
berperan langsung meminimalisasi stress ungan yang bermakna antara usia dengan
dan efek negatif yang dirasakan oleh kerentanan bunuh diri pada narapidana di
narapidana, yang ditunjukkan melalui Lapas Kelas II A Bengkulu (p = 0,480).
menurunnya tingkat depresi dan kecemasan Hasil penelitian ini tidak berhubungan dapat
(Bell, LeRoy & Stephenson, 1982). disebabkan karena jumlah sampel yang
Penyesuaian diri narapidana meru- sedikit dan waktu penelitian yang pendek.
pakan usaha individu untuk memelihara Hasil penelitian ini bertolak
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan belakang dengan Lazarus ( 1999), bahwa
masa remaja, khususnya remaja akhir, iden- temukan bahwa perempuan memiliki ke-
Husni, dkk, Distress Psikologi Pada Resiko Kerentanan Bunuh Diri … 091
tik dengan masa yang penuh tekanan karena mampuan yang lebih tinggi dalam membina
pada masa itu remaja dihadapkan dengan hubungan yang lebih positif dengan orang
tekanan sosial dan kondisi baru serta peru- lain serta memiliki pertumbuhan pribadi
bahan ekstensif yang dapat menimbulkan yang lebih baik dari pada laki-laki. Pada
kecemasan bagi sebagian remaja (Ender & umumnya, individu yang memiliki psycho-
Newton, 2000). Meskipun stres terkadang logical well-being yang tinggi merupakan
memiliki dampak stimulating dan energiz- individu yang mendapat dukungan sosial
ing (eustress), pada kenyataannya respons yang baik, memiliki focus of control inter-
stres lebih sering ditandai dengan kesulitan nal (ken-dali individu), memiliki tingkat
dalam penyesuaian diri terhadap stressor sosial ekonomi tinggi, tingkat pendidikan
eksternal yang dihadapi (distress), yang ber- yang tinggi dan berada di lingkungan yang
sifat destruktif serta dapat mengganggu baik (Ryff, 1995). Psychological well-being
kesehatan. merupakan realisasi dan pencapaian penuh
Hasil ini juga tidak sejalan dengan dari potensi individu dimana individu dapat
Papalia dan Fieldman (2009) yang menerima kekurangan dan kelabihan
mengatakan bahwa usia 18 sampai 25 tahun dirinya, mandiri, mampu membina hub-
masuk dalam kategori pra dewasa. Pada ungan positif dengan orang lain, dapat men-
usia ini belum secara maksimal mengeks- guasai lingkungannya dalam arti memodi-
plorasi kemampuannya dan dalam hal emosi fikasi lingkungannya agar sesuai dengan ke-
belum stabil serta masih rentan stres. inginannya, memiliki tujuan hidup, serta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terus mengembangkan pribadinya (Ryff,
hampir seluruh responden berjenis kelamin 1989).
laki-laki (91,8%). Hasil penelitian juga Penelitian yang dilakukan oleh
menunjukkan bahwa dari 45 narapidana Kalkstein dan Tower (2009), menyatakan
yang berjenis kelamin laki-laki ada 5 orang bahwa pengalaman spiritual pada perempu-
(11,1%) sangat rentan bunuh diri, se- an lebih tinggi dibanding laki-laki. Ket-
dangkan dari 4 orang narapidana yang ber- ertarikan terhadap kegiatan-kegiatan spir-
jenis kelamin perempuan ada 3 orang itual pada wanita lebih kuat dikarenakan
(16,3%) sangat rentan bunuh diri. Hasil wanita diajarkan untuk lebih tunduk, patuh,
analisis uji chi square terdapat hubungan dan menjaga segala sesuatunya. Kubzanski
yang bermakna antara jenis kelamin dengan (2006), me-nemukan pengalaman spiritual
kerentanan bunuh diri pada narapidana di harian perempuan lebih besar dibanding
Lapas Kelas II A Bengkulu (p = 0,009). laki-laki. Kubazanski menyatakan bahwa
Wanita memiliki tingkat psychologi- perempuan lebih sering merasakan perto-
cal well-being lebih tinggi jika dibanding longan Tuhan secara langsung maupun me-
pria (Ryff, 1989). Pada penelitian yang dil- lalui orang lain lebih sering merasakan
akukan oleh Wood, Rhodes, dan Whelan kedamaian batin, merasakan kehadiran Tu-
(1989), menghasilkan temuan bahwa per- han pada setiap aktifitasnya, dan perempuan
empuan memiliki tingkat psychological lebih sering mengikuti kegiatan keagamaan,
well-being lebih tinggi dari pada laki-laki dengan mengeksplorasi pengalaman spi-
khususnya pada dimensi hubungan positif ritual setiap hari dapat mengendalikan stress
dengan orang lain, menurut Wood et al, dan lebih bisa menerima diri apa adanya,
perempuan lebih trampil dalam sikap dan dapat menjalin hubungan yang positif
lebih emosional. Sementara laki-laki di dengan orang lain, menunjukkan ke-
gambarkan sebagai sosok yang kuat, man- mandirian dalam menghadapi tekanan so-
diri dan agresif. Menurut Ryff (1995), sial, mengendalikan lingkungan eksternal
perbedaan jenis kelamin mempengaruhi as- disekitarnya, menetapkan tujuan hidup, dan
pek-aspek psychological well-being. Di
mengembangkan potensi dirinya secara tinggi merupakan individu yang mendapat
kontinyu dukungan sosial yang baik, memiliki focus
Pendalaman masalah kerentanan of control internal (kendali individu), mem-
bunuh diri yang dialami oleh 8 orang ilikihlm.
092 Jurnal Media Kesehatan, Volume 11 Nomor 1, Juni 2018, tingkat sosial ekonomi tinggi, tingkat
085-101
narapidana dikarenakan alasan masa pendidikan yang tinggi dan berada di ling-
hukuman yang didapatkan napi lebih dari 18 kungan yang baik (Ryff, 1995).
bulan, rasa putus asa yang dialami karena KESIMPULAN
menjalani kehidupan di lapas dan Sebagian kecil narapidana mengalami
kurangnya dukungan orang-orang yang distress psikologis, sebagian narapidana
dekat. berusia ≤ 18 tahun, hampir seluruh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa narapidana berjenis kelamin laki-laki,
sebagian besar responden (67,3%) berpen- sebagian besar narapidana berpendidikan
didikan rendah. Hasil penelitian juga rendah, sebagian kecil narapidana sangat
menunjukkan bahwa dari 33 narapidana rentan bunuh diri, tidak ada hubungan yang
yang berjenis memiliki pendidikan rendah bermakna antara distress psikologis dengan
ada 5 orang (15,2%) sangat rentan bunuh kerentanan bunuh diri pada narapidana di
diri, sedangkan dari 16 orang narapidana Lapas Kelas II A Bengkulu.
yang memiliki pendidikan tinggi ada 3 Disarankan Bagi Penentu Kebijakan
orang (18,8%) sangat rentan bunuh diri. Kesehatan: Perlu adanya konseling terhadap
Hasil analisis uji chi square tidak terdapat penghuni lapas dalam mengatasi berbagai
hubungan yang bermakna antara pendidikan masalah dengan melakukan hal yang positif.
dengan kerentanan bunuh diri pada narapi- Dengan demikian penghuni lapas akan
dana di Lapas Kelas II A Bengkulu (p = dapat menerima dirinya saat ini, dan
0,1000). Pada umumnya, individu yang memandang segala sesuatu dengan positif.
memiliki psychological well-being yang

DAFTAR RUJUKAN
Adi, G. E. S. 2007 Sikap Bunuh Diri Pada Remaja Humsona, R. 2004. Bunuh Diri: Faktor-Faktor
Ditinjau Dari Karakteristik Kepribadian. Penyebab, Cara Yang Ditempuh dan Respons
Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Komunitas. Jurnal Sosiologi Dilema 17 (1).
Katolik Soegijapranata Semarang. Semarang. Liwarti, 2013. Hubungan pengalaman spiritual
Bukhori, B. 2012. Hubungan Kebermaknaan Hidup dengan psychological well being pada
DanDukungan Sosial Keluarga Dengan penghuni lembaga pemasyarakatan. Jurnal
Kesehatan Mental Narapidana. Jurnal Ad-Din sains dan praktik psikologi 1(1): 77-88.
4 (1). Marliana, S. 2012. Bunuh Diri Sebagai Pilihan Sadar
Dewayani, A,. D Augustine, Sukarlan, dan Turnip S. Individu Analisa Kritis Filosofis Terhadap
S. 2011. Perceived Peer Social Support Dan Konsep Bunuh Diri Emile Durkheim. Skripsi.
Psychological Distress Mahasiswa Universi- Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program
tas Indonesia. Jurnal Makara, Sosial Hu- Studi Filsafat. Depok.
maniora 15 (2): 86-93. Pasudewi, C. Y. 2012. Resiliensi Pada Remaja
Ekasari. A. Dan N. D. Susanti. 2009. Hubungan Binaan Bapas Ditinjau Dari Coping Stress.
Antara Optimisme Dan Penyesuaian Diri Jurnal Of Social And Industrial Psychology 1
Dengan Stress Pada Narapidana Kasus Napza (2).
Di Lapas Kelas II A Bulak Kapal Bekasi. Sangitan, E. K. 2012. Cognetive Behavior Therapy
Jurnal Soul 2 (2). Untuk Meningkatkan Keterampilan Social
Finaldo, D. P. 2013. Hubungan Peran Perawat Da- Pada Mahasiswa Yang Mengalami Distress
lam Pemberian Informasi Diet Dengan Kesta- Psikologis Di Universitas Indonesia. Tesis.
bilan Frekuensi Hemodalisis Pada Pasien Universitas Indonesia. Depok.
GGK Di Ruang Hemodalisa RSUD M. Yunus Segarahayu, R. D. 2013. Pengaruh Manajemen Stres
Bengkulu. Jurusan Keperawatan Poltekkes Terhadap Penurunan Tingkat Stres Pada Na-
Kemenkes Bengkulu. Bengkulu. rapidana Di Lpw Malang. Jurnal Manajemen
Stres, Narapidana Wanita.
Sekararum, A. 2012. Interpersonal Psychotherapy Fakultas Psikologis Program Studi Psikologi
(IPT) Untuk Meningkatkan Keterampilan So- Profesi Peminatan Klinis Dewasa Depok.
sial Mahasiswa Universitas Indonesia Yang Depok.
Mengalami Distress Psikologis. Tesis.

You might also like