Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
This study aims to find out levels of flavonoid mimosa (Mimosa pudica L.) root extracts and their
antipyretic effect on mice (Mus muscullus L.). This type of research is experimental with a completely
randomized design (RAL) method. A total of 20 male mice weighing 29-36 grams were divided into 5
treatment groups namely KN (Na-CMC), KP (paracetamol), P1 (mimosa root extract 400 mg/kg BB), P2
(mimosa root extract 500 mg/kg BB), P3 (mimosa root extract 600 mg/kg BB). Levels of flavonoid
compounds were measured using a spectrophotometer UV-Vis at a wavelength of 435 nm. Hyperpyrexia
mice were obtained by inducing mice with 10% peptone. When it reaches above the normal temperature
(35,5°C-37,0°C), it is given treatment according to the group and its effect is measured at 30, 60 and 90
minutes. The data was analyzed using ANOVA with α=0.05 and advanced tests of LSD. The results
showed that the levels of flavonoid compounds in mimosa root extract were 0,3%. The results showed
that P3 was more effective and faster in lowering the body temperature of mice, compared KN, P1 and
P2. Seen at the 90th minute the body temperature of the P3 (36,12°C) mice is closer to KP (36,05°C). The
results can be concluded that mimosa root extract has antipyretic activity.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu
(Mimosa pudica L.) dan efek antipiretik ekstrak akar putri malu (Mimosa pudica L.) pada mencit (Mus
muscullus L.) hiperpireksia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 20 ekor mencit jantan berat 29-36 gram dibagi dalam 5
kelompok perlakuan yaitu KN (Na-CMC), KP (parasetamol), P1 (ekstrak akar putri malu 400 mg/kg BB),
P2 (ekstrak akar putri malu 500 mg/kg BB) dan P3 (ekstrak akar putri malu 600 mg/kg BB). Kadar
senyawa flavonoid diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 435 nm.
Mencit hiperpireksia diperoleh dengan cara menginduksi mencit dengan pepton 10%, ketika mencapai di
atas suhu normal (35,5°C-37,0°C), maka diberikan perlakuan sesuai kelompok dan diukur pengaruhnya
pada menit ke 30, 60 dan 90. Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan α=0,05 dan uji lanjut LSD.
Hasil penelitian menunjukkan kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu sebesar 0,3 %. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akar putri malu memiliki efek antipiretik pada mencit. Kelompok
P3 lebih efektif dan lebih cepat menurunkan suhu tubuh mencit, dibandingkan dengan KN, P1 dan P2.
Dilihat pada menit ke90 suhu tubuh mencit P3 (36,12°C) lebih mendekati KP (36,05°C). Hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa ekstrak akar putri malu memiliki aktivitas antipiretik.
menggunakan oven pada suhu 60°C. dimasukkan dalam kuvet untuk diukur
b). Pembuatan Ekstrak Akar Putri Malu absorbansinya menggunakan
Pembuatan ekstrak akar putri spektrofotometer UV-Vis pada panjang
malu dilakukan dengan memasukkan gelombang 345 nm.
serbuk akar putri malu sebanyak 500 b). Pengukuran Kadar Senyawa Flavonoid
gram ke dalam wadah maserasi, Ekstrak Akar Putri Malu (Mimosa
tahapan. Larutan kuersetin 200 ppm dan Natrium Asetat 1 M dan 2,8 mL
diencerkan dalam etanol 96% hingga aquadest. Kemudian sampel diinkubasi
diperoleh kosentrasi 20, 40, 60, 80 dan selama 1 jam pada suhu kamar.
etanol 96% 0,1 mL A1C13, 0,1 mL dalam tiga replikasi untuk analisis dan
a. Hasil Pengukuran Kadar Senyawa Flavonoid Ekstrak Akar Putri Malu (Mimosa pudica L.)
Kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu (Mimosa pudica L.) memiliki hasil
yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar senyawa flavonoid dari daun putri malu.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu (Mimosa pudica L.)
Rata-
Abs Rata Abs Berat Kadar Total
Sampel Ulangan Kadar Kadar Sampel Flavonoid Flavonoid
Flavonoid Flavonoid (gr) (mg/gr) (%)
(µg/mL)
Akar putri 1 0,4
malu 2 0,407 0,403 0,4 3,5 0,3
3 0,404
Keterangan : Abs = Absorbansi
X = Konsentrasi
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dalam 400 mg ekstrak etanol akar putri
malu memiliki kadar senyawa flavonoid sebesar 0,3%. Dari hasil tersebut, kadar senyawa
flavonoid lebih rendah dibandingkan dengan kadar senyawa flavonoid pada daun. Das et al.
(2014) menyatakan bahwa kadar flavonoid daun putri malu yang dikeringkan pada suhu
kamar sebesar 0,6%. Rendahnya kadar flavonoid pada akar dalam penelitian ini dipengaruhi
oleh jenis sampel. Menurut Saboonchian et al. (2014) hal ini terjadi karena proses
fotosintesis pada daun. Menurut Ghulamahdi et al. (2008) senyawa golongan flavonoid dapat
mengalami peningkatan karena pengaruh cahaya. Cahaya dalam proses fotosintesis akan
menghasilkan glukosa-6-fosfat sebagai prekursor pembentukan asetil CoA yang selanjutnya
menghasilkan senyawa flavonoid.
Selain itu, proses pengeringan juga mempengaruhi kadar flavonoid pada akar.
Flavonoid memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap panas sehingga akan
mempengaruhi kadar flavonoid yang terkandung di dalam akar putri malu. Kandungan
senyawa akan menurun seiring dengan peningkatan dan tinggi suhu yang digunakan karena
akan terjadi dekomposisi fenol yang berpengaruh pada kandungan flavonoid (Yuliantari et
al., 2017). Pengeringan menggunakan oven dapat mendegradasi fitokimia tanaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Syafarina et al. (2017) memiliki hasil yang sama yaitu ekstrak
daun binjai dengan pengeringan alami memiliki kandungan flavonoid yang lebih tinggi yaitu
32,63 mg/QE dibandingkan dengan ekstrak daun binjai dengan pengeringan menggunakan
oven yaitu 24,58 mg/QE. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Priamsari et al. (2016) bahwa kadar flavonoid total ekstrak etanolik daun sambung nyawa
dengan metode angin-angin lebih tinggi yaitu 2,15 ± 0,03% b/b dibandingkan dengan metode
oven yaitu 1,87 ± 0,01% b/b. Menurut Marbun et al. (2020) bahwa suhu pengeringan juga
berpengaruh nyata terhadap total flavonoid. Penelitian yang dilakukan oleh Susiani et al.
(2017) menggunakan ekstrak etanol daun kumis kucing memiliki kadar flavonoid tertinggi
pada suhu pengeringan 30°C yaitu 37,25 µg QE/mg dibandingkan pada suhu pengeringan
50°C dan 70°C yaitu 33,30 µg QE/mg ekstrak dan 31,15 µg QE/mg.
b. Rerata Penurunan Suhu Tubuh Mencit
Rerata suhu tubuh mencit pada semua kelompok perlakuan menunjukkan perubahan
suhu yang berbeda-beda. Hasil pengukuran rerata suhu tubuh mencit pada semua kelompok
perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata yang siginifikan
(α = 0,05)
KN : Kontrol negatif (Na-CMC)
37 KN
36.5 KP
36 P1
35.5
P2
35
P3
34.5
34
Rerata Suhu Rerata Rerata Suhu Rerata Suhu Rerata Suhu
Tubuh Awal Hiperpireksia Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90
mg/kg BB dan kelompok P2 dengan dosis buah nanas (Ananas comusus) sebagai
500 mg/kg BB mengalami penurunan suhu bahan uji melebihi efek antipiretik
tubuh mencit yang optimal. Penurunan suhu parasetamol. Hal ini dimungkinkan karena
tubuh mencit pada dosis 600 mg/kg BB zat antipiretik dalam parasetamol lebih
yang paling mendekati penurunan suhu tinggi dibandingkan dengan pada kelompok
tubuh mencit pada kontrol positif uji (Ermawati, 2010).
positif yaitu 36,05°C. Penurunan suhu tubuh tubuh mencit yang ditimbulkan lebih cepat
mencit pada kelompok P3 masih lebih dibandingkan dengan kelompok P1 dan P2.
rendah dibanding parasetamol. Penelitian Perlakuan ekstrak akar putri malu mampu
yang dilakukan oleh Maftuhah (2005) menurunkan suhu tubuh pada mencit
memperoleh hasil yang sama bahwa efek karena mengandung senyawa golongan
antipiretik ekstrak buah pare masih lebih flavonoid. Senyawa flavonoid dapat