You are on page 1of 24

ANALISIS PENGARUH FRAUD HEXAGON DENGAN F-SCORE MODEL

TERHADAP FRAUDULENT FINANCIAL REPORTING PADA PERUSAHAAN


PROPERTI DAN REAL ESTATE
Indi Citra Riswana1, Pardi2
1,2
Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta, Sukoharjo
1
indicitrariswana@gmail.com
2
ppardi@stiesurakarta.ac.id
Abstract
This study aims to determine the effect of hexagon fraud with element stimulus which is proxied
with financial stability, external pressure and personal financial needs, element capability which is
proxied with change in director, element collusion which is proxied with political connection, element
opportunity which is proxied with ineffective monitoring and nature of industry, element rationalization
which is proxied with change in auditor and element ego which is proxied with frequent number of ceo’s
picture to fraudulent financial reporting which is proxied by the F-score model. Obtaining the sample for
this study through a sampling technique using the purposive sampling method were 20 companies out of
85 property and real estate sector companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) for the 2019-
2021 period. The research data uses secondary data in the form of financial reports and annual reports
obtained from the IDX website (www.idx.co.id). The data analysis method in this study used multiple
linear regression analysis with the help of the SPSS 25 program. The results of this study indicated that
change in auditor has a significant effect on fraudulent financial reporting whereas financial stability,
external pressure, personal financial needs, change in director, frequent number of ceo’s picture and
political connection have no significant effect on fraudulent financial reporting.
Keywords: Fraud hexagon theory, fraudulent financial reporting, f-score model

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fraud hexagon dengan elemen stimulus yang di
proksikan dengan financial stability, external pressure dan personal financial needs, elemen capability
yang di proksikan dengan change in director, elemen collusion yang di proksikan dengan political
connection, elemen opportunity yang di proksikan dengan ineffective monitoring dan nature of industry,
elemen rationalization yang di proksikan dengan change in auditor dan elemen ego yang di proksikan
dengan frequent number of ceo’s picture terhadap fraudulent financial reporting yang di proksikan
dengan F-score model. Perolehan sampel penelitian ini melalui teknik pengambilan sampel dengan
metode purposive sampling adalah 20 perusahaan dari 85 perusahaan sektor properti dan real estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2019-2021. Data penelitian menggunakan data sekunder
berupa laporan keuangan dan laporan tahunan yang diperoleh dari website IDX (www.idx.co.id). Metode
analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan program
SPSS 25. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa change in auditor berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting sedangkan financial stability, external pressure, personal financial needs,
change in director, frequent number of ceo’s picture dan political connection tidak berpengaruh
signifikan terhadap fraudulent financial reporting.
Kata kunci: Fraud hexagon theory, fraudulent financial reporting, f-score model
PENDAHULUAN
Penyajian laporan keuangan yang relevan dan andal dapat memberikan predictive value yang
berguna dalam pengambilan keputusan bagi pihak eksekutif perusahaan dan principal. Laporan keuangan
merupakan suatu instrument krusial yang dijadikan acuan bagi pengguna laporan baik pihak internal
maupun pihak eksternal perusahaan untuk menilai kinerja perusahaan dalam rentang periode tertentu
sehingga informasi yang disajikan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan ekonomi. Adanya
tuntutan managerial terhadap kinerja perusahaan sebagai tolak ukur penilaian pihak eksternal membuat
pihak internal yang berwenang atas pengendalian operasional perusahaan dapat dengan leluasa
melakukan berbagai macam cara untuk menaikkan nilai perusahaan agar kinerja perusahaan terlihat baik
sekalipun dengan cara melakukan tindak kecurangan laporan keuangan seperti memanipulasi data akun
yang tercantum dalam laporan keuangan dan restatement (salah saji). Fraudulent financial reporting
merupakan tindakan salah saji informasi dalam laporan keuangan yang menyebabkan kerugian bagi
pemakai laporan keuangan (Irwandi et al., 2019). Fraud laporan keuangan menghasilkan nilai kerugian
tertinggi di taraf nominal < Rp.10.000.000 dibandingkan korupsi dan penyalahgunaan asset (ACFE,
2019). Fraudulent financial reporting memiliki persentase kasus paling rendah diantara jenis fraud
lainnya yaitu korupsi dan penyalahgunaan asset yakni sebesar 9% namun dengan nilai kerugian rata-rata
yang dihasilkan paling tinggi senilai $593.000 (ACFE, 2022). Hal ini sejalan dengan hasil survei fraud
pada occupational fraud and abuse Report to the Nation 2020 yang menyatakan bahwa persentase fraud
laporan keuangan paling kecil sebesar 10% dengan nilai kerugian rata-rata yang dihasilkan paling besar
senilai $954.000 diikuti korupsi dengan persentase kasus sebesar 43% yang menghasilkan total nilai
kerugian rata-rata $200.000 dan persentase kasus penyalahgunaan asset sebesar 86% dengan total nilai
kerugian rata-rata $100.000.

Gambar 1. Category of Occupational Fraud

Sumber: ACFE (2022)

Menurut hasil Report to the Nation 2022, Industri properti dan real estate merupakan industri yang
mengalami kerugian terbesar akibat tindakan fraud dengan jumlah kasus tercatat sebanyak 41 kasus dan
kerugian rata-rata yang dihasilkan sebesar $435.000. Fenomena kerugian pada sektor properti dan real
estate pada kasus Evergrande perusahaan pengembang properti raksasa di China yang mengalami krisis
keuangan akibat gagal bayar hutang sebesar $300 Milyar serta boikot oleh konsumen dan investor yang
terjadi akibat penghentian pembangunan sebab tidak adanya pemasukan dana untuk melanjutkan
pembangunan serta penerapan three red lines oleh bank sebagai pembatasan pinjaman, krisis keuangan
Evergrande dipengaruhi oleh tata kelola perusahaan yang buruk dan tidak dapat menyelesaikan kewajiban
(2021) www.cnbcindonesia.com. Kasus fraud laporan keuangan dalam industri properties dan real estate
diantaranya PT Hanson Internasional Tbk yang merekayasa penyajian LKT tahun 2016 terkait penjualan
kavling siap bangun (kasiba) sebesar Rp. 732 miliyar (https://www.cnbcindonesia.com), PT Sentul City
Tbk atas kasus korupsi yang dilakukan oleh direktur utama Kwee Cahyadi Kumala dalam pengembangan
kasus konversi hutan di Kabupaten Bogor pada tahun 2014 (https://properti.kompas.com) dan perusahaan
pengembang perumahaan terbesar di Mexico Homex yang mengakui penjualan fiktif 100.000 unit rumah
selama periode pelaporan keuangan 2009-2011(https://wartaekonomi.co.id). Berdasarkan hasil diatas
fraud laporan keuangan masih berada di tingkat utama global dalam kategori fraud yang menimbulkan
kerugian terbesar sehingga perlu adanya RnD pendeteksian dan fraud controling untuk menekan
terjadinya tindak kecurangan laporan keuangan terutama pada sektor properties dan real estate.
Pendeteksian fraudulent financial reporting dapat melalui model pendekatan teori fraud hexagon yang
merupakan pengembangan teori terbaru dalam mendeteksi tindakan fraud yang diukur dari enam elemen
SCCORE (Stimulus, Capability, Collusion, Opportunity, Rationalization, dan Ego) (Vousinas, 2019).
Pengembangan teori ini didasarkan pada kolusi yang menjadi elemen fraud hexagon hal ini juga dapat
ditunjukkan pada hasil Report to the Nation 2022 bahwa 58% tindakan fraud dilakukan oleh dua atau
lebih pelaku yang berkolusi. Dalam penelitian ini penggunaan variable Stimulus di proksikan dengan
financial stability, personal financial needs dan external pressure, Capability dengan change in director,
Collusion dengan koneksi politik, Opportunity dengan ineffective monitoring dan nature of industry,
Rationalization dengan change in auditor, Ego dengan frequent number of CEO’s picture dan fraudulent
financial reporting dengan f-score model.
Terdapat inkonsistensi hasil penelitian terdahulu penggunaan fraud hexagon theory sebagai
variable independen dengan f-score model untuk pendeteksian fraudulent financial reporting. Penelitian
yang dilakukan (Sagala & Siagian, 2021) menunjukkan financial stability berpengaruh signifikan
terhadap fraudulent financial reporting sedangkan hasil penelitian (Abbas et al., 2020) menunjukkan
bahwa financial stability tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian
(Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021; N. N. A. N. Putra & Suprasto, 2022) menunjukkan bahwa
ineffective monitoring berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting sedangkan penelitian (A. N.
Putra & Dinarjito, 2021; Sagala & Siagian, 2021) ineffective monitoring tidak berpengaruh signifikan
terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian (Imtikhani & Sukirman, 2021) menunjukkan external
pressure berpengaruh positif signifikan terhadap fraudulent financial reporting sedangkan penelitian
(Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021) menunjukkan external pressure tidak berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting. Penelitian (Abbas et al., 2020) menunjukkan change in auditor
berpengaruh positif terhadap fraudulent financial reporting sedangkan penelitian (Imtikhani & Sukirman,
2021; Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021) menunjukkan change in auditor tidak berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting. Penelitian (Fachrizka Zulfa & Hendang Tendang, 2022) menunjukkan
change in director berpengaruh positif terhadap fraudulent financial reporting sedangkan penelitian
(Abbas et al., 2020; Imtikhani & Sukirman, 2021; Nurrohman & Hapsari, 2020) menunjukkan bahwa
change in director tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian (Khamainy et al.,
2022) menunjukkan bahwa nature of industry berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
sedangkan penelitian (Abbas et al., 2020) menunjukkan bahwa nature of industry tidak berpengaruh
terhadap fraudulent financial reporting. Penelitian (Nadziliyah & Primasari, 2022) menunjukkan bahwa
koneksi politik berpengaruh positif dan signifikan terhadap fraudulent financial reporting sedangkan
penelitian (Sagala & Siagian, 2021) menunjukkan koneksi politik tidak berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting. Berdasarkan research gap dan fenomena tersebut maka penelitian ini
layak dilakukan pengujian kembali sebagai pengembangan dari penelitian (Nadziliyah & Primasari, 2022)
yang menunjukkan hasil bahwa political connections berpengaruh positif dan signifikan terhadap
fraudulent financial reporting, opini audit berpengaruh negative dan signifikan terhadap fraudulent
financial reporting sedangkan financial targets, quality of external auditors dan number of CEO’s photos
tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial reporting.
TEORI
Fraudulent Financial Reporting
Fraudulent financial reporting merupakan tindakan salah saji material dalam laporan keuangan
yang dilakukan secara sengaja untuk menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan (ACFE, 2016). Tindakan dari fraudulent financial reporting meliputi rekayasa data akun dan
informasi akuntansi dalam penyajian laporan keuangan yang pengungkapannya tidak sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya serta dengan sengaja tidak mengaplikasikan prinsip akuntansi dengan benar
(Septriani & Desi Handayani, 2018).
Fraud Hexagon Theory
Fraud hexagon theory merupakan pengembangan teori dari fraud triangle theory oleh (Cressy,
1953) yang terdiri dari 3 elemen (pressure, opportunity, rationalization) sebagai faktor deteksi fraudulent
financial reporting, fraud diamond theory oleh (Wolfe & Hermanson, 2004) dengan penambahan elemen
capability, dan fraud pentagon theory dengan penambahan elemen ego oleh (Horwath, 2011). Adanya
penyesuaian terhadap perkembangan insiden tindakan fraud, Vousinas mengembangkan teori
pendeteksian fraud dengan memperluas faktor pemicu terjadinya aksi fraud yaitu dengan menambahkan
elemen collusion dalam SCORE model menjadi SCCORE pada fraud hexagon theory. Elemen kolusi
sebagai faktor pendeteksian fraudulent financial reporting diakui menjadi elemen sentral mayoritas
penipuan kompleks dan white collar crime pada kasus penipuan besar seperti Enron, WorldCom dan
Parmalat (Vousinas, 2019).
Stimulus merupakan suatu tekanan yang memicu terjadinya tindakan fraud baik secara financial
maupun non-financial seperti kebutuhan ekonomi yang tinggi, tekanan akibat pemenuhan target dan
keinginan sesegera mungkin dalam mencapai sesuatu hal (Vousinas, 2019).
Capability, Elemen yang berfokus pada sifat dan kemampuan seseorang dalam menjalankan suatu
peran (Vousinas, 2019). Faktor-faktor pada elemen capability yang menjadi karakteristik seseorang
melakukan fraud meliputi kedudukan fungsional seseorang dalam suatu organisasi, kemampuan
seseorang dalam penguasaan sistem pengendalian internal perusahaan, kepribadian seseorang yang
memiliki ego yang tinggi, Sikap persuasive seseorang terhadap orang lain agar tunduk berbuat dan
menutupi penipuan, dan konsisten melakukan kebohongan untuk terhindar dari deteksi penipuan (Wolfe
& Hermanson, 2004).
Collusion merupakan suatu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih untuk suatu tujuan yang
manipulatif seperti menipu pihak ketiga atas haknya. Tindakan fraud akan sulit dihentikan sebab adanya
kolusi yang dilakukan oleh antar karyawan maupun karyawan dengan pihak eksternal suatu
organisasi/perusaahaan (Vousinas, 2019). Berdasarkan Report to the Nation 2022, semakin banyak pelaku
yang berkolusi semakin tinggi kerugian rata-rata yang dihasilkan.
Opportunity, Dimana terdapat suatu keadaan yang memungkinkan bagi seseorang melakukan aksi
fraud. Peluang dapat terjadi atas kesempatan yang diperoleh dari posisi dan kewenangan seseorang dalam
suatu perusahaan (Vousinas, 2019).
Rationalization, Tindakan pengecualian seseorang atas aksi fraud yang dilakukan dengan berbagai
alasan rasional yang membenarkan perbuatan curang tersebut (Vousinas, 2019).
Ego, sikap superioritas seseorang terhadap keyakinan tidak adanya pemberlakuan monitoring
internal dalam perusahaan sehingga tidak menimbulkan kesadaran atas suatu kecurangan yang telah
dilakukan (Bawekes et al., 2018; Sagala & Siagian, 2021).
Gambar 2. Fraud Hexagon Theory (SCCORE)

Sumber: (Vousinas, 2019)

Variabel Independen
Financial stability merupakan suatu kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan stabil. Kondisi
tersebut menjadi sebuah tekanan bagi manajemen dalam menyajikan laporan keuangan yang
mencerminkan kondisi keuangan suatu perusahaan agar terlihat baik dan stabil sebagai aspek penilaian
pihak eksternal terhadap nilai perusahaan yang ditinjau dari total asset yang dimiliki oleh perusahaan
namun apabila asset perusahaan rendah maka hal ini dapat memicu manajemen melakukan fraud dengan
merekayasa data akun dan informasi dalam laporan keuangan yang terkait pada asset (Tinambunan &
Januarti, 2022). Financial stability diukur berdasarkan rasio perubahan total asset, semakin tinggi nilai
rasio akan semakin tinggi pula tingkat indikasi terjadinya fraudulent financial reporting (Bawekes et al.,
2018).
External pressure merupakan suatu kondisi yang memicu tekanan manajemen dalam memenuhi
ekspetasi pihak eksternal perusahaan untuk memperoleh sumber pembiayaan eksternal agar perusahaan
dapat berdaya saing (Skousen et al., 2009). Tekanan eksternal diukur berdasarkan rasio leverage dimana
perusahaan yang memiliki nilai leverage tinggi, nilai liabilitas dan risiko kredit perusahaan juga tinggi hal
ini menjadi peninjauan bagi kreditur dalam memberikan pinjaman (kredit) terhadap kemampuan
perusahaan dalam menyelesaikan kewajibannya sehingga menjadikan suatu tekanan yang dapat memicu
tindakan fraudulent financial reporting sebagai upaya pemenuhan perolehan kredit perusahaan yang
memiliki risiko kredit tinggi (Bawekes et al., 2018).
Personal financial needs merupakan kondisi keuangan perusahaan yang ikut dipengaruhi oleh
kondisi keuangan pribadi para eksekutif dalam suatu perusahaan (Setiawati & Baningrum, 2018; Skousen
et al., 2009). Tanpa adanya pemisahaan hak milik yang tepat kondisi tersebut dapat memicu terjadinya
fraud karena pihak eksekutif perusahaan mempunyai peran ganda sebagai principal dan pengelola
operasional perusahaan dimana kendali atas aktiva perusaahaan lebih besar dibandingkan dengan
principal hal ini dapat menjadi sebuah tekanan kepentingan pribadi pihak internal untuk melakukan
fraudulent financial reporting (Purnama & Astika, 2022).
Ineffective monitoring merupakan ketidakefektifan dan lemahnya kondisi sistem pengendalian
internal dalam suatu perusahaan. Situasi ini dipengaruhi oleh dominasi manajemen dan tata kelola
perusahaan yang tidak baik yang dapat memicu terjadinya fraudulent financial reporting. Ineffective
monitoring diukur berdasarkan rasio jumlah persentase dewan komisaris independen yang merupakan
pihak eksternal perusahaan yang dapat meningkatkan efektivitas pengawasan operasional dalam suatu
perusahaan dengan jumlah dewan komisaris internal (Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021).
Nature of industry merupakan refleksi ideal perusahaan dalam suatu industri. Penilaian estimasi
pada akun yang besaran saldo ditentukan oleh perusahaan seperti akun piutang tak tertagih dan akun
persediaan usang dapat memicu manajemen melakukan fraudulent financial reporting dengan
memanipulasi umur ekonomis asset (Setiawati & Baningrum, 2018).
Change in director merupakan indikasi kepentingan politik tertentu sebagai peluang untuk
melakukan fraudulent financial reporting atas kemampuan dan kapabilitas yang dimiliki dari kedudukan
eksekutif di suatu perusahaan. Pergantian direktur mencerminkan adanya tindak kecurangan yang
dilakukan oleh direktur sebelumnya dengan menetapkan direksi baru untuk menutupi jejak kecurangan
tersebut dan hal ini dapat berdampak pada penurunan kinerja perusahaan akan penyesuaian kembali
penerapan kebijakan dari direktur baru (Fachrizka Zulfa & Hendang Tendang, 2022).
Change in auditor merupakan tendensi perusahaan dalam melakukan pergantian auditor sebagai
upaya untuk menyembunyikan tindakan fraudulent financial reporting yang ditemukan oleh auditor
sebelumnya (Imtikhani & Sukirman, 2021). Pergantian auditor menimbulkan asimetri informasi antara
perusahaan dengan auditor baru yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan fraudulent financial
reporting.
Frequent number of CEO’s picture merupakan frekuensi jumlah foto CEO yang tercantum dalam
laporan keuangan tahunan perusahaan. Frequent number of ceo’s picture menunjukkan sikap superioritas
dan arogansi terhadap kedudukannya dalam suatu perusahaan yang berpotensi menimbulkan tindakan
fraudulent financial reporting sebab merasa tidak ada pemberlakuan control internal terhadap dirinya atas
posisi jabatan yang diperoleh dalam perusahaan (Bawekes et al., 2018).
Political connection merupakan jalinan korelasi antara perusahaan dengan pemerintah yang
cenderung memberikan keuntungan bagi perusahaan. Political connection memberikan kemudahan
peminjaman dana oleh pemerintah menyebabkan perusahaan akan sering melakukan peminjaman dan
berpotensi untuk melakukan fraudulent financial reporting (Sagala & Siagian, 2021).
HIPOTESIS
Konsistensi pertumbuhan asset suatu perusahaan mencerminkan keadaan keuangan sebuah
perusahaan dalam keadaan yang stabil serta menjadi bahan pertimbangan pihak eksternal perusahaan
dalam menanamkan modalnya sebagai tambahan dana operasional perusahaan yang dengan demikian
manajemen terpacu untuk melakukan fraudulent financial reporting dengan cara memanipulasi total asset
dalam laporan keuangan perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian (Mukaromah & Budiwitjaksono,
2021; Sagala & Siagian, 2021; Tinambunan & Januarti, 2022) yang menunjukkan hasil financial stability
berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting.
H1: Financial stability berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Pemenuhan harapan pihak eksternal perusahaan dalam pengembangan dan valuasi perusahaan
membuat tekanan bagi manajemen untuk memperoleh tambahan dana sebagai efektivitas peningkatan
kinerja operasional perusahaan. Apabila perusahaan memiliki liabilitas tinggi perolehan kredit akan
semakin kecil oleh karena itu, manajemen berpotensi melakukan fraudulent financial reporting agar dapat
memperoleh tambahan dana operasional perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian (Imtikhani &
Sukirman, 2021; Khamainy et al., 2022) yang menunjukkan hasil external pressure berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting.
H2: External pressure berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Peran ganda para eksekutif perusahaan sebagai manajemen dan pemegang saham serta tingginya
kepemilikan manajerial dapat menimbulkan potensi fraudulent financial reporting. Personal financial
needs diukur berdasarkan rasio jumlah saham yang dimiliki oleh pihak internal perusahaan dengan jumlah
saham beredar. Pemisahan proporsi hak milik sebagai principal dan manajemen yang tidak efektif dapat
menimbulkan keleluasaan penggunaan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi pihak internal
perusahaan (Setiawati & Baningrum, 2018).
H3: Personal financial needs berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Lemahnya pengendalian internal perusahaan menimbulkan peluang terjadinya fraudulent financial
reporting. Pihak yang mempunyai kewenangan tinggi dalam perusahaan dapat bertindak leluasa untuk
dapat melakukan kecurangan dari tidak adanya kontrol perusahaan yang maksimal. Intensitas terjadinya
fraud dalam perusahaan diukur berdasarkan besarnya jumlah dewan komisaris independen dalam suatu
perusahaan (Siddiq et al., 2017). Hal ini didukung oleh penelitian (Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021;
Tinambunan & Januarti, 2022) yang menunjukkan hasil ineffective monitoring berpengaruh terhadap
fraudulent financial reporting.
H4: Ineffective monitoring berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Nilai akun piutang dan persediaan usang menjadi tolak ukur perusahaan dalam keadaan yang ideal
dimana besarnya piutang memicu manajemen melakukan fraudulent financial reporting dengan cara
memperkecil nilai akun piutang pada saat jatuh tempo dan menghapus nilai piutang pada periode
penagihan lama (Khamainy et al., 2022). Semakin tinggi nilai piutang maka semakin tinggi terjadinya
fraudulent financial reporting. Hal ini didukung oleh penelitian (Hamadi et al., 2022; Khamainy et al.,
2022) yang menunjukkan hasil nature of industry berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
H5: Nature of industry berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Perubahan jajaran direksi yang semakin sering mengindikasikan terjadinya fraudulent financial
reporting hal ini dikarenakan adanya stress period yang menjadi celah bagi direktur dan pihak yang
berkompeten untuk dapat melakukan tindakan fraud. Hal ini didukung oleh penelitian (Fachrizka Zulfa &
Hendang Tendang, 2022; Nadziliyah & Primasari, 2022) yang menunjukkan hasil change in director
berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting.
H6: Change in director berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Pergantian auditor terjadi sebab adanya regulasi pemerintah yang bersifat wajib dan adanya alasan
lain diluar peraturan (non-mandatory) yang menyebabkan terjadinya pergantian auditor (Nursiam et al.,
2021). Pergantian auditor dapat menjadi upaya penghindaran deteksi adanya kecurangan yang dilakukan
oleh perusahaan serta dapat menyebabkan asimetri informasi antara auditor dengan perusahaan dimana
perusahaan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya hal ini menjadi
peluang bagi perusahaan untuk melakukan fraudulent financial reporting (Imtikhani & Sukirman, 2021).
Semakin seringnya terjadi pergantian auditor maka semakin tinggi terjadinya fraudulent financial
reporting. Hal ini didukung oleh penelitian (Abbas et al., 2020; Fachrizka Zulfa & Hendang Tendang,
2022) yang menunjukkan hasil change in auditor berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting.
H7: Change in auditor berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Semakin tingginya tingkat superioritas pihak eksekutif perusahaan mencerminkan adanya arogansi
yang tinggi dan keinginan validasi atas posisi jabatan yang dimiliki dalam sebuah perusahaan. Arogansi
menyebabkan kebebasan berbuat sesuai yang dikehendaki untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa
mempertimbangan aspek lain dalam perusahaan termasuk potensi melakukan fraudulent financial
reporting. Dengan demikian, Semakin banyak jumlah foto yang terpampang dalam laporan keuangan
perusahaan maka semakin tinggi terjadinya fraudulent financial reporting. Hal ini didukung oleh
penelitian (Bawekes et al., 2018) yang menunjukkan bahwa frequent number of CEO’s picture
berpengaruh. terhadap fraudulent financial reporting.
H8: Frequent number of CEO’s picture berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
Perolehan hak istimewa atas jalinan koneksi perusahaan dengan pemerintah dalam kemudahan
pemberian pinjaman dana mendorong perusahaan melakukan fraudulent financial reporting. Kondisi
tersebut dimanfaatkan manajemen untuk bergantung dalam memperoleh keuntungan dari kemudahan
yang diperoleh dengan cara melakukan fraudulent financial reporting. Hal ini didukung oleh penelitian
(Nadziliyah & Primasari, 2022) yang menunjukkan hasil koneksi politik berpengaruh terhadap fraudulent
financial reporting.
H9: Political Connection berpengaruh terhadap fraudulent financial reporting
KERANGKA PEMIKIRAN
X1
FINANCIAL STABILITY

X2
EXTERNAL PRESSURE

X3
PERSONAL FINANCIAL
NEEDS

X4
INEFFECTIVE
MONITORING

Y
X5 FRAUDULENT FINANCIAL
NATURE OF INDUSTRY REPORTING

X6
CHANGE IN DIRECTOR

X7
CHANGE IN AUDITOR

X8
FREQUENT NUMBER
OF CEO'S PICTURE

X9
POLITICAL CONNECTION

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Sumber: Data diolah (2022)


METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan objek penelitian perusahaan sektor properti dan real estate
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2019-2021. Data yang digunakan berupa data sekunder
laporan keuangan tahunan perusahaan yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia yang dapat diakses
melalui website Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Purposive sampling digunakan sebagai teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu sebagai dasar
pengolahan data yang diperlukan untuk menjawab hipotesis sebagai hasil penelitian. Populasi dalam
penelitian ini merupakan keseluruhan dari perusahaan sektor properti dan real estate yang terdaftar di BEI
tahun 2019-2021 sejumlah 85 perusahaan dimana setelah dilakukan purposive sampling data yang
diperoleh adalah 60 data dari 20 perusahaan sektor properti dan real estate yang termasuk dalam kriteria
teknik pengambilan sampel penelitian yang tertera pada Tabel 1.

Table 1. Kriteria Pengambilan Sampel Data Penelitian


Kriteria Data Jumlah
1 Perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2019-2021 69

2 Perusahaan properti dan real estate yang delisting dari BEI tahun 2019-2021 (0)

3 Perusahaan properti dan real estate yang tidak mempublikasikan laporan keuangan (11)
tahunan berturut di BEI tahun 2019-2021

4 Penyajian laporan keuangan tahunan tidak menggunakan mata uang rupiah (0)

5 Perusahaan properti dan real estate yang mengalami kerugian setidaknya satu periode (36)
dalam tahun penelitian 2019-2021

6 Perusahaan properti dan real estate yang tidak memiliki data lengkap dalam (2)
penelitian periode 2019-2021

TOTAL 20
Data perusahaan sektor properti dan real estate yang diperoleh selama periode 60
penelitian 2019-2021 (20 x 3)
OUTLIER (24)
TOTAL SAMPEL SETELAH OUTLIER 36

Sumber: Data diolah (2022)


Definisi dan Pengukuran Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 9 variabel independen yakni financial stability (X1),
personal financial needs (X2), external pressure (X3), ineffective monitoring (X4), nature of industry
(X5), change in director (X6), change in auditor (X7), frequent number of ceo’s picture (X8), political
connection (X9) dan variabel dependen yakni fraudulent financial reporting yang di proksikan dengan f-
score model untuk menguji adanya restatement dan earning management pada sebuah laporan keuangan
(Dechow et al., 2011). F-score merupakan suatu model penilaian risiko fraudulent financial reporting
dengan tingkat akurasi tinggi (Sagala & Siagian, 2021).

Klasifikasi indikator penilaian terjadinya fraudulent financial reporting yang dikembangkan oleh
(Dechow et al., 2011) melalui f-score model sebagai berikut:

Table 2. Indikator penilaian risiko F-score model

F-score < 1 Risiko rendah atau normal (normal or low risk)

F-score > 1 Risiko di atas normal (above normal risk)

F-score > 1,85 Risiko besar (substantial risk)

F-score > 2,45 Risiko tinggi (high risk)

Variabel Dependen

F-Score = Accrual Quality + Financial Performance

Accrual Quality diukur dengan RSST accrual: .

∆ WC +∆ NCO+ ∆ FIN
RSST Accrual =
Average Total Assets

∆ WC =¿ [(Current Assets – Cash and Short-term Investment) – (Current Liabilities – Debt in


Current Liabilities)]

∆ NCO=¿ [(Total Assets – Current Assets – Investments and Advances) – (Total Liabilities –
Current Liabilities – Long term Debt)]

∆ FIN =¿[(Short-term Investments + Long term Investments) – (Long term Debt + Debt in
Current Liabilities + Preferred Stock)]

Beginning Total Assets+ Ending Total Assets


Average Total Assets =
2

Financial Performance = Change in Receivables + Change in Inventories + Change in Cash Sales


+ Change in Earning

∆ Receivables
Change in Receivables =
Average Total Assets

∆ Inventory
Change in Inventories =
Average Total Assets

Change in Cash Sales = ( Sales(t)


∆ Sales
) ( Receivables(t
-
∆ Receivables
))
Change in Earning = ( AverageEarning
Total Assets(t) )
(t)
-¿

Variabel Independen

Table 3. Pengukuran Variabel Independen

Variabel Definisi Operasional Variabel Skala Sumber

Financial Stability ( Total Asset ( t )−Total Asset ( t−1 ) ) Rasio (Khamainy et al., 2022;
ACHANGE = Skousen et al., 2009)
Total Asset (t−1)
External Pressure Total Debt Rasio (Khamainy et al., 2022;
LEV = Skousen et al., 2009)
Total Assets
Personal Financial OSHIP = Pemberian kode 1 apabila terdapat pihak Variabel Dummy (Nominal) (Setiawati & Baningrum,
Needs internal perusahaan yang mempunyai kepemilikan saham 2018; Skousen et al., 2009)
dalam perusahaan dan kode 0 untuk pihak internal
perusahaan yang tidak mempunyai kepemilikan saham
dalam perusahaan
Ineffective Independent Board of Directors Rasio (Khamainy et al., 2022;
Monitoring BDOUT = Skousen et al., 2009)
Total Board of Directors

( )
Nature of Industry Receivable ( t ) Rasio (Khamainy et al., 2022;
RECEIVABLE = - Skousen et al., 2009)
Sales(t )

(Receivable ( t−1 )
Sales(t −1) )
Change in Director DCHANGE = Pemberian kode 1 apabila selama tahun Variabel Dummy(Nominal) (Khamainy et al., 2022;
2019-2021 terdapat pergantian direktur dalam Skousen et al., 2009)
perusahaan dan kode 0 apabila selama tahun 2019-2021
tidak terdapat pergantian direktur dalam perusahaan
Change in Auditor AUDCHANGE = Pemberian kode 1 apabila selama Variabel Dummy (Nominal) (Khamainy et al., 2022;
tahun 2019-2021 terdapat pergantian KAP dalam Skousen et al., 2009)
perusahaan dan kode 0 apabila tidak terdapat pergantian
KAP dalam perusahaan
Frequent Number FCEO = Jumlah foto CEO yang terpampang dalam Variabel Dummy (Nominal) (Bawekes et al., 2018;
of CEO’s Picture laporan tahunan periode 2019-2021 Khamainy et al., 2022)
Political POLCON = Pemberian kode 1 apabila terdapat Variabel Dummy (Nominal) (Nadziliyah & Primasari,
Connection hubungan politik antara perusahaan dengan pemerintah 2022; Vousinas, 2019)
dan kode 0 apabila tidak terdapat hubungan politik
antara perusahaan dengan pemerintah hubungan politik
antara perusahaan dengan pemerintah

Metode analisis data penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda yang diolah
melalui IBM SPSS 25. Persamaan analisis regresi linear berganda untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut:
FFR = α +
β 1 ACHANGE+ β 2 LEV + β 3 OSHIP+ β 4 BDOUT + β 5 RECEIVABLE+ β 6 DCHANGE+ β 7 AUDCHANGE+ β 8
+ β 9 POLCON +ε

Keterangan:
FFR = Fraudulent financial reporting
α = Konstanta
β1-β9 = Koefisien regresi masing-masing variable
independen
ACHANGE = Financial stability
LEV = External pressure
OSHIP = Personal financial needs
BDOUT = Ineffective monitoring
RECEIVABLE = Nature of Industry
DCHANGE = Change in director
AUDCHANGE = Change in auditor
FCEO = Frequent number of ceo’s picture
POLCAN = Political connection
ε = Error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Statistik Deskriptif


Table 4. Analisis Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ACHANGE 36 -.09 .69 .0635 .11730


LEV 36 .08 .79 .3362 .16977
OSHIP 36 0 1 .78 .422
BDOUT 36 .27 .67 .4003 .09728
RECEIVABLE 36 -.26 .94 .0405 .19080
DCHANGE 36 0 1 .08 .280
AUDCHANGE 36 0 1 .06 .232
FCEO 36 1 4 2.19 .822
POLCON 36 0 1 .36 .487
Y_F-SCORE 36 -306240840689 19743298550132 1404385727910. 3406318592884.
06 477
Valid N (listwise) 36

Sumber: Data sekunder diolah (2023)

Hasil uji analisis statistik deskriptif pada table 3 menginterpretasikan bahwa stimulus yang di
proksikan dengan variable financial stability (ACHANGE), external pressure (LEV) dan personal
financial needs (OSHIP) masing-masing memiliki nilai rerata dan standar deviasi dengan nilai rerata
variabel financial stability sebesar 0,063 atau 6,3% menunjukkan adanya perubahan total asset dalam
rentang periode 2019-2021 pada sampel perusahaan sektor properti dan real estate dengan nilai standar
deviasi 0,117 atau > 0,063 menunjukkan bahwa data bervariasi, nilai variabel external pressure sebesar
0,336 atau 33,6% menunjukkan adanya kepemilikan rerata tingkat leverage (hutang) perusahaan dengan
nilai standar deviasi 0,169 atau < 0,336 menunjukkan bahwa data kurang bervariasi dan nilai variable
personal financial needs sebesar 0,78 atau 78% menunjukkan adanya kepemilikan saham perusahaan oleh
pihak internal dengan nilai standar deviasi 0,422 atau < 0,78 menunjukkan bahwa data kurang bervariasi.
Nilai rerata opportunity yang di proksikan dengan variabel ineffective monitoring (BDOUT) dan nature
of industry (RECEIVABLE) memiliki nilai rerata masing-masing sebesar 0,400 dan 0,040 yang
menunjukkan rerata tingkat rasio jumlah dewan komisaris independen dalam perusahaan sebesar 40%
dengan nilai standar deviasi 0,097 atau < 0,400 menunjukkan bahwa data kurang bervariasi dan rerata
tingkat rasio piutang perusahaan sebesar 4% dengan nilai standar deviasi 0,190 atau > 0,040
menunjukkan bahwa data bervariasi. Capability yang di proksikan dengan variable change in director
(DCHANGE) memiliki nilai rerata sebesar 0,08 atau 8% tingkat persentase terjadinya pergantian direktur
dengan nilai standar deviasi 0,280 atau > 0,08 menunjukkan bahwa data bervariasi. Rationalization
dengan proksi variable change in auditor (AUDCHANGE) memiliki nilai rerata sebesar 0,06 atau 6%
tingkat persentase terjadinya pergantian auditor dengan nilai standar deviasi 0,232 atau > 0,06
menunjukkan bahwa data bervariasi. Nilai rerata ego dengan proksi variable frequent number of ceo’s
picture (FCEO) sebesar 2,19 hal ini menunjukkan rerata tampilan foto ceo (komisaris utama) sebanyak 2
kali dalam laporan tahunan perusahaan dengan nilai standar deviasi 0,822 atau < 2,19 menunjukkan
bahwa data kurang bervariasi. Collusion dengan proksi variable political connection (POLCON) memiliki
nilai rerata sebesar 0,36 atau 36% menunjukkan adanya praktek kolusi antara perusahaan dengan
pemerintah dengan nilai standar deviasi 0,487 atau > 0,36 menunjukkan bahwa data bervariasi. Variabel
dependen fraudulent financial reporting dengan proksi F-score model memiliki nilai rerata sebesar 1.404
hal ini menunjukkan adanya tindakan fraudulent financial reporting pada perusahaan sektor properti dan
real estate dengan nilai F-score > 1 dengan nilai standar deviasi 3406 menunjukkan bahwa data
bervariasi.

Uji Normalitas
Table 5. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual
N 36
Normal Parameters a,b
Mean -.0001289
Std. Deviation 1705375475313.91330000

Most Extreme Differences Absolute .120


Positive .112
Negative -.120
Test Statistic .120
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

Sumber: Data sekunder diolah (2023)

Hasil uji normalitas pada table 4 menunjukkan nilai Asymp.Sig sebesar 0,200 menyatakan bahwa
data berdistribusi normal dengan nilai signifikansi > 0,05.
Uji Multikolinearitas

Table 6. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 1749787371331.930 25266015860 .693 .495


86.458
X1_ACHANGE -689838550436.064 44334650209 -.024 -.156 .878 .414 2.418
71.699
X2_LEV 3136019950742.585 38655207622 .156 .811 .425 .260 3.850
47.230
X3_OSHIP -1823318387104.269 13433633571 -.226 -1.357 .186 .349 2.868
92.607
X4_BDOUT 1881696298049.506 65296011247 .054 .288 .775 .277 3.607
77.189
X5_RECEIVABLE 4902744614528.934 32999772384 .275 1.486 .149 .282 3.544
71.186
X6_DCHANGE 2884328697655.636 19782615938 .237 1.458 .157 .364 2.749
87.524
X7_AUDCHANGE 5494309749926.854 22793839862 .375 2.410 .023 .399 2.507
31.543
X8_FCEO -627526389273.481 59526283136 -.151 -1.054 .301 .467 2.139
6.689
X9_POLCON -160583247376.007 96730829225 -.023 -.166 .869 .504 1.985
1.077
Sumber: Data sekunder diolah (2023)
Hasil uji multikolinearitas pada table 5 menunjukkan nilai VIF untuk setiap variable < 10 dan nilai tolerance >
0,10 hal ini menunjukkan bahwa data tidak terjadi korelasi tinggi antar variable independen dan tidak terjadi gejala
multikolinearitas.

Uji Heteroskedastisitas
Table 7. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) 1749787371331.930 2526601586086.458 .693 .495

X1_ACHANGE -689838550436.064 4433465020971.699 -.024 -.156 .878

X2_LEV 3136019950742.585 3865520762247.230 .156 .811 .425

X3_OSHIP -1823318387104.269 1343363357192.607 -.226 -1.357 .186

X4_BDOUT 1881696298049.506 6529601124777.189 .054 .288 .775

X5_RECEIVABLE 4902744614528.934 3299977238471.186 .275 1.486 .149

X6_DCHANGE 2884328697655.636 1978261593887.524 .237 1.458 .157

X7_AUDCHANGE 5494309749926.854 2279383986231.543 .375 2.410 .023

X8_FCEO -627526389273.481 595262831366.689 -.151 -1.054 .301


X9_POLCON -160583247376.007 967308292251.077 -.023 -.166 .869

Sumber: Data sekunder diolah (2023)


Hasil uji heteroskedastisitas dengan analisis uji glejser pada table 6 menunjukkan nilai Sig pada setiap variable >
0,05 hal ini menunjukkan bahwa data variable independen tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi
Table 8. Uji Autokorelasi

Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -21593992501.50487
Cases < Test Value 18
Cases >= Test Value 18
Total Cases 36
Number of Runs 13
Z -1.860
Asymp. Sig. (2-tailed) .063
Sumber: Data sekunder diolah (2023)
Hasil uji autokorelasi pada table 7 menunjukkan nilai Asymp.Sig sebesar 0,063 dengan nilai signifikansi > 0,05
menyatakan bahwa data tidak terjadi autokorelasi.

Uji T

Table 9. Uji T

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF


1 (Constant) 1749787371331.930 2526601586086.4 .693 .495
58
ACHANGE -689838550436.064 4433465020971.6 -.024 -.156 .878 .414 2.418
99
LEV 3136019950742.585 3865520762247.2 .156 .811 .425 .260 3.850
30
OSHIP -1823318387104.269 1343363357192.6 -.226 -1.357 .186 .349 2.868
07
BDOUT 1881696298049.506 6529601124777.1 .054 .288 .775 .277 3.607
89
RECEIVABLE 4902744614528.934 3299977238471.1 .275 1.486 .149 .282 3.544
86
DCHANGE 2884328697655.636 1978261593887.5 .237 1.458 .157 .364 2.749
24
AUDCHANGE 5494309749926.854 2279383986231.5 .375 2.410 .023 .399 2.507
43
FCEO -627526389273.481 595262831366.68 -.151 -1.054 .301 .467 2.139
9
POLCON -160583247376.007 967308292251.07 -.023 -.166 .869 .504 1.985
7

Sumber: Data sekunder diolah (2023)


Hasil uji t pada table 8 menunjukkan hanya variable change in auditor (AUDCHANGE) secara parsial memiliki
pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial reporting dengan nilai signifikansi sebesar 0,023 atau < 0,05 dengan t
hitung sebesar 2,410 atau > 2,055 (t table) sehingga H7 diterima sedangkan untuk variable financial stability, external
pressure, personal financial needs, ineffective monitoring, nature of industry, change in director, frequent number of
ceo’s picture dan political connection secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap fraudulent financial
reporting sehingga pengujian H1, H2, H3, H4, H5, H6, H8 dan H9 ditolak.
Hasil persamaan regresi dari uji analisis regresi linear berganda pada table 8 diperoleh sebagai berikut:
FFR = 1.749
−6.898 ACHANGE+ 3.136 LEV −1.823OSHIP +1.881 BDOUT +4.902 RECEIVABLE+2.884 DCHANGE +5.494 AUDC
−1.605 POLCON +ε
Berdasarkan persamaan regresi diatas menunjukkan nilai konstanta bernilai positif sebesar 1.749 yang berarti
seluruh variable independen (financial stability, external pressure, personal financial needs, ineffective monitoring,
nature of industry, change in director, change in auditor, frequent number of ceo’s picture dan political connection)
bernilai 0 atau tetap sehingga nilai fraudulent financial reporting sebesar 1.749. Nilai koefisien variable financial
stability (X1) sebesar -6.898 yang berarti setiap adanya peningkatan 1% variable financial stability dengan asumsi
variable independen lainnya konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami penurunan sebesar
6.898. Nilai koefisien variable external pressure (X2) sebesar 3.136 yang berarti setiap adanya peningkatan 1% variable
external pressure dengan asumsi variable independen lainnya konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar 3.136. Nilai koefisien variable personal financial needs (X3) sebesar -1.823 yang
berarti setiap adanya peningkatan 1% variable personal financial needs dengan asumsi variable independen lainnya
konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami penurunan sebesar 1.823. Nilai koefisien variable
ineffective monitoring (X4) sebesar 1.881 yang berarti setiap adanya peningkatan 1% variable ineffective monitoring
dengan asumsi variable independen lainnya konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami
peningkatan sebesar 1.881. Nilai koefisien variable nature of industry (X5) sebesar 4.902 yang berarti setiap adanya
peningkatan 1% variable nature of industry dengan asumsi variable independen lainnya konstan maka fraudulent
financial reporting (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 4.902. Nilai koefisien variable change in director (X6)
sebesar 2.884 yang berarti setiap adanya peningkatan 1% variable change in director dengan asumsi variable
independen lainnya konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 2.884. Nilai
koefisien variable change in auditor (X7) sebesar 5.494 yang berarti setiap adanya peningkatan 1% variable change in
auditor dengan asumsi variable independen lainnya konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami
peningkatan sebesar 5.494. Nilai koefisien variable frequent number of ceo’s picture (X8) sebesar -6.275 yang berarti
setiap adanya peningkatan 1% variable frequent number of ceo’s picture dengan asumsi variable independen lainnya
konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami penurunan sebesar 6.275. Nilai koefisien variable
political connection (X9) sebesar -1.605 yang berarti setiap adanya peningkatan 1% variable political connection
dengan asumsi variable independen lainnya konstan maka fraudulent financial reporting (Y) akan mengalami
penurunan sebesar 1.605.

Uji F

Table 10. Uji F

ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 304314529554991350000000000 9 3381272550611015 8.637 .000b
.000 0000000000.000

Residual 101790692913075470000000000 26 3915026650502902


.000 700000000.000

Total 406105222468066840000000000 35
.000

Sumber: Data sekunder diolah (2023)


Hasil uji f pada table 9 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 atau < 0,05 dengan f hitung sebesar 8,637 >
2,27 (f table) hal ini menunjukkan bahwa secara simultan variable financial stability (X1), external pressure (X2),
personal financial needs (X3), ineffective monitoring (X4), nature of industry (X5), change in director (X6), change in
auditor (X7), frequent number of ceo’s picture (X8) dan political connection (X9) memiliki pengaruh terhadap
fraudulent financial reporting (Y).

Koefisien Determinasi (R2)

Table 11. Koefisien Determinasi

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


1 .866a .749 .663 1978642628294.180

Sumber: Data sekunder diolah (2023)


Hasil koefisien determinasi pada table 10 menunjukkan nilai R Square sebesar 0,749 hal ini menunjukkan bahwa
variable independen pada penelitian ini mampu menjelaskan variable dependen sebesar 74,9% dengan sisa 25,1%
dijelaskan oleh variable lain diluar penelitian.

PEMBAHASAN
Financial stability terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable financial stability tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent
financial reporting. Temuan hasil ini menunjukkan bahwa stabilitas keuangan melalui indikator penilaian tingkat
pertumbuhan total asset tidak mencerminkan adanya tindak kecurangan laporan keuangan dalam suatu perusahaan.
Tendensi manajemen dalam melakukan restatement (manipulasi) laporan keuangan perusahaan pada instrument asset
bukan menjadi salah satu opsi tindakan pengendalian manajemen pada saat kondisi keuangan perusahaan tidak stabil.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian (Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021; Sagala & Siagian, 2021; Tinambunan
& Januarti, 2022) namun hasil ini didukung oleh penelitian (Fadli et al., 2019) yang menyatakan bahwa financial
stability tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement.
External pressure terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable external pressure tidak berpengaruh signifikan terhadap fraudulent
financial reporting. Temuan hasil ini menunjukkan bahwa tekanan eksternal tidak menjadi ukuran manajemen dalam
melakukan kecurangan laporan keuangan. Tinggi rendahnya tingkat rasio leverage perusahaan bukan menjadi faktor
penentu tekanan dan tolok ukur bagi manajemen untuk melakukan fraudulent financial reporting. Adanya peninjauan
terhadap tingkat leverage menjadi upaya manajemen untuk meminimalkan tingkat leverage sebagai penilaian kinerja
perusahaan bagi pihak pemakai laporan keuangan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian (Imtikhani & Sukirman,
2021; Khamainy et al., 2022) namun hasil ini di dukung oleh penelitian (Fadli et al., 2019; Nurrohman & Hapsari,
2020) yang menyatakan bahwa external pressure tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement.
Personal financial needs terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable personal financial needs tidak berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting. Tingginya tingkat rasio kepemilikan manajerial pihak eksekutif dalam suatu perusahaan
tidak mengindikasikan adanya tindak kecurangan laporan keuangan perusahaan. Hal ini berarti dengan adanya
pemisahan hak yang sistematis sebagai manajemen dan principal serta penerapan kebijakan pengendalian sistem
manajerial yang baik dapat mencegah adanya potensi fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian (Setiawati & Baningrum, 2018) namun hasil ini di dukung oleh peneltian (Eko Adit, 2019) yang
menyatakan bahwa personal financial needs tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.
Ineffective monitoring terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable ineffective monitoring tidak berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting. Implementasi pengendalian internal perusahaan melalui proporsi dewan komisaris
independen tidak menjamin pengawasan internal perusahaan efektif. Semakin tidak kompeten dan optimal kinerja
dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan maka semakin besar celah bagi manajemen untuk melakukan
fraudulent financial reporting. Pengawasan yang tidak efektif dari dewan komisaris independen tidak menjadi indikator
manajemen melakukan kecurangan laporan keuangan dari pemanfaatan kondisi tersebut karena peran dewan komisaris
independen hanya sebagai pemenuhan peraturan otoritas jasa keuangan (OJK) dalam penerapan tata kelola perusahaan.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian (Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021; Tinambunan & Januarti, 2022) namun
hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian (Nurrohman & Hapsari, 2020; Sagala & Siagian, 2021) yang menyatakan
bahwa ineffective monitoring tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.
Nature of industry terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable nature of industry tidak berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting. Adanya piutang tak tertagih dan persediaan usang tidak menjadi alasan manajemen
untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Besarnya tingkat rasio piutang tidak mempengaruhi manajemen
melakukan manipulasi data dalam laporan keuangan guna mencerminkan keadaan ideal perusahaan. Persediaan
perusahaan sektor properti dan real estate berupa tanah dan bangunan memiliki umur ekonomis yang cukup lama
sehingga perusahaan mampu meminimalisir nilai persediaan usang. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
(Hamadi et al., 2022; Khamainy et al., 2022) namun hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian (Fadli et al., 2019;
Fouziah et al., 2022) yang menyatakan bahwa nature of industry tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial
statement.
Change in director terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable change in director tidak berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting. Pergantian direksi tidak mencerminkan adanya kecurangan laporan keuangan yang di
lakukan oleh perusahaan tersebut akan tetapi kondisi perusahaan yang mengharuskan perusahaan melakukan
restrukturisasi susunan dewan direksi guna memperbaiki dan menunjang kinerja operasional perusahaan. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian (Abbas et al., 2020; Fachrizka Zulfa & Hendang Tendang, 2022) namun hasil penelitian ini di
dukung oleh penelitian (Fadli et al., 2019; Nurrohman & Hapsari, 2020) yang menyatakan bahwa change in director
tidak berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan.
Change in auditor terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable change in auditor berpengaruh signifikan terhadap fraudulent
financial reporting. Pergantian KAP menunjukkan indikasi adanya kecurangan laporan keuangan perusahaan. Peran
auditor sangat krusial dalam menilai kualitas laporan keuangan suatu perusahaan auditor memiliki andil yang besar di
dalamnya namun hal ini dapat di manfaatkan manajemen untuk merekayasa laporan keuangan melalui perantara auditor
yakni dengan menjalin kerjasama dan melakukan perbuatan yang menyimpang dari prosedur audit sesungguhnya guna
memperoleh keuntungan. Laporan keuangan merupakan instrument penting penilaian pihak ketiga seperti investor dan
kreditur dan dengan adanya kontribusi auditor dalam mempercantik laporan keuangan maka peluang manajemen untuk
memperoleh kompensasi semakin besar dengan tercapainya target dari tampilan hasil kinerja operasional perusahaan
yang baik. Oleh karena itu, kualitas KAP dan prinsip auditor menjadi poin utama karena semakin rendahnya kualitas
dan prinsip auditor semakin besar peluang manajemen melakukan fraudulent financial reporting. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian (Abbas et al., 2020; Fachrizka Zulfa & Hendang Tendang, 2022) yang menyatakan bahwa
change in auditor berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan namun hasil ini berbeda dengan
penelitian (Imtikhani & Sukirman, 2021; Mukaromah & Budiwitjaksono, 2021) yang menyatakan bahwa auditor
change tidak berpengaruh terhadap fraudulent financial statement.
Frequent number of ceo’s picture terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable frequent number of ceo’s picture tidak berpengaruh signifikan
terhadap fraudulent financial reporting. Frekuensi kemunculan foto ceo dalam laporan tahunan perusahaan tidak
mencerminkan adanya fraudulent financial reporting. Pihak eksekutif perusahaan seperti jajaran komisaris dan jajaran
direksi menampilkan profil anggotanya untuk transparansi struktur organisasi perusahaan dalam tata kelola perusahaan
dan sikap superioritas dari banyaknya jumlah foto yang terpampang dalam laporan tahunan tidak menjadi faktor
peluang keleluasaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian
(Bawekes et al., 2018) namun hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian (Abbas et al., 2020; Nurrohman & Hapsari,
2020) yang menyatakan bahwa frequent number of ceo’ picture tidak berpengahruh terhadap kecurangan laporan
keuangan.
Political connection terhadap fraudulent financial reporting
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable political connection tidak berpengaruh signifikan terhadap
fraudulent financial reporting. Adanya koneksi politik perusahaan dengan pemerintah tidak mengindikasikan adanya
fraudulent financial reporting hal ini di karenakan perusahaan dalam skala yang besar memerlukan koneksi politik
untuk perolehan kemudahan legalitas, aksesbilitas pembangunan proyek dan jalinan kerjasama. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan (Nadziliyah & Primasari, 2022) namun hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian (Sagala &
Siagian, 2021; Wicaksono & Suryandari, 2021) yang menyatakan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan.

SIMPULAN
Tindakan kecurangan laporan keuangan memiliki dampak kerugian terbesar bagi industri ekonomi. Hal ini dapat
di representasikan dari kasus-kasus kecurangan yang telah terjadi terutama pada sektor perusahaan properti dan real
estate dengan capaian kerugian terbesar dibandingkan sektor industri lainnya. Adanya peningkatan persentase nilai
kerugian menjadi perhatian dan daya tarik bagi para akademisi untuk mengkaji faktor yang mempengaruhi terjadinya
kecurangan laporan keuangan pada perusahaan properti dan real estate. Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan hasil yang berbeda-beda dalam menganalisis faktor yang menyebabkan kecurangan laporan keuangan.
Berdasarkan adanya kesenjangan tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
fraudulent financial reporting dengan menggunakan elemen fraud hexagon meliputi stimulus yang di proksikan dengan
financial stability, external pressure dan personal financial needs, capability yang di proksikan dengan change in
director, collusion yang di proksikan dengan political connection, opportunity yang di proksikan dengan ineffective
monitoring dan nature of industry, rationalization yang di proksikan dengan change in auditor dan ego yang di
proksikan dengan frequent number of ceo’s picture. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa secara parsial hanya
change in auditor yang berpengaruh signifikan terhadap fraudulent financial reporting dan secara simultan financial
stability, external pressure, personal financial needs, ineffective monitoring, nature of industry, change in director,
change in auditor, frequent number of ceo’s picture dan political connection berpengaruh terhadap fraudulent financial
reporting.
Penelitian ini terbatas pada rentang periode pengamatan 2019-2021 yang hanya meneliti sektor perusahaan
properti dan real estate dan masih belum dapat menjelaskan variable diluar penelitian sebesar 25,1 % sehingga bagi
penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian pada sektor lain, menambah kurun waktu periode penelitian,
penambahan variable lain diluar variable yang digunakan dalam penelitian ini terutama pada elemen collusion pada
pendekatan teori fraud hexagon dan penggunaan model pendekatan untuk variabel dependen dapat menggunakan model
yang lain seperti M-beneish score atau Z- Altman score.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, D. S., Eksandy, A., Hakim, M. Z., & Syam, I. (2020). Pengaruh Indikasi Kecurangan terhadap Kecurangan
Laporan Keuangan dalam Perspektif Fraud Pentagon. Jurnal Ekonomi, Sosial & Humaniora, 01(10), 55–64.
https://jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/145
ACFE. (2016). Report To the Nations On Occupational Fraud and Abuse 2016. Report to The Ntaion, 1–92.
ACFE. (2022). Occupational Fraud 2022: A Report to the nations. Acfe, 1–96.
Bawekes, H. F., Simanjuntak, A. M., & Christina Daat, S. (2018). Pengujian Teori Fraud Pentagon Terhadap
Fraudulent Financial Reporting (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2015). Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah, 13(1), 114–134.
Dechow, P. M., Ge, W., Larson, C. R., & Sloan, R. G. (2011). Predicting Material Accounting Misstatements.
Contemporary Accounting Research, 28(1), 17–82. https://doi.org/10.1111/j.1911-3846.2010.01041.x
Eko Adit, W. (2019). Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Pertambangan Di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal RAK (Riset Akuntansi Keuangan), 4(1), 44–59. https://doi.org/10.31002/rak.v4i1.1381
Fachrizka Zulfa & Hendang Tendang. (2022). Pengaruh Faktor-Faktor Fraud … Pengaruh Faktor-Faktor Fraud
Diamond Dalam Mendeteksi Fraudulent Financial Reporting Dengan Moderasi Komite Audit Pada Industri
Pertambangan. Jurnal Ekonomi, 41–60. http://www.ecojoin.org/index.php/EJE/article/view/863
Fadli, Z., Aw, J., & Simanjuntak, A. (2019). 28535-67133-1-Pb.
Fouziah, S. N., Suratno, & Djaddang, S. (2022). Fraudulent Financial Statement Detection Based on Hexagen Fraud
Theory ( Study on Banking Registered in IDX Period. Budapest International Research and Critics Institute-
Journal (BIRCI-Journal), 5(3), 28251–28264.
Hamadi, Y. V., Stephanus, D. S., & Wijayanti, D. (2022). Fraud Pentagon Theory: Alat Deteksi Financial Statement
Fraud Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Di Indonesia, Malaysia, Singapura. El Muhasaba Jurnal
Akuntansi, 13(2), 113–125. https://doi.org/10.18860/em.v13i2.14305
Imtikhani, L., & Sukirman, S. (2021). Determinan Fraudulent Financial Statement Melalui Perspektif Fraud Hexagon
Theory Pada Perusahaan Pertambangan. Jurnal Akuntansi Bisnis, 19(1), 96.
https://doi.org/10.24167/jab.v19i1.3654
Irwandi, S. A., Ghozali, I., Faisal, & Pamungkas, I. D. (2019). Detection fraudulent financial statement: Beneish m-
score model. WSEAS Transactions on Business and Economics, 16(May), 271–281.
Khamainy, A. H., Amalia, M. M., Cakranegara, P. A., & Indrawati, A. (2022). Financial Statement Fraud: The
Predictive Relevance of Fraud Hexagon Theory. Journal of Accounting and Strategic Finance, 5(1), 110–133.
https://doi.org/10.33005/jasf.v5i1.249
Mukaromah, I., & Budiwitjaksono, G. S. (2021). Fraud Hexagon Theory dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan
Keuangan pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2019. Jurnal Ilmiah
Komputerisasi Akuntansi, 14(1), 61–72. http://journal.stekom.ac.id/index.php/kompakpage61
Nadziliyah, H., & Primasari, N. S. (2022). Analisis Fraud Hexagon Terhadap Financial Statement Fraud Pada
Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas Dan Transportasi. Accounting and Finance Studies, 2(1), 21–39.
https://doi.org/10.47153/afs21.2702022
Nurrohman, A. M., & Hapsari, D. W. (2020). Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Kecurangan Laporan Keuangan
Menggunakan F-Score Model (Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Properti, Real Estate dan Konstruksi Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2016-2018. E-Proceeding of Management, 7(2), 5790–5797.
Nursiam, Putri, F. K., & Pardi. (2021). The Effect of Audit Fee , Audit Rotation , and Auditor Reputation on Audit
Quality ( Empirical Study on Manufacturing Companies Listed on the Idx for the Period 2014-2018 ). Riset
Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 6, 113–120.
Purnama, S. I., & Astika, I. B. P. (2022). Financial Stability, Personal Financial Need, Financial Target, External
Pressure dan Financial Statement Fraud. E-Jurnal Akuntansi, 32(1), 3522.
https://doi.org/10.24843/eja.2022.v32.i01.p15
Putra, A. N., & Dinarjito, A. (2021). The Effect of Fraud Pentagon and F-Score Model in Detecting Fraudulent
Financial Reporting in Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 16(2), 247.
https://doi.org/10.24843/jiab.2021.v16.i02.p05
Putra, N. N. A. N., & Suprasto, H. B. (2022). Penggunaan Fraud Pentagon dalam Mendeteksi Kecurangan Laporan
Keuangan Perusahaan Perbankan di Indonesia. E-Jurnal Akuntansi, 32(1), 3481.
https://doi.org/10.24843/eja.2022.v32.i01.p12
Sagala, S. G., & Siagian, V. (2021). Pengaruh Fraud Hexagon Model Terhadap Fraudulent Laporan Keuangan pada
Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman yang Terdaftar di BEI Tahun 2016-2019. Jurnal Akuntansi, 13(2),
245–259. https://doi.org/10.28932/jam.v13i2.3956
Septriani, Y., & Desi Handayani, dan. (2018). Mendeteksi Kecurangan Laporan Keuangan dengan Analisis Fraud
Pentagon. 11(1), 11–23. http://jurnal.pcr.ac.id
Setiawati, E., & Baningrum, R. M. (2018). Deteksi Fraudulent Financial Reporting Menggunakan Analisis Fraud
Pentagon : Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listed Di Bei Tahun 2014-2016. Riset Akuntansi Dan
Keuangan Indonesia, 3(2), 91–106. https://doi.org/10.23917/reaksi.v3i2.6645
Siddiq, R. F., Achyani, F., & Zulfikar. (2017). Fraud Pentagon Dalam Mendeteksi Financial Statement Fraud. Seminar
Nasional Dan the 4Th Call for Syariah Paper, ISSN 2460-0784, 1–14. http://hdl.handle.net/11617/9210
Skousen, C. J., Smith, K. R., & Wright, C. J. (2009). Detecting and predicting financial statement fraud: The
effectiveness of the fraud triangle and SAS No. 99. Advances in Financial Economics, 13(99), 53–81.
https://doi.org/10.1108/S1569-3732(2009)0000013005
Tinambunan, O. S., & Januarti, I. (2022). Detection Of F-Score Model On Fraudulent Financial Reporting With Fraud
Pentagon Theory. Jurnal Reviu Akuntansi Dan …, July. https://doi.org/10.22219/jrak.v12i1.20605
Vousinas, G. L. (2019). Advancing theory of fraud: the S.C.O.R.E. model. Journal of Financial Crime, 26(1), 372–381.
https://doi.org/10.1108/JFC-12-2017-0128
Wicaksono, A., & Suryandari, D. (2021). The Analysis of Fraudulent Financial Reports Through Fraud Hexagon on
Public Mining Companies. Accounting Analysis Journal, 10(3), 220–228.
https://doi.org/10.15294/aaj.v10i3.54999
Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). The FWolfe, D. T. and Hermanson, D. R. (2004) ‘The Fraud Diamond :
Considering the Four Elements of Fraud: Certified Public Accountant’, The CPA Journal, 74(12), pp. 38–42. doi:
DOI:raud Diamond : Considering the Four ElemWolfe, D. T. and Hermanson, D. R. The CPA Journal, 74(12),
38–42.

You might also like