Professional Documents
Culture Documents
Abstract
This study analyzed structure of Tegodek Dait Tetuntel fable. Through these structures, it will be seen
the role of each character in relationto the behavior of Sasak community based on the social levels .
By using the structural analysis methods of Levi-Strau,it is shown that Tegodek and Tetuntel fable is
not only presenting two main characters, ‘Godek’ (monkey) and Tuntel (frogs/toads), but it is also
presenting some phenomena of opposition figures such as ‘Godek’ is always insuperior position,
while figures of Tuntel is always in inferior position. This indicates that ‘Godek’ figure is
representation of a higher social class, while Tuntel is representation of a lower social class. Relating
to the behavior, the ‘Godek’ character has a more active behavior, while the Tuntel figure tends to
bea passive behavior. If it is related to "working" activities, Tuntel figures have more knowledge than
the characters of Tuntel. In relation to the behavior of revealing facts, the Tuntel figures tend to
reveal something accordance with the facts, while the ‘Godek’ figures tend to precede the prestige
that sometimes they do not meet the facts. When it is dealt with a problem solving, ‘Godek’ figures
are more like doing intervention, whereas Tuntel figures to be relentless.
Abstrak
Penelitian ini menganalisis struktur fabel Tegodek dait Tetuntel. Melalui struktur tersebut akan dilihat
peran masing-masing tokoh dalam kaitannya dengan perilaku masyarakat Sasak berdasarkan tingkat
sosial. Dengan menggunakan metode analisis struktural Levi-Straus tergambar bahwa fabel Tegodek
dan Tetuntel tidak hanya menghadirkan dua tokoh utama, yakni Godek (monyet) dan Tuntel
(katak/kodok), tetapi juga menghadirkan beberapa hal berupa oposisi yang menghadirkan tokoh
Godek selalu berposisi di atas, sedangkan tokoh Tuntel selalu berposisi di bawah. Hal itu menandakan
tokoh Godek merupakan wakil dari segmentasi masyarakat yang berada pada posisi
superior/penjajah/penindas, sedangkan Tuntel perwakilan dari segmentasi sosial masyarakat yang
berada pada posisi inferior/terjajah/tertindas. Terkait dengan perilaku, tokoh Godek memiliki perilaku
lebih aktif, sedangkan tokoh Tuntel lebih cenderung berperilaku pasif. Jika dikaitkan dengan kegiatan
yang bersifat “kerja”, tokoh Tuntel lebih memiliki pengetahuan dibandingkan dengan tokoh Tuntel.
Dalam kaitannya dengan perilaku dalam mengungkapkan fakta, tokoh Tuntel cenderung
mengungkapkan sesuai dengan fakta, sedangkan tokoh Godek lebih cenderung mengedepankan
gengsi sehingga terkadang tidak sesuai fakta. Ketika dihadapkan pada penyelesaian masalah, tokoh
Godek lebih cenderung mealakukan intervensi, sedangkan tokoh Tuntel cenderung menerima atau
mengalah. Peran, posisi, dan perilaku masing-masing tokoh tersebut pada dalam konteks kehidupan
sosial masyarakat Sasak pada dasarnya merupakan protes masyarakat yang berada pada posisi inferior
terhadap masyarakat superior.
164
…Perilaku dalam Masyarakat Sasak (Syaiful Bahri)| 165
1. Pendahuluan Kopopuleran sebuah cerita seperti
Cerita rakyat memiliki fungsi dan fabel Tegodek dait Tetuntel menunjukkan
peranan yang sangat penting dalam bahwa cerita tersebut memiliki
kehidupan masyarakat. Selain sebagai sarana keberterimaan yang baik di tengah
hiburan, di dalam cerita rakyat juga terdapat masyarakat. Hal itu tentu menjadi sebuah
berbagai petuah dan pelajaran yang sangat keistimewaan tersendiri, terutama ketika
penting bagi generasi penerusnya. dijadikan sebagai ”pintu masuk” dalam
Salah satu bentuk cerita rakyat adalah memahami suku Sasak sebagai suku pemilik
fabel. Fabel dimaknai sebagai cerita yang cerita tersebut.
menggambarkan watak dan budi manusia Ahimsa-Putra (2001) menyatakan,
yang pelakunya diperankan oleh binatang mitos dan dongeng atau sejenisnya
berisi pendidikan moral dan budi pekerti (termasuk fabel) dalam konteks
(KBBI offline). Dari pengertian tersebut strukturalisme Levi-Strauss memiliki
dapat diketahui bahwa keberadaan tokoh maksud yang sama. Artinya, istilah yang
binatang yang ada dalam sebuah cerita pada dalam kajian bidang tertentu tersebut
hakikatnya merupakan simbol dari watak dibedakan, dianggap sama dalam konteks
maupun perilaku yang dilakukan oleh kajian strukturalisme Levi-Strauss. Untuk
manusia dalam kehidupan sehari-hari. itu, istilah-istilah tersebut dalam artikel ini
Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa dianggap sama sehingga dipergunakan
munculnya cerita tersebut terilhami oleh secara bergantian.
berbagai peristiwa maupun perilaku manusia Levi-Strauss (Ahimsa-Putra, 2001)
atau masyarakat dalam keseharianya. memaparkan bahwa kehadiran mitos dalam
Penggunaan tokoh binatang yang kehidupan manusia adalah untuk mengatasi
merupakan wujud dari perilaku manusia atau memecahkan berbagai kontradiksi
tentu memiliki keistimewaan tersendiri empiris yang tidak terpahami oleh nalar
dibandingkan dengan penggunaan tokoh manusia. Untuk dapat memahami
manusia secara langsung. Penggunaan kontradiksi tersebut, nalar manusia
tokoh-tokoh binatang akan lebih mendorong kemudian memindahkan kontradiksi-
peneliti untuk mengungkap simbol-simbol kontradiksi ini ke tataran simbolis dengan
yang ditandai oleh tokoh tersebut. cara sedemikian rupa sehingga elemen-
Salah satu fabel yang cukup populer elemen yang kontradiktif kemudian dapat
di tengah-tengah masyarakat Sasak adalah diothak-athik sehingga terciptalah sebuah
Tegodek dait Tetuntel atau dalam bahasa sistem yang tertata apik dan rapi. Dari
Indonesia bermakna Monyet dan Kodok. sistem yang tertata rapi tersebut pada
Salah satu bukti kepopuleran tersebut adalah dasarnya terdapat keinginan-keinginan
adanya berbagai sebutan judul yang dalam bawah sadar manusia yang bisa
merupakan representasi dari dialek-dialek ditafsirkan. Sejalan dengan Freud dengan
yang ada dalam bahasa Sasak, yakni (1) teori mimpinya, Strauss memberikan
Tegodek dait Tetuntel, (2) Tau Godek dait penjelasan bahwa di dalam dongeng terdapat
Tau Tuntel, (3) Loq Godek dait Loq Tuntel keinginan yang tidak disadari dan tak bisa
dan, (4) Tuaq Godek dait Tuaq Tuntel. Te-, tertuangkan dalam kehidupan nyata.
tau, loq, dan tuaq yang mengawali sebutan Penelitian yang menganalisis mitos
Godek maupun Tuntel tersebut merupakan atau dongeng dengan struktural Levi-Strauss
sebutan atau panggilan yang digunakan pada guna melihat perilaku sosial masyarakat
dialek-dialek yang ada dalam bahasa Sasak telah banyak dilakukan oleh Ahimsa-Putra
(Bahri, 2012). (2001). Dengan menganalisis dongeng
166|Mabasan, Vol. 8 No.2, Juli—Desember 2014 : 164—176
Pitoto’Si Muhamma’, ia mampu sebagai sarana untuk melihat perilaku sosial
menggambarkan konflik batin yang ada masyarakat Sasak dalam konteks stratifikasi
dalam masyarakat Bajo. Selain itu, Ahimsa- sosial.
Putra juga menggunakan Strukturalisme
Levi-Strauss untuk melihat masyarakat Jawa 2. Kerangka Teori
dengan menganalisis karya sastra modern, Strukturalisme Levi-Strauss yang
seperti Para Priyayi, Sri Sumarah, dan digunakan dalam artikel ini merupakan salah
Bawuk. Dalam konteks masyarakat Sasak, satu alat analisis yang melihat
Shubhi (2011) menggunakan strukturalisme keterhubungan antara pemilik dan cerita
Levi-Straus dalam menganalisis cerita yang dimilikinya. Pemilik adalah seluruh
rakyat Sasak. Namun, penelitian ini hanya masyarakat yang tempat cerita tersebut
memfokuskan diri pada cerita Cilinaye dan berkembang, baik generasi lama maupun
nilai kearifan lokal yang ada di dalamnya. generasi sekarang.
Berkaitan dengan fabel Tegodek dait Ahimsa-Putra (2001) mengasumsikan
Tetuntel sebagai obyek penelitian sudah cerita sebagai sebuah pesan. Pengirim pesan
beberapa kali dilakukan. Safarudin dkk. tersebut adalah orang-orang dari generasi
(2010) dalam penelitiannya yang berjudul terdahulu, para nenek moyang. Penerima
Orientasi dan Nilai Budaya Etnis Sasak pesan itu adalah orang-orang yang hidup
yang Tercermin dalam Cerita Rakyatnya pada generasi sekarang. Dengan begitu,
menjadikan fabel tersebut sebagai salah satu terjadi komunikasi antara dua generasi,
cerita yang dianalisis. Di dalamnya yakni generasi terdahulu dengan generasi
dipaparkan hakikat nilai budaya yang sekarang yang bersifat satu arah.
terdapat di dalam fabel Tegodek dait Komunikasi tersebut berupa pesan-pesan
Tetuntel. Selain itu, Bahri (2012) juga yang sangat penting untuk dijadikan sebagai
menjadikan fabel Tegodek dait Tetuntel pegangan atau pelajaran.
sebagai obyek penelitian yang dituangkan Adanya dua generasi yang jauh
dalam makalah seminar berjudul Menelisik berbeda tersebut menuntut adanya usaha
Masyarakat Sasak dari Fabel Tegodek dait keras untuk menafsirkan atau mengungkap
Tetuntel. Makalah itu memang melihat kandungan pesan-pesan yang hendak
masyarakat Sasak dengan berpijak pada disampaikan, terlebih pesan-pesan tersebut
fabel tersebut. Akan tetapi, tidak dipaparkan dituangkan secara implisit. Oleh karena itu,
dan disebutkan secara jelas/mendalam Levi-Strauss (Ahimsa-Putra, 2001) membagi
tentang masyarakat yang diwakilkan oleh struktur narasi menjadi dua bagian, yakni
tokoh yang ada dalam cerita. struktur luar (surface strukture) dan struktur
Berdasarkan berbagai pertimbangan dalam (deep structure). Struktur luar adalah
tersebut, artikel ini bermaksud menganalisis relasi-relasi antarunsur yang dapat kita buat
fabel Tegodek dait Tetuntel dengan atau bangun berdasarkan ciri-ciri luar atau
menggunakan analisis strukural Levi- ciri-ciri empiris dari relasi-relasi tersebut.
Strauss. Hasil analisis struktural Levi- Sementara itu, struktur dalam adalah
Strauss tersebut kemudian akan dijadikan susunan tertentu yang dibangun berdasarkan
dasar untuk melihat perilaku masyarakat struktur lahir yang telah berhasil kita buat,
Sasak dalam konteks stratifikasi sosial. Oleh tetapi tidak selalu terlihat pada sisi empiris
karena itu, selain untuk memahami lebih dari fenomena yang kita pelajari. Struktur
dalam fabel Tegodek dait Tetuntel dengan dalam ini dapat disusun dengan
melihat dari strukturnya, artikel ini juga menganalisis dan membandingkan berbagai
bertujuan memanfaat analisis struktural struktur luar yang berhasil ditemukan atau
…Perilaku dalam Masyarakat Sasak (Syaiful Bahri)| 167
dibangun. Struktur dalam inilah yang bisa masyarakat Sasak di Pulau Lombok. Cerita
dipakai untuk memahami fenomena (dalam tersebut diambil dari hasil penelitian
hal ini narasi) yang diteliti karena melalui inventarisasi sastra yang sekaligus melihat
struktur inilah peneliti kemudian memahami nilai budaya dalam cerita rakyat suku Sasak
berbagai fenomena yang dipelajarinya. di Lombok yang dilakukan Safarudin dkk.
Relasi-relasi yang ada pada struktur (2010). Data primer tersebut didukung pula
dalam dapat diperas atau disederhanakan oleh data sekunder berupa bahan pustaka
menjadi oposisi berpasangan (binary yang digunakan sebagai penguat data
opposition). Oposisi biner adalah aspek primer. Data yang sudah terkumpul
paling penting yang bisa menyingkap kemudian dianalisis dengan menggunakan
bagaimana manusia berpikir, bagaimana metode analisis struktural Levi-Strauss.
manusia memproduksi makna dan Penganalisisan tersebut dilakukan melalui
memahami realitas. Oposisi biner dalam pencarian oposisi biner melalui beberapa
narasi bisa mengungkap makna di balik tahapan. Tahap pertama adalah mencari
suatu cerita, logika di balik cerita. Analisis miteme (myteme). Levi-Strauss (Ahimsa-
struktural dan menemukan oposisi biner Putra, 2001) memaknai miteme sebagai
berguna dalam memberikan petunjuk atas unsur-unsur dalam konstruksi wacana mitis
bekerjanya human mind atau nalar manusia, (mythical discourse), yang juga merupakan
bagaimana nalar manusia bekerja. Dalam satuan-satuan yang bersifat kosokbali
konteks naratif, ini terutama bisa (oppositional), relatif, dan negatif. Dalam
menyingkap bagaimana logika di balik makalah ini, miteme tersebut diwujudkan
dibuatnya sebuah narasi (Eriyanto, 2013). dengan berpatokan pada peristiwa atau
Levi-Strauss (Ahimsa-Putra, 2001) adegan yang dialami atau dilakukan tokoh
menetapkan tiga landasan analisis struktural. Godek dan tokoh Tuntel yang terindikasi
Pertama, jika mitos dipandang sebagai memiliki hubungan bersifat kosokbali,
sesuatu yang bermakna, maka maknanya relatif, maupun negatif.
tidak terdapat pada unsur-unsurnya yang Tahap kedua dari metode analisis
berdiri sendiri, yang terpisah satu sama lain, struktural Levi-Strauss adalah mencari relasi
melainkan kombinasi unsur-unsur tersebut. antara miteme-miteme yang telah
Kedua, sekalipun mitos termasuk dalam ditemukan. Relasi yang dimaksudkan dalam
kategori ‘bahasa’, bahasa mitos bukan makalah ini adalah perbandingan peristiwa
sekedar bahasa biasa. Bahasa mitos atau adegan terkait perilaku yang dilakukan
memiliki ciri-ciri yang berbeda. Jika bahasa oleh tokoh Godek dan tokoh Tuntel.
memiliki tiga tahap, yaitu fonem, kata, dan Tahap ketiga, yakni menyusun
kalimat, maka mitos hanya mempunyai dua miteme-miteme tersebut secara sintagmatik
tahap, yaitu kata dan kalimat, sementara dan paradigmatik guna melihat secara jelas
musik hanya memiliki dua tahap, yaitu nada perbandingan perilaku tokoh Godek dan
dan kalimat musikal. Ketiga, ciri-ciri ini Tuntel. Tahap ini kemudian dilanjutkan
bersifat kompleks dan rumit daripada ciri- dengan tahap terakhir, yakni menafsirkan
ciri bahasa sehingga dapat kita temukan pola-pola sintagmatik dan paradigmatik.
pada tingkat di atas bahasa. Penafsiran tersebut dilakukan dengan
menghubungkan perilaku yang dilakukan
3. Metode Penelitian oleh kedua tokoh dalam cerita dengan
Penelitian ini menggunakan data perilaku dalam masyarakat Sasak.
primer berupa cerita Tegodek-Godek dait Tahap-tahap sebagaimana dipaparkan
Tetuntel-Tuntel yang hidup dalam di atas tidak digambarkan secara rinci
168|Mabasan, Vol. 8 No.2, Juli—Desember 2014 : 164—176
mengenai masing-masing tahap tersebut Tuntel. Karena kesal, Tuntel membawa
dalam satu subbab. Keempat tahap tersebut pakaian Godek kemudian bersembunyi di
digabungkan secara acak dalam dua subbab, bawah tempurung kelapa yang ada di dekat
yakni Sosok Godek dan Tuntel dan pohon pisang tersebut.
Representasi Perilaku Tokoh dan Perilaku Setelah kenyang dengan
dalam Masyarakat Sasak. menghabiskan pisang Tuntel, Godek turun
mencari Tuntel dan meminta pakaiannya
4. Pembahasan dikembalikan. Setiap panggilannya selalu
4.1 Sekilas Fabel Tegodek dan Tetuntel dibalas dengan ucapan cul oleh tuntel.
Cerita Tegodek dait Tetuntel ini Karena capek ditambah kekenyangan yang
diperankan oleh dua tokoh, yaitu Godek dirasakannya, Godek duduk di atas
(G)dan Tuntel (T). Kedua tokoh ini tempurung kelapa yang dipergunakan oleh
merupakan dua sahabat akrab. Suatu hari Tuntel untuk bersembunyi. Mendengar suara
Godek mengajak Tuntel menunggu pohon cul di tempat duduknya, ia mengira bahwa
pisang di sungai yang kebetulan airnya bunyi tersebut berasal dari kemaluannya.
sangat deras. Sesampainya di sungai, dua Merasa diolok oleh kemaluannya, Godek
sahabat itu melihat pohon pisang yang mengambil batu dan memukul kemaluannya.
hanyut dibawa derasnya air. Karena tidak Hal itu membuat dirinya kesakitan dan mati.
bisa berenang, Godek menyuruh Tuntel
untuk membawa pohon pisang tersebut ke 4.2 Sosok Tokoh Godek dan Tuntel
pinggir sungai. Setelah sampai pinggir, Melihat sosok Godek dan Tuntel
Godek pun mengangkatnya ke darat. Mereka sebagai wujud keterwakilan sosok yang ada
kemudian membagi dua pohon pisang dalam kehidupan nyata menjadi sangat
tersebut. Godek mengambil bagian ujung, penting dilakukan pada bagian awal. Hal ini
tengah batang sampai daun, sedangkan dilakukan untuk menggiring kajian ke arah
Tuntel mengambil bagian pangkal, tengah representasi perilaku yang diwakilkan oleh
batang sampai akar. kedua tokoh tersebut.
Kedua sahabat itu membawa Melihat sosok tokoh Godek dan
bagiannya ke rumah masing-masing. Godek Tuntel berarti melihat peran keduanya dalam
menggantung bagiannya di atas pohon asam cerita. Peran ini dapat dilihat dengan
dengan harapan cepat berbuah, sedangkan menelusuri atau menghubungkan perilaku
Tuntel menanam bagiannya di belakang masing-masing tokoh dari awal hingga akhir
rumahnya. Setelah beberapa lama, bagian cerita. Guna melihat peran masing-masing
Tuntel mulai bertunas, berdaun, berbuah secara keseluruhan, diperlukan penelusuran
hingga matang, sedangkan bagian Godek miteme (myteme) yang berkaitan dengan
membusuk hingga mengering. Akan tetapi, posisi masing-masing tokoh dan disusun
Godek selalu bercerita bahwa pertumbuhan secara sintagmatik dan paradigmatik. Dari
pisangnya sama dengan pertumbuhan pisang pola sintagmatik dan paradigmatik yang
Tuntel. berkaitan dengan posisi inilah dapat
Melihat buah pisangnya sudah banyak ditafsirkan sosok dalam kehidupan nyata
menguning, Tuntel ingin memanen, tetapi ia yang diwakilkan oleh masing-masing tokoh.
tidak bisa memanjat. Tuntel pun menerima Berdasarkan rangkaian alur dari awal
tawaran Godek untuk memetikkan buah hingga akhir cerita, posisi masing-masing
pisang tersebut. Sesampainya di atas, Godek tokoh (Godek dan Tuntel) demikian teratur.
memakan buah pisang tersebut tanpa Berkaitan dengan posisi ini, ditemukan
menyisakan satupun untuk pemiliknya, adanya perilaku yang jika dibandingkan
…Perilaku dalam Masyarakat Sasak (Syaiful Bahri)| 169
merupakan oposisi biner. Perbandingan Tuntel mendapatkan bagian tengah batang
tersebut dilakukan dengan mencari miteme ke bawah.
berupa adegan, percakapan, maupun Berdasarkan pemaparan tersebut
hubungan antaradegan yang berkaitan dapat diketahui bahwa pohon pisang tersebut
dengan posisi masing-masing tokoh. dibagi menjadi dua bagian, yakni bagian atas
Sebagai bahan analisis, penulis dan bawah. Bagian atas diambil oleh Godek,
membagi menjadi beberapa bagian peristiwa sedangkan bagian bawah menjadi bagian
atau miteme yang dianggap penting dan Tuntel. Jika dikaitkan dengan dengan bagian
memberikan gambaran tentang posisi sebelumnya, terdapat kesamaan
masing-masing tokoh ini. Pertama, Godek peran/bagian yang dipilih oleh masing-
dan Tuntel mengambil pohon pisang. Dalam masing tokoh.
peristiwa ini Tuntel berperan sebagai orang
yang mengambil batang pisang di sungai, Skema 2
sedangkan Godek menunggu di darat. Miteme Bagian Pohon Pisang yang Dipilih
Dilihat dari sisi tinggi-rendah, darat dan Tokoh
sungai merupakan oposisi yang
menunjukkan sungai memiliki posisi yang Godek Tengah ke atas
lebih rendah dibandingkan dengan darat.
Bagian pohon
Sungai sebagai reperesentasi posisi lebih pisang
rendah ini menjadi lokasi peran yang Tuntel Tengah ke bawah
dimiliki oleh Tuntel, sedangkan darat yang
merupakan representasi posisi lebih tinggi Ketiga, tempat tanam pohon pisang.
menjadi tempat keberadaan Godek. Tokoh Godek yang mengambil bagian atas
pohon pisang menanam bagiannya dengan
Skema 1 cara menggantungkannya di atas pohon
Posisi Tokoh dalam Miteme Mengambil asam. Hal ini dilakukan dengan harapan agar
Pohon Pisang pohon pisang tersebut cepat berbuah.
Berbeda dengan Godek, Tuntel yang
Godek Di darat mendapatkan bagian bawah pohon pisang
Mengambil pohon pisang justru menanam bagiannya di tanah. Jika
Di sungai
dibandingkan, kedua posisi tempat menanam
Tuntel
pohon pisang yang dilakukan kedua tokoh
ini menunjukkan adanya oposisi. Godek
Kedua, Godek dan Tuntel mengambil yang mengambil keputusan untuk menanam
bagian. Bagian yang dimaksud adalah pohon bagiannya dengan menggantungkannya di
pisang yang sudah didapatkan. Sebagaimana atas pohon asam menunjukkan bahwa posisi
telah dipaparkan dalam ringkasan cerita, yang dipilih oleh tokoh tersebut adalah
kedua tokoh ini akhirnya mendapatkan satu bagian atas. Sebaliknya, Tuntel justru
batang pisang yang dianggap masih bagus memilih bagian bawah sebagai tempat
kemudian dibawa ke darat. Pisang ini menanam pohon pisang yang menjadi
kemudian dibagi menjadi dua untuk ditanam bagiannya.
di tempat masing-masing. Dalam penentuan
bagian pohon pisang yang dipilih, adanya
oposisi berkaitan dengan pilihan kedua
tokoh ini kembali terlihat. Godek mengambil
bagian tengah batang ke atas, sedangkan
170|Mabasan, Vol. 8 No.2, Juli—Desember 2014 : 164—176
Skema 3 menjadi patokan posisi. Pada bagian
Miteme Tempat Tokoh Menanam Pisang sebelumnya pohon pisang dijadikan sebagai
patokan, di bagian kelima ini tempurung
Godek Digantung di
kelapa-lah yang dijadikan sebagai patokan.
Menanam pohon asam
pohon pisang
Ditanam di Skema 5
Tuntel
tanah Miteme Posisi Tokoh Mencari/
Menyembunyikan Sarung
Keempat, memetik buah pisang.
Dalam peristiwa ini Godek berperan sebagai Godek
Di atas
pemetik, sedangkan Tuntel sebagai pemilik tempurung
Mencari/
pisang justru menunggu di bawah pohon. menyembunyikan
sarung Di bawah
Posisi kedua tokoh ini kembali menunjukkan
Tuntel tempurung
dua tempat yang beroposisi, yakni di atas
dan bawah pohon pisang.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat
Skema 4 diketahui bahwa sosok Godek selalu berada
Miteme Posisi Tokoh dalam Memetik pada posisi atas, sedangkan sosok Tuntel
Pisang selalu berada pada posisi bawah. Posisi ini
demikian teratur dan konsisten dari awal
Di atas
Godek sampai akhir cerita.
pohon
Memetik buah Berbicara tentang atas-bawah dalam
pisang konteks kehidupan sosial, khususnya
Di bawah
Tuntel pohon kehidupan sosial masyarakat Sasak, tentu
tidak bisa dilepaskan dari adanya dua
oposisi posisi yang ada dalam masyarakat.
Kelima, mencari sarung. Peristiwa ini Dengan memperhatikan posisi dari masing-
diawali dengan kekecewaan Tuntel yang masing tokoh dalam Tegodek dait Tetuntel
tidak diberikan buah pisang oleh Godek. yang demikian teratur, terlihat adanya
Kekecewaan itu dilampiaskan dengan segmentasi posisi superior-inferior,
menyembunyikan sarung milik Godek yang penjajah-terjajah, atau penindas-tertindas.
masih berada di atas pohon pisang. Godek Adanya segmentasi tersebut tentu
yang mengetahui sarungnya disembunyikan tidak terlepas dari sejarah kolonialisasi atas
setelah turun dari pohon pisang itu pun terus masyarakat Sasak. Berbeda dengan daerah
memanggil Tuntel dan meminta agar lain di Indonesia, kolonialisasi yang
sarungnya dikembalikan. Hingga akhirnya ia dihadapi oleh masyarakat Sasak berlangsung
berdiri di atas tempurung kelapa dan tidak jauh sebelum datangnya Belanda.
diketahuinya bahwa di bawah tempurung Kolonialisasi pertama yang dialami oleh
itulah Tuntel berada. Posisi ini kembali masyarakat Sasak adalah kolonialisasi yang
secara jelas menunjukkan adanya oposisi dilakukan oleh Karangasem, yakni
antara tokoh Godek dan Tuntel. Jika pada berlangsung sejak tahun 1641 M. pada
peristiwa sebelumnya posisi atas-bawah bagian barat Lombok dan 1740 M. pada
ditampilkan dengan keberadaan kedua tokoh seluruh wilayah Lombok (Mahsun, 2002).
di atas dan di bawah pohon pisang, pada Hal itu diperkuat oleh Kraan (2009) yang
peristiwa ini posisi tersebut kembali menyatakan bahwa kekuasaan Karangasem
terulang. Namun, terdapat perbedaan yang berlangsung selama ratusan tahun. Peristiwa
…Perilaku dalam Masyarakat Sasak (Syaiful Bahri)| 171
kolonialisasi tersebut berlanjut dengan berpatokan pada struktur cerita dengan
kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda berpegang pada konsep oposisi biner
kemudian digantikan Jepang. Rentang waktu sebagaimana dilakukan pada penentuan
tersebut menunjukkan bahwa kolonialisasi sosok tokoh Godek dan Tuntel. Perilaku
yang demikian lama memiliki pengaruh tokoh Godek dan Tuntel dalam penelitian ini
yang sangat besar dalam tata kehidupan, akan dipaparkan menjadi empat peristiwa
terutama kehidupan sosial masyarakat atau miteme, yakni keaktifan kedua tokoh,
Sasak. pengetahuan tokoh, kejujuran tokoh, dan
Tokoh Godek maupun tokoh Tuntel cara kedua tokoh dalam menyelesaikan
dalam fabel Tegodek dait Tetuntel memang permasalahan.
masing-masing tidak disebutkan asalnya.
Akan tetapi, jika posisi masing-masing 4.3.1 Keaktifan Tokoh
tokoh dikaitkan dengan segmentasi dalam Keaktifan tokoh dimaksudkan sebagai
kehidupan sosial yang terbagi atas superior- peran masing-masing tokoh dalam
inferior, penjajah-terjajah, atau penindas- mengambil keputusan, inisiatif, atau
tertindas, tokoh Godek maupun Tuntel pada menyelesaikan permasalahan di tengah
cerita tersebut merupakan perwakilan dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Pada
masing-masing segmentasi tersebut. bagian awal digambarkan bahwa Godek
Segmentasi superior/penjajah/penindas berinisiatif mencari pohon pisang. Ia
diwakilkan oleh tokoh Godek, sedangkan digambarkan sebagai tokoh yang
segmentasi inferior/terjajah/tertindas mendatangi tempat Tuntel dan mengajaknya
diwakilkan oleh tokoh Tuntel. Peran dan mencari pohon pisang. Dengan kata lain,
perilaku masing-masing tokoh tersebut akan pencarian pohon pisang tersebut merupakan
dipaparkan sebagai gambaran perilaku inisiatif yang datang dari tokoh Godek.
dalam masyarakat Sasak. Pada tahap Godek memiliki perilaku lebih aktif
selanjutnya, peran dan perilaku dari masing- dibandingkan dengan Tuntel. Peran seperti
masing tokoh tersebut akan dijadikan itu terus berlangsung secara konsisten pada
sebagai dasar untuk menarik simpulan atas berbagai peristiwa dari awal sampai akhir
keinginan atau maksud tersembunyi dalam cerita.
cerita yang merupakan human mind atau Pada peristiwa berikutnya, pengambilan
nalar manusia. batang pisang, Godek dan Tuntel bertukar
peran. Tuntel terjun ke sungai dan secara
4.3 Representasi Perilaku Tokoh dan aktif mengambil pohon pisang yang
Perilaku dalam Masyarakat Sasak dianggap cocok untuk mereka bawa.
Setelah menentukan sosok yang Meskipun demikian, dalam peritiwa ini
diwakilkan oleh masing-masing tokoh yang Godek berperan sebagai pengarah yang
ada dalam cerita Tegodek dait Tetuntel, memberitahu Tuntel dari darat mengenai
tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi pohon pisang yang cocok dan bagus untuk
perilaku masing-masing tokoh yang dibawa pulang.
merupakan gambaran perilaku masyarakat Peran Godek yang lebih aktif
Sasak dalam konteks segmentasi sosial atas dibandingkan Tuntel juga terlihat ketika ia
posisi superior-inferior/penjajah-terjajah/ secara aktif mengunjungi Tuntel untuk
penindas-tertindas. Identifikasi perilaku ini menanyakan perkembangan pisang yang
akan dilakukan dengan melihat peran dan mereka tanam. Dalam peran ini Godek
perilaku masing-masing tokoh dari awal berposisi sebagai pengunjung dan penanya,
hingga akhir cerita. Pengkajian perilaku ini sedangkan Tuntel sebagai tokoh yang
172|Mabasan, Vol. 8 No.2, Juli—Desember 2014 : 164—176
didatangi dan ditanya. Ketika pisang Tuntel Karangasem atas Lombok dilakukan setelah
menguning, Godek juga berperan aktif berhasil mengalahkan Makassar yang telah
menawarkan diri untuk membantu memetik, lebih dahulu menguasai Lombok.
sedangkan Tuntel berperan sebagai tokoh Rangkaian penguasaan yang demikian
yang ditawari. Ketika Tuntel menyetujui panjang dari satu penguasaan ke penguasaan
tawaran itu, secara otomatis Godek berperan yang lain tersebut oleh Mahsun dikatakan
aktif sebagai pemetik, sedangkan Tuntel sebagai salah satu pendorong adanya
secara pasif menunggu di bawah. Semua kecenderungan untuk melakukan proteksi
peran tersebut tergambar dalam skema diri. Salah satu wujud proteksi diri tersebut
berikut. adalah kekurangpercayaan diri untuk
mengungkapkan keinginan atau ide secara
Skema 6 terbuka sehingga cenderung terlihat pasif
Peran (Keaktifan-Kepasifan) Tokoh dalam sebagaimana tokoh Tuntel.
Berbagai Peristiwa
Husnan, Erwan dkk. (2008). “Penelitian Nizarjoe. (2011). “Pesan di Balik Dongeng
Kekerabatan Bahasa-Bahasa Daerah: Lawas Tetuntel-Tuntel dan Tegodek-
Tanah Asal dan Arah Migrasi Penutur Godek” diunduh di http://skepat-
176|Mabasan, Vol. 8 No.2, Juli—Desember 2014 : 164—176
lombok.blogspot.com/2011/11/pesan- Shubhi, Muhammad. (2011). “Analisis
dibalik-dongeng-lawas-te- Struktural Cerita Cilinaye: Upaya
tuntel.htmltanggal 19 Agustus 2014 Mengungkap Kearifan Lokal
Pk. 23.08 Wib. Masyarakat Sasak”. Makalah dalam
Diklat Jabatan Fungsional Peneliti
Safarudin, Balok dkk. (2010). “Orientasi Tingkat Pertama Golongan 24 Tahun
Nilai Budaya Etnis Sasak yang 2011. Bogor: Pusbindiklat LIPI.
Tercermin dalam Cerita Rakyatnya”.
Laporan Penelitian pada Kantor
Bahasa Provinsi NTB. Mataram:
Kantor Bahasa Provinsi NTB.