You are on page 1of 12

MAKALAH

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

EGIS DIA SAFITRI 20042014058

DINI AMINARTI 20042014037

ANUGRAH FIRMANSYAH 20042014047

PRODI ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS SOSPOL

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR (UIM)

2020/2021

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan kasih karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN JASA ini dengan tepat waktu.

Semoga Makalah ini dapat dipahami bagi bapak/ibu dosen dan setiap rekan
yang membacanya. Sekiranya Makalah yang telah kami susun ini dapat berguna
bagi kami sendiri maupun bagi setiap orang yang membacanya.

Kami menyadari bahwa dalam Makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan, dan kami mohon maaf apabila terdapat penyampaian kalimat yang
kurang baik, untuk itu saran dan kritik dari berbagai sumber yang dapat
membangun sangat kami harapkan sehingga menjadi lebih baik untuk
kedepannya.

II
DAFTAR ISI

SAMPUL...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
A. Pengertian pajak pertambahan nilai.......................................................................
B. Subjek pajak PPN..................................................................................................
C. Objek pajak pertambahan nilai (PPN)...................................................................
D. Tarif pajak pertambahan nilai (PPN).....................................................................
E. Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN).................................................
F. Mekanisme pajak pertambahan nilai.....................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap melakukan transaksi, terdapat semacam pungutan tambahan yang
tercantum pada struk pembelian suatu barang atau jasa. Pungutan tambahan
tersebut merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN merupakan pungutan
yang dikenakan dalam setiap proses produksi maupun distribusi. PPN sering
ditemukan dalam proses transaksi sehari hari. Sebab pihak yang menanggung
beban PPN adalah konsumen akhir. Selain  harus mengetahui pengertian apa itu
PPN, sebaiknya pahami juga objek dan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 
Dalam dunia bisnis sangat penting memahami dunia perpajakan, karena salah satu
sumber pendapatan sebuah negara berasal dari pajak. Jika pelaku usaha
memahami dunia perpajakan, maka secara tidak langsung membantu sebuah
negara untuk berkembang. Salah satu pajak yang sering bersinggungan dalam
bisnis adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

B. Rumusan masalah
1. Apakah Pengertian pajak pertambahan nilai ?
2. Apa saja Subjek pajak PPN ?
3. Objek pajak apakah yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) ?
4. Seperti apa Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) ?
5. Bagaimana Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) ?
6. Bagaimana Mekanisme pajak pertambahan nilai ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yang artinya Pajak yang
dikenakan atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam
proses peredaran dari produsen ke konsumen.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa
dalam negeri oleh wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan pemerintah.
Dalam bahasa Inggris, PPN biasa disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and
Services Tax (GST).
PPN bersifat objektif, tidak kumulatif, dan termasuk jenis pajak tidak langsung.
Dimaksud tidak langsung artinya pajak tersebut disetorkan oleh pihak lain, dalam hal
ini pedagang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, konsumen akhir yang
menjadi penanggung pajak tidak menyetorkan langsung ke kas negara.
Dasar hukum PPN di Indonesia mendapatkan tiga kali perubahan. Perubahan
yang terjadi dilakukan agar lebih sederhana dan adil untuk masyarakat. Saati ini dasar
hukum PPN tercantum pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Undang-Undang ini sudah mengalami tiga kali perubahan sejak tahun 1983, dengan
urutan sebagai berikut:

1. Undang-Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983


2. Undang-Undang PPN Nomor 11 Tahun 1994
3. Undang-Undang PPN Nomor 18 Tahun 2000

B. Subjek pajak PPN


Definisi subjek Pajak PPN adalah orang pribadi dan/atau badan yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan melakukan kegiatan penyerahan dan menerima
Barang/Jasa Kena Pajak. Hal ini dapat diartikan bahwa seluruh orang atau badan yang
berada di wilayah Indonesia dan/atau dalam daerah pabean merupakan subjek Pajak
PPN.

2
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai (Ppn)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, objek yang
dikenakan atas PPN adalah:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean
4. Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud dan ekspor JKP oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP)
5. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200 m2 yang
dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang
Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain
6. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut
boleh dikreditkan
 
Terdapat jenis barang yang tidak dikenakan PPN, antara lain:

1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran bumi.


2. Barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, susu, daging, sayur, dan
lainnya.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di restoran atau rumah makan
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga
5. Jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan,
dan sebagainya.
Selain hal-hal yang diatur di atas, penyerahan yang menjadi objek Pajak PPN
memiliki syarat sebagai berikut:

1. Penyerahan merupakan Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak


Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak.
2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.

3
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Ada beberapa Objek PPN yang diatur khusus dalam UU PPN:

1. Pasal 16C

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegitan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan oleh pribadi
atau pihak lain yang Batasan dan tata caranya diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan.

2. Pasal 16D

Penyerahan BKP berupa aktiva yang tujuan awalnya tidak untuk


diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, Kecuali atas penyerahan aktiva
yang pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

D. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Dalam Rancangan Undang-Undang HPP No, 7 Tahun 2021 yang telah disahkan
oleh DPR, tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) resmi naik menjadi 11% dan 12%.
Dimana tarif PPN sebelumnya hanya mencapai 10%. Kenaikan tarif ini akan berlaku
pada tahun 2022.
Upaya penaikan tarif PPN adalah bagian dari revisi UU Perpajakan yang
tercantum dalam RUU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Nilai pajak
diputuskan naik secara bertahap mulai 11% dan 12%.
Sementara, rentang maksimal pemungutan pajak PPN berdasarkan Undang-
Undang PPN adalah sebesar 15%. Terkait pemberlakukan dan implementasi tarif baru
ini masih harus diatur dalam perundang-undangan.

E. Dasar Pengenaan Pajak pertambahan nilai (PPN)


Dalam penghitungan PPN terutang rumus yang digunakan adalah Tarif PPN
dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). PPN mengenal 5 jenis DPP, yaitu
sebagai berikut:

1. Harga Jual

4
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.

2. Penggantian

Pengggantian adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Tidak Berwujud

3. Nilai Impor

Nilai Impor adalah Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai.

4. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir

5. DPP Nilai Lain

DPP Nilai Lain adalah Nilai lain dalam menentukan Dasar Pengenaan Pajak
yang diatur dalam peraturan turunan dari Undang-Undang PPN

F. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

Dalam penyaluran Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ada mekanisme yang harus
terstruktur dan terurut di Indonesia, yaitu sebagai berikut.Dalam penyaluran Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), ada mekanisme yang harus terstruktur dan terurut di
Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. Pengusaha Kena Pajak menambahkan PPN terhadap Barang Kena Pajak yang
dibeli oleh wajib pajak dan harus memberikan faktur sebagai bukti.
2. Tarif PPN yang tertuang dalam faktur tersebut adalah pajak keluaran bagi PKP
penjual Barang Kena Pajak.
3. PPN bersifat pajak yang dibayar di muka selama PKP menjalankan aktivitas
usahanya.

5
4. Bila ditemukan perbedaan, dimana pajak keluaran lebih besar daripada
masukan, maka wajib disetorkan kepada kas negara. Jika sebaliknya, maka
selisih tersebut bisa dimasukkan dalam kompensasi pajak berikutnya.
5. SPT masa PPN wajib disampaikan oleh PKP di setiap bulannya.

Dalam membahas PPN tidak lengkap jika tidak membahas mekanisme


penghitungan PPN. Mekanisme penghitungan PPN terutang adalah
PPN terutang = Pajak Keluaran – Pajak Masukan
Salah satu kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah menerbitkan Faktur
Pajak Keluaran setiap kali ada penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak. Disamping
kewajiban itu, PKP mempunyai hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan
yang berhubungan dengan kegiatan usaha. Sebelum lebih jauh mengenal mekanisme
Perhitungan PPN ada baiknya anda mengetahui Pengertian Pajak Keluaran dan Pajak
Masukan, sebagai berikut :

1. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh
Pengusaha Kena Pajak kepada Otoritas Pajak atas pemungutan pajak atas
barang dan/ jasa dari pihak ketiga / konsumennya.
2. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh
pengusaha atau konsumen terkait pembelian barang atau jasa.

Pada dasarnya sifat PPN adalah Pajak Tidak Langsung, yang maksudnya adalah
Pajaknya dibebankan kepada pihak lain dan penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajaknya kepada kas negara. Dan disinilah tugas dari
PKP untuk membantu otoritas pajak Indonesia untuk memungut jenis pajak ini. PKP
adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan penyetoran PPN, jika PPN
tidak disetorkan dengan jumlah yang benar maka akan sangat mudah Kantor Pajak
mendeteksi transaksi atas PPN karena sudah adanya sistem e-faktur untuk melihat
integrasi data PKP seluruh Indonesia.
Kembali kepada mekanisme Perhitungan PPN, setelah memiliki kewajiban untuk
mnerbitkan Faktur Keluaran, PKP juga memiliki hak untuk mengkreditkan Pajak
Masukan mereka yang telah dibayarkan kepada supplier atau penyedia jasa yang
berhubungan dengan kegiatan usaha PKP. Tetapi tidak semua Pajak Masukan dapa
dikreditkan, sehingga PKP harus cermat dalam mengkreditkan mana saja yang Pajak

6
Masukannya dapat dikreditkan. Berikut adalah syarat dasar untuk dapat pengkreditkan
Faktur Pajak Masukan:

1. Adanya dokumen lengkap yang berhubungan dengan transaksi tersebut seperti


Puchase Order, Invoice, dan/ dokumen pendukung lainnya.
2. Transaksi yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
3. Pengkreditan Pajak Masukan di SPT Masa PPN paling lambat dilakukan tiga
bulan setelah masa pajak transaksi.

Adapun Faktur Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, jika:

1. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha


Kena Pajak (PKP).
2. Pemanfaaatan BKP Tidak Berwujud dan Pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
3. Perolehan JKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
4. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau yang disewakan.
5. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal
13 ayat (5) atau (9) UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, NPWP
pembeli BKP dan/ JKP.
6. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak.
7. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
8. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum Pengusaha Kena Pajak
berproduksi.

Inti dalam mekanisme perhitungan PPN adalah PKP harus menghitung semua
Faktur Pajak Keluaran yang telah diterbitkan dan mempunyai kewajiban untuk
memngut pajaknya, kemudian juga PKP harus cermat menentukan Faktur Pajak
Masukan mana saja yang dapat dikreditkan. Selain hal-hal diatas, PKP juga harus
mengetahui hal-hal lain jika melakukan transaksi dengan pihak bendaharawan atau
BUMN yang memiliki sifat wajib pungut.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yang artinya Pajak yang
dikenakan atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam
proses peredaran dari produsen ke konsumen.Pajak Pertambahan Nilai merupakan
pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa dalam negeri
oleh wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan pemerintah. PPN bersifat
objektif, tidak kumulatif, dan termasuk jenis pajak tidak langsung alam Rancangan
Undang-Undang HPP No, 7 Tahun 2021 yang telah disahkan oleh DPR, tarif PPN
resmi naik menjadi 11% dan 12%. Kenaikan tarif ini akan berlaku pada tahun 2022.
Nilai pajak diputuskan naik secara bertahap mulai 11% dan 12%.
Sementara, rentang maksimal pemungutan pajak PPN berdasarkan Undang-Undang
PPN adalah sebesar 15%.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/01/31/ppn-adalah
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/01/31/ppn-adalah

You might also like