You are on page 1of 14

Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No.

2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

BEHAVIORISM THEORY ANALYSIS (THORNDIKE) IN MATHEMATICS


AND INDONESIAN LANGUAGE SDN UPT XVII MUKTI JAYA
ACEH SINGKIL

(ANALISIS TEORI BEHAVIORISME (THORNDIKE) PADA PELAJARAN


MATEMATIKA DAN BAHASA INDONESIA SDN UPT XVII MUKTI JAYA
ACEH SINGKIL)

Oleh:
Nur Rohman
STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh Aceh Barat
e-mail: rohman71@staindirundeng.ac.id

ABSTRACT

This study aims to describe (1) how the application of Thorndike's learning theory in
learning (2) Thorndike's learning theory in learning Mathematics and Indonesian at
SDN UPT XVII Mukti Jaya Singkohor District, Aceh Singkil Regency. This research
uses qualitative research. In the form of this research to describe and analyze
phenomena, events, social activities, beliefs, and thoughts of a person individually or in
groups. This type of research is a case study research with data collection techniques
used include observation, interviews and documentation. The results of this study
indicate that Thorndike's theory is one part of the behaviorism theory developed by
Edward Lee Thorndike in Williamsburg. In the elaboration of the theory, it is divided
into several parts, namely: first, the first stage of thought which includes: the law of
readiness, the law of practice, the law of consequences and the law of attitude. Second,
the second stage of thought is a form of revision carried out by Thorndike regarding the
law of practice and the law of effect. Based on the analysis of existing data, it can be
seen that Thorndike's learning theory has indirectly been applied by teachers, especially
in mathematics and Indonesian lessons. This can be seen from the compatibility between
Thorndike's learning theory and the stages used by the teacher in carrying out the
teaching and learning process in the classroom.

Keynote: Thorndike's Learning Theory, Indonesian Language, Mathematics

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) Bagaimana penerapan teori
pembelajaran Thorndike dalam pembelajaran (2) teori pembelajaran Thorndike pada
pembelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia di SDN UPT XVII Mukti Jaya
Kecamatan Singkohor Kabupaten Aceh Singkil. Penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif. Dalam bentuknya penelitian ini untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, kepercayaan, dan pemikiran
seseorang secara individual maupun kelompok. Jenis penelitian ini adalah penelitian
studi kasus dengan teknik pengumplan data digunakan meliputi observasi, wawancara
dan dokumentasi. Adapun hasil penelitian ini bahwa teori Thorndike merupakan salah
satu bagian dari teori behaviorisme yang dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike

223
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

di williamsburg. Dalam penjabaran teorinya diabagi menjadi beberapa bagian yakni:


pertama, pemikiran tahap pertama yang meliputi: hukum kesiapan, hukum latihan,
hukum akibat dan hukum sikap. Kedua, pemikiran tahap kedua merupakan bentuk
revisi yang dilakukan oleh Thorndike yang berkenaan dengan hukum latihan dan
hukum akibat. Berdasarkan analisis data yang ada terlihat bahwa teori pembelajaran
Thorndike secara tidak langsung sudah diterapkan oleh guru khususnya pada
pelajaran matematika dan bahasa indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian
antara teori pembelajaran Thorndike dengan tahapan-tahapan yang digunakan guru
dalam melakukan proses belajaran mengajar di kelas.

Kata kunci : Teori Pembelajaran Thorndike, Bahasa Indonesia, Matematika

PENDAHULUAN
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdasakan kehidupan bangsa,1 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia, sehat jasmani
maupun rohani, berilmu, mandiri, cakap serta mampu menjadi warga negara yang
demokratis yang dapat bertanggung jawab.2 Wujud masyarakat berkualitas tersebut
merupakan tanggung jawab dari pendidikan terutama dalam mempersiapkan peserta
didik yang makin berperan dalam menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh
kreatif, mandiri dan profesional pada setiap bidang masing-masing.3
Selanjutnya, pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, karena
melalui proses pembelajaranlah merupakan komponen utama dalam pendidikan.4
Pembelajaran secara etimologi berasal dari kata belajar yang memiliki arti berusaha
untuk memperoleh kepandaian atau ilmu.5 Selain itu, belajar yang didefinisikan oleh
Musthofa Fahmi belajar adalah suatu ungkapan yang menunjuk) aktivitas yang
menghasilkan) perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman.6 Kemudian,
pengertian belajar juga didevinisikan secara sederhana oleh Thorndike yaitu belajar

1 Endang Mulyani, “Model Pendidikan Kewirausahaan Di Pendidikan Dasar Dan Menengah,” Jurnal Ekonomi

Dan Pendidikan 8, No. 1 (2011), Https://Doi.Org/10.21831/Jep.V8i1.705.


2 Undang-Undang No, “Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,” N.D.
3 Rahmad Kurniawan Ade, “Manajemen Evaluasi Kurikulum 2013 Di Madrasah Aliyah Nurul Iman Sekncau

Lampung Barat” (Undergraduate, Uin Raden Intan Lampung, 2021), Http://Repository.Radenintan.Ac.Id/14175/.


4 Puput Puput, Ikbal Barlian, And Siti Fatimah, “Pengaruh Model Pembelajaran Kreatif Dan Produktif

Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Di Sma Negeri 1 Indralaya Selatan” (Undergraduate, Sriwijaya
University, 2018), Https://Repository.Unsri.Ac.Id/11975/.
5 Fitri Fatimatuzahroh, Lilis Nurteti, And S. Koswara, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada

Mata Pelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode Lectures Vary,” Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 7, No. 1 (June
11, 2019): 35, Https://Doi.Org/10.36667/Jppi.V7i1.362.
6 Abdul Rouf, “Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Dan Layanan Pembelajaran Bahasa Arab Terhadap

Hasil Belajar Bahasa Arab” (Masters, Stain Kudus, 2017), Https://Doi.Org/10/9.%20daftar%20pustaka.Pdf.

224
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

merupakan hubungan antara stimulus dan respon.7 Maksud dari penjelasan Thorndike
adalah belajar merupakan suatu aktivitas yang melibatkan adanya stimulus atau
rangsangan serta dapat menimbulkan adanya respon. Respon dapat berupa penambahan
pengetahuan ataupun perilaku yang ditampilkan dalam keseharian. Dalam tulisannya
mula-mula Thorndike berpendapat, bahwa yang menjadi Dasar belajar itu ialah asosiasi
antara kesan pancaindra (Sense Impresion) dengan implus untuk bertindak.8 Asosiasi
yang demikian itu disebut Connection, asosiasi atau bond atau koneksi itulah yang
menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-
kebiasaan Karena prinsipnya yang demikian itu maka teori Thorndike itu disebut
Connection Atau Bond Psykology.
Teori Thorndike merupakan bagian teori behavorisme yang menyatakan belajar
merupakan perubahan dari tingkah laku.9 Dalam pandangan behaviorisme seseorang
dapat dikatakan belajar jika terdapat perubahan tingkah laku dari proses belajar itu
sendiri. Teori Thorndike yang terkenal adalah educational psykology10. Dalam teori
yang digagas Thorndike ada beberapa tahapan penting yang dialami oleh seseorang
dalam aktivitas belajar, yaitu: pemikiran tahap pertama; hukum kesiapan, hukum
latihan, hukum, hukum akibat, hukum sikap, tahapan pemikiran kedua; pada tahap
pemikiran kedua ini pada dasarnya merupakan hasil dari revisi yang dilakukan oleh
Thorndike pada tahap pemikiran pertama.11 Jika melihat dari pokok pemeikiran
Thorndike yang dituangkan dalam bentuk hukum-hukum yang berlaku, maka penulis
mencoba mencari tau apakah teori yang digunakan dapat diterapkan dalam semua
pelajaran dan apakah memiliki implikasi yang sama terkhusus pada induk dari semua
pelajaran yaitu Matematika dan Bahasa Indonesia.

7 Muh Sain Hanafy, “Konsep Belajar Dan Pembelajaran” 17, No. 1 (N.D.): 14.
8 Hermansyah Hermansyah, “Analisis Teori Behavioristik (Edward Thordinke) Dan Implementasinya Dalam
Pembelajaran Sd/Mi,” Modeling: Jurnal Program Studi Pgmi 7, No. 1 (March 25, 2020): 15–25,
Https://Doi.Org/10.36835/Modeling.V7i1.547.
9 Yoga Anjas Pratama, “Relevansi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Pendidikan Agama Islam,” Jurnal

Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 4, No. 1 (June 2, 2019): 38–49, Https://Doi.Org/10.25299/Al-


Thariqah.2019.Vol4(1).2718.
10 Fera Andriani, “Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang Behavioristik,” Syaikhuna: Jurnal

Pendidikan Dan Pranata Islam 6, No. 2 (December 30, 2015): 165–80.


11 Jufri A. Wahab, Toha No. 176 Lama Bandung -Jawa Barat 40423 Phone (022) 92724763 -081214044150,

Faks, 2021.

225
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian Kualitatif (Qualitative research) adalah suatu penelitian yang
ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang serta individual maupun
kelompok. Penelitain kualitatif bersifat deskriptif: penelitian membiarkan permasalahan-
permasalahn muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interprestasi.12 Data
dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang
mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis
dokumen dan catatan-catatan.13
Pendekatan kualitatif dalam perolehan data berdasarkan wawancara yang
didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan yang
ingin dikaji. Hasil data tersebut dianalisisi secara rinci sehingga memeroleh sebuah
kesimpulan yang dapat menggambarkan hasil penelitian secara keseluruhan. Dalam
penelitian ini yang menjadi narasumber wawancara adalah wali kelas II SDN UPT XVII
Mukti Jaya Aceh Singkil, Privinsi Aceh.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Teori Thorndike

Teori Thorndike merupakan salah satu bagian dari teori behaviorisme.14 Teori ini
dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike lahir pada tanggal 31 agustus 1874 di
williamsburg.15 Pada mulanya sebelum mencetuskan teori ini, Thorndike melakukan
eksperimen dengan menggunakan hewan yang kelaparan. Dari ekperimen ini diperoleh
teori pembelejaran yang dikenal denga trial and eror serta Thorndike menyimpulkan
belajar adalah hubungan yang terjadi antara stimulus dan respon. Selanjutnya,16 dalam
gagasan yang diutarakan oleh Thorndike ada beberapa tahapan proses perkembangan
itu sendiri. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut:

12 Muhammad Shaleh Assingkily And Nur Rohman, “Edupreneurship Dalam Pendidikan Dasar Islam,” Jip

(Jurnal Ilmiah Pgmi) 5, No. 2 (2019): 111–30, Https://Doi.Org/10.19109/Jip.V5i2.3721.


13Nana Syaodih Sukmadinata, (2012), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, Hal,

60.
14 Andriani, “Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang Behavioristik.”
15 Feida Noorlaila Isti`Adah M.Pd, Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan (Edu Publisher, 2020).
16 Ali Makki, “Mengenal Sosok Edward Lee Thorndike Aliran Fungsionalisme Dalam Teori Belajar,” Jurnal

Studi Islam: Pancawahana 14, No. 1 (May 11, 2019): 78–91.

226
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

Pemikiran Tahapan Pertama


Pemikiran tahap pertama Thorndike muncul pada periode sebelum 1930.
Dalam masa ini, Thorndike menggagas beberapa ide penting yang berkaitan
dengan huku-hukum belajar, yaitu hukum kesiapan, hukum latihan, hukum akibat
dan hukum sikap.
1. Hukum Kesiapan (law of rediness)
Prinsip dasar dalam hukum kesiapan adalah ketika semakin siap suatu
individu dalam memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan memberikan tingkat kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderug diperkuat. Prinsip pertama yang terdapat
pada teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan dalam membentuk
suatu asosiasi (conection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak.17
a. Masalah pertama hukum kesiapan adalah jika ada kecenderungan
bertindak seseorang melakukannya, maka ia akan merasa puas.18
Akibatnya, ia tidak akan melakukan tindakan lain.
b. Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi seseorang tidak
melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketikpuasannya.
c. Masalah ketiga, bila tidak ada kecenderungan bertindak tetapi seseorang
harus melakukannya, maka timbulah ketidakpuasan. Akibatnya, ia aka
melakukan tindkan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
2. Hukum Latihan (law of excercise)
Dalam hukum latihan semakin sering tingkah laku diulang, dilatih, dan
dipraktikkan, maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip hukum
latihan adalah koneksi antara kondisi yang merupakan perangsang dengan
tindakan akan menjadi kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila
koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Dalam hukum

17 Elvia Baby Shahbana, Fiqh Kautsar Farizqi, And Rachmat Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik

Dalam Pembelajaran,” Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan 9, No. 1 (March 26, 2020): 24–33,
Https://Doi.Org/10.37755/Jsap.V9i1.249.
18 Andriani, “Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang Behavioristik.”

227
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

latihan, prinsip utama dalam belajara adalah pengulangan.19 Dengan


demikian, hukum latihan dari Thorndike mempunyai dua hal penting seebagai
berikut:
1. Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat ketika keduanya
digunakan. Dengan cara melatih hubungan antara keondisi yang
menstimulasi dan respon yang muncul bisa menguatkan hubungan antara
keduanya. Hal ini adalah bagian dari hukum latihan yang disebut “hukum
penggunaan” (law of use).
2. Hubungan antara stimulus dan respon akan semakin melemah ketika
latihan tidak dilanjutkan atau ikatan saraf tak difungsikan. Ini adalah
bagian dari hukum latihan yang disebut “hukum penidakgunaan” (law of
disuse).
3. Hukum Akibat
Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respons
cenderung diperkuat bila akibatnnya menyenangkan, dan sebaliknya
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.20 Hukum ini
menunjukk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebaai hasil
perbuatan. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak dapat menguat dan melemah tergantung pada “buah” hasil
perbuatan yang pernah dilakukan.
4. Hukum Sikap
Hukum sikap (attitude) atau nama lain dari watak menjelaskan bahwa
hubungan antara stimulus dan respon belum dapat menentukan perilaku
belajar seseorang tetapi juga dapat ditentukan oleh keadalaan yang ada dalam
individu, baik menyangkut aspek kognitif, emosi, sosial, maupun
psikomotornya.21 Respon terhadap situasi eksternal tergantung pada kondisi
individu serta hakikat dari situasi tersebut. Kaitannya dengan hal itu,
perbedaan individu dalam proses pembelajaran juga ditentukan oleh beberapa
faktor yang berkaitan dengan individu itu sendiri. Seperti keturunan, bakat,

19 Saifudin Saifudin, “Perspektif Islam Tentang Teori Koneksionisme Dalam Pembelajaran,” Profetika: Jurnal
Studi Islam 22, No. 2 (December 16, 2021): 314–30, Https://Doi.Org/10.23917/Profetika.V22i2.16696.
20 Shahbana, Farizqi, And Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran.”
21 Muhtar Dahri, Muhammad Riski, And Arianstah, “Analisis Sikap Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah

Pancasila Berbasis Kasus Dengan Metode Diskusi,” Ekopendia 3, No. 1 (July 15, 2018): 1–12.

228
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

dan hal-hal lain yang menyangkut persoalan emosional misalnya


kenyamanan, keriangan, kejenuhan, kelelahan, kelaparan dan lain sebagainya.
Suatu yang dianggap menarik dan memuaskan oleh seseorang individu sangat
mungkin dianggap sebaliknya oleh individu lainnya. Sama halnya dengan
materi, persoalan, dan objek yang sama, seorang individu bisa saja
memunculkan kesan reaksi yang beragam. Hal ini tergantung pada struktur
psikis, latar belakang kehidupan, dan kondisi kontemporer seseorang saat
belajar.
Pemikiran Tahap Kedua
Pada dasarnya, dalam pemikiran tahap ke dua adalah merupakan sebuah
hasil perubahan pemikiran yang dialami oleh Thorndike.22 Dalam pemikiran
yang pernah diungkapkan Thorndike, ada beberapa hasil pemikiran dia yang
mengalami perubahan atau revisi. Ia mencoba meralat dan merevisi beberapa
hukum belajar yang pernah digagasnya dan Inilah yang dimaksud pemikiran
tahap kedua yang terjadi setelah tahun 1930. Hukum belajar yang direvisi oleh
Thorndike antara lain hukum latihan, dan hukum akibat.23 Jika pada sebelumnya
hukum latihan mengatakan bahwa proses pengulangan akan memperkuat
asosiasi, memperkuat hubungan stimulus dan respon dan memperlancar proses
belajar, maka dalam praktiknya tidaklah demikian. Pengulangan saja ternyata
tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulangan pun hubungan stimulus dan respon belum tentu diperlemah.
Meskipun Thordike masih mempertahankan bahwa latihan mengarah pada
peningkatan yang minor dan kurangnya latihan mengarah pada proses pelupaan,
untuk tujuan praktis dia membuang keseluruhan dari hukum latihan setelah
tahun 1930.24
Selanjutnya, dalam teori yang telah diungkapkan Thorndike yang ditulis
oleh Sumadi Suryabrata dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan, ada
beberapa perubahan terkait pemikirannya tersebut. Ia menambahkan sejumlah
pengertian-pengertian baru. Dan diantara pengertian yang diaungkapkannya,

22 Efendi,S.Pd.I, Konsep Pemikiran Edward L. Thorndike Behavioristik (Guepedia, 2016).


23 Muhammad Ali Zabidin And Indrya Mulyaningsih, “Teori Koneksionisme Dalam Pembelajaran Bahasa
Kedua Anak Usia Dini,” Indonesian Language Education And Literature 1, No. 2 (July 4, 2016): 207,
Https://Doi.Org/10.24235/Ileal.V1i2.599.
24Heri Rahyubi, “Teori-Teori Belajar Dan Aplikasi Pembelajaran Motorik”, (Deskriptif Dan Tinjauan Kritis),

Cet-I (Bandung: Nusa Media 2012), Hlm. 35-37

229
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

yang memiliki pengertian terpenting adalah belongingness. Pada dasarnya


belongingness merupakan sebuah pemikiran yang diambil dari prinsip Gestalt
yang pada intinya belongingness merupakan suatu suatu conection yang akan
mudah dipelajari apabila responnya itu termasuk situasi yang harus diberi repon
dan efek yang ditimbulkan akan lebih kuat jika suatu conection yang diperkuat25
Hakikat Bahasa Indonesia
Pembelajaran merupakan usaha guru dalam mengkondisikan siswa untuk
belajar sehingga pembelajaran akan bertumpu pada dua hal: siswa dan materi.26
Bahasa Indonesia sebagai salah satu perwujudan budaya bangsa memiliki
sejarah perkembangan yang unik, yakni lahir mendahului bangsa Indonesia.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, dalam rapat perkumpulan berbagai organisasi
pemuda telah dicetuskan sikap politik yang dikenal dengan Sumpah Pemuda,
yang di dalamnya tercantum butir ketiga yaitu “menjunjung bahsa persatuan,
bahsa Indonesia”. Setelah itu bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang sebagai
bahsa perjuangan politik kebangsaan. Bahasa Indonesia telah digunakan sebagai
salah satu sarana meletakkan dasar kesadaran kolektif bangsa Indonesia
terhadapa nilai-nilai persatuan bangsa.27
Selanjutnya, jika kita lihat fungsi dari Bahsa Indonesia itu sendiri ada
beberapa fungsi seperti yang dijelaskan oleh Khaerudin Kurniawan dalam
bukunya yang berjudul ” Bahasa Indonesia Keilmuan Untuk Perguruan Tinggi”
sebagai berikut: sebagai alat ekspresi diri, sebagai alat ekspresi diri, sebagai alat
integrasi, alat kontrol sosial.28 Kemudian bahasa Indonesia dalam UUD 1945
memiliki Kedudukan sebagai (1) sebagai bahasa nasional (persatuan) dan (2)
sebagai bahasa Negara (resmi). Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dapat kita lihat pada butir ketiga dalam Sumpah Pemuda, yang berbunyi
“menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, dan, kedudukan sebagai
bahasa Negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36
dengan bunyi “bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.”

25 Sumadi Suryabrata,”Psikologi Pendidikan”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), Hlm. 261
26 Kurniawan Heru, “Pembelajaran Menulis Kreatif Berbasis Komunikatif Dan Apresiatif”, (Bandung: Pt
Remaja Rosdakarya Ofiiset, 2014), Hlm.22
27 Khaerudin Kurniawan, “Bahasa Indonesia Keilmuan Untuk Perguruan Tinggi”, (Bandung: Refika Aditama,

2012), Hlm. 1
28 Ibid,... Hlm. 4

230
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

Hakikat Matematika
Matematika secara etimologi berasal dari Yunani “mathein” atau
“mathenein” yang artinya mempelajari. Ada pula yang mengatakan matematika
berasal dari bahasa latin yaitu “mathematike” yang artinya relating to learning
atau berkaitan dengan pengetahuan.29 Pendapat lain mengatakan bahwa, hakekat
matematika adalah berkenaan dengan ide-ide, struktur, dan hubungannya yang
diatur menurut urutan yang logis.30
Seperti pada umumnya pelajaran lain, matematika juga memiliki
karakteristik tersendiri. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut:
Memiliki obyek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir
deduktif, mempunyai simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta
pembicaraan, konsisten dalam sistemnya.31 Kemudian Terkait dengan fungsi dan
tujuan matematika yang diajarkan di sekolah dasar, matematika berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan berhitung, memgukur, menurunkan dan
mengggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
melalui materi pengukuran dan geometri, dan aljabar. Selain itu matematika
sekolah memiliki fungsi sebagai pengembang kemampuan dalam
mengomunikasikan fikiran dengan bahasa melalui model matematika yang
berupa kalimat, persamaan matematika, diagram, grafik serta tabel.32
Teori Behavior Thoorndike pada Pembelajaran Bahasa Indonesia dan
Matematika
Teori behaviorisme merupakan teori belajar yang mula-mula dicetuskan oleh
Gagne dan Berliner. Teori ini tentang perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta
didik yang merupakan hasil dari suatu pengalaman. Teori ini merupakan hubungan
antara stimulus dan respon. Respon atau perilaku tertentu dihasilkan melalui pelatihan
atau pembiasaan. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan wali kelas II yaitu:

“Proses pembelajaran yang diterapkan lebih mengacu pada proses

29 The Liang Gie, “Filsafat Matematika Bagian Kedua”, (Yogyakarta : Yayasan Studi Ilmu Dan Teknologi,

1993), Hlm. 5
30 Herman Hudojo, “Pengembangan Kurikulum Matematika Dan Pelaksanaannya Di Depan Kelas”, (Surabaya

: Usaha Nasional, 1979), Hlm. 96


31 R. Soejadi, “Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan

Masa Depan”, (Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas, 2000), Hlm. 13


32 Depdiknas, “Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Smp Dan Mts”, (Jakarta :

Dediknas, T.T.), Hlm. 5

231
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

pembiasaan. Dengan adanya pembiasan maka materi yang diajarkan akan


semakin mudah melekat dalam ingatan siswa. Selain itu pula, reward juga
menjadi salah satu pemicu semangat peserta didik dalam belajar.”33
Pada dasarnya, teori Thorndike ini tanpa disadari sering kali digunakan oleh oleh
seorang pendidik dalam proses pembelajaran meskipun mereka tak mengetahui bahwa
konsep yang diajarkan merupakan bagian dari thorndike. Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara yang isinya:
“sebelum proses pembelajaran dimulai biasanya guru terlebih dahulu
mempersiapkan peserta didik untuk masuk dalam kondisi belajar. Karena
ketika siswa telah siap, maka proses pembelajaran akan mudah dilaksanakan
dan tujuan dari pembelajaran tersebut juga dapat tercapai.”34

Selanjutnya, dalam aktivitas pembelajaran, teori thorndike sangat terlihat ketika


seorang guru melaksanakan pembelajaran khususnya pelajaran matematika dan bahasa
indonesia. Namun kebanyakan guru tidak menyadari bahwa proses pembelajaran yang
dilakukannya termasuk dalam penerapan teori Thorndike seperti penjelasan berikut:
“Dalam proses belajar mengajar, ada beberapa hal yang kami terapkan.
Diantaranya adalah usaha guru yang menegmas pembelajaran sebaik mungkin
sehingga peserta didik merasa nyaman dalam belajar. Keadaan yang nyaman
dapat dilihat ketika siswa merasa enjoy dalam belajar. Anak yang enjoy
dalam belajar cenderung lebih mudah memahami materi. Sedangkan anak
yang kurang nyaman dalam kondisi belajar cenderung akan sulit merespon
pembelajaran. Selain itu, anak yang mudah menerima pelajaran tersebut juga
akan cenderung meningkatkan pengetahuan serta rasa keingintahuannya
terhadap pelajaran.”35

Seperti lumrahnya sekolah pada umumnya, di sekolah yang penulis lakukan


wawancara, proses perkembangan kognitif peserta didik berbeda-beda. Tidak semua
anak memiliki tingkat pemahaman yang tingga. Namun pemahaman yang dimiliki siswa
bervariasi. Tingkat variasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor:
“faktor yang menyebabkan perbedaan ingkat pemahaman dalam pembelajaran
ada bermacam-macam. Salah saru sebabnya adalah faktor pengulangan yang
dilakukan peserta didik di luar jam sekolah. Anak yang sering mengulang
akan cenderung lebih mudah dalam memahami pembelajaran. Tetapi faktor
itu tidak menjadi patokan penuh. Hal ini dikarenakan ada juga beberapa anak
yang tanpa pengulangan atau belajar di rumah ia tetap bisa mampu menguasai
pelajaran dengan baik. Kemudian faktor lainnya adalah keadaan psikologis
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Contohnya anak yang sebelum
33 Hasil Wawancara Wali Kelas Ii Sdn Upt Xvii Mukti Jaya Pada Tanggal 20 Oktober 2021 Pukul 10.31 Wib.
34 Hasil Wawancara Wali Kelas Ii Sdn Upt Xvii Mukti Jaya Pada Tanggal 20 Oktober 2021 Pukul 10.31 Wib.
35 Hasil Wawancara Wali Kelas Ii Sdn Upt Xvii Mukti Jaya Pada Tanggal 20 Oktober 2021 Pukul 10.31 Wib.

232
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

berangkat sekolah mengalami masalah dengan orang tunaya itu akan


menyebabkan sang anak tidak akan fokus pada pelajaran. Contoh lainnya
adalah kondisi perut yang lapar juga akan menghambat proses belajar
tersebut.”36

Kemudian, hasil wawancara tersebut juga didukung oleh penelitian yang


dilakukan oleh Aryani yuningsih dalam penelitiannya, ia mengambil sebuah
permasalahan yang terjadi di sebuah kelas yang memiliki permaslahan terkait minat
belajar.37 Dalam permasalahan ini, Aryani mencoba mengambil teori Thorndike dengan
pendekatan drill and practice sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Hal ini didasari
oleh hukum yang terdapat dalam teori Thorndike yang dirasa dapat dijadikan solusi dari
permasalahan yang ada. Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dilakukan dan
proses analisis data, maka memperoleh sebuah kesimpulan bahwa penggunaan teori
Thondike dalam pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki dampak yang signifikan
dengan dibuktikan dengan perolehan nilai akhir secara klasikal sebesar 160 dengan rata-
rata persentase 77% berada pada interval 76 % – 100 % dengan kategori "Sangat Tingi".
Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Dina Amsari dan Mudjiran
dengan mengangkat permasalahan “Implikasi Teori Belajar E.Thorndike (Behavioristik)
dalam Pembelajaran Matematika.”38 Hasil penelitian ini menerangkan bahwa teori
behaviorisme Thorndike sangat memiliki efek atau dampak terhadap pembelajaran
matematika. Dampak yang dihasilkan bukan hanya terjadi pada siswa saja, melainkan
terjadi pada guru juga. Hal ini terjadi karena hukum-hukum yang dicetuskan oleh
Thorndike dapat diterapkan dalam semua pembelajaran. Seperti hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect). Teori ini
merupakan salah satu yang menjiwai proses pembelajaran matematika di sekolah.
Banyak peranan guru yang sebenarnya sudah menggunakan teori ini. Seperti dalam
pembelajaran matematika, guru memastikan bahwa siswa telah siap untuk belajar dalam
artian siap untuk menerima stimulus-stimulus yang akan diberikan untuk mencapai
perubahan tingkah laku siswa(Law or Readiness). Perubahan ini semestinya sering
diulang agar mendapatkan hubungan antara stimulus respon ini semakin kuat. Untuk itu
36 Hasil Wawancara Wali Kelas Ii Sdn Upt Xvii Mukti Jaya Pada Tanggal 20 Oktober 2021 Pukul 10.31 Wib.
37 Aryani Yuningsih, “Penerapan Teori Belajar Behavioristik (Thorndike) Melalui Teknik Drill And Practice
Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Bidang Studi Bahasa Indonesia Dalam Materi Mengarang Siswa
Kelas V Sdn 023 Sedinginan Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir” (Skripsi, Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau, 2011), Http://Repository.Uin-Suska.Ac.Id/1725/.
38 Dina Amsari, “Implikasi Teori Belajar E.Thorndike (Behavioristik) Dalam Pembelajaran Matematika,”

Jurnal Basicedu 2, No. 2 (October 19, 2018): 52–60.

233
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

pemberian latihan kepada siswa merupakan salah satu bentuk dari hokum Thorndike
yang kedua (Law of exercise).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa teori
Thorndike memiliki implikasi yang luar biasa dalam pembelajaran meskipun dalam
penerapnnya seorang guru sering kali tak menyadarinya. Teori Thorndike juga mampu
mengatasi permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran. Hal tersebut dapat
dilihat dari kedua artikel yang membahas teori Thorndike sebagai jalan keluar yang
terjadi di sebuah sekolah meskipun pada pelajaran yang berbeda.

KESIMPULAN

Berdasrkan data penelitian teori behavioristik yang digagas oleh Edward Lee
Thorndike di williamsburg. Dalam penjabaran teorinya diabagi menjadi beberapa
bagian yakni: pertama, pemikiran tahap pertama yang meliputi: hukum kesiapan,
hukum latihan, hukum akibat dan hukum sikap. Kedua, pemikiran tahap kedua
merupakan bentuk revisi yang dilakukan oleh Thorndike yang berkenaan dengan
hukum latihan dan hukum akibat. Berdasarkan analisis data yang ada terlihat bahwa
teori pembelajaran Thorndike secara tidak langsung sudah diterapkan oleh guru
khususnya pada pelajaran matematika dan bahasa indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
kesesuaian antara teori pembelajaran Thorndike dengan tahapan-tahapan yang
digunakan guru dalam melakukan proses belajaran mengajar di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

A. Wahab, Jufri. Toha No. 176 Lama Bandung -Jawa Barat 40423 Phone (022)
92724763 -081214044150, Faks, 2021.
Ade, Rahmad Kurniawan. “Manajemen Evaluasi Kurikulum 2013 Di Madrasah Aliyah
Nurul Iman Sekncau Lampung Barat.” Undergraduate, Uin Raden Intan
Lampung, 2021. Http://Repository.Radenintan.Ac.Id/14175/.
Amsari, Dina. “Implikasi Teori Belajar E.Thorndike (Behavioristik) Dalam
Pembelajaran Matematika.” Jurnal Basicedu 2, No. 2 (October 19, 2018): 52–
60.
Andriani, Fera. “Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang
Behavioristik.” Syaikhuna: Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam 6, No. 2
(December 30, 2015): 165–80.
Assingkily, Muhammad Shaleh, And Nur Rohman. “Edupreneurship Dalam Pendidikan
Dasar Islam.” Jip (Jurnal Ilmiah Pgmi) 5, No. 2 (2019): 111–30.
Https://Doi.Org/10.19109/Jip.V5i2.3721.

234
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

Dahri, Muhtar, Muhammad Riski, And Arianstah. “Analisis Sikap Mahasiswa Terhadap
Mata Kuliah Pancasila Berbasis Kasus Dengan Metode Diskusi.” Ekopendia 3,
No. 1 (July 15, 2018): 1–12.
Efendi,S.Pd.I. Konsep Pemikiran Edward L. Thorndike Behavioristik. Guepedia, 2016.
Fatimatuzahroh, Fitri, Lilis Nurteti, And S. Koswara. “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak Melalui Metode
Lectures Vary.” Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 7, No. 1 (June 11, 2019):
35. Https://Doi.Org/10.36667/Jppi.V7i1.362.
Feida Noorlaila Isti`Adah. Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan. Edu Publisher, 2020.
Depdiknas, 2004, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika
Smp Dan Mts, Jakarta : Dediknas, T.T.
Hanafy, Muh Sain. “Konsep Belajar Dan Pembelajaran” 17, No. 1 (N.D.): 14.
Heri Rahyubi, 2012, Teori-Teori Belajar Dan Aplikasi Pembelajaran Motorik,
Bandung: Nusa Media 2012
Herman Hudojo, 1979, Pengembangan Kurikulum Matematika Dan Pelaksanaannya Di
Depan Kelas, Surabaya : Usaha Nasional
Hermansyah, Hermansyah. “Analisis Teori Behavioristik (Edward Thordinke) Dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran Sd/Mi.” Modeling: Jurnal Program
Studi Pgmi 7, No. 1 (March 25, 2020): 15–25.
Https://Doi.Org/10.36835/Modeling.V7i1.547.
Khaerudin Kurniawan, 2012, Bahasa Indonesia Keilmuan Untuk Perguruan Tinggi,
Bandung: Refika Aditama
Kurniawan Heru, 2014, Pembelajaran Menulis Kreatif Berbasis Komunikatif Dan
Apresiatif, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya Ofiiset
Makki, Ali. “Mengenal Sosok Edward Lee Thorndike Aliran Fungsionalisme Dalam
Teori Belajar.” Jurnal Studi Islam: Pancawahana 14, No. 1 (May 11, 2019):
78–91.
Muhibbin Syah, 1995, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Yogyakarta:
Remaja Rosdakarya
Mulyani, Endang. “Model Pendidikan Kewirausahaan Di Pendidikan Dasar Dan
Menengah.” Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan 8, No. 1 (2011).
Https://Doi.Org/10.21831/Jep.V8i1.705.
Mulyasa, 2003, Kurikulum Berbasis Kompeteni, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya
Pratama, Yoga Anjas. “Relevansi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Pendidikan
Agama Islam.” Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 4, No. 1 (June 2,
2019): 38–49. Https://Doi.Org/10.25299/Al-Thariqah.2019.Vol4(1).2718.
Puput, Puput, Ikbal Barlian, And Siti Fatimah. “Pengaruh Model Pembelajaran Kreatif
Dan Produktif Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Di Sma Negeri
1 Indralaya Selatan.” Undergraduate, Sriwijaya University, 2018.
Https://Repository.Unsri.Ac.Id/11975/.
Rouf, Abdul. “Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Dan Layanan Pembelajaran
Bahasa Arab Terhadap Hasil Belajar Bahasa Arab.” Masters, Stain Kudus,
2017. Https://Doi.Org/10/9.%20daftar%20pustaka.Pdf.
Saifudin, Saifudin. “Perspektif Islam Tentang Teori Koneksionisme Dalam
Pembelajaran.” Profetika: Jurnal Studi Islam 22, No. 2 (December 16, 2021):
314–30. Https://Doi.Org/10.23917/Profetika.V22i2.16696.
Shahbana, Elvia Baby, Fiqh Kautsar Farizqi, And Rachmat Satria. “Implementasi Teori
Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran.” Jurnal Serunai Administrasi

235
Abdau : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Vol.4 No. 2, Desember 2021 e- ISSN:2685-0451

Pendidikan 9, No. 1 (March 26, 2020): 24–33.


Https://Doi.Org/10.37755/Jsap.V9i1.249.
The Liang Gie, 1993, Filsafat Matematika Bagian Kedua, Yogyakarta : Yayasan Studi
Ilmu Dan Teknologi
Undang-Undang. “Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,” N.D.
Yuningsih, Aryani. “Penerapan Teori Belajar Behavioristik (Thorndike) Melalui Teknik
Drill And Practice Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Bidang
Studi Bahasa Indonesia Dalam Materi Mengarang Siswa Kelas V Sdn 023
Sedinginan Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir.” Skripsi,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2011.
Http://Repository.Uin-Suska.Ac.Id/1725/.
Zabidin, Muhammad Ali, And Indrya Mulyaningsih. “Teori Koneksionisme Dalam
Pembelajaran Bahasa Kedua Anak Usia Dini.” Indonesian Language
Education And Literature 1, No. 2 (July 4, 2016): 207.
Https://Doi.Org/10.24235/Ileal.V1i2.599.

236

You might also like