You are on page 1of 30

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM ANATOMI DAN FARMAKOLOGI


“SISTEM SARAF PUSAT”

OLEH :
KELOMPOK II (DUA)
TRANSFER A 2022

ASISTEN : AYU LESTARI

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK


PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tubuh manusia merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ.
Suatu sistem organ terdiri dari berbagai organ tubuh atau alat-alat tubuh.
Dalam melaksanakan kegiatan fisiologisnya diperlukan adanya hubungan
atau kerjasama antara alat-alat tubuh yang satu dengan yang lainnya. Agar
kegiatan sistem-sistem organ yang tersusun atas banyak alat itu berjalan
dengan harmonis (serasi), maka diperlukan adanya sistem pengendalian
atau pengatur. Sistem pengendali itu disebut sebagai sitem koordinasi
(Nurhayat, P. 2017).
Setiap tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf, sistem indera, dan
sistem endokrin. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap
terhadap adanya perubahan keadaaan lingkungan yang merangsangnya.
Semua kegiatan tubuh manusia dikendalikan dan diatur oleh sistem saraf.
Sebagai alat pengendali dan pengatur kegiatan alat-alat tubuh, susunan saraf
mempunyai kemampuan menerima rangsang dan mengirimkan pesan-pesan
rangsang atau implus saraf ke pusat susunan saraf, dan selanjutnya
memberikan tanggapan atau reaksi terhadap rangsang tersebut. Impuls saraf
tersebut dibawah oleh serabut-serabut saraf (Nurhayat, P. 2017).
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang berfungsi
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun
dalam. Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf
adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsangan atau
tanggapan. (Taqiyah, 2013). Sistem saraf tersusun oleh komponen-
komponen terkecil yaitu sel-sel saraf atau neuron. Neuron inilah yang
berperan dalam menghantarkan impuls (rangsangan). Seluruh kegiatan
tubuh manusia diatur oleh pusat susunan saraf atau SSP yaitu otak dan
sumsum tulang belakang (Sitorus, 2014).
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medulla spinalis,
yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Bagian
fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai
penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia
yang menunjang secara mekanik dan metabolik. Sistem saraf pusat meliputi
otak dan sumsum tulang belakang. Otak merupakan pusat koordinasi dalam
tubuh, yang terletak di dalam tulang tengkorak dan diselubungi oleh jaringan
yang disebut selaput meninges (Bahrudin, 2013).
Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan
mengubah tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang
mempengaruhi SSP dapat bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi,
penyimpanan atau pengakhiran kerja neurotransmitter. Obat-obat lain dapat
memacu atau menghambat reseptor post sinaptik yang memberikan tujuan
umum SSP dengan fokus pada neurotransmitter yang terkait dalam
penggunaan obat-obat SSP dalam klinik (Mycek, 2013).
Pengetahuan tentang sistem saraf pusat dalam dunia kefarmasian
sangat penting untuk dapat mempelajari karakteristik obat secara
efisien,akurat dan dapat memberikan efek terapi dengan mengetahui efek
fisiologis obat yang dihasilkan ketika masuk kedalam tubuh.
Oleh karena itu, dilakukan percobaan dengan menggunakan hewan
uji/coba mencit (mus musculus). Hewan tersebut akan diberikan senyawa
obat dengan beberapa konsentrasi yang berbeda sehingga kita dapat
mengetahui efek yang ditimbulkan oleh masing-masing konsentrasi senyawa
obat tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
cara mengamati dan membedakan secara langsung efek yang timbul akibat
perangsangan dan penekanan sistem saraf baik SSP maupun SSO (saraf
simpatis dan parasimpatis) serta memahami hubungan antara epilepsi dan
sistem saraf pusat.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu mengamati dan membedakan
secara langsung efek yang timbul akibat perangsangan dan penekanan
sistem saraf baik SSP maupun SSO (saraf simpatis dan parasimpatis) serta
memahami hubungan antara epilepsi dan sistem saraf pusat.
1.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu untuk penentuan efek obat
fenobarbital sebagai kontrol positif yang timbul akibat perangsangan dan
penekanan sistem saraf pusat maupun sistem saraf otonom pada mencit
seperti grooming dan epilepsi dengan menggunakan Na. CMC sebagai
kontrol negatif yang tidak menimbulkan efek apapun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls
saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi
tanggapan rangsangan (Feriyawati, 2006). Sistem atau susunan saraf
merupakan salah satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi
merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan saraf manusia
mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan yang
tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013).
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh
milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan
(Carlsson dkk, 2000). Sistem saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron
dan neuroglia. Neuron merupakan stuktur dasar dan unit fungsional pada
sistem saraf (Fox, 2004). Sel neuroglia merupakan sel penunjang tambahan
neuron yang berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani mitosis
yang mendukung proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).
Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas
sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut
berlangsung melalui serat-serat dan jaras-jaras, secara langsung dan terus
menerus. Perubahan potensial elektrik menghasilkan respons yang akan
mentransmisikan sinyal-sinyal (Batticaca, 2008)
Sistem saraf bertugas mengkoordinasikan, memberikan perintah
terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tubuh kita dan menyimpan
memori ingatan di dalam otak kita. Sistem tubuh yang penting ini juga
kebanyakan mengatur aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem
tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis.
Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, ingatan, pikiran,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk memahami, belajar
dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja
integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan
tingkah laku individu [Feriyawati, 2005].
Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis menjadi
tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai organ-
organ sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke arah
susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses pengolahan yang
komplek pada SSP (proses pengolahan informasi) dan sebagai hasil
pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah perifer (impuls
efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus
(Bahrudin,2013).
II.2 Susunan Sistem
Saraf Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat
(otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara
fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).
II.2.1 Sistem Saraf Pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis,
yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian
fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai
penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia
yang menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
II.2.1.1 Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin, 2012).
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari.
Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap
belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan
temporal. Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri
dari talamus, hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak
belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan
mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan
cereblum. Sedangkan mielensefalon akan menjadi medulla oblongata
(Nugroho, 2013). Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus,
hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.1 Bagian-bagian Otak (Nugroho, 2013)


Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid
disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak.
Cairan ini menyerupai plasma darah dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh
plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi pembuluh
darah serebral dan melapisi kanal sentral medula spinalis. Fungsi cairan ini
adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medula spinalis,
juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antara
darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).
II.2.1.2 Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang
yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan
luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey
area) (Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan
dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat
saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah
sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat
pengatur gerak refleks (Khafinuddin, 2012).
II.2.2 Sistem Saraf Tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari
semua saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013).
Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
II.2.2.1 Sistem Saraf Somatik (SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
1. Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan motorik. Kedua belas saraf
tersebut dijelaskanpada.
2. Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik
dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai
dengan regia kolumna vertebratempat munculnya saraf tersebut.
II.2.2.2 Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom
adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf
simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini
adalah saling berbalikan.(Bahrudin, 2013).
II.3 Sel pada Sistem Saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan
sel glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari
panca indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke
otot. Sedangkan sel glia berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron
(Feriyawati, 2006).
II.3.1 Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi
pada sistem saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk
menghantarkan impuls. Setiap satu neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu
badan sel (soma), dendrit dan akson (Feriyawati, 2006)
Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati,
2006). Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari
neuron (Nugroho, 2013). Badan sel (soma) mengandung organel yang
bertanggung jawab untuk memproduksi energi dan biosintesis molekul
organik, seperti enzim-enzim. Pada badan sel terdapat nukleus, daerah
disekeliling nukleus disebut perikarion. Badan sel biasanya memiliki
beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2013).
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
menghantarkan rangsangan ke badan sel (Khafinudin, 2012). Khas dendrit
adalah sangat bercabang dan masing-masing cabang membawa proses yang
disebut dendritic spines (Bahrudin,2013).
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel (Feryawati, 2006). Di dalam akson terdapat
benang-benang halus disebut neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis
selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk
mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh
sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat
menyediakan makanan dan membantu pembentukan neurit. Bagian neurit
ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin yang disebut nodus ranvier
(Khafinudin, 2012).
Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan primer di
dendritic spines, yang mana ditunjukkan dalam 80-90% dari total neuron area
permukaan. Badan sel dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang
ujung satu dengan yang lain membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap
terjadi komunikasi neuron dengan sel yang lain (Bahrudin, 2013).

Gambar 2.2. Struktur Neuron


II.3.2 Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)
Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi mengisolasi
neuron, menyediakan kerangka yang mendukung jaringan, membantu
memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak sebagai fagosit. Jaringan
pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia,atau sel glia, yang secara
kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron (Feriyawati,2006).
II.3.2.1 Macam-macam Sel Glia
Ada empat macam sel glia yang memiliki fungsi berbeda yaitu
(Feriyawati, 2006):
a. Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel saraf
Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan mielin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai
lapisan dengan substansi lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang
sel saraf sehingga terbentuk selubung mielin. Mielin pada susunan saraf
tepi dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini membentuk mielin maupun
neurolemma saraf tepi. Mielin menghalangi ion natrium dan kalium
melintasi membran neuronal dengan hampir sempurna. Serabut saraf ada
yang bermielin ada yang tidak. Transmisi impuls saraf disepanjang serabut
bermielin lebih cepat daripada serabut yang tak bermielin, karena impuls
berjalan dengan cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain
disepanjang selubung mielin (Feriyawati, 2006). Peran dari mielin ini
sangatlah penting, oleh sebab itu pada beberapa orang yang selubung
mielinnya mengalami peradangan ataupun kerusakan seperti pada
pasien GBS maka akan kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-
ototnya sehingga terjadi kelumpuhan pada otot-otot tersebut. Perbedaan
struktur dari selubung mielin normal dengan selubung mielin pada pasien
GBS dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Selubung mielin normal dan selubung mielin pada GBS (Tandel
et al., 2016)
 Mikroglia yaitu sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam
menghilangkan sel-sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini
ditemukan diseluruh SSP dan dianggap penting dalam proses melawan
infeksi.
 Sel ependimal yaitu sel glia yang berperan dalam produksi cairan
cerebrospinal
II.2 Klasifikasi Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) (Nugroho, 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subf ilum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myamorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus Musculus L.
Mencit termasuk dalam filum chordate yang artinya mempunyai chorda
dorsalis, batang syaraf dorsal tunggal dan mempunyai celah insang pada
masa embrionya dan tidak berfungsi sebagai alat pernapasan. Mencit
dikelompokkan dalam klassis mamalia. Seperti telah diketahui, mamalia
adalah kelompok hewan vertebrata yang menduduki tempat tertinggi dalam
perkembangan hewan. Nama mamalia merujuk pada ciri utama anggota
mamalia yaitu adanya kelenjar mamae atau kelenjar air susu yang dapat
menghasilkan air susu (pada betina) yang dapat diberikan ke
keturunannya.Ciri lain mencit sebagai kelompok mamalia dan subklas theria
adalah, mempunyai daun telinga (pinna), tengkorak bersendi pada tulang
atlas melalui dua condyles occipitalis, gigigigi dijumpai ada hewan muda
serta tua, eritrosit tidak bernukleus, otak dengan 4 lobus opticus jumlah jari
pada tiap kaki tidak lebih dari 5, ginjal tipe metanephros dan bersifat vivipar.
(Nugroho,2018).
Sebagai anggota ordo rodentia, mencit mempunyai ciriciri: jari-jari lima
masing masing bercakar, gigi seri pada rahang atas hanya sepasang
membentuk seperti pahat dan tumbuh terus, tanpa taring, testes abdominal,
plasenta tipe discoidal. Mencit dikategorikan dalam hewan crepuscular, yaitu
hewan yang aktif saat senja dan malam hari. Daur hidup mencit berkisar satu
hingga dua tahun bahkan ada yang lebih dan mencapai tiga tahun. Mencit
dapat dikawinkan setelah usia dewasa yaitu sekitar delapan minggu. Lama
kebuntingan mencit dari 19-21 hari dengan jumlah anak hingga 6 ekor. Berat
mencit jantan dewasa sekitar 20-40 gram dan betina dewasa 18-35 gram
(Nugroho, 2018)
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia yang mempunyai
ciri fisiologi dan biokomia yang hampir menyerupai manusia (Ngatidjan dan
Hakim, 2006) Mencit banyak digunakan sebagai hewan uji karena hewan ini
memiliki sistem reproduksi, pernapasan, dan peredaran darah yang
menyerupai manusia. Salah satu keuntungan penggunaan mencit sebagai
hewan uji karena mencit memiliki sistem reproduksi yang relatif singkat dan
keturunan yang dihasilkan juga banyak (Ngatidjan dan Hakim, 2006) Di
samping kemiripan anatomi dan fisiologi, mencit merupakan kelompok
mamalia yang telah diketahui karakter genetiknya, sehingga tidak heran
bahwa mencit cocok digunakan sebagai hewan uji laboratorium untuk
penelitianpenelitian yang berkaitan dengan genetik. Di antara hewanhewan
mamalia, mencit adalah hewan yang mempunyai kemiripan genetik dengan
manusia. Banyak penelitian yang bergerak di bidang manipulasi genetik,
rekayasa gen, selalu menggunakan mencit sebagai bahan percobaan
(Nugroho, 2018)
II.4 Uraian Bahan
II.4.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol
RM/BM : C2H6O /46,07 g/mol

Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak tak berwarna, mudah menguap, dan


mudah bergerak, bau khas, rasa pedas, mudah
terbakar
Kelarutan : Sangat larut dalam air, dalam kloroform P, dan dalam
eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.4.2 Natrium CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium Kaboksimetil Selulosa
Rumus Struktur : :

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih gidak gading, tidak


berbau, higroskopik
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspense
koloidal, tidak larut dalam etanol, eter dan pelarut
lain
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.4.3 Fenobarbital (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : PHENOBARBITALIUM
Nama Lain : Phenobarbital, luminal
RM/BM : C12H12N2O3/232,24 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih tidak berbau, rasa


agak pahit
Kelarutan : Sangat sukat larut dalam air, larut dalam etanol
(95%P), dalam eter, dan dalam bahan alkali karbon
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
BAB III
METODE KERJA
III.1 Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 13 Maret 2023 pukul 07:00-
09:40 di Laboratorium Farmakologi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
III.2 Alat dan bahan
III.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kanula mencit, lap kasar,
spoit injeksi 1 cc, stopwatch, tissue.
III.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Aquadest, Na CMC,
Phenobarbital
II.3 Cara Kerja
III.3.1 Cara Kerja Pemberian Na CMC
1. Disiapkan alat, bahan dan hewan coba
2. Dipuasakan mencit selama 12 jam sebelum diberikan perlakuan
3. Dihitung dosis pemberian obat untuk mencit
4. Diberikan obat melalui oral (rongga mulut)
5. Diamati parameter yaitu epilepsi dan grooming
6. Dicatat hasil tiap 15 menit selama 30 menit
III.3.2 Cara Kerja Pemberian Phenobarbital
1. Disiapkan alat, bahan dan hewan coba
2. Dipuasakan mencit selama 12 jam sebelum diberikan perlakuan
3. Dihitung dosis pemberian obat untuk mencit
4. Diberikan obat melalui oral (rongga mulut) dengan 3 perbandingan
konsentrasi (25 mg, 50 mg, dan 75 mg)
5. Diamati parameter yaitu epilepsi dan grooming
6. Dicatat hasil tiap 15 menit selama 30 menit
III.4 Skema kerja
a. Cara kerja pemberian Na CMC

Disiapkan alat, bahan dan hewan


coba

Dipuasakan mencit selama 12 jam


sebelum dilakukan percobaan

Dihitung dosis pemberian obat untuk mencit

Diberikan obat melalui oral (rongga mulut)

Diamati parameter yaitu epilepsy dan grooming

Dicatat hasil setiap 15 menit selama 30


menit
b. Cara kerja pemberian Phenobarbital

Disiapkan alat, bahan dan hewan coba

Dipuasakan mencit selama 12 jam sebelum


dilakukan percobaan

Dihitung dosis pemberian obat untuk mencit

Diberikan obat melalui oral (rongga mulut) dengan 3 perbandingan


konsentrasi (25 mg, 50 mg, dan 75 mg)

Diamati parameter yaitu epilepsy dan grooming

Dicatat hasil setiap 15 menit selama 30


menit
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan
No. Perlakuan 0-15 Menit 16-30 Menit

Mencit Mencit Mencit Mencit Mencit Mencit


1 2 3 1 2 3
1. Na- CMC 14 7 13 2 3 21
2. Phenobarbital 25 mg 7 5 9 13 4 1
3. Phenobarbital 50 mg 26 5 19 2 3 13
4. Phenobarbital 75 mg 6 21 4 11 34 4
5. Na- CMC 15 1 20 7 8 4
6. Na-CMC 5 10 5 5 5 1
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum yang telah di lakukan pada percobaan sistem saraf
pusat dengan hewan coba mencit (mus musculus) dan menggunakan control
positif (phenobarbital) dan kontrol negatif (Na-CMC) bertujuan untuk
mengetahui efek dari control negate dan positif pada mencit, di dapatkan
hasil yang telah di jabarkan pada table di atas dengan penjelasan sebagai
berikut;
Pada hasil percobaan kelompok satu menggunakan Na-cmc sebagai
control negatif yang di gunakan pada hewan coba melalui peoral pada ke tiga
mencit dan di amati pada menit ke 0-15 mencit pertama mengalami grooming
sebanyak 14 kali, pada mencit kedua 7 kali dan pada mencit ketiga 13 kali
tanpa adanya kejang sedangkan pada menit ke 16-30 mencit pertama
mengalami grooming sebanyak 2 kali, mencit kedua 3 kali dan pada mencit
ke tiga 21 kali tanpa adanya kejang.
Pada hasil percobaan kelompok kedua menggunakan Phenobarbital 25
mg sebagai kontrol positif yang di gunakan pada hewan coba melalui peoral
pada ke tiga mencit dan di amati pada menit ke 0-15 mencit pertama
mengalami grooming sebanyak 7 kali, pada mencit kedua 5 kali dan pada
mencit ketiga 9 kali tanpa adanya kejang sedangkan pada menit ke 16-30
mencit pertama mengalami grooming sebanyak 13 kali, mencit kedua 4 kali
dan pada mencit ke tiga 1 kali tanpa adanya kejang.
Pada hasil percobaan kelompok ketiga menggunakan Phenobarbital 50
mg sebagai kontrol positif yang di gunakan pada hewan coba melalui peoral
pada ke tiga mencit dan di amati pada menit ke 0-15 mencit pertama
mengalami grooming sebanyak 26 kali, pada mencit kedua 5 kali dan pada
mencit ketiga 19 kali tanpa adanya kejang sedangkan pada menit ke 16-30
mencit pertama mengalami grooming sebanyak 2 kali, mencit kedua 3 kali
dan pada mencit ke tiga 13 kali tanpa adanya kejang.
Pada hasil percobaan kelompok keempat menggunakan Phenobarbital
75 mg sebagai kontrol positif yang di gunakan pada hewan coba melalui
peoral pada ke tiga mencit dan di amati pada menit ke 0-15 mencit pertama
mengalami grooming sebanyak 6 kali, pada mencit kedua 21 kali dan pada
mencit ketiga 4 kali tanpa adanya kejang sedangkan pada menit ke 16-30
mencit pertama mengalami grooming sebanyak 11 kali, mencit kedua kali
dan pada mencit ke tiga 4 kali tanpa adanya kejang.
Pada kelompok hasil percobaan kelima menggunakan Na-cmc sebagai
control negative yang di gunakan pada hewan coba melalui peoral pada ke
tiga mencit dan di amati pada menit ke 0-15 mencit pertama mengalami
grooming sebanyak 15 kali, pada mencit kedua 1 kali dan pada mencit ketiga
20 kali tanpa adanya kejang sedangkan pada menit ke 16-30 mencit pertama
mengalami grooming sebanyak 7 kali, mencit kedua 8 kali dan pada mencit
ke tiga 4 kali tanpa adanya kejang.
Pada hasil percobaan kelompok keenam menggunakan Na-cmc sebagai
control negatif yang di gunakan pada hewan coba melalui peoral pada ke tiga
mencit dan di amati pada menit ke 0-15 mencit pertama mengalami grooming
sebanyak 5 kali, pada mencit kedua 10 kali dan pada mencit ketiga 5 kali
tanpa adanya kejang sedangkan pada menit ke 16-30 mencit pertama
mengalami grooming sebanyak 5 kali, mencit kedua 5 kali dan pada mencit
ke tiga 1 kali tanpa adanya kejang.
Dari percobaan yang telah di lakukan dapat di lihat bahwa penggunaan
Na- CMC dan obat phenobarbital dengan 3 perbedaan konsentrasi yang di
berikan pada ke 3 hewan coba mencit hanya didapatkan Grooming tanpa di
serta kejang. Berdasarkan hasil tersebut dapat di katakan tidak sesuai
dengan literatur dalam percobaan system saraf pusat di mana mencit di
desain agar kejang. Hal ini di sebabkan karena mencit di di induksi terlebih
dahulu dengan pilokarpin, di mana menurut siswando,dkk (2018) pilokarpin di
gunakn sebagai induksi karena dapat menstimulasi langsung reseptor
muskarinik dan otot polos sehingga mengakibatkan terjadinya kejang
akomodasi selain itu efek sampipng dari pilokarpin dapat mencapai otak dan
menimbulkan gangguan pada sistem saraf pusat.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pada penggunaan Na CMC pada kelompok 1, 5 dan 6 terlihat mencit
beberapa kali mengalami grooming pada waktu 0–15 menit dan pada waktu
ke 16-30 menit tanpa adanya kejang. Serta pada penggunaan obat
fenobarbital dengan 3 konsentrasi yaitu 25 mg, 50 mg dan 75 mg yang
diamati oleh kelompok 2, 3 dan 4 juga terjadi beberapa kali grooming dengan
jumlah yang berbeda pada waktu 0-15 menit dan pada waktu 16-30 menit
hanya terjadi grooming pada ketiga mencit tanpa adanya efek
kejang/epilepsi.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Diharapkan agar kiranya bapak/ibu dosen berkenan mendampingi dan
membimbing praktikan serta asisten agar lebih maksimal lagi sehingga
praktikum dapat berjalan lancar.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar kiranya bersedia mendampingi saat praktikum
berlangsung dan memberi arahan dan penjelasan secara jelas.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan agar melengkapi fasilitas laboratorium sehingga praktikum
berjalan dengan aman, nyaman dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M., 2013. Neurologi Klinis. Edisi Pertama, Malang, Universitas
Muhammadiyah Malang Press, hal 53-55.
Bararah, Taqiyyah. (2013). Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi
Perawat Profesional. Jilid 2. Prestasi Pusaka Medika
Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan.
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. Chang,
Esther
Carlsson, A., P. Greengard., dan E. Kandel. 2000. Nerve Signaling:An
Introduction:Inos and NADPH oxidase. Biochimical Society
Transastions. Volume 35, part. 5.
Chumaidah A.N.2013. Neurologi.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ke-III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Feriyawati, Lita. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam
Regulasi Kontraksi Otot Rangka. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Fox, S.I.2004. Human Physiology Eight Ed., McGraw-Hill Companies, inc.
New York. Hal.152-181.
Khanifudin, Ahmad. 2012. Organ Pada Sistem Saraf. Fakultas Ilmu
Pendidikan. UPI: Bandung. Halaman 2 dan 12
Ngatidjan dan Hakim, L. (2006). Metode Laboratorium Dalam Toksikologi.
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM
Nugroho. 2014. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf. UNILA
Nugroho, Rudy Agung. 2018. Mengenal Mencit Sebagai Hewan
Laboratorium. Mulawarman University PRESS: Kalimantan timur
Nurhayat Putri. 2017. Sistem Persarafan. Akademi Farmasi Mahadhika.
Jakarta Timur.
Mycek, Mary J., 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika:
Jakarta
Sitorus, P 2014, Karakterisasi Ekstrak n-Heksana, Ekstrak Etilasetat, Ekstrak
Etanol Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour) yang Berkhasiat
Antidiabetes Pada Mencit dan Elusidasi Struktur Salah Satu
Kandungan Kimianya. Universitas Sumatera Utara
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. Smeltzer
S.C dan Bare B.G. 2002
Siswando. 2018. Kimis Medisinal 1. Edisi Kedua. Airlangga University Press :
Surabaya
LAMPIRAN

1. Hafalan
2. Skema kerja

 Cara kerja pemberian Na CMC

Disiapkan alat, bahan dan hewan


coba

Dipuasakan mencit selama 12 jam


sebelum dilakukan percobaan

Dihitung dosis pemberian obat untuk mencit

Diberikan obat melalui oral (rongga mulut)

Diamati parameter yaitu epilepsy dan grooming

Dicatat hasil setiap 15 menit selama 30


menit
 Cara kerja pemberian Phenobarbital

Disiapkan alat, bahan dan hewan coba

Dipuasakan mencit selama 12 jam sebelum


dilakukan percobaan

Dihitung dosis pemberian obat untuk mencit

Diberikan obat melalui oral (rongga mulut) dengan 3 perbandingan


konsentrasi (25 mg, 50 mg, dan 75 mg)

Diamati parameter yaitu epilepsy dan grooming

Dicatat hasil setiap 15 menit selama 30


menit
3. Dokumentasi

NO. GAMBAR KETERANGAN

1.

Disiapkan alat dan bahan

Diberikan obat fenobarbital


dosis 25 mg kepada mencit

Amati epilepsi dan


grooming

Catat hasil tiap 15 menit pertama,


dan 15 menit kedua
NO. GAMBAR KETERANGAN

1.

Disiapkan alat dan bahan

Diberikan obat fenobarbitaldosis 50


mg kepada mencit

Amati epilepsi dan


grooming

Catat hasil tiap 15 menit pertama,


dan 15 menit kedua

You might also like