You are on page 1of 12

Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 67

OPTIMALISASI BUDAYA LITERASI DI KALANGAN


MAHASISWA:
UPAYA MERETAS KOMUNIKASI GLOBAL
Alfi Syahriyani

Alfi Syahriani adalah mahasiswa Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia. Lahir di kota Serang pada 25 April 1989. Ia memulai
studinya pada tahun 2007. Mahasiswa yang menjadi juara 2 Mapres (Mahasiswa
Berprestasi) di tingkat FIB ini memiliki ketertarikan di bidang menulis. Karyanya yang
pernah menjuarai lomba salah satunya adalah “Sastrawan: Penamu Lebih Tajam dari
Pedang.
68 Volume 1, Desember 2010

OPTIMALISASI BUDAYA LITERASI DI KALANGAN MAHASISWA:


UPAYA MERETAS KOMUNIKASI GLOBAL
Alfi Syahriyani

Abstract

This literature reviews on the importance of the culture of literacy among the university students.
The research purposes are to seek how enthusiastic the university students towards the culture of
literacy, how intensive the Indonesians publish their article in media, and how to enhance the culture
of literacy among the students. Library research was used in this study by collecting data from
books, journal, and articles. The findings show that one of the indicators of the country progress
is the reading interest level and the international publication in media. As young intellectual icon,
students have an obligation to enhance the scientific culture according to the university functions
which are the institute of education, research, and social contribution. Therefore, increasing the
literacy culture is one of the ways to deal with the low rank of the reading interest level in Indonesia,
and also to compete in global level. However, the literacy culture is still optimally applied by the
professors, but not too intensively applied by the students. This study finds the condition of the
literacy culture in university and what are the alternative ways to increase the reading interest
among the students. Moreover, in global context, the ability to be able to master English is a positive
way to support the rise of the international publication. Finally, since the reading interests of the
Indonesians is worse than the closest countries’ and other progressive countries’, the university
students have an obligation to contribute to the society having the low interest in reading.

Keywords: intelektual (intellectual); literasi (literacy); mahasiswa; (students), menulis


(writing); membaca (reading).
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 69

PENDAHULUAN Orde Lama dengan tulisan-tulisannya


Globalisasi telah meretas di media massa. Sederet nama seperti
sekat-sekat geografis negara dan Pramoedya, Hamka, Rendra, Ayip Rosidi,
memberikan pengaruh yang signifikan dan Goenawan Mohammad adalah
bagi dunia. Trend informasi yang begitu kaum intelektual yang membumikan
cepat menuntut setiap bangsa untuk gagasannya dengan pena. Dengan
meningkatkan kompetensi sumber daya kata lain, mereka merupakan tokoh
manusia yang dimilikinya. Selain itu, intelektual yang menggerakkan massa
akselerasi diperlukan demi mengejar melalui budaya literasi (bahasa). Para
ketertinggalan, sekaligus menjembati penulis, menurut Régis Debray, seorang
jurang antara negara maju dan negara sosiolog, adalah kaum intelektual
berkembang. generasi kedua—setelah sebelumnya
Dalam menjawab tantangan global, dikuasai oleh para pengajar (teachers)
Indonesia membutuhkan tangan dingin yang membela Dreyfus—seperti Émile
para intelektual muda yang kompeten Zola, Émile Durkheim dan Anatole
dan mampu bersaing di tingkat dunia. France.
Pasalnya, posisi pemuda begitu strategis Lebih lanjut lagi, budaya literasi
mengingat daya nalar dan semangatnya merupakan cermin kemajuan bangsa.
yang tinggi. Salah satu icon intelektual Para Antropolog bahasa, seperti Lucian
muda yang patut diperhitungkan saat Levy-Bruhl, Claude Levi-Strauss, Walter
ini adalah mahasiswa. Para mahasiswa Ong, dan Jack Goody memandang literasi
memiliki kelihaian dalam berwacana, (bahasa) sebagai titik pangkal pembeda
kemudian wacana itu dibumikan masyarakat primitif dari masyarakat
dan dikombinasikan dengan potensi “beradab” (Ma’mur, 4:2010). Dengan
kepemimpinan pada sebuah paket demikian, untuk membuat pembaruan
gerakan yang terpadu dan terancang rapi. dalam negeri, para intelektual muda—
Gerakan yang terpadu ini selanjutnya yang dalam hal ini adalah mahasiswa—
menjadi ciri khas para mahasiswa dituntut untuk aktif menjadi opinion leader
sebagai agen perubah (agent of change). melalui publikasi tulisan dan kemampuan
Oleh karena itu, mereka memiliki tugas berbahasa asing. Namun sayangnya,
besar dalam meningkatkan  kompetensi, saat ini bangsa Indonesia tertinggal jauh
kontribusi, produktivitas, serta kapasitas dalam penerbitan buku, publikasi artikel,
intelektualnya (Imam, 2008). serta jurnal internasional. Tercatat pada
Dalam berbicara mengenai respon 2003 silam, posisi Indonesia berada
intelektual, mahasiswa diharapkan pada urutan 134 dunia, dengan indeks
mampu menyampaikan gagasan- 0,88 artikel per 1 juta penduduk (Ma’mur,
gagasannya melalui proses kritik 32: 2010). Begitupun dengan publikasi
yang sehat. Salah satu ciri seorang jurnal internasional yang tertinggal jauh
intelektual adalah mereka yang mampu dari negara tetangga. Padahal, salah
membumikan gagasannya dengan pena. satu indikator ranking universitas di
Soe Hoek Gie, misalnya, dalam sejarah dunia adalah melalui publikasi jurnal
tercatat sebagai seorang mahasiswa internasional.
yang kritis berani mengkritik tajam rezim Oleh karena itu, melalui karya tulis
70 Volume 1, Desember 2010

ini, penulis bermaksud memaparkan keanekaragaman budayanya. Tanpa


bahwa saat ini dan ke depannya perlu bahasa, tak ada wacana yang bisa
dilakukan optimalisasi budaya literasi di diangkat, didiskusikan, dan dibumikan
kalangan mahasiswa. Sesuai dengan secara nyata. Di era globalisasi
Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu seperti saat ini, sebuah bangsa dapat
sebagai lembaga pendidikan, penelitian, menjangkau peradaban dunia melalui
dan pengabdian pada masyarakat maka gerbang bahasa, yaitu kemampuan
mahasiswa merupakan icon yang tepat membaca dan menulis (budaya literasi).
untuk memperbarui citra dan kualitas Menurut Besnier (dikutip dalam
SDM Indonesia di mata dunia. Dalam Duranti, 2001; Ma’mur, 2010) dalam
karya tulis ini, penulis membatasi Key Concepts in Language and Culture
lingkup permasalahan pada mahasiswa sebagai “communication though visually
S1 karena rentang usia yang lebih decoded inscriptions, rather than though
muda dan aktivitas yang lebih homogen auditory and gestured channels”, literasi
dibandingkan mahasiswa S2 dan S3. adalah komunikasi melalui inskripsi
Secara umum, penulis merumuskan yang terbaca secara visual, bukan
beberapa pokok permasalahan, yaitu melalui saluran pendengaran dan
(1) Apakah peran budaya literasi dalam isyarat. Inskripsi visual di sini termasuk
era global? (2) Bagaimana optimalisasi di dalamnya adalah bahasa tulisan yang
budaya literasi di kalangan mahasiswa dimediasi dengan alfabet, aksara.
agar mampu menjawab tantangan Salah satu tantangan terbesar
global? (3) Bagaimana peran para dalam pemberdayaan bangsa ini adalah
mahasiswa dalam meningkatkan budaya meninggalkan tradisi lisan (orality) untuk
literasi pada masyarakat sekitar? memasuki tradisi baca tulis (literacy)
(Suroso, 11:2007). Bagaimanapun, era
TUJUAN PENELITIAN informasi telah menciptakan ruang yang
Adapun tujuan karya tulis ini adalah luas terhadap tumbuh kembangnya
untuk menjelaskan urgensi budaya media tulis. Data dari Association For
baca-tulis serta penguasaan bahasa the Educational Achievement (IAEA),
asing bagi para mahasiswa S1. Selain misalnya, mencatat bahwa pada 1992
itu juga penulis akan mengkaji upaya Finlandia dan Jepang sudah termasuk
apa saja yang dapat dilakukan untuk negara dengan tingkat membaca tertinggi
mengoptimalkan budaya literasi. Pada di dunia. Sementara itu, dari 30 negara,
akhirnya, bertujuan untuk menjelaskan Indonesia masuk pada peringkat dua
pentingnya antuasiasme mahasiswa dari bawah. Perbandingannya dengan
terhadap budaya literasi dan kontribusi saat ini barangkali tidak berbeda jauh
mereka terhadap masyarakat sekitar. jika melihat indikator yang ada.
Selain itu, dalam menjawab
METODE PENELITIAN tantangan global, transfer IPTEK dapat
Landasan Teori berhasil jika masyarakat menguasai
Bahasa merupakan cermin kemampuan membaca dan menulis.
identitas sebuah bangsa. Bahasa Diperlukan kemampuan yang profesional
meretas batas-batas geografis dengan untuk mengasah daya kritis serta
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 71

mengadopsi nilai-nilai positif dari bangsa yang diciptakannya bersifat wajar dan
maju. Belajar dari sejarah peradaban murni (Berly, 2000: 69)
besar, menggiatkan budaya literasi dapat Lebih jauh, Botomore menjelaskan
mendorong tumbuhnya inovasi baru bahwa intelektual adalah kelompok kecil
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. yang secara langsung memberikan
Pada masa Socrates, misalnya, para kontribusi kepada pengembangan,
siswa di Yunani (kota lahirnya para transmisi, dan kritik gagasan-gagasan
filsuf), diperkenalkan dengan budaya (Azra, 1998: 33). Dengan demikian,
membaca, bukan budaya mendengar. tugas seorang mahasiswa sejatinya
Begitu juga di zaman peradaban Islam, adalah menyampaikan gagasan kritis
budaya literasi semakin berkembang tersebut dan menuangkannya menjadi
ketika Khalifah al-Ma’mun membangun sebuah tulisan. Kemampuan menulis
akademi terbesar di dunia bernama Bayt tentu saja harus didukung dengan
al-Hikmah, yaitu pusat penerjemahan budaya membaca. Jika budaya literasi
yang berfungsi sebagai pusat studi, dapat digiatkan secara optimal, bukan
perpustakaan yang lengkap dengan tidak mungkin para mahasiswa mampu
kegiatan keilmuan lainnya (Zarkasyi, menjadi opinion leader, baik di tingkat
2009: 94). Alhasil, banyak penemuan lokal, maupun tingkat global.
baru dalam perkembangan sains dan
disiplin ilmu lainnya. Metode dan Teknik
Bercermin dari sejarah, dalam Penelitian ini menggunakan
konteks perguruan tinggi, budaya literasi pendekatan kualitatif, yaitu dengan
merupakan hal yang sangat penting metode kepustakaan (library research).
digiatkan. Semakin zaman berkembang, Data diperoleh dari buku, jurnal ilmiah,
tentu saja tantangan yang ada semakin dan media massa lainnya. Selanjutnya,
menuntut mahasiswa untuk bisa data-data yang telah dikumpulkan lewat
menjembatani jurang realitas. Para penelitian dideskripsikan dan dianalisis
intelektual muda diharapkan mampu agar permasalahan penelitian dapat
memberikan gagasan yang segar untuk dijawab secara sistematis dan terarah.
perubahan bangsa. Bagaimanapun,
sebagai intelektual muda di perguruan PEMBAHASAN
tinggi, mahasiswa mendasari Budaya Literasi: Kegiatan Ilmiah yang
gerakannya dengan karakterisitik Tereduksi
keilmuan yang memiliki berbagai sifat, Tak dapat dipungkiri bahwa ada
antara lain; Pertama, universalisme kaitan antara lembaga pendidikan dan
(berlaku universal, tidak di satu tempat), dunia intelektual. Keduanya sangat
menyentuh dasar-dasar hati nurani dan interaktif (saling mempengaruhi) dan
akal sehat; Kedua, uninterestedness interdependen (saling tergantung dan
(ketanpapamrihan), tidak berdasarkan membutuhkan) (Azra, 1998). Salah satu
tendensi politik sesaat, serta memberikan cara untuk membangun tradisi ilmiah
ruang terbuka untuk menguji objektifitas di lingkungan perguruan tinggi adalah
kebenarannya. Oleh karena sifatnya mengoptimalkan budaya literasi di
yang masih idealis, respon intelektual kalangan mahasiswa. Kemajuan sebuah
72 Volume 1, Desember 2010

bangsa tercermin dari giat atau tidaknya Mempublikasikan tulisan kepada


budaya literasi masyarakatnya. khalayak tentu saja bukan hanya tugas
Lebih jauh, salah satu indikator seorang akademisi, seperti dosen,
penilaian kualitas sains dalam suatu tetapi juga harus dimulai dari kalangan
negara adalah jumlah artikel ilmiah mahasiswa sehingga kemajuan
yang dipublikasikan di jurnal-jurnal bangsa dapat mengalami percepatan.
internasional. Menurut data Science and Penguasaan menulis juga harus diiringi
Engineering Indicators, jumlah publikasi dengan kegiatan membaca yang kontinu
bangsa Indonesia pada 2003 hanya 178 serta penguasaan bahasa asing yang
artikel, tertinggal jauh di bawah negara- mumpuni, khususnya Bahasa Inggris.
negara ASEAN, seperti Malaysia yang Sesuai dengan Tri Dharma
mempunyai publikasi 520 artikel, Vietnam Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian
206, Filipina 179, Thailand 1072, dan kepada masyarakat maka mahasiswa
Singapura 3122. Sementara itu, Korea juga berkewajiban menularkan kesadaran
Selatan memiliki 13.746 publikasi, dan membaca itu kepada masyarakat sekitar.
Jepang sejumlah 60.067 artikel. Kalau Bagaimanapun, masyarakat Indonesia
dihitung jumlah artikel perkapita, posisi secara umum belum memiliki kesadaran
Indonesia semakin mengenaskan: tinggi dalam membaca. Data BPS
berada pada urutan 134 dunia, dengan (2006) menunjukkan, orang Indonesia
indeks 0,88 artikel per 1 juta penduduk yang membaca untuk mendapatkan
(Ma’mur, 2010: 32). informasi sekitar 23,5 persen dari total
Gambaran serupa juga terjadi penduduk, sedangkan yang menonton
pada penerbitan buku. Di wilayah televisi sebanyak 85,9 persen, dan
ASEAN, jumlah penerbitan buku di mendengarkan radio 40,3 persen.
Indonesia tertinggal jauh, yaitu sebanyak Karena globalisasi telah
6000 judul buku per tahun, sementara menciptakan ruang aktualisasi yang
Malaysia sejumlah 10.000 judul buku, luas, dunia akan memandang sebuah
dan Singapura 12.000 judul buku. Lebih bangsa dari karya yang dihasilkannya.
lanjut lagi, di level Asia Pasifik, Cina dan Robert A.Day mengatakan:
Jepang menerbitkan masing-masing “Scientist are measured primarily
60.000 judul buku. Sementara itu, not by their dexterity in laboratory
Kompas mencatat bahwa pada 2009, manipulations, not by their innate
Indonesia baru sanggup menerbitkan knowledge of their board or narrow
sekitar 8.000 judul buku per tahun. scientific subjects, and certainly not by
Jumlah ini sama dengan Malaysia their wit or charm; they are measured,
yang berpenduduk sekitar 27 juta jiwa and become known (or remained
dan jauh di bawah Vietnam yang bisa unknown) by their publications.
mencapai 15.000 judul buku per tahun ”
dengan jumlah penduduk sekitar 80 juta Dari paparan di atas, jelas bahwa
jiwa. budaya literasi merupakan kegiatan
Dari paparan di atas, jelas ilmiah yang perlu dioptimalkan.
bahwa menggiatkan budaya literasi Namun sayangnya, penulis melihat
dirasa penting di lingkungan kampus. bahwa semangat membangun budaya
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 73

literasi belum berjalan secara optimal. efek yang global, tanpa menghilangkan
Sebaliknya, mahasiswa kini tengah identitas lokal, serta karakter pergerakan
mengalami kecenderungan delitenisme masif yang kritis, dinamis.
dan bahkan pendangkalan berpikir.
Mereka hanya cukup tahu tema umum Optimalisasi Budaya Literasi: Antara
tanpa mengetahui detail-detail informasi Tantangan dan Tuntutan
yang masuk. Salah satu indikator yang Optimalisasi budaya literasi
paling mungkin didiagnosa adalah merupakan agenda yang perlu terus
adanya budaya plagiarisme. Di ITB diperhatikan. Bagaimanapun juga,
pada April 2010 silam terjadi kasus kegiatan tersebut merupakan salah
memalukan terkait pencopotan gelar satu upaya untuk meretas komunikasi
‘Doktor’ seorang alumnus program global. Melalui budaya literasi, transfer
doktoral STEI angkatan 2003 karena ilmu pengetahuan dari satu negara ke
plagiarisme penelitian. Sekalipun telah negara yang lain dapat berjalan secara
tertulis sanksi yang tegas, namun copy optimal. Selain itu, tanpa kemampuan
paste penelitian belum sepenuhnya membaca dan menulis, sebuah bangsa
hilang. tidak akan dipandang sebagai bangsa
Kemampuan literasi juga yang bermartabat. Dalam konteks yang
berbanding lurus dengan kemampuan lebih sempit, menyemai budaya literasi
daya nalar. Prof.Dr.Sartono Kartodirdjo, di perguruan tinggi merupakan langkah
sejarawan UGM menyatakan bahwa yang baik untuk memulai perubahan
kemacetan seminar-seminar intern global. Belajar dari sejarah, universitas
yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan lahan yang subur untuk
pascasarjana bukan karena mahasiswa menciptakan para intelektual organik,
tidak mempunyai data, namun mereka yaitu intelektual yang, menurut Gramsci,
kesulitan menyampaikan gagasan always on the move, on the make,
pemikiran secara logis, analitis, dan tidak pernah diam, senantiasa berbuat
kritis. Artinya, kemampuan seseorang sesuatu untuk masyarakatnya.
dalam berbahasa tulis juga dipengaruhi Lebih jauh lagi, ciri paling
kemampuan bernalarnya (Suroso, 2007: penting dari kaum intelektual adalah
32). keberaniannya untuk menyampaikan
Selain itu, bentuk pendangkalan sesuatu yang benar itu benar dan yang
berpikir juga terjadi dalam bentuk aksi- salah itu salah (intellectual courage).
aksi mahasiswa yang cenderung anarkis. Di era informasi seperti saat ini, media
Aksi tersebut pada akhirnya malah massa memegang peranan penting
menciptakan stigma buruk di kalangan dalam segala aspek kehidupan. Media,
masyarakat. Alhasil, tujuan yang pada tanpa disadari, mengkonstruksi realitas
mulanya ingin mengubah kehidupan objektif dan menggiring opini publik.
sekitar agar menjadi lebih baik, justru Berbagai permasalahan bangsa di
malah menampilkan citra yang lebih dunia bahkan terekam di media dengan
buruk. Dengan kata lain, mahasiswa saat beragam kepentingan dan nilai tersendiri.
ini membutuhkan inovasi gerakan yang Namun, seorang intelektual yang baik
segar, bertanggungjawab, dan memiliki adalah mereka yang selalu menguji
74 Volume 1, Desember 2010

kebenaran dengan objektif sehingga a. Optimalisasi Fungsi


tidak mudah terjebak pragmatisme Perpustakaan
politik. Sikap kritis tersebut diperoleh Perpustakaan merupakan pusat
dengan menggiatkan budaya literasi, studi membaca dan keberaksaraan
mengumpulkan beragam premis yang (literacy). Ibarat sebuah jantung,
bisa mengantarkan seorang intelektual perpustakaan sekolah merupakan sarana
pada kesimpulan objektif. yang dapat memompakan pemenuhan
Melihat kenyataan yang ada, rasa ingin tahu para mahasiswa. Aktivitas
saat ini bangsa kita sedang terjebak yang sejatinya perlu dikelola secara
dalam turbulensi krisis. Akar dari krisis optimal dalam perpustakaan, yaitu:
itu juga bertumpu kepada sumber yang 1. Optimalisasi Sarana dan
melahirkannya. Thomas Kuhn dalam Prasarana
The Structure Scientific Revolution Agar mahasiswa tidak hanya
mengatakan bahwa kondisi keilmuan membaca textbook untuk kepentingan
dewasa ini telah masuk di samping kuliah, maka dibutuhkan sistem yang
krisis sekaligus anomali, yaitu norma mampu mendorong mereka untuk rajin
dan perangkat ilmu yang lama sudah membaca. Optimalisasi perpustakaan
tak relevan, sedangkan yang baru kampus merupakan hal yang sangat
belum terwujud. Hal ini terutama dialami penting dilakukan. Pihak kampus perlu
oleh ilmu-ilmu kemasyarakatan. Ilmu memperhatikan lebih jauh bagaimana
ekonomi, misalnya, belum mampu membuat perpustakaan fakultas dan
menjawab problema stagflasi, ilmu pusat menjadi lebih nyaman. Dari sekian
hukum cenderung tebang pilih, banyak universitas, barangkali hanya
sementara itu ilmu politik begitu rapuh universitas ternama yang memiliki
mendeskripsi tumbuhnya kekuatan sarana dan prasarana yang mendukung.
kapitalisme internasional yang menjadi Sebaliknya, universitas lainnya masih
supra sistem dari sistem nasional (Didin membutuhkan perhatian khusus. Oleh
S, 89:1985). karena itu, dibutuhkan kerjasama
Untuk menjawab anomali tersebut, antara elemen pemerintah dan pihak
dibutuhkan peran mahasiswa dalam kampus dalam mengembangkan
menelurkan gagasan-gagasannya, perpustakaan menjadi lebih baik,
tanpa menghilangkan karakter gerakan misalnya, menyediakan dana lebih
berbasis massa. Optimalisasi budaya untuk penambahan buku, pengadaan
literasi adalah variasi gerakan yang komputer, hot-spot, serta aktivitas
sepatutnya lebih digiatkan karena keilmuan.
zaman telah berkembang sedemikian 2. Dukungan dosen
cepat. Mahasiswa adalah opinion leader Salah satu output dari membaca
dalam membangun wacana kepada adalah menulis dan meneliti. Dibutuhkan
masyarakat luas. peran dosen dalam mendorong
Berdasarkan kondisi di atas, berikut mahasiswanya untuk melakukan
analisis permasalahan dan cara yang penelitian. Dengan tugas-tugas
bisa dilakukan untuk mengoptimalkan konstruktif yang bersifat analitis, maka
budaya literasi: mahasiswa akan sering mendatangi
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 75

perpustakaan dan terdorong untuk senilai dengan kewajiban membuat


membaca, menulis, dan meneliti. skripsi. Namun, Universitas Indonesia,
3. Pengadaan Lomba universitas terbaik di Indonesia, pelopor
Selain itu, perpustakaan juga bisa diselenggarakannya PIMNAS kali
menyelenggarakan lomba karya tulis pertama, justru tidak pernah sekalipun
untuk mahasiswa di tingkat universitas, mendapatkan juara umum, berbeda
serta menggiatkan aktivitas keilmuan dengan UGM, IPB, maupun Unibraw.
dengan konsep yang menarik. Kerjasama Kelompok Studi Fakultas
antara mahasiswa dan Unit Kegiatan universitas lainnya, dapat belajar dari
Mahasiswa (UKM) untuk menggiatkan KS UGM dan IPB dalam menciptakan
aktivitas keilmuan juga dirasa efektif nuansa keilmuan pada mahasiswa.
dalam meningkatkan nuansa keilmuan Bagaimanapun, dukungan rektorat
di universitas. dibutuhkan untuk merealisasikan
b. Optimalisasi Kelompok Studi hal tersebut. UKM semisal Badan
(KS) Eksekutif Mahasiswa (BEM) juga dapat
Adalah hal yang wajib bagi menggulirkan program kerja lomba
setiap perguruan tinggi untuk memiliki karya tulis atau jurnal ilmiah di tingkat
komunitas atau kelompok studi universitas untuk memacu semangat para
yang khusus bergerak dalam bidang mahasiswa. Dimulai dari mahasiswa,
keilmuan dan riset. Kelompok studi ini maka penulisan jurnal ilmiah dapat lebih
hendaknya dibangun berdasarkan core digiatkan sehingga ada regenerasi dan
competence masing-masing fakultas. kaderisasi yang efektif.
Namun, akan lebih baik jika semua KSF
(Kelompok Studi Fakultas) memiliki KS c. Kurikulum Wajib Bahasa
pusat yang merangkul semua disiplin Inggris
ilmu. Ini merupakan langkah yang baik Saat ini batas-batas geografis
untuk menuansakan budaya literasi di semakin tidak terlihat. Penguasaan
kalangan mahasiswa. bahasa Inggris adalah hal yang wajib
UGM misalnya, memiliki Kelompok dimiliki oleh para mahasiswa. Dengan
Studi bernama Gama Cendekia (GC) penguasaan bahasa asing, terutama
yang saat ini memiliki lebih dari 500 bahasa Inggris, para mahasiswa
anggota. Begitu juga dengan IPB yang diharapkan mampu meretas komunikasi
memiliki Forum for Scientific Studies global. Bagaimanapun, kedudukan
(Forses). Kedua universitas itu seringkali bahasa Inggris semakin penting dalam
menjuarai PIMNAS (Pekan Ilmiah berbagai bidang. David Cystal (1993,
Mahasiswa Nasional), suatu ajang 2001, 2007) mengatakan:
keilmuan bergengsi di tingkat nasional. “The need for a global language
Aktivitas ini tentu saja didukung penuh is particularly appreciated by the
oleh rektorat. IPB misalnya, bahkan international academic and business
memasukkan PKM (Program Kreativitas communities, and it is here that the
Mahasiswa) PIMNAS sebagai mata kuliah adoption of a single lingua franca is most
wajib. Bagi mahasiswa yang menjuarai in evidence, both in lecture-rooms and
PKM di tingkat nasional, karya mereka board-rooms, as well as in thousands
76 Volume 1, Desember 2010

individual contacts being made daily all para peserta didik dapat mewacanakan
over the globe.” pendapat mereka di tingkat global. Lebih
jauh, jika para intelektual muda dapat
Bahasa Inggris merupakan menguasai bahasa Inggris dengan
jembatan literasi global. Tanpa baik, maka akan terbangun interhuman
penguasaan bahasa Inggris, communication yang baik, kepekaan
bangsa Indonesia akan tertinggal terhadap budaya bangsa lain, serta
jauh. Universitas, sebagai tempat terbangunnya budaya literasi yang baik.
tumbuhnya para intelektual muda, perlu
menyadari hal ini secara serius. Penulis KESIMPULAN
mengapresiasi beberapa universitas Dari paparan di atas, terlihat
yang sudah menerapkan kemampuan bahwa budaya literasi di kalangan
bahasa Inggris sebagai syarat kelulusan. mahasiswa merupakan kegiatan yang
Misalnya, pada 1996, Rektor Universitas perlu terus dioptimalisasi di perguruan
Lampung (Unila) mengharuskan tinggi. Sebagai mana halnya akademi
mahasiswanya mencapai nilai TOEFL dalam sejarah tiap peradaban besar,
minimal 450 untuk bisa diwisuda. perguruan tinggi sejatinya dapat menjadi
Kebijakan serupa juga diberlakukan oleh dapur akademik sekaligus produsen
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) karya yang secara signifikan mengasah
Prof. Drs.Haris Mudjiman PhD, yang kompetensi anak bangsa, agar memiliki
mewajibkan semua mahasiswa UNS kecakapan khusus, membangun iklim
mengikuti kuliah ekstra bahasa Inggris yang lebih produktif, berperadaban,
(Suroso, 45:2007). Saat ini, kurikulum serta bermartabat. Selain itu, dengan
bahasa Inggris memang sudah menjadi meningkatnya budaya literasi,
mata kuliah wajib di universitas. Namun, mahasiswa dapat sekaligus berperan
alangkah lebih baik jika mata kuliah aktif dalam menyemai budaya membaca
bahasa Inggris diberlakukan secara dan menulis di lingkungan sekitar.
berjenjang dan kontinu di tiap semester, Pada akhirnya, globalisasi mau
sehingga universitas dapat mencetak tak mau harus diterima dengan segala
lulusan yang bisa menjadi opinion leader konsekuensinya. Tugas para intelektual
di tataran global. muda saat ini adalah menjawab tantangan
Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersebut. Bagaimanapun, kepribadian
tersendiri bagi pihak universitas, kuat seorang mahasiswa terbentuk
terutama skill dan jumlah tenaga karena realitas yang mendukung mereka
pengajar yang mendukung. Selain itu, untuk melakukan transformasi sosial:
pendapat pro-kontra terhadap hegemoni tantangan dan tuntutan. Ketika eksistensi
bahasa Inggris yang diasumsikan dapat bangsa ini semakin rapuh, maka seorang
menggerus bahasa nasional juga intelektual muda berkewajiban untuk
menjadi PR tersendiri. Namun, terlepas melakukan satu pembaruan. Sederet
dari itu, hemat penulis, jika bahasa daftar panjang permasalahan negeri ini
Inggris digunakan secara proporsional, membutuhkan sentuhan para intelektual
seperti menyimak, membaca, menulis, muda yang kritis dengan sikap yang bisa
berbicara, dan menerjemahkan maka dipertanggungjawabkan.
Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora 77

Persaingan dalam bidang ilmu


pengetahuan dan teknologi merupakan
kesempatan yang besar bagi para
intelektual muda untuk mengembangkan
kompetensi dan potensi diri.
Bagaimanapun juga, kekuatan pemuda
terletak pada kemampuan berpikirnya
yang idealis, segar, dan tidak tumpul.
Item seperti itulah yang semestinya terus
diasah dengan cara aktif dalam kegiatan-
kegiatan ilmiah, bukan kegiatan yang
membuat posisi pemuda terhimpit dalam
arus pragmatisme dan konsumtivisme.
Menggiatkan budaya literasi dengan
cara aktif membaca, menulis, menjadi
opinion leader, menggiatkan penelitian,
dan menguasai bahasa Inggris adalah
cara yang tepat untuk mengasah daya
kritis, membumikan wacana, dan
mengatasi permasalahan, baik di dalam
negeri maupun di tingkat global.
78 Volume 1, Desember 2010

DAFTAR ACUAN

Ardiansyah, Berly. 2000. ”Pemuda dalam Fenomena Gerakan Reformasi’98 di Indonesia”


dalam Mencari Kembali Pemuda Indonesia Penuturan Para Aktifis dari Berbagai
Generasi. Jakarta: CYFIS Press
Azra, Azyumardi. 1998. Essei-essei intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu
Crystal, David. 2007. English as Global Language. Cambridge: Cambridge University
Press
Damanhuri, Didin S. 1985. Menerobos Krisis renungan Masalah Kemahasiswaan,
Intelektual, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Inti Sarana Aksara Imam.
Rijalul. 2008. Menyiapkan Momentum Refleksi Paradigmatis Pemikiran Gerakan Pemuda
untuk Membangun Bangsa.Bandung: Muda Cendekia
Suroso. 2007. Panduan Menulis Artikel dan Jurnal. Yogyakarta: Penerbit Elmatera
Publishing.
Zarkasyi, Fahmy Hamid. 2009. Bayt-ul-Hikmah Akademi Pertama dalam Islam. Islamia,
Islamia, Vol.V No. 1, hlm 90-99
Anonim. ”Indonesia Hanya Terbitkan 8000 buku”. http://nasional.kompas.com (18
September 2010)
Susiani, Maya.“Menyemai Budaya Literasi”. http://www.rumahdunia.net (16 September
2010)

You might also like