Professional Documents
Culture Documents
PERGURUAN TINGGI
1
baituldawiyah@gmail.com; 2 khairilanwarczx@gmail.com; 3rismayana099@gmail.com
Abstract
The purpose of writing this article is to examine whether corrupt practices in the campus
environment are mostly carried out by students. And also what steps have been and must be
taken by universities and the government to prevent these violations, because students are
actually the next generation of the nation who will serve in the future. And students are a
unique element of society. The numbers are not large, but history shows that the dynamics of
this nation cannot be separated from the role of students. Even though times have moved and
changed, there are still things that have not changed from students, namely enthusiasm and
idealism. We Know Since the New Order until today, corruption is the highest problem in this
country. In 1971, the enactment of Law Number 3 of 1971 concerning the Eradication of
Corruption (Tipikor Eradication Law) was approved by the parliament and the government
and then ratified by the President of the Republic of Indonesia. To eradicate corruption, the
DPR and the Government have made laws and regulations and establish a corruption
eradication agency, namely the Corruption Eradication Commission. Higher Education can
play a very large role in terms of preventing corruption, especially in cultivating an anti-
corruption attitude, increasing legal awareness, and instilling integrity values in students.
Students who are future leaders of the nation need to be fortified to avoid corrupt behavior
and acts of corruption. For this reason, optimizing the Tri Dharma of Higher Education is an
Abstrak
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji apakah praktik korupsi di lingkungan
kampus banyak dilakukan oleh mahasiswa. Dan juga langkah-langkah apa yang telah dan
juga harus dilakukan oleh perguruan tinggi dan pemerintah untuk mencegah pelanggaran
tersebut, karena mahasiswa sebenarnya adalah generasi penerus bangsa yang akan berbakti
di masa depan. Dan siswa adalah elemen masyarakat yang unik. Jumlahnya memang tidak
banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari peran
mahasiswa. Walaupun zaman sudah bergerak dan berubah, namun masih ada hal yang tidak
berubah dari mahasiswa yaitu semangat dan idealisme. Kita Tahu Sejak orde baru hingga
zaman sekarang, korupsi menduduki tempat tertinggi permasalahan di negeri ini. Pada tahun
Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor) telah disetujui oleh perlemen dan pemerintah
pemberantas korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Perguruan Tinggi dapat sangat
besar perannya dalam hal pencegahan tindak pidana korupsi, terutama dalam menumbuhkan
sikap anti korupsi, peningkatan kesadaran hukum, dan penanaman nilai-nilai integritas
kepada mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa depan
perlu dibentengi agar terhindar dari perilaku koruptif maupun tindak tindak korupsi. Untuk
ituoptimalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah upaya untuk menumbuhkan sikap anti
A. PENDAHULUAN
Apabila kita merujuk kepada cita-cita negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945
alinea keempat berbunyi: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
keadilan sosial”
Melindungi seluruh tumpah darah mutlak untuk diwujudkan, tidak ada artinya kata-kata
“melindungi seluruh tumpah darah” kalau pun masih adanya penderitaan yang dirasakan oleh
rakyat. Korupsi merupakan pemicu kuatrubuhnya Pemerintahan Orde Baru yang kemudian
Sehubungan dengan negara hukum, Indah Herlina mengatakan , korupsi bukan hanya
tergolong sebagai extraordinary crime, akan tetapi lebih dari itu korupsi juga bertentangan
denganAsas Negara Hukum, bahkan dapat merusak cita-cita Negara hukum yangdianut
Indonesia.Hal tersebut terdapat di dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “Negara
1
Alkostar Artidjo, Korupsi Politik di Negara Modern, (Yogyakarta: FH UII Press, 2015) hlm. 267-342.
Indonesiaadalah Negara Hukum.MenurutJulius Stahl ada empat ciri yang harus dimiliki dan
A.V.Dicey, unsur-unsur rule of law, antara lain: supremasi hukum (supremacy ofthe law),
persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law), dandue process of law. 2
Adapun alasan lebih lanjutnya mengapa korupsi bertentangan dengan Asas Negara
Hukum yang dianut Indonesia yang menganut negara hukum, ada tiga hal yang harus
manusia. Kedua, korupsi merusak tatanan sistem hukum akibatnya penegakan hukum tidak
keadilan (Gerechtigkeit) tidak dapat diwujudkan. Ketiga, korupsi memiliki dampak luas.
Rusaknya tatanan negara hukum karena korupsi juga mengakibatkan dampak yang merugikan
masyarakat luas. 3
Secara umum penegakan hukum terdiri dari dua bagian, yaitu: pencegahan, dan
penindakan. Perguruan Tinggi memiliki peran yang sentral dalam hal pencegahan tindak
pidana korupsi, terutama dalam menumbuhkan sikap anti korupsi, peningkatan kesadaran
hukum, dan penanaman nilai-nilai integritas kepada Mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan
calon pemimpin bangsa di masa depan perlu dibentengi agar terhindar dari perilaku koruptif
2
Lopa Baharudin, Kejahatan Korupsi, dan Penegakan Hukum, (Jakarta: PenerbitBuku Kompas, 2002),
hlm. 88.
3
Harlina Indah, “Kedudukan, dan Kewenangan Komisi Pemberntasan Korupsi dalam Penegakan
Hukum”, Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 2008,
hlm. 70.
maupun tindak tindak korupsi.Perguruan Tinggi sebagai lingkungan kedua bagi mahasiswa,
dapat menjadi tempat pembangunan karakter dan watak.Perguruan Tinggi dapat memberikan
nuansa yang mendukung upaya untuk menginternalisasikan nilai-nilai dan etika yang hendak
ditanamkan, termasuk didalamnya perilaku anti korupsi. Upaya yang dapat dilakukan untuk
penanaman pola pikir, sikap dan perilaku antikorupsi yaitu melalui kuliah, karena kuliah
dalam mengembangkan nilai-nilai anti korupsi. Karena manusia yang lahir melalui sektor
pendidikan adalah manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, beriman, berakhlak
mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta dapat menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Institusipendidikan dapat dijadikan tempat yang paling strategis untuk
spiritualdan moral peserta mahasiswa. Pendidikan harus dijadikan sebagai pilar paling depan
untuk mencegah korupsi dalam rangka menciptakan pemerintahan yangbersih dan baik (clean
and good governance) untuk masa yang akan datang. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
merupakan landasan gerak perguruan tinggi dapat melakukan dan mengoptimalkan ada tiga
hal yaitu: (1). Di bidang pendidikan, danpengajaran; (2). Dalam bidang penelitian; (3). Untuk
Tinggi, budaya anti korupsi, dan kesadaran hukum bagi Mahasiswa,dan Masyarakat dapat
tumbuh di Indonesia.4
B. METODE PENELITIAN
4
Hassan Fuad, Pendidikan Adalah Pembudayaan; dalam Pendidikan Manusia Indonesia. (Jakarta:
Kompas, 2004), hlm. 9.
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum
(legal research). Menurut F. Sugeng Istanto, penelitian hukum adalah penelitian yang
diterapkan atau diberlakukan khusus pada ilmu hukum. Berdasarkan identifikasi masalah
sebagaimana diuraikan di depan,metode penelitian yang tepat untuk maksud tersebut ialah
metode penelitianhukum Socio-legal studies. Socio legal studies adalah nama lain untuk
istilahlaw and societies studies. Socio-legal studies adalah istilah generik untukmenyebutkan
semua ilmu-ilmu sosial yang mempelajari hukum. Socio legalstudies berangkat dari asumsi
bahwa hukum adalah sebuah gejala sosial yangterletak dalam ruang sosial dan dengan itu
yang akan digunakan dalam penyusunan paper ini adalah pendekatan behaviorial
jurisprudence, yaitu pendekatan tentang bagaimana seseorang atau komunitas berperilaku dan
dari perkembangan ilmu hukum dalam menguraikan gagasan atas permasalahan relevan yang
tengah dihadapi. Adapun yang penulis teliti adalah bagaimana peran perguruan tinggi dalam
C. PEMBAHASAN
5
Wahjono Padmo, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, (Jakarta: GhaliaIndah, 1986), hlm. 1.
Banyaknya pelaku melakukan tindak pidana korupsi yang disebabkan karena berbagai
kesempatan yang ada. Kesempatan ini tidak hanya ada saat seseorang sudah memiliki jabatan
tinggi namun kesempatan dapat ditemukan sejak seseorang menjadi mahasiswa. Pada
lingkungan kampus ada beberapa kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk
melakukan tindakan korupsi terutama pada saat mahasiswa mengelola sebuah program kerja.
Program kerja kegiatan kampus dan organisasi adalah tempat yang sangat rentan untuk
melakukan praktik korupsi dikarenakan rendahnya tingkat pengawasan oleh pihak kampus.
Tidak hanya itu, korupsi yang dilakukan di kalangan mahasiswa juga termasuk perbuatan
para mahasiswa. Dengan semakin tingginya pendidikan seseorang juga memberi kesempatan
bagi orang tersebut memperoleh jabatan yang semakin tinggi pada sebuah institusi.
Dan semakin tingginya jabatan seseorang juga memberi kesempatan baginya untuk
melakukan tindak korupsi. Ini karena di jabatan yang semakin tinggi, jumlah pengawasan
Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan
mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui pendidikan.
Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola pikir, sikap, dan
Sejauh ini pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi praktik korupsi
oleh mahasiswa. Salah satunya adalah pendidikan moral khususnya pada pendidikan pancasila
6
Lukman Hakim, dalam Model Integrasi Pendidikan Antikorupsi dalam Kurikulum Pendidikan Agama
Islam (Jurnal Pendidikan Agama islam- Ta’lim, 2012), Vol.10. No.2.
dan kewarganegaraan di dalam sistem edukasi seperti yang tercantum Pasal 37 UU Sisdiknas
meningkatkan kapasitas berpikir secara moral dan mengambil keputusan dengan menekankan
Pendidikan moral ini merupakan upaya pencegahan praktik korupsi dengan memberikan
seseorang dasar-dasar dan pola pikir yang sesuai dengan moralitas. Upaya peningkatan moral
melalui pendidikan adalah faktor kunci yang bertujuan untuk memberikan pemahaman
tentang korupsi.
Pendekatan preventif memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberantasan korupsi
karena upaya pencegahan akan bersifat lebih luas dengan efek jangka panjang terhadap
lingkungan bebas korupsi. Partisipasi pendidikan dalam upaya mencegah korupsi memiliki
posisi strategis antisipatif. Beberapa negara yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi telah
mendorong budaya anti korupsi melalui berbagai upaya. Tidak kalah pentingnya Indonesia,
beberapa daerah telah melakukan upaya untuk meningkatkan budaya anti-korupsi. Itu
didasarkan pada sensitivitas terhadap masalah bangsa yang telah dicegah dari mata dari
Marvin Berkowitz (1998) menyatakan bahwa pendidikan moral yang dilakukan sekolah
tidak memperhatikan dampak dari pendidikan yang diberikan kepada perubahan perilaku.
Pendidikan moral yang sekarang diterapkan pada sistem edukasi di Indonesia hanya
memberikan aspek pengetahuan kepada pelajar dan tidak mendorong seseorang untuk
dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan cara melakukan tindakan represif berupa sanksi
yang berat agar para pelaku mendapatkan efek jera sehingga mereka tidak akan mengulangi
peraturan dan sanksi yang berbeda terhadap para mahasiswa yang melakukan korupsi
sehingga tidak semua mahasiswa mendapatkan perlakuan dan sanksi yang sama atas
perlakuan korupsi yang dilakukan. Hal ini tentunya membuat tidak ada jaminan bagi seluruh
mendapatkan efek jera yang sama sehingga memperkecil peluang praktik korupsi terjadi
kedepannya.
Contoh tindakan represif yang ternilai sangat efektif adalah yang dilakukan di negara
Cina. Disana tindakan menyontek saat ujian serentak masuk universitas dapat dikenakan
hukuman hingga 7 tahun penjara. Cara itu mungkin terkesan terlalu ekstrim namun itu dinilai
perlu mengingat tingkat keketatan pada seleksi masuk universitas di negeri itu sangat tinggi.
Lain halnya dengan mahasiswa yang berasal dari kampus yang tidak memiliki peraturan
serupa, menyontek dan plagiarisme menjadi suatu hal yang lazim dilakukan. Mahasiswa
terbiasa meniru jawaban tugas temannya dan bahkan menyewa joki untuk menyelesaikan
tugasnya. Menyontek saat ujian juga sering dilakukan, bahkan beberapa mahasiswa sampai-
Oleh karena itu diperlukan peraturan pemerintah mengenai penyeragaman sanksi yang
ketat terhadap tindak korupsi yang dilakukan oleh mahasiswa seperti contohnya hukuman
drop out bagi mahasiswa yang melakukan hal apapun yang terkait dengan tindak pidana
korupsi di kampus. Sehingga para pelaku mendapatkan efek jera dan tidak akan mengulangi
perbuatannya kelak nanti. Pemerataan sanksi juga diperlukan untuk mengatasi tindakan
korupsi di tingkat mahasiswa. Sanksinya dapat berupa mengulang mata kuliah tersebut
ataupun drop out. Selain efektif untuk memberi efek jera, ini juga dapat membuat mahasiswa
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, terdapat beberapa hal yang dapat dibenahi
dalam membangun karakter lulusan perguruan tinggi kita yang tidak hanya memiliki
kompetensi, tetapi juga berintegritas. Pendidikan moral yang selama ini ada hanya sebatas
edukasi tentang pembeda benar dan salah, tetapi kurang efektif dalam mendidik para pelajar
untuk menjauhi perbuatan yang salah. Ini karena orang-orang tahu bahwa walaupun perbuatan
itu salah, mereka diuntungkan. Oleh karena itu perlu diadakan perombakan kurikulum yang
tidak hanya memberi tahu perbedaan baik dan buruk, tetapi juga mendorong yang dididik
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Banyaknya pelaku melakukan tindak pidana korupsi yang disebabkan karena berbagai
kesempatan yang ada. Kesempatan ini tidak hanya ada saat seseorang sudah memiliki jabatan
tinggi namun kesempatan dapat ditemukan sejak seseorang menjadi mahasiswa. Pada
lingkungan kampus ada beberapa kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk
melakukan tindakan korupsi terutama pada saat mahasiswa mengelola sebuah program kerja.
Program kerja kegiatan kampus dan organisasi adalah tempat yang sangat rentan untuk
melakukan praktik korupsi dikarenakan rendahnya tingkat pengawasan oleh pihak kampus.
Salah satu langkah yang harus dilakukan untuk memberhentikan praktik korupsi yang
dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan cara melakukan tindakan represif berupa sanksi
yang berat agar para pelaku mendapatkan efek jera sehingga mereka tidak akan mengulangi
peraturan dan sanksi yang berbeda terhadap para mahasiswa yang melakukan korupsi
sehingga tidak semua mahasiswa mendapatkan perlakuan dan sanksi yang sama atas
perlakuan korupsi yang dilakukan. Hal ini tentunya membuat tidak ada jaminan bagi seluruh
mendapatkan efek jera yang sama sehingga memperkecil peluang praktik korupsi terjadi
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, (Yogyakarta: FH UII Press, 2015) hlm.
267-342.
Wahjono Padmo, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, (Jakarta: GhaliaIndah, 1986),
hlm. 1.
Pendidikan Agama Islam (Jurnal Pendidikan Agama islam- Ta’lim, 2012), Vol.10.
No.2.
Muslihati, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: LP3 Universitas Negeri Malang, 2005), hlm.
12.