Professional Documents
Culture Documents
Pernapasan
Pernapasan
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Anatomi merupakan ilmu yang mempelajari struktur jaringan dan
organ pada makhluk hidup serta hubungannya dengan bagian tubuh yang
lain. Untuk memahami fungsi dari suatu organ dalam tubuh suatu makhluk
hidup, sangatlah penting untuk terlebih dahulu memahami bagaimana
struktur dari organ-organ tersebut, hal ini dikarenakan anatomi dan fisiologi
dari makhluk hidup sangatlah berkaitan satu sama lainnya (Handayani,
2021).
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbondioksida ke lingkungan. Pernapasan adalah proses
ganda yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau pernapasan
dalam dan yang terjadi didalam paru-paru pernapasan luar. Pernapas luar
yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
Pernapasan dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran
darah ke sel-sel tubuh (Safrida, 2018).
Pernapasan atau respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan
O2. Kemudian oksigen yang ada diluar tubuh, dihirup (respirasi) melalui
organ-organ pernapasan dalam keadaan tertentu. Bila tubuh kekurangan
karbondioksida (CO2) maka tubuh berusaha mengeluarkan dari dalam
tubuh dengan cara menghembuskan napas (respirasi) terjadinya
kesetimbangan antara oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Respirasi
atau pernapasan melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan
pergerakan pasif O2 dan atmosfir ke jaringan untuk menunjang
metabolisme sel serta pergerakan pasif CO2 selanjutnya yang merupakan
produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfir adapun organ
pernapasan terdiri dari hidung, laring, trakea, bronkus dan paru-paru (Arif,
2018).
Mencit (Mus musculus) dari kelas mamalia, hewan tersebut cukup
sering digunakan untuk dibedah karena keberadaannya. Mencit adalah
hewan yang relatif mudah didapatkan dan tidak sulit untuk ditemukan. Oleh
karena itu dilakukan praktikum Anatomi dan Fisiologi dengan mempelajari
anatomi dari hewan ini dapat dilihat konversi perbandingan dengan anatomi
manusia sehingga dapat dipelajari pula bagaimana evolusi bekerja pada
hewan tersebut (Dial et al. 2017).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud percobaan pada praktikum ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami anatomi sistem respirasi
2. Untuk mengetahui fungsi dan bagian-bagian sistem respirasi serta organ
penyusunnya.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan pada praktikum ini yaitu:
1. Mampu mengenal serta mengamati anatomi sistem respirasi
2. Mampu mengenal fungsi sistem respirasi
I.3 Prinsip Percobaan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan mencit sebagai hewan uji
yang dibedah bagian dada sampai bagian perut kemudian diamati alat
respirasi pada mencit yaitu dari faring, laring, trakea, bronkus dan alveolus
yang kemudian dibandingkan dengan sistem respirasi pada manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Sistem Pernapasan
Pernapasan adalah saluran proses ganda yaitu terjadinya pertukaran
gas di dalam jaringan (pernapasan dalam), yang terjadi di di dalam paru-
paru disebut pernapasan luar. Pada pernapsan melalui paru-paru atau
respirasi eksternal, oksigen (O2) dihisap melalui hidung dan mulut. Udara
ditarik ke dalam paru-paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar
paru-paru pada waktu mengeluarkan napas (Pearce, 2009).
II.1.2 Anatomi Pernapasan
Menurut Pearce (2009) organ-organ respirasi pada saluran
pernapasan yaitu:
a. Nares Anterior
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung.
Saluran-slauran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang
bersambung dengan kulit.
b. Rongga Hidung
Ronga hidung dilapisi selaput lendir yang sayang kaya akan pembuluh
darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus
yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
c. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut
(orofaring), dan di belakang laring (faring-laringed).
d. Laring (tenggorok)
Laring terletak di depan bagian terendah farin yang memisahkannya
dari kolumna vertebrata, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata
servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.
e. Trakea
Trakea atau barang tenggorok kira-kira sembilan sentimeter
panjangnya. Trakea berjalan dari laring kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki).
Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap
berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea, selain itu juga
mamuat beberapa otot.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan
oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang
terletak di dalam medistinum.
g. Bronkus Pulmonalis
Bronkus Pulmonalis, trakea terbelah menajdi dua bronkus utama,
bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya
menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan
beranting lagi banyak sekali.
Menurut Guyton (2001), faktor yang mempengaruhi pernapasan,
antara lain:
1. Perkembangan (usia)
Saat bayi lahir, terjadi perubahan system pernapasan menjadi terisi
udara dan paru mengalami pengembangan. Selain itu, perubahan terjadi
pula pada laju pernapasan. Pada bayi, dada berbentuk bulat (tong) dan
semakin lama sisi antero posterior semakin kecil dibandingkan sisi
mediolateral. Pada orang tua, terjadi perubahan bentuk toraks dan laju
pernapasan.
2. Kebiasaan Merokok
Salah satu dari gaya hidup masa kini yaitu kebiasaan merokok
dengan kira-kira 90% dari kanker paru-paru timbul sebagai akibat dari
penggunaan tembakau. Risiko kanker paru-paru mningkat dengan
jumlah rokok yang dihisap melalui waktu, dokter-dokter merujuk risiko ini
dalam hal sejarah merokok bungkus tahunan (jumlah dari bungkus-
bungkus rokok yang dihisap perhari dialikan dengan jumlah tahun-tahun
penghisapan). Contohnya, seorang yang telah merokok dua bungkus
rokok per hari untuk 10 tahun mempunyai suatu sejarah 20 bungkus
tahunan.
4. Obat-obatan Narkotik
Seperti morfin dan meperidin hidroklorida (Demerol) menurunkan
frekuensi dan kedalaman pernapasan karena mendepresi pusat
pernapasan pada medulla.
5. Lingkungan
Ketinggian tempat, suhu (panas dan dingin), dan polusi dapat
memengaruhi oksigenasi, semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah
tekanan oksigen (PaO2) pada pernapasan individu.
II.1.3 Mekanisme Pernapasan
Menurut Irianto (2008), mekanisme terjadinya pernapasan terbagi dua
yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
Sebelum menarik napas (inspirasi) kedudukan diafragma melengkung
ke arah rongga dada, dan otot-otot dalam keadaan mengendur. Bila otot
diafragma berkontraksi, maka diafragma akan mendatar. Pada waktu
inspirasi maksimum, otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang
rusuk terangkat. Keadaan ini menambah besarnya rongga dada.
Mendatarnya diafragma dan terangkatnya tulang rusuk, menyebabkan
rongga dada bertambah besar, diikuti mengembangnya paru-paru,
sehingga udara luar melalui hidung, melalui batang tenggorok (bronkus),
kemudian masuk ke paru-paru.
2. Ekspirasi (menghembus napas)
Bila otot antar tulang rusuk dan otot diafragma mengendur, maka
diafragma akan melengkung ke arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk
akan kembali ke posisi semula. Kedua hal tersebut menyebabkan rongga
dada mengecil, akibatnya udara dalam paru-paru terdorong ke luar. Inilah
yang disebut mekanisme ekspirasi.
II.1.4 Mekanisme Pertahanan Pernapasan
Mekanisme pertahanan meliputi penyaringan udara (filtrasi) oleh bulu-
bulu hidung, filtrasi ini akan membebaskan udara dari debris berupa
partikel-partikel yang lebih besar dari 10 mm. Partikel berukuran sekitar 10
mm akan menempel pada sputum nasal, konka, tonsil, dan kelenjar
adenoid. Partikel yang berukuran antar 0,2-5 mm akan mampu melewati
filtrasi hingga berada pada jalan napas yang lebih kecil. Faktor lain yang
diperlukan yaitu pembersihan mukosiliaris (mukus) merupakan sekresi
saluran pernapasan yang dihasilkan oleh kelenjar submukosa, sel goblet,
dan cairan transudat dan jaringan sel clara. Mukus akan melembabkan
udara pernapasan, menangkap, dan menyingkirkan pertikel asing yang
terhirup, serta melindungi selaput lendir dari trauma fisik, kimia, dan
mikroorganisme berbahaya. Gerakan mukosilier paru mengarah ke atas
(faring) dan dilakukan terus-menerus, menyebabkan mukus bergerak ke
atas dengan kecepatan 1 cm/menit ke arah faring. Kemudian mukus dan
partikel yang dijerat oleh mukus akan dibatukkan ke luar atau ditelan
(Tamsuri, 2008).
II.1.5 Fisiologi Pernapasan
Pada proses respirasi dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu ventilasi
pulmonal, difusi dan transportasi. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar
masuknya udara antara atmosfer dan alveoli paru-paru. Difusi adalah
proses pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara alveoli
dan darah. Sedangkan transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan
CO2) dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel. Proses fisiologis
respirasi dibagi menjadi tiga stadium, yaitu difusi gas-gas antara alveolus
dengan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan darah sistemik dengan
sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus, dan
reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah (Somantri, 2008).
Pada proses ventilasi udara bergerak masuk dan keluar paru-paru
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus
akibat kerja mekanik otototot. Selama inspirasi volume toraks bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi otot yaitu
otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus, dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga atau sternum ke
atas (Somantri, 2008).
Proses bernapas merupakan proses yang kompleks dan tergantung
pada perubahan volume yang terjadi pada rongga toraks dan perubahan
tekanan. Tekanan yang berperan dalam proses bernapas adalah tekanan
atmosfir yaitu tenakan tekanan udara luar, besarnya sekitar 760 mmHg.
Tekanan ini diakibatkan karena kandungan gas yang berada di atmosfir.
Tekanan intrapulmonari atau intraalveoli yaitu tekanan yang terjadi dalam
alveoli paru-paru. Ketika bernapas normal atau biasa terjadi perbedaan
tekanan dengan atmosfir. Pada saat inspirasi tekanan intrapulmonari 759
mmHg, lebih rendah 1 mmHg dari atmosfir dan pada saat ekspirasi
tekanannya menjadi lebih tinggi +1 mm Hg menjadi 761 mmHg. Tekanan
intrapulmonary akan meningkat ketika bernapas maksimum, pada inspirasi
perbedaan tekanan dapat mencapai -30 mmHg dan ekspirasi +100 mmHg.
Tekanan intrapleura yaitu tekanan yang terjadi pada rongga pleura yaitu
ruang antara pleura parietalis dan viseralis, besarnya tekanan ini kurang
dari tekanan pada alveoli atau atmosfer sekitar –4 mmHg atau sekitar 756
mmHg pada pernapasan biasa dan dapat mencapai –18 mmHg pada
inspirasi dalam atau kuat (Tarwoto, 2009).
II.1.6 Patofisiologi Pernapasan
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfir,
kemudian oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti
hidung atau mulut, faring, laring dan selanjutnya masuk ke organ
pernapasan bagian bawah seperti trakhea, 17 bronkus utama, bronkhus
sekunder, bronkhus tersier (segmental), terminal bronkhiolus dan
selanjutnya masuk ke alveoli (Tarwoto, 2009).
Udara dari luar diproses di hidung, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat
epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga
makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis
terbuka begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring maka kita
mendapat serangan batuk, untuk mencoba mengeluarkan makanan
tersebut dari laring. Selain itu dibantu oleh adanya silia (bulu-bulu getar)
yaitu untuk menyaring debu-debu, kotoran dan benda asing. Adanya benda
asing/kotoran tersebut memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan
silia sehingga terjadi bersin dan batuk. Akibatnya benda asing/kotoran
tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dengan kejadian
tersebut di atas udara yang masuk ke dalam alat-alat pernapasan benar-
benar bersih. Tetapi kalau kita bernapas melalui mulut, udara yang masuk
ke dalam paru-paru tidak dapat disaring, dilembabkan/dihangatkan, ini bisa
mengakibatkan gangguan terhadap tubuh. Dan sel-sel bersilia dapat rusak
apabila adanya gas beracun dan dalam keadaan dehidrasi (Syaifuddin,
2006).
Seperti diketahui, saluran napas manusia bermula dari mulut dan
hidung, lalu bersatu di daerah leher menjadi trakea (tenggorok) yang akan
masuk ke paru. Di dalam paru, satu saluran napas trakea itu akan
bercabang dua, satu ke paru kiri dan satu lagi ke paru kanan. Setelah itu,
masing-masing akan bercabang-cabang lagi, makin lama tentu makin kecil
sampai 23 kali dan berujung di alveoli, tempat terjadi pertukaran gas,
oksigen (O2) masuk ke pembuluh darah, dan karbon dioksida (CO2)
dikeluarkan (Octavina, 2014).
II.1.7 Gangguan Sistem Pernapasan
Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas. Infeksi saluran pernapasan jauh lebih sering
terjadi dibandingkan dengan infeksi sistem organ yang lain (Price & Wilson,
2005). Macam-macam kelainan dan gangguan yang umum pada sistem
pernapasan menurut Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem
Pernapasan (2016) antara lain:
1. Asma
a. Definisi
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2015, asma
didefinisikan sebagai suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakteristik
oleh adanya inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan
oleh adanya riwayat gejala gangguan pernapasan seperti mengi, nafas
terengah-engah, dada terasa berat/tertekan dan batuk, yang bervariasi
waktu dan intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran udara yang
bervariasai.
b. Patofisiologi
Para ahli mengemukakan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi
pada saluran nafas, yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi dan
respon yang berlebihan terhadap rangsanagn (hyperresponsiveness).
Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan
penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya
terjadi hiperinflasi distal, perubahan mekanis paru-paru, dan meningkatnya
kualitas bernafas. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi mukus.
2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
a. Definisi
Menurut “The National Hearth, Lung, and Blood Institute (NHLBI)” dan
WHO, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD=PPOK)
didefiniskan sebagai penyakit yang bisa dicegah atau diatasi, yang
dikarakteristir dengan adanya keterbatasan aliran udara yang menetap,
yang biasanya bersifat progresif, dan terkait dengan adanya respon
inflamasi kronis saluran napas dan paru-paru terhadap gas atau partikel
berbahaya. Serangan akut dan komorbiditas berpengaruh terhadap
keparahan penyakit secara keseluruhan.
b. Patofisiologi
Dua gambaran klinis yang terjadi pada PPOK adalah bronkithis kronis
atau emfisema.
a) Bronkithis kronis
Secara normal silia dan mucus di bronkus melindungi dari inhalasi
iritan, yaitu dengan menangkap dan mengeluarkannya. Iritasi yang terus-
menerus seperti asap rokok atau polutan dapat menyebabkan respon yang
berlebihan pada mekanisme pertahanan ini. Asap rokok menghambat
pembersihan mukosiliar (mucociliary clearance). Iritasi asap rokok juga
menyebabkan inflamasi bronkiolus (bronkiolitis) dan alveoli (alveolitis).
Akibatnya makrofag dan neutrophil berinfiltrasi ke epitel dan memperkuat
tingkatan kerusakan epitel. bersama dengan adanya produksi mucus terjadi
sumbatan bronkiolus dan alveoli. Dengan banyak mucus yang kental dan
lengket serta menurunnya pembersihan mukosiliar menyebabkan risiko
infeksi.
b) Emfisema
Pada emfisema terjadi kerusakan dinding dalam asinus sehingga
permukaan untuk pertukaran gas berkurang. Tipe emfisema sentritobular
adalah yang berkaitan dengan PPOK. Emfisema tipe ini menyerang dinding
bronkiolus. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, dan bergabung
dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
3. Rintis Alergi
a. Definisi
Rinitis Alergi adalah inflamasi pada membran mukosa nasal yang
disebabakan oleh penghirupan senyawa alergik yang kemudian memicu
respon imunologi spesifik yang melibatkan antibodi immunoglobulin E (IgE).
b. Patofisiologi
Alergen akan berikatan dengan sel T yang akan mengaktifkan sel B
menjadi sel plasma yang memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE akan
berikatan dengan reseptornya dipermukaan sel mast. Paparan antigen
berikutnya akan berikatan dengan IgE yang sudah berikatan dengan sel
mast. Ikatan crosslinking antara antigen dengan IgE akan memicu
pelepasan mediator dari sel mast, seperti histamine, yang menyebabkan
berbagai gejala alergi.
4. Batuk
a. Definisi
Batuk adalah proses ekspirasi (penghempusan nafas) yang eksplosif
yang memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan
saluran pernapasan dari adanya sekresi atau benda asing yang
mengganggu.
b. Patofisiologi
Batuk diawali dengan insipirasi dalam diikuti dengan penutupan
glottis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan glottis yang
menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan positif pada intra toraks yang
menyebabkan penyempitan trakea. Kekuatan eksplosif menyapu secret
dan benda asing yang ada di saluran nafas.
5. Bronkithis
a. Bronkithis akut
1) Definisi
Bronkithis akut merupakan kejadian infeksi saluran pernapasan yang
paling sering yang disebabkan oleh 95% infeksi virus dan 5-20% infeksi
bakteri.
2) Patofisiologi
Bronkithis akut dikarakterisir oleh adanya infeksi pada cabang
trakeobronkial. Infeksi ini menyebabkan hipermia dan adema pada
membran mukosa, yang kemudian menyebabkan peningkatan sekresi
bronkial. Karena adanya perubahan pada membran mukosa ini, maka tejadi
kerusakan pada lapisan pembersihan mukosiliar.
b. Bronkithis Kronis
1) Definisi
Deskripsi standar tentang bronkithis kronis adalah batuk berdahak
yang terjadi selama 2 sediktinya 3 bulan dalam setahun untuk 2 tahun
berturut-turut.
2) Patofosiologi
Pasien bronkithis kronis lebih kerap mengalami infeksi saluran nafas
karena terjadinya kegagalan pembersihan mukosiliar terhadap inhalasi
kronis berbagai senyawa iritan. Faktor adanya kegagalan pembersihan
mukosiliar adalah adanya proliferasi sel goblet (sel yang memproduksi
mucus) dan pergantian epitel yang bersilia dan yang tidak bersilia. Hal ini
menyebabkan ketidakmampuan bronkus pada penderita bronkithis kronis
untuk membersihkan dahak yang kental dan lengket.
Menurut Respirologi (2015) gangguan pada sistem pernapasan yang
lain yaitu:
1. Tuberkulosis Paru
a. Definisi
Tuberkulosis Paru (TBC) adalah penyakit radang parenkim paru
karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.
b. Patofisiologi
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita TBC kepada orang lain. Droplet yang mengandung hasil TBC
yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara hingga kurang lebih
dua jam tergantung pada kualitas ventilasi ruangan. Droplet akan
terdampar pada dinding sistem pernapasan. Droplet besar akan masuk
ke dalam sistem pernapasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke
dalam alveoli.
2. Salesma
Salesma adalah penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas
yang disebabkan oleh virus, walaupun tidak jarang bakteri juga sebagai
penyebab.
3. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru
yang disebabkan oleh mikoroorganisme bakteri, virus, jamur, parasite,
namun pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena
paparan fisik seperti suhu atau radiasi.
b. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara dari
atmosfer, juga dapat melalui aspirasi dari nasofaring atau orofaring, tidak
jarang secara perkontunitatum dari daerah disekitar paru, ataupun
melalui penyebaran secara heterogen.
II.1.8 Alat Spirometer
Struktur kimia :
1. SKEMA KERJA
Disiapkan hewan coba
mencit
Dibersihkan mencit
menggunakan alkohol pada
permukaan tubuh mencit
2.
Eter
3.
4.
5.
7.
Membersihkan mencit
menggunakan alkohol pada
permukaan tubuh mencit
8.
Membedah mencit
menggunakan bisturi
9.
10
Mengamati Organ-organ
pernapasan
3. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN