You are on page 1of 13

J.

Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019


J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

Formulasi Tepung Cangkang Telur dan Tepung Beras Merah Terhadap Nilai Kalsium dan
Organoleptik Kue Karasi
[Effect of Eggshell Flour and Red Rice Flour Formulation on Calcium Content and Organoleptic Properties of Karasi Cake]

La Ardin1)*,La Karimuna1),Muhammad Amrullah Pagala1)


Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,FakultasPertanian, Universitas Halu Oleo,Kendari
*Email: ardinlaardin@gmail.com:Telp: +6285256298597

Diterima tanggal 14 Desember 2018


Disetujui 19 Desember 2018

ABSTRACT
The purpose of this research was to study the effect of adding eggshell flour on the panelists’ preference for
karasi cake and to determine the calsium content of the most favored karasi cake sample. This study used a completely
randomized design (CRD) with five treatments of eggshell flour addition, i.e. T0 (control 0%), T1 (10%), T2 (12,5%), T3 (15%),
and T4 (17.5%). The results show that the most preferred sample by panelists was the karasi cake with the 12.5% eggshell
flour addition (T2), with an average preference values of color, aroma, taste, and texture reached 3.70 (like), 3.80 (like), 3.83
(like), and 3.33 (slightly like). The T2 sample had 9.40% water content, 1.70% ash, 8.70% protein, 1.56% fat, 78.64%
carbohydrate, and 14.55% calcium. The higher concentration of eggshell flour addition resulted in the higher the ash, protein,
carbohydrate, and calcium contents while the water and fat contents were decreased. The organoleptic assessment results
show that the product was accepted by panelists.

Keywords: Fortification, calcium, karasi, eggshell, red rice flour

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh penambahan tepung cangkang telur terhadap tingkat
kesukaan panelis pada kue karasi dan untuk menentukan kandungan kalsium kue karasi terpilih yang disukai
panelis.Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan, penambahan tepung
cangkang telur T0 (control 0%), T1 (10%), T2 (12,5%), T3 (15%), dan T4 (17,5%). Hasil penelitian menunjukan bahwa panelis
menyukai kue Karasi dengan penambahan tepung cangkang telur, 12,5%(T2), dengan rerata kesukaan warna sebesar 3,70
(suka), aroma sebesar 3,80 (suka), rasa sebesar 3,83 (suka), dan tekstur sebesar 3,33 (suka). kue karasi terpilih memiliki
kadar air sebesar 9,40%, abu 1,70%, protein 8,70%, lemak 1,56%, karbohidrat 78,64%, dan kalsium (Ca) 14,55%. Semakin
banyak penambahan tepung cangkang telur maka kandungan kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar
kalsium semakin meningkat sedangkan kadar air dan kadar lemak menurun dan berdasarkan penilaian organoleptik dapat
diterima (disukai) oleh panelis.

Kata kunci: fortifikasi, tepung cangkang telur, karasi, kalsium, tepung beras merah

PENDAHULUAN

Kue karasi merupakan makanan cemilan khas Wakatobi, yang bahan dasarnya dari tepung beras putih
yang dibuat secara tradisional dengan cara beras direndam ke dalam air selama satu malam, ditumbuk kemudian
diayak menggunakan kain halus. Masyarakat setempat membuatnya sebagai cemilan dan biasa juga disajikan
dalam berbagai acara adat. Selain rasanya yang nikmat, makanan khas dari Wakatobi ini dibuat dari bahan yang

1892 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

cukup sederhana dengan teknik pembuatannya yang unik karena cetakan yang digunakan ketika membuat karasi
terbuat dari batok kelapa yang telah dibentuk dan diberikan lubang-lubang kecil.
Produksi telur unggas di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 produksi
telur unggas di Indonesia mencapai 1.795.711 ton (Yonata et al., 2017). Telur yang sudah diolah menjadi bahan
makanan, cangkang atau kulit telurnya tentu sudah tidak terpakai lagi padahal kandungan gizi kulit telur yang tak
kalah tinggi dari telur itu sendiri (Zakiah et al., 2014). Sebesar 10% bagian telur merupakan cangkang telur
(Mahreni et al., 2012), sehingga dalam satu tahun jumlah cangkang telur unggas di seluruh Indonesia diperkirakan
mencapai 179.571 ton. Saat ini cangkang telur masih menjadi limbah yang berpotensi menyebabkan polusi di
lingkungan.
Cangkang telur merupakan limbah rumah tangga yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pasta
komposit karena mengandung kalsium karbonat (CaCO3) sekitar 90 % sebagai penyusun utamanya. Cangkang
telur juga merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi semua bagian telur dari luka atau
kerusakan. Cangkang telur ayam yang membungkus telur umumnya beratnya 9-12% dari berat telur total. Warna
kulit telur ayam bervariasi, mulai dari putih kekuningan sampai cokelat. Warna cangkang luar telur ayam ras
(ayam boiler) ada yang putih, ada yang cokelat. Bedanya pada ketebalan cangkang, yang berwarna cokelat lebih
tebal dari pada yang berwarna putih (Wirakusumah, 2011).
Konsumsi kalsium di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi
kalsium yang berkisar antara 1000-1200 mg/hari ton (Yonata et al., 2017). Hal ini akan berdampak buruk terhadap
kepadatan tulang manusia, sehingga sangat rentan terserang penyakit tulang seperti osteoporosis (Yulia et al.,
2009). Tubuh manusia tidak mampu mensintesis mineral kalsium, sehingga harus disediakan lewat makanan
(Marzuki et al., 2013). Kebutuhan kalsium pada manusia dapat dipenuhi dari berbagai sumber kalsium yang
berasal dari produk pangan hewani maupun nabati. Kalsium juga dapat dipenuhi dari limbah pangan seperti
cangkang telur unggas. Cangkang telur unggas yang biasa dijumpai adalah cangkang telur ayam ras, ayam
buras, bebek, dan puyuh.

Selama ini kue karasi di Wakatobi belum mengandung kalsium sehingga perlu ada inovasi atau
pengembangan untuk meningkatkan nilai kalsium kue karasi yaitu dengan cara menambahkan tepung cangkang
telur yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3) sehingga sangat baik untuk memperkaya nilai kalsium kue
karasi. Berdasarkan latar belakang maka dilaporkan hasil penelitian tentang fortifikasi tepung cangkang telur
terhadap nilai kalsium dan organoleptik kue karasi.

1893 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kue karasi adalah tepung cangkang telur, tepung beras merah
varietas pulu mandoti, air,gula pasir, dan minyak goreng. Sedangkan bahan untuk analisis terdiri dari H2SO4
1.25%(teknis), NaOH 2.35% (teknis), alkohol 96% (teknis), n-heksan (teknis), dan ragen Biuret (Sigma), dan
aquadest.

Tahapan Penelitian
Pembuatan Tepung cangkang telur (Rahmawati, 2015)

Pembuatan tepung cangkang telur diawali dengan cangkang telur dicuci terlebih dahulu hingga bersih, lalu
direbus dalam air panas selama 5-10 menit dengan untuk membunuh bakteri patogen. Cangkang telur yang telah
dingin kemudian dipindahkan ke loyang, dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 jam. Cangkang telur
yang sudah kering selanjutnya ditepungkan menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan ayakan 80
mesh.

Pembuatan Tepug Beras (Wijayanti, 2015)

Pada proses pembuatan tepung beras merah melalui tahap-tahap seperti pencucian, perendaman, penirisan,
pengeringan, penggilingan dan pengayakan. diayak menggunakan ayakan 80 mesh.

Pembuatan Kue Karasi (Marsan, 2018)


Pencampuran bahan-bahan yang telah disediakan dan diaduk sampai merata hingga terbentuk adonan.
Diusahakan adonan yang dibuat agar tidak terlalu cair dan tidak terlalu kental hal ini bertujuan agar adonan yang
telah dibuat dalam proses percetakan kue karasi sesuai dengan yang diinginkan, Adonan dimasukan ke dalam
cetakan, goreng adonan yang telah dimasukan dalam cetakan dengan cara dipukul-pukul secara perlahan dan
diputar-putar di atas wajan, kemudian digulung sesuai bentuk yang diinginkan, diangkat dan didinginkan, minyak
yang tersisa ditiriskan di dalam wajan untuk mengurangi kandungan minyak dalam kue karasi.

Penilaian Organoleptik
Uji organoleptik ini bermaksud untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap kualitas organoleptik
produk kue karasi. Penilaian organoleptik meliputi penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur

1894 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

kue karasi. Uji organoleptik dilakukan dengan mengisi lembar respon panelis oleh 30 panelis tidak terlatih, panelis
memberikan skor sesuai tanggapan panelis terhadap produk kue karasi dengan skala yang digunakan adalah 1=
sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, dan 5= sangat suka.
Analisis Nilai Gizi
Analisis nilai gizi kue karasi meliputi kadar air metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar protein
metode biuret (AOAC, 1990), kadar lemak metode soxhlet (AOAC, 2005), kadar abu metode
thermogravimetri(AOAC, 2005), kadar karbohidrat metode by difference (winarno 1997), dan kadar kalsium
menggunakan pengukuran dengan alat Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) (AOAC, 2005).

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu pembuatan karasi dengan
penambahan tepung cangkang telur dengan menggunakan lima perlakuan. Perlakuan fortifikasi tepung cangkang
telur berdasarkan tepung beras merah adalah: T0 = 0% Tepung cangkang telur : 100% Tepung beras merah, T1 =
10% Tepung cangkang telur : 90% Tepung beras merah, T2 = 12,5% Tepung cangkang telur : 87,5% Tepung
beras merah, T3 = 15% Tepung cangkang telur : 85% Tepung beras merah, T4 = 17,5% Tepung cangkang telur :
82,5% Tepung beras merah. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga menghasilkan 15 unit
percobaan. Formulasi dalam rancangan ini berdasarkan hasil penelitian pendahuluan.

Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan sidik ragam (Analysisof variant) dan hasil F hitung lebih besar dari
pada F tabel dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05).

1895 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji Organoleptik
Rekapitulasi hasil analisis ragam (ANOVA) produk kue karasi substitusi tepung cangkang telur terhadap
penilaian organoleptik yang meliputi penilaian warna, aroma, tekstur dan rasa disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi analisis ragam fortifikasi tepung cangkang telur terhadap parameter organoleptik : warna,
aroma, tekstur, dan rasa kue karasi.

No. Variabel Pengamatan Analisis Ragam

1 Organoleptik warna tn
2 Organoleptik aroma **
3 Organoleptik rasa **
4 Organoleptik tekstur **
Keterangan: tn = Berpengaruh tidak nyata, **= Berpengaruh sangat nyata

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa fortifikasi tepung cangkang telur
terhadap nilai kalsium dan organoleptik produk kue karasi berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian
organoleptik aroma, rasa, dan tekstur. Sedangkan untuk penilian analisis ragam dari variabel pengamatan nilai
organoleptik warna menunjukan perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata untuk nilai organoleptik warna.

Warna

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan fortifikasi tepung cangkang telur dan tepung
beras merah menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian organoleptik warna. Hasil uji lanjut
Duncan’s Multipe Range Test (DMRT0,05) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Analisis penerimaan organoleptik warna kue karasi fortifikasi tepung cangkang telur.
Perlakuan
Rerata Organoleptik Warna Kategori
TCT : TBM
T0(0% :100%) 3.33ab ± 0.87 agak suka
T1(12,5% : 87,5%) 3.17 ± 0.91
b agak suka
T2(15% : 85%) 3.70 a ± 0.58 suka
T3(15% : 85%) 3.26ab± 0.79 agak suka
T4(17,5% : 82,5%) 3.62a± 0.92 suka
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf
kepercayaan 95%. TCT (tepung cangkang telur), TBM (tepung beras merah)

Berdasarkan Tabel 2 tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna kue karasi berkisar antara
3,17–3,70. Penilaian panelis tertinggi terhadap parameter warna di peroleh pada perlakuan T2 (12,5% Tepung

1896 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

cangkang telur : 87,5% Tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 3,70. Hal ini diduga produk kue karasi yang di
hasilkan berwarna merah kecoklatan yang di sebabkan oleh penggorengan sehingga membentuk karamelisasi
dan reaksi maillard. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fellow, (1990). Karasteristik warna merah kecoklatan yang
terjadi pada produk penggorengan disebabkan karena adanya reaksi maillard, karamelisasi dari gula-gula dan
dextrin menjadi furfural, karbonasi gula, lemak dan protein (Fellow, 1990).
Penilaian panelis terendah terhadap parameter warna diperoleh pada perlakuan T1 (10% Tepung
cangkang telur : 90% Tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 3,17. Hal ini disebabkan karena warna tepung
cangkang telur bewarna putih kecoklatan sehingga menyebabkan permukaan kue karasi berwarna merah
kecokltan karena proses penggorengan yang terlalu lama. Hal ini sejalan dengan yang di lakukan oleh Wardani, et
al. (2012) menyatakan bahwa warna coklat pada kue donat disebabkan karena rekasi maillard non enzymatis
yaitu reaksi pencoklatan salah satunya karamelisasi yang di sebabkan oleh pemanasan gula melalui titik leburnya.

Aroma
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan fortifikasi tepung cangkang telur dan tepung
beras merah menunjukan bahwa berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian organoleptik aroma kue karasi.
Hasil uji lanjut Duncan’s Multipe Range Test (DMRT 0,05) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Analisis penerimaan organoleptik aroma kue karasi fortifikasi tepung cangkang telur.
Perlakuan
Rerata Organoleptik Aroma Kategori
TCT : TBM
T0(0% : 100%) 2.70c ± 0.94 agak suka
T1(12,5% : 87,5%) 3.20b ± 0.81 agak suka
T2(15% : 85%) 3.80 ± 0.70
a Suka
T3(15% : 85%) 3.30b± 0.71 agak suka
T4(17,5% : 82,5%) 3.37a ± 0.90 agak suka
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf
kepercayaan 95%. TCT (tepung cangkang telur), TBM (tepung beras merah)

Berdasarkan Tabel 3 tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma kue karasi berkisar antara
2,70–3,80. Penilaian panelis tertinggi terhadap parameter aroma diperoleh pada perlakuan T 2 (12,5% Tepung
cangkang telur : 87,5% Tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 3,80. Hal ini diduga karena munculnya bau
khas langu dari tepung beras merah yang disebabkan oleh proses penggorengan kue karasi, dimana minyak atau
lemak berfungsi untuk mengikat senyawa volatil atau molekul yang mudah menguap. Menurut Febriana (2014),
beras merah memiliki aroma yang khas yaitu langu dan aroma ini masih tercium meskipun sudah dilakukan
pemasakan.

1897 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

Penilaian panelis terendah terhadap parameter aroma diperoleh pada perlakuan T 0 ((0 % Tepung
cangkang telur : 100 % Tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 2,70. Semakin tinggi penambahan tepung
cangkang telur pada produk kue karasi maka penilaian aroma kue karasi semakin tinggi. Hal ini disebabkan
aroma tepung cangkang telur pada kue karasi tersebut sangat menyengat sehingga aroma kue karasi dari tanpa
penambahan tepung cangkang telur (T0) sampai dengan penambahan tepung cangkang telur tertinggi (T4) sangat
disukai oleh panelis.

Rasa
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan fortifikasi tepung cangkang telur dan Tepung
beras merah menunjukan berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian organoleptik rasa kue karasi. Hasil uji
lanjut Duncan’s Multipe Range Test (DMRT 0,05) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis penerimaan organoleptik rasa kue karasi fortifikasi tepung cangkang telur.
Perlakuan
Rerata Organoleptik Rasa Kategori
TCT : TBM
T0(0% : 100%) 2.37d ± 0.92 agak suka
T1(12,5% : 87,5%) 3.23c ± 1.11 agak suka
T2(15% : 85%) 3.83 a ± 0.97 suka
T3(15% : 85%) 3.53b± 1,01 suka
T4(17,5% : 82,5%) 3.70ab ± 1,02 suka
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf
kepercayaan 95%. TCT (tepung cangkang telur), TBM (tepung beras merah)

Berdasarkan Tabel 4. tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa kue karasi berkisar antara 2,37–
3,83. Penilaian panelis tertinggi terhadap parameter rasa diperoleh pada perlakuan T 2 (12,5% Tepung cangkang
telur : 87,5% Tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 3,83 dan penilaian panelis yang terendah terhadap rasa
kue karasi adalah pada perlakuan T0 (0% tepung cangkang telur : 100% tepung beras merah) dengan nilai rata-
rata 2,37. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan tepung cangkang telur semakin disukai oleh
panelis.
Selain itu, rasa bahan pangan berasal dari bahan itu sendiri dan apabila telah melalui pengolahan maka
rasanya akan dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan. Hal ini sesuai
dengan penelitian Hastuti (2012), yang menyatakan bahwa, penambahan bahan baku lain seperti, gula, margarin
dan kuning telur dalam pembuatan cookies juga meningkatkan rasa dari cookies, karena gula cenderung
memberikan rasa yang khas oleh adanya karamelisasi selama proses pemanggangan. Sedangkan menurut

1898 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

Winarno (2004) menyatakan bahwa, ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi rasa, antara lain senyawa
kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi komponen rasa yang lain.

Tekstur
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan fortifikasi tepung cangkang telur dan tepung
beras merah menunjukan berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian organoleptik tekstur kue karasi. Hasil uji
lanjut Duncan’s Multipe Range Test (DMRT0,05) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis penerimaan organoleptik tekstur kue karasi fortifikasi tepung cangkang telur.
Perlakuan
Rerata Organoleptik Tekstur Kategori
TCT : TBM
T0(0% : 100%) 2.27d ± 0.81 agak suka
T1(12,5% : 87,5%) 2.83c ± 1.27 agak suka
T2(15% : 85%) 3.33b ± 0.94 agak suka
T3(15% : 85%) 3.33b± 0,71 agak suka
T4(17,5% : 82,5%) 3.90ab ± 0,87 suka
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukan beda nyata berdasarkan uji DMRT 0,05 taraf
kepercayaan 95%. TCT (tepung cangkang telur), TBM (tepung beras merah)

Berdasarkan Tabel 5 tingkat kesukaan panelis terhadap parameter tekstur kue karasi berkisar antara
2,27–3,90. Penilaian panelis tertinggi terhadap parameter tekstur diperoleh pada perlakuan T 4 (17,5% Tepung
cangkang telur : 82,5% Tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 3,90. Hal ini disebabkan karena tepung
cangkang telur yang di tambahkan sangat banyak sehingga tekstur kue karasi keras dan renyah sehingga dapat
diterima oleh panelis.
Penilaian panelis terhadap tekstur kue karasi yang terendah terdapat pada perlakuan T0 (0% tepung
cangkang telur : 100% tepung beras merah) dengan nilai rata-rata 2,27. Hal ini diduga disebabkan karena
ketidakseragamnya ukuran partikel tepung beras merah dengan tepung cangkang telur. Ukuran tepung
canngkang telur lebih besar dibanding tepung beras merah. Tekstur kue karasi juga banyak di pengaruhi oleh
proses pemanasan serta bahan-bahan pembentuk adonan kue karasi. Dewi et al. (2013) mengatakan bahwa
tekstur pada bahan pangan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, dan jumlah air serta jenis
karbohidrat dan protein penyusunnya.

Nilai Gizi Kue Karasi


Berdasarkan hasil uji organoleptik kue karasi, maka dapat ditentukan kue karasi terpilih terdapat pada
perlakuan T2 dengan komposisi (12,5% tepung cangkang telur : 87,5% tepung beras merah). Karena panelis
memberikan skor penilaian tertinggi terhadap warna sebesar 3,70 (suka), aroma 3,80 (suka), rasa 3,83 (suka)
dan tekstur 3,33 (suka). Dari perlakuan uji oraganoleptik kue karasi terpilih maka dapat dilakukan analisis

1899 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat dan kadar kalsium. Adapun
nilai gizi yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai proksimat produk kue karasi terpilih (T0) 0% dan kontrol (T2)12,5 0%
Perlakuan
No Komponen (%)
Kontrol (T0) Perlakuan Terpilih ( T2)
1 Kadar air 13,85 9,40
2 Kadar abu 0,69 1,70
3 Kadar protein 5,80 8,70
4 Kadar lemak 2,25 1,56
5 Kadar karbohirat 77,38 78,64
6 Kadar kalsium 11,21 14,55
Keterangan : T0 tanpa fortifikasi tepung cangkang telur (0%), T2 Fortifikasi tepung cangkang telur (12,5%)

Kadar Air
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis gizi kue karasi dari perlakuan terpilih. Kadar air kue karasi tertinggi T0
(0%) dengan nilai rata-rata kadar air sebesar (13,85%). Hal ini diduga disebabkan karena kadar air masih terikat
oleh kandungan mineral yang ada dalam produk lain. Menurut Pratama (2011) dan Debora et al. (2016)
menyatakan bahwa bahwa kadar air produk akan memengaruhi kadar air awal bahan baku tersebut. Menurut
Kusumah, dan Andarwulan, 1989 kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat
bahanbasah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan disebut kadar air berat basah. Berat bahan
kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap
(konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan.
Kadar air terendah diperoleh dari perlakuan (T2) 12,5% dengan nilai rata-rata sebesar (9,40%). Hal ini
diduga karena terjadi proses penggorengan pada kua karasi sehingga menyebabkan kadar air menguap. Hal ini
sependapat dengan Matz (1978), penggorengan bertujuan untuk menurunkan kadar crackers menjadi 3-5% serta
memberikan tekstur yang renyah, warna, aroma, dan flavor yang khas. Proses penggorengan menyebabkan
terjadinya proses karamelisasi gula sehingga terbentuk warna coklat keemasan dan menjadikan crackers menjadi
renyah. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Novianti, (2002) menyatakan, nilai kada air di
pengaruhi oleh suhu dan lama penggorengan.

Kadar Abu
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis gizi menunjukan kadar abu kue karasi tertinggi dengan penambahan
tepung cangkang telur T2 (12,5%) dengan nilai rata-rata sebesar (1,70%). Hal ini diduga disebabkan karena
kandungan mineral dalam produk pada kue karasi. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam

1900 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

bahan dan cara pengabuannya. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan
air. Sisanya merupakan bahan anorganik berupa mineral yang disebut dengan abu (Winarno,1997).
Kadar abu terendah kue karasi terdapat pada perlakuan (T0) 0% tanpa penambahan tepung cangkang
telur dengan nilai rata-rata sebesar (0,69). Menurut Deman (1997), pembakaran yang dilakukan pada suhu 6000C
akan merusak senyawa organik dan meninggalkan mineral pada sampel yang diuji kadar abunya, namun jika
pembakaran dilakukan pada suhu lebih tinggi dari 6000C akan menghilangkan nitrogen dan natrium klorida pada
bahan yang dianalisis.
Kadar Protein
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis gizi pada kue karasi terpilih kadar protein tertinggi dengan
penambahan tepung cangkang telur T2 (12,5%) dengan nilai rata-rata sebesar (8,70%). Hal ini diduga kerena
tepung beras merah banyak mengandung protein. Kandungan gizi beras merah per 100 gram, terdiri atas protein
7,5 g, lemak 0,9 g, karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163 mg, zat besi 0,3 g, vitamin B1 0,21 mg dan
antosianin (Lomboan, 2002). Menerut Nursiam,(2011) bahwa cangkang telur tersusun oleh bahan organik 95,1%,
protein 3,3% dan air 1,6%. Komposisi kimia dari kulit telur terdiri dari protein 1,71%, lemak 0,36%, air 0,93%, serat
kasar 16,21%, abu 71,34%. Hal ini menunjukan bahwa tepung cangkang telur akan meningkatkan kadar protein
pada kue karasi.
Kadar protein terendah pada perlakuan T0 (0%) tanpa penambahan tepung cangkang telur sebesar
(5,80%). Hal ini diduga karena tidak ada penambahan dari tepung cangkang telur. Menurut Huda et al. (2010)
mengatakan bahwa kadar protein yang rendah menunjukan kandungan sumber protein yang sedikit dalam
fortifikasi yang digunakan dalam pembuatan kerupuk.

Kadar Lemak
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis gizi kadar lemak pada kue karasi tertinggi terdapat pada perlakuan T0
(0%) tanpa penambahan tepung cangkang telur dengan nilai rata-rata sebesar (2,25%). Hal ini diduga karena
kandungan lemak pada tepung beras merah yang di gunakan lebih tinggi dibandingkan kandungan lemak yang
ada pada tepung cangkang telur. Sehingga kadar lemak pada kue karasi dipengaruhi oleh tingginya kandungan
lemak pada beras merah.
Kadar lemak terendah pada kue karasi terdapat pada perlakuan T2 (12,5%) penambahan tepung
cangkang telur dengan nilai rata-rata sebesar (1,56%). Hal ini diduga lemak yang terdapat pada tepung cangkang
telur sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmawati dan Fitri (2015), kadar lemak pada tepung

1901 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

cangkang telur sangat rendah, sehingga kadar lemak pada cookies banyak dipengaruhi oleh perlakuan
penambahan margarine.

Kadar Karbohidrat
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis nilai gizi kadar karbohidrat pada kue karasi tertinggi terdapat pada
perlakuan T2 (12,5%) penambahan tepung cangkang telur dengan nilai rata-rata (78,64%). Hal ini diduga
disebabkan adanya sedikit kandungan karbohidrat yang terdapat pada kulit telur dan ini juga dikarekan
kandungan karbohidrat pada tepung beras merah sangat tinggi. Menurut Brown, (2000) Kandungan gizi beras
merah per 100 gram, terdiri atas protein 7,5 g, lemak 0,9 g, karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163 mg, zat
besi 0,3 g, vitamin B1 0,21 mg dan antosianin. Sehingga dapat meningkatkan kandungan karbohidrat pada kue
karasi.
Kadar karbohidrat kue karasi terendah terdapat pada perlakuan kontrol T0 (0%) tanpa penambahan
tepung cangkang telur dengan nilai rata-rata sebesar (77,38%). Hal ini diduga disebabkan karena tidak adanya
penambahan tepung cangkang telur pada pembuatan kue karasi. Menurut Pratama, et al., (2014) mengatakan
kandungan karbohidrat by difference pada uji proksimat sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi lainnya.
Kadar Kalsium
Berdasarkan Tabel 6 analisis gizi kadar kalsium pada kue karasi tertinggi terdpat pada perlakuan T2
(12,5%) penambahan tepung cangkang telur dengan nilai rata-rata sebesar (14,55%). Hal ini diduga karena
tepung cangkang telur mengandung kalsium yang tinggi. Menurut Yonata et al, (2017) tepung cangkang telur
mengandung kalsium karbonat sekitar 90%. sehingga semakin tinggi penambahan tepung cangkang telur pada
produk kue karasi semakin meningkat juga kandungan kalsiumnya.
Kadar kalsium kue karasi terendah terdapat pada perlakuan kontrol T0 (0%) tanpa penambahan tepung
cangkang telur dengan nilai rata-rata sebesar (11,21%). Hal ini diduga disebabkan tidak adanya penambahan
tepung cangkang telur pada produk karasi sehingga kadar kalsiumnya rendah.

KESIMPULAN

Terdapat pengaruh penambahan tepung cangkang telur terhadap tingkat kesukan panelis pada kue
karasi. Perlakuan penambhan tepung cangkang telur berpengaruh sangat nyata terhadap aroma, rasa, dan
tekstur dan tidak berpengaruh nyata terhadap warna kue karasi. Kue karasi terpilih, penilaian warna sebesar 3,70
(suka), aroma memiliki nilai sebesar 3,80 (suka), rasa memiliki nilai sebesar 3,83 (suka) dan tekstur memiliki nilai

1902 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

sebesar 3,33 (agak suka).Kue karasi terpilih terbaik memiliki nilai gizi kue karasi yaitu kadar air sebesar 9,40%,
kadar abu 1,70%, kadar protein 8,70%, kadar lemak 1,56%, kadar karbohidrat 78,64% dan kadar kalsium (Ca)
14,55%. Terdapat pengaruh penambahan tepung cangkang telur terhadap nilai kalsium pada kue karasi terpilih
terbaik dengan nilai kalsium sebesar 14,55% lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan tepung cangkang telur
yaitu sebesar 11,21%.

DAFTAR PUSTAKA

Abhay Kr. T dan Ak. Gupta.2006. water absorption characteristics off paddy brown rice and husk during soaking.
Journal Food Engineering.1 (1) : 234-235

AOAC.Association of Official Analytical and Chemists. 2005. Official Methods of Analysis the 16th ed. Virginia: Inc.
Arlington.
Brown, A.,Bransford, J., & Cocking, R. 2000. Learning and Transfer. In HowPeople Learn: Brain, Mind,
Experience, and School (Expanded Edition) (pp.51-78). National Academy Press.Washington,D.C.
Debora, T., Afrianto, E dan Pratama, I.R. 2016. Fortifikasi tepung ikan julung-julung sebagai sumber kalsium
terhadap tingkat kesukan donat. Jurnal Perikanan dan Kelautan.7 (10) : 7-9

deMan, M John. 1997. Kimia Makanan. ITB, Bandung

Ekarina.M. 2010. Analisis Proksimast Beras Merah (oryza Sativa) Varietas Slegreng dan Aeek Sibundong
.Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011.Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Fellows PJ. 1990. Food processing principle and practise. Ellies Horwood Limited. New York
Huda N, Leng AL, Yee CX, Herpandi. 2010. Chemical composition, colour and linear expansion properties of
Malaysian commercial fish cracker (keropok). Asian Journal of Food and Agro-Industry, 3(5): 473-482.
Kusumah dan Andarwulan. 1989. Prinsip Teknologi Pangan. Rajawali Press.Jakarta.

Lomboan, N.J. 2002. Tiga primadona merah tahun 2002. Nirmala Edisi Tahunan. Makasar

Mahreni, Endang S, Saeful S, Willyam C., 2012., Pembuatan Hidroksi Apatit Dari Kulit Telur. Di dalam: Proseding
SeminarNasional Teknik Kimia.Yogyakarta Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Marsan, L. Abdurahman B., Asyik.N, 2018 . Fortifikasi Tepung Tulang Ikan Tuna (Thunnus Albacor) Terhadap Uji
Organoleptik dan Nilai Gizi Kue Karasi. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan. 10 (10): 6-7

1903 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2019
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 4, No.1, P. 1892-1904, Th 2019

Marzuki, A., Yushinta, F., Muhammad, R., dan Haslina.2013. Analisa Kandungan Kalsium (Ca) dan Besi (Fe)
pada Kepiting Bakau (Scylla olivacea) Cangkang Keras dan Cangkang Lunak dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom. Di dalam: Majalah Farmasi dan Farmalogi.17 (2): 425-426
Matz, S.A. 1978. Cookies and Creakers, Ellis Horwood Limited.United

Pratama, 2011.Karakteristik Flavour Berapa Produk Ikan Asap Di Indonesia.Tesis. Sekolah Pascasarjana,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pratama, I. R., Rostini, R., dan Liviawati, E. 2014.Karakteristik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Jangilus
(Istiophorus Sp). Jurnal AkuatikaI. 5(6) :228-229

Rahmawati.W. A.,Nisa. F, C., 2015. Fortifikasi Kalsium Cangkang Telur Pada Pembuatan Cookies Kajian
Konsentrasi Tepung Cangkang Telur dan Baking Powder.3(3) : 1050-1061

Wardani. D. P, Liwianti. E., dan Junianto.2012. Foifikasi Tepung Tulang Tuna Sebagai Sumber Kalsium Terhadap
Tingkat Kesukaan Donat.Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(4) :245-247

Wijayanti, I, 2015.Eksperimen pembuatan kue semprit Tepung Beras Merah.Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas
Negeri Semarang.

Winarno .2004. Kimia pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Wirakusumah, Firman F. 2011. Obstetri Fisiologi(ID). Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Yonata.D., Siti A., Wikanastri H.,2017. Kadar Kalsium dan Karakteristik Fisik Tepung Cangkang Telur Unggas
dengan Perendaman Berbagai Pelarut. Jurnal Pangan Dan Gizi. 7 (2): 82-93.

Yulia, Cica dan Darningsih S. 2009.Hubungan Kalsium dengan Ricketsia, Osteomalacia, dan
Osteoarthritis.Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

1904 | P a g e

You might also like