You are on page 1of 10

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian.

14(1), 1-10
URL: https://jurnal.uns.ac.id/ilmupangan/article/view/42545
DOi: https://doi.org/10.20961/jthp.v13i2.42545

ISSN 1979-0309 (Online) 2614-7920 (Print)

PENAMBAHAN NANOKALSIUM TULANG IKAN NILA (Oreochromis niloticus)


TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KERUPUK UDANG

THE ADDITION OF TILAPIA BONE NANOCALCIUM (Oreochromis niloticus) TO THE


PHYSICO-CHEMICAL CHARACTERISTIC OF SHRIMP CRACKERS

Muhammad Ali Fatoni, Sumardianto, Lukita Purnamayati


Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275
email: lukita.purnamayati@live.undip.ac.id

Diserahkan [30 Juni 2020]; Diterima [22 Agustus 2020]; Dipublikasi [1 Februari 2021]

ABSTRACT
Shrimp crackers are a type of dry food made from tapioca flour, shrimp and other additives. Shrimp
crackers with the addition of fish bone flour nanocalcium is an alternative food that can be developed as a
source of calcium. The purpose of this study was to determine the effect of adding nanocalcium tilapia bone
flour to physico-chemical characteristics and the best concentration of tilapia nanocalcium bone in shrimp
crackers to be accepted by panelists. This study used a Completely Randomized Design (CRD) with one factor,
namely the concentration of addition of tilapia nanocalcium bone, namely 0%, 5%, 10%, and 15% which was
done 3 times. Data were analyzed using ANOVA and continued by Tukey test if there were significant
differences. The results showed that the addition of tilapia nanocalcium bone significantly affected the increase
in the ash and calcium levels of shrimp crackers, while the water content, protein and developmental power
decreased with the addition of increasing tilapia bone nanocalsium. The addition of 10% tilapia bone
nanocalcium is the best concentration based on panelist acceptance with the category of very fond of the
parameters of smell, taste, and texture, while for the panelist appearance parameter accepts in the like category.
Shrimp crackers with the addition of 10% nanocalcium contain 10.76% water content; ash content 13.81%;
protein content 2.40%; 2.12% calcium content and 42.62% swelling power.
Keywords: fish bone tilapia; nanocalcium; shrimp crackers
ABSTRAK
Kerupuk udang adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari tepung tapioka, udang dan bahan
tambahan lainnya. Kerupuk udang dengan penambahan nanokalsium tepung tulang ikan merupakan pangan
alternatif yang dapat dikembangkan sebagai sumber kalsium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penambahan nanokalsium tepung tulang ikan nila terhadap karakteristik fisiko-kimia dan mengetahui
konsentrasi terbaik nanokalsium tulang ikan nila pada kerupuk udang agar dapat diterima oleh panelis. Desain
percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi penambahan
nanokalsium tulang ikan nila yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15% yang dilakukan 3 kali pengulangan. Data dianalisis
menggunakan ANOVA dan dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur apabila terdapat beda nyata. Hasil menunjukkan
bahwa penambahan nanokalsium tulang ikan nila berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar abu dan
kalsium kerupuk udang, sedangkan kadar air, protein dan daya kembang menurun seiring dengan penambahan
nanokalsium tulang ikan nila yang semakin meningkat. Penambahan nanokalsium tulang ikan nila 10%
merupakan konsentrasi terbaik berdasarkan penerimaan panelis dengan kategori sangat suka pada parameter
aroma , rasa, dan tekstur, sedangkan untuk parameter kenampakan panelis menerima pada kategori suka.
Kerupuk udang dengan penambahan nanokalsium 10% mengandung kadar air 10,76%; kadar abu 13,81%; kadar
protein 2,40%; kadar kalsium 2,12% dan daya kembang 42,62%.
Kata Kunci: kerupuk udang; nanokalsium; tepung tulang ikan nila
Saran sitasi: Fatoni, M. A., Sumardianto., & Purnamayati, L. (2021). Penambahan Nanokalsium Tulang Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) terhadap Karakteristik Fisikokimia Kerupuk Udang. Jurnal
Teknologi Hasil Pertanian, 14(1), 1-11. https://doi.org/10.20961/jthp.v13i2.42545

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021 1


PENDAHULUAN lebih tinggi dibandingkan dengan tulang ikan
bandeng yang mengandung kadar kalsium
Berkembangnya penerapan teknologi sebesar 5,24% (Bakhtiar dkk., 2019).
nano mendorong semakin luasnya penelitian Kalsium diperlukan tubuh untuk membangun
ke arah aplikasi senyawa dalam ukuran nano jaringan keras seperti tulang dan gigi.
ke dalam bahan pangan. Penerapan teknologi Kebutuhan tubuh akan kalsium adalah 800
nano telah banyak dilakukan di negara- mg untuk usia 1-10 tahun, 1200 mg untuk
negara maju antara lain Inggris, Amerika usia 11-24 tahun, dan 1000 mg untuk usia di
Serikat dan Australia (Ariningsih, 2016). Di atas 50 tahun (Shita & Sulistiyani, 2010).
Indonesia, penerapan teknologi nano masih Kalsium dalam tulang ikan nila berpotensi
jarang dilakukan, terutama dalam bidang untuk membantu meningkatkan kebutuhan
pengolahan pangan. Salah satu penerapan tubuh akan kalsium, dengan diaplikasikan
teknologi nano yang mulai dikembangkan pada produk pangan, yaitu kerupuk udang.
dalam bidang pangan adalah nanokalsium. Kerupuk udang telah dikonsumsi secara
Nanokalsium adalah kalsium yang luas di masyarakat, baik anak-anak hingga
diproses dengan teknologi nano yang usia lanjut. Kerupuk merupakan bahan
menghasilkan partikel berukuran 10-1000 makanan yang berbahan dasar tepung, seperti
nm. Keuntungan penggunaan kalsium dalam tepung tapioka, tepung terigu dan tepung
ukuran nano adalah mudah terserap oleh beras sehingga sebagian besar kandungan
tubuh sehingga lebih efisien dibandingkan gizinya adalah karbohidrat (Kusumaningrum
dalam ukuran yang biasa dikonsumsi & Asikin, 2016). Thaha dkk. (2018)
(Suptijah dkk., 2012). Beberapa penelitian menyatakan bahwa komponen gizi tertinggi
telah dilakukan dengan menerapkan kerupuk ikan malaja adalah karbohidrat yaitu
teknologi nano untuk menghasilkan 73,38%. Jumiati dkk. (2019) juga
nanokalsium antara lain nanokalsium dari menyatakan bahwa kandungan karbohidrat
cangkang tiram (Handayani & Syahputra, kerupuk cumi adalah 70,33%, sedangkan
2017) dan tulang ayam (First dkk., 2019). Suryaningrum dkk. (2016) menyatakan
Beberapa penelitian telah mengembangkan bahwa kerupuk ikan lele mengandung
nanokalsium dari tulang ikan antara lain karbohidrat 75,81%. Kandungan karbohidrat
nanokalsium tulang ikan tuna sirip kuning ini sangat tinggi dibandingkan dengan
(Prinaldi dkk., 2018), tulang ikan bandeng komponen gizi lainnya yaitu lemak, abu, dan
(Darmawangsyah dkk., 2016) dan tulang ikan protein yang hanya berada pada kisaran 4%.
sembilang (Arieska dkk., 2019). Pada Rendahnya kandungan gizi pada kerupuk
penelitian ini, dikembangkan nanokalsium mendorong untuk dilakukannya upaya
dari tulang ikan nila. peningkatan gizi, salah satunya adalah
Indonesia merupakan negara penghasil dengan penambahan nanokalsium.
ikan nila dengan jumlah produksi pada tahun Penambahan nanokalsium pada kerupuk
2012 mencapai 800 juta ton dan diperkirakan udang diharapkan mampu meningkatkan
akan terus meningkat menjadi 2000 juta ton kebutuhan masyarakat akan kalsium.
pada tahun 2030. Tingginya produksi ikan Kusumaningrum & Asikin (2016)
nila berhubungan dengan tingkat konsumsi menyatakan bahwa penambahan
masyarakat yang mencapai 60,7 nanokalsium tulang ikan belida sebanyak 15-
kg/orang/tahun (Tran et al., 2017). Selain itu, 20% mampu menunjukkan hasil terbaik
ikan nila juga mendominasi industri terhadap kandungan kalsium, fosfor dan
perikanan Indonesia selain lele dan patin tingkat kecerahan kerupuk ikan. Deborah
(Henriksson et al., 2019). Fenomena ini dkk., (2016) menambahkan nanokalsium
menyebabkan tingginya jumlah limbah ikan tulang ikan julung-julung sebanyak 10%
nila terutama tulang yang dapat mencemari menghasilkan kerupuk dengan kandungan
lingkungan (Sulistiyani dkk., 2016). Tulang kalsium sebesar 0,62% dan disukai panelis
ikan nila mengandung kalsium yang cukup secara hedonik. Berdasarkan hasil penelitian
tinggi yaitu 20,85% (Wijayanti dkk., 2018). tersebut, diduga perbedaan konsentrasi
Kadar kalsium tulang ikan nila ini diketahui penambahan nanokalsium tulang ikan nila

2 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021


pada kerupuk udang juga diduga dapat dinetralkan dengan pencucian menggunakan
mempengaruhi karakteristik fisiko-kimia dan aquades. Ekstrak kemudian dikeringkan pada
penerimaan panelis. Oleh karena itu, tujuan suhu 50°C selama 12 jam. Ekstrak kering
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dikecilkan ukurannya menggunakan ball mill
pengaruh penambahan nanokalsium tulang sampai berukuran nano, yang ditunjukkan
ikan nila terhadap sifat fisiko-kimia dan dengan pengujian ukuran partikel.
hedonik kerupuk udang serta mengetahui
2. Pembuatan kerupuk udang dengan
konsentrasi terbaik penambahan nanokalsium
nanokalsium
tulang ikan nila.
Pembuatan kerupuk udang dilakukan
METODE PENELITIAN berdasarkan Rusman dkk., (2016) dengan
modifikasi pada bahan yang digunakan.
Bahan Udang putih segar dibersihkan kepala dan
kulit, kemudian dicuci sampai bersih. Udang
Bahan yang digunakan dalam penelitian putih kemudian dihaluskan menggunakan
ini adalah tulang ikan nila yang diperoleh blender. Udang yang telah dihaluskan
dari PT Aquafarm Semarang. Bahan yang kemudian ditambahkan dengan tepung
digunakan untuk pembuatan kerupuk udang tapioka, bawang putih bubuk, lada bubuk,
antara lain udang putih berukuran 3-5 cm, ketumbar, garam, tepung nanokalsium
garam, tepung tapioka, bawang putih bubuk, (konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 15%) dan air.
lada bubuk, ketumbar dan minyak goreng Campuran bahan diaduk dan diuleni sampai
yang diperoleh dari pasar lokal di Semarang. homogen. Adonan dibentuk silinder dengan
Alat diameter 4 cm dan dikukus selama 60 menit.
Setelah itu, adonan didinginkan dan dipotong
Peralatan yang digunakan adalah ball
dengan ketebalan ± 1-2 mm. Irisan adonan
mill (Siehe, China), Particle Size Analyzer
kerupuk kemudian dikeringkan
(Beckman Coulter, USA), blender, peralatan
menggunakan cabinet dryer pada suhu 60°C
dapur dan peralatan gelas untuk analisa.
selama 24 jam. Kerupuk udang kemudian
Tahapan Penelitian digoreng sampai matang. Formula
1. Pembuatan nanokalsium tepung pembuatan kerupuk udang dengan
tulang ikan nila nanokalsium disajikan pada Tabel 1.

Proses pembuatan nanokalsium tepung 3. Pengujian


tulang ikan nila dilakukan berdasarkan Pengujian tepung nanokalsium meliputi
Lekahena dkk., (2014) dengan modifikasi rendemen, kadar kalsium dan ukuran
pada suhu dan lama waktu pengeringan. partikel, sedangkan pengujian pada kerupuk
Tulang ikan nila direbus untuk udang meliputi karakteristik kimia (kadar air,
menghilangkan daging dan kotoran yang kadar abu, kadar protein, dan kadar kalsium),
menempel pada tulang. Setelah direbus, karakteristik fisik (kerenyahan dan
tulang ikan nila kemudian dikeringkan kemekaran) dan penerimaan panelis
menggunakan alat pengering dengan suhu berdasarkan uji hedonik.
60-70°C selama 10 jam. Tulang ikan nila
Rendemen (Wijayanti dkk., 2018)
kering kemudian dikecilkan ukurannya
dengan menggunakan blender. Kalsium pada Rendemen nanokalsium dihitung
tulang ikan nila diekstraksi dengan larutan berdasarkan rumus sebagai berikut :
NaOH 1N pada suhu 100°C selama 60 menit. beratnanokalsium
Setelah itu, larutan didinginkan dan disaring rendemen(%)  x100%
berattulangikan
menggunakan kain blacu. pH ekstrak

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021 3


Tabel 1 Formula pembuatan kerupuk udang dengan nanokalsium
Kerupuk Udang
Bahan (%)
A0 A5 A10 A15
Udang putih 13,50 13,50 13,50 13,50
Tepung tapioka 60,00 55,00 50,00 45,00
Tepung nanokalsium 0,00 5,00 10,00 15,00
Bawang putih bubuk 3,00 3,00 3,00 3,00
Lada bubuk 0,20 0,20 0,20 0,20
Ketumbar 0,30 0,30 0,30 0,30
Garam 3,00 3,00 3,00 3,00
Air 20,00 20,00 20,00 20,00
Total 100,00 100,00 100,00 100,00
Keterangan : A0 : Kerupuk udang dengan nanokalsium 0%
A5 : Kerupuk udang dengan nanokalsium 5%
A10 : Kerupuk udang dengan nanokalsium 10%
A15 : Kerupuk udang dengan nanokalsium 15%
Kadar air (AOAC, 2005) indikator (campuran metil merah 0,2% dalam
Pengujian kadar air dilakukan dengan alkohol dan metil biru 0,2% dalam alkohol
mengeringkan cawan alumunium pada suhu dengan perbandingan 2:1). Destilasi
105°C selama 30 menit dan ditimbang. dilakukan hingga diperoleh kira-kira 200 ml
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke destilat, kemudian dititrasi menggunakan
dalam cawan dan dikeringkan pada oven HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dengan suhu 105°C selama 6 jam atau menjadi merah. Hal yang sama juga
sampai berat konstan. Cawan alumunium dilakukan terhadap blanko. Kadar protein
yang berisi sampel kemudian didinginkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
dalam desikator selama 30 menit dan berikut:
ditimbang. Kadar air dihitung berdasarkan % protein 
berat akhir sampel dibagi berat awal sampel (mlHClsampel  mlHClblank o) x14,007 xNHClx6,25 x100%
dikalikan 100%. mgsampel
Kadar abu (AOAC, 2005)
Sampel sebanyak 1 gram ditimbang Kadar kalsium (Apriyantono, 1989)
pada cawan yang sudah diketahui beratnya. Pengujian kadar kalsium dilakukan
Sampel kemudian diabukan dalam tanur pada dengan pengabuan sampel sebanyak 5 gram
suhu 600°C. Sampel didinginkan dalam pada suhu 540℃ selama 8 jam. Abu sampel
desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung kemudian dimasukkan ke dalam desikator.
dengan membandingkan berat abu dan berat Sebanyak 2 gram abu sampel dimasukkan ke
sampel dikalikan 100%. dalam gelas piala 250 ml dan ditambahkan
Kadar protein (AOAC, 2007) dengan 30 ml aquades. Selanjutnya
Pengujian kadar protein dilakukan ditambahkan 10 ml larutan amonium oksalat
dengan metode Kjeldahl. Sampel sebanyak jenuh dan 2 tetes indikator metil merah.
0,1g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 Amonia encer ditambahkan untuk membuat
ml, kemudian ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 larutan menjadi sedikit basa, kemudian
mg HgO, 2,5 ml H2SO4 serta beberapa tablet larutan ditambahkan beberapa tetes asam
Kjeldahl. Kemudian sampel dididihkan asetat sampai warna larutan merah muda (pH
selama 1 jam sampai berwarna jernih. 5) dan bersifat sedikit asam. Larutan
Sampel didinginkan dan dipindahkan ke alat dipanaskan sampai mendidih, didiamkan
destilasi, lalu dibilas dengan 20 ml akuades. selama minimum 4 jam pada suhu kamar,
Selanjutnya, sampel ditambahkan larutan kemudian disaring dengan kertas saring
NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam Whatman 42 dan dibilas dengan akuades
ujung kondensor ditampung dengan labu sampai filtrat bebas oksalat. Filtrat kemudian
Erlenmeyer berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N
sampai larutan berwarna merah jambu. Kadar
4 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021
Ca dalam sampel dihitung dengan rumus HASIL DAN PEMBAHASAN
sebagai berikut:
Nanokalsium Tulang Ikan Nila
VxNKMnO4 x20 xFPx100
mgCa / 100 gsampel  Nanokalsium yang diekstrak dari tulang
beratsampelx1000 ikan nila menghasilkan rendemen sebesar
10,86%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan
Daya kembang (Suyitno, 1988 dalam dengan Prinaldi dkk., (2018) yang
Zulisyanto dkk., 2016) mengekstrak nanokalsium dari tulang ikan
Daya kembang dapat ditentukan dengan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)
mengukur perbandingan luas kerupuk menghasilkan rendemen sebesar 24,84%.
sebelum dan setelah digoreng, dengan cara Anggraeni dkk., (2019) menyatakan bahwa
membuat 2 buah garis yang saling perbedaan rendemen nanokalsium dari tulang
berpotongan dengan menggunakan spidol ikan dipengaruhi oleh ukuran bahan baku,
pada sisi kerupuk mentah dan kerupuk penggunaan jenis pelarut, lama ekstraksi, dan
setelah digoreng, kemudian diukur luas lama waktu pengeringan. Semakin kecil
kerupuk. Selanjutnya dihitung perbandingan ukuran bahan baku dapat meningkatkan luas
luas kerupuk sebelum (A) dan setelah permukaan sehingga kontak bahan baku
digoreng (B) dengan menggunakan rumus dengan pelarut juga semakin besar. Waktu
sebagai berikut : ekstraksi yang semakin lama menghasilkan
rendemen nanokalsium yang semakin
B A
dayakembang (%)  x100% bertambah. Selain itu, proses pengeringan
A yang semakin lama dapat menyebabkan
Ukuran partikel penurunan kadar air sehingga berpengaruh
Pengujian ukuran partikel dilakukan terhadap rendemen nanokalsium yang
menggunakan particle size analyzer. dihasilkan.
Partikel disebut nano apabila berukuran
Hedonik (Rahayu, 2001) 10-1000 nm (Prinaldi dkk., 2019). Ukuran
Uji hedonik dilakukan terhadap kerupuk nanokalsium tulang ikan nila dalam
setelah digoreng. Parameter penilaian penelitian ini adalah 881,67 nm, sehingga
meliputi kenampakan, warna, aroma, rasa, telah masuk dalam ukuran nano. Kadar
dan tekstur. Skor penilaian uji hedonik yang kalsium pada nanokalsium tulang ikan nila
digunakan adalah skor 9 (amat sangat suka), adalah 25,59%. Hasil pada penelitian ini
8 (sangat suka), 7 (suka), 6 (agak suka), 5 lebih tinggi dibandingkan dengan Wijayanti
(netral), 4 (agak tidak suka), 3 (tidak suka), 2 dkk., (2018) yang menghasilkan nanokalsium
(sangat tidak suka), 1 (amat sangat tidak dengan ukuran berkisar antara 1436,9-4455,4
suka). Panelis yang memberikan penilaian nm dengan kadar kalsium berkisar antara
adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 17,89-20,85%. Hasil yang berbeda ini
orang. dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan
Analisis Statistik pengecilan ukuran ekstrak nanokalsium yang
Penelitian ini dilakukan dengan tiga kali dihasilkan.
ulangan. Data dianalisis menggunakan
ANOVA. Apabila terdapat beda nyata, maka
dilakukan uji lanjut Tukey.
Tabel 2 Karakteristik fisiko-kimia kerupuk udang
Sampel Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar kalsium Daya kembang
(%) (%) (%) (%) (%)
b a
A0 11,43±0,31 7,20±0,26 2,76±0,10b 0,11±0,03a 52,62±0,42c
b b
A5 11,10±0,32 9,76±1,08 2,28±0,07a 1,19±0,11b 52,87±0,42c
A10 10,76±0,28b 13,81±0,76c 2,40±0,07a 2,12±0,03c 45,11±0,58b
a d
A15 9,17±0,27 16,58±0,57 2,39±0,08a 3,22±0,09d 42,62±0,67a
Keterangan : Data±standar deviasi
Data yang diikuti superscript huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada taraf 5%

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021 5


Karakteristik Fisikokimia Kerupuk dkk., 2019). Hasil kadar kalsium pada
Udang penelitian ini meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi nanokalsium yang
Kerupuk udang dengan penambahan
ditambahkan, dengan nilai berkisar antara
nanokalsium tulang ikan nila dengan
0,11-3,22%. Penambahan nanokalsium
konsentrasi yang berbeda dianalisa
meningkatkan kadar kalsium kerupuk udang
karakteristik fisiko-kimianya yang meliputi
yang signifikan dibandingkan dengan
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
kontrol.
kalsium dan daya kembang. Hasil
karakteristik fisiko-kimia kerupuk udang Kadar protein
disajikan pada Tabel 2. Penambahan nanokalsium yang berbeda
pada kerupuk udang menghasilkan kadar
Kadar air
protein yang tidak berbeda nyata, akan tetapi
Nilai kadar air kerupuk udang berkisar
berbeda nyata dengan kontrol. Penambahan
9,17-11,43%. Nilai kadar air terendah adalah
nanokalsium menurunkan kadar protein
A15 yaitu 9,17% yang berbeda nyata
kerupuk udang. Hasil ini sesuai dengan
dibandingkan dengan kerupuk udang yang
Kusumawati dan Asikin (2016) yang
lain. Penambahan nanokalsium dalam jumlah
menyatakan bahwa penambahan kalsium
yang tinggi dalam adonan kerupuk udang
tulang ikan belida menurunkan kandungan
menyebabkan penurunan kadar air. Hal ini
protein kerupuk ikan. Penurunan kandungan
dikarenakan nanokalsium diduga
protein pada kerupuk disebabkan oleh
menggantikan sebagian air yang terdapat
rendahnya sumber protein pada bahan
pada adonan kerupuk sehingga menurunkan
penyusun adonan. Prinaldi dkk., (2018)
kandungan air. Yuliani dkk., (2018)
menyatakan bahwa kandungan protein pada
menyatakan bahwa semakin tinggi
nanokalsium mengalami penurunan akibat
penambahan tepung kalsium menyebabkan
proses kalsinasi dengan basa pada suhu
penurunan kadar air yang disebabkan tepung
tinggi. Proses ini mengakibatkan protein
kalsium diperkirakan menggantikan sejumlah
terhidrolisis melalui pemecahan protein
air dalam adonan. Berdasarkan BSN (2009)
menjadi molekul peptida sederhana dan asam
pada SNI 2714.3:2009, kadar air kerupuk
amino. Kadar protein pada penelitian ini
udang maksimal 12%, sehingga kerupuk
berkisar antara 2,28-2,76% yang belum
udang pada penelitian ini mempunyai kadar
sesuai dengan SNI kerupuk udang yaitu
air yang sesuai dengan SNI.
kadar protein minimal 5% (BSN, 2009).
Kadar abu dan kalsium
Daya kembang
Kerupuk udang dengan penambahan
Daya kembang kerupuk udang menurun
nanokalsium yang berbeda menghasilkan
signifikan seiring dengan meningkatnya
kadar abu yang berkisar antara 7,20-16,58%.
konsentrasi nanokalsium yang ditambahkan.
Penambahan nanokalsium yang tinggi
Daya kembang kerupuk udang berkisar
menghasilkan kadar abu yang semakin
antara 42,62-52,62%. Daya kembang
meningkat. Kadar abu kerupuk udang
kerupuk udang yang paling besar adalah A0
tertinggi adalah A15 yaitu 16,58% dan
yaitu tanpa penambahan nanokalsium. Hasil
terendah adalah A0 yaitu 7,20%. Nilai kadar
pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan
abu pada penelitian ini lebih besar
Putra dkk., (2015) yang menghasilkan
dibandingkan dengan Kusumaningrum dan
kerupuk kalsium dengan daya kembang
Asikin, (2016) yang menghasilkan kerupuk
berkisar 45,58-97,30%. Daya kembang
ikan dengan penambahan kalsium tulang ikan
kerupuk udang berkaitan erat dengan
belida mempunyai kadar abu berkisar antara
penggunaan tepung tapioka yang mampu
2,82-13,43%. Peningkatan kadar abu pada
menghasilkan gelatinisasi pati. Saat terjadi
kerupuk udang berkaitan erat dengan
gelatinisasi pati, molekul air akan masuk
penambahan nanokalsium.
pada polimer pati dan membentuk rongga
Tingginya kadar abu pada suatu bahan
yang menyebabkan kerupuk mengembang
pangan menunjukkan kandungan mineral
(Deborah dkk., 2016; Putra dkk., 2015).
yang tinggi, terutama kalsium (Anggraeni

6 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021


Penambahan nanokalsium berpengaruh Penambahan nanokalsium tulang ikan
terhadap penurunan daya kembang kerupuk nila pada kerupuk udang menghasilkan
udang. Akan tetapi, pada penambahan 5% aroma yang disukai panelis pada semua
nanokalsium masih menghasilkan daya formula dengan nilai berkisar 7,10-8,10.
kembang yang sama dengan kontrol. Hasil Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan
ini sesuai dengan Yuliani dkk., (2018) kontrol yang hanya diterima panelis dengan
dimana substitusi tepung tapioka dengan nilai 7,00. Hal ini menunjukkan bahwa
tepung tulang ikan 4% menghasilkan daya penambahan nanokalsium menghasilkan
kembang yang sama dengan kontrol, tetapi kerupuk udang yang disukai panelis. Bau
substitusi yang lebih tinggi menurunkan daya yang dihasilkan kerupuk udang adalah aroma
kembang yang lebih besar. udang, tidak amis, dan tidak tengik.
Berdasarkan BSN (2009) kerupuk udang
Hedonik Kerupuk Udang
memiliki karakteristik aroma udang dan tidak
Berdasarkan uji hedonik kenampakan, tengik.
kerupuk udang pada semua formulasi disukai Rasa memegang peranan penting dalam
oleh panelis dengan nilai minimal 7 yaitu pemilihan produk oleh konsumen, karena
suka. Kerupuk udang yang paling disukai walaupun kandungan gizinya baik tetapi
adalah A15, dengan nilai 8,2 yaitu sangat rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen
suka. Penambahan nanokalsium maka target meningkatkan gizi masyarakat
menyebabkan kerupuk cenderung berwarna tidak dapat tercapai. Berdasarkan uji hedonik
putih. Semakin tinggi konsentrasi tepung rasa kerupuk udang berkisar antara 7,20-8,20
nanokalsium maka kenampakan kerupuk dan termasuk pada kategori suka sampai
udang semakin putih. Hal ini diperkuat oleh sangat suka. Rasa dari kerupuk udang dengan
Syah dkk., (2018) bahwa kenampakan penambahan nanokalsium tulang ikan nila
kerupuk dengan tambahan tepung kalsium yang semakin tinggi maka rasanya semakin
tulang ikan bandeng menjadi yang paling di gurih dan semakin disukai panelis. Hasil ini
sukai oleh panelis dikarenakan memiliki sesuai dengan Sumbodo dkk., (2019) yang
kenampakan yang berwarna putih. Warna menyatakan bahwa penambahan tepung
putih pada nanokalsium tulang ikan nila tulang ikan nila mampu meningkatkan rasa
disebabkan oleh proses ekstraksi yang gurih pada kerupuk pangsit.
menggunakan NaOH yang menghasilkan Tekstur kerupuk udang mempunyai nilai
warna nanokalsium yang lebih putih. NaOH berkisar antara 7,00-8,30 dan termasuk pada
mampu menghidrolisis kandungan protein kategori suka. Tekstur kerupuk udang dengan
dan lemak menghasilkan fraksi larut dan penambahan nanokalsium sampai 15%
tidak larut. Semakin banyak protein dan mampu menghasilkan kerupuk udang yang
lemak yang hilang maka tepung yang semakin renyah. Tekstur yang renyah ini
dihasilkan semakin berwarna putih berhubungan dengan daya kembang kerupuk
(Kusumaningrum dan Asikin, 2017). udang.
Tabel 3 Hasil analisis hedonik kerupuk udang
Sampel Kenampakan Aroma Rasa Tekstur
A0 7,00±1,37a 7,90±1,02b 8,00±1,02b 7,90±1,02b
A5 7,10±0,78a 7,10±0,44a 7,20±1,57a 7,00±1,45a
A10 7,20±0,61a 8,10±1,37b 7,90±1,02b 8,30±0,97b
b
A15 8,20±1,00 7,90±1,02b 8,20±1,00b 8,10±1,02b
Keterangan : Data±standar deviasi
Data yang diikuti superscript huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
berbeda nyata pada taraf 5%
KESIMPULAN kembang kerupuk udang. Penambahan
nanokalsium 10% merupakan formulasi
Penambahan nanokalsium tulang ikan kerupuk udang terbaik berdasarkan sifat
nila secara signifikan berpengaruh terhadap fisiko-kimia dan diterima panelis pada
kadar air, abu, protein, kalsium dan daya kategori sangat suka pada parameter bau,

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021 7


rasa dan tekstur serta suka pada parameter tulang ikan bandeng (Chanos chanos)
kenampakan yang diujikan. Akan tetapi, dalam pembuatan kue kering. Jurnal
kadar protein kerupuk masih belum Pendidikan Teknologi Pertanian, 2,
memenuhi standar SNI kerupuk udang. 149–156.
https://doi.org/10.26858/jptp.v2i2.5170
DAFTAR PUSTAKA Deborah, T., Afrianto, E., & Pratama, R. I.
(2016). Fortifikasi tepung tulang Julung-
Anggraeni, P. D., Darmanto, Y. S., & Fahmi, julung sebagai sumber kalsium terhadap
A. S. (2019). Pengaruh penambahan tingkat kesukaan kerupuk. Jurnal
nanokalsium tulang ikan yang berbeda Perikanan Kelautan, 7(1), 48–53.
terhadap karakteristik beras analog umbi
http://jurnal.unpad.ac.id/jpk/article/view
gembili (Dioscorea esculenta) dan /2541/2300
rumput laut Euchema spinosum. Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Perikanan, 1(1), First, L., Septiningrum, L. R. D., Pangestuti,
55–64. K., Jufrinaldi, Hidayat, R., &
https://doi.org/10.1155/2017/8078062 Khosilawati, D. (2019). Sintesis dan
karakterisasi nano kalsium dari limbah
AOAC. (2005). Official Methods of Analysis. tulang ayam broiler dengan metode
Association of Official Analytical presipitasi. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia,
Chemists. Benjamin Franklin Station, 3(2), 69–73.
Washington.
Handayani, L., & Syahputra, F. (2017).
AOAC. (2007). Official Methods of Analysis. Isolasi dan karakterisasi nanokalsium
Association of Official Analytical dari cangkang tiram (Crassostrea
Chemists. Benjamin Franklin Station, gigas). JPHPI, 20(3), 515–523.
Washington.
Henriksson, P. J. G., Banks, L. K., Suri, S.
Apriyantono, A., D. Fardiaz. (1989). Analisis K., Pratiwi, T. Y., Fatan, N. A., &
Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Troell, M. (2019). Indonesian
Press. aquaculture futures-identifying
Arieska, L., Desmelati, & Sumarto. (2019). interventions for reducing
Pengaruh penambahan nanokalsium dari environmental impacts. Environmental
tulang ikan sembilang (Paraplotosus Research Letters, 14(12).
albilabris) pada pembuatan biskuit. https://doi.org/10.1088/1748-
Berkala Perikanan Terubuk, 47(1), 9326/ab4b79
102–111. Jumiati, Ratnasari, D., & Sudianto, A.
Ariningsih, E. (2016). Prospek penerapan (2019). Pengaruh penggunaan ekstrak
teknologi nano dalam pertanian dan kunyit (Curcuma domestica) terhadap
pengolahan pangan di Indonesia. Forum mutu kerupuk cumi (Loligo sp.). Jurnal
Penelitian Agro Ekonomi, 34(1), 1–20. Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 11(1),
55–61.
Badan Standarisasi Nasional. (2009).
Kerupuk udang-Bagian 1 : spesifikasi. Kusumaningrum, I., & Asikin, A. N. (2016).
SNI 2714.1:2009. Jakarta. 6 halaman. Karakteristik kerupuk ikan fortifikasi
kalsium dari tulang ikan belida. JPHPI,
Bakhtiar, Rohaya, S., & Ayunda, H. M.
19(3), 233–240.
(2019). Penambahan tepung tulang ikan
https://doi.org/10.17844/jphpi.2016.19.3
bandeng (Chanos chanos) sebagai
.233
sumber kalsium dan fosfor pada
pembuatan donat panggang. Jurnal Kusumaningrum, I., & Asikin, A. N. (2017).
Teknologi dan Industri Pertanian Pengaruh lama pemrestoan dan
Indonesia, 11(01), 38–45. frekuensi perebusan terhadap komposisi
kimia tepung tulang ikan belida (Chitala
Darmawangsyah, Jamaluddin, P., &
sp.). Prosiding Seminar Nasional Ke 1
Kadirman. (2016). Fortifikasi tepung

8 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021


Tahun 2017 Balai Riset Dan penambahan tepung tulang ikan nila
Standarisasi Industri Samarinda, 180– (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmu
187. Dan Teknologi Perikanan, 1(1), 30–36.
Lekahena, V., Nur Faridah, D., Syarief, R., & Suptijah, P., Jacoeb, A. M., & Deviyanti, N.
Peranginangin, R. (2014). Karakterisasi (2012). Karakterisasi dan
fisikokimia nanokalsium hasil ekstraksi bioavailabilitas nanokalsium cangkang
tulang ikan nila menggunakan larutan udang Vannamei (Litopenaeus
basa dan asam. Jurnal Teknologi Dan vannamei). Jurnal Akuatika, 3(1), 63–
Industri Pangan, 25(1), 57–64. 73.
https://doi.org/10.6066/jtip.2014.25.1.57 https://doi.org/10.1017/CBO978110741
5324.004
Prinaldi, W. V, Suptijah, P., & Uju. (2018).
Karakteristik sifat fisikokimia Suryaningrum, T. D., Ikasari, D., Mulya, I.,
nanokalsium ekstrak tulang ikan tuna & Purnomo, H. (2016). Karakteristik
sirip kuning (Thunnus albacares). kerupuk panggang ikan lele (Clarias
JPHPI, 21(3), 385–395. gariepinus) dari beberapa perbandingan
daging ikan dan tepung tapioka. JPB
Putra, M., Nopianti, R., & Herpandi. (2015).
Kelautan dan Perikanan, 11(1), 25–40.
Fortifikasi tepung tulang ikan gabus
(Channa striata) pada kerupuk sebagai Syah, D. R., Sumardianto., Rianingsih, L.
sumber kalsium. Jurnal Teknologi Hasil (2018). Pengaruh Penambahan Tepung
Perikanan, 4(2), 128–139. Kalsium Tulang Ikan Bandeng (Chanos
Chanos) Terhadap Karakteristik
Rahayu, W. P. (2001). Penentuan Praktikum
Kerupuk Rambak Tapioka. Jurnal
Penilaian Organoleptik. Bogor: IPB,
Pengolahan & Bioteknologi Hasil
Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan
Perikanan, 7(1), 25-33.
Teknologi Pangan dan Gizi.
Thaha, A. R., Zainal, Z., Hamid, S. K.,
Rusman, A. A. R., Kadirman, & Caronge, M.
Ramadhan, D. S., & Nasrul, N. (2018).
W. (2016). Pengembangan produk
Analisis proksimat dan organoleptik
kerupuk udang melalui substitusi tepung
penggunaan ikan Malaja sebagai
ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Lam)
pembuatan kerupuk kemplang. Jurnal
dengan variasi lama penggorengan.
MIKMI, 14(1), 78–85.
Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian,
https://doi.org/10.30597/mkmi.v14i1.36
2, 135–148.
91
Shita, A. D. P., & Sulistiyani. (2010).
Tran, N., Rodriguez, U. P., Chan, C. Y.,
Pengaruh kalsium terhadap tumbuh
Phillips, M. J., Mohan, C. V.,
kembang gigi geligi anak.
Henriksson, P. J. G., Koeshendrajana,
Stomatognatic (J. K. G Unej), 7(3), 40–
S., Suri, S., & Hall, S. (2017).
44.
Indonesian aquaculture futures: An
Sulistiyani, A. T., Aisyah, D., Mamat, I., & analysis of fish supply and demand in
Sontang, M. (2016). Pemberdayaan Indonesia to 2030 and role of
masyarakat pemanfaatan limbah tulang aquaculture using the AsiaFish model.
ikan untuk produk hidroksiapatit Marine Policy, 79, 25–32.
(Hydroxyapatite/HA) kajian di pabrik https://doi.org/10.1016/j.marpol.2017.0
pengolahan kerupuk Lekor Kuala 2.002
Terengganu-Malaysia. JIndonesian
Wijayanti, I., Rianingsih, L., & Amalia, U.
Journal of Community Engagement,
(2018). Karakteristik fisikokimia
2(1), 14–29.
kalsium dari tulang nila (Oreochromis
https://doi.org/10.22146/jpkm.22086
niloticus) dengan perendaman
Sumbodo, J., Amalia, U., & Purnamayati, L. belimbing wuluh. JPHPI, 21(2), 336–
(2019). Peningkatan gizi dan 344.
karakteristik kerupuk pangsit dengan

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021 9


Yuliani, Y., Marwati, M., Wardana, H., Zulisyanto, D., Riyadi, P. H., Amalia, U.
Emmawati, A., & Candra, K. P. (2018). (2016). Pengaruh lama pengukusan
Karakteristik kerupuk ikan dengan adonan terhadap kualitas fisik dan kimia
substitusi tepung tulang ikan gabus kerupuk ikan lele dumbo (Clarias
(Channa striata) sebagai fortifikan gariepinus). Jurnal Pengolahan &
kalsium. JPHPI, 21(2), 258–265. Bioteknologi Hasil Perikanan, 5(4), 26-
https://doi.org/10.17844/jphpi.v21i2.230 32.
42

10 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 14, No. 1, Februari 2021

You might also like