You are on page 1of 21

KONSEP AMANAH DALAM ALQURAN

Muzakkir Syahrul
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Email:
Rizqi Ramadhan

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara


Email: brebes526@gmail.com
Raja Margana Sembiring
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Email:

Denni Karo-Karo
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Email:

ABSTRACT

The Qur’an is the holy book that is the guideline for Muslims for daily life after being
given to the Prophet Muhammad SAW by Allah SWT. The Qur’an provides
probabilities that never fail. Since ancient times until now, the Qur’an has always been
relevant in accordance with the progress of the times. The Qur'an also contains many
suggestions revealed by Allah SWT for humans to navigate life in this world. Like the
orders of patience, trust, sincerity and trustworthiness. Regarding the mandate of trust,
many verses of the Qur’an provide explanations about trust. There are 879 trustworthy
words in the Qur’an consisting of fi'il amuna ya'manu and amine ya'manu and their
word derivations. However, as many as 22 verses of the Qur’an are listed in the
Journal. Amanah means to be trusted, credibility is not doubted and it is impossible to
betray. Amanah behavior is very important in everyday life. So one of the role models
that we can emulate in trustworthy behavior is the prophet Muammad SAW, who was
nicknamed Al-Amin, a trusted person. Seeing the importance of discussing this trust,
the author will try to explain the discussion around "The Concept of Trust in the
Qur’an". The author managed to find several points regarding the concept of trust in the
Qur’an, namely the meaning of trust, the number of terms and words trust in the
Qur’an, who is the subject and object of trust. To understand how the Trust is
Implemented in accordance with the Qur'an, what is the Relationship of Faith and Trust
in the Qur'an, and what is the urgency in Implementing and Abandoning the Trust.

Keywords: Trust, Concept, Verses of the Qur'an, Term, carrier, Application, and
Consequences

ABSTRAK

Alquran adalah kitab suci yang menjadi pedoman umat Islam untuk kehidupan
sehari-hari setelah diberikan kepada Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT. Alquran
memberikan probabilitas yang tidak pernah gagal. Sejak zaman dahulu hingga saat ini,
Alquran selalu relevan sesuai dengan majunya zaman. Dalam Alquran juga terkandung
banyak nasihat-nasihat yang diwahyukan Allah SWT untuk manusia mengarungi
kehidupan di dunia ini. Seperti perintah sabar, tawakal, ikhlas dan amanah. Mengenai
perintah amanah banyak ayat Alquran yang memberikan penjelasan tentang amanah.
Terdapat 879 kata amanah di dalam Alquran yang terdiri dari fi’il amuna ya’manu dan
amina ya’manu dan derivasi katanya. Namun yang tercantum dalam Jurnal sebanyak
22 ayat Alquran. Amanah memiliki arti dapat dipercaya, tidak diragukan
kredibilitasnya dan sangat mustahil untuk berkhianat. Perilaku Amanah ini sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Maka salah satu suri tauladan yang dapat kita
contoh dalam perilaku amanah ialah nabi Muammad SAW yang di juluki sebagai Al-
Amin orang yang terpercaya. Melihat dari pentingnya pembahasan amanah ini, penulis
akan mencoba memaparkan pembahasan seputar “Konsep Amanah dalam Alquran”.
Penulis berhasil menemukan beberapa point mengenai konsep amanah dalam Alquran
yakni pengertian Amanah, jumlah Term dan kata Amanah dalam Alquran, siapa yang
menjadi Subjek dan Objek amanah. Untuk memahami bagaimana Amanah itu
Diterapkan sesuai dengan Alquran, seperti apa Hubungan Iman dan Amanah dalam Al-
Qur’a, serta apa urgensi dalam Melaksanaan dan Mengabaiakan Amanah.

Kata Kunci: Amanah, Konsep, Ayat Alquran, Term, pengemban, Aplikasi, dan
Konsekuensi
PENDAHULUAN

Alquran bagi kaum muslimin adalah verbum dei (kalam Allah) yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril selama kurang lebih
23 tahun.1 Berisi pedoman hidup bagi manusia, menyediakan sistem dan manajemen
kehidupan yang sempurna, serta himpunan peraturan tentang relasi dan interelasi
manusia dengan sesama, manusia dengan ligkungan, maupun manusia dengan Tuhan.
Fungsi dan komposisi kitab suci ini secara jelas termaktub dalam Alquran Surah Al-
baqarah potongan Ayat 185 dan Surah Ibrahim Ayat 52.

ِ َ‫بُ ِينَاتُُمِنَُُا ْلهدَىُُ َوا ْلف ْرق‬


ُ‫ان‬ ُ ِ َّ‫لُفِي ُِهُا ْلق ْرآنُُهدًىُلِلن‬
َُ ‫اسُ َو‬ َُ ‫ضانَُُالَّذِيُأ ْن ِز‬
َ ‫ش ْهرُُ َر َم‬
َ ....

Artinya: ..........“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
bathil). (QS. Al-Baqarah: 185)

َ ْ ‫اس َو ِّليُ ْنذَ ُر ْوا ِّب ٖه َو ِّل َي ْعلَ ُم ْْٓوا اَنَّ َما ه َُو ا ِّٰلهٌ َّواحِّ ٌد َّو ِّل َيذَّ َّك َر اُولُوا‬
ِّ ‫اْل ْل َبا‬
‫ب‬ ِّ َّ‫ٰهذَا َب ٰل ٌغ لِّلن‬

Artinya: (Alquran) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia agar
mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan
Yang Maha Esa, dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim: 52)

Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi pada permulaan abad ke-7 itu
meletakkan dasar untuk kehidupan sosial dan individual kaum muslimin dalam segala
aspek secara holistik. Bahkan masyarakat muslim memulai eksistensinya dan
memperoleh kekuatan hidup dengan merespon dakwah Islam. Sedangkan pengertian
Masyarakat Islam itu sendiri menurut Muhammad Fazlurrahman Anshari adalah
masyarakat teosentris dan etika-religius.2 Artinya masyarakat yang serba Tuhan yang
segala aktivitas hidupnya diwarnai moral dan etika Islam. 3 Alquran menjadi sumber
pijakan dan ideologi kehidupan. Salah satu cermin moral dan etika Islam dalam
masyarakat teosentris dan etika-religius adalah sikap bertanggung jawab dan dapat
dipercaya, istilah ini sering disebut Amanah.

1
Taufik Adnan Kamal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Jakarta: PT Pustaka Alvabet, 2013),
hlm. xiii.
2
Muhammad Fazlurrahman Anshari, Konsep Masyarakat Islam Modern (Bandung: Risalah,
1984), hlm. 166-167.
3
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya
offset, 2006), hlm. 220.
Dalam bahasa Indonesia kata amanah diartikan sebagai titipan atau sesuatu yang
harus disampaikan pada orang lain. Maka ia adalah sebuah beban dan kewajiban yang
harus ditunaikan. Amanah merupakan konsep penting dalam Alquran yang berkaitan
dengan hakikat spiritual keberagamaan muslim. Amanah pula menjadi salah satu
substansi pokok agama Islam. Sebab perintah untuk amanah jelas disebutkan Allah
lafazhnya pada Alquran. menarik membicarakan amanah, sebab dengannya
sempurnanya iman dan tanpanya maka tidak adalah iman tersebut, sebagaimana hadis
Nabi SAW; “Tiada iman bagi orang yang tidak menunaikan amanah dan tiada agama
bagi orang yang tidak menunaikan janji.”4

Melihat dari pentingnya pembahasan amanah ini, penulis akan mencoba


memaparkan pembahasan seputar “Konsep Amanah dalam Alquran” . Jurnal ini
meliputi beberapa point mengenai konsep amanah dalam Alquran yakni pengertian
Amanah, jumlah Term dan kata Amanah dalam Alquran, siapa yang menjadi Subjek
dan Objek amanah. Untuk memahami bagaimana Amanah itu Diterapkan sesuai dengan
Alquran, seperti apa Hubungan Iman dan Amanah dalam Al-Qur’a, serta apa urgensi
dalam Melaksanaan dan Mengabaiakan Amanah.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian


kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah meneliti pada kondisi objek melalui eksperimen), sebab sumber
penelitian ini meliputi berbagai buku, jurnal dan kitab yang berkaitan dengan topik
yang dibahas. Metode analisis deskriptif yang dikombinasikan dengan teknik
pengumpulan data library research (penelitian pustaka).5

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Pengertian Konsep dan Amanah


a. Konsep

4
Abu ‘Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal, Musnad Ahmad ibn Hambal, Vol. III
(Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1419 H./1998 M.), hlm. 135.
5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2019),
hlm.18.
Kata konsep merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin yakni conceptum
yang berarti sesuatu yang dipahami. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia konsep berarti rancangan atau buram dan sebagainya. Konsep dimaknai juga
ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, gambaran mental dari
objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain, pendapat (paham), rancangan (cita-cita) yang telah
dipikirkan, agar segala kegiatan berjalan dengan sistematis dan lancar, dibutuhkan
suatu perencanaan yang mudah dipahami dan dimengerti. 6
Konsep diartikan pula oleh beberapa pakar sebagai sebuah kata yang
dimaksudkan di dalamnya beberapa kata yang sejenis yang memiliki ciri-ciri yang
sama. Konsep diperlukan untuk membangun dan merancang suatu kontruksi
pengetahuan. Contoh sederhana dari beberapa penjabaran terkait pengertian konsep
adalah jika berbicara tentang rumah maka mencakup di dalamnya materil yang
membangunnya. Jika berbicara tentang konsep rumah adat maka yang di dalamnya
mencakup aspek jenis seperti masjid, gereja, dan kuil. Demikian contoh sederhana
dalam memahami makna konsep.
b. Amanah
Amanah memiliki arti pengertian secara etimologis yakni ia termasuk dari kata
bahasa arab dalam bentuk mashdar yakni ‫ امانة‬amanatan yang berarti jujur atau dapat
dipercaya.7 Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti Pesan, atau perintah.
Menurut kamus Al-Munawir pengertian ‫ امانة‬itu adalah segala yang diperintahkan Allah
kepada hamba-nya.8 Amanah adalah salah satu bahasa Indonesia yang telah di sadur
dari bahasa Arab. Kata “amanah” dikemukakan dalam Al-Qur`anul karim semuannya
bermakna menepati janji dan pertanggung jawaban. 9

Secara terminologi, amanah memiliki beberapa pengertian yang dicakup dari


beberapa pendapat tokoh. Seperti Al-Qurthubi. Ia berkata, amanah itu ialah mencakup
semua tugas suci agama, dan menurut hemat penulis ini juga yang merupakan pendapat

6
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.
248.
7
Abu Rifqi al Hanif, Nur Kholif Hasin, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Terbit Terang, 2000),
hlm. 22.
8
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), hlm. 41.
9
Abbas Mahmud al-Aqqad, Al-Insaan fi Al-Qur`an, Penerj; Tim Penerjemah Pustaka Firdaus,
Manusia Diungkap Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1991), hlm. 45-50.
mayoritas ulama. Mereka hanya berselisih pendapat di dalam perinciannya. Ibn Mas'ud
berkata, amanah itu adalah amanat terhadap harta benda seperti titipan dan sebagainya.
Ibn Jarir berpendapat bahwa amanah adalah tanggung jawab yang dibebankan kepada
pemimpin umat agar mereka menunaikan hak-hak umat Islam. Ibn Taymiyah
berpendapat amanah mencakup dua konsep, yakni kekuasaan dan harta benda. 10
Menurut Husein Muhammad amanah merupakan memelihara titipan orang dan
mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Akan tetapi, pengertian
dari amanah tersebut tidak terbatas pada masalah itu saja, melainkan memiliki
pengertian yang lebih luas lagi. Yakni menyangkut pula dapat menyimpan rahasia
orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri dan menunaikan tugas-
tugas yang diberikan kepadanya. 11 Menurut M Quraish Shihab sesuatu yang diserahkan
kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta
oleh pemiliknya.12 Amanah merupakan lawan kata dari khianat adalah sendi utama
interaksi. Amanah tersebut membutuhkan kepercayaan dan kepercayaan itu
menghasilkan ketenangan batin yang selanjutnya melahirkan keyakinan. Yakin dan
percaya kepada siapa yang diberi amanah tersebut.
Dengan begitu, kata amanah mempunyai pengertian yang luas, misalnya juga
berupa suatu tanggung jawab yang dipikul oleh seseorang atau titipan yang diserahkan
kepadanya untuk diserahkan kembali kepada orang yang berhak. Juga berarti kejujuran
dalam melaksanakan tanggung jawab. 13 Dalam tafsirnya, al-Maraghi menjelaskan
tentang definisi amanah ke dalam tiga bagian, yaitu: Pertama; amanah hamba dengan
Rabb-nya; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadanya untuk dipelihara, berupa
melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala laranganNya dan menggunakan
segala perasaan dan anggota badannya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya dan
mendekatkan kepada Rabb. Kedua; amanah hamba dengan sesama manusia; di
antaranya adalah mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga
rahasia dan lain sebagainya. Ketiga; amanah manusia terhadap dirinya sendiri, seperti
hanya memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan

10
Pendapat-pendapat di atas, dikutip dari Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik dalam
al-Qur’an, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1992), hlm. 198.
11
Husein Muhammad, Wasiat Taqwa Ulama’-Ulama’ al Azhar-Kairo, (Jakarta: Bulan Bintang,
1986). hlm. 125-126.
12
Quraish Shihab, Tafsir al Misbah pesan, kesan dan keserasian Al Qur’an, Jilid 2, (Jakarta:
Lentera hati, 2000). hlm. 457.
13
Fachruddin Hs, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an dan Hadits, Jilid VII. (Jakarta: Kamil
Pustaka, 2013), hlm. 15.
dunianya.14 Maka, dapat disimpulkan bahwa amanah adalah merupakan sebuah bagian
dari agama yang merupakan kewajiban bagi pemikulnya untuk melaksanakan apa yang
menjadi amanah bagi dirinya tersebut.
B. Kata Amanah dan Term-Termnya di dalam Alquran
Kata Amanah dan derivasi katanya terdapat di 879 tempat dalam Alquran. Namun
dalam pembahasan Jurnal ini hanya menggunakan 22 ayat kata amanah yang berbentuk
fi’il madhi berjumlah 2, berbentuk ism berjumlah 6 dan berbentuk shifah musyabbahah
yang berjumlah 14.15 Berikut lampiran Surah dan nomor ayatnya :
a. Kata amanah dalam ayat Alquran, berbentuk fi’il madhi ada pada 2 tempat yakni, QS.
Albaqarah: 283, dan QS. Yusuf: 64
b. Kata amanah dalam ayat Alquran, berbentuk ism ada pada 6 tempat yakni, QS. Al-
Ahzab: 72, Al-Nisa: 58, Al-Anfal: 27, Al-Mu’minun: 8, Al-Ma’arij: 32, dan Al-
Baqarah: 283
c. Kata amanah dalam ayat Alquran, berbentuk, shifah musyabbahah ada pada 14 tempat
yakni, QS. Al-A’raf: 68, Yusuf: 54, Asy-Syuara: 107, 125, 143, 162, 178, 193, An-
Naml: 39, Al-Qhashas: 26, Ad-Dukhan: 18, 51, At-Takwir: 21, dan At-Thin: 3
Selain dari pada kata amanah, penulis juga menambahkan kata-kata di dalam
Alquranyang bermakna sama dengan ‘amanah’, yakni kata Risalah, al Balaghu, dan
Qauli. Kata Risalah terdapat 10 kali di dalam Alquran,16 dan kata al balagh serta qauli
juga terdapat beberapa di dalam Alquran. Namun diantara jumlah yang banyak tersebut,
yang mengarah kepada tema kajian makalah ini ialah kata Risalah ‫ رسالة‬yang berada di
6 tempat, yaitu dalam ; QS. Al-Maidah; 67, QS. Al-A’raf; 62,68,79,93, QS. Hud; 57.
Kata al balagh ‫ البلغ‬pada 6 tempat juga yakni pada; QS. Al-Maidah 92,99, An-Nur 54,
at Taghabun 12, An-Nahl 35,82, dan kata Qauli ‫ قولي‬pada QS. Thaha; 94.
C. Pengemban Amanah
Sebelum berbica mengenai kepada siapa Amanah ini diberikan, ada baiknya
penulis mencantumkan pula secara garis besar siapa subjek pemberi Amanah yang
tercantum di dalam Alquran. Maka jika dilihat dari sisi subjeknya (pemberi amanah)
amanah bisa datang dari dua sumber, yaitu dari Allah dan dari manusia. Amanah yang
datang dari Allah terkait dengan segala bentuk perintah dan larangan yang dibebankan

14
Ahmad Mushtafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar dkk, Jilid V.
(Semarang: Toha Putra, 1986), hlm. 116.
15
Muhammad Fuad Abdul Baqi’, Mu’jam al Mufahras li Alfazhil Qur’an, Jilid 1, (Beirut: Daar
Al-hadits, Cet 1427 H/2007 M), hlm 109.
16
Ali Audah, Konkordasi Qur’an, (Bogor: Pustaka Luterasi AntarNusa, 1996, hlm. 560
kepada manusia. Sedangkan amanah dari manusia terkait dengan segala bentuk
kepercayaan, baik berupa harta, jabatan dan lain sebagainya. Jika demikian halnya,
maka kata amanah bisa dipahami dengan kepercayaan yang diberikan oleh Allah swt
atau makhluk lain untuk dilaksanakan oleh orang yang diberi amanah. Contoh amanah
yang bersumber dari Allah SWT bisa dipahami dari QS. Al-Ahzab ayat 72:
‫سا ُۗ ُن‬ ِّ ْ ‫ض َوا ْل ِّجبَا ِّل فَاَبَيْنَ اَ ْن يَّحْ مِّ ْلنَ َها َواَ ْش َف ْقنَ مِّ ْن َها َو َح َملَ َها‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ْ ‫ت َو‬
ِّ ‫اْل ْر‬ ِّ ‫علَى السَّمٰ ٰو‬
َ َ‫اْل َمانَة‬َ ْ ‫ضنَا‬ َ ‫اِّنَّا‬
ْ ‫ع َر‬
٧٢ ‫ظلُ ْو ًما َج ُه ْو ً ْۙل‬
َ َ‫اِّنَّهٗ َكان‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)
Secara zhahiriah, pembaca langsung mengetahui bahwasanya ayat ini adalah
contoh perintah yang datangnya langsung dari Allah SWT. ‘Kami’ pada ayat tersebut
sama sebagaimana kalam Allah lainya yang menunjukkan dirinya dan kuasaNya, yakni
sebagaimana contoh redaksi ayat ketika Allah ucapkan Allah telah menghiasi langit
dengan bintang-bintang َ ُُ‫ُ ُُ َولَقَدُُُْزَُُُيَّنَّاُُال َّس َما َءُ ُُالدُّ ْنيَاُُبِ َُم‬Bukan berarti ada sesiapa lagi
ُ‫صابِي َح‬
selain Allah, melainkan hanya Allah al khaliq sajalah yang dimaksud. Demikian contoh
sumber yang dari Allah. Adapun contoh amanah yang diberi oleh manusia kepada
manusia tentunya adalah yang sebagaimana yang tercantum pada surah yusuf, tatkala
Nabi Ya’qub ragu akan membiarkan saudara Yusuf pergi dengan saudara-saudaranya
setelah apa yang terjadi sebelumnya kepada Nabi Yusuf ‘alahi as sallam. Maka
kemudian Nabi Ya’qub akhirnya memberi izin pergi dengan amanah yang telah
dititipkannya kepada anak-anaknya.17
Selanjutnya, setelah mengetahui sumber atau subjek amanah tersebut, maka
berikut beberapa golongan makhluk Allah SWT yang ditujukan amanah kepada mereka
atau yang disebut dengan pengemban amanah. Mereka adalah :

a. Malaikat
Malaikat juga termasuk makhluk Allah SWT yang disifati dengan al-amin. Ialah
malaikat Jibril yang disifati dan diberi nama lain sebagai ruh al amin tersebut.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Asy-Syuara: 192-194
َ‫ع ٰلى قَ ْل ِّبكَ لتَكُ ْونَ مِّنَ اْل ُم ْنذ ِِّّريْن‬
َ ُ‫ح اْْلَمِّ يْن‬ ُّ ‫ب اْل ٰعلَمِّ يْنَ نَزَ َل ب ِّه‬
ُ ‫الر ْو‬ ِّ ‫َو ِِّاَّنهٗ لتَ ْن ِّز ِْي ُل َر‬

17
Lihat Kisah Nabi Ya’qub dan Yusuf pada QS. Yusuf; 64-68
Artinya: “Dan sesungguhnya Alquranini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam. Dia dibawa turun oleh al-Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seoran di antara orang-orang yang memberi
peringatan ” (QS Asy-Syu’ara’: 192-194)

Ditegaskan dan dibuktikan pernyataan di atas dengan apa yang tercantum dalam
kitab Tafsir al-Maraghi bahwasanya yang dimaksud Al-Ruh al-Amin dalam ayat
tersebut adalah malaikat Jibril ‘alahi assalam. Disifati dengan al-Amin karena ia (Jibril)
merupakan kepercayaan Allah SWT untuk memelihara wahyu-Nya dan
menyampaikannya kepada siapapun di antara hamba-Nya yang Dia kehendaki. 18

b. Para Nabi

Di dalam Alquran, Nabi merupakan makhluk Allah yang paling sering disifati
dengan sifat amanah. Diantaranya adalah Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Luth, Syu’aib dan
Nabi Musa ‘alaihis salam. Sebagai contoh adalah Nabi Nuh yang mengajak kaumnya
untuk takut akan siksaan Allah atas kesyirikan yang mereka lakukan sebagaimana
firman Allah SWT:

ٌ ‫اِّ ْذ قَا َل ل ُه ْم اَ ُخ ْوهُ ْم ن ُْو‬


ْ ‫ح اَْل تَتَّقُ ْونَ ا ِِِّّن‬
ٌ‫ي لكَ ُِ ْم َرس ُْو ٌل اَمِّ يْن‬

Artinya: Ketika saudara mereka, Nuh, berkata kepada mereka, “Mengapa kamu
tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul tepercaya (yang diutus)
kepadamu. (QS. Asy-Syuara: 106-107)

Dalam beberapa ayat pada surah Asy-Syuara’ khususnya berulang kali Allah
sebutkan lafazh yang sama yakni penegasan perkataan setiap Nabi yakni yang telah
disebutkan di atas kepada kaumnya bahwasanya mereka adalah pemberi nasihat dan
seorang rasul yang terpercaya. Namun tak jarang kaum Nabi-Nabi tersebut hanya
menganggap angin lalu dakwah Nabi tersebut hingga kemudian azab datang menjumpai
mereka. Seperti apa yang menimpa kepada kaum Nabi Luth ‘alaihi as salam yakni
hujan batu. Akibat kezhaliman mereka yakni menyukai sesama jenis. Na’udzu billahi
min dzalik. Hal ini Allah sebut pada beberapa tempat salah satunya pada QS. Al-A’raf
80-84. Sungguh telah banyak contoh kisah ummat-ummat terdahulu yang Allah jadikan
i’tibar serta pelajaran bagi manusia saat ini. Maka seyogyanya tidak ada lagi

18
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahan Abu Bakar dkk, Juz XIX
(Semarang: Toha Putra, 1986), hlm. 141
penyimpangan yang seharusnya terjadi dewasa ini. Bukankah yang melanggar syariat
dan mengerjakan apa yang ummat terdahulu kerjakan hingga menuai azab
menunjukkan kejumudan peradaban.

Para Nabi juga bukan tidak bersedih hati tatkala dakwah mereka tidak di dengar.
Hal ini dibuktikan tatkala Nabi Nuh mengadu kepada Allah dalam doa lirihnya yang
sungguh ini pantas menyayat hati seluruh pembaca kisah ini. Aduan tersebut terdapat
pada awal surah Nuh, bahwa sudah didakwahkan dengan segala cara dan upaya, siang
dan malam, mengingatkan mereka akan kasih sayang dan nikmat Allah kepada mereka
namun tetap saja mereka kufur dan ingkar. 19 Begitu pula yang terjadi kepada Nabi
Muhammad SAW, Atas dakwah yang tak kunjung diterima setiap kaumnya, Allah
SWT memberikan penghiburan kepada para Nabi dan Rasul bahwa tidaklah tugas
mereka hanyalah sebatas menyampaikan. Seperti dalam Firman Allah SWT:

٩٢ ‫ع ٰلى َرسُ ْو ِّلنَا ا ْلبَ ٰل ُغ ا ْل ُمبِّ ْي ُن‬


َ ‫الرسُ ْو َل َواحْ ذَ ُر ْوا ۚفَا ِّْن ت ََولَّ ْيت ُ ْم فَا ْعلَ ُم ْْٓوا اَنَّ َما‬
َّ ‫ّٰللا َواَطِّ ْيعُوا‬
َ ‫َواَطِّ ْيعُوا ه‬

Artinya: Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-
hatilah! Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah
menyampaikan (ajaran Allah) dengan jelas. (QS. Al-Maidah: 92)

Maka demikianlah penjelasan amanah yang diberikan Allah kepada Nabi dan
Rasul, yakni dakwah Tauhid. Dakwah kepada setiap ummatnya untuk menyembah
Allah SWT, berikut dengan penolakan, kezhaliman dan azab mereka serta penghiburan
Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya. Amanah adalah akhlak dari para Nabi dan Rasul.
Mereka adalah orang-orang yang paling baik dalam menjaga amanah. Tidak heran bila
Rasulullah dikenal sebagi orang yang paling terpercaya, terutama dalam menjalankan
amanah, sehingga beliau dikenal dengan nama “alamiin”.Rasulullah dikenal di
kalangan anggota jauh sebelum predikat kenabian disematkan Allah swt di dada beliau.
Sifat jujur dan amanah yang terpatri kuat inilah yang menyebabkan orang-orang kafir,
sekalipun tidak beriman kepada ajaran Islam, tetap memepercayakan urusan serta
penitipan harta benda mereka kepada Rasulullah.

c. Jin

19
Lihat QS. Nuh 1-28
Dalam Alquran, terdapat surat yang disebut Al-Jin dan dari surat tersebut dapat
diambil sejumlah informasi mengenai makhluk jin. Jin adalah makhluk yang diberi akal
sehingga mempunyai kemampuan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Statusnya
sama seperti manusia, ada yang beriman dan sholeh, namun ada juga yang kufur dan
jahat.20 Sebagai contoh adalah kisah ‘Ifrit dari golongan jin yang hidup pada masa
Nabi Sulaiman dan yang membantu Nabi Sulaiman ‘alaihissallam untuk memindahkan
singgasana Ratu Bilqis. Hal itu bisa terlihat sebagaimana firman Allah SWT:

ٌّ ‫علَ ْي ِّه لَقَ ِّو‬


٣٩ ‫ي اَمِّ ْي ٌن‬ ْ ‫قَا َل ِّع ْف ِّريْتٌ مِّنَ ا ْل ِّج ِّن اَن َ۠ا ٰاتِّيْكَ بِّ ٖه قَ ْب َل اَ ْن تَقُ ْو َم‬
َ ‫مِّن َّمقَامِّ ۚكَ َواِّنِّ ْي‬

Artinya: Ifrit dari golongan jin berkata, “Akulah yang akan membawanya
kepadamu sebelum engkau berdiri dari singgasanamu. Sesungguhnya aku benar-benar
kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. An-Naml: 39)

Dalam Tafsir al-Thabari disebutkan, maksud dari kata ‫ امين‬adalah terpercaya atas
permata-permata yang terdapat di dalamnya dan tidak akan berkhianat terhadap hal
tersebut. Pendapat lain mengatakan terpercaya (kuat) untuk memikul singgasana
tersebut. Sedangkan dalam Tafsir Ibn Katsir disebutkan, maksud dari kata adalah kuat
untuk memikulnya dan terpercaya untuk menjaga permata yang terdapat di dalamnya. 21
Maka demikian contoh pengemban amanah dari golongan Jin.

d. Manusia
Makhluk Allah lainnya yang terkadang juga disifati dengan amanah adalah
manusia. Allah menawarkan ketaatan kepada langit, bumi dan gunung-gunung sebelum
Dia menawarkan kepada Adam (manusia). Sebagaimana firman Allah SWT:
‫سا ُۗ ُن‬ ِّ ْ ‫ض َوا ْل ِّج َبا ِّل فَا َ َبيْنَ اَ ْن يَّحْ مِّ ْلنَ َها َواَ ْشفَ ْقنَ مِّ ْن َها َو َح َملَ َها‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ْ ‫ت َو‬
ِّ ‫اْل ْر‬ ِّ ‫علَى السَّمٰ ٰو‬
َ َ‫اْل َمانَة‬َ ْ ‫ضنَا‬ َ ‫اِّنَّا‬
ْ ‫ع َر‬
٧٢ ‫ظلُ ْو ًما َج ُه ْو ً ْۙل‬
َ َ‫اِّنَّهٗ َكان‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)
Bukan tanpa maksud Allah jadikan manusia yang mampu mengemban amanah
tersebut. Yang dimana amanah ini sungguh sangat besar sampai langit yang luas,

Jan Ahmad Wassil, Tafsir al-Qur’an Ulul Albab, (Bandung: PT Karya Kita, 2009), Cet. I. hlm.3
20
21
Muhammad Nasib Al-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, terj.
Syihabuddin, Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani, 2012), Cet I. hlm. 460.
gunung yang kokoh tak mampu untuk mengemban amanah tersebut. Ialah amanah
untuk taat kepada Allah. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Allah katakan
bahwa maksud amanah di sini ialah “Jika engkau lakukan dengan baik, engkau dapat
pahala dan jika engkau menyalah-gunakannya, engkau disiksa, maka diterimalah
amanah itu oleh Adam.”22 Sejalan dengan ini pula Allah katakan bahwa manusia
mampu menjadi khalifah di muka bumi ini. 23 Menjadi pemimpin bagi seluruh alam dan
makhluk yang Mulia apabila dapat melaksanakan amanahnya dengan baik, dan
mendapat siksa jika tidak melaksanakan amanah ‘kehambaan’ ini dengan baik.
Secara hakikat seungguhnya manusia telah dianugrahi sifat-sifat kepantasan
(shalahiyah) untuk menerima amanah, yaitu dianugerahi akal yang bisa
mempertimangkan perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu, untuk memelihara
amanah yang diberikan Allah atau masyarakat, dibutuhkan jiwa yang betul-betul jujur,
dan juga teguh serta kuat menegakkannya. Jiwa yang manah menurut konsep AlQur’an
adalah jiwa yang tidak hanya jujur, tetapi juga teguh menegakkan kepercayaan yang
diberikan kepadanya, serta menyadari segala amanah yang diterimanya berasal dari
Allah. Allah-lah yang pada hakikatnya mengangkat seeorang memperoleh kedudukan,
derajat, pangkat, jabatan, dan apapun dalam kehidupan dunia. 24
D. Aplikasi Konsep Amanah dalam Alquran pada Kehidupan
a. Berupaya Menjadi Hamba yang Taat
Bentuk pengamalan dari pada amanah yang Allah berikan kepada manusia pada
umumnya memiliki inti yakni mengharuskan setiap manusia untuk menjadi pribadi
yang lebih baik. Khususnya pada muslim mengharuskan untuk melaksanakan tugas
penghambaan yang lebih maksimal. Mengapa demikian sebab Allah SWT
mengisyaratkan tugas amanah yang berat ini yang tidak mampu untuk langit, bumi dan
gunung emban yang itu dimaksud adalah untuk beribadah Taat kepada Allah yang
mana dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab 72. Konteks ayat tersebut adalah, Diriwayatkan
oleh Al Aufi dari Ibn ‘Abbas ra bahwa yang dimaksud dengan amanah adalah ketaatan
kepada Allah dan kewajiban-kewajiban agama, yang telah ditawarkannya kepada
langit, bumi dan gunung-gunung sebelum ditawarkannya kepada Adam, maka setelah
mereka enggan memikulnya, berfirmanlah Allah kepada Adam: “Aku telah tawarkan
amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung yang semuanya enggan memikulnya,

22
Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994),
hlm. 337.
23
Lihat QS. Al Baqarah 30.
24
Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: AMZAH, 2011), hlm. 99.
sanggupkah engkau menerimanya?” Bertanya Adam: “Ya Tuhanku, dan apa di
dalamnya?” Allah berfirman: “Jika engkau lakukan dengan baik, engkau dapat pahala
dan jika engkau menyalah-gunakannya, engkau disiksa, maka diterimalah amanah itu
oleh Adam.25 Belum berlangsung lama, yaitu sekitar jarak antara Ashr hingga malam
dan masih pada hari tersebut, Adam telah melakukan kesalahan.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibn Abbas, yang dimaksud amanah adalah ketaatan.
Dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an disebutkan, maksud amanah di sini adalah amanah
kehendak, amanah ma’rifat yang khusus dan amanah usaha yang khusus. Manusia
mengenal Allah dengan pengetahuannya dan perasaannya, pasti akan tertuntun kepada
hukum-Nya dengan pikiran dan pandangannya. Dan dia beramal sesuai dengan hukum
itu karena usaha dan pengorbanannya, mentaati Allah sesuai kehendak-Nya, melawan
segala kecenderungan penyimpangan dan menentang segala dorongan nafsu dan
syahwatnya. Dalam setiap langkah-langkah itu dia sadar, berkehendak mengetahui dan
memilih jalannya. Dan dia tau kemana jalan itu akan mengantarkannya. Maka,
berangkat dari pada tafsiran tersebut, bahwasanya amanah yang dimaksud di ayat
tersebut ialaha ketaatan kepada Allah, maka seyogyanyalah setiap muslim untuk
memperbaharui lagi keimanan mereka dengan menambah ketaatan-ketaatan kepada
Allah SWT.
Hal ini sejalan pula dengan beberapa konteks ayat yang menyebut ism fa’il dari
kata amanah ini yakni amin, yang disifati dengan sifat Rasul, salah satunya dalam
Firman Allah SWT:
ٌ ‫اِّ ْذ قَا َل ل ُه ْم اَ ُخ ْوهُ ْم ن ُْو‬
ْ ‫ح اَْل تَتَّقُ ْونَ ا ِِِّّن‬
ٌ‫ي لكَ ُِ ْم َرس ُْو ٌل اَمِّ يْن‬

Artinya: Ketika saudara mereka, Nuh, berkata kepada mereka, “Mengapa kamu
tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul tepercaya (yang diutus)
kepadamu. (QS. Asy-Syuara: 106-107)

Ayat ini memiliki korelasi dengan ayat sebelumnya bahwa rasul yang dipercaya
itu yakni dalam ayat ini adalah Nabi Nuh alaihissallam. Beliau mendahulukan perintah
bertakwa kepada Allah atas perintah taat kepadanya, karena takwa adalah proses
seluruh perintah di dalam hidup ini. Pengulangan perintah di sini karena takwa
merupakan pokok seluruh perbuatan, maka orang yang beramal wajib harus

25
Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994),
hlm. 337.
memperhatikannya apabila menghendaki amalan itu baik. 26 Maka sebagai manusia dan
muslim umumnya ketika datang ayat ini, maka haruslah manusia berupaya menjadi
muslim dan seorang hamba yang lebih taat lagi kepada Allah SWT.

b. Amanah dalam Bermuamalah


mengenai perilaku amanah dalam bermuamalah ada beberapa ayat Alquran yang
menjelaskannya, antara lain:
َ‫ض ُك ْم َب ْعضًا فَ ْلي َُؤ ِّد الَّذِّى اؤْ تُمِّن‬ُ ‫ضةٌ ُۗفَا ِّْن اَمِّنَ َب ْع‬ َ ‫سف ٍَر َّو َل ْم ت َِّجد ُْوا كَا ِّتبًا فَ ِّر ٰه ٌن َّم ْقب ُْو‬ َ ‫ع ٰلى‬ َ ‫۞ َوا ِّْن كُ ْنت ُ ْم‬
٢٨٣ ࣖ ‫ع ِّل ْي ٌم‬ ُ ‫ش َها َد ُۗةَ َو َم ْن يَّ ْكت ُ ْم َها فَ ِّانَّهٗ ْٓ ٰا ِّث ٌم قَ ْلبُهٗ ُۗ َو ه‬
َ َ‫ّٰللا ِّب َما تَ ْع َم ُل ْون‬ َّ ‫ّٰللا َربَّهٗ ُۗ َو َْل تَ ْكت ُ ُموا ال‬
َ‫ق ه‬ ِّ َّ ‫اَ َمانَتَهٗ َو ْل َيت‬
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan
seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Akan tetapi, jika
sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena siapa yang
menyembunyikannya, sesungguhnya hatinya berdosa. Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 283)
٢٧ َ‫الرسُ ْو َل َوتَ ُخ ْونُ ْْٓوا اَمٰ ٰنتِّكُ ْم َواَ ْنت ُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون‬ َ ‫ٰيْٓاَيُّ َها الَّ ِّذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َْل تَ ُخ ْونُوا ه‬
َّ ‫ّٰللا َو‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedangkan kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal: 27)
Di dalam tafsir Al-Wajiz karya Syeikh Wahbah az Zuhaili menjelaskan terkait
ayat ini ialah; ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati perjanjian
kepada Allah dan Rasul dengan menyepelekan perintah kewajiban dan menerjang
batasa perkara yang diharamkan, juga menyebarkan rahasia kepada orang-orang
musyrik dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu baik itu hutang atau hak manusia, sedang kamu mengetahui bahwa khianat
adalah dilarang, atas dasar kesadaran bukan karena lupa, dan kamupun juga mengetahui
akibatnya.’ Ayat ini turun untuk Abu Lubabah: Marwan bin Abdul Mundzir ketika
mengabarkan Bani Quraidhah atas apa yang diklaim Nabi bahwa nabi telah
mengalahkan mereka setelah dikepung selama dua puluh satu malam.
Maka jelaslah bahwasanya kita diharuskan untuk amanah kepada sesama
manusia. Menjaga hak sesama. Begitu pula seseorang apabila berjanji dan berkata.

26
Ahmad Musṭafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahan Abu Bakar dkk, Jilid XIX
(Semarang: Toha Putra, 1986), hlm. 141.
Haruslah sejalan apa yang ia lakukan dengan apa yang ia ucapkan. Berkaitan dengan
hal ini pual terdapat hadis yang menjelaskan: “Jika seseorang berbicara dalam
perundingan, maka ketika ia telah berpaling, itu merupakan amanah.” (HR. Abu Dawud
dan al-Turmudzi).27 Hadits tersebut menunjukkan bahwa kata-kata juga merupakan
amanah yang harus diucapkan dan dikeluarkan dengan penuh tanggung jawab. Apalagi
kepada kedua oran tua. Hal ini dijelaskan dalam Firman Allah SWT dalam QS. Yusuf:
64. Begitu pula halnya amanah yang diberikan kepada orang tua juga harus dijaga
dengan baik oleh setiap anak. Hal ini juga termasuk bahasan dari pada menjaga amanah
kepada sesama. Dalam berhablum minannas nya seseorang.
c. Amanah dalam Kepemimpinan
Perihal pengamalan amanah dalam kepemimpinan dijelaskan dalam beberapa
ayat Alquran antara lain:
ْٓ ِّ ‫اْلمٰ ٰن‬ َ ْ ‫ّٰللا يَأ ْ ُم ُركُ ْم اَ ْن ت ُ َؤدُّوا‬
‫ّٰللا‬ ِّ َّ‫ت ا ِّٰلى اَ ْه ِّل َه ۙا َواِّذَا َح َك ْمت ُ ْم بَيْنَ الن‬
َ ‫اس اَ ْن تَحْ كُ ُم ْوا بِّا ْلعَ ْد ِّل ُۗ ا َِّّن ه‬ َ ‫۞ ا َِّّن ه‬
٥٨ ‫صي ًْرا‬ ِّ َ‫سمِّ ْيعً ۢا ب‬ َ ‫نِّ ِّع َّما يَ ِّعظُكُ ْم بِّ ٖه ُۗ ا َِّّن ه‬
َ َ‫ّٰللا َكان‬
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada
pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu
tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Nisa:
58)

Wujud dari prinsip-prinsip penunaian amanat di dalam ayat tersebut adalah:


Perintah menetapkan hukum dengan adil, Perintah taat kepada Allah, Rasul Allah, dan
kepada pemerintah, Perintah menyelesaikan perselisihan dengan mengembalikannya
kepada Allah dan Rasulnya. Seruan yang menjadi tanggung jawab, berupa kewajiban
yang dibebankan oleh Tuhan kepada manusia, berupa tugas-tugas keagamaan dalam
arti berupa kewajiban yang dibebankan oleh agama; dan amanah dari sesama manusia,
baik amanah perorangan lebih-lebih lagi amanah yang diberikan kepada pemerintah
atau pemimpin atas kepercayaan masyarakat. Sasaran amanat di sini adalah kepada
setiap orang. Tujuannya adalah memelihara martabat kemanusiaan sebagai masyarakat
yang sama kedudukannya dalam hukum sebagai abdi Tuhan.

Sulaiman bin al-Asy’as al-Sajastani, Sunan Abu Daud Vol. 4 (Beirut: Dar alFikr, 1994), hlm.
27

289, Abi ‘Isa Muhammad bin Isa bin Suroh, al-Jami’ al-Shahih wahuwa Sunan al-Turmuzi Vol. 4
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), hlm. 301.
Konsekuensi logis dari keadilan merupakan memotifasi untuk senantiasa tunduk
patuh terhadap produk-produk hukum, baik yang telah qat’iy maupun yang ditetapkan
pemerintah. Itulah sebabnya, sehingga rangkaian ayat berikutnya disebutkan kewajiban
untuk senantiasa mentaati pemerintah. Rasulullah sebagai contoh teladan yang baik.
Sebagai nabi juga seorang pemimpin, memiliki komitmen yang tinggi dalam untuk
menegakkan amanah dengan tidak ikut-ikutan berkhianat jika ada orang lain yang
berbuat khianat. Beliau bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang
mempercayaimu, dan jangan kamu khianat kepada orang yang mengkhianatimu.”
Ungkapan terakhir bisa berarti “Jangan berbuat khianat saat orang lain berkhianat.
Jangan ikut-ikutan korupsi apabila orang lain korupsi, agar hidup aman dan tenang
tanpa dikejar-kejar rasa bersalah.

E. Iman dan Amanah


Kata amanah dan iman berasal dari akar kata yang sama yaitu ‫ ن مُ أ‬. Kedua kata
tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitan itu terlihat dari sabda Nabi
saw, “Tiada iman bagi orang yang tidak menunaikan amanah dan tiada agama bagi
orang yang tidak menunaikan janji.”28 Amanah merupakan salah satu yang harus
dikembangkan ketika kita ingin menyucikan jiwa dan mengenal Allah, karena ia seakar
dengan keimanan. Artinya, sifat amanah itu lahir dari kekuatan iman seseorang.
Semakin tipis iman seseorang maka semakin pudar amanah pada dirinya. Amanah
adalah pilar keislaman seorang mukmin, ketika ia mengkhianati apa yang telah
dipercayakan kepadanya maka ia tergolong sebagai orang munafik. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda:
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair (dalam riwayat lain disebutkan) Dan
telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami
Bapakku telah menceritakan kepada kami al-A'masy. (dalam riwayat lain disebutkan)
Dan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami
Waki' telah menceritakan kepada kami Sufyan dari al-A'masy dari Abdullah bin
Murrah dari Masruq dari Abdullah bin Amru dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ada empat perkara, barangsiapa yang empat perkara tersebut ada
pada dirinya maka dia menjadi orang munafik sejati, dan apabila salah satu sifat dari

28
Abu ‘Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal, Musnad Ahmad ibn Hambal, Vol. III
(Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1419 H./1998 M.), hlm. 135.
empat perkara tersebut ada pada dirinya, maka pada dirinya terdapat satu sifat dari
kemunafikan hingga dia meninggalkannya: jika berbicara selalu bohong, jika
melakukan perjanjian melanggar, jika berjanji selalu ingkar, dan jika berselisih
licik." Hanya saja dalam hadits Sufyan, 'Apabila dalam dirinya terdapat salah satu sifat
tersebut maka dia memiliki salah satu sifat kemunafikan'.” (HR. Muslim, Kitab Iman,
Bab Penjelasan tentang Sifat Munafik).
Adanya hadis tersebut menjadi penegasan bahwa amanah sangat berkaitan
dengan iman. Sebab bagi siapa yang tidak menjalankan perjanjian atau amanah dengan
baik maka ia termasuk dalam kategori orang yang munafik.
F. Konsekuensi Pelaksanaan dan Pengabaian Amanah
Konsekuensi tatkala seseorang melaksanakan, menjaga amanah yang diberikan
kepadanya ialah sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Alquran antara lain ;
٣٢ َ‫ع ْه ِّد ِّه ْم ٰرع ُْو َۖن‬ َ ِّ ‫َوالَّ ِّذيْنَ هُ ْم‬
َ ‫ْلمٰ ٰنتِّ ِّه ْم َو‬
Artinya: (Termasuk orang yang selamat dari azab adalah) orang-orang yang
memelihara amanat dan janji mereka. (QS. Al-Ma’arij: 32)
Hal ini seperti yang disebutkan pula dalam surah Al-Mu’minun bahwa beruntung
orang-orang yang mampu menjalankan amanahnya dengan baik. Yakni janji surga yang
akan Allah berikan bagi yang mampu melaksanakannya. Jika sikap amanah mampu
direalisasikan selalu dalam segala aspek oleh setiap muslim dan manusia umumnya
maka akan terciptalah suasana yang baik. Masyarakat yang aman, damai tentram, jauh
dari kefasadan dan dekat dengan keberkahan. Sebagaimana Fiman Allah SWT:
‫ض َو ٰلك ِّْن َكذَّب ُْوا فَا َ َخ ْذ ٰن ُه ْم ِّب َما‬ َ ْ ‫س َم ۤاءِّ َو‬
ِّ ‫اْل ْر‬ َ ‫َولَ ْو اَ َّن اَ ْه َل ا ْلقُ ٰ ْٓرى ٰا َمنُ ْوا َواتَّقَ ْوا لَفَتَحْ نَا‬
ٍ ‫علَ ْي ِّه ْم َب َر ٰك‬
َّ ‫ت مِّنَ ال‬
٩٦ َ‫كَانُ ْوا َي ْك ِّسب ُْون‬
Artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami
akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan
tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa
mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf: 96)
Keberkahan yang juga diharapkan sebagaimana sebuah kota yang disifati dengan
al-amin, yaitu wilayah atau tempat tinggal bernama al Makkah Al-Mukarramah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Alquran:
َ ْ ‫َو ٰهذَا ا ْلبَلَ ِّد‬
٣ ‫اْلمِّ ي ۙ ِّْن‬

Artinya: dan demi negeri (Makkah) yang aman ini. (QS. At-Thin: 3)
Sebagaimana yang dijelaskan pula pada QS. Al-Isra ayat 1 bahwa bumi Makkah
ini yakni yang ada padanya masjid al haram adalah tanah yang diberkahi oleh Allah
SWT. Selain dampak pada Negara, untuk diri sendiri juga dapat dirasakan yakni
mendapat tempat di masyarakat. Sebagaimana surah Yusuf ayat 54. Kemudian pula
yang terdapat dalam surah An Naml ayat 26. Bahwa sebaik baik orang yang diberi
pekerjaan/ balasan adalah orang yang kuat lagi dipercaya. Adapun konsekuensi lainnya
yakni ketika mengabaikan amanah sebagaimana hadis di atas mengenai sifat orang
munafik salah satunya ialah yang tidak amanah dengan janjinya. Maka orang yang
tidak amanah akan jatuh kepada sifat munafik, cacatnya iman dan sulit mendapat
tempat di masyarakat. Maka ini lah beberapa konsekuensi atau hal yang akan didapat
ketika seseorang mengabaikan amanah yang diberikan.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya amanah


adalah sesuatu yang mesti dilaksanakan penggembannya. Bahkan perintah untuk
melaksanakannya jelas tertulis di dalam Al-Qur’an pada QS. An-Nisa ayat 58. Terdapat
879 kata amanah di dalam AL-Quran yang terdiri dari fi’il amuna ya’manu dan amina
ya’manu dan derivasi katanya. Namun yang dipakai dalam Jurnal ini ialah ayat yang
memiliki kata amanah sebanyak 22 ayat. Term kata yang memiliki makna yang sama
adalah seperti kata Risalah, al Balagh, Qauli. Menurut subjeknya, amanah itu ada yang
berupa perintah Allah SWT langsung, dan ada yang berupa perintah manusia. Dari segi
objeknya, maka amanah tersebut diberikan kepada malaikat, para Nabi, manusia juga
kepada Jin. Adapun aplikasinya dalam kehidupan dapat dilaksanakan dengan
mengupayakan diri menjadi hamba yang lebih baik, lebih taat kepada Allah SWT,
menjaga amanah tersebut dalam bermuamalah kepada sesama manusia, dan dalam
kepemimpinan.

Jika seseorang mampu melaksanakan amanah tersebut dengan baik, maka Allah
akan menjanjika surga kepadanya. Apabila dilaksanakan secara kolektif, seluruh
masyarakat mengimplementasikan perintah amanah ini dengan baik, maka insyallah
akan menjadi masyarakat yang diberkahi Allah SWT dan Negara yang baldatun
thayyibatun. Adapun dampak bagi diri sendiri ialah mendapat tempat di hati
masyarakat. Sebagaimana Nabi Yusuf mendapat kedudukan juga sebagaimana ayat
yang mengatakan bahwa yang terbaik yang dipekerjakan adalah ia yang amanah.
Wallahu a’alam bisshawwab.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Mahmud al-Aqqad, Al-Insaan fi Al-Qur`an, Penerj; Tim Penerjemah Pustaka


Firdaus, Manusia Diungkap Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1991)

Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik dalam al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1992)

Abi ‘Isa Muhammad bin Isa bin Suroh, al-Jami’ al-Shahih wahuwa Sunan al-Turmuzi
Vol. 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.)

Abu ‘Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hambal, Musnad Ahmad ibn Hambal, Vol.
III (Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1419 H./1998 M.)

Abu Rifqi al Hanif, Nur Kholif Hasin, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Terbit
Terang, 2000)

Ahmad Mushtafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar dkk, Jilid V.
(Semarang: Toha Putra, 1986)

Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahan Abu Bakar dkk, Juz XIX
(Semarang: Toha Putra, 1986)

Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,


(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997)

Ali Audah, Konkordasi Qur’an, (Bogor: Pustaka Luterasi AntarNusa, 1996)

Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja
Rosda Karya offset, 2006)
Fachruddin Hs, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur’an dan Hadits, Jilid VII. (Jakarta:
Kamil Pustaka, 2013)

Taufik Adnan Kamal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Jakarta: PT Pustaka Alvabet,


2013)

Husein Muhammad, Wasiat Taqwa Ulama’-Ulama’ al Azhar-Kairo, (Jakarta: Bulan


Bintang, 1986)

Jan Ahmad Wassil, Tafsir al-Qur’an Ulul Albab, (Bandung: PT Karya Kita, 2009)

Muhammad Fazlurrahman Anshari, Konsep Masyarakat Islam Modern (Bandung:


Risalah, 1984)

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008)

Quraish Shihab, Tafsir al Misbah pesan, kesan dan keserasian Al Qur’an, Jilid 2,
(Jakarta: Lentera hati, 2000)

Muhammad Fuad Abdul Baqi’, Mu’jam al Mufahras li Alfazhil Qur’an, Jilid 1, (Beirut:
Daar Al hadits, Cet 1427 H/2007 M)

Muhammad Nasib Al-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, terj.

Syihabuddin, Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani, 2012)

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1994)

Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: AMZAH, 2011)

Salim Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibn Katsir, Jilid VI (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1994)

Sulaiman bin al-Asy’as al-Sajastani, Sunan Abu Daud Vol. 4 (Beirut: Dar alFikr, 1994)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,


2019)

You might also like