You are on page 1of 26

Manajemen Pendidikan dalam Pembelajaran Blended Learning

Berbasis LMS
Sri Tubilah Noor

Email : 1sritubilah@gmail.com,

ABSTRAK
Pendidikan tidak terlepas dari sebuah manajemen karena manajemen diperlukan untuk
mengatur dan mencapai sasaran pendidikan. Dalam pendidikan tidak terlepas dari
pembelajaran karena inti dari pendidikan adalah proses belajar. Pendidikan pada saat ini
sudah mengalami banyak sekali perkembangan. Beberapa perkembangan tersebut
disebabkan oleh teknologi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai inovasi-inovasi pendidikan
dalam bidang pendidikan yang menerapkan teknologi dalam pelaksanaannya, salah satunya
penerapan e-learning dengan flatform LMS yang diterapkan dalam pembelajaran blended
learning. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai manajemen
pendidikan dengan pembelajaran blended learning berbasis LMS. Metode penelitian yang
digunakan ialah metode studi literatur yang berdasarkan pengumpulan data dari para ahli
atau penelitian terdahulu serta mengumpulkan informasi dari beberapa jurnal. Metode ini
dilakukan dengan membaca, mencatat dan mengelola bahan. Setelah data terkumpul
dilakukan analisis, kompulasi, serta menyimpulkannya sehingga dapat disimpulkan dari studi
literatur yang dilakukan dari berbagai sumber data dan dihubungkan dengan topik yang
penulis bahas kemudian disampaikan kembali dalam bentuk deskripsi. Berdasarkan hasil
studi literatur ternyata manajemen pembelajaran blended learning berbasis LMS yang
merupakan kombinasi belajar tatap muka dan online berbasis LMS yang mempermudah
siswa dan guru dalam proses pembelajaran karena dapat diakses kapan saja dan dimana
saja tanpa terbatas ruang dan waktu.

Kata Kunci: management, blended learning, LMS

ABSTRAK
Education is inseparable from learning because the essence of education is the learning
process. Education at this time is experienced a lot of development. Some of these
developments are due to technology. This can be seen from various educational innovations
in the field of education that apply technology in their implementation, one of which is the
application of e-learning with the LMS platform which is applied in blended learning. The
research method used is a literature study method based on data collection from experts or
previous research and collecting information from several journals. This method is done by
reading, recording and managing materials. After the data has been collected, it is analyzed,
compiled, and concluded so that it can be concluded from a literature study conducted from
various data sources and linked to the topic that the author discussed and then conveyed
back in the form of a description. Based on the results of a literature study it turns out that
LMS-based blended learning management is a combination of LMS-based face-to-face and
online learning that makes it easier for students and teachers in the learning process
because it can be accessed anytime and anywhere without being limited by space and time.
Keywords: management, blended learning, LMS
PENDAHULUAN
Pendidikan pada saat ini sudah mengalami banyak sekali perkembangan.
Beberapa perkembangan tersebut disebabkan oleh teknologi. Perkembangan
teknologi memberikan dampak yang sangat besar besar terhadap dunia pendidikan.
Bisa kita lihat dari berbagai inovasi pendidikan dalam proses pembelajaran. Salah
satu contoh penerapan proses pembelajaran menggunakan ICT yaitu dengan
menggunakan e-learning. Salah satu penerapan e-learning di dalam proses
pembelajaran adalah menggunakan Learning Management System (LMS). Learning
Management System merupakan sebuah platform e-learning berbasis web sebagai
sebuah sistem yang komprehensif dan terintegrasi karena memiliki fitur: tatap muka
(user interface) yang dapat memberi kesan menarik, variatif dan inovatif; Siswa
melalui pendaftaran online dapat mengakses konten silabus dan materi sekolah
dalam bentuk video interaktif, adanya animasi atau rekaman suara pengajar
sehingga tidak khawatir ketinggalan materi; Kuis dan ujian online, forum diskusi,
serta laporan. Learning Management System dalam pelaksanaannya dapat dilakukan
dimana saja, kapan saja dan tanpa adanya batasan antara rasio jumlah guru dan
siswa sehingga menghewat biaya, efektif dari segi waktu dan lokasi. Serta
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang berbasis student centered learning.
Fungsi dari LMS dapat memungkinkan sekolah membuat berbagai latihan dan
belajar mandiri dengan mudah dan memonitor peserta didiknya. Learning
Management System (LMS) sendiri secara umum merupakan perangkat lunak yang
dirancang untuk membuat, mendistribusikan, dan mengatur penyampaian materi
pembelajaran. Sistem LMS ini bisa membantu para pengajar untuk merencanakan
dan membuat silabus, mengelola bahan pembelajaran, mengelola aktivitas
pembelajaran murid, mengelola nilai, merekapitulasi absensi, menampilkan transkrip
nilai, berdiskusi dan melakukan kuis.
Permasalahan adalah berdasarkan hasil penelitian Septi Riyanu dkk, (2022)
yang menyatakan bahwa rata-rata persentase problematika penggunaan LMS
berbasis Google Classroom dan e-learning di MAN Tanjungpinang adalah sebesar
63,64% yang masuk dalam kategori problematika yang tinggi. Hal itu membuktikan
bahwa pembelajaran yang dilakukan MAN Tanjungpinang belum maksimal masih
banyak problematika yang dihadapi oleh peserta didik.
Begitu pula menurut Wardani dkk (2018 :13) mengatakan bahwa proses
pembelajaran e- learning hanyalah memanfaatkan teknologi pada pembelajaran
biasa dengan pembelajaran elektronik. Tanpa adanya interaksi dua arah. Oleh
karena itu, dibutuhkan managemen pendidikan dalam pembelajaran yang
menerapkan LMS namun dapat mengatasi kekurangan dengan tetap
mengedepankan kelebihan proses pembelajaran menggunakan LMS.
Penerapan model pembelajaran yang menerapkan LMS dengan berbasis
flatform web banyak sekali ragamnya, salah satunya model blended learning. Model
pembelajaran blended learning adalah sebuah metode yang menggabungkan
antara pembelajaran online dan pembelajaran tatap muka. Blended learning adalah
pembelajaran masa kini yang menggabungkan kelebihan pembelajaran tatap muka dan
kelemahan pembelajaran tatap muka dilengkapi dengan kelebihan pembelajaran fitur online.
atau sebaliknya Niekerk & Webb (2016).
Inilah yang menjadi tantangan managemen pendidikan dalam pelajaran
blended Learning berbasis LMS. Proses pembelajaran blended learning tidak hanya
berfokus pada penyampaian materi yang fleksibel dan efisien, lebih dari itu juga
menciptakan sebuah interaksi yang intens dari kedua belah pihak. Blended learning
mengkombinasikan efektivitas pembelajaran tatap muka dengan kemudahan dalam
mengakses pembelajaran melalui LMS. permasalahannya manajemen pendidikan
dengan pembelajaran blended learning ditentukan oleh penguasaan keterampilan
pendidik dan tenaga Pendidikan juga ketersediaan alat dan fasilitas pembelajaran.
Sebagaimana hasil studi Keney, menyimpulkan bahwa kemampuan secara efektif
dalam mengintegrasikan pembelajaran daring dan tatap muka adalah bagian paling
penting dalam meramu pembelajaran blended. Karena itu manajemen Pendidikan
pembelajaran blended learning dapat menjadi model yang efektif dan efisien
apabila seluruh aspek pendidikan, tenaga pendidikan dan fasilitas saling berkaitan
dengan baik. Namun Sebagaimana hasil penelitian menurut Risdiany &
Herlambang, (2021) menyatakan bahwa keberhasilan manajemen pendidikan salah
satunya tergantung dari aspek kualitas tenaga pendidikan yang memiliki status dan
pengaruh yang sangat penting. Berdasarkan atas pemikiran di atas maka perlu
adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian dan solusi pada
manajemen pendidikan dalam pembelajaran blended learning berbasis LMS.

METODA PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan studi literatur. Metoda literatur sendiri
merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan studi terhadap karya tulis
saja. Metode pengumpulan datanya dilakukan dengan cara membaca, mencatat dan
mengelola bahan. Setelah data terkumpul dilakukan analisis, kompulasi, serta
menyimpulkannya sehingga dapat disimpulkan dari studi literatur yang dilakukan.
Jenis data yang terdapat dalam studi literatur adalah data sekunder dan
menggunakan variabel tidak baku. Maksud dari data sekunder di sini merupakan
suatu data yang sudah ada namun dengan sengaja di kumpulkan oleh peneliti untuk
memenuhi kebutuhan dari yang diteliliti. Data yang telah di identifikasi, dievaluasi
dan juga diinterpretasikan semua ketersediaan penelitian yang relevan terhadap
pertanyaan atau kasus berdasarkan topik yang diteliti. Tahapan penelitian yang
dilakukan merupakan, pengumpulan beberapa sumber yang sudah dicari pada
artikel, reduksi artikel dan review artikel. Sumber data dan keterangan
didapatkan berdasarkan dari berbagai literatur yang dilakukan dan disusun dari
hasil berdasarkan studi informasi yang diperoleh. (Al Inu dkk, 2022)
Penulisan bisa diupayakan untuk saling terkait antar satu sama lain dan
wajib sesuai dengan topik yang sudah dikaji. Data yang sudah terkumpul diseleksi
terlebih dahulu dan diurutkan sesui dengan topik yang sudah kajian. Kemudian
dilakukan penyusunan karya tulis menurut dengan data yang sudah disiapkan
secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.
Hasil berdasarkan penggunaan metode telah dikemukakan ini diharapkan bisa
menjawab permasalahan yang terkait dengan “Manajemen Pendidikan dalam
Pembelajaran blended Learning berbasis LMS”

HASIL DAN PEMBAHASAN


Istilah Blended Learning secara ketatabahasaan terdiri dari dua istilah yaitu
Blended dan Learning, istilah Blend berarti “campuran bersama untuk menaikkan
kualitas supaya bertambah menjadi lebih baik” (Collins Dictionary), atau formula
suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary).
Sedangkan Learning mempunyai makna umum yakni belajar, dengan demikian
makna pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau
penggabungan antara pola satu dengan pola yang lainnya. Selain Blended
Learning, terdapat kata lainnya juga yang tak jarang dipakai diantaranya yaitu
Blended e-Learning dan hybrid learning, mengandung arti yang sama yaitu
perpaduan, percampuran atau kombinasi padapembelajaran.
Garrison, D. R. & Vaughan, N. D. (2008), menyatakan bahwa Blended Learning
in Higher Education: Framework, Principles, and Guidelines. , S.F. Wiley,
menyatakan bahwa “Blended Learning – Campus Based "At its core, blended
learning is the thoughtful fusion of face‐to‐face and online learning experiences.
Blended Learning merupakan sebuah model pembelajaran yang menggabungkan
antara pembelajaran tatap muka face to face dengan tatap maya online.
Menurut Chew, Jones dan Turner (2008) blended learning melibatkan kombinasi dari
dua bidang perhatian, yaitu pendidikan dan teknologi Pendidikan.
Salah satu contohnya adalah model pola pembelajaran blended yang dapat
menggabungkan pembelajaran tatap muka ( face to face) dengan pembelajaran
berbasis komputer e-learning. Pada pembelajaran online merupakan bentuk dari
pembelajaran jarak jauh yakni antara seorang pendidik dengan siswa tidak
terdapat pada ruangan yang sama atau sebaliknya sehingga pendidik memakai
media guna memberikan ilmunya. Pembelajaran online ini dilakukan melalui media
yang bisa diakses menggunakan internet yang mempunyai konektivitas,
aksesibilitas, fleksibilitas dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis
interaksi pembelajaran tanpa batas. Sedangkan pembelajaran secara offline
dilakukan secara tatap muka langsung antara pengajar dengan siswa.
Blended learning mengkombinasikan pembelajaran tatap muka (offline)
dengan memanfaatkan banyak sekali media menggunakan akses jaringan internet.
Penerapan model pembelajaran e-learning yang menerapkan LMS dengan berbasis
flatform web pembelajaran dapat dilakukan dengan mengkombinasikan
pembelajaran tatap muka di kelas atau di luar kelas dengan sumber-sumber belajar
yang dikemas dalam berbagai media pembelajaran, seperti presentasi, video dan multi-
media ataupun dalam bentuk media on-line seperti radio,televisi, internet ataupun
telpon seluler dan media elektronik lainnya. Fasilitas LMS berbasis flatform web.
Berdasarkan hasil penelitian Noor, (2022) pembelajaran blended berbasis LMS
antara tatap muka dan online di Al Lathif Islamic International School adalah 50 %
tatap muka dan 50% nya lagi online, namun dalam keefektifan penerapan
dilapangan pembelajaran tatap muka mengambil porsi 55% dan online 45% dari
total pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran melalui tatap muka atau online.
Selama pembelajaran daring tidak sepenuhnya harus dikirim secara tatap muka
pula, namun dikirim melalui pertemuan saat online dengan menggunakan LMS
Taklim Al lathif. Ini berarti Al Lathif Islamic International School telah melaksanakan
pembelajaran blended learning berdasarkan taksonomi BL oleh Smith dan Kurthen
yang mensyaratkan pembelajaran online mencapai 45%.
Salah satu contoh pembelajaran blended learning dengan menggunakan LMS,
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2017), pembelajaran
matematika menerapkan model blended learning melalui media Edmodo dapat
meningkatkan kemampuan pembuktian matematis siswa serta pencapaian
kemampuan pembuktian matematis siswa. Hal tersebut didukung dengan aktivitas
guru dan siswa yang baik serta sikap positif yang ditunjukkan siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan model blended learning melalui media
Edmodo. Walaupun menggunakan platform pembelajaran yang mumpuni,
kreatifitas guru tetap dituntut dalam membuat media pembelajaran yang
menyenangkan agar menciptakan suasana belajar yang tidak
membosankan,walaupun dilakukan tidak dengan bertatap muka secara langsung.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Purwitasari (2019) yang berjudul
“Penerapan Blended Learning Berbantuan Schoology untuk Meningkatkan Keaktifan
dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA1 SMPNegeri 6 Singaraja”.
Dalam penelitian tersebut, penerapan blended learning dilakukan berbantuan
aplikasi Schoology dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika
siswa. Platform Schoology dirancang oleh Jeremy Friedman, Ryan Hwang,dan Tim
Trinidad ketika masih menjadi mahasiswa di Washington University di St Louis,
MO yang bertujuan untuk berbagi catatan. Schoology dirilis secara komersial pada
bulan Agustus 2009 dan terus dikembangkan fitur-fitur tambahan dengan fungsi
yang semakin mempermudah penggunanya. Schoology merupakan salah satu LMS
yang dapat diakses secara gratis dengan berbagai fasilitas pembelajaran seperti
daftar presensi, diskusi kelas, kuis, evaluasi pembelajaran,dan pengumpulan tugas.
Schoology merupakan salah satu LMS yang penggunaannya cukup mudah dan
familiar seperti pada penggunaan social media pada umumnya. Guru dapat
mengunggah media pembelajaran seperti video pembelajaran, e-book
pembelajaran, maupun soal-soal pendalaman materi sehingga semua proses
pembelajaran dapat terfasilitasi semua di Schoology. Aplikasi ini juga dapat
terhubung dengan google drive dan google doc sehingga sangat memudahkan guru
dan siswa dalam pengelolaan data dan dokumen. Schoology dapat
mengkolaborasikan berbagai data individu, kelompok, dan diskusi kelas (Purwitasari,
2019).
Penerapan blended learning pada berbagai LMS berpengaruh positif pada
pembelajaran matematika. Selain Edmodo dan Schoology, adapun aplikasi lain
yang bisa diterapkan pada pembelajaran blended learning, yaitu Google
Classroom. Google Classroom merupakan platform pembelajaran gratis hasil
pengembangan Google dan diperuntukkan untuk sekolah, lembaga non-profit, serta
para pemilik akun Google. Google Classroom menjadi alternatif yang dinilai
mampu memudahkan siswa dan guru agar dapat tetap terhubung, baik ketika tatap
muka di kelas maupun online di luar kelas. Google Classroom menjadi salah satu
platform pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar lembaga-lembaga
pendidikan beralih menuju sistem pembelajaran, penugasan, maupun penilaian
tanpa kertas (Google, 2017). Terdapat banyak fitur yang dapat digunakan guru pada
Google Classroom yang sangat bermanfaat, diantaranya seperti membuat
pengumuman, mengupload file materi dan penugasan, serta membuat penilaian
langsung di laman Google Classroom. Siswa dapat langsung mendapatkan umpan
balik atau penilaian dari tugas yang mereka kerjakan.Google Classroom juga
melibatkan banyak layanan Google secara bersamaan. Google Classroom dapat
diakses melalui komputer pribadi dan smartphone. (Haeruman, 2021)
Kurniawati (2019) dalam penelitianya yang berjudul “Penerapan Blended
Learning Menggunakan Model Flipped Classroom Berbantuan Google Classroom
dalam Pembelajaran Matematika SMP” menyatakan bahwa penerapan blended
learning berbantuan Google Classroom dapat meningkatkan hasil belajar matematika
siswa. Siswa lebih tertarik belajar menggunakan blended learning berbantuan
Google Classroom karena dianggap hal baru dan tidak membosankan seperti
halnya ketika hanya belajar tatap muka saja atau pembelajaran tradisional.Hal
itu senada dengan penelitian Haka (2020) yang berjudul “Pengaruh Blended
Learning Berbantuan Google Classroom terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif dan
Kemandirian Belajar Peserta Didik” yang menyebutkan bahwa penerapan blended
learning berpengaruh positif terhadap keterampilan berpikir kreatif dan
kemandirianbelajar siswa. Kelebihan model blended learning yang memungkinkan
siswa untuk belajar dimana pun dan kapan pun serta sesuai dengan
karakteristik dan langkahnya sendiri karena pembelajaran berbasis internet
membuat pembelajaran menjadi efisien.
Dari semua hasil penelitian yang menjadi literatur dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa hampir semua artikel menyebutkan bahwa faktor utama
dalam meningkatkan efektifitas blended learning berbasis LMS adalah
tersedianya fitur-fitur pembelajaran yang lengkap dari LMS yang digunakan.
Selain itu, penggunaan yang mudah dan tampilan yang lebih eye catching menarik
minat siswa untuk lebih jauh mempelajari materi-materi yang diberikan oleh guru,
namun diluar keunggulan-keungguan yang dimiliki oleh setiap LMS, adapun faktor
internal dari guru dan siswa yang juga turut mempengaruhi efektifitas penerapan
blended learning. Guru harus dapat merancang media pembelajaran tatap
muka dan pembelajaran online sesuai kebutuhan (Anggrawan, 2019), penyajian
materi yang mudah dipahami oleh peserta didik mulai dari urutan penyampaian
yang sistematis sesuai tingkat kesulitan materi antara konsep yang telah diajarkan
dan yang akan disampaikan (Yigitet al., 2014), serta kelengkapan kombinasi
sumber materi dari buku maupun internet yang dipakai (Bibi & Jati, 2015).
Upaya pembentukan metode yang baik dan optimal pada proses blended
learning maka membutuhkan tahapan-tahapan terstruktur sehingga dapat
meningkatkan potensi kemampuan peserta didik.
Menurut Driscoll pada Hendarrita et al., dalam Al Ainu, (2022) menyatakan
bahwa terdapat empat konsep pada pembelajaran Blended learning yaitu: 1)
mengkombinasikan berbagai teknologi guna mencapai tujuan Pendidikan; 2)
kombinasi pendekatan pembelajaran behaviorisme, konstruktivisme dan
kognitivisme yang dikombinasikan berdasarkan berbagai pendekatan yang
diperlukan bisa membentuk suatu pencapaian pada pembelajaran dengan teknologi
ataupun tanpa teknologi; 3) mengkombinasikan berbagai teknologi
pembelajaran misalnya web, video, film dan 1yanglainnya; serta 4)
menggabungkan teknologi dengan tugas guna membentuk efek yang baik pada
pembelajaran.
Adapun karakteristik menurut blended learning yaitu: 1) Pembelajaran
yangmenggabungkan berbagaicara penyampaian, gaya pembelajaran, contoh
pendidikan, dan berbagaimedia yang berbasis teknologi jugasangat beragam; 2)
Sebagai sebuah kombinasi pendidikan secara langsungatau tatap muka, belajar
mandirivia online, danbelajar mandiri; 3) Pembelajaran yang didukung oleh
kombinasi efektif dan berdasarkan cara penyampaiannya, cara mengajar dan juga
gaya pembelajarannya; serta 4) Antara pendidik dengan orangtua peserta didik
mempunyai peran yang sama penting, seorang pendidik yaitu menjadi fasilitator
sedangkan orangtua yaitu menjadi pendukung. Al Ainu, et al., (2022)
Selanjutnya tujuan dari Blended Learning yaitu: 1) Membantu seorang
pendidik agar berkembang lebih baik pada suatu proses belajar mengajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar; 2) Menyediakan peluang
yang mudah realistis bagi seorang dosen dan seorang pendidik guna melakukan
pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang; serta 3)
Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi pendidik, yaitu dengan menggabungkan
beberapa aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas tatap muka
ini bisa dipakai untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktifnya.
Sedangkan kelas online itu memberikan seorang pendidik, dalam porsi online
memberikan para siswa menggunakan konten multimedia yang kaya akan
pengetahuan, dan selama pendidik mempunyai akses internet tersebut. (Yulianti,
2022)
Oleh karena itu pelaksanaan blended learning ini pembelajaran yang akan
berlangsung lebih bermakna dikarenakan keragaman berdasarkan sumber belajar
yang gampang diperoleh. Kekurangan dan kelebihan LMS ini dapat tertutupi dengan
model pembelajaran blended learning.
Model Pembelajaran blended learning menurut Heather Staker and Michael B.
Horn, (2012) dalam bukunya yang berjudul Classifying K-12 Blended learning
mengelompokkan blended Learning menjadi 4 model, yaitu : (1) rotation model,
terbagi menjadi 4 model, yaitu station- rotation model, lab-rotation model, flipped
clasroom model, dan individual morataion model; (2) flex model; 3) self-blended model
dan; (4) enriched-virtual model.

Gambar 1. Classifying K-12 Blended learning by Heather Staker and Michael B. Horn
Pembelajaran blended learning tidak lepas dari manajemen, dimana manjemen
mangatur dan mencapai target Pendidikan, sebagai sebuah konsep dan praktik
Pendidikan supaya efektif dan efisien. Manajemen pendidikan menurut seorang
industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20, Ia menyebutkan
lima fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling and
Evaluating). Adapun strategi yang sesuai yaitu melalui aktivitas pembelajaran
tatap muka ataupun tatap maya (online) dengan rencana pembelajaran menjadi tiga
aspek, yaitu tujuan pembelajaran, evaluasi, dan aktivitas pembelajaran.

A. Planing
Menurut Maliki dan Erwinsyah (2020: 24-25) menyatakan bahwa perencanaan
pembelajaran yang mencakup pendidik, siswa dan tenaga administrasi, materi,
penggunaan metode, mekanisme yang merupakan tidak berdasarkan perangkat
pembelajaran yang wajib diorganisasikan secara sistematis dan sistematis tetapi
tetapi tetap wajib di sesuai panduan Kurikulum.
Selain Kurikulum, perencanaan pembelajaran juga tampak pada menyusun
silabus & Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Silabus & RPP adalah
perencanaan pada aktivitas pembelajaran yg disusun oleh setiap pendidik buat
dipakai pada melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dalam silabus & RPP tadi
menampakan bahwa seseorang sudah merencanakan pembelajaran menggunakan
baik, hal ini sinkron menurut isi silabus & RPP yang berisi mengenai baku
kompetensi, kompetensi inti, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
metode pembelajaran, langkah-langkah aktivitas pembelajaran, asal belajar, sampai
evaluasi yg akan dilakukan dalam masa pandemi. Dalam merancang perencanaan
pembelajaran, seseorang pendidik wajib tau setiap buah KI, KD, dan Indikator yg
terdapat di dalam RPP. Bahan-bahan tersebut kemudian diupload agar siswa
mendapatkan bahan materi pembelajaran yang dapat dilihat di mana pun mereka
berada. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu diadakan pertemuan untuk membahas
terkait penggunaan e-learning dan memberikan informasi akan aturan-aturan yang
ada agar dalam penerapan blended learning berjalan sesuai apa yang diharapkan.
Agar bisa terlaksana dengan baik, kegiatan pembelajaran blended learning
yang dipersiapkan guru setelah membuat RPP, silabus, materi ajar, sesuai dengan
KI, KD dan Indikator yang ada dalam RPP adalah :
1. Content Curator
Content curator adalah search, find, and curate; cari, temukan pilih. Guru dan
siswa bisa memanfaatkan search engine (google) untuk mencari, menemukan dan
memilih konten digital yang relevan (link, teks, slide presentasi, video, simulasi,
dll).
2. DIY Konten
DIY Konten adalah berarti guru membuat konten pembelajaran sendiri. Kita
bisa menggunakan authoring tools untuk membuat konten sendiri seperti podcast,
talking head, audio presentasi, slide, diktat, dll. Sampai tahap kedua ini, guru
sudah memiliki (bahan ajar digital, boleh dari kurasi atau membuat sendiri). Di LMS
Taklim Al lathif atau lainnya (bahan ajar digital, boleh dari kurasi atau guru
membuat sendiri) atau untuk mengembangkan sendiri konten-konten yang lebih
menarik dan maju, guru perlu belajar dari para ahli untuk membuat dengan
mengembangkan production house.
3. Deliver Content
Setelah guru mempunyai konten, proses seharusnya adalah menyampaikan
nya kepada para siswa. Bagaimana cara menyampaikan konten. Penyampaian
konten menggunakan Learning Management System (LMS) tertentu, seperti Taklim
Al lathif, SEVIMA EdLink, Google classroom atau moodle.
4. Asuh Aktifitas
Melakukan aktivitas pembelajaran dengan memberikan pengarahan kepada
siswa, Sehingga, meskipun kegiatan dilakukan secara daring, pengajar masih bisa
mengontrol pembelajaran tersebut.
5. Tatap Maya
Melakukan pembelajaran secara tatap maya merupakan bentuk lain untuk
meneruskan pembelajaran yang dulunya dilakukan secara tatap muka. Dalam
melakukan kegiatan ini, Dosen/guru bisa melakukannya melalui web conference
dan penyampaian materi dengan online
B. Organizing
Pengorganisasian Kelas
Pengorganisasian kelas blended diambil menurut Heather Staker and Michael
B. Horn, (2012) dalam bukunya yang berjudul Classifying K-12 Blended learning,
mengelompokkan blended Learning menjadi 4 model, yaitu : (1) rotation model,
terbagi menjadi 4 model, yaitu station- rotation model, lab-rotation model, flipped
clasroom model, dan individual morataion model; (2) flex model; 3) self-blended
model dan; (4) enriched-virtual model.
Model rotasi dapat dibagi menjadi beberapa model yaitu 1) model rotasi
stasiun, 2) model rotasi lab, 3) model flipped classroom, dan 4) model rotasi
individu.

a. Rotasi Stasiun
Pada rotasi model station dilakukan secara online dan offline secara
bergantian dalam kelompok belajar. Kelompok belajar dapat terdiri dari seluruh
anggota kelas, atau guru dapat membagi lagi menjadi kelompok-kelompok belajar
yang lebih kecil.
Pada saat pembelajaran online siswa mengakses materi pelajaran secara
online. Guru dapat mengintruksikan apa yang harus dikerjakan oleh siswa bukan
hanya sekedar untuk membaca materi pelajaran tetapi juga mengerjakan
keterampilan, tugas proyek, atau menilai sesuatu berdasarkan panduan atau
tutorial yang telah disediakan sebelumnya secara online. Melalui pembelajaran
online seperti ini, siswa akan memiliki kesempatan untuk belajar mandiri dan bebas
dari tekanan terutama bagaimana mereka harus mempresentasikan hasil
pembelajaran kepada siswa lainnya.
b. Rotasi model
Model rotasi merupakan salah satu model blended learning yang banyak
dimana pembelajaran secara online dan offline diterapkan secara bergantian. Siswa
mengikuti pembelajaran tatap muka secara penuh dan pada waktu berikutnya
mengikuti kelas online.
c. Rotasi Lab
Rotasi laboratorium model hampir sama dengan rotasi stasiun model, yang
membedakan yaitu pada model lab ransum pada saat online pembelajaran
dilakukan di laboratorium komputer sedangkan pada rotasi model stasiun
pembelajaran dapat dilakukan di mana saja. Kelebihan dari model ini yaitu guru
dapat dengan mudah mengontrol dan mengawasi siswa. Belajar secara online pada
umumnya sulit untuk mengontrol siswa, karena siswa dapat membuka apa yang
ada di luar materi pelajaran. Sehingga perencanaan yang cermat dan bimbingan
guru di lab komputer selama pembelajaran online harus menjadi faktor dalam
pengambilan keputusan. Untuk dapat menerapkan model lab rotari tentunya
dibutuhkan fasilitas laboratorium yang memadai serta memiliki pengelolaan yang
baik.
d. Flipped classroom
Flipped classroom merupakan model pembelajaran blended learning di mana
siswa sebelum belajar di kelas terlebih dahulu mempelajari materi di rumah sesuai
dengan instruksi yang diberikan oleh guru. Metode ini juga dapat digunakan oleh
guru ketika terdapat siswa yang tidak hadir di kelas karena sesuatu hal. Guru bisa
membuat video apa yang diajarkannya dan diberikan kepada siswa yang tidak
masuk kelas tersebut.
Pada pelaksanaannya model flipped classrom dimulai dengan cara guru
memberikan apa yang harus dilakukan oleh siswa di rumah terkait dengan materi
pelajaran yang akan diajarkan pada pertemuan berikutnya. Guru dapat memberikan
tugas seperti membaca materi, membuat resume, mencari berita atau tugas lainnya
yang berkaitan dengan materi pelajaran selanjutnya dimana pada pertemuan muka
guru tidak lagi menyampaikan materi secara detil, tetapi lebih untuk memperdalam
materi pelajaran yang dipelajari di rumah sebelumnya. Model belajar seperti ini
membuat siswa sulit untuk lebih mandiri karena mereka mempelajari bahan terlebih
dahulu sebelum ada pertemuan di kelas. Model ini juga membuat siswa lebih aktif
karena dorongan keingintahuan mereka juga lebih tinggi.
e. Individual-Rotation
Dalam model individual-rotation siswa melaksanakan pembelajaran melalui
offline dan online secara mandiri atau sendiri-sendiri disesuaikan dengan kebutuhan
dan pengalaman belajar siswa secara individu. Melalui model ini siswa memiliki
kebebasan untuk mempelajari materi sesuai dengan kemampuannya tidak
tergantung kepada kelompok belajarnya. Model ini cocok diterapkan untuk siswa
yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan teman sekelasnya atau
untuk siswa yang mengalami ketertinggalan materi pelajaran. Atau juga dapat
diterapkan pada kelompok belajar dimana terdapat perbedaan kemampuan yang
mencolok antar anggotanya/siswa.

C. Pengorganisasin Ruang belajar


Ruang belajar blended learning bentuknya melalui interaksi tatap muka dan
online menurut Noor (2022), dapat berbentuk :
1. Ruang belajar tatap muka ( live-synchronous learning). Pada ruang belajar ini
merupakan proses pembelajaran yang terjadi secara bersamaan, atau biasa
dibilang sebagai pembelajaran tatap muka. Seluruh belajar mengajar diadakan
dalam satu ruang yang sama. Namun, saat ini kegiatan belajar ini belum bisa
diadakan.
2. Ruang belajar tatap maya (virtual synchronous learning ). Ruang belajar tatap
maya, merupakan pembelajaran yang dilakukan dalam waktu bersamaan namun
berada dalam ruang yang berbeda.
3. Ruang belajar mandiri (self-directed Asynchronous Learning). Sedangkan
pembelajaran mandiri atau biasa dikenal dengan self-directed Asynchronous
Learning merupakan belajar mandiri yang bisa dilakukan oleh mahasiswa di
mana saja dan kapan saja sesuai dengan kondisi dan kecepatan belajar masing-
masing.
4. Ruang belajar kolaboratif (collaborative asynchronous learning) Sedangkan ruang
belajar 4 merupakan proses dan kegiatan belajar mengajar yang bisa dilakukan
di mana saja dan kapan saja. Yang mana bisa didapat dari narasumber.

Gambar 2, Ruang Belajar Sinkron dan asinkron


Pengorganisasian ruang kelas di beberapa fitur e-learning LMS Al Lathif yang
tersedia antara lain :
1. Mata pelajaran on-line dapat dibuat dengan 4 langkah, yakni:
Memilih mode BASIC atau ADVANCED, memilih format mingguan, topik atau
sosial, menekan tombol Turn editing on, mengisi mata pelajaran dengan
resources dan aktifitas.
2. Menonjolkan aktivitas sosial, yakni:
Mengetahui siapa saja yang sedang on-line dan dapat langsung bertegur sapa,
melakukan chatting, berdiskusi melalui forum diskusi, membuat refleksi melalui
journal, melakukan kerjasama melalui wiki
3. Monitoring aktivitas mahasiswa, yakni :
Melihat riwayat logs, mengetahui laporan aktivitas, mengetahui statistik aktivitas
4. Pemberian dan pengiriman tugas terintegrasi, yakni : memberi tugas on-line,
tugas off-line, up-load file, mengerjakan dan mengirimkan tugas lewat satu pintu,
mengontrol pengiriman tugas mahasiswa, tersedia built-in macam-macam quiz
(pilihan ganda, benar-salah, isian,menjodohkan, dll).

User Management
E-Learning secara default menyediakan 7 lapisan user (previlege) untuk
mengurangi tingkat keterlibatan administrator sehingga administrator tidak terlalu
sibuk, mengerjakan seluruh tugas di situs tersebut, tentu saja dengan tetap
mempertahankan, mingkat keamanan situs. Untuk lebih jelasnya berikut merupakan
7 lapisan user tersebut:

1. Administrator
Seorang administrator bertugas mengatur situs secara umum. Misalnya mengatur
tampilan situs, menu-menu apa saja yang terdapat pada situs, mengatur user
previlege (disebut role pada Moodle), dan lain sebagainya.
2. Course Creator
Seorang course creator dapat membuat course (pelatihan/mata kuliah/mata
pelajaran), dan mengajar course tersebut atau menunjuk teacher (pengajar)
mana yang akan mengajarkan course tersebut dan melihat course yang tidak
dipublish. Pada dunia nyatanya, seorang course creator dapat dianggap sebagai
kepala departemen atau koordinator program studi.
3. Teacher
Seorang teacher dapat melakukan apapun terhadap course yang diajarkannya,
seperti mengganti aktivitas yang terdapat pada course tersebut, memberi nilai
kepada anak didik yang mengambil course tersebut, mengeluarkan siswa yang
terggabung dalam course tersebut, menunjuk non editing teacher untuk mengajar
pada course tersebut, dan lain-lain.
4. Non-Editing Teacher
Non editing teacher dapat mengajar pada course-nya, seperti memberi nilai
siswa, namun tidak dapat mengubah aktivitas yang telah dibuat oleh teacher yang
mengajar pada course tersebut. Pada dunia nyata, non editing teacher dapat
dianggap sebagai co-teacher.
5. Student
Student merupakan user yang belajar pada suatu course. Sebelum dapat
mengikuti aktifitas pada suatu course, seorang student harus mendaftar terlebih
dahulu pada course tersebut, selanjutnya pengajar yang mengajar pada course
tersebut akan memberikan grade terhadap pencapaian student tersebut.
6. Guest
Guest merupakan user yang selalu memiliki akses read-only. Setiap user yang
belum terdaftar pada moodle merupakan guest. Guest dapat masuk ke course
manapun yang memperbolehkan guest untuk masuk. User yang telah login dapat
masuk ke course manapun yang memperbolehkan guest untuk masuk. Walupun
diperbolehkan masuk, namun guest tidak diperbolehkan mengikuti aktivitas
apapun pada course tersebut. Terdapat 2 tipe akses guest pada moodle: yang
memerlukan enrolment key dan yang tidak. Jika untuk masuk pada suatu
coursediperlukan enrolment key, maka setiap ingin masuk ke course tersebut
guest harus memasukkkan enrolment key terlebih dahulu jadi dapat dibatasi
guest yang boleh masuk pada course tersebut. Jadi guest disediakan untuk user
yang ingin melihat - lihat course yang tersedia pada suatu situs sehingga dapat
menentukan apakah course tersebut sesuai dengan kenginannya atau tidak.
7. Authenticated User
Secara default seluruh user yang telah login merupakan Authenticated User.
Walupun suatu user berperan sebagai teacher pada suatu course, namun di
course lain ia hanya berperan sebagi authenticated user yang memiliki kedudukan
yang sama dengan guest. Perbedaan guest dengan authenticated user, bila belum
terdaftar pada suatu course, maka authenticated user dapat langsung mendaftar
pada course tersebut sedangkan guest tidak.

Course Management
Pada e-learning TKJ yang berbasis Moodle ini, manajemen course yang ada
hanyalah user dengan role sebagai teacher, course creator dan admin. Walaupun
user dengan role course creator dapat memciptakan suatu course, namun user
tersebut tidak dapat memodifikasi course yang telah ia ciptakan bila ia tidak
mengajar di course tersebut (bukan sebagai teacher). Course pada Moodle memiliki
beberapa format, yaitu:
1. LAM Scourse format.
LAMS (Learning Activity Management System ) ini secara default telah
terintegrasi dengan moodle sehingga teacher dapat membangun aktivitas-aktivitas
berdasarkan LAMS didalam course pada Moodle. LAMS akan digunakan sebagai
materi utama untuk melakukan proses belajar mengajar dan bila dibutuhkan,
aktivitas dan resourse yang disediakan oleh Moodle dapat digunakan untuk
mendukung proses belajar mengajar
tersebut.
2. SCORM format
Dengan menggunakan format ini, teacher dapat menggunakan satu paket
SCORM (Sharable Content Object Reference Model )untuk melakukan seluruh proses
belajar mengajar pada course tersebut. Teacher tidak dapat menggunkan aktivitas
dan resourse lain yang disediakan oleh Moodle. Jadi aktivitas dan resourse yang
dibutuhkan untuk mendukung proses belajar mengajar harus sudah tertanam di
paket SCORM tersebut.
3. Social format
Format ini berorientasi pada sebuah forum, social forum. Format berguna bila
proses belajar mengajar yang dilakukan hanya memerlukan diskusi atau interaksi
antar komponennya (student - teacher, student - student ). Bahkan format ini dapat
digunakan selain untuk course, misalnya sebagai papan pengumuman.
4. Topics Format
Pada format ini, materi pada course terbagi - bagi berdasarkan topic -
topic.Setiap topic dapat menggunakan aktifitas dan resource yang disediakan oleh
Moodle. Format ini cocok dengan course yang didesain dengan concept-oriented,
dimana proses belajar mengajar akan melalui tahapan - tahapan konsep, mulai dari
beginner sampai advance.
5. Weekly format
Format ini mirip dengan format topic, yang membedakan format ini dengan
format topic adalah pembagian materi pada course berdasarkan penjadwalan yang
tetap (week). Setiap week memiliki tanggal mulainya proses belajar mengajar dan
tanggal berakhirnya proses belajar mengajar. Jadi setiap student akan mempelajari
materi pada waktu yang bersamaan. Selebihnya format ini sama dengan format
topic.
6. Weekly format - CSS/No tables
Format ini sama dengan format weekly, namun tanpa menggunakan table
sebagai layout. Sebagai tambahan agar proses belajar mengajar lebih interaktif.
Moodle menyediakan berbagai aktifitas dan resource. Aktifitas yang disediakan oleh
Moodle yaitu:
a. Assignments
Dengan aktifitas ini, teacher dapat memberikan tugas yang mengharuskan
student mengirim (upload) konten digital, misalnya essay, tugas proyek, laporan,
dan lainlain. Jenis file yang dapat dikirim misalnya word-processed documents,
spreadsheets, images, audio and video clips. Selanjutnya teacher dapat melihat dan
menilai tugas yang telah dikirim oleh student.
b. Chats
Dengan aktivitas ini, setiap peserta dapat berdiskusi secara real-time lewat
web.
c. Choices
Aktifitas ini sangat sederhana - teacher memberikan beberapa pertanyaan dan
menyediakan berberapa pilihan jawaban. Aktifitas ini dapat digunakan sebagai
polling untuk merangsang daya pikir terhadap sebuah topik, misalnya membiarkan
sebuah kelas untuk menentukan (vote) arah dari course. Database Activity dengan
aktifitas ini, teacher dan/atau students dapat membuat, melihat dan mencari
bankdata mengenai topik apapun. Format dan struktur data yang dimasukan hampir
tidak terbatas, termasuk gambar, file, URL, nomor, dan text.
d. Forum
Sama dengan chat, pada forum, student dan teacher dapat berinteraksi satu
sama lain secara real-time. Namun tidak seperti chat, pada forum interaksi yang
dilakukan secara asinkron. Setiap anggota yang tergabung dalam forum akan
menerima salinan dari posting di email mereka.
e. Glossary
Pada aktivitas ini, peserta dapat membuat kumpulan/daftar pengertian -
pengertian kata, seperti kamus. Data yang dimasukkan dapat berasal dariberbagai
format dan secara otomatis dapat dibuat link ke materi lain.
f. Lesson
Lesson ditujukan agar teacher dapat membuat aktifitas yang berisi konten
Yang menarik dan fleksibel. Lesson terbagi menjadi beberapa halaman dan
diakhirsetiap halaman biasanya terdapat pertanyaan yang memiliki beberapa
jawaban.Jawaban yang dipilih student akan menentukan halaman mana yang akan
diaksesnya.
g. Quizzes
Pada modul ini, teacher dapat mendesain kumpulan soal, yang berisi
multiplechoice, true-false, dan pertanyaan jawaban singkat. Pertanyaan –
pertanyaan tersebut akan tersimpan di bank soal yang dapat dikategorikan dan
digunakan ulang.

Scorm/Aicc Packages
Dengan module ini, teacher dapat membuat paket yang berisi halaman
web,grafis, program Javascript, slide presentasi flash, video, suara and konten
apapun yang dapat dibuka di web browser. Paket ini juga diintegrasikan kumpulan
soal yang bila diperlukan dapat dinilai dan kemudian dimasukkan ke rapor student.
a. Survey
Survey merupakan feedback, quisioner ataupun angket yang dapat digunakan
sebagai bahan pembelajaran ataupun kritikan bagi teacher ataupun course.Sehingga
kinerja teacher dan isi dari course dapat diperbaiki diwaktu mendatang.
b. Wikis
Pada aktivitas ini, student dan teacher dapat secara kolaboratif menulis
dokumenweb tanpa mengetahui bahasa html, langsung dari web browser. Hasilnya
dapat berupa hasil kreativitas kelas, kelompok ataupun individu. Berikut merupakan
resource yang disediakan oleh Moodle.
c. Web page
Dengan resource tipe ini, teacher dapat membuat tulisan yang hanya berisi
teks. Beberapa tipe formating disediakan untuk membuat teks menjadi halaman
web yang enak dilihat.
d. Link to Files or web pages
Dengan resoursce ini, teacher dapat membuat link ke halaman web ataupun
file lain yang ada di internet. Link juga dapat diarahkan ke halaman web atau file
lain yang telah diupload ke komputer lokal.
e. Directory
Dengan resource ini, mahasiswa dapat melihat seluruh direktori (dan
subdirektori) dari direktori yang berada dibawah direktori course tersebut.
f. IMS Content Packages
IMS content packages dapat dibuat dengan beragam software content
authoring,hasilnya berupa file zip. Moodle secara otomatis akan mengekstrak paket
tersebut agar konten tersebut dapat dilihat. Konten paket IMS biasanya berisi seperti
slide presentasi yang terdiri beberapa halaman yang dan terdapat navigasi
perhalaman.
g. Labels
Berbeda dengan resourse lain, dengan label hanya berupa teks dan grafis.
Label berguna sebagai instruksi pendek yang menginformasikan kepada murid apa
yang harus dilakukan kemudian.
h. Workshop
Workshop atau Lokakarya adalah fitur baru dalam Moodle 2. Fungsinya mirip
dengan modul tugas yang diperluas fungsinya dalam banyak cara. Namun,
dianjurkan bahwa fasilitator dan peserta kursus setidaknya memiliki beberapa
pengalaman dengan modul penugasan sebelum Lokakarya yang digunakan dalam
kursus. Seperti di Penugasan, peserta kursus menyerahkan pekerjaan mereka
selama kegiatan Lokakarya. Setiap peserta kursus menyerahkan pekerjaan mereka
sendiri. Pengajuan dapat terdiri dari teks dan lampiran. Oleh karena itu, penyerahan
Lokakarya menggabungkan baik teks Online dan Upload jenis file dari modul
Assignment.

D. Pelaksanaan (Actuiting)
1. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dilakukan adalah sesuai dengan model
pembelajaran Blended Learning dalam proses implementasinya salah satunya
menurut Tomlinson dan Whitaker (2013) meringkas konsep taksonomi blended
learning dari Smith dan Kurthen (2007), dan Gruba dan Hinkelman (2012)
menyebutkan 4 jenis, yaitu web enhancement, blended,, hybrid dan sepenuhnya
online (Ivone, Mukminatien, and Tresnadewi 2020, 19). Tabel di bawah ini
menjelaskan klasifikasi model pembelajaran yang dikelompokkan berdasarkan rasio
waktu pembelajaran online terhadap waktu pembelajaran tatap muka.
Tabel 1 Taksonomi Blended Learning

Pada tabel di atas, desain pembelajaran blended learning membutuhkan


penggunaan teknologi dimana aktivitas online mencapai hingga 45% dari
keseluruhan proses pembelajaran. Dalam pembelajaran blended leraning ini
setidaknya terdapat dua makna yaitu integrasi tatap muka dan integrasi online.
Pertama, desain pembelajaran memerlukan kurikulum/silabus yang memuat uraian
rangkaian kegiatan pembelajaran, termasuk kegiatan tatap muka atau (live-
synchronous learning) dan virtual -synchronous learning kegiatan non tatap muka
yang diatur oleh prinsip dan tugas dalam lingkungan belajar yang terstruktur
(Tomlinson, 2013) dan (Chaeruman, 2007). Kedua, guru dituntut mampu
mendesain pengalaman belajar yang memanfaatkan berbagai media cetak dan
elektronik untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam mencapai literasi
multimedia (Mukminatien, 2012; Tungka & Mukminatien, 2016). Jika desainnya
masuk akal, blended learning akan membawa manfaat yang sangat besar untuk
pembelajaran, karena platform online dapat mendukung komunikasi tatap muka,
begitu pula sebaliknya (Ivone, Mukminatien, and Tresnadewi 2020), sehingga
belajar berdasarkan virtual atau online dan tatap muka offline yaitu 50% tatap
muka dan 50% Offline atau dilakukan bersamaan antara tatap muka dan online.
Selama pembelajaran blended learning beban belajar dinyatakan dalam jam
pembelajaran perminggu. Untuk waktu jeda pembelajaran 1 minggu, pelaksanaan
Pembelajaran dilaksanakan secara online dan tatap muka berdasarkan jadwal yang
ditentukan dan sisa jadwal lainnya digunakan untuk kegiatan terstruktur atau
Kegiatan Mandiri Terstruktur (KMT) dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur (KMTT)
yang dikenal self-directed Asynchronous Learning seperti terlihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2 Kegiatan Belajar Blended Learning

Dari hasil penelitian Sri Tubilah Noor, (2022) Dari penjelasan diatas,
dapat dikatakan bahwa persentasi dalam konsep pembelajaran tatap muka
dan online di Al Lathif Islamic International School adalah 50 % tatap muka
dan 50% daring, namun dalam keefektifan penerapan dilapangan pembelajaran
tatap muka mengambil porsi 55% dan daring 45% dari total pelaksanaan
pembelajaran. Pembelajaran melalui tatap muka dan online virtual, selama
pembelajaran online tidak sepenuhnya harus dikirim secara tatap muka pula,
namun dikirim melalui pertemuan saat online.

2. Metode Pembelajaran
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui learning management
system baik singkron dan asingkron.
Gambar 3.
Metoda

Pembelajaran blended learning


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa: a. Sinkronisasi langsung (SL),
yaitu proses pembelajaran yang menuntut pendidik dan siswa untuk bertemu pada
waktu dan tempat yang sama. Kegiatan pendidikan yang berlangsung adalah
ceramah, diskusi dan praktek di lapangan, sehingga sama dengan pembelajaran
tatap muka. b. Sinkron Maya (SM), melibatkan pendidik dan peserta didik dalam
proses belajar mengajar, mereka mengikuti pembelajaran yang sama, namun berbeda
posisi antara satu sama lain. Kegiatan pembelajaran dalam sinkronisasi virtual dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi sinkronisasi misalnya dalam bentuk video
conference, Google Meet, Zoom, audio conference atau seminar berbasis web (web
seminar) c.. Asinkron Mandiri (AM), proses kegiatan pengajaran online dilakukan
secara terpisah. Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja sesuai dengan
kecepatan kemampuan menangkapnya sendiri. Kegiatan belajar mandiri asinkron
meliputi menonton, membaca, menyimak, berlatih, dan meniru menggunakan materi
digital yang sesuai dengan tema atau materi pembelajaran. Kegiatan belajar secara
mandiri asynchronous terutama menggunakan pembelajaran online, meskipun ada
juga pembelajaran offline. d. Asinkron Kolaboratif (AK). Ini adalah proses
pembelajaran kolaboratif (bersama) di antara anggota kelas atau nara sumber
lainnya. Kegiatan pembelajaran asynchronous kolaboratif termasuk berpartisipasi
dalam diskusi melalui forum diskusi online, milis online, tugas mandiri dan kelompok
online, dan mempublikasikan hasil tugas independen atau kelompok ke jurnal, blog,
wiki, dll.
Pada implementasi pembelajaran e-learning dibahas proses kegiatan belajar
mengajar menggunakan web blended learning yang dirancang untuk menunjang
model pembelajaran berbasis blended learning. Implementasi aktifitas perkuliahan
e- Learning dibagi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu komponen guru, murid sebagai
peserta didik dan admin website yang bertugas mengelola website blended
learning. Media pembelajaran digital, LMS taklim al lathif tentu memiliki fitur kelas
maya, kelas yang menyajikan proses belajar dirancang untuk membuat,
mendistribusikan, dan mengatur penyampaian konten pembelajaran. Sistem ini bisa
membantu para guru untuk merencanakan dan membuat silabus, mengelola bahan
pembelajaran, mengelola aktivitas belajar para siswa, mengelola nilai, merekapitulasi
absensi para siswa, menampilkan transkrip nilai, dan mengelola tampilan e-
learning. Karena berbasis aplikasi digital, selain memudahkan para guru dalam
merencanakan proses belajar online, LMS juga memudahkan siswa untuk
mengakses konten pembelajaran dari mana saja dan kapan saja. Lewat LMS, Bapak
dan Ibu Guru lebih mudah membuat konten pembelajaran online, mulai dari
perencanaan, pelaporan, hingga dokumentasi. Bapak dan Ibu Guru dapat
memanfaatkan konten-konten dalam bentuk digital, seperti artikel, e-book, animasi,
suara, dan video yang menarik. Dengan cara ini, proses pembelajaran pun akan
lebih menyenangkan. Di Al lathif Islamic International School contoh LMS yang
digunakan adalah Taklim Al lathif. Fitur-Fitur LMS yang Mendukung Proses Belajar
Online. Aplikasi LMS berlisensi biasanya memiliki beberapa fitur-fitur unggulan,
antara lain:
User Interface yang Mudah Digunakan. LMS yang bagus pasti akan
menyajikan antarmuka (interface) yang menarik, mudah diakses, dan mudah dipahami
oleh para penggunanya. Pengguna LMS tidak akan merasa kebingungan saat
menggunakannya. Bagi penyedia LMS, fitur antarmuka yang menarik juga dapat
menambah estetika laman web LMS sehingga bisa menarik banyak calon pengguna
baru. Pendaftaran Online, Fitur pendaftaran merupakan fitur yang wajib dimiliki
sebuah LMS. Melalui fitur ini para siswa dapat mendaftarkan dirinya secara online
melalui laman LMS dan dapat melihat silabus yang sudah dipersiapkan para guru.
Fitur pendaftaran ini juga harus mudah digunakan karena berkaitan dengan
pembayaran sekolah melalui beberapa metode pembayaran yang tersedia. Kelas
Maya virtual synchronous learning ataupun ruang belajar mandiri self-directed
Asynchronous Learning guru dapat mengajar tanpa mengharuskan kontak fisik.
Pembelajaran e-Learning yang bersifat sinkron dan asiknron ini dapat
menyajikan beragam materi pembelajaran digital, berupa video atau animasi
pembelajaran, rekaman suara guru mengenai materi pembelajaran, dan dokumen
materi pembelajaran (artikel atau buku elektronik) untuk dipelajari secara mandiri oleh
para siswa. Selain itu, LMS yang bagus tentu harus memiliki fitur video conference
yang dapat digunakan untuk para siswa belajar online tatap muka jarak jauh
bersama guru mereka. Untuk evaluasi pretest dan postest kuis dan ujian online
dapat digunakan.
Ruang Diskusi, Fitur ini sangat penting untuk mendukung perkembangan
belajar para siswa. Melalui fitur ruang diskusi, para guru dapat melakukan sesi
diskusi yang lebih mendalam mengenai materi pelajaran yang sudah dipelajari oleh
para siswa. Ruang diskusi ini juga turut membantu komunikasi antara guru dan
para siswa agar guru dapat mengukur sejauh mana pemahaman para siswa
mengenai materi yang sudah diberikan.
Laporan, penyedia LMS tentu menyematkan fitur laporan utuk
mendokumentasikan dan memudahkan guru melacak perkembangan para
siswanya. Fitur ini berguna juga untuk mengecek absensi para siswa, intensitas para
siswa mengakses materi pembelajaran, monitoring pengerjaan tugas para siswa, dan
melakukan rekap jawaban kuis dan ujian para siswa.
Kuis dan ujian maya, di LMS juga menyediakan fitur kuis dan ujian online agar
para guru dapat melakukan evaluasi belajar untuk para siswanya. Fitur ini harus
mendukung kebutuhan bapak dan ibu guru dalam membuat soal hingga melakukan
pendistribusian soal ujian kepada para siswa
D. Controlling
Controlling dapat dilakukan dengan kegiatan pengawasan. Willem Mantja
(2006) memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan hubungan guru
dan murid, dan upaya peningkatan mutu pendidikan. Sebagaimana menurut Rudi
Ahmad Suryadi bahwa hal penting dalam berjalannya proses controling ini adalah
pengawas. Disini dia memiliki tugas memastikan berupa proses akademik dan
manajerial yang terjadi di lembaga pendidikan sekolah apakah telah memenuhi
prosedur atau sesuai dengan ketetapan berlaku. Faktor guru memiliki ( skill) sangat
penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang lebih baik. Tujuan
kegiatan supervisi akademik dan klinis adalah untuk membantu guru
mengembangkan kemampuan mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan
bagi murid-muridnya Glickman (1981). Proses pembinaan, pemantauan, dan
pembimbingan terhadap suatu jasa layanan supervisi harus tetap mengikuti
perkembangan pendidikan.
Pada tahap pengawasan pembelajaran blended learning di al lathif Islamic
School terhadap controlling aktivitas guru dilakukan oleh kepala sekolah atau guru
yang diangkat oleh kepala sekolah. Mekanisme pengawasan yang dilakukan
didasarkan pada kehadiran siswa dan guru melalui metode penilain yang meliputi;
siswa men-download materi pelajaran yang telah di unggah, siwa aktif dalam
mengikuti forum diskusi baik itu memberikan pertanyaan atau menjawab
pertanyaan, mengisi forum kehadiran dan terintergrasi dengan zoom untuk yang
kelas ruang tatap maya. Adapun fungsi pengawasan langsung yang dilakukan
terhadap guru dan siswa baik dilihat dari kehadiran dan keaktifan guru dalam
memberikan tanggapan atau tanggapan kepada siswa. Oleh karena itu apabila
terdapat keluhan atau masukan dari siswa terhadap proses pembelajaran maka
disampaikan kepada kepala sekolah atau ketua bidang kurikulum. (Noor, 2022)
Dari LMS kepala sekolah dapat mengabil data baik materi, evaluasi dari soal,
kehadiran online dan tatap muka, batas pengumpulan tugas yang disimpan di
menu tugas dan terintegrasi dengan zoom bisa dilihat dari berapa kali login di
LMS, metoda yang cocok yang digunakan dalam pembelajaran. Semua itu dapat
dianalisa oleh kepala sekolah, sehingga dapat memberikan umpan balik kepada
guru.
Berbeda dengan dalam pembelajaran yang diberikan oleh para pendidik di
SMPN I menurut Tahir, (2021) di SMPN I pembelajaran mengarah kepada metode
LMS (Learning Management System) yang merupakan sebuah perangkat lunak bagi
perdokumenan, pelaporan, dan penyampaian dalam bimbingan belajar yang
disediakan untuk peserta didik dan pendidik. LMS itu sendiri dalam proses
pembelajarannya menggunakan sistem komputer, perangkat lunak, dan internet
yang ditujukan untuk mengatur pembelajaran secara online, menambahkan materi
pembelajaran,memberikan laporan sebuah aktivitas, yang mana semua ini
terhubung dan dapat diakses melalui internet. Selain itu, peserta didik dapat
mengakses tugas, buku, dan bahan. Metode LMS digunakan dalam aplikasi Google
Classroom karena LMS memiliki banyak fitur sehingga dapat dikatakan memberi
kemudahan bagi para penggunanya seperti dalam dunia pembelajaran bagi
pendidik dan peserta didik. Namun supervisi pembelajaran terhadap peserta didik
dapat dilakukan secara manual seperti: jika terdapat soal berupa essay maka dinilai
dengan cara manual tidak otomatis. Adapun system dari Google Classroom seperti
dapat memfasilitasi pendidik mengirimkan tugas-tugas dan materi untuk peserta
didik lewat e-mail.
E. Evaluating
Berkaitan dengan Evaluasi pembelajaran Menurut Ralph Tyler, evaluasi ialah proses
yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Junanto
2016, 180). Evaluasi hasil belajar didasarkan pada penggunaan alat evaluasi oleh
seseorang atau sekelompok orang untuk mengambil keputusan tentang kriteria
tertentu atas hasil suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan (hasil belajar). Menurut
(Arikunto, 2014) evaluasi adalah Hal-hal yang mempunyai hasil baik atau buruk
secara terencana, teratur dan berkelanjutan, maka akan mengambil keputusan
berdasarkan kriteria tertentu dengan mempertimbangkan proses, harga, nilai, atau
nilai hasil belajar siswa. Ungkapan ini bermakna, yaitu: (1) Bagi siswa perlu
diketahui bahwa mereka telah berhasil mengikuti kurikulum guru; (2) Guru dapat
memahami tingkat keberhasilan belajar siswa, ketepatan bahan ajar dan metode
yang digunakan; (3) Bagi sekolah dimungkinkan untuk mengetahui hasil belajar
siswa, yaitu melihat kondisi pembelajaran yang dibuat oleh sekolah, kesesuaian mata
kuliah yang digunakan, dan apakah sekolah tersebut memenuhi standar. (Nursa’ban
2010, 255-256).
Esensi evaluasi menggunakan LMS menurut hasil penelitian Wakhidah dkk, di
Politekbik Negeri Madiun antara dosen dan mahasiswa hanya menggunakan fitur
materi dan mengunggah tugas saja. Sedangkan menurut Harding, (2005) untuk
membuat penilaian blended Learning yang terpenting adalah dengan pendekatan
kualitatif dengan teknik questioner dan wawancara terbuka, supaya dapat
mengungkap ide, sikap dan pendapat yang tidak tampil dalam survei tertutup.
Berbeda dengan hasil penelitian Noor, (2022) bahwa evaluasi penilaian
pembelajaran yang dilakukan di Al Lathif Islamic International School pada masa
pandemi sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 57 tahun 2022 dan merujuk pada
Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 1 tahun 2021, dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2021 yang diterbitkan per tanggal 1 Februari
2021 serta sejalan dengan hasil penelitian hasil penelitian Bowyer (2019), yang
pada intinya kegiatan penilaian pada pembelajaran Blended Learning tidak jauh
berbeda. Penilaian tetap dilakukan pada tiga ranah aspek (1) ranah yaitu kognitif,
(2) psikomotorik dan (3) afektif.
Implementasi evaluatif pembelajaran blended learning dengan menggunakan
LMS Taklim Al Lathif, evaluasi LMS digunakan pada saat proses belajar dan output
dari hasil belajar. Hal ini dapat digunakan dengan berbagai latihan dan belajar
mandiri, dengan kemudahan ini guru maupun murid dapat dengan mudah dan
memonitor peserta didiknya. Learning Management System (LMS) Taklim Al Lathif
secara umum adalah perangkat lunak yang dirancang untuk membuat,
mendistribusikan, dan mengatur penyampaian materi pembelajaran. Sistem LMS ini
bisa membantu para pengajar untuk merencanakan dan membuat evaluasi
pembelajaran, evaluasi aktivitas pembelajaran murid sebagai bahan evaluasi selama
proses pembelajaran, mengelola nilai dilihat dari rekapitulasi absensi, dan diskusi serta
kuis. Semua dapat direkap dalam tampilan rapor anak yang meliputi 1) Penilaian
Harian (PH) dilaksanakan pada setiap akhir KD. 2) Penilaian Tengah Semester
(PTS) dilaksanakan pada setiap tri wulan. 3) Penilaian Akhir Semester (PAS)
dilaksanakan pada setiap akhir semester. 4) Penilaian Akhir Tahun (PAT)
dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran.
Menurut Indriani dkk (2018) menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian
di SMK Negeri 3 Bandung proses evaluasi pembelajaran blended learning
menggunakan LMS dengan sistem evaluasi dalam pembelajaran melalui (1) Tes
Mandiri, yaitu penilaian terhadap sasaran kompetensi secara mandiri dengan
mengerjakan tes yang disediakan pada tiap akhir uraian materi terintegrasi dalam
modul; (2) Tes oleh guru, yaitu penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru
setelah peserta didik selesaikan satu atau beberapa unit modul. Tes ini dapat
berbentuk Ujian Tengah Semester atau Ujian Akhir Semester; (3) Evaluasi Akhir
Peserta didik dalam program PJJ yang telah telah menyelesaikan seluruh modul
dalam 6 semester, dapat mengikuti ujian akhir studi di sekolah Penyelenggara PJJ.
Perbedaan evaluasi dalam pembelajaran Blended Learning di PJJ dengan
pembelajaran biasa di sekolah reguler adalah memperbaiki Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang ditentukan untuk program PJJ adalah 70, sedangkan untuk
pembelajaran di kelas reguler 75. Selain itu, dalam pembuatan soal latihan, uts,
dan uas untuk program pjj ini tingkat kesulitan soalnya lebih diturunkan. Dalam hal
ini seharusnya apabila silabus yang digunakan sama seharusnya alat ukur yang
digunakan dalam mengukur produk pembelajaran yang digunakanya pun sama.
Dari data di lapangan tersebut maka evaluasi pembelajaran Blended, belajar dalam
program PJJ di SMK Negeri 3 Bandung pada saat tatap muka hanya dilakukan
dengan menggunakan latihan yang diberikan setelah selesai menyampaikan materi
pembelajaran tanpa dilakukan penilaian, evaluasi ini hanya berfungsi untuk
mengukur sejauh mana pemahaman siswa dari materi yang telah disampaikan.
pembelajaran Evaluasi Blended Learning secara Online dilakukan langsung secara
Online melalui LMS.
Temuan penilaian blended learning sesuai dengan pendapat Carman
(Rizkiyah, 2015, hlm. 42) bahwa terdapat lima kunci dalam pelaksanaan
pembelajaran blended learning salah satunya adalah Assesment, guru harus
mampu merancang jenis assessment Online dan offline baik bersifat tes maupun
nontes. Hasil evaluasi pembelajaran di SMK 3 Bandung evaluasi adalah akumulasi
total nilai dari membaca materi modul, nilai latihan soal setelah mempelajari
modul, mempersembahkan tugas, evaluasi dengan ujian tengah semester, dan
evaluasi akhir semester. Dari Penilaian pembelajaran blended learning ini,
terdapat unsur penilaian secara afektif, psikomotor, dan kognitif. Penilaian secara
kognitif dapat dilihat melalui penilaian secara Online malalui latihan soal, tugas,
ujian yang dilakukan. Sedangkan untuk penilaian psikomotor do SMK 3 Bandung,
biasanya dilihat dari cara siswa mengerjakan tugas, namun untuk mata pelajaran
bahasa sendiri memang agak sulit menilai keterampilan berbicara siswa. Untuk
afektif melalui saat online dilihat dari seberapa rajin siswa membuka LMS dan
membaca materi bahan terbuka, sikap juga bisa dilakukan pada saat pertemuan
tatap muka.

Kesimpulan
Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran atau sebaliknya sangatlah
dibutuhkan dalam manajemen pendidikan dan model pembelajaran blended learning
menggunakan LMS sebagai salah satu upaya yang digunakan untuk mengurangi
kekurangan yang terjadi dalam pembelajaran ber-platform e- learning atau
sebaliknya. Oleh karena itu, dibutuhkan managemen pendidikan dalam
pembelajaran yang menerapkan LMS. Pendekatan yang dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi berbasis LMS memudahkan
siswa dan guru dalam proses pembelajaran karena dapat diakses dimana saja dan
kapan saja tanpa terbatas ruang dan waktu. Selain itu LMS yang bersifat open
sources dapat digunakan siapa saja. Sedangkan untuk pembelajaran sampai ke
proses evaluasi dapat berlangsung tatap muka sinkron atau tatap muka asinkron
yang dibimbing langsung dengan guru. Blended learning ini dilakukan dengan tidak
mengurangi esensi dari pembelajaran yang tetap meningkatkan kompetensi. Model
ini tetap bertujuan mendorong peserta didik memanfaatkan sebaik-baiknya media
untuk mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan.

DAFTAR PUSTAKA
Al Inu, A. Afriliani, M. Yulianti, Windayana, H. (2022). Manajemen Pendidikan Dalam
Pembelajaran Blended Learning di Masa Pandemi.Jurnal Naturalistic 06, No.
2:1221.
Aspden, L., & Helm, p. (2004). Making the Connection in a Blended Learning
Environment. Educational Media International, 41(3), 245–252.
Retrieved from http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/
09523980410001680851.
Al-Washilah, C. (2010). Filsafat bahasa dan pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Baderan, J. K. (2018). PEDAGOGIKA Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 9 (Nomor 2)
2018. 9(Nomor 2), 152–178.
Bowyer, J and Chambers, L. (2017). Evaluating Blended Learning : Bringing the
Elements Together Recearch Metter: A Cambridge Assessment Publication,
Unles. 23 :17.
Faisal. (2014). Sukses Mengawal Kurikulum 2013 di SD. Yogyakarta: Diandra
Creative
Fanani, Zainal. (2018). Strategi pengembangan Soal Higher order thingking skills
(HOTS) dalam kurikulum 2013. Edunena.
George.R.Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Terj. J. Smith, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993).
Gomes, T., & panchoo, S. (2016). Teaching Climate Change Through Blended
Learning: A Case Study in a Private Secondary School in Mauritius. ICCCS
(pp.1–5).
Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah
Pertama. Jurnal Educationist, 1, 47-56.
Haeruman, L.D., Wijayanti, D.A., Meidianingsih, Q. (2021): Efektivitas Blended
Learning Berbasis Lms Dalam Pembelajaran Matematika. JRPMS, 5, 1 : 80-84.
Harding, A. (2014). Evaluation of blended learning : Analysis of qualitative data,
ReaseachGate : Uniserve Sciende Blended Learning Symposium Proceedings.
Inriani, T.M. (2018). Implementasi Blended Learning dalam Program Pendidikan
Jarak Jauh pada Jenjang Pendidikan Menengah Kejuruan. Edutcehnologia,
2.2: 137.
Mukti Sintawati. (2015). Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Matematika
Dengan Pendekatan Problem Posing dan Problem-Based Learning Ditinjau dari
Prestasi Belajar, Kemampuan Berpikir Kreatif, Dan Minat Belajar Matematika
Siswa SMP Kelas VIII. Tesis UNY.
Noor, S.T. (2022). Blended Learning/ Flipped Classroom Using Taklim Al Lathif
Learning Management System During the New Normal Period. ICSS, 1,1
Suhairi dan Santi, Jumara (2021). Model Management Pembelajaran Blended
Learnng Pada Masa Pandemi Covid -19. Syntax Litera.
Pratiwi,Shella Ade. 2019. Pengaruh Model pembelajaran Problem Based Learning
untuk meningkatkan Higher order thingking Skills. Skripsi.Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Primayana, K. H., & Karakter, P. (2019). Menciptakan Pembelajaran Berbasis
Pemecahan Masalah Dengan Berorientasi Pembentukan Karakter Untuk
Mencapai Tujuan Higher Order Thingking Skilss (HOTS) Pada Anak Sekolah
Dasar. 3(2), 85–92.
Riyani, S. Irawan, B., Opsrasmani, E. (2022) “Problematika Penggunaan Lerning
Management Syistem Berbasis Google Classroom dan E-Leraning sebagai
Media Pembelajaran Online Kelas XI IPA MAN TanjungPiang”.JPB. 09. (1) : 8.
Sutrio. (2018). Pengembangan Bahan Ajar Fisika Eksperimen Berbasis Proyek
Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Calon Guru Fisika. Jurnal
Pendidikan Fisika dan Teknologi. (Vol 4 No.1). 131-140
Slamet, A. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Semarang: Universitas
Negeri Semarang Press.
Terry, G. R. (2021) Asas - Asas Manajemen Edisi Kedelapan. Terjemahan Winardi.
Bandung: Pt Alumni.
Tahir, A.T. (2022) Supervisi Pembelajaran Berbasis E-Learning dalam goole
Classroom pada Masa Pandemi Covid-19.J-MPI (Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam), 06, no.1:51.
Xu, Z, (2017). The Blended Etl Environment and Changing Role of Teacher and
Students in Hong Kong”. ETL Research Jurnal. 1, No. 1:51.
Gomes, T., & panchoo, S. (2015). Teaching Climate Change Through Blended
Lessons Learned: Case studies in Private High Schools in Mauritius. paper
presented at the 2015 International Conference on Computing,
Communications and Security (ICCCS), (pp.1–5). IEEE. Retrieved April 14,
2016 from http://ieeexplore.ieee.org/document/ 7374179/?
arnumber=7374179

You might also like