You are on page 1of 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327791832

Perbandingan frekuensi molting Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)


yang diberi pakan komersil dan nanokalsium yang berasal dari cangkang
tiram (Crassostrea gigas)

Article · September 2018


DOI: 10.13170/depik.7.1.8629

CITATIONS READS

8 2,200

2 authors, including:

Lia Handayani
universitas Abulyatama, Aceh Besar, Indonesia
34 PUBLICATIONS   150 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Hibah Penelitian Dosen Pemula View project

All content following this page was uploaded by Lia Handayani on 21 September 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

SHORT COMMUNICATION DOI: 10.13170/depik.7.1.8629

Perbandingan frekuensi molting Lobster air tawar (Cherax


quadricarinatus) yang diberi pakan komersil dan nanokalsium yang
berasal dari cangkang tiram (Crassostrea gigas)

The comparison of growth and moulting frequency of Freshwater lobster


(Cherax quadricarinatus) fed a commercial diet with nanocalcium oyster
shells (Crassostrea gigas)

Lia Handayani1*, Faisal Syahputra2


1Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Abulyatama Aceh Besar
23372 Indonesia; 2Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas
Abulyatama, Aceh Besar 23372 Indonesia. *Email Korespondensi: liahndyn@gmail.com

Abstract. Oyster shell can be used as alternative calcium source. Utilizing of oyster shell into nano calcium flour can be
used to decrease solid waste. The usage of nano calcium flour in feed is important applied as calcium supplements with
cherax quadricarinatus. The purpose of this research is to study the effect of nano calcium addition on feeds to increase
moulting frequency, survival and growth rate of freshwater lobster. This research has been done during 60 days in
fisheries Laboratory, Abulyatama University. Two percents nano calcium addition on feeds gives significant effect on
growth rate and very significant effect to moulting frequency of freshwater lobster. Which has moulting frequency 2.71.
Where the treatment was not added nano calcium has moulted frequency 1.29. But, nano calcium addition on foods did
not affect survival rate.
Keywords: freshwater lobster, moulting, nanocalcium

Abstrak. Cangkang tiram dapat digunakan sebagai alternatif sumber kalsium. Pemanfaatan cangkang
tiram menjadi serbuk nanokalsium dapat mengurangi limbah padat. Penggunaan serbuk nanokalsium
pada pakan penting dilakukan sebagai suplemen kalsium untuk lobster air tawar. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan nanokalsium pada pakan terhadap pertumbuhan,
frekuensi molting dan kelangsungan hidup Lobster Air Tawar (LAT). Penelitian ini dilakukan selama
60 hari di laboratorium perikanan, Universitas Abulyatama. Data dianalisa menggunakan uji T
(perbandingan) antara lobster yang diberi pakan nanokalsium dan tanpa penambahan nanokalsium.
Nanokalsium yang ditambahkan ke dalam pakan sebanyak 2% berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan lobster air tawar (thitung > ttabel), dan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah molting
dengan frekuensi molting 2,71 kali/ekor terhadap lobster yang diberi pakan nano CaO, sedangkan
yang diberi pakan komersil hanya 1,29 kali/ekor. Namun, tidak berpengaruh terhadap tingkat
kelangsungan hidup (thitung < ttabel).
Kata kunci: lobster air tawar, molting, nanokaslium

Pendahuluan
Cangkang tiram merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan oleh sektor
perikanan, penumpukan limbah cangkang tiram menyebabkan pencemaran lingkungan yang
berdampak terhadap kualitas tanah, air dan estetika lingkungan. Menurut Jung (2007) limbah
cangkang tiram dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai aplikasi, misalnya cangkang
kerang yang berwarna terang dengan sedikit pigmen, diantaranya scallops sebagai sumber
kalsium yang digunakan sebagai antibakteri pada sayuran kol (Sawai, 2001). Cangkang tiram
dan scallops mempunyai persamaan yaitu sama-sama memiliki warna yang terang. Oleh karena
itu, cangkang tiram juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Komponen utama dari
cangkang tiram adalah CaCO3, yang akan diubah menjadi CaO setelah proses kalsinasi.
Kalsium memegang peranan penting dalam kehidupan, kalsium mengatur kerja
hormon-hormon pertumbuhan (Almatsier, 2004). Berdasarkan jumlah, 99% kalsium berada

Handayani dan Syahputra, (2018) Volume 7, Number 1, Page 42-46, April 2018 42

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi (Almatsier, 2004). Beberapa penelitian
menunjukkan keberadaan kalsium sangat dibutuhkan oleh manusia maupun hewan-hewan
lainnya, sebagai contoh manusia membutuhkan kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi,
sedangkan hewan misalnya lobster (Cherax quadricarinatus) membutuhkan kalsium untuk proses
molting. Peran molting sangat penting dalam pertumbuhan lobster, karena lobster hanya bisa
tumbuh melalui molting (Ahvenharju, 2007). Maka semakin sering lobster molting, akan
semakin cepat pula pertumbuhannya. Namun demikian dalam usaha budidaya lobster masih
ditemui beberapa kendala, diantaranya kematian akibat gagalnya proses molting, dan kematian
akibat kanibalisme. Kanibalisme umumnya terjadi saat molting, hal ini terjadi karena
pengerasan cangkang terlalu lambat, sehingga mengeluarkan aroma yang khas dan
mengundang lobster lain untuk memangsa lobster yang sedang moulting. Keberhasilan
molting sangat bergantung pada cadangan kalsium yang ada dalam tubuh lobster (Ahvenharju,
2007). Salah satu penyebab kegagalan molting adalah tidak berhasilnya lobster dalam proses
gastrolisasi, yaitu penyerapan kalsium yang ada di dalam tubuh. Kalsium berperan besar dalam
proses pengerasan kembali cangkang setelah terjadinya proses molting. Kalsium yang
dibutuhkan oleh lobster dapat berasal dari pakan dan lingkungan.
Pada penelitian sebelumnya tentang penambahan kalsium pada air rendaman untuk
menunjang keberhasilan gastrolisasi lobster air tawar telah dilakukan oleh Hakim (2008),
kemudian pada tahun 2009 Hakim juga melakukan penelitian pemberikan kalsium komersil
pada pakan lobster air tawar dan berhasil meningkatkan frekuensi molting. Zaelani (2006)
melakukan penelitian pada lobster air tawar pada media yang ditambahkan CaCO3 dengan
dosis 100 mg/l dan menghasilkan nilai laju pertumbuhan dan pertumbuhan panjang tertinggi.
Pada umumnya kalsium terdapat dalam ukuran mikro. Ukuran partikel erat kaitannya dengan
kemampuan penyerapan didalam tubuh (Suptijah, 2012), sehingga jika ukuran kalsium yang
digunakan semakin kecil, maka dapat diasumsikan semakin baik pula proses penyerapannya
oleh tubuh. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan kalsium dalam
ukuran nano terhadap pakan lobster, agar proses pertumbuhannya semakin meningkat.

Bahan dan Metode


Sumber kalsium
Bahan utama yang digunakan sebagai sumber kalsium adalah cangkang tiram
(Crassostrea gigas) yang diperoleh dari perairan Gampong Tibang dan Alue naga Kecamatan
Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Sedangkan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) diperoleh
dari Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Ladong.
Pembuatan nano kalsium
Pembuatan nanokasium dilakukan dengan metode top down. Serbuk cangkang tiram
dikalsinasi pada suhu 900°C selama 4 jam. Nano kalsium yang dihasilkan dari proses kalsinasi
ditambahkan kedalam pakan komersil yang telah ditepungkan. Nano kalsium yang
ditambahkan sebanyak 2% dari 1 kg pakan. Diaduk hingga rata, lalu ditambahkan CMC
(Carboxy Methyl Cellulose) sebanyak 1% dari jumlah pakan, terakhir 70% air ditambahkan dan
diaduk rata agar adonan dapat dicetak ulang menggunakan mesin pencetak. Sedangkan sebagai
pakan pembanding tidak ditambahkan nano kalsium, namun hanya ditambahkan air dan CMC
saja dengan perlakuan yang sama. Setelah dicetak ulang, pakan dijemur selama 3 hari. Metode
penelitian yang digunakan adalah uji T (perbandingan) dengan 2 kali pengulangan. Ada 2
perlakuan yaitu kelompok pertama lobster diberi pakan komersil tanpa tambahan nano
kalsium dan kelompok kedua lobster diberi pakan dengan tambahan nanokasium sebanyak
2% kg-1. Pemeliharaan lobster dilakukan dalam aquarium berukuran 60x60x40 cm dengan
kepadatan 7 ekor per akuarium menggunakan sistem resirkulasi. Benih lobster yang digunakan
berumur 2 bulan dengan berat awal rata-rata 3 gram. Lobster diberi pakan sebanyak 5% dari
berat biomassa per hari dengan frekuensi pemberian pada pagi (25%) dan sore (75%) selama

Handayani dan Syahputra, (2018) Volume 7, Number 1, Page 42-46, April 2018 43

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

60 hari. Selama masa pemeliharaan diamati frekuensi molting, pertumbuhan dan kelangsungan
hidup lobster.
Parameter
Kelangsungan hidup
Kelangsungan hidup lobster air tawar yang dipelihara dihitung dengan
membandingkan jumlah lobster yang hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah lobster
pada awal penebaran. Perhitungan dengan menggunakan rumus Muchlisin et al., (2016):
SR = (No-Nt /N0) x 100
Dimana, SR = Survival rate atau kelangsungan hidup (%), Nt = Jumlah benih lobster air
tawar yang mati selama penelitian (ekor), N0 = Jumlah benih lobster air tawar pada awal
penelitian (ekor)
Pertumbuhan
Rumus pertumbuhan panjang mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie (1997)
sebagai berikut:
L = Lt – L0
Dimana, L = Pertambahan panjang mutlak (cm), Lt = Panjang lobster air tawar pada akhir
pemeliharaan (cm), L0 = Panjang lobster air tawar pada awal pemeliharaan (cm)

Frekuensi molting
Frekuensi molting lobster air tawar dihitung dengan jumlah keseluruhan lobster yang
molting selama masa pemeliharaan dibagi jumlah lobster yang digunakan sebagai sampel
penelitian. Adapun satuan frekuensi molting adalah kali/ekor .

Hasil
Hasil penelitian yang telah dilakukan selama 2 bulan menunjukkan bahwa
penambahan kalsium berukuran nano pada pakan sebanyak 2% dari jumlah pakan dapat
meningkatkan frekuensi molting, namum bila ditinjau dari segi tingkat kelangsungan hidup
menunjukkan nilai yang sama, yaitu mencapai 100%. Data secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 1. Lobster air tawar dipelihara pada sistem resirkulasi dengan menggunakan filter
gabungan. Filter yang digunakan kapas sebagai filter fisika, karbon aktif sebagai filter kimia
dan bioball sebagai filter biologi. Hal ini bertujuan untuk memberikan kualitas air yang baik
sehingga proses penyerapan kalsium dapat berlangsung maksimal. Nilai pH , DO dan suhu
selama pemeliharaan berturut-turut adalah 7,3-8,2; 7,1-7,5 ppm; 23-24°C secara lebih rinci
akan dibahas selanjutnya.

Tabel 1 Rata-Rata Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Frekuensi Molting


Perlakuan penambahan kalsium pada pakan
0% 2%
Pertumbuhan panjang (cm) 2,55 ± 0,19 2,53 ± 0,43
Kelangsungan hidup (%) 100 100
Frekuensi molting (kali/ekor) 1,29 2,71

Pembahasan
Penggunaan sistem resirkulasi dalam penelitian ini bertujuan untuk menstabilkan
kualitas air, karena penyiponan dianggap kurang efektif menstabilkan kadar oksigen terlarut.
Menurut Hakim (2009) kualitas air yang baik berpengaruh terhadap proses metabolisme dan
nafsu makan lobster sehingga akan meningkatkan daya cerna dan daya serap nano kalsium
yang diberikan.

Handayani dan Syahputra, (2018) Volume 7, Number 1, Page 42-46, April 2018 44

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penambahan nanokalsium pada pakan tidak


berbeda nyata terhadap pertumbuhan, namun terdapat perbedaan yang sangat nyata terhadap
frekuensi molting. Berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya bahwa semakin sering
seekor lobster molting, maka akan semakin cepat pula pertumbuhannya. (Hakim, 2009)
lobster yang diberi pakan kalsium memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibanding lobster
yang diberi pakan 0% kalsium. Perbedaan hasil kajian ini dengan temuan oleh penelitian
sebelumnya mungkin disebabkan oleh faktor genetik atau perbedaan umur lobster uji yang
digunakan, karena tidak ada catatan mengenai umur dan asal induk lobster uji tersebut,
mungkin saja berasal dari induk yang berbeda sehingga secara genetic juga akan berbeda,
demikian pula dengan umurnya.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hakim (2009), Selama masa
pemeliharaan, lobster diberi shelter (pipa paralon sepanjang 10 cm) dengan jumlah 3 kali
jumlah lobster. Hal ini bertujuan untuk menghindari kanibalisme. Wie (2006) menyatakan
lobster air tawar termasuk binatang yang memiliki sifat kanibal dan umumnya lobster air tawar
yang sedang melakukan tahap molting sangat lemah dan rentan terhadap serangan sesamanya.
Lobster air tawar yang baru saja melakukan pergantian kulit (molting) memerlukan tempat
untuk bersembunyi atau berlindung mengingat lobster air tawar pada saat baru molting
kondisi fisiknya sangat lemah serta lobster air tawar mempunyai sifat saling memangsa
(Setiawan, 2006). Oleh sebab itu, pemeliharaan lobster dengan menggunakan shelter efektif
menghindari kanibalisme sehingga kelangsungan hidup dapat mencapai 100%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi molting lobster dengan penambahan
nano kalsium 0% pada pakan lebih rendah dibanding dengan lobster yang diberi tambahan
nano kalsium 2%. Hasil ini sejalan dengan Hakim (2009) yang melaporkan lobster air tawar
yang diberi penambahan kalsium 2% pada pakannya menghasilkan frekuensi molting lebih
tinggi dibanding dosis 4%, 6% dan kontrol.
Kalsium berperan sangat penting dalam proses molting yaitu sebagai pembentuk
gastrolith. Gastrolith ini nantinya akan diserap lagi untuk mengeraskan cangkang setelah proses
molting. Pada penelitian ini digunakan kalsium dalam ukuran nano sehingga lebih mudah
diserap oleh tubuh, sesuai dengan pernyatan Suptijah et al. (2011) yaitu kalsium dalam bentuk
nano partikel menyebabkan reseptor cepat masuk, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh
lebih baik.
Penambahan nanokalsium diharapkan dapat merangsang lobster untuk melakukan
molting, sehingga pada perlakuan yang diberi penambahan nanokalsium terlihat banyaknya
lobster yang molting. Bila dibandingkan dengan penelitian Hakim (2009) maka frekuensi
molting lobster air tawar dalam penelitian ini lebih tinggi, dimana dengan dosis yang sama
Hakim (2009) menghaslkan moulting rerata 1,47 kali, sedangkan dalam penelitian ini
mencapai 2,71 kali/ekor. Namun demikian lobster memiliki kemampuan untuk menyerap
kalsium dari air, dan cangkang yang lama (Pavey, 1990). Metode penambahan mineral
kalsium dalam ukuran nano pada pakan merupakan salah satu metode yang efektif untuk
memberikan tambahan kalsium bagi lobster sehingga molting lebih sering terjadi dan
pertumbuhan pun semakin meningkat, karena dengan metode ini mineral kalsium langsung
dapat dicerna bersamaan dengan pakan yang diberikan, sehingga cukupnya cadangan kalsium
dalam tubuh lobster. Cadangan kalsium inilah yang selanjutnya akan digunakan untuk proses
pengerasan cangkang kembali setelah lobster mengalami molting.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa
pemberian pakan dengan penambahan kalsium dalam ukuran nano, dapat meningkatkan
frekuensi molting sebesar 1,42 kali/ekor.

Handayani dan Syahputra, (2018) Volume 7, Number 1, Page 42-46, April 2018 45

Depik
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
p-ISSN: 2089-7790, e-ISSN: 2502-6194 http://jurnal.unsyiah.ac.id/depik

Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Kemenristekdikti yang telah sepenuhnya
mendanai penelitian ini pada skema Penelitian Dosen Pemula pada tahun 2017.

Daftar Pustaka
Ahvenharju, T. 2007. Food intake, growth and social interactions of signal crayfish, Pacifastacus
leniusculus (Dana). Academic dissertation in Fishery Science, Finnish Game and
Fisheries Research Institute, Evo Game and Fisheries Research, Helsinki.
Almatsier S. 2004. Prinsip dasar imu gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Effendi, M.I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Jung, J.H., K.S. Yoo, H.G. Kim, H.K. Lee, B.H.Shon. 2007. Reuse of waste oyster shells as a
SO2/NOx removal absorbent. Journal of Industrial and Engineering Chemistry, 13(4):
512-517.
Hakim, R.R. 2009. Penambahan kalsium pada pakan untuk meningkatkan frekuensi moulting
lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). GAMMA, 5(1): 72-78.
Hakim, R. R. 2008. Addition of calcium with different dose to success of red claw (Cherax
quadricarinatus) gastrolisation. Seminar dan pameran hasil penelitian internasional.
Pusat penelitian Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Hakim, R.R. 2007. Calcium addition on foods to increase frequency of cherax quadricarinatus
moulting. Seminar dan pameran penelitian internasional. Pusat penelitian Universitas
Muhammadiyah Malang.
Muchlisin, Z.A., F. Afrido, T. Murda, N. Fadli, A.A. Muhammadar, Z. Jalil, C. Yulvizar. 2016.
The effectiveness of experimental diet with varying levels of papa- in on the growth
performance, survival rate and feed utilization of keureling fish (Tor tambra).
Biosaintifika, 8(2): 172-177.
Sawai, J., M. Satoh, M.Horikawa, H. Shiga, H. Kojima. 2001. Heated scallop-shell powder
slurry treatment of shredded cabbage. Journal of Food Protection, 64(10): 1579-1583.
Setiawan, 2006. Teknik pembenihan dan cara cepat pembesaran lobster air tawar. PT.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Suptijah, P., M. Agoes, Jacoeb., D. Rachmania 2011. Karakterisasi nano kitosan cangkang
udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dengan metode gelasi ionik. Jurnal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia, 15(2): 78-84.
Suptijah, P. 2012. Karakterisasi dan bioavailabilitas nanokalsium cangkang udang vannamei
(Litopenaeus vannamei). Jurnal Akuatika, 3(1): 63-73.
Pavey, C.R., D.R. Fielder. 1990. Use of gastrolith development in moult staging the
freshwater crayfish Cherax cuspidatus Riek. Crustaceana, 59: 101-105.
Wie, K.L.C. 2006. Pembenihan lobster air tawar; meraup untung dari lahan sempit. PT.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Zaelani, D.A. 2006. Pengaruh penambahan CaCO3 dengan dosis 50-200 mg/l pada media
pemeliharaan terhadap pertumbuhan Cherax quadricarinatus. Skripsi, Departemen
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Received: 9 October 2017 Accepted: 17 January 2018

How to cite this paper:


Handayani, L., F. Syahputra. 2017. Perbandingan frekuensi molting Lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) yang diberi pakan komersil dan nanokalsium yang berasal dari cangkang tiram
(Crassostrea gigas). Depik, 7(1): 42-46.

Handayani dan Syahputra, (2018) Volume 7, Number 1, Page 42-46, April 2018 46

View publication stats

You might also like