You are on page 1of 17

Iman dan Kesadaran

dalam Visi Sinoptik


Dimas Aditya Wicaksono

#baitul falsafah
“Every minister in every faith is like a jazz musician, keeping traditions alive by
playing the beloved standards the way they are supposed to be played, but also
incessantly gauging and deciding, slowing the pace or speeding up, deleting or
adding another phrase to a prayer, mixing familiarity and novelty in just the
right proportions to grab the minds and hearts of the listeners in attendance.
The best performances are not just like good music; they are a kind of music.”

(Dennett, Breaking the Spell, 2006: 154-155)


#pendahuluan

Kata kunci:
• iman (faith) : ‘belief based not on empirical or logical justification but on devotion’
• kesadaran (consciousness)
• visi sinoptik

pertanyaan utama:
“bagaimana iman, sebagai suatu jenis belief, di(re)konstruksi dalam
keseharian di hadapan pengetahuan saintifik (ilmu dan filsafat)?”

i. iman disini perlu dipahami dalam konstruksi epistemologis dan psikologis


ii. konstruksi epistemologis tersebut niscaya dipahami secara sosial
iii. framing ini membawa kita pada konsep kesadaran sebagai salah satu tumpuan
konsep iman

▪ orientasi pembahasan disini lebih bersifat rekonstruktif


(rekonsiliasi keduanya) daripada destruktif (eliminasi salah satunya)
#latar belakang

“Many who have read of Dennett, and who hold opinions


about him, likely associate him with just three doctrines:

(1) that natural selection acidizes morality,


(2) that thermostats have beliefs and desires, and
(3) that people are not conscious.

The anti-humanist’s anti-humanist, it would seem.”

(Ross, Dennet and the Darwin Wars, 2002: 272-273)

they didn’t understand Dennett enough!

visi proyek pemikiran Dennett: visi sinoptik


#tujuan filsafat?

“The aim of philosophy, abstractly formulated, is to understand how things in


the broadest possible sense of the term hang together In the broadest
possible sense of the term.”

(Sellars; Science, Perception, and Reality; 1963: 1)

› philosophy = ‘knowledge system-building’

▪ ≠ sistem tradisional → fondasionalisme & keniscayaan konseptual

▪ a) unifikasi pengetahuan lintas-disiplin dan


b) pluralitas ilmu (Dupré, Chang, dkk.)
i.e. mitos bahwa… #myth of the given
• terdapat hubungan langsung, transparan, dan independen
antara pikiran dengan kenyataan melalui observasi
• data indrawi (sebagai yang-terberi) bersifat murni
• pengetahuan introspektif empiris ini takterbantahkan

ruang logis rasio


bagi Sellars:
: ruang logis yang
kita tidak sekadar mendeskripsikan momen empiris tsb., diartikulasikan secara sosial
melainkan “menempatkannya dalam ruang logis rasio di mana seseorang
(logical space of reason).” tersituasikan.
(Sellars, Empiricism and Philosophy of Mind, 1956: 4) meliputi: persepsi,
inferensi, dan aksi

konseptualisasi berupa
‘imaji’ dunia dalam
perkara linguistik
#dua imaji atas dunia
Imaji Keseharian
Imaji Saintifik
(Manifest Image)
(Scientific / postulational / theoretical Image)
• dunia sebagaimana hadir atau terajawantah (manifested)
dalam keseharian pada kesadaran • dunia sebagaimana dikonstruksi oleh sains
• primitif/pra-historis • non-primitif
• prinsip dinamika berupa ekstensi linguistik (e.g. analogi, • prinsip dinamika dan enkodifikasi melalui aktivitas
metafora), personifikasi, dan reifikasi saintifik
• enkodifikasi melalui sitematisasi oleh filsafat perennial • bersifat a) indirect-empirical, b) terkadang kontra-
(e.g. Aristotelian, fenomenologis Kontinental, OLP) intuitif, c) non-homogen, d) postulatif terhadap
realitas non-observabel, dan e) objektif
• bersifat a) common-sensical, b) directly-perceptual, c)
person-centered, d) homogen, e) folk-psychological, dan f) • merupakan unifikasi dari beragam imaji-imaji yg
perskpektival lebih spesifik (e.g. imaji fisika,biologi, psikologi,
sosiologi, dkk.)
• niscaya tidak lengkap secara eksplanatoris!
#persoalan

• kedua imaji tersebut tampak inkompatibel dan sekilas paradoksal


→ imaji keseharian non-saintifik (?)
• keduanya tampak tidak memiliki kesinambungan, sebaliknya justru
patahan radikal (e.g. dalam revolusi saintifik)

“These changes [new theoretical discoveries; ed.], as Putnam (1962, 671)


noted, don’t just involve changes in what claims we regard as true or false of
nature, but that change our whole way of reasoning about it.”
(McKenzie, A Curse on Both Houses, 2020: 3)

• konsep-konsep saintifik sebagai “ide berbahaya” (Dennett, 1995)


→ berefek “korosif” terhadap kerangka konseptual keseharian kita atas dunia
kedua imaji tersebut faktanya berhubungan erat! #faktanya
• keduanya sama-sama:
a. konstruksi konseptual atas dunia melalui refleksi filosofis;
b. didorong oleh tuntutan atas eksplanasi dan kepuasan atas ketercapaiannya;
c. berkarakter sosial; dan oleh karena itu…
d. bersifat evolutif – timbal balik melalui adaptasi individu terhadap lingkungan
(linguistik dan non-linguistik)
• oleh karena itu, imaji saintifik perlu mengambil titik tolak dari imaji keseharian (bukan
membubarkan atau meniadakan)
› berbeda dgn sejumlah pemikir yg memilih untuk ‘membubarkan’ imaji keseharian
(e.g. eliminasi fenomena mental dan primasi fenomena neural oleh P. Churchland)

solusi Sellarsian:

visi sinoptik (synoptic vision)


› merekonsiliasi imaji keseharian dan imaji saintifik!
#nihilisme?

ketakutan apa yang muncul dari visi semacam itu?


▪ temuan dan kemajuan saintifik dapat mendisrupsi nilai-nilai sakral
kehidupan yg kita pegang erat (baik religius maupun non-religius)
→ nihilisme radikal
e.g. komodifikasi kapital, anomie, ketidakstabilan, dst.

iman mengandaikan ‘sakralitas’

dua wajah sakralitas:


a) kemisteriusan

› a) semantik berlapis, dan b) de-prioritisasi pada tingkat


lebih rendah

› ‘belief in belief’ (i.e. hiperintensional/second-order belief)

b) keluhuran/dignitas
▪ fungsi penciptaan tatanan dan stabilitas (sosiologis-budaya)
#dualisme tubuh-jiwa

dalam tradisi teistik, sakralitas tersebut bertumpu salah satunya


pada doktrin tentang jiwa imaterial abadi
(i.e. logos, nous, intelek, rasio, qua dualisme Cartesian)

› implikasi doktrin ini:


i. mempertahankan dignitas-diri manusia di hadapan
kehidupan organik lain (non-manusia)
ii. mempertahankan agensi (tanggung jawab) moral
di dunia
iii. mempertahankan kebermaknaan (meaningfulness)
atas dunia (dalam bentuk: musik, sastra, humor,
dan agama)

‼ penolakan atas doktrin ini (di luar polemik keagamaan)


dianggap dapat membuat a) manusia berakhir menjadi mesin,
dengan b) hidup yang membosankan (meaningless)
#persoalan
persoalan:
▪ iman yang misterius secara absolut adalah iman buta yang irrasional (fideisme)
e.g. terorisme, kolonialisme, perbudakan, eskapisme dst.
› iman yang mengamputasi ‘sakralitas’ (wajah keluhuran) kehidupan itu sendiri

▪ rekonsiliasi antara imaji keseharian dan imaji saintifik atas dunia mengandaikan disrupsi terus
menerus terhadap iman melalui kemajuan sains (dgn efek ‘berbahaya’ atau ‘korosif’ dari sains tsb)

› mengapa perlu rekonsiliasi?


▪ pemahaman atas dunia material memerlukan prosedur yang lebih
terlembaga, memadai, dan reliabel
▪ faktanya, rekonsiliasi tersebut sudah mengakar dalam tradisi
keagamaan itu sendiri
e.g. pembaharuan agama, perdebatan legalistik, dst.

▪ kemajuan sains dan teknologi tetap dapat membantu kita menjaga


keluhuran/dignitas manusia
› tanpa perlu membubarkan kompleksitas pemaknaan (semantik)
dari kehidupan manusia
› menempatkan sains sebagai acuan pengetahuan atas dunia
material, tetapi tidak ‘menguras’nya secara penuh
#imaji atas iman
imaji keseharian atas kesadaran, non-manusia, dan dunia dikondisikan oleh
keterbatasan daya komputasi informasi manusia
› efisien dan berguna untuk kehidupan sehari-hari, tetapi belum tentu karena
“benar” (koresponden dengan kenyataan)

• bahasa selalu ‘terinfeksi’ oleh teori dan muatan-muatan konseptual lainnya (van
Fraassen, The Scientific Image and the Manifest Image, 1999)
• bahasa melalui metafora selalu mengandung bagasi ontologis habitual
(e.g. metafisika “containment” dan mereologi)
(Lakoff dalam Ross, Every Thing Must Go, 2007: 3-4)
e.g. masuk ke dalam lingkaran pertemanan, keluar dari masalah, dunia terbuat
dari air/api/tanah/udara, dst.
#maka dari itu

maka dari itu…

▪ penolakan terhadap doktrin imaterialitas jiwa tidak mencederai sakralitas dunia

tetapi mengapa?

▪ pandangan dualisme klasik (Cartesian—apalagi idealisme) sudah mengalami


kemandegan/degenerasi

▪ “pemisahan mental-fisik merupakan kesalahan kategoris” (‘i.e. ghost in the machine’)


(Ryle, Descartes Myth, 2002: 34

▪ saat ini, fisikalisme merupakan pandangan dominan

▪ “everything is physical” (*broadly formulated—what’s left is an internal civil war)


▪ “pandangan dunia paling sukses yang pernah kita miliki”
(Kim, Interview, 2008)
#maka dari itu
secara saintifik:

1. kita tetaplah kehidupan organik dengan tingkat kecerdasan paling canggih di antara
kehidupan organik lain

› tingkat kecerdasan itu yg membuat kita mampu untuk memiliki kemampuan


untuk melihat masa lalu dan masa depan, serta mempertimbangkan hal-hal
yang tidak melulu diri kita doang

› *ada benarnya juga Heidegger ☺

2. tingkat kecerdasan yg canggih itu yg memungkinkan kita untuk memiliki agensi atau
pertanggungjawaban moral terhadap dunia dan kehidupan

3. mayoritas ilmuwan dan filsuf sepakat: makna tidak dapat direduksi pada penjelasan
pada tingkat yg lebih rendah (fisika atau kimia)

› kita hidup dengan simbol (animale symbolicum) dan kekayaan makna


#kesimpulan

• Interaksi antara imaji keseharian dan imaji saintifik tidak harus


saling meniadakan atau membubarkan, tetap dapat
(dan seharusnya) rekonsiliatif
• Iman yg sehat adalah iman yang senantiasa terdisrupsi oleh upaya
rekonsiliasi tersebut, i.e. iman yg evolutif
SEKIAN
Terima Kasih

You might also like