You are on page 1of 23

ANTITUBERKOLOSIS

( ETAMBUTOL, RIFAMPICIN, ISONIAZID )

DISUSUN OLEH :
A. BAHARUDIN YUSUP (00101021001)
MOCH. ALDI HIDAYATULLOH (0101021032)

AKADEMI KEPERAWATAN BHAKTI HUSADA CIKARANG

JL. RE. Martadinata (BY Pass) Cikarang utara Kab. Bekasi Tahun Ajaran 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memeberikan
rahmat dan hidayah-nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul obat
antituberkolosis dengan tidak adanya hambatan.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
farmakologi. Selain dari itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan lebih bagi penulis dan juga pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini tidak lepas dari dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. ibu UMMU HABIBAH S.kp, M.kep selaku dosen farmakologi dan pembimbing
penulisan makalah farmakologi

2. ibu VIKI HESTIARINI, S.farm,M.si,Apt selaku dosen farmakologi yang telah

membimbing penulis.

Mohon maaf apabila didalam makalah ini masih banyak terdapat kesalah karena kami
menyadari makalah yang kami buat masih jauh dari sempurna. Oleh sebeb itu apabila ada
kritik dan saran yang membangung sangat kami nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.

Cikarang, Februari 2022

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar belakang...................................................................................................................1
B. Tujuan Penulsan.................................................................................................................2
C. Metode penulisan...............................................................................................................2
D. Sistematika penulisan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................3
A. Sejarah singkat para ahli tentang teori obat antituberkolos..............................................3
B. Pengertian golongan obat...................................................................................................4
C . fase pengobatan.................................................................................................................4
D . Jenis- jenis obat................................................................................................................5
E. Indikasi obat.......................................................................................................................9
F. kontraindikasi obat...........................................................................................................10
G. Interaksi obat...................................................................................................................11
H. Cara kerja obat.................................................................................................................11
BAB III APLIKASI PROSES KEPERAWATAN.............................................................13
A. Isoniazid...........................................................................................................................13
B. Rifampicin.......................................................................................................................13
C. Etambutol.........................................................................................................................14
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................16
A. Simpulan..........................................................................................................................16
B. Saran................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pengambilan judul makalah ini dikarenakan masih minimnya


pengaetahuan masyarakat tentang bahayanya penyakit tuberkolosis.
penyakit tuberkolosis merupakan penyakit yange mematikan dun juga
mudah menular kami berharap dengan diambilnya pengkajian makalah
obatantituberkolosis ini bisa membuat masyarakat mengetahui apa saja
obat yang digunakan untuk tuberkolosis.

TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang


dapat menyerang paru dan organ lainnya. Penanggulangan Tuberkulosis yang selanjutnya
disebut Penanggulangan TB adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek
promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan
untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan,kecacatan atau
kematian, memutuskan penularan,mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.

Disebut TB paru adalah bila penyakit mengenai parenkim paru TB ekstra paru adalah
TB tanpa kelainan radiologis di parenkim paru termasuk dalam kelompok ini TB( kelenjar
getah bening mediastinum dan hilus) atau TB dengan efusi pleura .pasien dengan TB paru
dan esa paru dicatat sebagai kasus TB paru TB ekstra paru di beberapa tempat kategorikan
berdasarkan kelainan dan pada lokasi yang paling berat

Tuberkulosis paru ditularkan melalui aerosol atau percikkan dahak infeksius yang
terhirup masuk saluran napas penularan yang mudah inilah yang mendasari hasil survei yang
dilakukan di beberapa negara menghasilkan estimasi bahwa sepertiga penduduk dunia telah
terpapar oleh tuberkolosis meskipun disebutkan hanya 10% dari mereka yang terpapar
menjadi sakit tetapi jumlah besar dan resiko bagi 90% yang tidak sakit untuk menjadi sakit
tetap ada (Bhaatti, 1995)

Obat anti-TB adalah salah satu kelompok paling umum yang mendasari
hepatotoksisitas idiosinkratik di seluruh dunia. 3–5 Insiden hepatotoksisitas yang diinduksi
obat anti-TB sangat bervariasi tergantung pada karakteristik kohort tertentu, rejimen obat
yang terlibat, ambang batas yang digunakan untuk menentukan hepatotoksisitas.

1
2

B. Tujuan Penulsan

1. Tujuan umum
Mahasiswa dan pembaca mampu untuk mengetahui fungsi obat antituberkolosis
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu untuk meningkatkan pengetahuan dan juga mampu memberikan
pelayanan yang maksima terhadap masyarakat tentang obat antituberkolosis

C. Metode penulisan
Pengumpulan Data dan Informasi Data dan informasi yang mendukung penulisan
dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang
relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data
dari skripsi, jurnal, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun Teknik
pengumpulan yaitu :

1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi Pustaka yang
menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai lingkup
kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,
diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut dapat
dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh suatu solusi
dan kesimpulan

D. Sistematika penulisan
Makalah ini terdiri dari empat BAB yaitu BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan
Pustaka yang terdiri dari sejarah singkat ahli yang membahas tentang teori obat BAB III
Aplikasi proses keperawatan dalam pemberian tiga macam obat tersebut. Dan BAB IV
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah singkat para ahli tentang teori obat antituberkolos

Tuberculosis (TBC) merupakan masalah keschatan di dunia yang menyebabkan


gangguan kesehatan pada jutaan orang setiap tahun. TBC merupakan penyakit infeksi
penyebab utama kematian urutan kedua setelah human immunodeficiency virus (HIV). Pada
tahun 2012, terdapat 8,6 juta kasus TBC baru, dan 1,3 juta berakhir dengan kematian (WHO,
2013).

Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya
mengendalikan infeksi ini. Pada pengobatan TBC, World Health Organization (WHO) telah
merekomendasikan penggunaan fixed-dose combination (FDC) karena dapat membantu
kepatuhan pasien dan mencegah terjadinya resistensi obat sehingga dapat mempercepat
keberhasilan program penanggulangan TBC (WHO, 2006)

Dahulu TB sukar sekali disembuhkan karena belum ada obat yang dapat
memusnahkan mycrobacterium basil ini lambat sekali pertumbuhannya dan sangat ulet
karena dinding sel yang mengandung kompleks lipida glikolipid serta lilin yang sulit untuk
ditembus zat kimia. ebagian dari basil ini juga dapat bersembunyi di dalam sel-sel penderita
yang melindungi diri dengan membentuk suatu rintangan kimiawi yang merupakan hambatan
kedua terhadap obat TB mikro bakteri tidak dapat mengeluarkan enzim ekstraseluler maupun
toksin

Terapi kuno hanya terbatas pada penanggulangan gejala penyakit pengobatan dapat
dibantu dengan istirahat lengkap dan diet sehat dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan
vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru yang dapat menyelubungi kuman dan
meningkatkan daya tahan

Terapi modern menggunakan tuberkolostatia dan pada umumnya pasien dapat di


rawat jalan sebagian penderita malahan dapat bekerja sebagaimana biasa biasanya setelah 4
sampai 6 minggu tidak ada bahaya infeksi lagi walaupun seringkali dalam timnya masih
terdapat basil TB.

3
4

Obat antituberkulosis dengan kombinasi dosis tetap atau disingkat dengan OAT-FDC
(sering disebut FDC saja) adalah tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti-TBC
dengan dosis tetap (Depkes RI, 2004)

B. Pengertian golongan obat

Ada 3 jenis golongan obat yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras.

1. Obat Bebas : adalah obat yang dijual bebas dipasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis
tepi berwarna hitam.

2. Obat Bebas Terbatas : adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa dengan
resep dokter, tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat ini adalah
lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam.

3. Obat Keras : adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Ciri-
cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam, dengan
huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi.obat ini hanya boleh dijual diapotik dan harus
dengan resep dokter pada saat membelinya.

C . fase pengobatan

Pengobatan TB paru terdiri dari dua tingkat yaitu fase terapi intensif dan fase
pemeliharaan

a. fase intensif

fase intensif merupakan terapi isoniazid yang dikombinasikan dengan rifampisin dan
juga pyrazinamide Selama 2 bulan untuk menghindari resistensi ditambahkan pula
ethambutol

b. fase pemeliharaan

fase pemeliharaan menggunakan isoniazid bersama rifampisin selama 4 bulan lagi


sehingga seluruh masa pengobatan mencakup 6 bulan telah dibuktikan bahwa kur singkat ini
sama efektifnya dengan kur lama dari 2 + 7 bulan presentase presidennya juga kurang lebih
sama untuk mengurangi efek samping dari isoniazid ada juga diberikan piridoksin terutama
5

bagi lansia penderita dengan gizi buruk wanita hamil dan penderita diabetes untuk
menghindari timbulnya gangguan saraf

D . Jenis- jenis obat

a. Isoniazid

Isoniazid (INH) merupakan obat yang cukup efektif dan murah. Seperti rifampisin, INH
harus diberikan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila ada kontraindikasi. Efek
samping yang sering terjadi adalah neuropati periferyang biasanya terjadi bila ada faktor-
faktor yang meningkatkan risiko seperti diabetes melitus, alkoholisme, gagal gìnjal kronik
dan malnutrisi dan HIV. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin 5-10 mg/hari.
Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.

b. Rifampisin

Rifampisin merupakankomponenkunci dalam setiap regimen pengobatan. Sebagaimana


halnya INH, rifampisin juga sebaiknya selalu diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada
dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada
fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian
pengobatan.

c. Etambutol

Etambutol diberikan dalam sangat bermanfaat untuk TB meningitis pengobatan bila


diduga ada resistensi. Jika Etambutol digunakan dalam regimen diawasi, etambutol diberikan
dengan dosis bovis. Toksisitas hati yang serius kadang otak. Tidak aktif terhadap
Mycobacterium risiko resistensi rendah, obat ini dapat karena penetrasinya ke dalam cairan
dua atau tiga bulan pertama saja.

 Efek samping obat

a. Isoniazid

Efek samping yang sering terjadi adalah neuropati periferyang biasanya terjadi bila
ada faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti diabetes melitus, alkoholisme, gagal gìnjal
6

kronik dan malnutrisi dan HIV. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin 5-10
mg/hari. Efek samping lain seperti

a. hepatitis

b.psikosis sangat jarang terjadi.

c.mual,

d muntah,

e.anoreksia,

f.konstipasi,

g.pusing,

h.sakit kepala,

i.vertigo,

j. neuritis

k.perifer,

l. neuritis

m.optik,

n.kejang,

o.episode

psikosis; reaksi hipersensitivitas seperti :

a.eritema

b.multiform,

c.demam,

d.purpura,

e.anemia,

f.agranulositosis;

g. hepatitis (terutama pada usia lebih dari 35 tahun);


7

h.sindrom SLE,

i.pellagra

j. hiperglikemia

k.ginekomastia,

l.pendengaran berkurang,

m.hipotensi, flushing.

b. Ripamficin

sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum),
tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan
fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama pada pasien dengan
riwayat penyakit hati. Selama fase intermiten (fase lanjutan) dilaporkan adanya beberapa
gejala toksisitas seperti:

a.influenza,

b.sakit perut,

c.gejala pernapasan,

d.syok,

e.gagal ginjal,

f.purpura

g. trombositopenia, dialami oleh 20-30% pasien.

gangguan saluran cerna meliputi:

a.mual,

b.muntah,

c. anoreksia,

d.diare
8

pada terapi intermiten dapat terjadi sindrom influenza seperti:

a. gangguan respirasi (napas pendek),

b. kolaps dan syok,

c. anemia hemolitik,

d. anemia,

e. gagal ginjal akut,

f.purpura trombo-sitopenia;

penggunaan obat ini juga dapat menimbulkan gangguan fungsi hati icterus seperti :

a. flushing,

b..urtikaria,

c.ruam;

efek samping berikutnya adalah gangguan sistem saraf pusat meliputi :

a. sakit kepala dan pusing,

b.kebingungan,

c.ataksia,

d.lemah otot,

e.psikosis.

Efek samping lain seperti :

a.kelemahan otot,

b.miopati,

c.lekopenia,

d.eosinofilia,

e.gangguan menstruasi;

f. warna kemerahan pada urin, saliva dan cairan tubuh lainnya


9

g.tromboplebitis pada pemberian per infus jangka panjang.

c. Etambutol

Toksisitas hati yang serius kadang otak. Tidak aktif terhadap Mycobacterium risiko
resistensi rendah. efek samping etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan
dengan penurunan visus, buta warna dan penyempitan lapang pandang. Efek toksik ini lebih
sering bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal.

E. Indikasi obat

a, Isoniazid

Isoniazida (F.I.): INH isonikotinat ini (1952) mempunyai nama kimia asam
isonikotinat hidrazida INH merupakan hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; tidak berbau, perlahan-lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya. INH mempunyai
kelarutan, mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam kloroform
dan dalam eter.

Isoniazida berkhasiat tuberkulostatik paling kuat terhadap M. tuberculosis (dalam fase


istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraseluler). Obat ini
praktis tidak aktif terhadap bakteri lain. Isoniazida masih tetap merupakan obat kemoterapi
terpenting terhadap berbagai jenis tuberkulosa dan selalu digunakan se- bagai multiple terapi
dengan rifampisin dan pirazinamida

b. Ripamfisin

lihat dosis. untuk pengobatan tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dalam kombinasi dengan obat antituberkulosis lain dan dalam kombinasi dengan
obat antilepra untuk pengobatan lepra dengan mengubah keadaan infeksi menjadi keadaan
noninfeksi. Rifampisin: Rifadin, Rimactane Antibiotikum ini adalah derivat semisin- tetik
dari rifamisin B (1965) yang dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei, suatu jamur tanah
yang berasal dari Prancis Selatan. Zat yang berwarna merah-bata ini bermolekul besar dengan
banyak cincin (makrosiklis).

Rifampisin berkhasiat bakterisid luas ter- hadap fase pertumbuhan M.tuberkulosae


dan M.leprae, baik yang berada di luar maupun di dalam sel. Juga membunuh kuman yang
10

«dormant» selama fase pembelahannya yang singkat. Oleh karena itu sangat penting untuk
membasmi semua basil untuk mencegah kambuhnya TB. Rifampisin juga aktif terhadap
kuman Gram-positif lain dan kuman Gram-negatif (a.l. E.coli, Klebsiella, suku-suku Proteus
dan Pseudomonas), terutama terhadap sta- filokoki, termasuk yang resisten terhadap
penisilin.

c.Etambutol

tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain untuk pengobatan tuberculosis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis; pengobatan yang disebabkan
oleh Mycobacterium avium complex. Myambutol Derivat etilendiamin ini (1961) berkhasiat
spesifik terhadap M. tuberculosa dan M. atipis (termasuk MAI), tetapi tidak terhadap bakteri
lain. Daya kerja bakteriostatiknya sama kuatnya dengan INH, tetapi pada dosis terapi
kurang efektif dibandingkan obat-obat primer. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sintesis RNA pada kuman yang sedang membelah, juga menghalangi
terbentuknya mycolic acid pada dinding sel yang lebih dari 60% terdiri dari lipid

Dosis inisial ethambutol diberikan dalam dosis tunggal harian 15 mg/kgBB/hari.


Pada pasien yang sudah menerima antituberkulosis sebelumnya, dosis tunggal harian
ethambutol menjadi 25 mg/kgBB/hari. 60 hari setelah pemberian ethambutol, turunkan
dosis menjadi 15 mg/kgBB/hari. Dosis lebih tinggi direkomendasikan untuk tatalaksana
meningitis tuberkulosis. Informasi yang diberikan bukanlah pengganti dari nasihat medis.
Selalu konsultasikan pada dokter atau apoteker Anda sebelum memulai pengobatan

F. kontraindikasi obat

a. Isoniazid

penyakit hati yang akut; hipersensitivitas terhadap isoniazid; epilepsi; gangguan


fungsi ginjal dan gangguan psikis

b .Rifampisin

Riwayat hipersensitivitas terhadap rifampicin atau komponen obat lalu


Penggunaan bersama dengan vaksin bakteri hidup seperti vaksin BCG dan Pasien yang
mendapat antivirus seperti atazanavir, darunavir, fosamprenavir, saquinavir, tipranavir

c.Etambutol
11

hipersensitivitas terhadap zat aktif atau zat rambahan obat, neuritis optik, gangguan
visual; anak di bawah 6 tahun

G. Interaksi obat

a. isoniazid

Gangguan fungsi hati: pasien atau keluarganya diberitahu cara mengenal gejala
gangguan fungsi hati dan dinasehatkan untuk segera menghentikan obat dan memeriksakan
diri bila timbul nausea persisten, muntah-muntah, lesu atau ikterus. Interaksi dengan obat;
Peggunaan bersamaan dengan antikonvulsan, sedatif, neuroleptik, antikoagulan, narkotika,
teofilin, prokainamid, kortikosteroid, asetaminofen, aluminium hidroksida, disulfiram,
ketokonazol, obat bersifat hepatotoksik dan neurotoksik. Interaksi dengan makanan; tidak
diberikan bersamaan dengan makanan, alkohol, keju dan ikan.

b. rifampisin

Rifampicin dapat meningkatkan risiko kerusakan hati atau memperparah penyakit jika
digunakan bersama dengan obat ritonavir dan isoniazid. Rifampicin dapat mengurangi
efektivitas dari obat phenytoin dan theophylline. Rifampicin dapat mengurangi efektivitas
dari obat ketoconazole dan enalapril. Rifampicin tidak berfungsi maksimal jika digunakan
bersama dengan antasida.

c. etambutol

Ethambutol tidak diberikan bersamaan dengan vaksin hidup seperti vaksin BCG atau
vaksin Thyphoid karena mengurangi efek terapeutik vaksin. Interaksi obat ethambutol
dengan leflunomide, mipomersen, teriflunomide akan meningkatkan risiko toksisitas hepar,
sehingga tidak dianjurkan menggunakan obat ini bersamaan

H. Cara kerja obat

a. isoniazid

I soniazid tidak boleh digunakan sembarangan. Sebelum mengonsumsi isoniazid, Anda


perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
12

a. Jangan mengonsumsi isoniazid jika Anda memiliki alergi terhadap obat ini.
b. Beri tahu dokter mengenai riwayat penyakit Anda, terutama jika pernah atau sedang
menderita penyakit hati, penyakit ginjal, neuropati perifer, diabetes, HIV/AIDS,
kejang, psikosis , atau kecanduan alkohol.
c. Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama menjalani pengobatan dengan
isoniazid karena dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi hati.
d. Beri tahu dokter jika Anda berencana untuk melakukan vaksinasi dengan vaksin
hidup, seperti vaksin kolera, selama menjalani pengobatan dengan isoniazid. Hal ini
karena obat ini dapat menurunkan efektivitas dari vaksin yang diberikan.
e. Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat-obatan lain, termasuk suplemen
dan produk herbal.

b. rifampisin

Obat ini bekerja dengan cara membunuh bakteri penyebab infeksi. Penyakit akibat
infeksi bakteri yang dapat diobati dengan rifampicin antara lain tuberkulosis (TBC) dan
kusta. Selain itu, rifampicin juga digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri
H. influenza tipe B (Hib) dan N. meningitidis yang tidak memunculkan gejala
(asimptomatik).

Mekanisme kerja rifampicin adalah menginhibisi enzim RNA polimerase DNA-


dependent, dengan cara mengikatkan diri kepada subunit beta, yang kemudian akan
menghalangi transkripsi RNA, dan mencegah sintesis protein bakteri sehingga
mengakibatkan kematian sel bakteri. Hal inilah yang menjadikan obat rifampicin memiliki
sifat bakterisidal, dan sebagai inducer enzim yang poten

c. etambutol

Ethambutol bekerja sebagai antibiotik dan antituberkulosis dengan cara menghambat


enzim arabinosyl transferase mycobacteria yang terlibat dalam pembentukan dinding sel
bakteri. Hal ini menyebabkan terhentinya metabolisme sel yang berujung pada kematian
bakteri mycobacterium

Mekanisme kerja ethambutol bekerja dengan cara menghambat arabinosyl transferase


yang memiliki peranan penting dalam pembentukan dinding sel mycobacterium. Arabinosyl
13

transferase merupakan enzim yang diperlukan dalam reaksi polimerisasi arabinoglycn pada
dinding sel dari arabinogalactan dan lipoarabinomannan dan dikode oleh operon embCAB
BAB III
APLIKASI PROSES KEPERAWATAN

A. Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinilhidrazida, merupakan antibiotik yang digunakan dalam


pengobatan tuberkulosis. Obat ini digunakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap dengan
beberapa obat lain antara lain rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin

Isoniazid adalah obat yang termasuk dalam kelompok agen antituberkulosis.


Kelompok obat-obatan ini bekerja dengan cara mematikan Mycobacterium tuberculosis,
bakteri penyebab TBC.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi serius yang mudah menular ke orang lain.
Infeksi TBC yang berlanjut juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain, seperti tulang, mata,
sistem saraf, hingga otak. Kondisi ini disebut TB ekstra paru. Isoniazid juga berguna untuk
mengatasi tuberkulosis pada paru-paru maupun organ lain. Namun, pasien TBC
membutuhkan pengobatan yang menyeluruh dan efektif guna menyembuhkan infeksi hingga
tuntas.

Cara Penggunaan :

Dosis isoniazid yang diresepkan dokter dapat berbeda pada tiap pasien. Berikut ini adalah
dosis isoniazid berdasarkan usia pasien:

a. Dewasa: 5 mg/kgBB hingga 300 mg per hari, sekali sehari. Bisa juga diberikan 15
mg/kgBB hingga 900 mg per hari, 2–3 kali seminggu.
b. Anak-anak: 10–15 mg/kgBB hingga 300 mg per hari, sekali sehari. Bisa juga
diberikan 20–40 mg, hingga 900 mg per hari, 2–3 kali seminggu.

B. Rifampicin

Rifampicin atau rifampin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati
beberapa penyakit akibat infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara membunuh bakteri
penyebab infeksi. Penyakit akibat infeksi bakteri yang dapat diobati dengan rifampicin antara
lain tuberkulosis (TBC) dan kusta. Selain itu, rifampicin juga digunakan untuk mencegah dan

13
14

mengobati infeksi bakteri H. influenza tipe B (Hib) dan N. meningitidis yang tidak
memunculkan gejala (asimptomatik).

Rifampisin, yang dikenal juga sebagai rimapin, adalah suatu antibiotik yang
digunakan untuk mengobati beberapa jenis Bakteri patogen, termasuk di antaranya
tuberkulosis, Mycobacterium avium complex, lepra, dan legionellosis

Obat rifampicin termasuk dalam golongan obat resep sehingga tidak dapat dibeli
secara bebas dan harus mendapatkan resep dari dokter. Salah satu obat yang mengandung
rifampicin adalah Pro Tb 4 generic – 28 kaplet (Rp 276.300). Manfaat dari obat ini umumnya
untuk mengatasi infeksi dari penyakit TBC dan kusta serta mencegah infeksi meningitis.
Obat ini dapat dikonsumsi oleh orang dewasa dan anak-anak. Obat ini tersedia dalam
beberapa bentuk kemasan antara lain kapsul, tablet dan sirup.

Cara Pemberian :

Gunakan rifampicin sesuai dengan anjuran dokter atau informasi yang tertera pada
kemasan. Rifampicin sebaiknya dikonsumsi saat perut kosong, yaitu 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan. Minumlah rifampicin bersama dengan segelas air. Jika sulit
mengonsumsi rifampicin kapsul, buka kapsul tersebut dan taburkan di sendok kemudian
minum bersama air. Jika diresepkan rifampicin sirop, kocok terlebih dahulu sebelum
diminum. Gunakan sendok takar yang disertakan di dalam kemasan.

C. Etambutol

Ethambutol merupakan salah satu antibiotik dan antituberkulosis yang digunakan


sebagai terapi untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium seperti
Mycobacterium tuberculosis seperti tuberkulosis paru atau ekstraparu, M. kansasii, dan
sebagian strain Mycobacterium avium complex (MAC).

Ethambutol adalah obat antibiotik dengan fungsi untuk menghentikan pertumbuhan


bakteri. Ethambutol digunakan dengan obat lain untuk mengobati tuberculosis (TB).
Ethambutol bersifat bakteriostatis. Mekanisme ini terletak pada kemampuan untuk
menghambat biosintesis dinding sel mycobacterium yang menyebabkan kegagalan
metabolisme sel, menghentikan multiplikasi serta kematian sel.
15

Antibiotik ini hanya mengobati infeksi bakteri. Antibiotik ini tidak akan bekerja untuk
mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus seperti flu dan pilek biasa.
Penggunaan yang tidak sesuai dan penyalahgunaannya dapat menyebabkan berkurangnya
efektivitas obat.

Cara Pemberian

Ethambutol dapat dikonsumsi menggunakan mulut sebelum maupun sesudah makan,


biasanya sekali sehari atau seperti yang diresepkan oleh dokter. Apabila seseorang
mengonsumsi juga obat-obatan antasid yang mengandung aluminum, maka konsumsilah obat
ini setidaknya 4 jam sebelum obat antasid tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan

Tuberkolosis adalah sebuah penyakit paru yang sangat menular bahkan penyakit ini
dikategorikan sebagai salah satu penyakit berbahaya didunia karena banyak orang meninggal
karena penyakit ini. Penyakit tuberkolosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
yang menular melalui aerosol dari membrane mukosa paru-paru individu yang telah
terinfeksi.

Antituberkolosis adalah obat untuk penyakit TB paru yang menular obat ini adalah
obat kombinasi beberapa antibiotic obat ini memiliki tiga fungsi yaitu membunuh,
mensterilisasi, dan mencegah resistensi virus. Antituberkolosis merupakan obat yang harus
dikontrol penggunaannya agar bisa mencapai kesembuhan.

Pengobatan TBC di Indonesia ada dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan,
tahap intensif dilakukan pada 2 bulan pertama dan tahap lanjutan dilakukan pad 4 bulan
berikutnya.

B. Saran

Semoga dangan ditulisnya makalah ini bisa menambah wawasan kita terhadap
penyakit tuberkolosis. Dan diharapkan agar tetap menjaga Kesehatan agar terhindar dari
penyakit yang tidak diinginkian.

Diharapkan juga kita bisa mengerti apa itu antituberkolosis agra bisa mengetahui cara
peng-aplikasiannya dan juga cara pemberiannya agar mencapai tarap kesembuhan yang
maksimal.

16
17

DAFTAR PUSTAKA
Dra. Rita Endang, Apt., M.Kes. 2014. INFORMATORIUM OBAT NASIONAL INDONESIA. Jakarta:
Badan POM.

Lestari, Siti , MN. 2016. Farmakologi Dalam Keperawatan. Jakarta: PPSDM Kemenkes RI

Dr.Iskandar Junaidi. 2019. Panduan Obat & Suplemen Indonesia. Yogyakarta: Rapha Publishing

Jansen Parlaungan, SSi, M.Kes. 2012 . FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDERITA TB


PARU OUT MINUM OBAT ANTI TUBERKOLOSIS. Yayasan Muhammad Zaini

Rohman, A.,2015, Analisis Obat, Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.


18

You might also like