You are on page 1of 11

MODEL OF THE ORGANIC VILLAGE IN URBAN GARBAGE

MANAGEMENT AND IMPROVEMENT OF LOCAL FOOD RESILIENCE IN


THE MAGELANG CITY

MODEL PENGEMBANGAN KAMPUNG ORGANIK


DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN DAN PENINGKATAN
KETAHANAN PANGAN LOKAL DI KOTA MAGELANG

Mohamad Zaenal Arifin

E-mail : zaenal_mgl@yahoo.com
Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Magelang
Jalan Jenderal Sudirman 46 Kota Magelang Jawa Tengah

ABSTRACT

Classic problems of an urban area is garbage and food security. This study aims to obtain a model organic
village as a solution to the above problems. This research was conducted in Kampung Organic “Legok Makmur”
Magelang with observation and interviews to obtain primary data, secondary data obtained from various relevant
technical agencies as supporting data. Both types of data are then analyzed qualitatively to describe the results of
the study. The achievement of this research is an ideal organic village development model which includes basic
concepts, planning and implementation. In terms of the basic concepts, organic village includes two concepts at
once, namely the 3R garbage management and Region Sustainable Food House (KRPL). As in the case of organic
village planning includes six stages, namely: 1) the establishment of the association, (2) identification of needs, (3)
the preparation of action plans, (4) training, (5) site preparation (6) the concept of environmental regulation. While
the implementation of organic villages can vary in detail its activities. This research is important to do so that the
results can be used as a reference in the municipal garbage management policy and increased local food resilience
Keywords: Organic Village, Garbage Management, Local Food Resilience, Urban

ABSTRAK

Permasalahan klasik dari suatu wilayah perkotaan adalah persampahan dan ketahanan pangan. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan model kampung organik sebagai solusi atas permasalahan diatas. Penelitian
ini dilakukan di Kampung Organik “Legok Makmur” Kota Magelang dengan metode observasi dan wawancara
untuk mendapatkan data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi teknis terkait sebagai
data pendukung. Kedua jenis data ini kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mendeskripsikan hasil penelitian.
Capaian dari penelitian ini adalah berupa model pengembangan kampung organik yang ideal yang meliputi
konsep dasar, perencanaan dan implementasinya. Dalam hal konsep dasar, kampung organik mencakup 2 (dua)
konsep sekaligus, yaitu pengelolaan sampah 3R dan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Adapun dalam
hal perencanaan kampung organik meliputi 6 (enam) tahapan yaitu : 1) pembentukan paguyuban, (2) identifikasi
kebutuhan, (3) penyusunan rencana kegiatan, (4) pelatihan, (5) penyiapan lokasi (6) konsep penataan lingkungan.
Sedangkan implementasi kampung organik dapat berbeda-beda dalam hal detail kegiatannya. Peneltian ini penting
untuk dilakukan agar hasilnya dapat digunakan sebagai acuan kebijakan dalam pengelolaan sampah kota dan
peningkatan ketahanan pangan lokal.
Kata Kunci : Kampung Organik, Pengelolaan Sampah, Ketahanan Pangan Lokal, Perkotaan

26
MOHAMAD ZAENAL ARIFIN
Model Pengembangan Kampung Organik dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan dan Peningkatan Ketahanan Pangan Lokal
di Kota Magelang
timbulan sampah. Jika tidak segera dipikirkan
PENDAHULUAN solusinya, maka kasus TPA Bantargebang akan
Wilayah administratif Kota Magelang dapat terulang. Kedua permasalahan tersebut
mempunyai luas hanya sebesar 1.812 ha (18,12 merupakan masalah klasik bagi warga perkotaan
km2), jumlah penduduk pada tahun 2016 sebesar di Indonesia.
132.662 jiwa dengan kepadatan 7.321 jiwa per Berbagai penelitian telah banyak dilakukan
km2. Lahan pertanian yang digunakan sebesar untuk menjawab kedua permasalahan diatas. Para
312,48 ha atau 17,24 % dari luas total wilayah. peneliti dibidang pertanian telah menyampaikan
Permasalahan yang timbul dari fakta diatas hasil penelitiannya yang terkait dengan usaha
adalah : pertama kesulitan untuk meningkatkan peningkatan ketahanan pangan lokal. Diantaranya
ketahanan pangan lokal jika hanya bertumpu sebagaimana dikemukakan oleh Saliem (2011)
pada lahan produktif saja. Ketahanan pangan bahwa Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
lokal sangat penting karena akan mengurangi dapat dijadikan sebagai solusi pemantapan
ketergantungan suatu daerah terhadap daerah ketahanan pangan. Lebih spesifik, Werdhany
lain, selain itu ketahanan pangan lokal dan Gunawan (2012) menjelaskan tentang teknik
merupakan entitas atau pendukung terciptanya pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari
ketahanan pangan nasional. Selain kuantitas di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai solusi
komoditas tanaman pangan yang diharapkan, dalam meningkatkan ketahanan pangan lokal
maka kualitasnya pun dapat dikontrol karena di wilayah perkotaan. Dilain pihak, dalam hal
dibudidayakan di lahan sendiri. Berdasarkan pengelolaan sampah perkotaan, Alfiandra (2009)
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang telah melakukan Kajian Partisipasi Masyarakat
Pangan maka ketahanan pangan merupakan yang Melakukan Pengelolaan Persampahan
kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) di Kelurahan
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan Ngaliyan dan Kalipancur Kota Semarang.
yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, Penelitian sejenis juga telah dilakukan Aisyah
merata dan terjangkau. Berdasarkan definisi (2013) yang mengupas Pengelolaan Sampah
tersebut, terpenuhinya pangan bagi setiap rumah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat di RT 50
tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai Kelurahan Pinang Sungai Dalam Kecamatan
sasaran dari ketahanan pangan di Indonesia. Samarinda Utara Kota Samarinda.
Masalah kedua yang harus dicarikan Namun kedua topik penelitian tersebut
solusinya adalah pengelolaan persampahan. menawarkan solusi secara parsial dan terpisah
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun satu sama lain dalam menjawab kedua
2008 tentang Pengelolaan Sampah maka permasalahan perkotaan diatas. Hal ini tentu
pengelolaan sampah adalah kegiatan yang saja akan menimbulkan inefisiensi kebijakan
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan apabila diaplikasikan secara terpisah. Dari
yang meliputi pengurangan dan penanganan kedua permasalahan perkotaan yang berbeda
sampah. Selama ini pengelolaan sampah di Kota sebagaimana tersebut diatas yang dikaji dengan
Magelang masih dilakukan secara konvensional 2 (dua) topik penelitian yang berbeda pula,
yaitu dengan cara pengumpulan, pengangkutan penulis melihat adanya suatu kesamaan dalam
dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir hal pendekatannya yaitu keduanya sama-sama
(TPA) yang lokasinya berada diluar wilayah Kota berbasis masyarakat dalam implementasinya.
Magelang. Hal ini tentu saja akan menimbulkan Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk
masalah dikemudian hari manakala TPA dilakukan.
sudah tidak mampu lagi menampung seluruh
27
JURNAL ANALISIS BISNIS EKONOMI , Volume 16, Nomor 1, April 2018

Adapun populasinya adalah seluruh kampung


METODE PENELITIAN organik yang saat ini ada di Kota Magelang yang
berjumlah 48 (empat puluh delapan) kampung
Lokus dan Fokus Penelitian
organik.
Penelitian dilakukan pada salah satu
Kampung Organik yang ada di Kota Magelang, Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
yaitu Paguyuban Perempuan Pengelola Sampah Variabel penelitian ini adalah berupa
Terpadu, Legok Makmur, RT 01 RW 08 Kalisari, data kualitatif yang mencakup 3 (tiga) aspek
Kelurahan Wates, Kecamatan Magelang Utara, penelitian yaitu : konsep dasar, perencanaan dan
Kota Magelang, Jawa Tengah dalam kurun waktu pelaksanaan kampung organik. Data tersebut
3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Maret – Mei dipadukan dengan data sekunder yang diambil
2017. Kampung organik tersebut dipilih sebagai dari instansi teknis terkait untuk kemudian
obyek penelitian karena merupakan perintis keduanya dianalisa dan dideskripsikan sebagai
dan dibentuk atas prakarsa warga setempat dan hasil dari penelitian ini.
telah dapat beraktivitas secara mandiri tanpa Saat ini belum ada literatur yang
mengandalkan dana stimulan dari Pemerintah menjelaskan mengenai kampung organik. Hal ini
Kota. Sub-sub kegiatan pada kampung organik karena kampung organik merupakan kebijakan
Legok Makmur juga paling lengkap dan telah lokal yang diterapkan di Kota Magelang dan
menjadi rujukan bagi kampung-kampung organik mungkin di beberapa daerah lainnya. Oleh
lainnya yang akan menimba ilmu. karena itu, penelitian ini menggunakan definisi
Kondisi tersebut dianggap paling ideal operasional yang dirilis oleh Dinas Lingkungan
sehingga dapat mewakili kampung organik Hidup Kota Magelang selaku pemangku
lainnya yang ada di Kota Magelang. Adapun data kepentingan dalam hal ini. Kampung organik
kuantitatif berupa data sekunder yang diperoleh didefinisikan sebagai suatu kawasan dimana
dari instansi terkait yang dalam hal ini adalah ada sekelompok kecil masyarakat didalam
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang kegiatannya secara terorganisir untuk melakukan
pemilahan dan pengolahan sampah (melalui
Teknik Pengumpulan Data
Reduce, Reuse dan Recycle) secara berkelanjutan
Sedikit sekali data terkait kampung
dan memanfaatkan hasil pengolahan sampah
organik. Oleh karena itu, untuk memperoleh data
untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga.
primer peneliti menggunakan metode wawancara
dan observasi pada salah satu Kampung Organik
di Kota Magelang yang dianggap paling ideal. HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun data sekunder diperolah dari Dinas
Konsep Dasar
Lingkungan Hidup Kota Magelang.
Berdasar hasil observasi lapangan dapat
Sampel dan Populasi diketahui bahwa konsep dasar kampung organik
Sampel pada penelitian ini adalah adalah penggabungan antara konsep pengelolaan
Kampung Organik Paguyuban Perempuan sampah rumah tangga dengan menggunakan
Pengelola Sampah Terpadu, Legok Makmur, RT prinsip 3R dengan konsep Kawasan Rumah
01 RW 08 Kalisari, Kelurahan Wates, Kecamatan Pangan Lestari (KRPL). Bila dikaji lebih lanjut,
Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah. implementasi kampung organik sejalan dengan
kebijakan pemerintah pusat yang diinisiasi oleh
2 (dua) kementerian yang berbeda.

28
Namun demikian, kegiatan dalam suatu kampung organik paling kurang mencakup

MOHAMAD ZAENAL ARIFIN pengolahan sampah 3R dan budidaya tanaman pangan non beras. Konsep dasar
Model Pengembangan Kampung Organikkampung
dalam Pengelolaan
organik Sampah Perkotaan
yang ideal dan Peningkatan
ditunjukkan Ketahanan
pada gambar Pangan
1 sebagai Lokal
berikut:
di Kota Magelang
Proses awal kegiatan kampung organik Sampah Rumah Modal
meliputi pengumpulan sampah, pemilahan sampah Tangga Awal

dan pengomposan sampah. Tahap ini merupakan Organik Anorganik KAS


implementasi dari kebijakan pengelolaan sampah
3R sebagaimana dicanangkan oleh pemerintah Komposter
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun
2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Kompos
KAS
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga. Proses selanjutnya adalah pengadaan Bibit
Bibit Ternak
bibit tanaman, bibit ternak, budidaya tanaman Tanaman
Pangan Ayam/Ikan

pangan, budidaya ternak dan pengolahan hasil


panen merupakan implementasi kebijakan Hasil Panen
tentang Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian KAS
melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
15/Permentan/OT.140/2/2013 tentang Program
Koperasi Bank
Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Barter
Sampah
(Sembako,
Simpan Pinjam)
Sampah

Masyarakat.
Penerapan kampung organik dapat
berbeda-beda dalam hal jumlah dan jenis
Sedekah
Sampah

kegiatannya. Menurut pandangan peneliti, hal


terjadi karena belum adanya ketentuan yang Gambar 1. Konsep Dasar Kegiatan Kampung Organik
baku terkait Standar Opersional dan Prosedur Gambar 1. Konsep Dasar Kegiatan Kampung
Sumber
(SOP) mengenai kampung organik. Sehingga : Hasil Analisa, 2017 Organik
dalam suatu kampung organik bisa saja tidak
Perencanaan Sumber : Hasil Analisa, 2017
melakukan kegiatan budidaya ternak ayam/ikan
atau koperasi. Namun demikian, kegiatan dalam Perencanaan
suatu kampung organik paling kurang mencakup Dalam hal perencanaan, berdasarkan
kegiatan pengolahan sampah 3R dan budidaya wawancara yang dilakukan dengan beberapa
tanaman pangan non beras. Konsep dasar kegiatan narasumber, maka penelitian ini merumuskan
kampung organik yang ideal ditunjukkan pada tahapan perencanaan dalam mendesain kampung
gambar 1 sebagai berikut: organik. Adapun tahapan perencanaan tersebut
menggunakan pendekatan konsep pengembangan
KRPL sebagaimana dikemukakan Werdhany dan
Gunawan (2012) dengan mengkolaborasikan
beberapa aspek khususnya yang terkait dengan
pengelolaan sampah 3R. Adapun tahapan

29
JURNAL ANALISIS BISNIS EKONOMI , Volume 16, Nomor 1, April 2018

perencanaan dalam mendesain kampung organik lain : bin pemilah sampah, komposter, TPS,
meliputi : (1) pembentukan paguyuban, (2) pot-pot tanaman, polibag dan rak tanaman,
identifikasi kebutuhan, (3) penyusunan rencana kebutuhan bibit tanaman, lahan untuk kebun
kegiatan, (4) pelatihan, (5) penyiapan lokasi (6) budidaya, peralatan dan perlengkapan lainnya.
konsep penataan lingkungan. Secara rinci tahapan Informasi yang diperlukan termasuk luas lahan
perencanaan kampung organik dapat diuraikan untuk pemilahan sampah, TPS, komposter dan
sebagai berikut : kebun budidaya, dan sarana pendukung yang
a. Pembentukan paguyuban diperlukan untuk operasional kampung organik.
Kampung organik idealnya dilakukan Adapun data kebutuhan teknologi digunakan
oleh kelompok ibu rumah tangga yang sebagai dasar menentukan materi pelatihan.
mempunyai pandangan yang sama dalam Identifikasi kebutuhan komoditas
mencapai tujuan. Paguyuban dapat dibentuk tanaman dilakukan untuk mendapatkan data
baru atau menggunakan kelompok yang sudah berbagai jenis tanaman sumber pangan lokal
terbentuk di wilayah tersebut, seperti kelompok bernilai ekonomis tinggi yang dibutuhkan dan
Dasawisma (Dawis) atau kelompok PKK. Tidak disukai oleh masyarakat di lingkungan tersebut.
ada batasan jumlah anggota paguyuban pengelola Tanaman sayuran misalnya bayam, bunga kol,
kampung organik. Sebagai contoh, Kampung slada, sawi, pare, gambas, labu siam, terong,
Organik Legok Makmur hanya dikelola oleh 6 cabai, tomat atau lainnya. Tanaman rempah dan
(enam) orang ibu rumah tangga. obat yaitu jahe, kencur, temulawak, kunyit atau
Setiap anggota mempunyai tugas masing- lainnya. Buah-buahan meliputi pepaya, jambu,
masing baik dalam operasional kampung organik belimbing, srikaya, sirsak atau lainnya. Demikian
maupun kepengurusannya (manajemen). Tugas- juga pangan lokal berupa ubi jalar, singkong,
tugas yang berkaitan dengan operasional kampung ganyong, garut atau lainnya. Sumber pangan
organik antara lain : (1) Pengumpul sampah, hewani yang banyak dikonsumsi sehari-hari dan
(2) Pemilah sampah, (3) perajang sampah, (4) akan dikembangkan adalah ayam lokal, ikan
pembuat kompos, (5) petugas pembudidaya lele atau lainnya. Identifikasi air terutama pada
tanaman. ketersediaan air yang melimpah dan tersedia
Namun berdasarkan hasil observasi di sepanjang waktu, serta keberadaan sumber air
lapangan, dalam prakteknya setiap anggota dapat yang tidak terlalu jauh dan mudah diperoleh.
melaksanakan lebih dari satu tugas. Adapun Air sangat diperlukan bagi kebun budidaya yaitu
untuk kepengurusan paling kurang terdiri dari penyiraman dan kelangsungan budidaya tanaman.
ketua, sekretaris, bendahara serta seksi pengelola Identifikasi kebutuhan ini dapat diperoleh
sampah, seksi pengelola kebun dan seksi melalui Focus Group Discussion dalam suatu
pemasaran hasil. pertemuan kelompok atau pendalaman kepada
beberapa anggota paguyuban pada pertemuan ter-
b. Identifikasi kebutuhan batas. Dalam identifikasi juga digali permasalahan
Identifikasi kebutuhan paguyuban kam- dan solusi pemecahan terkait dengan rencana
pung organik perlu dilakukan sebagai salah satu pelaksanaan kampung organik. Identifikasi
langkah persiapan sebelum operasional kampung kebutuhan ini diperlukan untuk mendapatkan
organik. Identifikasi kebutuhan meliputi antara database karakteristik lokasi dan kondisi social
lain kebutuhan sarana, prasarana dan teknologi, ekonomi dan budaya di lingkungan tersebut
serta komoditas tanaman. Identifikasi kebutuhan sebelum dilakukan kegiatan kampung organik.
sarana dan prasarana yang diperlukan antara

30
MOHAMAD ZAENAL ARIFIN
Model Pengembangan Kampung Organik dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan dan Peningkatan Ketahanan Pangan Lokal
di Kota Magelang
Selain identifikasi kebutuhan fisik untuk untuk menentukan langkah selanjutnya. Rencana
pelaksanaan kampung organik, survei mengenai kegiatan tersebut juga disusun disesuaikan dengan
Pola Pangan Harapan (PPH) untuk mengetahui kondisi sumberdaya manusia di paguyuban dan
pola keberagaman konsumsi masyarakat di keadaan sumberdaya alam di wilayah setempat.
wilayah tersebut juga dilakukan pada awal d. Pelatihan
kegiatan. Data yang terkumpul dalam identifikasi Identifikasi penggunaan teknologi dalam
ini merupakan database awal kegiatan, sehingga kegiatan kampung organik sangat dibutuhkan
kelak dapat diketahui peningkatan atau perubahan dalam menentukan jenis pelatihan yang akan
data atau kondisi setelah melaksanakan kegiatan diberikan kepada pengelola kampung organik.
kampung organik. Materi utama pelatihan adalah p e m i l a h a n
c. Penyusunan rencana kegiatan s a m p a h , p e n g o m p o s a n d a n budidaya
Penyusunan rencana kegiatan dilakukan tanaman sayuran, tanaman pangan dan bidang
dengan melibatkan pengurus dan anggota peternakan yang t e l a h ditentukan berdasarkan
kelompok dengan cara mengisi formulir hasil identifikasi kebutuhan. Teknologi inovasi
(blangko) secara bersama-sama yang dibimbing hemat lahan dan ramah lingkungan serta teknologi
oleh fasilitator dan pengarahan dari kelurahan tepa guna merupakan teknologi utama yang akan
setempat. diimplementasikan untuk pemanfaataan lahan
Formulir (blangko) isian dipaparkan pekarangan secara optimal. Teknologi yang perlu
kemudian petugas pendamping memfasilitasi disampaikan pada pelatihan untuk pengembangan
pengisian secara bersama-sama. Rencana kampung organik antara lain sebagaimana
kegiatan yang disusun meliputi jenis kegiatan, disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut :
lokasi, waktu pelaksanaan dan pelaksana. Tabel 1.
Jenis kegiatan meliputi pengumpulan sampah, Identifikasi Kebutuhan Teknologi Kampung
pemilahan sampah, pengomposan dan budidaya Organik
tanaman pangan dan/atau peternakan. No Jenis Teknologi Instruktur/ narasumber
Teknis penyusunan rencana kegiatan 1. Teknik pengumpulan sampah DLH
2. Teknik pemilahan sampah DLH
dilakukan dengan mengisi satu persatu kegiatan 3. Teknik pengomposan DLH
dalam blangko isian, sehingga penetapan jenis 4. Teknik membuat media tanam di
polybag
Dinas Pertanian dan
Pangan (Disperpa)
kegiatan, lokasi dan waktu pelaksanaan sudah 5. Teknik pemupukan dan Disperpa
pemeliharaan tanaman di polybag
merupakan komitmen bersama dari paguyuban. dan pot
Rencana kegiatan disusun untuk periode waktu 6. Teknik vertikultur tanaman
sayuran
Disperpa

tertentu dengan target hasil yang jelas, termasuk 7. Teknologi pengendalian Disperpa
Organisme Penggangu Tumbuhan
pelaksana yang bertanggung jawab terhadap (OPT)
pelaksanaan kegiatan. 8. Teknologi penanganan pasca Disperpa
panen dan pengolahan produksi
Rencana kegiatan tersebut merupakan 9. Teknologi budidaya tanaman toga/ Disperpa
biofarmaka
pedoman dalam melaksanaakan kegiatan 10. Teknologi budidaya tanaman Disperpa
kampung organik. Meskipun telah disusun disertai sayuran
11. Teknologi budidaya tanaman Disperpa
jadwal yang telah ditentukan, namun berdasarkan pangan non beras
pengamatan di lapangan pelaksanaannya bersifat 12. Teknologi budidaya ternak ayam
buras skala rumah tangga
Disperpa

fleksibel dan menyesuaikan perkembangan 13. Teknologi pengelolaan kebun bibit Disperpa
14. Teknologi analisis usaha budidaya Disperpa
pelaksanaan kegiatan. Target hasil dari setiap pertanian di lahan pekarangan
jenis kegiatan merupakan acuan yang digunakan Sumber : Werdhany dan Gunawan (2012), diolah

31
JURNAL ANALISIS BISNIS EKONOMI , Volume 16, Nomor 1, April 2018

Pelaksanaan pelatihan disesuaikan air dan lahan cukup luas di sekitarnya sehingga
dengan tahapan pada jadwal rencana kegiatan mempermudah pengembangan kebun bibit
dan dilakukan secara intermitern dengan dimasa datang. Ukuran kebun bibit tergantung
tenggang waktu satu minggu antara materi ke pada volume bibit yang akan di produksi dan
materi se lanjutnya. Metode pelatihan adalah 30 ukuran luas bangunan rumah bibit.
% teori dan 70 % praktek. Aplikasi teknologi Agar kebun bibit sesuai kebutuhan dan
ramah lingkungan untuk tanaman sayuran, pengurus dapat mengelola dengan baik, maka
tanaman buah, tanaman obat atau biofarmaka, disain kebun bibit dibuat dengan memperhatikan
tanaman pangan non beras dan komoditas tata letak komponen kebun, antara lain (1) lokasi
ternak spesifik lokasi serta pengelolaan kebun rumah bibit, (2) tempat peletakan bibit muda, (3)
budidaya merupakan karakteristik utama dalam tempat penyimpanan bibit siap tanam, (4) rak
pelaksanaan kampung organik. vertikultur, (5) kolam pembibitan, (6) tempat
e. Penyiapan lokasi penyimpanan, dan (7) lokasi persemaian dan
Lokasi yang harus disiapkan dalam media tanam. Peralatan yang perlu tersedia
kegiatan kampung organik antara lain penyiapan dalam kebun bibit, (1) kotak persemaian, (2) alat
lokasi pemilahan sampah yang meliputi : Tempat pemotong media persemaian sistem lontong,
Pembuangan Sampah (TPS), pengomposan dan (3) sumber air, aliran irigasi atau selang air/
tempat penyimpanan kompos. Adapun untuk gembor, (4) rak bibit/tanaman, (5) springkel air
budidaya tanaman pangan, lokasi yang harus untuk mengatur kelembaban rumah bibit, (6)
disiapkan tentu saja kebun budidaya dan bila kereta dorong untuk angkut, (7) cangkul atau
pembibitan dilakukan sendiri maka dibutuhkan skop, (8) gergaji untuk memotong lontong media
juga lahan untuk kebun bibit. Sedangkan untuk persemaian dan (9) rak vertikultur. Teknologi
kegiatan budidaya ternak, maka lahan yang harus kalender tanam digunakan dalam pengelolaan
dipersiapkan sesuai dengan jenis hewan yang akan kebun bibit untuk merencanakan dalam membuat
dibudidayakan. Misalnya dalam suatu kampung persemaian tanaman untuk memenuhi pesanan
organik akan melakukan kegiatan budidaya ayam maupun mengisi stok tanaman dan bibit dalam
petelur/pedaging atau ikan lele, maka luas lahan kebun.
yang harus dipersiapakan akan berbeda. f. Konsep penataan lingkungan
Untuk kampung organik yang sudah Penataan lingkungan lebih menitikberatkan
mulai berkembang, maka keberadaan kebun bibit pada aspek estetika agar terlihat asri, hijau dan
sangat penting. Kebun bibit dapat memberikan tidak terkesan semrawut. Hal ini bertujuan
kesinambungan usaha budidaya tanaman dan untuk menarik minat masyarakat tertarik untuk
keuntungan ekonomi bagi paguyuban melalui menduplikasi kampung organik di tempat
usaha penjualan bibit dan tanaman disamping lain. Site plan kampung organik disusun secara
tentunya untuk keperluan budidaya sendiri. bersama-sama seluruh warga masyarakat
Lahan untuk kebun bibit sebaiknya merupakan dengan memperhatikan kepentingan warga dan
lahan terbuka dan banyak mendapat cahaya tidak menggangu fasilitas umum. Gambar 2 dan
matahari langsung, berdekatan dengan sumber 3 dibawah ini adalah contoh potret penataan
lingkungan kampung organik yang baik.

32
MOHAMAD ZAENAL ARIFIN
Model Pengembangan Kampung Organik dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan dan Peningkatan Ketahanan Pangan Lokal
di Kota Magelang
sampah dilakukan setiap pagi. Sampah-sampah
yang telah terkumpul kemudian ditampung
dalam Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Ibu-ibu yang bertugas memilah sampah pada
siang hari melakukan pemilahan sampah yang
telah terkumpul. Sampah organik dimasukan ke
dalam bin sampah organik dan sampah anorganik
dipisahkan sesuai dengan jenisnya (kertas,
plastik, logam atau kaca) dimasukkan ke dalam
drum penampungan.
Pada sore harinya, sampah organik yang
Gambar 2 telah terkumpul meliputi kulit buah, sisa-sisa
Penataan Lingkungan di Paguyuban sayuran, dan dedaunan, kemudian dirajang secara
Kampung Organik Legok Makmur manual menggunakan pisau untuk memudahkan
proses pengomposan. Meski cara proses
pembuatan kompos masih tergolong sederhana,
namun mereka sangat antusias melakukannya.
Sampah yang sudah dirajang kemudian dicampur
tanah, air gula, dan kompos yang sudah jadi
sebagai starter, lalu dimasukkan ke komposter
Takakura (Anonim, 2013). Setelah dua minggu,
sampah tersebut menjadi pupuk organik yang siap
dipakai untuk memupuk berbagai tanaman sesuai
dengan kalender tanam yang telah ditetapkan.
Gambar 3. Sebagian pupuk organik yang dihasilkan dikemas
Penataan Kebun Budidaya Tanaman di untuk dijual dan hasil penjualan masuk kedalam
Paguyuban Kampung Organik Legok kas.
Makmur Untuk sampah anorganik, setelah drum
Sumber : Hasil Pengamatan, 2017 penampung penuh kemudian dijual kepada
pengepul dengan harga sesuai dengan jenisnya
Implementasi masing-masing. Hasil penjualan ini juga
Dalam hal implementasi, penelitian ini merupakan pendapatan yang masuk kedalam kas
mengungkap success story dari Best Practice paguyuban.
Kampung Organik di Paguyuban Perempuan Tahap berikutnya dari kegiatan kampung
Pengelola Sampah (P3S) ‘Legok Makmur” organik adalah pengadaan bibit tanaman pangan
sebagai sumber inspirasi bagi para pemangku dan bibit hewan ternak seperti ayam atau ikan
kepentingan. lele. Bibit-bibit tersebut awalnya dibeli dengan
Secara ringkas, kisah sukses tersebut menggunakan modal awal. Namun seiring
diawali dari proses pengumpulan timbulan sampah bertambahnya arus kas masuk, maka pembelian
di masing-masing rumah anggota paguyuban dan bibit berikutnya sudah dapat menggunakan dana
dari warga sekitar yang mendonasikan sampahnya dari hasil penjualan produk kampung organik itu
untuk kegiatan kampung organik. Pengumpulan sendiri.

33
Dari hasil pengamatan, komposisi timbulan samp
sampah organik sekitar 70 % dan sampah anora
JURNAL ANALISIS memperlihatkan
BISNIS EKONOMIgrafik
, Volume 16, Nomor
fluktuasi 1, April 2018
timbulan sampah yang
Makmur selama tahun 2016. Fluktuasi timbulan sampa
Budidaya tanaman pangan non beras sampah
banyakyang dikelola
faktor antarasangat
lain dipengaruhi oleh itu sen
aktifitas warga
di kampung organik Legok Makmur antara banyak faktor antara lain aktifitas warga itu sendiri
tomat, cabai, terong, kembang kol,  sawi, daun pengumpul
maupun sampah dari
konsistensi dalampetugas
mengambil sampah warga.
pengumpul
bawang, seledri, gambas dan lain-lain. Adapun sampah dalam mengambil sampah warga.
produk hewan ternak yang dihasilkan berupa
ayam petelur/pedaging dan ikan air tawar
seperti lele. Selain dikonsumsi sendiri oleh
anggota paguyuban, hasil produksi kampung
organik juga dijual kepada masyarakat sekitar.
Setiap anggota dapat memanfaatkan produk-
produk kampung organik dengan cara membeli.
Tentunya dengan harga yang lebih murah.
Hasil penjualan masuk ke dalam kas
yang sebagian digunakan sebagai modal usaha (Kg)
koperasi. Koperasi paguyuban kampung organik
bergerak dibidang perdagangan dan simpan
pinjam. Koperasi menyediakan kebutuhan Gambar 4. Gambar 4.
sembilan bahan pokok sehari-hari dan produk Volume
Volume SampahSampah yang dikelola
yang dikelola Kampung Org
Kampung
kampung organik seperti telur yang dapat dibeli Organik Legok Makmur Tahun 2016
oleh warga setempat baik secara tunai maupun Sumber : Data Sekunder, 2017
Sumber : Data Sekunder, 2017
dengan cara dibarter dengan sampah anoganik
yang mempunyai nilai jual. Pengelola kampung Darigambar
Dari gambardiatas,
diatas,jika
jikadirata-rata
dirata-ratamaka
maka timbul
organik sudah mempunyai standar harga timbulan
untuk masing-masing jenis sampah anorganik. Organiksampah yang dikelola
Legok Makmur adalaholeh Kampung
sebesar 590,89 kg/bul
Organik Legok Makmur adalah sebesar 590,89
Warga juga dapat memanfaatkan layanan bank komposisinya
kg/bulan. Dari maka
jumlahsampah organik
tersebut, bila yang dikelola p
dilihat
sampah sebagai salah satu bentuk layanan dari dari komposisinya maka
pula yang menjadi rawsampah
materialorganik yang pembu
input dalam
Kampung Organik Legok Makmur sebagaimana dikelola per bulan sebesar 413,62 Kg. Jumlah
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara anorganik secara umum tanpa melihat jenisnya, jum
ini pula yang menjadi raw material input dalam
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 177,27 Kg.
pembuatan Artinya,
pupuk potensi
organik. penjualan sampah anorgan
Sedangkan
13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan anorganik secara umum tanpa melihat jenisnya,
Reduce, Reuse, dan Recycle melalui Bank tergantung jenisnya masing-masing.
jumlah yang dihasilkan perbulan sebesar 177,27
Sampah. Kg. Artinya, potensi penjualan sampah anorganik
Dari hasil pengamatan, komposisi adalah sebesar itu, tentunya harga jual tergantung
timbulan sampah rumah tangga yang dihasilkan jenisnya masing-masing.
adalah sampah organik sekitar 70 % dan Dari sisi penghasilan, Kampung Organik
sampah anoranik sekitar 30%. Adapun gambar 4 Legok Makmur menunjukan trend yang positif.
memperlihatkan grafik fluktuasi timbulan sampah Hal ini sebagaimana ditunjukan oleh gambar 5
yang dikelola oleh Kampung Organik Legok dibawah ini.
Makmur selama tahun 2016. Fluktuasi timbulan

34
Dari sisi penghasilan, Kampung Organik Legok Makmur menunjukan trend yang positif.
Hal ini sebagaimana
MOHAMAD ditunjukan oleh gambar 5 dibawah ini.
ZAENAL ARIFIN
Model Pengembangan Kampung Organik dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan dan Peningkatan Ketahanan Pangan Lokal
di Kota Magelang
perkotaan lainnya. Tentunya dengan tingkat
keberhasilan yang bebeda-beda tergantung dari
perencanaan dan konsistensi pelaksanaannya.

KESIMPULAN DAN SARAN


(Rp)
Simpulan
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa
konsep dasar kampung organik pada prinsipnya
Gambar 5. Gambar 5.adalah penggabungan dari konsep pengelolaan
PenghasilanPenghasilan
Kampung Organik Legok
Kampung Organik Legok sampah
Makmur 3R Tahun
dan konsep
2016 Kawasan Rumah
Makmur Tahun 2016 Pangan Lestari (KRPL) yang dilaksanakan
Sumber
Sumber: :Data
DataSekunder,
Sekunder,20172017 secara simultan. Adapun perencanaan kampung
organik idealnya mencakup 6 (enam) aspek yaitu
Penghasilan kampung
kampung organik
organik sebagaimana
sebagai- : (1) pembentukan paguyuban, (2) identifikasi
Penghasilan dimaksud
kebutuhan,dalam gambar 5 diatas
(3) penyusunan adalah
rencana kegiatan,
mana dimaksud dalam gambar 5 diatas adalah
penghasilantotal
penghasilan totaldari
dariseluruh
seluruhkegiatan
kegiatankampung
kampung organik(4) pelatihan,
dalam satu (5) penyiapan
bulan lokasi
pembukuan. (6) konsep
Sejalan
organik
dengan dalam satu bulan pembukuan.
yang dikemukakan Sejalanbahwa sumber penghasilan tersebut berasal dari imple-
Alfiandra (2009),
penataan lingkungan. Sedangkan dalam
dengan yang dikemukakan Alfiandra (2009), mentasinya akan berbeda-beda dalam hal detail
penjualan sampah anorganik, penjualan
bahwa sumber penghasilan tersebut berasal dari pupuk organik, penjualan
kegiatan hasilkeberhasilannya.
dan tingkat budidaya tanaman
penjualan
pangan dan sampah
hewan.anorganik, penjualan pupuk
organik, penjualan hasil budidaya tanaman Saran
Hal yang
pangan dan hewan. patut ditiru bahwa sebagian keuntungan usaha
Modeldigunakan
kampung sebagai
organikdana sosial.
perlu digunakan
Hal yang
Paguyuban Kampungpatut Organik
ditiru bahwa
Legok sebagian
Makmur bahkan sebagai
telah alternatif kebijakan
mampu menjadi dalam
orang tua pengelolaan
asuh
keuntungan usaha digunakan sebagai dana sosial. sampah perkotaan dan peningkatan ketahanan
salah satu siswa miskin berprestasi di lingkungan sekitar panganmelalui
lokal. program
Untuk sedekah sampah.
mengimplementasikan
Paguyuban Kampung Organik Legok Makmur
Sehingga
bahkan dalam
telah mampuhal ini kampung
menjadi orangorganik kampungbenar-benar
Legok Makmur
tua asuh organik, pengambil
menjadikankebijakan
Sampah hendak-
salah satu Berkah.
siswa miskin berprestasi di lingkungan nya menyusun Standar Operasional dan Prosedur
menjadi
sekitar melalui program sedekah sampah. (SOP) sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya.
Succes
Sehingga dalamstory inikampung
hal ini menjadi organik
bukti empiris
Legok bahwa kegiatan kampung organik dapat
Makmur
memberikan benar-benar
solusi dalam menjadikan
pengelolaan Sampah
sampah dan peningkatan DAFTAR PUSTAKA
ketahanan pangan lokal
menjadi Berkah.
masyarakat
Successehingga
story inilayak diterapkan
menjadi bukti diempiris
wilayah perkotaan
Anonim.lainnya.
Cara Tentunya
Membuat dengan
Kompos tingkat
Takakura.
bahwa kegiatan
keberhasilan kampung organik
yang bebeda-beda tergantungdapat
dari perencanaan dan 2013. [Diaksespelaksanaannya.
konsistensi 15 Juni 2014]. Tersedia
memberikan solusi dalam pengelolaan sampah dari : http://www.alamtani.com/pupuk-
dan peningkatan ketahanan pangan lokal kompos-takakura.html
masyarakat sehingga layak diterapkan di wilayah Aisyah. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Berbasis Masyarakat di RT 50
Kelurahan Pinang Sungai Dalam
Kecamatan Samarinda Utara Kota

35
JURNAL ANALISIS BISNIS EKONOMI , Volume 16, Nomor 1, April 2018

Samarinda (Tinjauan Peraturan Daerah Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor


Kota Samarinda Nomor 02 Tahun 2011 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
tentang Pengelolaan Sampah). Jurnal Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Beraja Niti. 2013; 2(12): 1-8 Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Alfiandra. Kajian Partisipasi Masyarakat yang Lembaran Negara Republik Indonesia
Melakukan Pengelolaan Persampahan Tahun 2012 Nomor 188. Kementerian
3R di Kelurahan Ngaliyan dan Kali- Hukum dan Hak Asasi Manusia; 2012.
pancur Kota Semarang. Fakultas Teknik Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian
Universitas Diponegoro; 2009. Nomor : 15/Permentan/OT.140/2/2013
Saliem, H.P., 2011. Kawasan Rumah Pangan tentang Program Peningkatan Diversifi-
Lestari (KRPL) : Sebagai Solusi kasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat.
Pemantapan Ketahanan Pangan. [Diakses Kementerian Pertanian; 2013.
5 Juni 2014]. Tersedia dari : http:// Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor
www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/ 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
data/13086710321319802404.makalah. Sampah. Lembaran Negara Republik
pdf Indonesia Tahun 2008 Nomor 69.
Werdhany dan Gunawan. Teknik Pengembangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Kawasan Rumah Pangan Lestari di Dae- Manusia; 2008
rah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu- Republik Indonesia. Peraturan Menteri Negara
Ilmu Pertanian. 2012; 16(2): 76-83. Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman
Tahun 2012 tentang Pangan. Lembaran Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Recycle melalui Bank Sampah. Berita
Nomor 227. Kementerian Hukum dan Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Hak Asasi Manusia; 2012. Nomor 804. Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia; 2012.

36

You might also like