You are on page 1of 12

Levels Of Flavonoid Compounds and Antipyretic Tests Of

Mimosa Root Extract (Mimosa Pudica L.) On Hyperpyrexia


Mouse (Mus Muscullus L.)

Fitriyani1, Muzuni2*, Wa Ode Harlis3


1Mahasiswa Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. sanvia.raha@gmail.com
2Program Studi Bioteknologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. muzuni_fmipa@uho.ac.id
3Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. waodeharlis@gmail.com
Jl. H.E.A. Mokodompit Kampus Hijau Bumi Tridharma, Anduonohu, Kendari 93231

ABSTRACT
This study aims to find out levels of flavonoid mimosa (Mimosa pudica L.) root extracts and their
antipyretic effect on mice (Mus muscullus L.). This type of research is experimental with a completely
randomized design (RAL) method. A total of 20 male mice weighing 29-36 grams were divided into 5
treatment groups namely KN (Na-CMC), KP (paracetamol), P1 (mimosa root extract 400 mg/kg BB), P2
(mimosa root extract 500 mg/kg BB), P3 (mimosa root extract 600 mg/kg BB). Levels of flavonoid
compounds were measured using a spectrophotometer UV-Vis at a wavelength of 435 nm. Hyperpyrexia
mice were obtained by inducing mice with 10% peptone. When it reaches above the normal temperature
(35,5°C-37,0°C), it is given treatment according to the group and its effect is measured at 30, 60 and 90
minutes. The data was analyzed using ANOVA with α=0.05 and advanced tests of LSD. The results
showed that the levels of flavonoid compounds in mimosa root extract were 0,3%. The results showed
that P3 was more effective and faster in lowering the body temperature of mice, compared KN, P1 and
P2. Seen at the 90th minute the body temperature of the P3 (36,12°C) mice is closer to KP (36,05°C). The
results can be concluded that mimosa root extract has antipyretic activity.

Keywords : Flavonoid, Antipyretic, Mimosa, Mice, Hyperpireksia.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu
(Mimosa pudica L.) dan efek antipiretik ekstrak akar putri malu (Mimosa pudica L.) pada mencit (Mus
muscullus L.) hiperpireksia. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 20 ekor mencit jantan berat 29-36 gram dibagi dalam 5
kelompok perlakuan yaitu KN (Na-CMC), KP (parasetamol), P1 (ekstrak akar putri malu 400 mg/kg BB),
P2 (ekstrak akar putri malu 500 mg/kg BB) dan P3 (ekstrak akar putri malu 600 mg/kg BB). Kadar
senyawa flavonoid diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 435 nm.
Mencit hiperpireksia diperoleh dengan cara menginduksi mencit dengan pepton 10%, ketika mencapai di
atas suhu normal (35,5°C-37,0°C), maka diberikan perlakuan sesuai kelompok dan diukur pengaruhnya
pada menit ke 30, 60 dan 90. Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan α=0,05 dan uji lanjut LSD.
Hasil penelitian menunjukkan kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu sebesar 0,3 %. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akar putri malu memiliki efek antipiretik pada mencit. Kelompok
P3 lebih efektif dan lebih cepat menurunkan suhu tubuh mencit, dibandingkan dengan KN, P1 dan P2.
Dilihat pada menit ke90 suhu tubuh mencit P3 (36,12°C) lebih mendekati KP (36,05°C). Hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa ekstrak akar putri malu memiliki aktivitas antipiretik.

Kata Kunci : Flavonoid, Antipiretik, Putri Malu, Mencit, Hiperpireksia

PENDAHULUAN Putri malu (Mimosa pudica L.)

mengandung senyawa mimosin, tanin,


Putri malu (Mimosa pudica Linn.)
flavonoid, terpenoid dan sterol (Hidayah,
merupakan salah satu jenis tumbuhan liar
2019). Dalam penelitian yang dilakukan
yang banyak ditemukan di daerah lembap
oleh Jannah et al. (2018) kandungan
dan tropis. Tumbuhan ini termasuk dalam
flavonoid pada putri malu dengan
genus Mimosaideae dan sudah banyak
menggunakan pelarut air adalah sebesar
diteliti baik di dalam maupun luar negeri
0,08%. Menurut Novadyanti (2015) bahwa
serta sudah lama dipakai dalam
flavonoid sebagai senyawa bahan alam
pengobatan (Parnanto et al., 2013).
yang dihasilkan tanaman memiliki
Penggunaan putri malu sebagai obat
bioaktivitas yaitu efek antipiretik. Flavonoid
telah dilakukan oleh masyarakat Palembang
akan menempel di sel imun dan akan
yakni sebagai obat penurun panas,
memberikan suatu sinyal intraseluler atau
menghilangkan penyakit insomnia, batuk
rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel
berdahak, asam urat, rematik dan bronkitis
imun lebih baik. Senyawa ini akan
kronis (Kartika, 2017). Di Filipina, akarnya
menghambat prostaglandin yang
dipakai sebagai diuretik yaitu dengan cara
mengakibatkan penurunan suhu tubuh
direbus dan diminum untuk memperlancar
ketika demam (Putra et al., 2015).
pengeluaran air seni(Mehingko et al., 2010).
Piretik (demam) adalah respon alami METODE PENELITIAN
tubuh yang disebabkan oleh adanya
A. Waktu dan Tempat
cedera, racun, vaksin, penyakit endokrin
Penelitian ini dilaksanakan pada
serta alergi. Suhu tubuh normal hewan uji
bulan Februari sampai Maret 2022, di
yaitu antara 35,50C–37,00C, hewan uji
Kandang mencit dan Laboratorium
dikatakan demam apabila mengalami
Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu
peningkatan suhu tubuh sebesar atau lebih
Pengetahuan Alam, Universitas Halu
dari 0,60C dari suhu normal. Untuk
Oleo, Kendari.
mengurangi dampak negatif ini maka
B. Alat dan Bahan
demam perlu diobati dengan antipiretik
Alat yang digunakan dalam
(Fadhil et al., 2017).
penelitian ini adalah timbangan analitik,
Pengobatan piretik saat ini masih
hotplate, spektrofotometer UV-vis,
didominasi oleh obat-obatan sintesis karena
rotavator, bejana maserasi, gelas kimia,
obat tersebut mampu menyembuhkan
pipet tetes, labu ukur, spoit, corong dan
berbagai jenis gangguan penyakit dengan
termometer digital. Bahan yang
cepat. Akan tetapi, obat-obat tersebut
digunakan dalam penelitian ini adalah
menimbulkan efek samping seperti
mencit (Mus muscullus L.) dan akar putri
gangguan saluran pencernaan. Hal ini
malu (Mimosa pudica L.).
mendorong masyarakat untuk mencari
D. Prosedur Kerja
alternatif lain yang lebih aman dengan cara
1. Tahap Persiapan
memanfaatkan berbagai jenis tanaman obat
a). Koleksi Akar Putri Malu
untuk pencegahan dan menyembuhkan
Akar putri malu yang digunakan
suatu penyakit (Anggraeny &
dalam penelitian ini diperoleh dari
Pramitaningastuti, 2016). Tujuan penelitian
perkebunan Fakultas Pertanian,
ini adalah (1) untuk mengetahui kadar
Universitas Halu Oleo. Akar putri malu
senyawa flavonoid pada 400 mg ekstrak
dipisahkan dari batangnya lalu
akar putri malu dan (2) mengetahui efek
dibersihkan dengan cara dicuci dengan
antipiretik ekstrak akar putri malu pada
air mengalir. Kemudian sampel
mencit hiperpireksia.
dipotong kecil-kecil dan dikeringkan larutan standar kuersetin dan

menggunakan oven pada suhu 60°C. dimasukkan dalam kuvet untuk diukur
b). Pembuatan Ekstrak Akar Putri Malu absorbansinya menggunakan
Pembuatan ekstrak akar putri spektrofotometer UV-Vis pada panjang
malu dilakukan dengan memasukkan gelombang 345 nm.
serbuk akar putri malu sebanyak 500 b). Pengukuran Kadar Senyawa Flavonoid
gram ke dalam wadah maserasi, Ekstrak Akar Putri Malu (Mimosa

kemudian dibasahi dengan pelarut pudica L.)


etanol 96%. Proses maserasi dilakukan Penetapan kadar flavonoid pada
selama 2 × 24 jam. Selanjutnya sampel sampel ekstrak akar putri malu
disaring untuk memisahkan ampas dan ditimbang sebanyak 400 mg ekstrak,
filtratnya, lalu dirotavator. kemudian dicampurkan dengan etanol
2. Penentuan Kadar Senyawa Flavonoid 10 ml. kemudian dari hasil
a). Pembuatan Kurva Standar pengenceran ekstrak dipipet sebanyak
Pembuatan larutan standar 1 mL dimasukkan dalam tabung reaksi.
kuarsetin menurut Chang (2002) Sampel kemudian ditambahkan dengan
dengan menggunakan beberapa 1,5 mL etanol 96%, 0,1 mL AlCl3 10%

tahapan. Larutan kuersetin 200 ppm dan Natrium Asetat 1 M dan 2,8 mL
diencerkan dalam etanol 96% hingga aquadest. Kemudian sampel diinkubasi
diperoleh kosentrasi 20, 40, 60, 80 dan selama 1 jam pada suhu kamar.

100 ppm. Sebanyak 0,5 mL dari Larutan diukur absorbansinya

masing-masing konsentrasi larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis


standar kuersetin ditambahkan 1,5 mL pada panjang 345 nm. Sampel dibuat

etanol 96% 0,1 mL A1C13, 0,1 mL dalam tiga replikasi untuk analisis dan

natrium asetat 1 M dan 2,8 mL di peroleh nilai rata-rata absorbansinya.

aquadest, larutan dikocok hingga Kadar flavonoid diperoleh berdasarkan

homogen. Campuran larutan diinkubasi kurva standar kuersetin (Musdalifa,

pada suhu ruang selama 30 menit. 2018).

Selanjutnya diambil masing-masing


3. Pembuatan Na-CMC 1% 5. Perlakuan

Pembuatan sediaan larutan Na- Hewan uji yaitu mencit masing-


CMC (Natrium-Carboxymethyl Cellulose) masing diukur suhu rektal awalnya
1% dibuat dengan menimbang serbuk menggunakan termometer digital,

Na-CMC sebanyak 1 gram, setelah itu kemudian mencit diinduksi pepton 10 %


memanaskan aquades sebanyak 50 mL secara oral sebanyak 1 mL/ekor. Setelah
dan menaburkan Na-CMC pada aquades 30 menit suhu rektal mencit kemudian

panas tersebut. Na-CMC dibiarkan diukur kembali. Kelompok 1 sebagai


selama kurang lebih 30 menit sampai kontrol negatif diberi larutan Na-CMC 1%
diperoleh massa transparan, selanjutnya per oral. Kelompok 2 sebagai kontrol
diaduk lalu diencerkan dengan akuades positif diberi parasetamol per oral
hingga 100 mL. dengan dosis 500 mg/kg yang dilarutkan
4. Pembuatan Larutan Parasetamol sebagai dalam 1 mL Na-CMC 1%. Kelompok 3-5
Kontrol Positif diberi ekstrak akar putri malu (Mimosa
Sebanyak 1 tablet parasetamol 500 pudica L.) secara oral sesuai dengan
mg dimasukkan ke dalam mortal lalu tingkatan dosis yaitu 400 mg/kg BB, 500
digerus hingga halus. Parasetamol yang mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang

telah halus kemudian ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL Na-CMC 1%.


disuspensikan ke dalam larutan Na-CMC Setelah diberi perlakuan, suhu rektal
1 % 1 mL (Ibrahim et al., 2014). mencit (Mus muscullus L.) kemudian

Penentuan dosis parasetamol : diukur kembali masing-masing pada

 Dosis Hewan (DH) menit ke 30, 60 dan 90.


DO x FK x 7. Analisis Data

Keterangan: Data yang diperoleh dari

DH : Dosis hewan (mg) absorbansi larutan standar selanjutnya


DO : Dosis obat (mg) dibuat kurva kalibrasi pada program
FK: Faktor konversi untuk mencit (0,0026 Microsoft Excel dari hasil absorbansi
mg)
masing-masing larutan standar dan
BB : Berat badan (gr)
diperoleh persamaan regresi linear y =
ax + b, dimana y adalah absorbansi dan signifikan (α) = 0,05 atau dengan tingkat

x adalah konsentrasi senyawa. kepercayaan 95%. Pengujian ANOVA


Konsentrasi senyawa yang diperoleh digunakan sebagai dasar pengambilan
digunakan untuk menghitung total keputusan dari suatu hipotesis. Jika ada

kadar flavonoid. Total kadar flavonoid perbedaan yang signifikan maka


dinyatakan dalam persen (%) atau per dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tests (uji
100 gram. Pada data penurunan suhu lanjut) untuk melihat perlakuan mana

yang diperoleh dari pengamatan yang memberi efek berbeda.


selanjutnya diolah menggunakan 8. Penyajian Data
program aplikasi SPSS (Statistical Data yang diperoleh bersifat
Product Services Solution) versi 26.0. kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel
Data yang diperoleh diuji secara statistik dan grafik.
one way ANOVA dengan tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil Pengukuran Kadar Senyawa Flavonoid Ekstrak Akar Putri Malu (Mimosa pudica L.)
Kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu (Mimosa pudica L.) memiliki hasil

yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar senyawa flavonoid dari daun putri malu.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Kadar senyawa flavonoid ekstrak akar putri malu (Mimosa pudica L.)

Rata-
Abs Rata Abs Berat Kadar Total
Sampel Ulangan Kadar Kadar Sampel Flavonoid Flavonoid
Flavonoid Flavonoid (gr) (mg/gr) (%)
(µg/mL)
Akar putri 1 0,4
malu 2 0,407 0,403 0,4 3,5 0,3
3 0,404
Keterangan : Abs = Absorbansi

X = Konsentrasi
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dalam 400 mg ekstrak etanol akar putri

malu memiliki kadar senyawa flavonoid sebesar 0,3%. Dari hasil tersebut, kadar senyawa
flavonoid lebih rendah dibandingkan dengan kadar senyawa flavonoid pada daun. Das et al.
(2014) menyatakan bahwa kadar flavonoid daun putri malu yang dikeringkan pada suhu

kamar sebesar 0,6%. Rendahnya kadar flavonoid pada akar dalam penelitian ini dipengaruhi
oleh jenis sampel. Menurut Saboonchian et al. (2014) hal ini terjadi karena proses
fotosintesis pada daun. Menurut Ghulamahdi et al. (2008) senyawa golongan flavonoid dapat

mengalami peningkatan karena pengaruh cahaya. Cahaya dalam proses fotosintesis akan
menghasilkan glukosa-6-fosfat sebagai prekursor pembentukan asetil CoA yang selanjutnya
menghasilkan senyawa flavonoid.
Selain itu, proses pengeringan juga mempengaruhi kadar flavonoid pada akar.
Flavonoid memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap panas sehingga akan
mempengaruhi kadar flavonoid yang terkandung di dalam akar putri malu. Kandungan
senyawa akan menurun seiring dengan peningkatan dan tinggi suhu yang digunakan karena
akan terjadi dekomposisi fenol yang berpengaruh pada kandungan flavonoid (Yuliantari et
al., 2017). Pengeringan menggunakan oven dapat mendegradasi fitokimia tanaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Syafarina et al. (2017) memiliki hasil yang sama yaitu ekstrak

daun binjai dengan pengeringan alami memiliki kandungan flavonoid yang lebih tinggi yaitu
32,63 mg/QE dibandingkan dengan ekstrak daun binjai dengan pengeringan menggunakan
oven yaitu 24,58 mg/QE. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Priamsari et al. (2016) bahwa kadar flavonoid total ekstrak etanolik daun sambung nyawa

dengan metode angin-angin lebih tinggi yaitu 2,15 ± 0,03% b/b dibandingkan dengan metode
oven yaitu 1,87 ± 0,01% b/b. Menurut Marbun et al. (2020) bahwa suhu pengeringan juga

berpengaruh nyata terhadap total flavonoid. Penelitian yang dilakukan oleh Susiani et al.

(2017) menggunakan ekstrak etanol daun kumis kucing memiliki kadar flavonoid tertinggi
pada suhu pengeringan 30°C yaitu 37,25 µg QE/mg dibandingkan pada suhu pengeringan

50°C dan 70°C yaitu 33,30 µg QE/mg ekstrak dan 31,15 µg QE/mg.
b. Rerata Penurunan Suhu Tubuh Mencit

Rerata suhu tubuh mencit pada semua kelompok perlakuan menunjukkan perubahan
suhu yang berbeda-beda. Hasil pengukuran rerata suhu tubuh mencit pada semua kelompok
perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata Suhu Tubuh Mencit


Rerata Suhu Rerata Rerata Suhu Rerata Suhu Rerata Suhu
Kelompok
Tubuh Awal Hiperpireksia Menit ke-30 ± Menit ke-60 Menit ke-90 ±
Perlakuan
± SD ± SD SD ± SD SD

KN 36,05±0,23a 38,05±0,12a 38,27±0,09a 38,4±0,08a 38,65±0,20a

KP 35,92±0,28a 37,57±0,92a 36,72±0,18b 36,4±0,21b 36,05±0,25b

P1 36,05±0,47a 38,05±0,37a 37,75±0,36c 37,47±0,48c 37,15±0,50c

P2 36,02±0,55a 38,02±0,49a 37,6±0,45c 37,17±0,47c 36,57±0,45b

P3 35,77±0,35a 37,97±0,15a 37,32±0,12c 36,65±0,20b 36,12±0,33b

Keterangan :
Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata yang siginifikan
(α = 0,05)
KN : Kontrol negatif (Na-CMC)

KP : Kontrol positif (parasetamol dosis 500 mg/kg)


P1 : Perlakuan 1 (ekstrak akar putri malu dosis 400 mg/kg BB)

P2 : Perlakuan 2 (ekstrak akar putri malu dosis 500 mg/kg BB)

P3 : Perlakuan 3 (ekstrak akar putri malu dosis 600 mg/kg BB)


Berdasarkan Tabel 2 terlihat adanya perbedaan penurunan suhu tubuh mencit pada

setiap kelompok perlakuan.


39
38.5
38
37.5
Suhu Tubuh (°C)

37 KN
36.5 KP
36 P1
35.5
P2
35
P3
34.5
34
Rerata Suhu Rerata Rerata Suhu Rerata Suhu Rerata Suhu
Tubuh Awal Hiperpireksia Menit ke-30 Menit ke-60 Menit ke-90

Gambar 1. Perbandingan rata-rata suhu tubuh mencit antar kelompok perlakuan

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat Sedangkan penelitian yang dilakukan Sari


bahwa kelompok P3 dengan dosis 600 (2005) dimana efek antipiretik air perasan

mg/kg BB dan kelompok P2 dengan dosis buah nanas (Ananas comusus) sebagai
500 mg/kg BB mengalami penurunan suhu bahan uji melebihi efek antipiretik
tubuh mencit yang optimal. Penurunan suhu parasetamol. Hal ini dimungkinkan karena

tubuh mencit pada dosis 600 mg/kg BB zat antipiretik dalam parasetamol lebih
yang paling mendekati penurunan suhu tinggi dibandingkan dengan pada kelompok
tubuh mencit pada kontrol positif uji (Ermawati, 2010).

(parasetamol), dapat dilihat dari rata-rata Kelompok P3 merupakan kelompok


pengukuran suhu tubuh mencit pada menit dosis yang paling maksimal dalam
ke-90 yaitu 36,12°C mendekati kontrol penelitian ini, sehingga penurunan suhu

positif yaitu 36,05°C. Penurunan suhu tubuh tubuh mencit yang ditimbulkan lebih cepat

mencit pada kelompok P3 masih lebih dibandingkan dengan kelompok P1 dan P2.
rendah dibanding parasetamol. Penelitian Perlakuan ekstrak akar putri malu mampu

yang dilakukan oleh Maftuhah (2005) menurunkan suhu tubuh pada mencit

memperoleh hasil yang sama bahwa efek karena mengandung senyawa golongan
antipiretik ekstrak buah pare masih lebih flavonoid. Senyawa flavonoid dapat

rendah jika dibandingkan parasetamol. menghambat enzim siklooksigenase


terutama siklooksigenase-2 (COX-2) yang SIMPULAN
dapat memberikan pengaruh lebih luas oleh Simpulan pada penelitian ini adalah
karena mekanisme penghambatan enzim sebagai berikut :
siklooksige merupakan langkah awal untuk 1. Hasil pengukuran kadar senyawa
menuju jalur hormon eikosanoid yang flavonoid ekstrak akar putri malu
merupakan zat aktif biologik yang bersasal (Mimosa pudica L.) sebesar 0,3%.
dari asam arakhidonat seperti tromboksan 2. Suhu tubuh mencit pada semua
dan prostaglandin (Indah, 2004). kelompok perlakuan ekstrak mengalami
Mekanisme penghambatan pada penurunan seiring dengan peningkatan
prostaglandin akan menurunkan titik dosis. Hasil penelitian menunjukkan
thermostat tubuh di hipotalamus sehingga bahwa dosis 600 mg/kg BB
demam menjadi turun (Rakayudha, 2010). menghasilkan efek yang relatif sama
Beberapa penelitian telah dengan kontrol positif (parasetamol).
membuktikan bahwa ekstrak tanaman yang Dosis 600 mg/kg BB yang paling optimal
mengandung senyawa flavonoid memiliki dalam menurunkan suhu tubuh mencit,
aktivitas antipiretik (Belangoy dan Mariano, karena rata-rata pengukuran suhu tubuh
2016). Ekstrak tanaman yang mengandung mencit pada menit ke-90 untuk dosis 600
derivat flavonoid seperti pinocembrin, mg/kg BB yaitu 36,12°C mendekati
kaempferol dan kuarsetin memiliki efek kontrol positif yaitu 36,05°C.
antipiretik dengan menghambat mediator DAFTAR PUSTAKA
sitokin pirogenik (Abbasi, et al., 2018). Efek Anggraeny, E.N., & Pramitaningastuti, A.S.
antipiretik tersebut dikuatkan dengan (2016). Studi Uji Daya Antiinflamasi dan
adanya temuan bahwa derivat flavonoid Antipiretik Ekstrak Etanol Daun

dilaporkan mampu menghambat aktivitas Lengkeng (Dimocarpus Longan Lour)


pada Tikus Putih Jantan (Rattus
dari COX-2 (Cyclooxygenase-2) sehingga
Norvegicus) Galurwistar. Jurnal Ilmiah
dari prostaglandin juga terhambat (You, et
Farmasi, 12(2): 44–51.
al., 1999).
Das, K., Yasin, M., Mahbub, N.U., Islam, S.,
& Mahbuba, N. (2014). Evaluation of
Antioxidant and Cytotoxic Activity of
Methanolic Extract of Mimosa Pudica Penghambat Melanosis pada Udang
Leaves. The Pharma Innovation Selama Penyimpanan Dingin. Jurnal
Journal, 3(4): 34. Kelautan Dan Perikanan, 13(2): 134.
Ermawati, E.F. (2010). Efek Antipiretik Kartika, T. (2017). Potensi Tumbuhan Liar
Ekstrak Daun Pare (Momordica Berkhasiat Obat Di Sekitar Pekarangan
Charantica L.) pada Tikus Putih Jantan. Kelurahan Silaberanti Kecamatan
Universitas Sebelas Maret. Silaberanti. Jurnal Saimantika, 14(2):
Fadhil, M., Desnita, E., & Elianora, D. 95.
(2017). Uji Efektifitas Ekstrak Biji Linandarwati, C.D. (2010). Uji Efek
Mahoni (Swietenia Mahagoni (L.) Jacq) Antipiretik Ekstrak Etanol Daun Jinten
sebagai Antipiretik pada Tikus Wistar (Colleus amboinicus Lour). Skripsi.
(Rattus Norvegicus). Jurnal B-Dent, Fakultas Farmasi. Universitas
4(2): 141–149. Muhammadiyah Surakarta.
Fitmawati, & Juliantari, E. (2017). Tanaman Mehingko, L., Awaloei, H., & Wowor, M.P.
Obat Dari Semak Menjadi Obat. UR (2010). Uji Efek Antimikroba Ekstrak
Press. Daun Putri Malu (Mimosa pudica
Hidayah, F.A. (2019). Uji Efektivitas Diuretik Duchaas & Walp) Secara In Vitro.
Kombinasi Ekstrak Herba Putri Malu Jurnal Biomedik, 2(1): 45.
(Mimosa pudica Linn.) dan Daun Kelor Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan
(Moringa oleifera Lamk.) pada Hewan Senyawa dan Identifikasi Senyawa
Uji Mencit. Karya Tulis Ilmiah. Stikes Aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2): 362.
Bhakti Husada Mulia Madiun. Parnanto, N.H.R., Utami, R., & Sutanto, A.
Ibrahim, N., Yusriadi, & Ihwan. (2014). Uji (2013). Pengaruh Kemampuan
Efek Antipiretik Kombinasi Ekstrak Antioksidan dan Antibakteri pada
Etanol Herba Sambiloto (Andrographis Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa
paniculata Burm.F. Nees.) dan Ekstrak pudica) terhadap Kualitas Fillet Ikan
Etanol Daun Belimbing Wuluh Tongkol (Euthynnus affinis). Jurnal
(Averrhoa bilimbi L.) pada Tikus Putih Teknosains Pangan, 2(4): 76.
Jantan (Rattus Norvegicus). Online Priamsari, M.R., Susanti, M.M., & Atmaja,
Jurnal Of Natural Science, 3(3): 259. A.H. (2016). Pengaruh Metode
Jannah, N.T., Agustini, T.W., & Anggo, A.D. Pengeringan terhadap Kualitas Ekstrak
(2018). Penghambatan Ekstrak Putri dan Kadar Flavonoid Total Ekstrak
Malu (Mimosa pudica L.) sebagai Etanolik Daun Sambung Nyawa
(Gynura procumbens (Lour.) Merr.). Susiani, E.F., Guntarti, A., & Kintoko.
Journal Of Pharmacy, 5(1): 32. (2017). Pengaruh Suhu Pengeringan
Putra, M.P., Rahmah, S.B., & Kusmiati, M. terhadap Kadar Flavonoid Total Ekstrak
(2015). Perbandingan Efektifitas Etanol Daun Kumis Kucing
Antipiretik antara Ekstrak Etanol Kunyit (Orthosiphon aristatus (BL) Miq).
Putih (Curcuma zedoaria Rosc) dengan Borneo Journal Of Pharmascientech,
Parasetamol pada Tikus Model 1(2): 7.
Demam. Prosiding Pendidikan Dokter, Syafarina, M., Taufiqurrahman, I., &
2(1): 409. Edyson. (2017). Perbedaan Total
Styani, H.D., Slamet, S., & Wirasti. (2021). Flavonoid antara Tahapan Pengeringan
Aktivitas Antiinflamasi Partisi Metanol, Alami dan Buatan pada Ekstrak Daun
Etil Asetat, N-Heksan Daun Putri Malu Binjai (Mangifera caesia). Jurnal
(Mimosa pudica Linn.). Jurnal Urecol, Kedokteran Gigi, 1(1): 87.
3(2): 1.

You might also like