Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
RESTU SEKAR ARUM
D1216052
SURAKARTA
2019
TATA KELOLA AKUN INSTAGRAM AKUN PINTER POLITIK
(Studi mengenai Tata Kelola Akun Instagram @pinterpolitik sebagai Media
Distribusi Berita Politik)
Abstract
The faster communication technology growing brings society to the era of
internet and digital. This era affects mass media in term of their news delivery, as
the mass media tends to be going online to adjust the most favorable, trending
medium happens at this time. Considered to be part of media company in online
era, Pinter Politik implemented its strategy by adopting popular social media,
which is Instagram, as the medium of their political news delivery to audiences.
This research is guided by qualitative method with case study approach,
while also guided by purposive sampling with snowball sampling type spesifically.
Data collection technique is applied by interview with five informants in total,
four are from Pinter Politik and one is supported by a social media strategy
expert considered as a background informant. This research is conducted by
using theory of media ecology by Marshall McLuhan, Laws of Media by Marshall
and Eric McLuhan, and basic management principle (POAC) by George R. Terry.
The validity of this research is tested by using the triangulation of sources.
The results show that Pinter Politic’s use of Instagram as the news
delivery medium can be concluded into four main tetrad. Enchancement is pointed
as Instagram enhances two-way communication between Pinter Politik and its
audiences. Retrieval is pointed by multimediality, which combined the main
elements belong to the old media. Reversal is pointed by a comment war and
Instagram reports, and Obsolescence is pointed as Pinter Politic is leaving the
old media culture, which are one-way communication and printed media system.
In accordance to the basic managemet principles, Pinter Politik’s work flow in
using Instagram divided into four main phases. Planning phase is pointed by
Instagram research and editorial meeting. Organizing phase happens to a
division of work, while actuating phase happens to the process of arranging and
news publishing to Instagram. The last phase, controlling, which will return to the
first phase again, is pointed by evaluating and handling the audience feedbacks.
Keywords: Instagram, Laws of Media, News Delivery Medium, Pinter Politik
1
2
Pendahuluan
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
rumusan masalah utama yang ingin diteliti adalah: “Bagaimana tata kelola akun
Instagram Pinter Politik sebagai media distribusi berita politik?”
Tinjauan Pustaka
mengirim pesan kepada audiens yang luas untuk tujuan memberi informasi,
menghibur, atau membujuk (Vivian, 2015: 450). Komunikasi massa memiliki
bentuknya sendiri karena pesan harus dibuat seefektif mungkin untuk
ditujukan kepada banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda
Sejalan dengan definisi yang dikemukakan Vivian, Jay Black dan
Frederick C. Whitney dalam Nurudin (2009: 12) menjelaskan lebih lanjut
bahwa komunikasi massa adalah:
“Mass communication is a process whereby mass-produced
message are transmitted to large, anonymous, and
heterogeneous masses of receivers.”
Metode Penelitian
subjek yang dianggap memahami objek penelitian. Dalam penelitian ini, key
person merupakan tokoh formal, seperti kepala perusahaan, kepala bagian, kepala
unit, ataupun tokoh informal seperti tokoh masyarakat yang memahami tentang
objek penelitian tersebut (Bungin, 2007: 77). Mengacu pada pengertian di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua karyawan yang bekerja di kantor
berita Pinter Politik dapat dijadikan informan dalam penelitian ini. Peneliti hanya
akan memilih beberapa informan yang dianggap representatif dan memahami
objek serta masalah penelitian yang sedang dikaji. Informan yang representatif
dan sesuai dengan konteks penelitian adalah Pemimpin Redaksi Pinter Politik,
Penulis atau Reporter, Tim Marketing dan Sosial Media, Tim Visual Grafis, dan
satu informan latar yaitu pakar social media strategy.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik analisis
data interaktif dari Miles dan Huberman, yang menurut Pawito (2007: 104)
didasarkan pada tiga komponen yaitu reduksi data (data reduction), penyajian
data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and
verifying conclusions). Mengenai validitas dan keabsahan data, dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi data atau sumber untuk menguji
keabsahan data. Menurut Moleong (2000: 178), triangulasi data atau sumber
merupakan teknik triangulasi yang menggunakan berbagai sumber data yang
berlainan untuk memperoleh data yang serupa. Triangulasi data atau sumber
artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif.
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi
kasus, peneliti mengkategorisasi dan mereduksi data yang telah didapatkan selama
proses penelitian berlangsung. Kategorisasi dan reduksi data peneliti sesuaikan
dengan identifikasi masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Peneliti berharap
pemaparan yang disajikan dalam penelitian ini dapat menyajikan gambaran yang
komprehensif dan mendalam tentang bagaimana penggunaan media sosial
9
dalam sekali klik. Link atau tautan tersebut ditunjukkan oleh penggunaan fitur
Swipe Up, dimana Pinter Politik menampilkan judul berita (teks) dan gambar
dalam instastory (video durasi mini) yang dilengkapi dengan ikon Swipe Up
dengan animasi berkedip. Hukum ketiga dalam Laws of Media yaitu
obsolescence, dimana peningkatan guna suatu medium secara bersamaan mampu
mengusangkan teknologi lama yang tidak lagi dikembangkan. Sebelum
berkembangnya jurnalisme online, budaya komunikasi massa terdahulu seperti
media cetak dan televisi hanya bersifat satu arah, dimana komunikator massa
dapat menyampaikan pesan melalui suatu medium namun khalayak yang
menerima tidak dapat memberikan respons atau feedback secara langsung
sehingga media massa dulu sulit menilai bagaimana respon khalayak mengenai
pesannya.
Pinter Politik yang lahir di era online, diakui Wim memang mantap
didirikan menjadi media online tanpa memulai dengan jalur media cetak
sebagaimana yang umum terjadi. Komunikasi satu arah menjadi benar-benar
ditinggalkan, karena Instagram sebagai medium sangat memungkinkan terjadinya
interaksi dua arah antara Pinter Politik dengan audiensnya. Selain itu, masih
dalam hukum obsolescence, Pinter Politik juga meninggalkan budaya printed
paper, seperti koran dan majalah yang berjaya sebelum jurnalisme online
berkembang seignifikan seperti saat ini. Distribusi berita dalam bentuk printed
paper nampak tidak begitu dikembangkan, mengingat terbatasnya ruang informasi
dan biaya cetaknya yang terbilang mahal. Dengan menggunakan Instagram, Pinter
Politik mampu menyampaikan informasi kepada audiens tanpa harus memikirkan
terbatasnya bidang ruang yang memuatnya, karena informasi yang dimuat secara
online bersifat tidak berbatas.
Hukum keempat dalam Laws of Media yaitu reversal, suatu keadaan bila
penggunaan sebuah medium didorong pada batas maksimal penggunaannya
sehingga mampu memutarbalikkan fungsi aslinya yang berbeda dari tujuan awal.
Penggunaan Instagram yang dimaksimalkan sebagai medium distribusi berita oleh
Pinter Politik tidak dapat membendung terjadinya perdebatan (comment war)
antarnetizen di kolom komentar. Perdebatan tersebut membuat Pinter Politik
13
tulisan yang tepat dan enak dibaca. Dalam rapat redaksi, penulis yang
mengajukan tema kemudian menjelaskan alasan dibalik pengajuan tema
tersebut, mengapa penting untuk diangkat oleh Pinter Politik. Contoh, ide
penulisan mengenai politik identitas yang banyak muncul menjelang pemilihan
presiden 2019 merupakan salah satu berita yang paling banyak mendapatkan
porsi, baik untuk berita indepth, infografis, instastory, melalui Instagram
Polling, dan IgTV.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Wim Tangkilisan, yang bertindak sebagai CEO sekaligus pemimpin
redaksi Pinter Politik berperan sebagai pihak yang berwenang dalam mengatur
manajemen, termasuk pembagian kerja dari sumber daya yang bergerak di
bawahnya. Pembagian kerja sesuai porsinya masing-masing merupakan tahap
kedua dalam prinsip dasar manajemen menurut Terry yaitu organizing.
Organizing menurut Terry adalah menglompokkan dan menetukan berbagai
kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan tersebut. Pada tahap ini, setiap pekerjaan ditetapkan secara matang
dan teliti, kemudian didelegasikan menjadi tugas masing-masing orang yang
berada dalam jajaran redaksi. Pinter Politik melakukan pembagain kerja ini
berdasarkan kapabilitas masing-masing orang dalam redaksi. Dalam penelitian
ini, tim yang menangani penulisan berita adalah tim penulis atau reporter, tim
yang merancang ide dan desain visual untuk infografis, video, dan multimedia
adala tim visual grafis, sedangkan tim yang melakukan teknis penggunaan
Instagram adalah tim sosial media dan marketing.
Pada tahap organizing ini, pekerjaan, pertanggungjawaban, dan luas
kewenangan ditentukan. Misalnya, ide atau tema penulisan tidak akan bisa
diangkat ke dalam Instagram tanpa melalui pesetujuan dari redaktur dan
pemimpin redaksi. Juga tim sosial media dan marketing, yang mendapatkan
kuasa sebagai administrator Instagram Pinter Politik, memiliki kuasa penuh
dalam menggunakan Instagram sebagai medium mereka dalam distribusi berita
kepada audiens, berikut eksplorasi fitur-fitur yang dimiliki Instagram untuk
menyasar target mereka, yaitu milenial. Tahap organizing ini juga menjadi
15
d. Controlling (Pengawasan)
Pada tahap actuating sebelumnya telah dijelaskan mengenai proses
penyusunan dan penyampaian berita oleh Pinter Politik menggunakan
Instagram, dimana beberapa fitur yang digunakan mampu mendatangkan
feedback yang tinggi dari audiens, sebagai bentuk respons akan konten berita
yang diunggah oleh Pinter Politik. Feedback audiens melalui Instagram
tersebut kemudian dibawa oleh Pinter Politik ke dalam tahap keempat dalam
prinsip dasar manejemn George R. Terry, yaitu controlling. Tahapan ini
mencakup kegiatan penetapan ukuran, monitor hasil dengan ukuran,
memperbaiki penyimpangan, dan menyesuaikan dengan cara peangawasan
sebelumnya. Tahap pengawasan ini kembali pada rapat redaksi yang
mempertemukan pemimpin redaksi, sekretaris redaksi, dan redaktur dengan
jajaran tim redaksi di bawahnya, untuk mengetahui perkembangan kerja
mereka sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi.
Salah satu bentuk evaluasi adalah dengan menghitung jumlah klik dan
visit pada website utama Pinter Politik yang ditautkan melalui hyperlink pada
halaman muka dan fitur Swipe Up seperti yang dipaparkan sebelumnya. Diakui
oleh Wim, bahwa jumlah klik dan visit pada website Pinter Politik traffic nya
belum sebanyak interaksi yang terjadi dengan audiens di Instagram. Dalam
artian, Instagram memang lebih populer dan lebih tinggi followers bila
dibandingkan dengan website utamanya sendiri. Namun, hal tersebut dinilai
Wim sebagai hal yang biasa, dan tidak mempengaruhi proses kerja dari Pinter
Politik sendiri mengingat perhatian utama Pinter Politik bukanlah pada satu
medium saja, melainkan seluruh medium yang digunakan sehingga mampu
mencapai hasil yang saling berkesinambungan.
Bahan masukan dan evaluasi Pinter Politik sering ditemui dari feedback
yang diberikan audiens pada kolom komentar, direct message, dan vote pada
Instagram Polling. Bentuk evaluasi lainnya yang dilakukan tim adalah dengan
memindai rekomendasi yang diberikan oleh audiens kepada Pinter Politik.
Seperti diakui Tembangras bahwa Instagram mampu meningkatkan interaksi
antara media dengan audiens, dan memang hal tersebut lah yang terjadi. Salah
17
Kesimpulan
redaksi. Tahapan ini menugaskan tim reporter sebagai penulis berita, tim visual
grafis sebagai eksekutor infografis, video, dan multimedia, sedangkan tim sosial
media dan marketing sebagai administrator Instagram. Tahapan selajutnya adalah
actuating, yang terbagi ke dalam dua pelaksaan besar yaitu penyusunan pesan dan
penyampaian pesan. Penyusunan pesan berupa penulisan berita, perancangan
infografis, dan pembuatan video IGTV. Sementara penyampaian pesan dilakukan
oleh administrator Instagram dengan penggunaan hyperlink pada halaman muka
Instagram dan Swipe Up story, serta melakukan Instagram Polling dalam satu
minggu sekali. Tahapan controlling dalam penggunaan Instagram oleh Pinter
Politik dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi feedback audiens dan penanganan.
Evaluasi feedback dilakukan dengan mempertimbangkanmmasukan ide tulisan,
rekomendasi eksplorasi fitur, dan koreksi data. Melanjutkan evaluasi tersebut
adalah penanganan, yang ditunjukkan dengan menerbitkan berita dari polling
terbanyak, melakukan instapolling secara rutin, dan merevisi data pada konten
yang dikoreksi oleh audiens.
19
Daftar Pustaka
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2017). Survei Penetrasi dan
Perilaku Pengguna Internet APJII 2017. https://www.apjii.or.id/survei. 1
Februari 2017. Diakses tanggal 8 Oktober 2018 pukul 20.12.
Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Deuze, M. (2004). What is Multimedia Jurnalism. International Journal of
Journalism Studies Volume 5 Number 2. Amsterdam: Routledge Taylor and
Francis Ltd.
Idrus, M. (2009). Metode penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: PT. Gelora Akasara
Pratama.
Hasibuan, M. S. P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
McLuhan, M. (2002). Understanding Media: The Extension of Man. United
Kingdom: Routledge.
Nasrullah, Rulli. (2014). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Nurudin. (2009). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKis Pelangi
Aksara.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
West, Richard. Lynn H. Turner. (2007). Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta.
Salemba Humanika.
Vivian, J. (2015). Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan. Jakarta:
Prenadamedia Group.