You are on page 1of 13

Jurnal Spasial

Nomor 6, Volume 2, 2019

PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MALANG DALAM


DUALISME SPATIAL – NON SPATIAL
Penulis : Puspa Yunita, Wulan Nurindah Sari
Sumber : Nomor 2, Volume 6, 2019
Diterbitkan Oleh : Program Studi Pendidikan Geografi, STKIP PGRI Sumatera Barat
DOI : https://doi.org/10.22202/js.v6i2.3740

Untuk Mengutip Artikel ini :


Yunita, Puspa. Wulan Nurindah Sari. 2019. Pengembangan Perumahan Dan Kawasan Permukiman
Kota Malang Dalam Dualisme Spatial – Non Spatial. Jurnal Spasial, Volume 6, Nomor 2,
2019: 50-61. https://doi.org/10.22202/js.v6i2.3740

Copyright © 2019, Jurnal Spasial


ISSN: 2540-8933 EISSN: 2541-4380

Program Studi Pendidikan Geografi


STKIP PGRI Sumatera Barat
Jurnal
Puspa Yunita Penelitian,
Terapan Nomor 2, Volume 6, 2019

Ilmu Geografi, dan


Jurnal Spasial
Pendidikan Geografi Nomor 2, Volume 6, 2019
http://ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/spasial

PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MALANG DALAM


DUALISME SPATIAL – NON SPATIAL

Puspa Yunita1, Wulan Nurindah Sari2


1Department of Architecture and Planning, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta, 55281, Indonesia, puspa.yunita90@gmail.com
2Department of Architecture and Planning, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta, 55281, Indonesia, wulan.nuri ndah@gmail.com

ARTIKEL INFO ABSTRACT

Article history: The population growth in Malang Municipality occured unevenly and it was only
Submit : 2019-11-15
concentrated in several locations. Urbanization as one of the factors that caused
Editing : 2019-11-17
Accepted : 2019-12-03 the occurrence of it. The increasing population and education sector activity had
stimulated the needs of housing and settlement areas. The provision of new
Keyword: housing both formal and self-help housing had implications in changing
Dualism agricultural land function into housing function, in its periphery. The awareness
Housing of the diversity that occured due to the dualism of spatial (center of the city and
Settlement Area
Urbanization
periphery) and non-spatial (formal and self-help housing), is expected to identify
Malang City the problems that must be faced as well as triggered the emergence of alternative
strategies for managing and developing housing and settlement areas in Malang
Municipality. Therefore, this research focused to understand the development of
housing and settlement area in Malang Municipality which is done through the
provision of formal and self-help housing in the center of the city and its periphery,
through qualitative descriptive methods using the analysis of quadrant that
divided Malang Municipality into 4 (four) areas (quadrants). So that the strategies
to manage and develop the housing and settlement areas in Malang Municipality
can be in accordance with the strategic issues and characteristics which were
formed due to the existence of spatial and non-spatial dualism.

Pertumbuhan penduduk di Kota Malang yang tinggi terjadi secara tidak merata
dan terpusat di beberapa lokasi saja. Urbanisasi sebagai salah satu faktor yang
mengakibatkan terjadinya hal tersebut. Peningkatan jumlah penduduk kota
Malang yang relatif tinggi, serta kecenderungan peningkatan kegiatan sektor
pendidikan telah memacu peningkatan jumlah perumahan dan kawasan
permukiman di Kota Malang. Penyediaan perumahan baru baik perumahan
formal maupun swadaya berimplikasi terhadap perubahan fungsi lahan
pertanian mejadi fungsi perumahan di daerah pinggiran Kota Malang. Kesadaran
akan adanya keragaman yang terjadi akibat adanya dualisme spasial (pusat kota
dan pinggiran kota) dan non-spasial (perumahan swadaya dan formal),
diharapkan dapat mengidentifikasi masalah yang harus dihadapi dan memicu
munculnya alternatif strategi penanganan dan pengembangan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang. Oleh karena itu,
penelitian ini berupaya memahami perkembangan perumahan dan kawasan
permukiman di Kota Malang yang dilaksanakan baik melalui penyediaan
perumahan formal maupun swadaya ditinjau dari struktur ruang wilayah kota
pada pusat kota dan daerah pinggirannya, melalui metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan menggunakan analisis metode kuadran yang membagi Kota
Malang menjadi 4 (empat) area (kuadran). Sehingga dapat diformulasikan
strategi penanganan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman
sesuai dengan isu strategis dan karakteristik yang terbentuk akibat adanya
dualisme spasial dan non-spasial tersebut.
©2019 Jurnal Spasial All rights reserved.

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 50


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

PENDAHULUAN
Saat ini pembangunan sudah menjadi perhatian utama pemerintah di setiap wilayah. Dalam prosesnya, kota
menjadi lokasi strategis karena memiliki daya tarik bagi penduduk dari luar kota. Menurut Adisasmita (2013), arus
urbanisasi dari daerah pedesaan ke kota menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi (Ekawati, 2015). Kota Malang
sebagai salah satu kota di Indonesia yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan kota yang sangat cepat baik
dalam pertumbuhan fisik maupun ekonomi. Hal tersebut menjadi daya tarik bagi para pendatang sebagai kaum
urban untuk mengadu nasib dalam mencari nafkah di Kota Malang yang menyebabkan semakin padatnya jumlah
penduduk. Pada tahun 2010 tercatat jumlah penduduk sebesar 820.243 jiwa dan tahun 2015 sebesar 851,298 jiwa.
Hal ini menunjukkan terjadinya kepadatan penduduk di Kota Malang karena luas Kota Malang hanya 110,06 km2 dan
berada di tengah-tengah Kabupaten Malang. Kondisi ini kemudian, berpengaruh terhadap perkembangan fisik
kawasan, dimana dengan adanya pertambahan jumlah penduduk yang pesat ini dibutuhkan fasilitas yang dapat
menunjang mereka, diantaranya adalah kebutuhan akan perumahan dan kawasan permukiman (Supriyanto, 2015)
Perumahan dan kawasan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang juga
mempunyai peran sangat strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas
generasi mendatang, serta merupakan pengejawantahan jati diri (Suprijanto, 2004). Sampai dengan saat ini
Pemerintah masih berupaya untuk memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat di Indonesia baik melalui
pembangunan perumahan formal dan swadaya untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang mengalami
peningkatan setiap tahunnya (Mangeswuri, 2016). Berdasarkan Permenpera No. 10 Tahun 2007, perumahan formal
merupakan rumah/perumahan yang dibangun oleh suatu institusi/lembaga yang berbadan hukum dan melalui suatu
proses perijinan sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara, (Kementerian Perumahan Rakyat, 2006).
Sebanyak 70% masyarakat di Indonesia masih memperoleh rumah secara swadaya (Direktorat Jenderal Penyediaan
Perumahan, 2019). Hal tersebut dipengaruhi adanya beberapa faktor yang salah satunya adalah tingginya presentase
masyarakat yang bekerja di sektor informal sehingga memiliki keterbatasan akses dalam mengakses perumahan
formal. Pembangunan perumahan merupakan kebutuhan yang paling menonjol dalam mendorong percepatan
perkembangan kawasan, baik yang dibangun sektor formal maupun secara swadaya.
Pertumbuhan penduduk di Kota Malang yang tinggi terjadi secara tidak merata, namun terpusat di beberapa
lokasi saja khusunya di Kecamatan Klojen yang merupakan pusat kota (Mahendra, 2016). Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, urbanisasi menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kepadatan
penduduk di Kota Malang (Supriyanto, 2015). Urbanisasi sendiri dipicu adanya perbedaan pertumbuhan atau
ketidakmerataan fasilitas pembangunan, khususnya antara daerah pedesaan dan perkotaan. Akibatnya, wilayah
perkotaan menjadi magnet menarik bagi kaum urban untuk mencari pekerjaan. Selain karena lebarnya kesempatan
kerja, alasan seseorang merasa ditarik ke kota adalah ketersediaan beragam fasilitas. Sebagaimana yang tercantum
pada Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Pertumbuhan penduduk Kota Malang yang tergolong cepat mengakibatkan munculnya lokasi-lokasi yang
peruntukannya tidak sesuai dengan RTRW. Kebanyakan lokasi-lokasi tersebut akhirnya diperuntukan sebagai salah
satu alat untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan (formal maupun swadaya) dan kawasan permukiman. Hal
tersebut, sebenarnya juga dapat mengakibatkan penurunan atau degradasi kualitas lingkungan hunian yang
membuat lingkungan perumahan dan kawasan permukiman menjadi tak layak huni. Keadaan lingkungan perumahan
dan kawasan permukiman di pusat kota yang dirasa mulai kurang nyaman akibat tingginya aktivitas yang dan juga
kepadatan bangunan inilah yang menyebabkan pembangunan beralih ke kawasan pinggiran kota atau peri-urban
area dan menimbulkan transformasi wilayah. Peri-urban secara umum dapat dipahami sebagai suatu wilayah
disekitar perkotaan (pinggiran kota) yang memiliki percampuran karakter antara desa dan kota (Rudiarto, 2013).
Wilayah peri urban muncul akibat perkembangan kota ke arah luar. Di sisi lain, tumbuhnya suatu perumahan dan
kawasan permukiman tentu harus diiringi dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang sesuai dengan peraturan
dan standar sehingga untuk pemenuhan kebutuhan hidup, masyarakat tidak harus bergantung ke pusat kota, hal ini
dapat membantu mengurangi kepadatan di pusat kota.
Oleh karena itu, mempertimbangkan hal di atas maka dalam pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman di Kota Malang dirasa perlu ditinjau lebih lanjut agar dapat lebih memandang persoalan secara
keseluruhan. Kesadaran akan adanya keragaman yang terjadi akibat pertemuan antara dua pasang /dualisme baik

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 51


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

secara spasial maupun non-spasial, pada akhirnya diharapkan dapat memicu munculnya alternatif strategi
penanganan dan pengembangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman untuk menuju visi Kota Malang
yang diinginkan dan ideal serta berkelanjutan sehingga hasilnya terukur dan mudah diketahui kemajuan yang dicapai
serta masalah yang harus dihadapi. Diharapkan melalui penelitian ini dapat: [a] mengidentifikasi karakteristik
perumahan dan kawasan permukiman yang penyediaannya dilakukan baik secara formal maupun swadaya di pusat
kota dan daerah pinggiran Kota Malang, [b] memberikan gambaran dalam perencanaan pembangunan dan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman dengan memperhatikan karakteristik tersebut sehingga
dapat mewujudkan lingkungan perumahan dan kawasan permukiman yang terpadu, dan [c] memformulasikan
strategi penanganan yang diperlukan untuk pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.

METODOLOGI
Metode yang digunakan berfungsi untuk mengumpulkan data dan melakukan analisa terhadap kajian yang
dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, metodologi yang digunakan termasuk dalam metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui survey lapangan dan review dokumen.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan orang secara individual maupun kelompok, sementara
itu, penelitian deskriptif sendiri bertujuan mendefinisikan suatu keadaan atau fenomena secara apa adanya
(Sukmadinata, 2009).
Diharapkan melalui metodologi penelitian ini dapat diperoleh informasi aktual yang melukiskan
karakteristik perumahan dan kawasan permukiman yang ada di Kota Malang. Setelah itu, dilakukan identifikasi
masalah atau analisis terhadap kondisi perumahan dan kawasan permukiman khususnya perumahan swadaya dan
formal yang berada di pusat dan pinggiran Kota Malang. Oleh karena itu, digunakanlah metode kuadran yang akan
membagi daerah menjadi 4 kuadran berdasarkan ruang yang terbentuk dari dualisme ruang antara perumahan
formal-swadaya (non-spasial) dan pusat kota-daerah pinggiran (spasial) Kota Malang. Pada analisis kuadran, sebuah
wilayah dibagi ke dalam sebuah grid yang terdiri dari beberapa kuadran dengan ukuran yang sama dan titik-titik
menyebar secara acak di dalamnya, kuadran tersebut biasanya berbentuk persegi (Aidi, 2009).
Dalam hal ini, pembagian kuadran dilakukan pada wilayah Kota Malang menjadi 4 (empat) kuadran sesuai
dengan dualisme yang ingin diteliti sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

Sumber: Analisis Penulis, 2017


Gambar 1. Kuadran Dualisme Ruang Kota Malang

Sementara itu, berikut ini merupakan pembagian dan penerjemahan 4 kuadran yang terjadi antara kedua
dualisme yang terjadi di Kota Malang sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jenis Kuadran Dualisme Ruang Kota Malang


No. Kuadran Keterangan
1 I Kawasan perumahan formal di Pusat Kota Malang
2 II Kawasan perumahan formal di daerah pinggiran Kota Malang
3 III Kawasan perumahan swadaya di daerah pinggitan Kota Malang

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 52


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

No. Kuadran Keterangan


4 IV Kawasan perumahan swadaya di Pusat Kota Malang
Sumber: Analisa Penulis, 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara keseluruhan, hasil analisis dan pembahasan penelitian akan dibedakan menjadi analisis wilayah Kota
Malang, Dualisme Kota Malang (analisis kuadran), dan strategi pengembangan terkait perumahan dan kawasan
permukiman pada masing-masing kuadran. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Analisis Wilayah
Kota Malang secara geografis terletak antara 112,06º-112,07º BT dan 7,06º– 8,02º LS. Luas Kota Malang
mencapai 11.006 ha. Wilayah administratif Kota Malang terbagi menjadi lima kecamatan (Klojen, Slowokwaru,
Blimbing, Sukun dan Kedungkandang) dan 57 (lima puluh tujuh) kelurahan. Penggunaan lahan di Kota Malang
didominasi oleh peruntukan lahan permukiman seluas 5.211,947 Ha (46,835%).
Tingginya konsumsi akan kebutuhan akan perumahan dan kawasan permukiman menyebabkan terjadinya
penyusutan aset lahan pertanian ke arah pengembangan perumahan dan kawasan permukiman baik melalui
penyediaan perumahan formal maupun swadaya. Sementara itu, rencana struktur ruang wilayah Kota Malang sendiri
diarahkan pada tujuan keseimbangan pembangunan antara pusat kota yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau
regional, sub pusat kota melayani sub wilayah kota, dan pusat lingkungan yang melayani skala lingkungan wilayah
kota (Pemerintah Kota Malang, 2011). Struktur ruang wilayah Kota Malang direncanakan sesuai dengan penempatan
kegiatan fungsional Kota Malang yaitu sebelumnya dengan menetapkan pusat kota dan Bagian Wilayah Kota (BWK)
di dalam pengembangan Kota Malang sebagai berikut:
a) Pusat pelayanan kota (BWK Malang Tengah) yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional, yakni pada
Kawasan Alun-alun dan sekitarnya di Kecamatan Klojen.
b) BWK Malang Utara, meliputi Kecamatan Lowokwaru.
c) BWK Malang Timur Laut, meliputi sebagian Kecamatan Blimbing.
d) BWK Malang Timur meliputi sebagian Kecamatan Kedungkandang dan sebagian Kecamatan Blimbing.
e) BWK Malang Tenggara, meliputi sebagian Kecamatan Sukun dan sebagian Kecamatan Kedungkandang.
f) BWK Malang Barat, meliputi sebagian Kecamatan Sukun.
Dari pembagian struktur ruang wilayah Kota Malang dapat terlihat bahwa, daerah pusat kota yang memiliki
kegiatan dominan seperti, perdagangan, jasa, dan pemerintahan/perkantoran berada di Kecamatan Klojen yang
merupakan bagian dari BWK Tengah dan tingkat pelayanannya diarahkan mulai kota sampai dengan tingkat regional.
Sebagai pusat kota, kecamatan ini memiliki nilai ekonomis yang relatif tinggi. Pusat kota ini didukung dengan BWK
lainnya yang direpresentasikan sebagai daerah pinggiran Kota Malang, sebagaimana diperlihatkan pada
gambar 3.

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 53


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

Sumber: Hasil Analisis Studio, 2017


Gambar 3. Peta Struktur Ruang Wilayah Kota Malang

Sementara itu, selama tahun 2008 hingga 2015, Kecamatan Klojen memiliki jumlah penduduk yang paling
sedikit di antara kecamatan laiinya dengan jumlah 104.127 jiwa dan luas wilayah sebesar 8,83 km 2, namun menjadi
kecamatan yang paling padat hingga mencapai 11.792 jiwa per km 2. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan
Klojen berbanding terbalik dengan Kecamatan Kedungkandang yang memiliki kepadatan paling rendah sebesar
4.784 jiwa per km2 dengan luas wilayah terbesar yaitu 39,89 km2. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk
kota Malang yang relatif tinggi, serta kecenderungan peningkatan kegiatan sektor pendidikan telah memacu lebih
cepat peningkatan jumlah perumahan serta tuntutan peningkatan fasilitas umum. Pembangunan perumahan baru
baik perumahan formal maupun perumahan swadaya berimplikasi terhadap perubahan fungsi lahan pertanian
mejadi fungsi perumahan. Kecenderungan pembangunan perumahan skala menengah-kecil dengan tidak dilengkapi
dengan pemenuhan fasilitas umum yang memadai dapat mengakibatkan ketidakseimbangan perkembangan wilayah
kota. Perkembangan ini berlanjut hingga saat ini dengan semakin bertambahnya pengembangan lahan pemukiman
di wilayah kota hingga merambah wilayah daerah pinggiran di Kota Malang.
Di satu sisi, hal tersebut tentunya dapat membantu dalam mengurangi ketimpangan perkembangan guna
lahan yang muncul sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk ataupun urbanisasi. Sedangkan di sisi lain,
aktivitas penyediaan perumahan yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat di wilayah pusat Kota Malang juga
bertambah seiring dengan adanya peningkatan jumlah penduduk ataupun urbanisasi, dan pada akhirnya juga
mengalami perkembangan hingga ke daerah pinggiran Kota Malang. Namun, pada saat ini masih terdapat
permasalahan yang terjadi di Kota Malang, yaitu belum adanya keseimbangan baik dalam arti pemerataan aktivitas
antara wilayah pusat kota maupun wilayah tepi/pinggiran, efisiensi antara wilayah satu dengan yang lain dalam
pemanfaatan ruang kota, pergerakan penduduk, serta masih adanya kesenjangan kegiatan antar wilayah. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, ketimpangan yang terjadi disebabkan adanya ketidakmerataan fasilitas
pembangunan di Kota Malang sebagai konsekuensi adanya pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman baik yang dibangun dalam bentuk perumahan formal maupun secara swadaya yang tidak
didukung dengan adanya pemenuhan/kelengkapan dan ketersediaan fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai.

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 54


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

2. Dualisme Kota Malang (Analisis Kuadran)


Metode analisa 4 kuadran dualisme ruang berikut digunakan oleh penulis untuk mengidentifikasi
karakteristik ruang-ruang yang terbentuk karena fenomena pertemuan dua dikotomi (dualisme) yang terbentuk di
Kota Malang, yaitu kawasan pusat kota – pinggiran Kota Malang (spasial) dan jenis perumahan swadaya – perumahan
fromal (non spasial). Karakteristik masing-masing kuadran ruang di Kota Malang adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Karakteristik Ruang Kota Malang


NO Kuadran Dualisme Karakteristik
1 KUADRAN I - Pembangunan dan pengawasan oleh institusi/ lembaga berbadan hukum
(Kec. Lowokwaru, - Kawasan permukiman terencana
sebagian wilayah Kec. - Lahan terbatas
Klojen dan sebagian Kec. - Legal
Sukun) - Infrastruktur cukup memadai dan mudah diakses
- Kepadatan penduduk tinggi
- Lokasi strategis
- Perumahan eksklusif (real estate) dan rusun komersil (kondominium)
- Penduduk heterogen dan mayoritas bekerja pada sektor formal (bankable)
- Mayoritas penduduk berpendidikan cukup tinggi
2 KUADRAN II - Pembangunan oleh institusi/lembaga berbadan hukum
(Kec. Blimbing) - Kawasan permukiman terencana
- Legal
- Konversi lahan pertanian menjadi perumahan
- Infrastruktur cukup memadai namun akses ke pusat kota cukup jauh
- Lahan cukup besar
- Rusun komersil, rusun umum, kompleks perumahan, real estate, dll
- Penduduk heterogen dan mayoritas bekerja pada sektor formal (bankable)
- Tingkat pendidikan cukup baik
3 KUADRAN III - Pembangunan oleh masyarakat (individu atau kelompok)
(Kec. Kedungkandang) - Konversi lahan pertanian menjadi perumahan
- Perkampungan (pinggiran, tertata, gang, dll)
- Infrastruktur belum memadai
- Lahan cukup besar
- Kepadatan tidak terlalu tinggi seperti di pusat kota
- Penduduk homogen dan mayoritas bekerja pada sektor informal
- Mayoritas penduduk berpendidikan menengah ke bawah
4 KUADRAN IV - Pembangunan oleh masyarakat (individu atau kelompok)
(Kec. Sukun dan - Permukiman kumuh (bantaran sungai dan sepanjang rel kereta api) dan
sebagian Kec. Klojen) perkampungan kota(sebagian)
- Lahan terbatas
- Mayoritas bangunan semi permanen dan temporer
- Ilegal
- Infrastruktur belum memadai
- Kepadatan tinggi
- Kualitas lingkungan menurun
- Mayoritas bekerja di sektor informal (non bankable) dan berpendidikan rendah
Sumber: Analisa Penulis, 2017

Berikut merupakan penjelasan untuk memperkuat deskripsi ruang yang terbentuk dari adanya 2 (dua)
pasang dualisme spasial-non-spasial Kota Malang:

a. Kuadran I - Kawasan Perumahan Formal di Pusat Kota Malang (Kec. Lowokwaru, sebagian Kec. Klojen dan
sebagian Kec. Sukun

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 55


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

Sumber: www.google.com, 2017


Gambar 5. Kuadran I–Perumahan Formal di Pusat Kota

Kawasan ini merupakan kawasan perumahan yang terkoordinir dan tertata dengan baik dimana pada lokasi
ini telah dibagi lahan – lahan untuk rumah tempat tinggal sesuai dengan kavling bangunan dan tanahnya. Kondisi
sarana dan prasarana wilayah yang ada telah terlayani dengan baik karena merupakan kawasan pemukiman yang
terencana dan juga telah memiliki pusat – pusat pelayanan lokal yang dapat melayani kebutuhan masyarakat yang
menghuni pemukiman didalamnya. Didominasi oleh kawasan pemukiman real estate ini tersebar di Kota Malang,
seperti Perumahan Pondok Blimbing Indah, Riverside dan Bumi Purwantoro hingga ke wilayah barat seperti Griya
Shanta, Lembah Dieng, Ijen Nirwana Residence, Inez Apartemen, dan Condominium SwissBellin Hotel.

b. Kuadran II - Kawasan Perumahan Formal di Daerah Pinggiran Kota Malang (Kec. Blimbing)

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 56


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

Sumber: www.google.com, 2017


Gambar 6. Kuadran II – Perumahan Formal di Pinggiran Kota

Kawasan perumahan ini merupakan kawasan perumahan formal yang awalnya merupakan lahan pertanian
yang beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan memiliki tipe kaveling rumah yang tergolong besar. Kemudian
dengan bertambahnya jumlah penduduk di kawasan tersebut, maka perumahan terus terus bertambah padat namun
kaveling yang dibangun tetap konsisten seperti konsep pembangunan kaveling semula. Pengelolaan kawasan
perumahan tersebut saat awal pembangunan dikelola oleh developer, namun seiring berjalannya waktu dimana
kaveling telah terjual semua akhirnya dikelola oleh masyarakat perumahan tersebut. Kawasan ini juga merupakan
kawasan perumahan yang terencana dan tertata dengan baik hanya saja lokasinya terletak di kawasan hinterland
kota dan memiliki kavling tanah dan bangunan yang lebih kecil dari real estate dan tentunya juga memiliki bentuk
bangunan yang lebih sederhana. Kawasan ini tersebar pada kawasan pinggiran kota dan menjadi salah satu triger
perkembangan kota Malang menuju wilayah – wilayah yang relatif belum berkembang. Jenis perumahan formal yang
berada pada kawasan ini mayoritas tersebar pada kecamatan yang merepresentasikan daerah pinggiran Kota Malang
antara lain Rusun Buring I, II, Rusun Muharto, Rusun Kutobedah, Apartemen Soekarno Hatta, Apartemen Malang City
Point, Perumahan Gadang Sakinah, Perumahan Sukun Pondok Indah, Perumahan Gadang Residence, dan lainnya.

c. Kuadran III - Kawasan Perumahan Swadaya di Daerah Pinggiran Kota Malang (Kec. Kedungkandang)

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 57


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

Sumber: www.google.com, 2017


Gambar 7. Kuadran III – Perumahan Swadaya di Pinggiran Kota

Kawasan ini merupakan kawasan perumahan non formal (swadaya) dengan kaveling perkampungan tertata.
Secara umum perumahan di daerah ini dikembangkan secara individu oleh masyarakat akan tetapi lahan yang
dibangun untuk perumahan sudah berbentuk kapling-kapling tanah dengan tipe kapling sedang. Tingkat kepadatan
bangunan di daerah ini adalah sedang sampai tinggi dengan sarana dan prasarana wilayah yang terbatas. Sebagian
besar kawasan ini terletak di Kelurahan Dinoyo, Tanjung, Sukun, Bareng, Gadingkasri, Janti, Kidul Dalem, Merjosari,
Gadang Kelurahan Pisang Candi, Kelurahan Sukun pada Kecamatan Sukun, Kelurahan Tlogomas (Kecamatan
Lowokwaru), dalam gang yang terdapat di Kelurahan Sawojajar (Kecamatan Kedungkandang), Jalan Taman Indragiri,
Jalan Citandui, Jalan Ciujung, Jalan Cipunagara, Jalan Ciwulan dan lain sebagainya yang terdapat di Kelurahan
Purwantoro di Kecamatan Blimbing, dan di beberapa tempat lainnya.

d. Kuadran IV - Kawasan Perumahan Swadaya di Pusat Kota Malang (Kec. Sukun dan Sebagian Kec. Klojen)

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 58


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

Sumber: www.google.com, 2017


Gambar 8. Kuadran IV – Perumahan Swadaya di Pusat Kota
Kawasan ini telah berkembang sejak lama dan pola pemukiman ini terus berkembang pada kawasan-
kawasan disekitarnya dan memiliki tingkat kepadatan bangunan dan penduduk yang lebih tinggi dari kawasan
kampung pada umumnya dan berlokasi di sepanjang aliran Sungai Brantas, sekitar rel kereta api dan perkampungan
kota lainnya. Kondisi di daerah ini tergolong tidak layak huni sehingga dapat disebut sebagai kawasan pemukiman
kumuh. Kawasan permukiman kumuh sendiri merupakan kawasan permukiman dengan kondisi bangunan dan
lingkungan yang buruk. Kondisi kawasan ini tergolong kurang bahkan tidak layak huni. Munculnya permukiman yang
tidak sesuai standar bangunan seperti permukiman kumuh di bantaran sungai, di sekitar rel kereta api dan
pemukiman padat lainnya dapat diamati dari beberapa karakteristik seperti tidak memiliki legalitas resmi, sarana
dan prasarana yang kurang lengkap dan tidak memadai, kondisi bangunan yang tidak layak, kesehatan lingkungan
dan sanitasi yang rendah, permukiman miskin dan kumuh, tingkat kepadatan penduduk tinggi, tingkat pendidikan
masyarakat yang mayoritas masih rendah, umumnya memiliki kondisi perekonomian rendah, tingkat pengangguran
tinggi dan tingkat kerawanan sosial tinggi. Mayoritas penghuni telah menghuni kawasan ini selama bertahun-tahun.
Perkembangan kota yang berlangsung pesat membawa pengaruh terhadap ketidakseimbangan kota dalam
pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, ditambah dengan ketidakmampuan warga untuk menyewa ataupun
membeli rumah, mengakibatkan banyak warga yang memilih untuk tinggal di bantaran sungai maupun di sekitar rel
kereta api.

3. Strategi Pengembangan
Berdasarkan karakteristik dan profil perumahan dan kawasan permukiman beserta infrastrukturnya yang
terbentuk akibat adanya dualisme ruang di Kota Malang, dapat dikatakan bahwa terjadi ketimpangan perkembangan
lahan guna terbangun di Kota Malang khsususnya untuk fungsi perumahan dan kawasan permukiman. Sehingga
perrlu dilakukan perumusan strategi dan program dalam menangani dan mengembangkan perumahan dan kawasan
permukiman di Kota Malang sebagai berikut.
A. Strategi Penanganan dan Pengembangan Kawasan pada Kuadran I

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 59


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

Strategi penanganan dan pengembangan untuk perumahan formal yang berada di pusat Kota Malang antara lain
pemeliharaan dan pengelolaan berkelanjutan meliputi:
1. Membuka akses dengan perumahan lainnya melalui pembangunan sarana atau fasilitas umum sebagai tempat
berinteraksi antar individu di setiap lingkungan perumahan serta membuka linkage system.
2. Pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU).
3. Pemeliharaan kapasitas pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU).
4. Pengembangan dan pemeliharaan bangunan fisik prasarana dan sarana.
5. Pemeliharaan dan pengelolaan berkelanjutan serta pengendalian tinggi bangunan maksimum pada vertical
housing (apartemen, rusun, kondominium).
B. Strategi Penanganan dan Pengembangan Kawasan pada Kuadran II
Strategi penanganan dan pengembangan untuk perumahan formal yang berada di daerah pinggiran Kota Malang
antara lain meliputi:
1. Perbaikan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU)
2. Peningkatan kapasitas pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU)
3. Pengembangan bangunan fisik prasarana dan sarana.
4. Pembatasan serta pengendalian pembangunan rumah secara horizontal agar lebar jalan tidak semakin sempit.
5. Pemeliharaan dan pengelolaan berkelanjutan serta pengendalian tinggi bangunan maksimum pada rumah
susun.
6. Rehabilitasi kondisi fisik rumah, sarana, dan prasarana rumah susun.
C. Strategi Penanganan dan Pengembangan Kawasan pada Kuadran III
Strategi penanganan dan pengembangan untuk perumahan swadaya yang berada di daerah pinggiran Kota
Malang antara lain meliputi:
1. Normalisasi dan peningkatan kedalaman saluran drainase.
2. Peningkatan peran pemerintah dalam menjaga kelancaran kontinuitas pengaliran air PDAM.
3. Peningkatan pelayanan jaringan air bersih oleh PDAM.
4. Perbaikan pengelolaan limbah dengan konsep SANIMAS.
5. Peningkatan pelayanan pasukan kuning.
6. Penyediaan sarana perdagangan berupa pertokoan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Peningkatan pelayanan lampu PJU hingga jalan lokal sekunder.
D. Rencana Penanganan/Pengembangan Kawasan pada Kuadran IV
Strategi penanganan dan pengembangan untuk perumahan swadaya yang berada di pusat Kota Malang antara
lain meliputi:
1. Penanganan permukiman di sekitar bantaran sungai dengan peningkatan kualitas lingkungan permukiman
melalui peremajaan kondisi rumah dan prasarana, sarana dan utilitas (PSU); melakukan penataan orientasi
bangunan untuk menghadap ke sungai; dan.dengan melakukan resettlement melalui pembangunan
Rusunawa.

Penanganan permukiman di sekitar rel kereta api dengan peningkatan kualitas lingkungan permukiman
melalui peremajaan kondisi rumah dan prasarana, sarana dan utilitas (PSU), pengembangan green belt sebagai zona
pembatas permukiman serta dengan melakukan resettlement melalui pembangunan Rusunawa.

KESIMPULAN
Berdasarkan pada karakteristik yang terbentuk akibat adanya pertemuan 2 (dua) pasang dualisme ruang di
Kota Malang, maka penanganan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di kota ini diarahkan
kepada pengembangan kota dalam pelaksanaan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan untuk
mencapai kondisi ideal wilayah kota yang diharapkan. Untuk dapat berfungsi sebagaimana yang dimaksud, maka
perumusan strategi penataan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang didasarkan
pada beberapa dasar pertimbangan, selain mempertimbangkan visi dan misi pengembangan Kota Malang serta arah
kebijakan penataan ruangnya, juga harus memperhitungkan aspek kondisi eksisting perumahan dan kawasan
permukiman Kota Malang agar dapat menghasilkan strategi penataan dan pengembangan yang sesuai denngan
kebutuhan pembangunan Kota Malang. Dengan mempertimbangkan kondisi eksisting perumahan dan kawasan

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 60


Puspa Yunita Nomor 2, Volume 6, 2019

permukiman Kota Malang dapat diketahui kondisi permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan yang perlu
diperbaiki, ditingkatkan, ataupun dipelihara. Adapun nantinya pemahaman yang baik mengenai kondisi eksisting
wilayah ini akan dapat menunjukkan capaian yang seperti apa yang realistis untuk diwujudkan dalam kurun waktu
tertentu. Pemahaman tersebut dapat diperoleh dengan mengetahui isu-isu strategis terkait dengan kebutuhan
pengembangan perumahan dan kawasan permukiman di Kota Malang, diantaranya:
a. Pemerataan pelayanan dan/atau penyediaan infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman di perkotaan
untuk mendorong pembangunan dan pengembangan wilayah di seluruh penjuru Kota Malang.
b. Perkembangan perumahan dan kawasan permukiman baru di Kota Malang.
c. Adanya indikasi intensitas pembangunan yang tinggi terutama di pusat kota.
d. Pembangunan perumahan dan permukiman pada kawasan yang tidak sesuai peruntukannya.
e. Berkembangnya kawasan-kawasan permukiman yang tidak layak huni.
f. Penyediaan permukiman eksisting belum mendukung arah pengembangan Kota Malang
Isu strategis terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman tersebut muncul sebagai hasil dari
pembahasan dualisme ruang antara perumahan formal-perumahan swadaya dan pusat kota-daerah pinggiran kota
di Kota Malang. Sehingga dapat disimpulkan, terdapat perbedaan strategi penanganan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman yang dapat diterapkan sesuai dengan karakteristik yang terbentuk dari
dualisme ruang yang ada dan juga mempertimbangkan isu-isu strategis yang muncul dari fenomena dualisme ruang
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aidi, M. N. (2009). FUNGSI MASSA PELUANG PADA POLA TITIK SPASIAL KELOMPOK, Vol 14 No.1. Forum Statistika dan Komputasi, 16-21.
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan. (2019, Oktober 16). Retrieved from Berita Perumahan: http://perumahan.pu.go.id
Ekawati, N. N. (2015). KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN KOTA MALANG (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Malang). Jurnal
Administrasi Publik (JAP), 129-133.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2018, Maret 19). NOMOR 07/PRT/M/2018 Bantuan Stimulan Perumahan Swada ya.
Republik Indonesia: Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 403.
Kementerian Perumahan Rakyat. (2006). Nomor : 08/PERMEN/M/2006 Pedoman Pelaksanaan Pemberian Stimulan Untuk Perumahan Swadaya
Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Melalui Lembaga Keuangan Mikro/Lembaga Keuangan Non Bank. Jakarta, Indonesia: Republik
Indonesia.
Mahendra, Y. I. (2016). Transformasi Spasial di Kawasan Peri Urban Kota Malang. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 112-126.
Mangeswuri, D. R. (2016). Policy on Housing Loan through Housing Loan Liquidity Facility (FLPP). Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 83-95.
Pemerintah Kota Malang. (2011). Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun
2010-2030. Kota Malang: Pemerintah Kota Malang.
Rudiarto, I. (2013). Peri-Urban Zone of Semarang Metropolitan: Socioeconomic Development and Typology. TATA LOKA VOLUME 15 NOMOR 2,
116-128.
Sukmadinata, N. S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suprijanto, I. (2004). REFORMASI KEBIJAKAN & STRATEGI. DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 32, 161-170.
Supriyanto. (2015, November 25). Permukiman Terpadu dalam Pengembangan Kota Baru Studi kasus : Kawasan Permukiman Terpadu Sidoarjo
Barat. Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.

Jurnal Spasial STKIP PGRI Sumatera Barat 61

You might also like