You are on page 1of 12

Volume 12 Nomor 1 (2022) 26-37

JURNAL KEBIDANAN
p-ISSN: 2089-7669 ; e-ISSN: 2621-2870
https://doi.org/10.31983/jkb.v12i1.7726

Advocacy of Midwives Referring Patients for Sectio Caesarea in Second-Level


Health Care Provider Social Security Management Agency in Bantul

Yuni Fitriana1*, Andina Vita Sutanto2, Ari Andriyani2


1
Prodi DIII Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Akbidyo
2
Prodi S1 Kebidanan dan Program profesi Bidan Sekolah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Akbidyo
Jl. Parangtritis KM 6, Sewon, Bantul

Corresponding author: Yuni Fitriana


Email: yunifitriana2906@gmail.com

Received: September 29th, 2021; Revised: October 18th, 2021; Accepted: April 1st, 2022

ABSTRACT

Some women consider vaginal delivery to be a difficult and dangerous delivery process so that Sectio
Cesarea (SC) tends to be chosen even though the SC method has a risk of infection. In the past, SC was still
a scary thing, but with midwifery technology the paradigm is starting to shift. Now SC delivery is often an
alternative choice of delivery even without medical indication. Midwives cannot refer without medical
indication if using BPJS Kesehatan. This qualitative descriptive study with an empirical judicial approach,
namely analyzing the trend of increasing SC action in private hospitals, types of medical indications and
non-medical indications for SC action, advocacy of midwives in referral of SC patients, and collaboration
between midwives and Second-Level Health Care Provider Social Security Management Agency. The
results of the SC action study were based on medical indications according to 19 screening for mothers who
gave birth to be referred. Children are expensive, cannot stand the pain and can't wait to go through the labor
process as a reason for non-medical indications for SC action, Midwives advocate for normal delivery if
there is a medical indication that a referral will be made, Midwifery collaboration is carried out according
to Social Security Management Agency provisions and there is no fee, except for general patients but it was
the doctor who provided not the referral hospital. Midwife advocacy is needed to be able to suppress SC
action without medical indication and the Government can improve Social Security Management Agency
services to be more integrated.

Keywords: midwives; sectio cesarea; social security management agency

Pendahuluan mulai bergeser. Kini persalinan SC kerap menjadi


alternative pilihan persalinan[2].
Sebagian perempuan menganggap persalinan Menurut WHO, standar rata-rata sectio
pervaginam merupakan proses persalinan yang sulit caesarea disebuah negara adalah sekitar 5-15% per
dan cenderung berbahaya bagi ibu dan bayinya 1000 kelahiran di dunia, rumah sakit pemerintah
sehingga tindakan SC cenderung dipilih daripada rata-rata 11%,sementara di rumah sakit swasta bisa
persalinan normal meskipun metode SC lebih dari 30% [2]. Permintaan sectio caesarea di
menggunakan pembedahan perut justru memiliki
resiko infeksi [1]. Dahulu SC masih menjadi hal
yang menakutkan namun berkembangnya teknologi
bidang ilmu kebidanan maka paradigma tersebut

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 26


sejumlah negara berkembang melonjak pesat setiap dimana bidan setempat yang mempunyai tempat
tahunnya. Insidensi dan mortalitas sectio caesarea di praktek sendiri bila tidak sanggup menangani kasus
seluruh dunia meningkat selama 5 tahun ini [3]. kebidanan agar mengirimkan pasien ke rumah sakit
Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia untuk dilakukan operasi sesar, maka bidan
menurut data survei nasional pada tahun 2018 mendapatkan fee yang cukup besar, sehingga
adalah sekitar 28.9% dari seluruh persalinan [4]. seiring dengan semakin tingginya persaingan untuk
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada mendapatkan pasien antar institusi pelayanan
bulan September 2019 di Dinas Kesehatan kesehatan, maka setiap rumah sakit memiliki
(DinKes) Daerah Istimewa Yogyakarta, Untuk ketentuan – ketentuan khusus dengan harga yang
presentase persalinan dengan bedah sesar seluruh bersaing termasuk memberikan fee bidan yang
Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 15,7%. cukup tinggi. Penelitian ini juga menyimpulkan
Kabupaten Bantul cukup tinggi nomer kedua bahwa indikasi Sectio caesaria di rumah sakit masih
11,1%, dibandingkan Kota Yogyakarta 28,6% ada yang berasal dari bidan, dan ada kecenderungan
(Dinkes Yogyakarta, 2019). Angka kematian ibu di bahwa antara dokter dan bidan sudah melakukan
Bantul pada tahun 2019 sebesar 96,83/100.000 kerjasama agar pasien mengikuti paket hemat
Kelahiran Hidup yaitu sejumlah 13 kasus section caesaria tanpa indikasi [3].
Kabupaten Bantul memiliki 154 Bidan Praktek Bidan dikatakan professional bila
Swasta yang berpotensi untuk merujuk pasien menerapkan etika dalam menjalankan praktek
untuk dilakukan tindakan sectio caesaria di rumah kebidanan dengan memahami peran sebagai bidan,
sakit atau Pemberi Pelayanan Kesehatan tingkat akan meningkatkan tanggung jawab profesional
kedua Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (PPK kepada pasien atau klien. Bidan berada pada posisi
II BPJS) [6]. yang baik, yaitu memfasilitasi pilihan klien dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang
memilih persalinan sectio caesarea tanpa indikasi etika untuk diterapkan dalam strategi praktek
medis yaitu kesepakatan suami istri (86,4%), kebidanan [8]. Bidan sebagai tenaga kesehatan,
pengetahuan (81,8%), faktor sosial (72,7%), berhak menjalani praktek kebidanan secara mandiri,
kecemasan persalinan normal (59,1%), kepercayaan namun tidak semua Praktik Mandiri Bidan telah
(54,5%), faktor ekonomi (36,4%), dan pekerjaan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jenjang I
(18,2%) [2]. Hasil penelitian menunjukkan trend Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PPK I
persalinan sectio caesarea sangat tinggi mencapai BPJS), sedangkan di era Jaminan Kesehatan
70%. Persalinan sectio caesarea hampir seluruhnya Nasional (JKN) merujuk pasien dilakukan secara
disebabkan indikasi medis. Trend persalinan berjenjang, Pada Peraturan Menteri Kesehatan
melalui tindakan sectio caesarea yang sangat tinggi Nomer 71 tahun 2013, tentang pelayanan kesehatan
tidak serta merta menunjukkan bahwa terdapat hal pada jaminan kesehatan nasional, mengatakan
yang bertentangan dengan etika pelayanan bahwa sistem rujukan adalah penyelenggaraan
kesehatan. Banyak faktor di luar indikasi medis, pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan
baik dari sisi ibu maupun bayi, yang menyebabkan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
sectio caesarea dipilih, antara lain faktor psikis ibu, secara timbal balik baik vertikal dan horizontal,
peralatan medis yang tidak siap digunakan untuk Peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan
persalinan normal, hak pasien dalam memilih Tingkat Lanjutan atas indikasi medis, Fasilitas
tindakan medis yang ingin dilakukan, regulasi yang Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke
lemah dalam mengendalikan rumah sakit yang Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan
menawarkan paket sectio caesarea, serta regulasi terdekat sesuai dengan Sistem Rujukan yang diatur
yang dipandang merusak sistem jasa medis yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
telah berjalan baik sehingga mendorong moral [9]. Hasil studi pendahuluan di Rumah sakit swasta
hazard dari para dokter untuk membiarkan adanya sebagai PPK II BPJS bahwa Rumah sakit ini
permintaan persalinan melalui sectio caesarea tanpa memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang
indikasi medis yang adekuat [7]. didukung oleh layanan dokter spesialis serta
Adanya kerjasama paket hemat sectio ditunjang dengan fasilitas medis unggulan lainnya.
caesaria di rumah sakit dimulai dari keinginan pihak Oleh karena itu RS ini sebagai tempat rujukan bagi
rumah sakit untuk membantu masyarakat tidak PMB merujuk pasien bersalin yang akan dilakukan
mampu bila harus melahirkan dengan cara operasi Tindakan operasi SC dengan BPJS. Berdasarkan
sesar, yaitu dari kerjasama para bidan dengan data kasus Tindakan SC pada tahun 2019 terdapat
Dokter Spesialis Obstetri dan Gynecologi (SpOG) 379 kasus Tindakan SC dengan indikasi medis

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 27


sebagai berikut: Chepalo Pelvic Disporpotion Metode pengumpulan data primer dan data
(CPD), Riwayat SC, Fetal disytress, Letak skunder. Pengumpulan data primer dilakukan
sungsang, letang lintang, letak obligue, letak muka, dengan wawancara dengan ketentuan Langkah-
persalinan gemelli, Ketuban Pecah Dini (KPD), langkah berikut ini melakukan proses perijinan
kehamilan dengan mioma uteri dan kista, gagal penelitian kepada BAPEDA DIY dengan tembusan
induksi persalinan, lilitan tali pusat, makrosomia, kepada KESBANGPOL, Dinas Kesehatan Bantul,
oligohidraamnion, plasenta previa totalis, RS. Swasta yang dituju, Bidan Praktik Mandiri,
Haemoragic Antepartum (HAP), Intra Unterine Dokter Spesialis Obstetri Gynekologi, Bidan
Growth Retardation (IUGR), Kala II lama, Kala 1 Koordinator RS Swasta, memilih responden sesuai
memanjang, dan preeklampsia Berat (PEB). Rumah dengan criteria inklusi yang telah ditentukan,
sakit ini telah menerima pasien rujukan Bidan melakukan kunjungan langsung di PMB responden,
sebagai PPK I BPJS sesuai dengan prosedur. Hal menemui informan dan dengan meminta ijin
inilah yang perlu dilakukan analisis bagaimana (informed concent) untuk mewawancarai informan
advokasi Bidan merujuk pasien BPJS untuk agar bisa dijadikan objek penelitian. Peneliti juga
Tindakan SC ke Rumah Sakit PPK II BPJS. menjelaskan manfaat penelitian. setelah bertatap
Tujuan penelitian menganalisa a. Jenis muka dengan informan, peneliti melakukan
indikasi medis pada tidakan SC, b. Advokasi bidan wawancara pada informan. Wawancara dimulai
dalam merujuk pasien yang akan dilakukan SC dan dengan membangun hubungan saling percaya
c. Menemukan indikasi selain indikasi medis dengan partisipan. Selanjutnya dilakukan
dilakukan SC wawancara secara mendalam (In depth Interview).
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi
Metode Penelitian dokumen atau bahan pustaka. Studi dokumen ini
terdiri dari Bahan–bahan hukum primer meliputi
Penelitian akan dilakukan pada 4 Praktik peraturan perundang-undangan yaitu : Undang-
Mandiri Bidan (PMB) di wilayah Bantul. Penelitian Undang Dasar 1945, Pasal 28H ayat (1), ayat (3)
dilakukan pada bulan Januari-April Tahun 2020. dan Pasal 34 ayat (3); [11]. Undang-Undang Nomor
Ethical clearance dilakukan pada tahun 2019 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
melalui komite etik STIkes Akbidyo. Penelitian ini Nasional (SJSN) [12], Undang-Undang Nomor 24
menggunakan metode kualitatif dengan analisis Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
deskriptif dan analitik [10]. Metode pendekatan Sosial (BPJS) [13], Undang-Undang Nomor 36
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2013 tentang Tenaga Kesehatan [14];
pendekatan yuridis empiris. Sampel penelitian ini Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
diambil menggunakan teknik pengambilan subyek Rumah Sakit [15]; Undang-undang Nomor 4 Tahun
secara homogen berdasarkan konstruk operasional 2019 tentang Kebidanan [16]; Peraturan Menteri
(operational construct sampling)[10]. Pengambilan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
sampel dilakukan secara purposive sampling Yaitu 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan
Bidan Praktik sebagai PPK I yang melakukan kesehatan nasional [9]; Peraturan Menteri
rujukan di RS Swasta untuk Tindakan SC, Rumah Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369 Tahun
sakit sebagai PPK II PBJS yang menerima rujukan 2007 tentang Standar Profesi Bidan [17]; Peraturan
dari Bidan PPK II BPJS. Sampel dalam penelitian Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
ini yaitu 3 Bidan yang memiliki PMB di Bantul. Tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan
Informan kunci yaitu Dokter Spesialis Obstetri praktik bidan [18]. Analisa data dalam penelitian ini
Gynekologi RS Swasta 1 orang dan Bidan menggunakan analisa kualitatif dengan
Koordinator Rumah Sakit. menganalisa isi atau konten diskusi.
Alat atau instrumen penelitian yang
digunakan untuk memperoleh data primer adalah Hasil dan Pembahasan
pedoman wawancara, alat perekam suara dan alat
tulis. Pedoman wawancara penelitian ini berisi Penelitian dilakukan di Praktik Bidan
butir-butir yang akan ditanyakan sesuai topik Mandiri sebagai PPK 1 BPJS Kabupaten Bantul dan
penelitian kepada subyek penelitian. Pengujian RSU (Rumah Sakit Umum) sebagai PPK 2 BPJS
keabsahan data pada metode penelitian kualitatif Kabupaten Bantul. Penelitian ini bertujuan untuk
meliputi uji credibility (validitas internal) berupa mengetahui kasus terbanyak operasi secsio cesarea
triangulasi nara sumber dan transferability rujukan PPK 1 BPJS Bantul, rujukan SC tanpa
(validitas eksternal) [10]. indiksi medis, advokasi bidan merujuk untuk

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 28


Tindakan SC, dan adanya kerjasama PMB dengan indikasi medis ya ga kita terima. Aturan dari
rumahsakit terkait paket SC. Selain itu untuk pemerintah itu juga sudah jelas.
membuktikan bahwa sudah tidak ada lagi praktik Informan: PEB, perdarahan, kala 1 lama, partus
pelanggaran kode etik dimana rujukan SC tanpa macet, bekas SC, fetal distress, KPD, gemelli,
indikasi tetap dilakukan demi keuntungan oknum sungsang, CPD, kasus SC cito 90% rujukan BPJS
PMB. dan 10% pasien umum SC elektif factor sosial
1. Karakteristik Responden Indikasi mutlak dilakukan Tindakan SC pada
Pada bagian ini membahas tentang ibu meliputi Panggul Sempit, Kegagalan
karakteristik responden yang meliputi waktu melahirkan secara normal karena kurang
berdisrinya PMB dan status bekerjasama BPJS PPK adekuatnya stimulasi, Tumor-tumor jalan lahir yang
1 BPJS sebagai berikut: menyebabkan obstruksi, Stenosisi serviks atau
a. Responden I mendirikan PMB sejak tahun 2002 vagina, Plasesnta previa. Disproporsi Sefalopelvik,
hingga sekarang dan telah bekerjasama dengan Ruptur uteri membakat. Sedangkan indikasi janin
BPJS sejak 2015. Bidan juga bekerja di meliputi Kelainan letak, gawat janin, prolapsus
Puskesmas Pajangan Bantul. plasenta, Perkembangan janin terhambat, mencegah
b. Responden II mendirikan PMB sejak 2010 hipoksia janin misalnya karena preeklamsia.
hingga sekarang dan telah bekerjasama dengan Adapun indikasi relative meliputi Riwayat SC
BPJS sejak 2016. Bidan juga bekerja di sebelumnya, presentasi bokong, Distosia, fetal
Puskesmas Pleret Bantul distress, preeklamsi berat, penyakit kardiovaskular
c. Responden III Mendirikan PMB sejak 1998 dan diabetes, dan ibu dengan HIV positif sebelum
hingga sekarang dan telah bekerjasama dengan inpartu. Selain indikasi relative sebagai indikasi SC
BPJS sejak tahun 2015. Bidan murni bekerja di juga terdapat indikasi social yang meliputi wanita
PMB. yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman
d. Responden IV merupakan Bidan yang bekerja di sebelumnya, wanita yang ingin SC elektif karena
RSU sejak 2016 yang menerima rujukan PPK 1 takut bayinya mengalami cedera atau asfiksia
Bantul sejak tahun 2014 selama persalinan atau mengurangi resiko
e. Informan merupakan Dokter Spesialis Obstetri kerusakan dasar panggul dan wanita yang takut
Ginekologi RSU sekaligus pemilik RSU sebagai terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
PPK 2 BPJS Wilayah Bantul image setelah melahirkan [19]
2. Jenis indikasi medis Tindakan SC Sembilan Belas (19) penapisan dalam
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh persalinan. Rujuk ibu, apabila didapati salah satu
bahwa subjek menyebutkan bahwa indikasi medis atau lebih penyulit seperti berikut : (1) Riwayat
yang menjadi dasar dilakukan operasi SC meliputi bedah sesar, (2) Perdarahan pervaginam, (3)
19 penapisan awal Bidan harus merujuk yang terdiri Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang
dari Kala II lama, partus macet, Ketuban Pecah Dini dari 37 minggu), (4) Ketuban pecah dengan
(KPD), Persalinan gemelli, inersia uteri, serotinus, mekonium yang kental, (5) Ketuban pecah lama
bekas SC, persalinan sungsang, Kala 1 fase aktif (lebih dari 24 jam), (6) Ketuban pecah pada
lama, Preeklampsia Berat (PEB), fetal distress, persalinan kurang bulan (kurang dari 37 minggu),
perdarahan, dan anak mahal. Adapun jenis indikasi (7) Ikterus, (8) Anemia berat, (9)
medis tersebut dapat dilakukan SC secara elektif Tanda/gejalainfeksi,(10)Preeklampsia/hipertensi
ataupun cito (Tindakan segera) dalam kehamilan,(11) Tinggi fundus 40 cm/lebih,
R1: Kita menggunakan 19 penapisan awal, kalau (12) Gawat janin, (13) Primipara dalam fase aktif
pasien dalam kala 1 kita rujuk. persalinan dengan palpasi kepala janin masih
R2: Sesuai dengan penapisan awal untuk tahun 5/5,(14) Presentasi bukan belakang kepala,
2019 paling banyak merujuk karena alasan ini sih… (15) Presentasi ganda, (16) Kehamilan gemelli,
Kala II lama, partus macet, KPD gemelli, inertia (17) Tali pusat menumbung, (18) Syok, (19) Anak
uteri, serotinus, bekas SC dan sungsang. Ada yang Mahal [20]. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
memang elektif SC ada yang CITO yang dilakukan oleh peneliti bahwa salah satu dari
R3: Biasanya kasus KPD, inersia uteri, kala 1 fase 19 penapisan awal ibu bersalin sebagai alasan Bidan
aktif lama segera merujuk.
R4: Wah macem-macem ya indikasinya, banyak Hal ini sedikit berbeda dari hasil penelitian
yang cito juga. Tapi biasanya karna fetal distress, bahwa faktor indikasi SC meliputi usia kelahiran
PEB sama perdarahan. Oh ya jelas, kalau tidak ada lebih dari 42 minggu (post-term), kehamilan dengan
janin kembar, umur ibu yang melahirkan diatas usia

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 29


35 tahun, tinggi ibu yang kurang dari sama dengan misal kita rujuk dengan kala 1 lama... sampai
145cm berpeluang lebih besar untuk terjadinya disana di induksi bisa lahir normal Kita
persalinan secara operasi sesar di Indonesia. Ibu advokasinya hati- hati banget jangan sampai begini
yang melahirkan dengan penyakit penyulit ... dari saya bilang nanti disana di sesar, ternyata
persalinan, komplikasi kehamilan dan komplikasi bisa normal saya meminimalkan hal seperti itu.
persalinan, berpeluang lebih besar untuk terjadinya R2: Bidan Ketika diagnose pasti terjadi penyulit
persalinan operasi sesar. Sedangkan pada Riwayat maka harus dapat meyakinkan pasien untuk mau
kelahiran hidup atau paritas, ibu yang memiliki dirujuk karna indikasi medis menyatakan
paritas 1 kelahiran, ibu dengan Riwayat ANC kegawatdaruratan, advokasi sesuai dengan
lengkap memiliki peluang lebih besar untuk diagnose medis, dan memberikan kesempatan
terjadinya persalinan operasi SC [1]. Hasil ini sesuai pasien untuk memilih hendak dirujuk di RS mana.
dengan penelitian di Lagos, Nigeria yang Bahkan saya nih gak pernah mengatakan disana
menemukan bahwa paritas menjadi prediktor kuat pasti di Sc karna bisa jadi malah diupayakan lahir
kejadian operasi sesar. Ibu dengan paritas lebih normal, jadi sebelum merujuk pasien saya jelaskan
kecil lebih berisiko untuk melahirkan melalui alasan merujuk karna bukan kewenangan bidan di
operasi sesar dibandingkan ibu dengan paritas lebih PPK 1 untuk menangani maka kasus ini harus lahir
banyak [21]. Sedangkan Ibu dengan pemeriksaan dirumah sakit namun belum tentu SC. Jadi
kehamilan (antenatal care) sesuai anjuran (K4) pasiennya paham tidak kepikiran akan di operasi
lebih mungkin mengalami persalinan operasi sesar gitu..
dibandingkan ibu yang tidak melakukan antenatal R3: Ketika akan merujuk, Bidan menghubungi RS
care sesuai anjuran. Penelitian di Meksiko juga via telpon dulu untuk menanyakan kesiapan dan
mendapatkan bahwa ibu dengan frekuensi antenatal ketersediaan ruangan, karena ada aturan dari
care empat kali atau lebih lebih banyak yang pemerintah
mengalami operasi sesar terencana (elective section R4: Sesuai dengan alur dan aturan BPJS. Biasanya
dibandingkan persalinan pervaginam [21]. dari IGD tetap kita periksa dulu agar indikasi
Indikasi medis merupakan alasan Bidan sesuai dengan indikasi rujukan. Tidak ada, tanpa
dalam merujuk pasien inpartu untuk melakukan indikasi medis kita tidak menerima SC. Kalau SC
persalinan dengan SC di Rumah Sakit. Persalinan elektif karna alasan sosial bisa kita terima asal di
SC dilakukan dengan tujuan menyelamatkan nyawa jam kerja, kalau diluar jam kerja ya kita tolak
ibu dan bayi, meminimalkan kesakitan pada ibu dan Informan: pasien sudah membawa surat rujukan
bayi dan memberikan kewenangan bidan dalam dari PPK 1 BPJS lalu datang ke poli kebidanan RS
merujuk pasien. Oleh karena itu perlunya ketepatan yang dituju, lalu kita periksa lagi untuk memastikan
dalam mengambil keputusan klinis Bidan untuk diagnosanya sama dengan PPK 1, itu kalau elektif
mendiagnosa dan memutuskan merujuk dengan ya jadi datang ke poli, namun kalau pasien datang
cepat serta komunikasi efektif yang dilakukan bidan ke IGD asal emergency bisa diterima tanpa surat
kepada ibu bersalin beserta keluarga dalam rujukan PPK 1 bisa. Jadi RS menerima rujukan dari
advokasi persalinan SC berdasarkan indikasi medis PPK 1 atau PMB sudah sesuai dengan alur BPJS,
dan tentunya sesuai keputusan ibu dan keluarga. krn kalau tidak sesuai kami akan rugi tidak bisa
3. Advokasi bidan merujuk pasien BPJS diklaim nantinya. Kecuali pasien umum ya kala
Berdasarkam hasil wawancara bahwa dirujuk ya terima aja. tidak ada missal aja gak kuat
advokasi bidan dalam merujuk pasien bersalin yang ngejen minta SC itu bikin male karena BPJS nya
akan dilakukan operasi SC berdasarkan indikasi bisa di klaim tapi BPJS gak bayar klaimnya karena
medis dan dilakukan sesuai prosedur alur BPJS. tidak sesuai kapitasi, tapi kalau KPD 9 jam BPJS
Advokasi bidan dilakukan tidak berfokus pada bisa menerima. Karena RS tidak bisa melakukan
Tindakan SC namun tetap dapat diupayakan klaim BPJS kalau Tindakan SC dilakukan berbeda
kelahiran normal di Rumah sakit. BPJS dengan diagnose dari PPK 1. Kalau pasien umum
memberikan kesempatan kepada pasien memilih gak ada masalah ya
Rumah sakit yang akan dituju dan Bidan Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa
memastikan kesiapan Rumah Sakit menerima operasi Caesar sebaiknya dilakukan karena
pasien rujukannya. Hal ini sesuai dengan hasil pertimbangan medis, bukan keinginan pasien yang
wawancara: tidak ingin menanggung rasa sakit, hal ini karena
R1: Kita advokasi bukan fokus ke scnya…jadi resiko operasi SC lebih besar dari persalinan alami
tergantung keadaanya, jadi kalau masih ada [22]. Tindakan SC terlebih dahulu harus
kemungkinan normal saya ga pernah advoksi Sc jd berdasarkan indikasi, bila memungkinkan untuk

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 30


lahir pervaginam, tidak seharusnya persalinan yang baik (personil, patrogaf, fasilitas), persetujuan
dengan SC dapat dengan mudah dilaksanakan tindakan medik mengenai keuntungan maupun
dikarenakan resiko kematian lebih besar resikonya [23].
dibandingkan dengan persalinan normal. Faktor Keberhasilan dari indikasi sectio caesaria
resiko paling banyak dari SC akibat tindakan sebelumnya, jika sectio caesaria primer
anastesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu diindikasikan untuk presentasi bokong, solusio
selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, placenta, placenta previa, lilitan tali pusat,
endometritis (radang endometrium), perdarahan antepartum, gangguan hipertensi, atau
tromboplebilitis (pembekuan darah pembuluh gawat janin, angka keberhasilan 74% sampai 94%.
balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah, Jika sectio caesaria primer diindikasikan untuk CPD
paru-paru, dan pemulihan bentuk serta letak rahim atau kegagalan induksi, angka keberhasilannya 35%
menjadi tidak sempurna. indikasi untuk melakukan sampai 77% [23]. Menurut peneliti bahwa jika
operasi dengan berbagai penyebabnya edukasi tentang VBAC telah diterapkan kepada
mengakibatkan angka kematian ibu 17% (sebelum setiap ibu post sectio caesaria berjalan dan diberikan
dikoreksi) dan 0,58% (sesudah dikoreksi), dengan baik seharusnya pasien dengan riwayat
sedangkan kematian janin 14,5%. Pada 774 sectio caesaria dapat dikurangi sehingga dapat
persalinan berikutnya terjadi 1,03% rupture uteri menekan jumlah persalinan dengan sectio caesaria
( rahim robek) [23]. di Pulau Nias [24].
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pasien Persalinan yang harus dilakukan dengan
yang di sectio caesaria adalah ibu dengan indikasi operasi karena keadaan panggul sebanyak 21%.
medis, empat indikasi medis yang terbanyak yaitu Yang menyebabkan keputusan operasi adalah
ibu bersalin dengan sectio caesaria dengan indikasi apabila panggul ibu terlalu sempit dibandingkan
riwayat SC 24,52%, CPD 15,48%, Partus Tak Maju ukuran kepala bayi. Kondisi tersebut membuat bayi
10,97%, Ketuban Pecah Dini 7,74% [24]. Riwayat susah keluar melalui jalan lahir. Panggul sempit ini
SC salah satu indikasi dilakukannya sectio caesaria lebih sering terjadi pada wanita dengan tinggi badan
adalah sectio berulang, hal ini disebabkan rahim ibu kurang dari 145 [22]. Salah satu penatalaksanaan
mengalami luka perut akibat insisi pada saat SC CPD adalah persalinan percobaan untuk melakukan
sebelumnya sehingga mengakibatkan ibu persalinan pervaginam pada wanita dengan panggul
mengalami robekan rahim saat persalinan yang relatif sempit. Tindakan partus percobaan
pervaginam akibat adanya his. Jika seorang ibu adalah memastikan ada tidaknya CPD, dimulai saat
mempunyai riwayat SC maka kemungkinan akan penderita dinyatakan inpartu, dengan penilaian
terjadinya rupture uteri disebabkan terpisahnya kemajuan persalinan dimulai setelah persalinan
jaringan perut bekas SC sebelumnya [22]. Wanita masuk fase aktif. Komponen kemajuan persalinan
dengan riwayat SC dapat melahirkan pervaginam adalah pembukaan serviks, turunnya kepala,
atau yang dikenal dengan Vaginal Birth After putaran paksi dalam yang penilaiannya dilakukan
Caecar (VBAC) yaitu mencoba persalinan vaginal setiap dua jam. Sebenarnya ibu primigravida
dimana wanita tersebut pernah sectio caesaria. dengan CPD ini sudah dapat dicurigai ketika kepala
Percobaan VBAC dapat dilakukan pada sebagian bayi tidak masuk PAP pada usia kehamilan 36
besar wanita dengan insisi uterus transversal rendah minggu tentu ini dapat diketahui apabila ibu
dan tidak ada kontraindikasi persalinan pervaginam. melakukan ANC terstandar. Sesuai dengan
Ada beberapa kriteria seleksi pasien yang akan observasi yang ditemui dilapangan, ibu dengan
mencoba VBAC yaitu, satu atau dua sectio caesaria tinggi badan ≤ 145 cm banyak yang berakhir dengan
dengan insisi transversal rendah, panggul adekuat sectio caesaria, apabila percobaan persalinan
secara klinis, tidak ada parut uterus lain atau riwayat dilakukan kepada ibu dengan panggul yang relatif
ruptur uteri, dokter mendampingi selama sempit dilakukan, maka dapat menekan angka
persalinan, dapat memonitor persalinan dan sectio caesaria. Namun, apabila tidak ada tanda-
melakukan sectio caesaria segera (dalam waktu 30 tanda kemajuan persalinan maka ibu dengan
menit). Tersedianya dokter anastesi dan personil indikasi medis CPD tidak bisa dilahirkan
untuk melakukan sectio caesaria segera, tidak ada pervaginam [25].
indikasi untuk sectio caesaria contohnya partus tak Partus tak maju adalah suatu persalinan
maju, terdapat catatan medik yang lengkap dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan
mengenai riwayat sectio caesaria sebelumnya, kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala
tersedia darah untuk transfusi, presentasi janin dan putar paksi selama 2 jam terakhir. Penyebab
normal dengan letak belakang kepala, pengawasan dari partus tak maju antara lain adalah kelainan letak

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 31


janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan pada status pasien disertai indikasi medis, tindakan
partus yang salah, janin besar atau ada kelainan operasi yang dilakukan dalam hal ini tepat apabila
kongenital, primitua, perut gantung, grandmulti dan ada indikasi medis menurut dokter dan diikuti oleh
ketuban pecah dini. Menurut peneliti bahwa partus permintaan dari pasien, sedangkan bila tindakan ini
tak maju yang di akhiri dengan tindakan sectio tidak diikuti oleh indikasi medis, tentu ini akan
caesaria sudah tepat, namun harus ditelusuri dengan merugikan pasien yang tidak memiliki pengetahuan
jelas apa penyebab hal ini dapat terjadi, bila tentang tindakan sectio caesaria, merugikan
kejadian ini berasal dari diri ibu seperti kelainan his, pemerintah melalui klem jaminan Kesehatan [28].
kelainan panggul atau indikasi medis lainnya tentu Pihak penyedia layanan kesehatan yaitu
pilihan operatif adalah hal yang paling tepat. Akan Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta
tetapi, bila partus tidak maju ini desebabkan karena diharapkan dapat meningkatkan sosialisasi tentang
salahnya memimpin persalinan, maka kemungkinan bahaya tindakan persalinan operasi sesar yang tidak
petugas kesehatan bisa menjadi salah satu penyebab sesuai dengan indikasi medis, khususnya pada
tingginya angka sectio caesaria [26] perempuan dewasa, para ibu dan juga calon ibu agar
Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh lebih memahami persalinan normal pervaginam
infeksi Sexually Transmitted Diseases (STD), yang memiliki risiko lebih rendah pada ibu yang
faktor sosial seperti merokok, peminum, keadaan tidak memiliki riwayat komplikasi persalinan dan
sosial ekonomi rendah, kelainan genetik, faktor kehamilan. Di Era Jaminan Kesehatan Nasional
randahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum, (JKN) dewasa ini dengan tersedianya jaminan
overdosis uterus. Dikemukakan bahwa kejadian kesehatan, diharapkan para Bidan diberbagai
ketuban pecah dini 5-8% segera diikuti oleh tingkat layanan kesehatan dapat turut serta
persalinan dalam 5-6 jam. Sekitar 95% diikuti mendorong ibu dan keluarga untuk memahami betul
persalinan dalam 72-95 jam dan selebihnya proses persalinan beserta risiko-risiko penyertanya,
memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan sehingga kepemilikan jaminan kesehatan tidak
menginduksi persalinan atau operatif. Apabila anak mendorong terjadinya peningkatan tren persalinan
sudah viable atau lebih dari 36 minggu dilakukan SC di Indonesia.[29]
induksi partus 6-12 jam setelah lag phase dan 4. Indikasi SC selain Indikasi Medis
berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data
tertentu dimana induksi partus atau drips sintosinon bahwa indikasi SC selain indikasi medis dapat
gagal, maka lakukan tindakan operatif [26]. dilakukan dengan alasan anak mahal. Adapun
Meskipun masih terdapat persalinan SC alasan lain yaitu tidak tahan sakit dan tidak sabar
tanpa indikasi medis (22%) namun persalinan yang dengan proses persalinan namun atas alasan ini
dilakukan melalui tindakan SC memiliki komplikasi tidak diterima oleh Rumah sakit, sebab Rumah sakit
pada ibu, masalah yang biasanya muncul setelah menerima rujukan SC dari Bidan bila ada indikasi
dilakukannya operasi yaitu terjadinya aspirasi (25- medis. Kecuali indikasi social masih bisa diterima
50%), emboli pulmonary, perdarahan, infeksi pada namun sesuai kebijakan Rumah sakit, bahkan
luka, gangguan rasa nyaman nyeri, infeksi uterus, pasien rujukan PPK 1 tidak semua dilakukan
infeksi pada traktus urinarius, cedera pada kandung Tindakan SC namun dilakukan observasi agar
kemih, tromboflebitis, infart dada, dan pireksia diupayakan terjadi persalinan normal
[22] . Persalinan yang dilakukan secara normal lebih R1: Ada... anak mahal... karna permintaan pasien,
aman dilakukan dibandingkan persalinan dengan tapi dia belum tentu sc juga... kemaren anak mahal
tindakan SC. Masa penyembuhan luka pada di coba dulu disana.... bisa lahir normal
persalinan dengan SC akan lebih lama Tapi klau pasien yang ga tahan sakit sama
dibandingkan dengan persalinan normal. Selain itu, sekali,, minta sc, itu saya bilang ke rumah sakit ini
tindakan SC dapat menimbulkan masalah yang pasienya neutri ga tahan sakit, minta sc monggo
cukup kompleks bagi klien, baik secara fisik, dokter gmna... ternyata disanua ya buk nanti saya
psikologis, sosial dan spiritual. Tindakan SC observasi dulu gmana, dievaluasi tidak ada
terlebih dahulu harus berdasarkan indikasi. Indikasi penambahan jalan lahir dari pada paseiennya syok.
tersebut dapat dilaksanakan dengan alasan medis R2: Pernah ada, jadi pasiennya yang mau dirujuk
antara lain adalah faktor dari ibu dan janin yang karena gak sabar prosesnya lama hampir 2 hari
beresiko tinggi, bukan karena alasan pribadi dari ibu namun normal, karna punya BPJS maka sy rujuk ke
sendiri/elektif [27]. Berdasarkan penelitian yang RS yang dipilih pasien. Kalau pake BPJS itu sulit
telah dilakukan terdapat 65 orang (59,63) yang kalau merujuk tanpa indikasi medis, tapi ditolak
bersalin dengan SC dengan indikasi non medis, dan waktu itu padahal sudah sampai di RS rujukan lalu

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 32


pasiennya telpon lagi mau dirujuk ke RS yang bisa terjadi sesuatu pada bayi jika melahirkan secara
bantu SC dia aja. Lalu saya sarankan ke RS X lalu spontan [27].
kesana setelah saya telp dokter obgin yang Faktor-faktor yang mempengaruhi Tindakan
bekerjasama dengan saya, tapi disana dilakukan SC sebagai pilihan persalinan non medis adalah
induksi dan lahir normal. pertama, Faktor Pengetahuan ibu hamil tentang
R3: Tidak ada, kalau tidak ada indikasi untuk persalinan sangatlah penting. Hal ini akan
dirujuk ya persalinan ditolong oleh bidan berdampak pada pemeliharaan kehamilan dan
R4: Oh ya jelas, kalau tidak ada indikasi medis ya pengambilan keputusan persalinan pada akhir
ga kita terima. Aturan dari pemerintah itu juga kehamilannya. Meningkatnya pengetahuan
sudah jelas. Tidak ada, tanpa indikasi medis kita kecenderungan wanita untuk melahirkan dengan
tidak menerima SC. Kalau SC elektif karna alasan operasi berhubungan dengan semakin
sosial bisa kita terima asal di jam kerja, kalau meningkatnya perhatian mereka tentang
diluar jam kerja ya kita tolak. kehamilannya [2].
Informan: Ya, kalaupun tidak ada indikasi medis Kedua, Faktor Sosial manusia selalu
disini tetap saya upayakan normal. dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan juga
Banyak ibu yang beranggapan salah bahwa dituntut untuk dapat beradaptasi dan bertingkah
dengan operasi, ibu tidak akan mengalami rasa sakit laku sesuai norma yang ada. Pengaruh sosial sangat
seperti halnya pada persalinan alami. Hal ini terjadi kompleks salah satunya adalah pengaruh orang lain
karena kekhawatiran atau kecemasan menghadapi atau sugesti teman [27] Hasil penelitian di Brazil
rasa sakit yang akan terjadi pada persalinan alami. menyatakan bahwa dokter melakukan tindakan
Akibatnya untuk menghilangkan itu semua mereka sectio caesarea karena adanya tekanan dan
berpikir melahirkan dengan cara operasi. Faktor dorongan dari pasien, suami dan keluarga [31]
Pemilihan Persalinan Sectio Caesarea Tanpa Ketiga, Kecemasan persalinan normal dapat
Indikasi Medis adalah kesepakatan suami istri [30]. mempengaruhi pemilihan persalinan sectio
Peran pasangan dapat sebagai orang yang memberi caesarea tanpa indikasi medis. Hal ini sejalan
asuhan, sebagai orang yang berespon terhadap dengan penelitian bahwa responden menyatakan
perasaan rentan wanita hamil, baik pada aspek meminta persalinan sectio caesarea karean alasan
biologis maupun dalam hubungannya dengan rasa sakit pada persalinan spontan. Takut akan rasa
ibunya sendiri. Dukungan pria menunjukkan sakit ini dapat disebabkan karena cerita tentang
keterlibatannya dalam kehamilan pasangannya dan sakit yang luar biasa jika melahirkan secara alami
persiapan untuk terikat dengan anaknya [2]. [27].
Rasa cemas pada ibu hamil dapat timbul Keempat , kepercayaan dapat mempengaruhi
akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang pemilihan persalinan sectio caesarea tanpa indikasi
aman untuk dirinya dan anaknya. Oleh karena itu medis. proses persalinan sectio caesarea dilakukan
dukungan suami sangat penting dalam karena adanya kepercayaan yang berkembang di
menentramkan perasaan istri. Seperti halnya masyarakat yang mengaitkan waktu kelahiran
kehamilan yang merupakan hasil kerjasama suami dengan peruntungan nasib anak dengan harapan
dan istri maka kerjasama ini juga sebaiknya terus apabila anak dilahirkan pada tanggal dan jam sekian
berlangsung sampai janin dilahirkan. Kerjasama maka akan memperoleh rezeki dan kehidupan yang
juga dibutuhkan dalam pemilihan proses persalinan lebih baik [30].
nantinya. Dimana proses tersebut disepakati suami Kelima, faktor ekonomi Dalam menghadapi
istri. Dalam pemilihan proses persalinan ini penting persalinan dengan sectio caesarea penting
dilakukan perencanaan karena menyangkut dilakukan perencanaan ekonomi karena biaya yang
kesehatan fisik dan psikis ibu dalam harus dikeluarkan tidak kecil. Persalinan dengan
mengahadapinya dan Kesehatan janin [30]. Dari operasi akan mengahiskan biaya 3-5 kali lebih besar
hasil penelitian bahwa kesepakatan suami istri dapat daripada persalinan normal. Oleh karena itu
mempengaruhi pemilihan persalinan sectio kemampuan keuangan menjadi salah satu
caesarea tanpa indikasi medis. Berdasarkan hasil pertimbangan dalam mengambil keputusan
penelitian menyatakan bahwa dilakukannya melahirkan dengan bedah Caesar [30].
persalinan sectio caesarea adalah karena adanya Keenam, Pekerjaaan dapat mempengaruhi
anjuran dari suami dengan alasan lebih aman dan pemilihan persalinan sectio caesarea tanpa indikasi
praktis tidak perlu menunggu waktu lebih lama medis. Hal ini terjadi karena umumnya ibu
menanti kelahiran bayi dan kekhawatiran melihat mendapatkan cuti hamil dan melahirkan. Dari hasil
ibu menjerit kesakitan serta adanya rasa khawatir penelitian kecenderungan memilih persalinan

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 33


section caesarea karena para ibu khususnya di kota- ada fee untuk PMB yang merujuk ke Rs pokoknya
kota besar banyak yang bekerja. Mereka sangat sesuai dengan alur BPJS jika rujukan BPJS kalau
terikat dengan waktu dan sudah memiliki jadwal umum ya tarif sesuai tarif RS, justru kalau ada
tertentu kapan mereka harus kembali bekerja [27]. rujukan PMB saya minta postpartumnya control
Alasan ibu bersalin memilih SC tanpa kedua ke bidan, bbl kn 2, KN 3 dan 4 di ppk 1,
indikasi medis perlu diberikan pemahaman akan Kembali lagi saja..
resiko dan Bidan harus mampu memotivasi ibu Kemitraan mempunyai peran terhadap
bersalin dan suami untuk memilih cara pertolongan motivasi seseorang khususnya motivasi bidan
persalinan yang alami dan aman. Berdasarkan dalam merujuk pasien untuk dilakukan tindakan
kapitasi BPJS maka Tindakan Sc tanpa indikasi sectio caesaria. Perilaku professional seorang bidan
medis tidak dapat di klaim dan itu akan merugikan salah satunya yaitu menggunakan model kemitraan
Rumah Sakit. dalam bekerjasama melakukan konsultasi dan
5. Kerjasama Tindakan SC antara Bidan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan
dengan Rumah sakit (PPK II BPJS) kebidanan. Penelitian ini menemukan bahwa fee
Berdasarkan hasil wawancara bahwa tidak terlalu berperan terhadap motivasi seseorang
kerjasama tindakan SC antara Bidan dengan Rumah khususnya motivasi bidan dalam merujuk pasien
sakit (PPK II BPJS) berupa Paket SC tidak ada. Hal untuk dilakukan tindakan sectio caesaria [29].
ini akan mengakibatkan beberapa hal yaitu: Rumah Dari hasil penelitian bahwa adanya kerjasama
sakit dapat mengalami kerugian jika ada Kerjasama paket hemat sectio caesaria di rumah sakit dimulai
Paket SC antara rumahsakit dengan PMB atau PPK dari keinginan pihak rumah sakit untuk membantu
1 BPJS, Pasien juga dirugikan karena akan masyarakat tidak mampu bila harus melahirkan
membayar mahal, tidak sesuai etika jika Tindakan dengan cara operasi sesar, yaitu dari kerjasama para
SC berdasarkan kerjasama. Kalaupun ada bidan dengan Dokter Spesialis Obstetri dan
Kerjasama Paket SC itu antara Bidan dan dokternya Gynecologi (SpOG) dimana bidan setempat yang
sehingga imbalan berasal dari dokternya bukan mempunyai tempat praktek sendiri bila tidak
Rumah Sakit. namun statusnya umum bukan BPJS, sanggup menangani kasus kebidanan agar
RS tidak menerima rujukan BPJS tanpa indikasi mengirimkan pasien ke rumah sakit untuk
medis sebab tidak dapat klaim dan fee paket dilakukan operasi sesar, maka bidan mendapatkan
Tindakan SC sudah tidak ada. Hal tersebut dapat fee yang cukup besar, sehingga seiring dengan
dilihat dari hasil wawancara: semakin tingginya persaingan untuk mendapatkan
R1: Tidak ada sih.... pasien antar institusi pelayanan kesehatan, maka
R2: Kerjasamanya sama dokter bukan rumahsakit, setiap rumah sakit memiliki ketentuan – ketentuan
jadi biasanya hubungi diokter kalau ada pasien khusus dengan harga yang bersaing termasuk
mau dirujuk utk SC namun statusnya umum bukan memberikan fee bidan yang cukup tinggi. Penelitian
BPJS, krn RS gak mau kalau BPJS tanpa indikasi ini juga menyimpulkan bahwa indikasi Sectio
medis. Imbalan nya biasanya ada dari dokternya caesaria di rumah sakit masih ada yang berasal dari
R3: Sekarang sudah tidak ada kerjasama untuk bidan, dan ada kecenderungan bahwa antara dokter
paket SC, karena sudah ada aturannya dan sesuai dan bidan sudah melakukan kerjasama agar pasien
etikanya begitu mengikuti paket hemat section caesaria tanpa
R4: Tidak ada, RS bisa rugi hahaha. Gak ada indikasi [29].
untungnya juga buat RS. Mungkin RS yang lain ada Fenomena tersebut yang sudah lama terjadi,
ya, tapi di kita gak ada kerjasama kayak gitu. Kalau dokter obgyn yang menanganinya pun, tak lain tak
terima rujukan sih kita masih Ok, tapi kalau harus bukan adalah dokter kandungan yang juga praktek
membayar karena ada pasien SC enggak sama di Rumah Bersalin atau di klinik BPS (Bidan
sekali, kasian pasiennya harus bayar mahal. Ya Praktek Swasta) tersebut. Besar uang yang di dapat
sah-sah aja, hak masing-masing dari pihak RS sih oleh bidan, tergantung biaya operasi. Jika biaya
ya. Tapi yang jelas di kita gak pake sistem gini. operasi sebesar Rp.5.000.000, bidan bisa
Alasannya ya kurang manusiawi aja, dokter mendapatkan uang sekitar Rp. 1.000.000 hingga
bayarnya mahal kan mau ditarik berapa itu Rp. 2.000.000. Bidan dapat menjalankan praktek
pasiennya kebidanan dengan baik tidak hanya dibutuhkan
Informan: Tidak menerima kalau mau SC di RS ya pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan
sesuai dengan tarif paket SC yang ditentukan RS yang up to date, tetapi bidan juga harus mempunyai
bukan ada Kerjasama dengan PMB atau PPK 1 pemahaman isu etik dalam pelayanan kebidanan
kalau merujuk nanti ada imbalan gitu gak ada, gak [29].

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 34


Hasil penelitian yang dilakukan peneliti dalam pengambilan keputusan klinik, Kerjasama
menyimpulkan bahwa bidan melakukan rujukan antara Bidan yang berada di PPK 1 ke Rumah sakit
tidak pernah tanpa adanya indikasi, jika dari proses PPK 2 BPJS sesuai dengan peraturan dan kode etik.
rujukan ini mendapatkan imbalan, maka itu adalah Dapat disimpulkan hasil penelitian bahwa indikasi
bonus saja bukan tujuan utama. Dalam penelitian ini medis pasien dilakukan Tindakan SC meliputi 19
juga mengungkapkan bahwa informan yang penapisan awal Bidan harus merujuk yang terdiri
berprofesi sebagai bidan – bidan kurang mengetahui dari Kala II lama, partus macet, Ketuban Pecah Dini
bahwa dengan adanya kerjasama dokter dan bidan (KPD), Persalinan gemelli, inersia uteri, serotinus,
untuk mengikuti paket hemat sectio caesarea bekas SC, persalinan sungsang, Kala 1 fase aktif
menyebabkan adanya hak beberapa pasien untuk lama, Preeklampsia Berat (PEB), fetal distress, dan
memperoleh informasi dilanggar karena pasien perdarahan. Adapun jenis indikasi medis tersebut
maupun wali pasien tidak dijelaskan secara rinci dapat dilakukan SC secara elektif ataupun cito
oleh dokter spesialis obgyn mengenai penyebab (Tindakan segera).. Dalam melakukan Advokasi
dilakukannya operasi dan efek operasi yang bidan dalam merujuk pasien bersalin yang
dilakukan, karena dokter tersebut tidak dilakukan operasi SC berdasarkan indikasi medis
berkomunikasi secara langsung dan dokter hanya dan dilakukan sesuai prosedur alur BPJS. Advokasi
bertemu dengan pasien di meja operasi. Hal ini tidak bidan dilakukan tidak berfokus pada Tindakan SC
sesuai dengan dengan hak pasien point ke 11 dalam namun tetap dapat diupayakan kelahiran normal di
UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Rumah sakit. BPJS memberikan kesempatan
Pasal 32 menyebutkan bahwa setiap pasien kepada pasien memilih Rumah sakit yang akan
mempunyai hak sebagai berikut: Mendapat dituju dan Bidan memastikan kesiapan Rumah Sakit
informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara menerima pasien rujukannya. Indikasi Tindakan SC
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif selain indikasi medis dapat dilakukan dengan alasan
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin anak mahal. Adapun alasan lain yaitu tidak tahan
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang sakit dan tidak sabar dengan proses persalinan
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan [15]. namun atas alasan ini tidak diterima oleh Rumah
Bahkan juga melanggar kode etik yang tertuang sakit, sebab Rumah sakit menerima rujukan SC dari
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Bidan bila ada indikasi medis. Kecuali indikasi
Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 social masih bisa diterima namun sesuai kebijakan
tentang standar profesi Bidan bahwa bidan dalam Rumah sakit, bahkan pasien rujukan PPK 1 tidak
menjalankan tugasnya harus menghormati hak klien semua dilakukan Tindakan SC namun dilakukan
dan nilai – nilai yang dianut oleh klien. Oleh karena observasi agar diupayakan terjadi persalinan
itu Pihak Rumah Sakit dalam hal ini bidan normal. Kerjasama tindakan SC antar Bidan Praktik
coordinator sebaiknya tetap memberikan informasi dengan Rumah Sakit sebagai PPK II BPJS berupa
terkait diagnose sebagai indikasi dilakukan SC dan Paket SC tidak ada. Hal ini akan mengakibatkan
hal-hal kesepakatan paket SC rumah sakit terkait beberapa hal yaitu: Rumah sakit dapat mengalami
tarif, tindakan SC, efek samping dan prosedur yang kerugian jika ada Kerjasama Paket SC antara
dilakukan sebelum, selama dan sesudah SC kepada rumahsakit dengan PMB atau PPK 1 BPJS, Pasien
pasien maupun keluarga pasien agar hak pasien juga dirugikan karena akan membayar mahal, Tidak
terpenuhi. sesuai etika jika Tindakan Sc berdasarkan
Kerjasama. Kalaupun ada Kerjasama Paket SC itu
Simpulan antara Bidan dan dokternya sehingga imbalan
berasal dari dokternya bukan RS itupun bukan
Bagian ini memuat simpulan penelitian, pasien BPJS namun pasien umum. Namun fee bidan
implikasi dan saran untuk penelitian berikutnya. tidak ada.
Advokasi bidan dalam merujuk pasien untuk
dilakukan Tindakan SC di Rumah sakit PPK 2 BPJS Ucapan Terimakasih
berprinsip pada indikasi medis serta harus
memperhatikan ketentuan ketentuan yang tidak Terimakasih Kami ucapkan kepada Yayasan
melanggar kode etik dan merugikan pasien. Oleh Bhakti Sosial, Ketua STIKes AKBIDYO, Kepala
karena itu perlunya memastikan jenis indikasi BPPKM yang telah mendukung dana kegiatan
medis sebagai dasar melakukan tindakan SC, secara kontinyu, Tim dosen sebagai peneliti serta
Advokasi bidan yang tepat dalam merujuk akan Mahasiswa yang semangat membantu
meningkatkan kepercayaan pasien dan ketepatan terlaksananya kegiatan ini serta sebagai wadah

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 35


mengimplementasikan ilmu, tak lupa Bidan PMB 2014 tentang Tenaga Kesehatan,” no. 1, 2014.
dan Dokter SpOg di Rumah Sakit yang sangat [15] P. Indonesia, “Undang-undang no 44 tahun
terbuka dengan penelitian ini sehingga penelitian ini 2009 tentang Rumah sakit,” Peratur.
menghasilkan ilmu yang bermanfaat. perundangan, no. 57, p. 3, 2009.
[16] P. Indonesia, “Undang - Undang RI No 4 tahun
Daftar Pustaka 2019 tentang kebidanan,” Undang. Republik
Indones. Nomor 4 Tahun 2019, vol.
[1] N. Sihombing, I. Saptarini, and D. S. K. Putri, KEBIDANAN, no. 004078, 2019,.
“The Determinants of Sectio Caesarea Labor in [17] Kepmenkes, “Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia ( Further Analysis of Riskesdas Republik Indonesia Nomor
2013),” J. Kesehat. Reproduksi, vol. 8, no. 1, 369/Menkes/Sk/Iii/2007 Tentang Standar
pp. 63–75, 2017, Profesi Bidan Menteri Kesehatan Republik
[2] I. Salfariani M and S. S. Nasution, “Faktor Indonesia,” Kemenkes RI. p. 3, 2007.
Pemilihan Persalinan Sectio Caesarea Tanpa [18] kemenkes RI, “Permenkes no 28 tahun 2017
Indikasi Medis Di Rsu Bunda Thamrin tentang izin dan penyelenggaraan praktik
Medan,” J. Keperawatan Klin., vol. 1, no. 1, bidan,” Peratur. perundangan, no. 8.5.2017,
pp. 7–12, 2012. 2017.
[3] Nurhaidah, “Aspek Hukum Paket Hemat sectio [19] Marmi, Intranatal Care Asuhan Kebidanan
Caesaria dari Rujukan Bidan di Rumah Sakit Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka
X,” Universitas katolik Soegijapranata Belajar, 2016.
Semarang, 2011. [20] Kurniarum Ari, “Asuhan Kebidanan
[4] Kemenkes RI, “Hasil Riset Kesehatan Dasar Persalinan dan bayi baru Lahir,” Modul bahan
Tahun 2018,” Kementrian Kesehat. RI, vol. 53, Ajar cetak Kebidanan, vol. 1, p. 162, 2016.
no. 9, pp. 1689–1699, 2018. [21] O. I. Akinola, A. O. Fabamwo, A. O. Tayo, K.
[5] Y. Dinkes, “PROFIL KESEHATAN 2019 A. Rabiu, Y. A. Oshodi, and M. E. Alokha,
KOTA YOGYAKARTA (Data Tahun 2018),” “Caesarean section - an appraisal of some
J. Kaji. Ilmu Adm. Negara, vol. 107, pp. 107– predictive factors in Lagos Nigeria,” BMC
126, 2019,. Pregnancy Childbirth, vol. 14, no. 1, pp. 1–6,
[6] Dinas Kesehatan Bantul, “Profil Kesehatan 2014,.
Kabapaten Bantul 2020,” Profil Kesehat. [22] D. Kasdu, Operasi caesar: masalah dan
Kabapaten Bantul 2020, vol. 3, no. 4, pp. 1–47, solusinya, Cetakan ke. Depok: Puspa swara,
2020. 2005.
[7] D. Ayuningtyas, R. Oktarina, M. Misnaniarti, [23] T. Solehati and C. E. Kosasih, Konsep dan
and N. N. Dwi Sutrisnawati, “Etika Kesehatan Aplikasi Relaksasi: dalam perawatan
pada Persalinan Melalui Sectio Caesarea maternitas. Bandung: Refika Aditama, 2015.
Tanpa Indikasi Medis,” Media Kesehat. Masy. [24] U. rahman Tanjung, “Analisis faktor keputusan
Indones., vol. 14, no. 1, p. 9, 2018,. persalinan dengan sectio caesaria di Rumah
[8] Sofyan Mustika, Bidan Menyongsong Masa Sakit Umum Daerah Gunungsitoli Kab. Nias
Depan, 1st ed. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Tahun 2018,” Adv. Opt. Mater., vol. 10, no. 1,
Bidan Indonesia, 2004. pp. 1–9, 2018,.
[9] Kemenkes RI, “Permenkes no 71 tahun 2013 [25] S. C. . Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom
tentang pelayanan kesehatan pada JKN,” 2013. S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Obstetri
[10] Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Williams, Edisi 12. Jakarta: EGC, 2006.
Kualitatif Edisi revisi. Bandung: PT. Remaja [26] L. Lisnawati, Asuhan Kegawatdaruratan
Rosdakarya, 2018. Maternal dan Neonatal. Bogor: Trans In
[11] MPR, “Negara Republik Indonesia Tahun Media, 2013.
1945,” pp. 1–166, 2011. [27] M. M. B. Sembiring, “gambaran determinan
[12] P. Indonesia, “Undang-undang no 40 tahun Permintaan Persalinan Sectio caesarea tanpa
2004 jaminan Sosial nasional,” CWL Publ. Indikasi Medis di RSU X tahun 2014,” Karya
Enterp. Inc., Madison, vol. 2004, p. 352, 2004, Tulis Ilm. Progr. DIV Bidan Pendidik Fak.
[13] P. Indonesia, “Undang-undang no 24 tahun Keperawatan Univ. Sumatera Utara, vol. 1,
2011 tentang BPJS,” Peratur. perundang- no. 3, pp. 82–91, 2014.
undangan, pp. 138–155, 2011. [28] N. Ketut Sukasih, I. Maliga, and E. Gustia
[14] P. Indonesia, “Undang-undang no 36 tahun Kesuma, “Analisis Faktor Non Medis Yang

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 36


Mempengaruhi Persalinan Sectio Caesaria Di
Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa,” J.
Kesehat. dan sains, vol. 4, no. 1, pp. 93–105,
2020.
[29] R. Choirunissa, “Analisis Motivasi Bidan
Dalam Merujuk Pasien Untuk Dilakukan
Tindakan Sectio Caesarea di PPK II BPJS di
Wilayah Kecamatan Makasar Jakarata Timur
Tahun 2014,” J. Ilmu dan Budaya, vol. 40, no.
54, pp. 6123–6138, 2014.
[30] D. . Bobak, I.M., & Lowdermilk, Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta:
EGC, 2005.
[31] et al. Lumbiganon P, Laopaiboon M,
Gülmezoglu AM, Souza JP, Taneepanichskul
S, Ruyan P, “Method of Delivery and
Pregnancy Outcomes in Asia: the WHO Global
Survey on Maternal and Perinatal Health 2007-
2008,” Lancet, vol. 2010 Feb 6, 2010,.

Copyright @2022, JURNAL KEBIDANAN, http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jurkeb/index 37

You might also like