You are on page 1of 9

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Asuh Anak Pada Keluarga Etnis Minang,

Jawa Dan Batak


(Factors Associated With Family Parenting Children In Ethnic Minang, Javanese and Batak)

Maria Dewi Rahayu dan Siti Amanah

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,


Institut Pertanian Bogor

Abstract

This research was conducted in the village of Sukajadi, District East Dumai, Kota Dumai, Riau Province.
The study population is the entire family of ethnic Minang, Javanese and Batak residing in RT 21, 22 and 23
Sukajadi village. Respondents in this research were 100 families, consisting of 52 families of ethnic Minang,
Javanese 14 families and 34 families of ethnic Batak. Analysis of relationships using Spearman Rank test and
ANOVA. The results showed that the Minang ethnic family, factor role of mass media and communication patterns
within the family is positively associated with parenting. Javanese family, physical environmental factors and the
role of religious institutions that are positively associated with parenting. In the Batak ethnic family, social
environment, media and communication patterns in families dealing with real positive parenting. The mass media
and communication patterns within the family seem to have a relationship with the child's upbringing. This is
because almost all respondents from both ethnic family Minang, Javanese and Batak who have access to the mass
media, especially television which then affects the communication patterns within the family, especially between
parents and children in the family.

Keywords: culture, communication,parenting

Abstrak
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Dumai Timur,Kota Dumai, Provinsi
Riau.Populasi penelitian adalah seluruh keluarga etnis Minang, Jawa dan Batak yang bertempat tinggal di RT 21, 22
dan 23 Kelurahan Sukajadi.Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 keluarga, yang terdiri dari 52 keluarga
etnis Minang, 14 keluarga etnis Jawa dan 34 keluarga etnis Batak.Analisis hubungan menggunakan pengujian Rank
Spearman dan Uji ANOVA.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga etnis Minang, faktor peran media massa
dan pola komunikasi dalam keluarga paling berhubungan positif dengan pola asuh anak.Keluarga etnis Jawa, faktor
lingkungan fisik dan peran lembaga keagamaan yang berhubungan positif dengan pola asuh anak. Pada keluarga
etnis Batak, lingkungan sosial, media massa dan pola komunikasi dalam keluarga yangberhubungan nyata positif
dengan pola asuh anak. Media massa dan pola komunikasi dalam keluarga terlihat memiliki hubungan dengan pola
asuh anak. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh responden baik dari keluarga etnis Minang, Jawa maupun
Batak yang memiliki akses terhadap media massakhususnya televisi yang kemudian mempengaruhi pola komunikasi
dalam keluarga khususnya antara orangtua dan anak dalam keluarga.

Kata kunci : budaya, komunikasi, pola asuh


yang dikutip oleh Hastuti (2008)
Pendahuluan mendefinisikan sosialisasi sebagai proses
belajar untuk mengenali nilai-nilai dan
Seorang anak di sebuah keluarga akan ekspetansi kelompok, dan meningkatkan
diasuh menurut nilai budaya danagama yang kemampuan untuk mengikutinya (conform)
diyakini oleh kedua orangtuanya. Proses .Lingkungan tempat tinggal juga dapat
sosialisasi nilai budaya danagama tersebut mempengaruhi pola asuh yangditerapkan
dapat dilakukan melalui komunikasi verbal orangtua pada anak-anaknya. Situasi
maupun komunikasinon verbal antara lingkungan tempat tinggal yangkondusif akan
orangtua dan anak. Pikunas (1976) seperti mendorong orangtua untuk memberikan
pengasuhan yang baik bagi anak. Sebaliknya, seperti kepadatan penduduk yang tinggi,
lingkungan yang tidak kondusif cenderung kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan
orangtua tidak terlalu memperhatikan aspek- tidak memenuhi syarat serta minimnya
aspek penting dalam pengasuhan. Pengaruh fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana
lingkungan sosial terhadap perkembangan prasarana sosial budaya. Tumbuhnya
anak mencakup faktor-faktor resiko dan kawasankumuh terjadi karena tidak
faktor-faktor yang melindungi (protective and terbendungnya arus urbanisasi.
riskfactors). Faktor resiko merupakan Salioso (2003) menyatakan bahwa
variabel-variabel yang berhubungan secara Kota Dumai dirancang untuk menjadi “Pusat
signifikan terhadap kegagalan pertumbuhan Pelayanan Industri dan Jasa di Pantai Timur
seorang anak, sedangkan faktor yang Sumatera pada tahun 2020”. Peluang ini
melindungi adalah kondisi yang berhubungan tentunya tidak disia-siakan oleh para pencari
positif terhadap keberhasilan perkembangan kerja yang kemudian mencoba
anak meskipun terjadi peningkatan faktor peruntungannya dengan melakukan migrasi ke
resiko yang harus dihadapi (Alfiasari, 2008, Kota Dumai.Data dari Badan Pusat Statistik
p.5) Provinsi Riau tahun 2007 menunjukkan bahwa
Cole (1993) dalam Brooks (1997) penduduk Kota Dumai berjumlah 231.121
seperti yang dikutip oleh Alfiasari(2008) jiwa. Meningkatnya jumlah pendatang ke Kota
mengidentifikasi faktor resiko yang secara Dumai dapat membawa dampak pada
umum menyebabkan kegagalan perkembangan munculnya kawasan pemukiman kumuh (slum
seorang anak, yang mana dalam jangka area). Data dari Bappeda Kota Dumai pada
pendek akan menyebabkanrendahnya tingkat tahun 2000 menunjukkan bahwa dari 32
kesehatan, kegagalan pertumbuhan, kegagalan kelurahan yang ada di Kota Dumai kawasan
perkembangan kognitif, dan juga kegagalan kumuh terdapat di 2 kecamatan yaitu
perkembangan sosial pada anak. Faktor resiko Kecamatan Dumai Barat (Kelurahan
yang dimaksud antara lain (1) faktor ekologi Pangkalan Sesai dan Kelurahan Rimba
yang mencakup lingkungan pertetanggan yang Sekampung) dan Dumai Timur (Keluarahan
tidak nyaman dan aman, ketidakadilan yang Teluk Binjai dan Kelurahan Sukajadi).
muncul akibat perbedaan ras/suku/etnik, Penduduk yang bermukim di kawasan tersebut
komunitas yang sebagian besar anggotanya rata-rata bekerja di sektor informal.Tata letak
adalah pengangguran,dan kemiskinan yang bangunan di kawasan tersebut tidak teratur,
ekstrim yang terjadi dalam komunitas; (2) kepadatan penduduk sedang hingga tinggi,
keadaan keluarga yang mencakup rendahnya kerapatan bangunan sedang hingga tinggi,
kelas sosial, konflik keluarga, gangguan fasilitas dan sarana umum kurang memadai,
mental yangada dalam keluarga, jumlah dan rawan bencana terutama banjir, kebakaran
anggota keluarga yang besar, rendahnya dan penyakit.Kawasan pemukiman kumuh
emotional bonding antara anak dan orangtua, tersebut hingga saat ini masih ditemui di Kota
perpecahan keluarga, dan adanya Dumai. Atas dasar itulah, maka diteliti pola
penyimpangan dalam komunikasi di dalam asuh anak dalam keluarga etnis Minang, Jawa
keluarga. dan Batak yang tinggal di Kelurahan
Merujuk pada konsep tersebut, Sukajadi.Kelurahan ini berbatasan langsung
lingkungan pemukimam kumuh (slum area) dengan daerah bantaran sungai Dumai.
termasuk salah satu lingkungan tempat tinggal Berdasarkan uraian di atas tujuan penelitian
yang tidak kondusif bagipembentukan ini adalah menganalisa faktor-faktor yang
karakter anak.Hal ini ditunjukkan dengan berhubungan dengan pola asuh anak pada
kondisi sosial demografis di kawasan kumuh keluarga etnis minang, jawa dan batak.
Metode Penelitian Minang, Jawa dan Batak berdasarkan usia
menunjukkan bahwa bahwa sebaran terbesar
Penelitian ini menggunakan untuk kepala keluarga dari keluarga etnis
pendekatan deskriptif analitis, dengan Minang berada pada rentang usia antara 40-49
menggunakan analisis data secara kuantitatif tahun. Berbeda halnya dengan sebaran
dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang terbesar untuk kepala keluarga dari keluarga
digunakan adalah pendekatan kuantitatif non etnis Jawa dan Batak yang berada pada
eksperimen yaitu penelitian yang tidak rentang usia antara 30-39 tahun.
melakukan manipulasi dan kontrol dalam arti Rata-rata tingkat pendidikan formal
subjek diobservasi apa adanya kemudian dari Kepala Keluarga pada keluarga etnis
hubungan antar variabel diuji tanpa Minang, Jawa dan Batak adalah tamat
mengadakan perubahan apapun (Handayani SMA/sederajat. Kepala keluarga yang
dan Sugiarti, 2002). Penelitian ini dilakukan di pendidikan formal terakhirnya adalah Diploma
Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Dumai 3 ditemukan pada etnis Minang sebanyak 2%
Timur, Kota Dumai, Provinsi Riau, khususnya dan Batak sebanyak 6%. Kepala keluarga
RT 21, RT 22 dan RT 23.Penelitian dilakukan dengan pendidikan formal terakhir S1 hanya
selama bulan Mei sampai Juni 2009. ditemukan pada keluarga etnis Minang.Pada
Penelitian ini akan dilakukan pada responden keluarga etnis Jawa, masih ditemukan 14%
yang beretnis Minang (mewakili sistem kepala keluarga yang pendidikan formal
kekerabatan Matrilineal), Jawa (mewakili terakhirnya hanya tamat SD/sederajat.
sistem kekerabatan Bilateral), dan Batak Menurut wawancara mendalam, mereka hanya
(mewakili sistem kekerabatan Patrilineal). menamatkan Sekolah Dasar karena kendala
Penduduk migran yang beretnis Minang biaya dalam keluarga dan pola pikir orangtua
mayoritas bermukim di RT 21.Penduduk mereka yang cenderung menganggap
beretnis Minang cenderung tersebar merata di pendidikan tidak begitu penting.Pendidikan
seluruh RT di Kelurahan Sukajadi, namun non formal seperti kursus ataupun pelatihan,
penelitian ini mengambil sampel penduduk tidak banyak diikuti oleh Kepala Keluarga
beretnis Minang di RT 21.Penduduk migran (KK) dari keluarga yang menjadi responden
etnis Jawa mayoritas bermukim di RT dalam penelitian ini.Pendidikan non formal
22.Penduduk migran yang beretnis Batak seperti itu cenderung diikuti oleh istri, namun
mayoritas bermukim di RT 23. Penelitian ini tidak banyak yang menggunakan ketrampilan
menggunakan stratified random sampling yang mereka peroleh melalui pendidikan non
dimana responden dikelompokkan menurut formal tersebut.
etnisnya dan dari setiap etnis akan diambil Seluruh responden dalam penelitian ini
responden dengan menggunakan rumus Slovin bekerja di sektor non pertanian. Pekerjaan
dengan nilai kritis sebesar 10%. tersebut antara lain meliputi wiraswasta,
karyawan swasta, pedagang, Pegawai Negeri
Hasil dan Pembahasan Sipil (PNS), buruh pabrik, buruh bangunan,
Karakteristik Responden Penelitian dan tukang becak. Mereka tidak menggeluti
jenis pekerjaan di sektor pertanian mengingat
Responden dalam penelitian ini adalah bahwa di kawasan Kelurahan Sukajadi tidak
penduduk Kelurahan Sukajadi RT21, RT 22 banyak ditemukan lahan pertanian.Hampir
dan RT 23.Penduduk RT 21 mewakili seluruh lahan kosong yang ada di Kelurahan
keluarga etnis Minang, RT 22 mewakili Sukajadi digunakan untuk membangun
keluarga etnis Jawa dan RT 23 mewakili fasilitas pertokoan, pasar, klinik, dan kawasan
keluarga etnis Batak. Sebaran responden etnis perkantoran. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat konversi lahan pertanian menjadi televisi di rumah.Hal ini juga didukung
lahan non pertanian di Kelurahan Sukajadi. dengan kepemilikan parabola hampir di setiap
Pengeluaran keluarga etnis Minang rumah yang menjadi responden dalam
untuk memenuhi kebutuhan pangan paling penelitian ini.
besar berada pada kisaran Rp 700.000,00 – Rp Rasio kepemilikan aset berupa rumah,
900.000,00. Pada keluarga etnis Jawa dan tanah, ternak, kendaraan bermotordan
Batak, pengeluaran untuk memenuhi perhiasan pada keluarga etnis Minang, Jawa
kebutuhan pangan berada pada kisaran Rp dan Batak menunjukkan bahwa keluarga etnis
700.000,00 – Rp 900.000,00 dan Rp Batak memiliki semua asset yang
900.000,00 – Rp 1.100.000,00, dengan jumlah disebutkan.Hampir seluruh responden baik
persentase yang sama yakni 43% untuk dari keluarga etnis Minang, Jawa maupun
keluarga etnis Jawa dan 47% untuk keluarga Batak memiliki kendaraan bermotor, bahkan
etnis Batak. Pengeluaran untuk memenuhi terdapat beberapa keluarga yang memiliki
kebutuhan pangan ini sudah mencakup kendaraan bermotor lebih dari satu.Hal ini
kebutuhan pangan pokok dan non pokok menunjukkan bahwa kendaraan bermotor
selama sebulan dalam keluarga tersebut. merupakan aset yang penting bagi keluarga
Pengeluaran untuk memenuhi karena dibutuhkan untuk keperluan mobilitas.
kebutuhan non pangan mencakup kebutuhan Berkaitan dengan rasio kepemilikan
sandang, biaya pendidikan anak, biaya aset berupa rumah, keluarga etnisJawa lebih
kesehatan, hiburan, tabungan dan membayar banyak yang memiliki rumah sendiri
tagihan sewa rumah, listrik serta air persentase dibanding keluarga etnis Minang dan Batak
terbesar pengeluaran untuk memenuhi yang mayoritas masih menempati rumah
kebutuhan non pangan pada keluarga etnis sewa.Hal ini juga berkaitan dengan jumlah
Minang dan Batak berada pada kisaran Rp pengeluaran non pangan dari keluarga etnis
400.000,00 – Rp 600.000,00 per bulan. Pada Jawa yang tidak terlalu banyak dialokasikan
keluarga etnis Jawa, persentase terbesar untuk membayar sewa rumah.Jenis aset
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan non berupa tanah dimiliki oleh keluarga etnis
pangan berada pada kisaran Rp 200.000,00 – Minang dan Batak.Tanah yang dimiliki berupa
Rp 400.000,00.Bagi keluarga etnis Minang kebun kelapa sawit yang letaknya jauh dari
dan Jawa, pengeluaran non pangan paling tempat tinggal mereka. Pemeliharaan asset
banyak dialokasikan untuk biaya sekolah anak tersebut biasanya tidak dilakukan langsung
dan membayar tagihan sewa rumah, listik dan oleh pemilik, melainkan dengan menggaji
air. Berbeda dengan keluarga etnis Jawa yang orang lain untuk menjaga dan merawat kebun
masih mengalokasikan pendapatannya untuk tersebut. Pemilik hanya datang untuk
ditabung meskipun tidak selalu sama meninjau kira-kira dua kali sebulan.
jumlahnya setiap bulan. Hal ini berhubungan Jenis aset berupa ternak hanya dimiliki
dengan responden dari keluarga etnis Jawa oleh beberapa keluarga etnis Batak.Jenis
yang persentase kepemilikan rumahnya lebih ternak yang dipelihara adalah babi.Sama
besar dibanding keluarga etnis Minang dan halnya dengan kebun kelapa sawit,
Batak sehingga tidak perlu mengalokasikan pemeliharaan ternak juga tidak dilakukan
pendapatan untuk membayar sewa rumah langsung oleh pemilik.Pemilik biasanya
melainkan hanya membayar tagihan listrik dan memantau sekali dalam seminggu karena letak
air. Hiburan bukan merupakan suatu prioritas tampat pemeliharaan yang tidak begitu jauh
bagi keluarga etnis Minang, Jawa dan dari tempat tinggal pemilik.Rasio kepemilikan
Batak.Menurut mereka, pemenuhan kebutuhan aset berupa perhiasaan paling banyak dimiliki
hiburan sudah cukup dengan menonton oleh keluarga etnis Batak.Menurut hasil
wawancara, kepemilikan aset berupa kebun, Seluruh responden keluarga etnis Batak juga
ternak dan perhiasaan merupakan bentuk mengkonsumsi ikan dan telur lebih dari atau
investasi jangka panjang dari keluarga migran sama dengan tiga kali seminggu. Hal ini
ini. berhubungan dengan jumlah pengeluaran
Makanan pokok dari seluruh keluarga etnis Batak untuk memenuhi
responden adalah nasi.Pola makan yang kebutuhan pangan yaitu berkisar antara Rp
diamati adalah mencakup frekuensi makan per 700.000,00 – Rp 900.000,00 dan Rp
hari, frekuensi konsumsi daging per minggu, 900.000,00 – Rp 1.100.000,00. Frekuensi
frekuensi konsumsi ikan per minggu dan Makan/minggu
frekuensi konsumsi telur per minggu.keluarga
etnis Jawa dan Batak mayoritas makan tiga Keluarga Etnis Minang
kali sehari. Keluarga etnis Minang lebih
banyak yang makan dengan frekuensi dua kali Etnis Minang menganut sistem
sehari.Pada keluarga yang frekuensi makannya kekerabatan matrilineal dimana garis
dua kali sehari, biasanya yang dilewatkan keturunan mengikuti garis keturunan ibu.Pada
adalah sarapan pagi.Hal ini terjadi karena responden keluarga migran etnis Minang,
mereka tidak terbiasa sarapan pagi.Jika istri terlihat bahwa pola asuh anak yang diterapkan
bekerja, maka pada pagi hari istri biasanya tidak berbeda antara anak laki-laki dan anak
hanya menyiapkan bekal untuk dibawa anak perempuan. Anak laki-laki dan anak
ke sekolah.Jika tidak, maka anak terbiasa perempuan menerima pengasuhan yang sama
sarapan di sekolah. satu sama lain.Menurut hasil wawancara
Keluarga etnis Minang paling sering dengan responden, pembedaan hanya
mengkonsumsi telur dan ikan dalam ditemukan dalam bentuk pemberian pakaian
seminggu.Frekuensi konsumsi daging hanya dan mainan.Selebihnya, responden mengaku
satu kali seminggu dan lebih bersifat tidak tidak membedakan pengasuhan antara anak
menentu.Menurut wawancara, mereka hanya laki-laki dan anak perempuan.
mengkonsumsi daging saat ada perayaan Berdasarkan hasil uji korelasi
keagamaan seperti Lebaran dan Idul Adha menggunakan Rank Spearman, korelasiyang
serta jika ada acara keluarga di rumah.Mereka signifikan terlihat antara pola komunikasi
tidak menganggap daging sebagai pangan dalam keluarga dengan penggunaan
yang wajib dikonsumsi setiap minggunya.Ikan mediamassa dalam keluarga tersebut dengan
dan telur lebih sering dikonsumsi karena koefisien korelasi sebesar 0,277. Hal ini
harganya yang lebih murah dibandingkan menunjukkan bahwa pola asuh anak dalam
dengan daging. keluarga etnis Minang sedikit banyak
Keluarga etnis Jawa juga lebih sering berhubungan dengan pola komunikasi dan
mengkonsumsi ikan dan telur dibandingkan penggunaan media massa dalam keluarga
daging dalam seminggu. Sama halnya dengan tersebut.
keluarga etnis Minang, menurut keluarga etnis Keluarga etnis Minang menggunakan
Jawa, mereka hanya mengkonsumsi daging media massa untuk kepentinganhiburan dan
saat Lebaran, Idul Adha, ataupun saat ada pendidikan. Hampir setiap keluarga yang
acara keluarga di rumah. Harga daging yang menjadi responden memiliki fasilitas hiburan
mahal menjadi pertimbangan bagi mereka yang memadai. Frekuensi menonton per hari
untuk tidak sering mengkonsumsi daging. rata-rata adalah 8,6 jam. Pola komunikasi
Lebih dari setengah dari jumlah dalam keluarga etnis Minang juga dipengaruhi
responden keluarga etnis Batak oleh frekuensi penggunaan media televisi
mengkonsumsi daging satu kali seminggu. oleh anggota keluarga. Menurut wawancara
mendalam dengan salah satu responden dari Jumlah anak dan nomor urut anak
keluarga etnis Minang, terlihat bahwa dalam keluarga juga mempengaruhi
penggunaan media massa dalam keluarga pengasuhan yang diberikan orangtua pada
sangat berpengaruh terhadap pola komunikasi anak. Pada responden keluarga etnis Minang
dalam keluarga khususnya antara anak dan yang tergolong keluarga kecil, anak masih
orangtua. memperoleh perhatian penuh dari kedua
”Anak-anak kalau nonton TV cepet orangtuanya. Berbeda dengan keluarga etnis
banget nangkep, Mbak.. Apalagi niru Minang yang tergolong keluarga besar dengan
gaya ngomongnya yang di TV itu.. jumlah anak yang banyak. Perhatian orangtua
Kalau saya ingetin udah pinter tidak lagi sepenuhnya diterima oleh anak
ngejawab..Film kartun jaman karena orangtua mempunyai tanggung jawab
sekarang juga udah banyak adegan besar untuk memenuhi kebutuhan hidup
berantemnya segala.. Pusing juga keluarga. Usia anak juga mempengaruhi
ngadepinnya..” (Ibu Mariam, RT 21) pengasuhan yang diberikan orangtua. Jika usia
anak telah dirasa cukup dewasa maka orangtua
Hal ini menunjukkan bahwa kontrol tidak lagi mengawasi dan memperhatikan anak
orangtua dalam mengawasi tontonan anak seperti saat anak masih kecil. Anak dibiarkan
masih kurang. Anak dengan mudah dapat melakukan apa yang diinginkan dan hanya
membentuk sendiri persepsi mengenai mana diawasi sesekali oleh orangtua. Hal ini
yang baik dan tidak baik melalui segala menunjukkan bahwa hubungan antara anak
informasi yang didapat melalui televisi tanpa yang telah beranjak dewasa dengan
adanya filterisasi dari orangtua.Hal ini orangtuanya tidak sedekat hubungan saat anak
kemudian dapat berdampak pada perilaku masih kecil dan berada dalam pengawasan
anak di lingkungan sosialnya. Sa’adiyah orangtua sepenuhnya.
(1998) dalam penelitiannya pada keluarga ”Ya..sekarang kan udah gede-gede
etnis Jawa dan Minang yang tinggal di desa anak saya, Mbak.. Gak perlulah
dan kota menyatakan bahwa anak yang tinggal diawasi terus,ditanyain mau kemana,
di kota lebih banyak menerima stimulasi dari ngapain.. Yang penting dia gak
orangtuanya dibandingkan dengan anak yang macem-macem di luarsana..(Ibu
tinggal di desa. Hal tersebut dipengaruhi oleh Saidah, RT 21)
nomor urut anak dalam keluarga, pendidikan Berdasarkan hasil korelasi Rank
orangtua dan pendapatan keluarga.Pada kasus Spearman juga terlihat bahwa lingkunganfisik,
ini, keluargamigran etnis Minang tinggal di lingkungan sosial, peran sekolah, peran
kawasan perkotaan yang telah modern dan keluarga besar dan peran media massa tidak
memiliki akses bebas terhadap teknologi.Hal berhubungan positif dengan penanaman nilai
ini seharusnya memberi pengaruh baik dalam Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) dan
hal pemberian stimulasi pada anak.Tingkat fungsi prokeasi dalam keluarga. Lingkungan
pendidikan orangtua yang rata-rata hanya fisik yang kurang memadai, lingkungan sosial
tamat SMA/sederajat dapat mempengaruhi atau pergaulan di kawasan pemukiman yang
pola pikir mereka dalam hal pengasuhan anak. tidak kondusif, dan akses terhadap media
Mereka beranggapan bahwa pengasuhan massakhususnya televisi yang mudah, tidak
hanya semata bersifat fisik dan kurang mendukung terciptanya iklim pengasuhan
memperhatikan kebutuhan anak akan stimulasi yang baik bagi anak.
positif yang dapat memaksimalkan Peran sekolah dirasa kurang
pertumbuhan dan perkembangan mereka. mendukung terbentuknya karakter anak.Halini
dapat dilihat melalui kutipan wawancara
dengan salah satu responden darikeluarga etnis Babatunde dan Garman (1995) juga
Minang. menyatakan bahwa bagi keluarga Jawa yang
tergolong miskin, anak merupakan aset untuk
”Sekolah ya gitu aja lah, Mbak. Paling memberikan kontribusi bagi pendapatan
ngasih PR, itu juga jarang keluarga. Berbeda dengan keluarga Jawa yang
kayaknya..Sekolahnya juga sekolah tergolong ekonomi menengah ke atas yang
negeri, jadi guru-gurunya kayaknya menganggap anak sebagai prestise.
juga kurang merhatiin anak muridnya.. Responden keluarga migran etnis Jawa
Yang penting ngasih PR, ada ulangan, pada penelitian ini rata-rata tergolong keluarga
ada ujian..”(Bapak Rahmat, RT 21) kecil. Hanya 2 dari 14 responden yang tinggal
bersama dengan anggota keluarga besarnya.
Kehadiran anggota keluarga besar Hal ini juga terlihat dari korelasi Rank
dalam keluarga etnis Minang dirasasangat Spearman yang menunjukkan bahwa peran
membantu dalam hal meringankan pekerjaan keluarga besar tidak berhubungan positif
rumah tangga. Hanya 4 responden keluarga dengan penanaman nilai Keadilan dan
dari total 52 responden keluarga etnis Minang Kesetaraan Gender (KKG) dan fungsi
yang menyatakan bahwa anggota keluarga prokreasi dalam keluarga migran etnis
besar yang ikut tinggal bersama mereka juga Jawa.Kehadiran anggota keluarga besar dalam
turut membantu dalam hal finansial.Adanya keluarga responden hanya memberi pengaruh
anggota keluarga besar yang ikut tinggal dalam meringankan pekerjaan rumah tangga
bersama juga tidak begitu membantu dalam dan membantu menjaga anak, tidak memberi
hal pengasuhan anak secara psikis. pengaruh dalam hal finansial keluarga.
Korelasi antara lingkungan fisik dan peran
”Mertua saya kan tinggal sama kami, lembaga keagamaan adalah yang paling
Mbak..Ya, kalau saya lagi jualan signifikan diantara faktor-faktor lainnya.Hal
anak saya Ibu yang jaga. Kadang Ibu ini ditunjukkan dengan kegiatan keagamaan
sambil masak juga.. Daripada anak yang aktif dilaksanakan dan diikuti oleh
saya bawa jualan ke pasar kan ntar penduduk di lingkungan RT 22.Pengajian
malah repot.. Jadi di rumah saja, ada diadakan setiap hari Rabu dan anak-anak juga
yang jagain ini”(Ibu Rani, RT21) aktif mengikuti pelajaran mengaji.Menurut
salah satu responden, kegiatan belajar mengaji
Keluarga Etnis Jawa bagi anak-anak cukup memberi pengaruh
dalam hal sikap dan tingkah laku anak sehari-
Etnis Jawa menganut sistem yang hari.Anak menjadi lebih rajin sholat, pintar
bersifat bilateral. Keluarga cenderung mengaji dan menjadilebih penurut pada
menganggap anak laki-laki dan anak orangtua.Hal ini juga mendukung pernyataan
perempuan adalah sama. White (1975) seperti Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa
yang dikutip dalam Zeitlin, Megawangi, masyarakat Jawa adalah masyarakat yang
Kramer, Colleta, Babatunde dan Garman sangat berpegang pada nilai agama (Zeitlin,
(1995) menyatakan bahwa pada keluarga Megawangi, Kramer, Colleta, Babatunde dan
petani Jawa dalam desa yang miskin, anak Garman, 1995).
yang masih kecil juga terlibat secara aktif
dalam pekerjaan rumah tangga, menjaga ”Kalau yang besar saya suruh ikut
saudara kandungnya dan beberapa pekerjaan ngaji, Mbak.. Biasanya seminggu
dalam hal pertanian. Koentjaraningrat (1985) empat kalo dia belajar ngaji sama
dalam Zeitlin, Megawangi, Kramer, Colleta, guru ngajinya. Biar ada bekal ilmu
agamanya lah dari kecil..(Ibu Susi, antara lingkungan fisik dengan lingkungan
RT 22) sosial, media massa dan pola komunikasi
keluarga. Korelasi positif antara lingkungan
Murder (1978) dalam Zeitlin, fisik dengan lingkungan sosial dapat dilihat
Megawangi, Kramer, Colleta, Babatundedan dari anak-anak dari keluarga etnis Batak yang
Garman (1995) menyatakan bahwa budaya lebih sering bermain di luar rumah dan
Jawa termasuk salah satu budaya kolektivisme berbaur dengan lingkungan sekitar tempat
yang salah satunya diwujudkan dalam bentuk tinggal mereka. Orangtua dari keluarga etnis
gotong royong.Hal ini sudah tidak ditemukan Batak juga sering berinteraksi dengan tetangga
lagi dalam kehidupan keluarga etnis Jawa di dan membicarakan topik yang berkaitan
Kelurahan Sukajadi.Hal ini disebabkan karena dengan kehidupan keluarga maupun topik lain
semakin memudarnya nilai kebudayaan Jawa yang bersifat umum.
yang ada dan faktor pekerjaan yang menyita Korelasi positif antara lingkungan fisik
waktu masing-masing responden dari keluarga dengan media massa terlihat dariketerdedahan
migran etnis Jawa. keluarga etnis Batak terhadap teknologi.
Peran media massa terbukti signifikan Semua keluarga etnis Batak yang menjadi
tidak memiliki hubungan yang bersifat positif responden memiliki televisi dan parabola di
dengan fungsi prokreasi dalam keluarga etnis rumah masingmasing dengan rata-rata
Jawa. Padahal terdapat 10 dari 14 orangtua frekuensi menonton televisi sebanyak 8,6 jam
yang mengaku sering menonton televisi per hari. Hal ini menunjukkan bahwa hiburan
bersama anak.Meskipun demikian, orangtua adalah kebutuhan mutlak bagi keluarga etnis
jarang menggunakan kesempatan menonton Batak.Lingkungan sosial berhubungan
televisi bersama anak untuk menanamkan nilai signifikan pada level 0,01 dengan peran
moral pada anak.Menonton televisi hanya keluarga besar dan pola komunikasi dalam
dianggap sebagai sarana hiburan bagi keluarga. Keluarga etnis Batak dalam
keluarga.Hal ini juga berhubungan dengan penelitian ini tergolong aktif dalam mengikuti
tingkat pendidikan formal Kepala Keluarga kegiatan di lingkungan sosial baik di sekitar
(KK) dari keluarga migran etnis Jawa yang tempat tinggal maupun di lingkup gereja,
rata-rata hanya tamat SMA/sederajat, bahkan mesjid atau tempat kerja.Mereka juga
ada yang hanya menamatkan SD/sederajat. cenderung melibatkan sanak saudara dalam
aktivitas kehidupan mereka.Hal ini membuat
Keluarga Etnis Batak mereka memiliki kemampuan bersosialisasi
yang cukup baik dengan lingkungan sekitar.
Etnis Batak menganut sistem Mayoritas responden dari keluarga
kekerabatan yang bersifat patrilineal etnis Batak adalah beragama Kristen
(mengikuti garis keturunan ayah).Pada Protestan. Mereka cenderung menyekolahkan
keluarga etnis Batak, anak laki-laki adalah anak-anak mereka ke sekolah swasta. Alasan
penting karena merupakan penerus mereka memilih sekolah swasta adalah agar
marga.Seorang anak laki-laki dalam keluarga anak-anak mereka dapat lebih diperhatikan
Batak memiliki tanggung jawab untuk bisa perkembangan kognitif, afektif maupun
meneruskan keturunan sehingga dituntut untuk motoriknya dibandingkan jika sekolah di
hidup mandiri dan bertanggungjawab. sekolah negeri. Lembaga keagamaan dan
Berdasarkan uji korelasi dengan keluarga besar tidak begitu berperan dalam
menggunakan Rank Sperman, beberapafaktor penanaman nilai Keadilan dan Kesetaraan
yang memiliki hubungan yang sangat Gender (KKG) pada keluarga migran etnis
signifikan (pada level 0,01) adalah hubungan Batak. Hanya terdapat 5 keluarga dari 34
keluarga etnis Batak yang tinggal bersama Daftar Pustaka
dengan anggota keluarga besar. Kegiatan
keagamaan yang diikuti oleh keluarga etnis Hastuti, Dwi. 2008. Pengasuhan: Teori,
Batak, khususnya yang beragama Kristen Prinsip dan Aplikasinya. Bogor:
Protestan juga tidak terlalu menitikberatkan Departemen Ilmu Keluarga dan
pada penanaman nilai keadilan dan kesetaraan Konsumen, Fakultas Ekologi
gender, sehingga lembaga keagamaan tidak Manusia, Institut Pertanian Bogor.
begitu berperan dalam penanaman nilai
Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG). Alfiasari. 2008. Pengasuhan: Peran Strategis
Sebaliknya, peran lembaga keagamaan Orangtua dan Komunitas. Bogor.
terlihat berhubungan positif denganfungsi Departemen Ilmu Keluarga dan
prokreasi dalam keluarga etnis Batak.Hal ini Konsumen, Fakultas Ekologi
disebabkan oleh ajaran agama masing-masing Manusia, Institut Pertanian Bogor.
responden yang menitikberatkan pada
penanaman nilai moral.Pola komunikasi dalam Salioso, Herdi. 2003. Kota Dumai Mutiara
keluarga juga memiliki hubungan positif Pantai Timur Sumatera. Pekanbaru:
dengan fungsi prokreasi keluarga etnis UNRI Press.
Batak.Pola komunikasi yang terbentuk dalam
responden keluarga etnis Batak cenderung Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002.
bersifat komunikasi dua arah sehingga melalui Konsep dan Teknik Penelitian
pola komunikasi yang demikian orangtua Gender. Malang: UMM Press.
dapat menanamkan nilai moral dan budaya
kepada anak tanpa membuat anak merasa Sa’adiyyah, Nino Yayah. 1998. Pengaruh
digurui. Karakteristik Keluarga dan Pola
Pengasuhan Terhadap Pertumbuhan
Kesimpulan dan Perkembangan Anak (Studi
Kasus pada Etnis Jawa dan Minang)
Faktor peran media massa dan pola [Tesis]. Bogor: Departemen
komunikasi dalam keluarga paling GiziMasyarakat dan Sumber Daya
berhubungan positif dengan pola asuh anak. Keluarga, Fakultas Pertanian,
Pada keluarga etnis Jawa, faktor lingkungan InstitutPertanian Bogor.
fisik dan peran lembaga keagamaan yang
berhubungan positif dengan pola asuh anak. Zeitlin, Marian F, Ratna Megawangi, Ellen
Pada keluarga etnis Batak, lingkungan sosial, F.Kramer, Nancy D.Colleta, E.D
media massa dan pola komunikasi dalam Babatunde dan David Garman, 1995.
keluarga yang berhubungan nyata positif Strengthening the
dengan pola asuh anak. Media massa dan pola Family:Introduction for International
komunikasi dalam keluarga terlihat memiliki Development.New York: United
hubungan dengan pola asuh anak. Hal ini Nations University Press.
disebabkan karena hampir seluruh responden
baik dari keluarga etnis Minang, Jawa maupun
Batak yang memiliki akses terhadap media
massa khususnya televisi yang kemudian
mempengaruhi pola komunikasi dalam
keluarga khususnya antara orangtua dan anak.

You might also like