You are on page 1of 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/368642917

Proyeksi Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Program Food Estate di


Kalimantan Barat Berbasis Kajian Literature Review

Article · July 2022

CITATIONS READS

0 670

5 authors, including:

Arif Yoga Ali Fianda Muhammad Taufan Iskandar


Bogor Agricultural University Bogor Agricultural University
6 PUBLICATIONS   1 CITATION    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Arif Yoga Ali Fianda on 19 February 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Proyeksi Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Program Food Estate di
Kalimantan Barat Berbasis Kajian Literature Review

Arif Yoga Ali Fianda1), Katherine Yuliana Marpaung1), Muhammad Shaquille


Wildanwan1), Ageiliana Tri Pamilih1), dan Muhammad Taufan Iskandar1)

ABSTRACT

The food estate program is a project implemented by the government as an


investment in the food crops sub-sector with an area of <165 thousand hectares in
West Kalimantan, which is carried out with the concept of science-based industry,
capital, organization and modern management. The success of the food estate
program is a consideration in the sustainability of the program to cover a wider
area, so it is necessary to analyze the economic, environmental and social benefits
and impacts of the existence of the food estate program. The objectives of this study
are: (1) Knowing more about what is food estate and its implementation; (2)
Analyzing the social, economic, and environmental impacts of the ongoing program
food estate at the research location.. The methods used based on literature review
with descriptive qualitative analysis. Food estate programs are able to encourage
the formation of employment opportunities that specifically absorb 50 HOK
workers per hectare or even up to 30,000 local workers, with the processing of a
food estate area of 20 thousand hectares that produces 60 thousand tons of rice
which produces approx. IDR 329 billion. Assuming the land can be planted with
rice twice a year, it will cost IDR 658 billion per year. It is necessary to increase
the productivity of paddy fields and effective land use to increase revenue for the
community, government and capital owners.
Keywords : impacts, food estate, literature review

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara dengan luas hutan terbesar di dunia.
Dengan luas hutan sebesar 93,92 juta ha (Kementerian Kehutanan, 2005) membuat
indonesia menjadi paru-paru dunia dan juga memiliki kekayaan vegetasi yang
melimpah. Persebaran hutan menyebar luas di Indonesia. Namun, Kalimantan
menjadi salah satu pulau dengan luas hutan terbesar saat ini, terutama di provinsi
Kalimantan Tengah.
Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki kawasan
hutan rawa gambut cukup luas di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2002 dari
Badan Planologi Departemen Kehutanan (Bismark et al., 2005). Wilayah ini
memiliki hutan rawa gambut terluas, yakni mencapai 3.160.000 ha. Selain itu,
Kalimantan Tengah juga memiliki keunggulan komparatif lain seperti sumberdaya

1
Mahasiswa Sarjana Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (e-mail:
arifyoga26@gmail.com)
air dan iklim yang sesuai, serta modal sosial budaya yang mendukung. Dengan
keunggulan tersebut, membuat lahan rawa di Kalimantan Tengah sangat potensial
untuk dikembangkan, salah satunya melalui program food estate dari pemerintah.
Oleh karena itu, maka pemerintah Indonesia mengembangkan program food
estate sebagai salah satu ujung tombak dalam strategi ketahanan pangan di masa
pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan karena lumbung padi Indonesia perlu
untuk lebih diperhatikan agar siap untuk menjaga kedaulatan pangan dan
kelestarian lingkungan terutama di Pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan tidak
mungkin bila hanya bergantung pada produksi padi dari Pulau Jawa saja karena
proses pendistribusian yang terlalu jauh tentunya akan memakan biaya transportasi
yang besar. Sebagai cadangan strategis nasional, dengan kerjasama serta koordinasi
dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian
Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam rencana awal, pengembangan program food estate ini akan
menggunakan lahan sebanyak 190 ribu hektar di Kalimantan Tengah, 120 ribu
hektar di Kalimantan Barat, 10 ribu hektar di Kalimantan Timur, 190 ribu hektare
di Maluku, dan 1,9 juta hektar di Papua (Agam & Persada, 2017) sebagai upaya
untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan pokok strategis, serta efisiensi
rantai distribusi pemasaran dengan memperpendek rantai pasok.
Penelitian ini memfokuskan kepada implementasi kegiatan food estate di
provinsi Kalimantan Barat, dimana selama ini program food estate menimbulkan
pro dan kontra di masyarakat. Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Kalimantan
Barat. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui lebih dalam
mengenai apa itu program food estate dan implementasinya; (2) Menganalisis
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari berlangsungnya program food estate
di lokasi penelitian.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Kajian ini akan berfokus pada lokasi pelaksanaan food estate di beberapa
Kabupaten, Provinsi Kalimantan Barat. Secara khusus, penelitian ini juga mengacu
pada hasil kajian beberapa proyek food estate yang telah dijalankan pemerintah.
Beberapa proyek food estate acuan pembahasan riset ini, antara lain wilayah
Balungan, Merauke, dan Papua. Lokasi Kalimantan barat dipilih karena daerah ini
masih dalam pengembangan proyek food estate yang sudah dijalankan sejak tahun
2016 dan akan terus dikembangkan bersamaan dengan proyek food estate di
Kalimantan Tengah. Oleh karena itu, kajian ini penting dalam mengungkap potensi
dampak yang akan ditimbulkan dari proyek food estate bagi masyarakat dan
wilayah hutan dengan mengacu pada hasil evaluasi proyek-proyek sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan melalui tiga sesi. Sesi pertama dilaksanakan dari bulan
Februari - Maret 2021 dengan melakukan riset dan kerangka dasar wilayah
penelitian, serta aspek-aspek rumusan kajian. Sesi kedua dilaksanakan dari bulan
April - Mei 2021 melalui kegiatan pengumpulan data dan informasi melalui
berbagai media, pengolahan dan analisis data, serta penyusunan narasi dalam jurnal.
Pada sesi ketiga yang merupakan tahapan akhir penelitian, dilakukan proses
penyusunan jurnal penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni 2021.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini secara penuh menggunakan data sekunder. Data sekunder
dikumpulkan dari berbagai jurnal ilmiah, skripsi, tesis, artikel dan surat kabar, serta
kegiatan siniar maupun seminar yang diadakan berbagai instansi. Pengumpulan
data pada penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka (literature review)
yaitu membaca, menganalisis mendalam terhadap key person di beberapa seminar
ilmiah ataupun jurnal dan publikasi terkait yang meliputi Kabid Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kabupaten Ketapang, pengelola proyek, petugas Penyuluh
Pertanian Lapang dan pengurus UPJA.
Metode Pengumpulan dan Penyeleksian Data
Metode penelitian narrative literature review memiliki fungsi penting
dalam sebuah karya ilmiah. Penggunaan narrative literature review dapat
mencakup pertanyaan penelitian yang lebih luas dan bersifat abstrak. Selain itu,
metode riset ini juga dapat mencakup kumpulan metode lain yang nantinya akan
menghasilkan satu kesimpulan yang utuh untuk bagi pengembangan sebuah topik
penelitian (Baumeister dan Leary, 1997). Adapun diagram konseptual mengenai
kebutuhan berbagai literature review berdasarkan jumlah publikasi penelitian dan
literature review diungkapkan oleh Pautasso (2013) yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram konseptual kebutuhan berbagai jenis literature review


berdasarkan pada jumlah publikasi dan jumlah literature review
Metode pengumpulan dan penyeleksian data dalam penelitian ini
menggunakan kaidah systematic review. Penggunaan systematic review bertujuan
untuk mengurangi hasil-hasil penelitian yang bias dengan cara mengidentifikasi,
menilai serta mensintesa seluruh penelitian pada topik tertentu (Uman, 2011). Pada
Gambar 2 disajikan flowchart penyeleksian data dalam penelitian ini yang
dikumpulkan dari berbagai media.

Gambar 2. Flowchart strategi penyeleksian data dan literatur


Flowchart tersebut menggambarkan alur penyeleksian data dalam
penelitian ini. Pada tahapan awal merupakan pencarian pangkal data yang
didapatkan sejumlah 85 data dan literatur dari berbagai media. Selanjutnya
dilakukan proses penyeleksian yang meliputi seleksi duplikasi, identifikasi,
eksklusi dan justifikasi hingga didapat final literatur sebanyak 20 buah.
Keseluruhan literatur yang telah diseleksi kemudian dilakukan proses evaluasi dan
pendalaman materi, sehingga dipastikan sesuai dan dapat menjadi acuan penelitian
ini.
Metode Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam suatu kajian yang
berhubungan dengan kelompok manusia, suatu obyek, set kondisi, suatu sistem
pemikiran maupun suatu peristiwa yang terjadi pada masa sekarang (Nazir, 2005)
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memberikan suatu gambaran umum
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dari adanya proyek
food estate di Kalimantan Barat. Identifikasi kondisi aktual dari adanya proyek food
estate juga dapat dianalisis melalui metode deskriptif kualitatif untuk memberikan
gambaran secara spesifik dan sistematis.
Analisis deskriptif kualitatif sangat cocok untuk digunakan dalam penelitian ini
yang memiliki karakteristik data sekunder. Penggunaan analisis deskriptif kualitatif
dalam penelitian ini melingkupi pembahasan urgensi program food estate untuk
masyarakat, serta kajian dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari adanya
proyek food estate bagi masyarakat di sekitar areal hutan khususnya bagi
masyarakat adat yang terdampak. Selain itu, penggunaan metode ini didasari bahwa
hal ini dapat mengungkap riset yang bersifat kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Urgensi Program Food Estate untuk Masyarakat


Food estate merupakan kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (>25
ha) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang
berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, modal, serta organisasi dan manajemen
modern. Konsep food estate dikembangkan sebagai cadangan logistik strategis
ketahanan pangan baik untuk pertahanan negara maupun sebagai pusat pertanian
pangan. Komoditas pangan yang akan diproduksi di food estate yaitu padi,
singkong, jagung, serta komoditas-komoditas strategis lainnya yang disesuaikan
dengan kondisi lahan dan kebutuhan
Dalam Nota keuangan rancangan anggaran dan pembelanjaan negara (NK
RAPBN) Tahun 2021, dinyatakan bahwa pengembangan food estate akan
diselaraskan dengan program pemberdayaan transmigrasi/petani eksisting dan
investasi small farming yang memiliki luas potensial sebesar 165.000 ha di
Kalimantan Tengah. Lahan ini terdiri dari 85.500 ha lahan produktif dan 79.500 ha
merupakan lahan yang tidak produktif yang sudah ditinggalkan oleh petani.
Kebutuhan anggaran untuk melaksanakan program ini adalah sebesar Rp2,55 triliun
(Kementerian Pertanian, 2020).
Program ini akan mulai dilaksanakan di tahun 2020 dengan fokus pada
aktivitas budidaya pertanian pada lahan seluas 30.000 ha dengan komoditas utama
adalah padi. Pemilihan kawasan eks pengembangan lahan gambut sebagai lahan
program food estate dikarenakan biaya untuk merehabilitasi lahan yang sudah ada
lebih murah yaitu ±Rp 9 juta/Ha daripada harus membuka lahan baru dengan biaya
±30 juta/Ha dan memiliki risiko kerusakan lingkungan. Program food estate akan
dilaksanakan lintas kementerian negara/lembaga.
Adapun beberapa kementerian yang berperan pada periode 2021-2023
adalah sebagai berikut:
1. Kementerian Pertanian, berperan dalam penyediaan sarana produksi dan
pengawalan budidaya.
2. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), berperan
dalam rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi.
3. Kementerian Desa, berperan dalam melakukan revitalisasi lahan transmigrasi
pada kondisi eksisting.
4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), melakukan
konservasi dan rehabilitasi lahan gambut, penataan jelajah habitat satwa, dan
perhutanan sosial.

II. Proyeksi dan Evaluasi Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


dari Program Food Estate di Kalimantan Barat
Program food estate tentunya memiliki dampak baik positif maupun negatif,
berikut pembahasan mengenai dampak program food estate di Kalimantan Barat
secara sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Dampak Sosial dari Program Food Estate
Pengembangan proyek food estate yang sudah dicanangkan sejak rezim
orde baru memang masih dianggap sebagai suatu langkah konkret dalam
penjaminan ketahanan pangan. Akan tetapi, perspektif masyarakat hingga
pemerintah terhadap isu food estate masih sebatas pada pencetakan lahan baru.
Misalnya saja pada beberapa proyek food estate yang selama ini telah digarap oleh
pemerintah antara lain di Ketapang Kalimantan Barat, Balungan, Merauke, Papua,
hingga yang terbaru di Kalimantan Tengah (Sianipar dan Tangkudung, 2021;
Ramadayanti, 2020; Kamim dan Altamaha, 2019, dan Asti, 2016). Wacana
pengembangan proyek food estate selalu berkaitan dengan potensi manfaat sosial
yang timbul dari proyek ini.
Beberapa literatur acuan menegaskan potensi manfaat yang timbul dari
proyek food estate ini. Lahan garapan food estate seluas 4.482 Ha diprediksikan
berkontribusi pada produksi padi hingga 20,8 ribu kg (Asti, 2016). Sejalan dengan
hal tersebut, Sianipar dan Tangkudung (2021) memprediksi potensi produksi beras
dari lahan food estate di Kalimantan Tengah mencapai 60 juta kilogram per 20.000
Ha. Potensi produksi yang ditargetkan tercapai dari proyek food estate tersebut
memang sangat menjanjikan untuk mencapai kemandirian pangan Indonesia.
Manfaat sosial yang diprediksi tercipta dari proyek food estate pun beragam.
Program ini mampu mendorong terbentuknya lapangan kerja (ILO, 2008) yang
secara spesifik menyerap 50 HOK tenaga kerja per hektar (Asti, 2016), atau bahkan
hingga 30.000 tenaga kerja setempat (Setyabudi, 2016). Bukan hanya dari
penciptaan lapangan kerja, food estate juga diharapkan mampu mengurangi
kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat pemerataan
pembangunan, dan mengurangi kesenjangan (Fitriana dan Marni, 2021; Basundoro
dan Sulaeman, 2020; Ramadayanti, 2020).
Tabel 1. Alasan masyarakat setuju dengan pengembangan proyek food estate
Alasan Frekuensi Persentase (%)

Pemberdayaan petani 28 35

Pengoptimalan lahan pertanian 22 27.5

Meningkatkan produktivitas 17 21.25


pertanian

Mencapai swasembada pangan 13 16.25

Jumlah 80 100

Sumber: Fitriana dan Marni (2020)


Hasil penelitian Fitriana dan Marni (2020) secara tegas mengungkapkan,
sekitar 72,5% masyarakat Desa Gandang, Kabupaten Pulang Pisau setuju terhadap
proyek food estate. Terdapat beberapa alasan yang mendasari masyarakat setuju
dengan adanya proyek food estate seperti yang terdapat pada Tabel XX. Alasan
terkuat masyarakat mendukung adanya proyek food estate ini adalah sasaran
program pemberdayaan bagi petani lokal. Selain itu, kedatangan petani transmigran
juga dipercaya akan menjadi faktor pendukung dalam pengembangan proyek food
estate.
Sebaliknya, sejumlah ahli secara tegas menolak keberlangsungan proyek
food estate yang kembali dijalankan oleh pemerintah. Alasan penolakan itu timbul
khususnya karena melihat dampak sosial yang terjadi di masyarakat pasca
keberadaan proyek food estate di sejumlah wilayah. Salah satu bukti yang menjadi
titik kritis penolakan proyek food estate adalah berkaca pada program Merauke
Integrated Food and Energy System (MIFEE) yang menimbulkan sejumlah prahara
di masyarakat.
Rifandini dan Triguswinri (2020) menegaskan bahwa pelaksanaan MIFEE
sebagai bagian dari ketercapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dengan
mengintegrasikan produksi pangan pertanian, perkebunan, dan peternakan
menimbulkan kontradiksi terhadap perlindungan, restorasi, dan pemanfaatan
berkelanjutan ekosistem hutan. Proyek food estate yang dikembangkan di Ketapang
juga menimbulkan konflik lahan, konflik sosial, dan isu politik (Santosa, 2014).
Kajian lainnya tentang proyek food estate di Balungan menunjukkan hal yang lebih
kompleks dimana terjadi kerawanan pangan (Sutawi, 2020), dan sumber pangan
lokal yang semakin dikorbankan (Kamim dan Altamaha, 2019).
Tabel 2. Perbandingan manfaat yang direncanakan dan dampak atas kondisi riil
pengembangan proyek food estate di sejumlah wilayah di Indonesia
Potensi manfaat sosial yang Realita dampak sosial yang timbul
diharapkan

Mengurangi ketimpangan, kemiskinan, Konflik sosial, pembunuhan di antara


dan kesenjangan saudara, dan memperbesar
ketimpangan sosial

Penciptaan lapangan pekerjaan bagi marginalisasi masyarakat lokal di tanah


masyarakat lokal kelahirannya sendiri

Pemberdayaan dan peningkatan taraf Malnutrisi dan beragam penyakit


hidup masyarakat

Menjaga ketahanan pangan nasional Sumber pangan lokal masyarakat adat


yang dikorbankan

Pemerataan pembangunan wilayah dan Jaminan hidup dan keselamatan yang


daerah tidak layak

Memberdayakan petani dan Perampasan tanah ulayat


mengoptimalkan lahan

Sumber: Hasil analisis literature review (2021)


Tabel 2 menggambarkan fakta yang terjadi di tengah-tengah masyarakat atas
adanya ketimpangan antara harapan (das sollen) dan realita (da sein). Ilustrasi ini
dikutip dari sejumlah literatur ilmiah (Sianipar dan Tangkudung, 2021; Fitriana dan
Marni, 2021; Rifandini dan Triguswinri, 2020; Ramadayanti, 2020; Kamim dan
Altamaha, 2019; Santosa, 2014; dan ILO, 2008), serta beberapa argumen
narasumber di sejumlah seminar dalam jaringan (online).
Oleh karena itu, perlu adanya kajian mendalam terhadap pengembangan proyek
food estate di Indonesia. Pertimbangan karakteristik masyarakat, entitas budaya,
dan keanekaragaman pangan lokal harus menjadi konsentrasi utama agar tidak
terjadi lagi konflik sosial yang timbul atas konflik kepentingan. Sudah semestinya
kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dilibatkan dalam proyek-proyek
strategis nasional.
Dampak Ekonomi dari Program Food Estate
Hasil proyeksi menarik dari Dana Moneter Internasional (International
Monetary Fund / IMF) yaitu penurunan 5% ekonomi dunia pada tahun 2020,
didapatkan berdasarkan salah satu faktor yaitu pandemi Covid-19. Situasi tersebut
secara ekonomi dinilai lebih buruk daripada kejadian krisis keuangan global pada
tahun 2008-2009. Sebagian masyarakat Indonesia akan mengalami situasi yang
sama dengan yang dirasakan oleh global, yaitu penurunan harga perdagangan,
minyak, dan komoditas lainnya serta pembatasan perjalanan dan pengangkutan
internasional, memperburuk biaya ekonomi dari pembatasan terkait COVID-19 di
negara-negara miskin (IMF, 2020).
Program food estate ini dibuat untuk mengantisipasi krisis pangan seperti
prediksi Badan Pangan Dunia (FAO) (Bhwana, 2020) dengan menjadikannya
sebagai pusat pertanian pangan untuk cadangan logistik strategis bagi pertahanan
negara. Program tersebut akan menjadi salah satu Program Strategis Nasional
(PSN) 2020-2024. Ketersediaan pangan (availability) masyarakat dipengaruhi oleh
tiga faktor menurut Sianipar B (2021) yaitu produksi pertanian, distribusi, dan
kegiatan ekspor-impor. Ketiga faktor utama tersebut merupakan aktivitas-aktivitas
yang erat kaitannya dengan ekonomi.
Ketersediaan pangan (availability), akses pangan (access), dan Stabilitas
pangan (stability) menjadi faktor utama yang secara ekonomi mempengaruhi harga
pangan, kesejahteraan masyarakat, dan pendapatan negara di sektor pertanian.
Ketersediaan pangan mengalami gangguan yang diprediksi dapat menyebabkan
krisis pangan dan bencana kelaparan. Hal ini dapat dilihat dari proses distribusi
pangan yang sangat terhambat di tengah pandemi dikarenakan Indonesia masih
banyak menggunakan tenaga manusia sehingga protokol yang ketat perlu untuk
ditetapkan. Akses kepada pangan pokok pun menjadi lebih sulit setelah adanya
pandemi covid-19, yang diakibatkan oleh hilang atau berkurangnya pendapatan
masyarakat karena kehilangan pekerjaannya. Stabilitas pangan sulit untuk
didapatkan oleh karena wabah Covid-19 turut mempengaruhi nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS. Situasi tersebut telah berimbas pada semakin mahalnya harga
kebutuhan barang pokok, termasuk bahan pangan, karena sebagian kebutuhan
pokok masih bergantung dari impor (Sandy, 2020).
Analisa Provinsi Kalimantan Tengah sebagai lokasi food estate
menunjukkan potensi yang baik. Berdasarkan hasil tinjauan Sianipar dan
Tangkudung (2021) didapatkan hasil analisis “Pengolahan lahan food estate seluas
20 ribu hektar yang menghasilkan beras sebanyak 60 ribu ton diperlukan biaya
adalah 20 ribu hektar x Rp 16.450.00 = Rp 329 miliar. Dengan asumsi lahan
tersebut dapat ditanami padi dua kali dalam setahun maka diperlukan biaya 658
miliar rupiah per tahun untuk pengolahan lahan padi food estate Kalteng selama
setahun guna menghasilkan 120 ribu ton beras”. Bila ekonomi dengan paradigma
berkelanjutan diterapkan dalam proyek food estate maka terdapat kemungkinan
besar program ini layak dalam analisis ekonominya.
Dampak Lingkungan dari Program Food Estate
Dalam penerapan program food estate sistem pengelolaan lahan yang masih
toleransi terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan sarana
produksi pada usaha tani padi. Penggunaan pupuk pada usahatani ini memang
belum sepenuhnya menggunakan pupuk organik selain menggunakan pupuk
kandang juga masih menggunakan pupuk kimia (Urea) tetapi menggunakan dosis
yang berimbang sehingga masih toleransi terhadap lingkungan (Asti, 2016).
Dari segi lingkungan program food estate sangat memungkinkan akan
menghadapi hambatan dalam memproduksi pangan ada beberapa hambatan muncul
sehingga potensi yang dimiliki tidak dapat didayagunakan secara optimal.
Hambatan yang pertama adalah keterbatasan ketersediaan lahan hal ini disebabkan
terjadinya konversi lahan dan degradasi mutu lahan menyebabkan lahan pertanian
semakin sempit sehingga tata ruang dan peruntukan lahan yang tidak jelas dan
tumpang tindih. Selain itu, infrastruktur yang masih kurang memadai, akses terbatas
terhadap teknologi, pembiayaan yang terbatas dan iklim investasi yang kurang
optimal sehingga kebijakan pemanfaatan komoditas pangan feedstock energi
terbarukan.
Pada kasus program food estate di Kalimantan Barat dikatakan bahwa
kebijakan program tersebut akan merusak fungsi hutan lindung untuk mencegah
banjir dan longsor (Wahyu, 2020). Hal ini disebabkan karena dalam penggunaan
program pemohon diberikan keleluasaan yang penuh dan tidak diharuskan untuk
membuat analisis dampak lingkungan. Pemohon hanya disyaratkan untuk
melengkapi dokumen komitmen dan persyaratan teknis seperti Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) cepat. Seperti tujuan dari adanya program ini merupakan
salah satu upaya pembangunan negara sehingga kemajuan di dunia akan tercapai.
Namun, perlu di ingat pula pembangunan juga perlu memiliki aspek berkelanjutan.
Seperti yang kita tahu bahwa pembangunan berkelanjutan memastikan untuk
pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan
untuk memenuhi kebutuhan. Sangat disayangkan pada konsep ini pembangunan
berkelanjutan tidak menyatakan batasan menerapkan teknologi yang berdampak
terhadap sumberdaya lingkungan. (Rifandini, 2020)
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak lingkungan
yang buruk dari berjalannya program food estate. Salah satunya adalah adanya
peningkatan kualitas investasi yang diarahkan ke inovasi. didukung pula dengan
Blue Print tata Ruang/Tata Guna Lahan yang dalam pembuatannya
mempertimbangkan beberapa aspek salah satunya ada pada poin revitalisasi
lingkungan fisik pendukung untuk siklus hidrologi yang optimal dan berkelanjutan.
Upaya lainnya yang dilakukan adalah pembangunan ekonomi yang berwawasan
lingkungan berkelanjutan dilihat melalui penggunaan sumberdaya terbarukan
sehingga minim polusi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan kajian dan evaluasi program food estate yang diperoleh dari
berbagai literatur pendukung, ditemukan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai
berikut.
1. Dampak dan manfaat sosial dari proyek food estate ini mampu mendorong
terbentuknya lapangan kerja yang secara spesifik menyerap 50 HOK tenaga
kerja per hektar atau bahkan hingga 30.000 tenaga kerja setempat dengan
sasaran program pemberdayaan bagi petani lokal dan petani transmigran
menjadi faktor pendukung dalam pengembangan proyek food estate.
2. Program food estate ini memberikan dampak dan manfaat ekonomi dengan
pengolahan lahan food estate seluas 20 ribu hektar yang menghasilkan beras
sebanyak 60 ribu ton yang menghasilkan sekitar Rp 329 miliar. Dengan asumsi
lahan tersebut dapat ditanami padi dua kali dalam setahun maka diperlukan
biaya Rp. 658 miliar per tahun. dengan paradigma berkelanjutan dalam proyek
food estate terdapat kemungkinan besar program ini layak.
3. Permasalahan dari segi dampak lingkungan meliputi infrastruktur yang masih
kurang memadai, akses terbatas terhadap teknologi, pembiayaan yang terbatas
dan iklim investasi yang kurang optimal. Namun terdapat beberapa kebijakan
serta upaya sudah dilakukan untuk meminimalisir dampak lingkungan dengan
inovasi serta teknologi yang berkelanjutan.

Saran
Sejumlah saran yang dapat menjadi pertimbangan setelah adanya kajian ini,
diantaranya:
1. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dapat mempertimbangkan proyek Food
Estate ini untuk dilanjutkan atau dikembangkan mengingat manfaat yang
dihasilkan bagi masyarakat sangat besar.
2. Perlunya peningkatan produktivitas lahan sawah dan pemanfaatan lahan yang
efektif untuk meningkatkan penerimaan bagi masyarakat, pemerintah maupun
pemilik modal.
3. Perlu adanya pengkajian dari segi lingkungan dengan memberikan inovasi
serta perlindungan terhadap lingkungan sekitar program food estate untuk
mencapai keberlanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Asti. 2016. Analisis kelayakan ekonomi program food estate dalam perspektif
perencanaan wilayah: studi kasus Provinsi Kalimantan Barat. [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Basundoro, A.F. dan Sulaeman, F.H. 2020. Meninjau Pengembangan Food Estate
Sebagai Strategi Ketahanan Nasional Pada Era Pandemi Covid-19. Jakarta
(ID): Lemhannas RI.
Baumeister R.F. dan Leary M.R. 2015. Writing narrative literature reviews.
Med.Writ . 24(4): 311-320. Doi: 10.1037/1089-2680.1.3.311.
Bhwana, P. G. 2020. FAO Warns COVID-19 Pandemic Can Cause Global
Food Crisis.Tempo.URL:https://en.tempo.co/read/1392904/three-more-
doctors-died-of-covid19-bringing-death-toll-to-130-idi. Diakses tanggal 1
Mei 2021.
Fitriana, E. dan Marni. 2021. Transmigran sebagai modal sosial dalam
pengembangan food estate di Kabupaten Pulang Pisau. Jurnal Ilmiah Ilmu
Sosial dan Humaniora. 7(1): 1-14.
IMF J. 2020. A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery. World Econ
Outlook.URL:https://www.imf.org/en/Publications/%0AWEO/Issues/2020
/06/24/WEOUpdateJune2020. Diakses tanggal 10 Maret 2021
[ILO] International Labour Organization. 2008. Promotion of Rular Employment
for Poverty Reduction. Geneva: International Labour Office.
Kamim, A.B.M. dan Altamaha, R. 2019. Modernisasi tanpa pembangunan dalam
proyek food estate di Bulungan dan Merauke. Jurnal Agraria dan
Pertanahan. 5(2): 163-179.
Pautasso, M. 2013. Ten simple rules for writing a literature review. PLOS
Computational Biology. 9(7): 2. Doi:10.1371/journal.pcbi.1003149.
Ramadayanti, Ega. 2020. Upaya perlindungan hak masyarakat adat setelah satu
dasawarsa program MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate)
melalui Citizen Law Suit. Padjadjaran Law Review. 8(2): 15-26.
Rifandini, R. and Triguswinri, K., 2020. PEREMPUAN DAN ALAM DALAM
WACANA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (STUDI
EKOFEMINISME PROYEK MIFEE). Public Policy and Management
Inquiry, 4(1), pp.15-32.
Sandy, F. 2020. Corona & Dolar Picu Masalah Baru: Lonjakan Harga
Pangan CNBC Indonesia. URL:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200324182436-4-147355/corona-
dolar-picu-masalah-baru-lonjakan-harga-pangan. Diakses Tanggal 05 Mei
2021.
Santosa, E. 2014. Percepatan pembangunan food estate untuk meningkatkan
ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Risalah Kebijakan Pertanian
dan Lingkungan. 1(2): 80-85.
Setyabudi, A.N. 2016. Strategi pembangunan pertanian dalam rangka mendukung
program ketahanan pangan di Kabupaten Ketapang. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Publik. 3(2): 1-10.
Sianipar, B. dan Tangkudung, A.G. 2021. Tinjauan ekonomi, politik, dan
keamanan terhadap pengembangan food estate di Kalimantan Tengah sebagai
alternative menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19. Jurnal
Komunikasi, Masyarakat, dan Keamanan. 3(1): 30-41.
Sutawi. 2020. Food estate mewujudkan ketahanan pangan masa pandemi dan pasca
pandemi Covid-19. Kajian Multidisiplin, pp. 365-379.
Uman, L. 2011. Systematic reviews and meta-analyses. Journal of The Canadian
Academy of Child and Adolescent Psychiatry. 20(1): 57–59. Doi:
10.1016/j.revmed.2014.05.011.

View publication stats

You might also like