You are on page 1of 20

RANGKUMAN INDI

Kesehatan mental anak saat ini harus menjadi perhatian khusus semua pihak
(Laka et al.
2023).
Hal ini berimplikasi pada tahap perkembangan selanjutnya, misalnya masalah
kesehatan jasmani, pembelajaran di sekolah, hubungan sosial dengan teman
sebaya, kerentanan terhadap gangguan psikis dan perilaku yang parah,
diskriminasi, perubahan mood dan perilaku, perilaku yang merugikan diri sendiri
atau orang lain.
bahkan sampai bunuh diri (Laka dkk.
2023).
Anak merupakan kelompok rentan terhadap gangguan kesehatan mental (Laka et
al.
2023).

Hasil survei Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 4,3% pelajar laki-laki


dan 5,9% pelajar perempuan dari 10.
837 responden ingin mengakhiri hidup (Laka et al.
2023).
Hal ini terkait dengan ketidakmampuan mengatasi stresor kehidupan (Laka et al.
2023).
Data ini menunjukkan perlunya memberikan perhatian khusus terhadap kesehatan
mental anak agar mereka dapat mengatasinya secara efektif (Laka et al.
2023).

Peran berbagai pihak sangat diperlukan untuk membantu anak mengatasi masalah
kesehatan mental.
Oleh karena itu, hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena anak belum
memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengidentifikasi emosinya (Laka et
al.
2023).
Pendidikan anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui
permainan edukatif berbasis terapi bermain (Laka et al.
2023).
Dalam penelitian terkait manajemen pencegahan bullying, ditemukan bahwa
permainan edukasi sehat mental merupakan salah satu bentuk edukasi yang
memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan anak (Laka et al.
2023).
Pembelajaran berbasis terapi bermain dapat membantu guru menciptakan
pembelajaran yang memotivasi dan menarik bagi siswa (Laka et al.
2023).

Kegiatan ini dilaksanakan di SD Negeri Maumbi, Kec.


Kalawat, Minahasa Utara (Laka dkk.
2023).

Fase persiapan

Pada tahap ini seluruh anggota kelompok akan melakukan pembekalan berupa
pemerataan kesadaran, pembagian tugas dan tanggung jawab, serta pemilihan
metode terapi bermain yang sesuai dengan situasi dan kondisi lokasi operasi,
menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan serta praktek.
Sebuah “permainan peran” yang cocok untuk SAP telah dikembangkan (Laka et
al.
2023).
Tahap pelaksanaan

Pembukaan kegiatan diawali dengan sambutan, doa pembuka, dan perkenalan


yang bertujuan untuk membangun hubungan saling percaya.
Akhir kegiatan pada bagian ini meliputi pembagian cinderamata dan reward
kepada seluruh peserta, penyampaian kesan kelompok dan peserta terhadap
pelaksanaannya.
kegiatan, foto bersama dan diakhiri dengan doa (Laka dkk.
2023).

Fase evaluasi

Pada tahap ini tim akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan (Laka
et al.
2023).
Tim akan mengidentifikasi setiap langkah proses operasional yang dilaksanakan
(Laka et al.
2023).

Kegiatan ini dilaksanakan secara langsung dan berlangsung sesuai jadwal yang
telah ditentukan.
Kegiatan tersebut mempertemukan seluruh siswa kelas 4 dan 5 SD Negeri
Maumbi serta seluruh guru kelas dan didukung penuh oleh kepala sekolah.
Strategi awalnya adalah mengumpulkan peserta yang memenuhi syarat ke dalam
satu kelas dan menandatangani kontrak selama masa pelaksanaan, setelah itu
peserta mendapat pendidikan kesehatan dari kelompok (Laka et al.
2023).
Materi yang akan disampaikan meliputi pengertian kesehatan jiwa pada anak usia
sekolah, tanda/gejala gangguan kesehatan jiwa pada siswa, dampak jiwa gangguan
kesehatan jiwa, cara mengatasi dan mencegahnya serta cara mempertahankannya.
sehat mental saat bersekolah (Laka et al.
2023).
Kegiatan ini dilakukan dengan durasi maksimal 90 menit (Laka dkk.
2023).
Hasil akhirnya seluruh peserta antusias mengikuti kegiatan PKM dari awal sampai
akhir dan mampu memahami materi yang diberikan (Laka et al.
2023).

DAPUS :

Laka, Angela, and Syenshie Wetik. "PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL


PADA ANAK USIA SEKOLAH BERBASIS PLAY
THERAPY." Lasallian Abdimas: Jurnal Pengabdian kepada
Masyarakat 2.2 (2023): 64-70.
RANGKUMAN INDRI

Berbagai kondisi yang berkaitan dengan siswa, seperti perkelahian, perundungan,


bunuh diri, perasaan rendah diri, cemas dan tidak aman, merupakan wujud dari
permasalahan kesehatan mental siswa.
Pencegahan kesehatan mental, cedera, kecelakaan dan kekerasan belum menjadi
bagian dari aktivitas sehari-hari pelayanan kesehatan sekolah (Nurochim, 2020).
Pelayanan kesehatan fisik dan mental berbasis sekolah diberikan melalui program
kesehatan sekolah dan sekolah.
UKS merupakan upaya pembinaan dan pengembangan pola hidup sehat yang
dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di
sekolah, sekolah agama serta upaya yang dilakukan dalam rangka memajukan dan
memelihara kesehatan di sekolah (Nurochim, 2020).

Upaya kesehatan sekolah bertujuan untuk membentuk kebiasaan hidup sehat dan
meningkatkan derajat kesehatan siswa pada khususnya dan seluruh siswa di
sekolah pada umumnya (Nurochim, 2020).
Upaya kesehatan sekolah fokus pada sosialisasi kesehatan preventif, identifikasi
dini kondisi kesehatan, dan pengenalan lebih lanjut terhadap kesehatan fisik dan
mental (Nurochim, 2020).
Upaya kesehatan untuk memperluas akses kesehatan menuntut pimpinan sekolah
untuk mewaspadai kesehatan warga sekolah khususnya siswa, selain pimpinan
sekolah yang menjaga hubungan dengan tenaga medis dan instansi terkait
(Nurochim, 2020).
Desk riset memerlukan pengumpulan sumber data multimodal berupa data
pelaporan serta penelitian ilmiah dan presentasi kreatif (Nurochim, 2020).
Tinjauan literatur melibatkan interpretasi penulis terhadap suatu bidang.
Sangat penting untuk mempelajari kesehatan mental siswa dari berbagai sudut
pandang ilmiah.
Melalui kajian komprehensif tersebut akan dilakukan upaya membangun peta
ilmiah upaya menjaga dan meningkatkan kesehatan mental siswa (Nurochim,
2020).

Status kesehatan mental peserta didik merupakan aspek penting karena


menentukan kualitas sumber daya manusia suatu negara.
Siswa yang tumbuh dalam kondisi mental yang sehat merupakan sumber daya
yang potensial (Nurochim, 2020).
Selain itu, kesehatan mental tanpa alkohol juga menjadi persoalan bagi remaja,
kerangka kerja yang kompleks juga penting dalam hal ini, pendidikan tentang
dampak penyalahgunaan alkohol menjadi sebuah perjuangan paksa (Nurochim,
2020).
Faktor kontekstual berhubungan dengan konteks masyarakat terhadap keterlibatan
pemangku kepentingan dan karakteristik program (Nurochim, 2020).
Kesehatan psikologis adalah keadaan emosi tidak cemas, bersemangat,
bersemangat, tidur cukup dan nyenyak, tidak menyakiti orang lain, tidak ingin
bunuh diri.
Selain itu kesehatan mental siswa, kesehatan mental di dalam kelas merupakan
kondisi kelas yang mempunyai kondisi untuk menunjukkan rasa hormat,
penerimaan yang baik, harga diri dan perasaan dilindungi di dalam kelas
(Nurochim, 2020).
Siswa dengan kesehatan mental yang baik dapat berpartisipasi aktif dalam
kehidupan sosial ekonomi, sehingga tidak dianggap pembuat onar oleh
lingkungan (Nurochim, 2020).
Kesehatan jiwa siswa adalah keadaan tidak mengalami gangguan jiwa atau sakit
karena stres, tergantung pada kemampuan mereka dalam bergaul dengan
lingkungan seperti kemampuan menjaga ketertiban lingkungan, selain belajar
siswa dapat tumbuh dan berkembang secara positif ( Nurochim, 2020).

Program upaya kesehatan sekolah WHO awalnya berfokus pada pengajaran siswa
tentang kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, kemudian
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menjalani gaya hidup sehat.
Program ini awalnya dimaksudkan sebagai kerangka strategi peningkatan kualitas
kesehatan masyarakat dengan pendekatan multidisiplin (Nurochim, 2020).
Program usaha kesehatan sekolah dapat dihubungkan dengan program nasional
lainnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Upaya kesehatan sekolah sebagai program pelayanan kesehatan sekolah meliputi
upaya pencegahan, deteksi dini, dan intervensi terhadap kesehatan fisik, sosial,
dan mental anak (Nurochim, 2020).

Konsep program kesehatan sekolah WHO awalnya berfokus pada pengajaran


siswa tentang kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan,
kemudian mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menjalani gaya
hidup sehat (Nurochim, 2020). Program ini awalnya dimaksudkan sebagai
kerangka strategi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan pendekatan
multidisiplin (Nurochim, 2020).
Program usaha kesehatan sekolah dapat dihubungkan dengan program nasional
lainnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Upaya kesehatan sekolah sebagai program pelayanan kesehatan sekolah meliputi
upaya pencegahan, deteksi dini, dan intervensi terhadap kesehatan fisik, sosial,
dan mental anak (Nurochim, 2020).

Pelayanan kesehatan meliputi kesehatan jiwa, kesehatan seksual dan reproduksi,


kesehatan mulut, penyakit menular, pendengaran, penglihatan, gizi, penyakit
kronis, ortopedi, obat-obatan berisiko penggunaan narkoba, dampak kekerasan,
perawatan darurat, endokrinologi dan neurologi. Jenis layanan yang diberikan
adalah jaringan, pendidikan atau promosi, konsultasi, rujukan kesehatan,
vaksinasi, penyediaan atau perawatan (Nurochim, 2020).
Tujuan dari program bisnis kesehatan sekolah tidak hanya untuk meningkatkan
kesehatan lingkungan sekolah tetapi juga untuk meningkatkan budaya hidup sehat
yang berkontribusi terhadap peningkatan status kesehatan fisik dan aspek
psikologis siswa, siswa dan guru, serta mempromosikannya untuk lingkungan
tempat tinggal mereka (Nurochim, 2020).

Bidang pelayanan Kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah meliputi kesehatan jiwa,


kesehatan seksual dan reproduksi, kesehatan mulut, penyakit menular,
pendengaran, penglihatan, gizi, penyakit kronis, ortopedi, penggunaan narkoba
yang membahayakan kesehatan, dampak kekerasan, perawatan darurat,
endokrinologi dan neurologi. Jenis layanan yang diberikan adalah jaringan,
pendidikan atau promosi, konsultasi, rujukan kesehatan, vaksinasi, penyediaan
atau perawatan (Nurochim, 2020). Tujuan dari program bisnis kesehatan sekolah
tidak hanya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan sekolah tetapi juga untuk
meningkatkan budaya hidup sehat yang berkontribusi terhadap peningkatan status
kesehatan fisik dan aspek psikologis siswa, siswa dan guru, serta
mempromosikannya untuk lingkungan tempat tinggal mereka (Nurochim, 2020).

Berbagai pendekatan ilmiah diperlukan untuk kegiatan pencegahan di sekolah,


antara lain pemetaan tenaga kerja, penilaian yang valid dan dapat diandalkan,
skrining kesehatan mental yang komprehensif, logika pengembangan model,
pilihan teori perubahan, pemantauan, dan dampak yang diharapkan dari program
kesehatan mental (Nurochim, 2020 ). Dalam diskusi yang lebih luas, model sosial
ekologi dirancang untuk mengembangkan pengetahuan kerja yang solid tentang
ilmu pencegahan dan kesehatan masyarakat (Nurochim, 2020). Model sosial
ekologi yang berkembang dapat mempengaruhi pengembangan layanan
komprehensif bagi seluruh siswa, di semua tingkat satuan pendidikan (Nurochim,
2020).
Upaya kesehatan sekolah merupakan program yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan, tidak hanya kesehatan fisik tetapi juga kesehatan mental.
Pentingnya kerjasama antara sekolah, organisasi kesehatan masyarakat, dan orang
tua untuk menjamin kesehatan fisik dan mental siswa (Nurochim, 2020).
Kolaborasi dalam upaya kesehatan sekolah berdasarkan penelitian empiris dan
teoritis merupakan syarat penting untuk mencapai psikologi siswa yang sehat.
Penelitian yang dilakukan merupakan hasil kerjasama perguruan tinggi dan
lembaga penelitian serta dapat menjadi landasan dalam merancang program
pelaksanaan upaya kesehatan sekolah (Nurochim, 2020).
Dalam lingkungan organisasi, sistem kesehatan mengharuskan semua orang untuk
berpartisipasi bersama.
Kepala sekolah yang rutin bekerjasama dengan tenaga medis akan menjalin
kerjasama dan hubungan positif antara sektor pendidikan dan kesehatan yang
dapat mendukung terlaksananya upaya kesehatan yang efektif (Nurochim, 2020).
Lembaga berupa norma dan aturan mengatur perilaku orang atau kelompok dalam
aspek kesehatan mental sekolah tertentu. Aspek kelembagaan ini masih
memerlukan sosialisasi, seperti surat keputusan bersama tentang pengelolaan
UKS/M dan petunjuk teknis pelaksanaan UKS, serta pengisian buku kesehatan
mahasiswa (Nurochim, 2020).
Selain itu, kelembagaan berupa koordinasi antar sektor terkait masih lemah.
Ada pula sekolah yang belum melaksanakan kegiatan UKS/M secara maksimal.
Kerangka kognitif merupakan sikap dan cara berpikir tentang kesehatan mental di
sekolah, namun tetap perlu dibiasakan (Nurochim, 2020).
Kesehatan mental siswa dapat dicapai dan ditingkatkan melalui penerapan
kurikulum UKS berdasarkan data nyata dan kondisi yang ada di masing-masing
sekolah (Nurochim, 2020). UKS dirancang berbasis data, pimpinan sekolah yang
mendukung penerapan UKS secara efektif dan efisien dapat meningkatkan akses
siswa terhadap kesehatan preventif dan meningkatkan kualitas kesehatan siswa
(Nurochim, 2020).
Implementasi program UKS yang optimal meliputi pendidikan kesehatan jasmani
dan rohani (Nurochim, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Nurochim. (2020). Optimalisasi Program Usaha Kesehatan Sekolah Untuk Kesehatan Mental
Siswa. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 8(3), 184–190.

RANGKUMAN JINI

PENTINGNYA PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN


KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Pusat Pendidikan yang pertama adalah keluarga, pendidikan di lingkungan


keluarga sangat strategis untuk memberikan pendidikan ke arah kecerdasan, budi
pekerti atay kepribadian serta persiapan hidup di masyarakat. Peran aktif orang
tua tentu saja perlu didukung oleh komunikasi yang baik antara orang tua dan juga
pihak sekolah (Ni Kadek, 2018).

Membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat.
Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk
membuat rentetan keputusan moral yang harus ditindak lanjuti dengan aksi nyata,
sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk
membuat semua itu menjadi kebiasaan dan membentuk watak atau tabiat
seseorang (Ni Kadek, 2018).

Pendidikan karakter juga merupakan suatu konsep dasar yang diterapkan


ke dalam pemikiran seseorang untuk menjadikan akhlak jasmani dan rohani
maupun budi pekerti yang harus diterapkan pada anak sejak usia dini, remaja,
bahkan dewasa, sehingga dapat membentuk karakter seseorang menjadi lebih
bernilai. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keoutusan yang dibuat (Puskur, 2010).

Seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh 3 dimensi


dasar kemanusiaan yaitu , afektif yang tercermin pada daya kualitas, keimanan,
ketaqwaan, akhlak mulia, kognitif yang tercermin pada daya intelektualitas untuk
menggali dan mengembangkan kemampuannya, psikomotorik yang tercermin
pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan
kompetensi kinestetis (Ni Kadek, 2018).

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang


tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila (Ni Kadek, 2018).

Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal


mana yang baik sehingga siswa menjadi paham (kognitif) tentang mana yang
benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik
harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing),
akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan
perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit
atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan (Ni Kadek, 2018).

Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti


dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri
(intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan dengan diri sendiri ) dan hubungan
dengan Tuhan YME (spiritual). Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut
akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Dengan cara, tubuhkan
pikiran positif pada diri anak, salah satunya dengan memberikan kepercayaan
pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri (Ni Kadek, 2018).

Usia dini khususnya anak usia SD merupakan masa kritis bagi


pembentukan karakter seseorang, penanaman moral melalui pendidikan karakter.
Jika anak-anak SD memiliki karakter yang baik, maka besar kemungkinan
Indonesia akan memiliki generasi muda yang unggul dan bermartabat nantinya.
Jadi pendidikan karakter di sekolah dasar menjadi faktor utama untuk membangun
karakter generasi muda menjadi lebih baik (Ni Kadek, 2018).

Perkembangan otak di masa anak-anak berjalan sangat efektif. Pada masa


ini bakat serta potensi akademis dan nonakademis anak bermunculan dan sangat
potensial. Usia anak dari umur satu sampai tiga tahun adalah masa paling penting
bagi tumbuh kembang mereka. Karakter seorang anak terbentuk terutama pada
saat anak berusia 3 hingga 10 tahun. Adalah tugas kita sebagai orang tua untuk
menentukan input seperti apa yang masuk ke dalam pikirannya, sehingga bisa
membentuk karakter anak yang berkualitas (Ni Kadek, 2018).

HAMBATAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK

Memahami karakter anak memang terkadang begitu sulit bahkan kita


seringkali tidak mampu melakukannya. Kebanyakan kita bahkan dibuat bingung
oleh anak sehingga mereka merasa enggan membagi banyak hal misalnya cerita di
sekolah, masalah mereka, hingga cerita-cerita yang biasa kepada kita sebagai
orang tua. Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0-7 tahun bahkan
lebih yaitu, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mengontrol, kebutuhan
untuk diterima. Tiga kebutuhan dasar harus dipenuhi agar anak menjadi pribadi
yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup (Ni Kadek,
2018).

Dalam memahami karakter anak kita akan menemukan berbagai macam kendala
seperti :

1. Susah diatur dan diajak kerja sama


Anak yang membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak
mau ini dan itu. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan
kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
2. Kurang terbuka pada orang tua
Figure orang tua tergantikan oleh pihak lain (teman ataupun pacar dll) kita
sebagai orang tua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan
kita.
3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”,
tanda harga diri anak yang terluka.

UPAYA YANG DILAKUKAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN


KARAKTER ANAK

1. Mendengarkan anak dengan baik


Berikan respon dan pikirkan penyelesainnya jika anak mempunyai
masalah. Banyak orang tua yang menganggap cerita anak mereka tidak
penting dan hanya mendengarkan sebagai symbol atau syarat saja.
2. Berusaha memahami tipe emosional anak
pahami tipe emosional anak dan jangan berikan amarah atau tindak
kekerasan ketika anak telah menyentuh sisi negatif dari emosinya. Berikan
ia pengertian atau cari cara lain agar emosi anak tidak bertambah buruk
dari waktu ke waktu.
3. Interogasi anak dengan baik
Interogasi anak dengan lembut, buat ia mengatakan hal yang sebenarnya,
dan ketahui bagaimana anak tersebut mampu menceritakan hal-hal yang
sangat rahasia kepada anda. jika hal itu terjadi, maka anda telah
memahami karakter anak dan siap untuk mendidiknya menjadi lebih baik.

KESIMPULAN

Kunci utama keberhasilan dalam membangun karakter positif pada anak adalah
keteladanan dimana orang tua harus menjadi orang yang memiliki karakter positif.
Pembentukan karakter adalah sebuah perjalanan panjang dalam mendidik anak,
hasilnya mungkin baru dapat kita lihat setelah proses berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun. Tidak pernah ada satu „resep‟ mujarab yang dapat menjawab
semua permasalahan dalam menanamkan karakter positif pada anak. Kesediaan
untuk selalu belajar dan memperbaiki diri yang didasari kesadaran untuk menjadi
teladan dan contoh yang baik bagi anak-anak kita adalah kunci keberhasilannya.
Semoga kita selalu diberi kesabaran dan kemudahan untuk terus berjuang
mendidik generasi mendatang untuk menjadi manusia yang berkualitas dan
berkarakter mulia.

DAPUS

Ni Kadek Santya Pratiwi. (2018). Pentingnya Peran Orang Tua Dalam


Pembentukan Karakter Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan
Dasar, 83-91.

Pusat Kurikulum (Puskur). 2010. Grand Design Pendidikan Karakter. Jakarta:


Kemdiknas:

RANGKUMAN JAYDAH

Anak usia sekolah adalah anak - anak yang berusia 7 - 12 tahun


(Kemenkes 2011). Pada anak anak usia 7-12 tahun terjadi perubahan yang
signifikan terhadap kesehatan mental dan sosial. Perkembangan kesehatan mental
ditandai dengan anak mampu mengendalikan emosi, dapat berpikir jernih serta
dapat beradaptasi dengan keadaan, Perkembangan sosial anak usia sekolah
ditandai anak mampu bersosialisasi dengan teman sebaya, keluarga, dan
masyarakat (Stuart,2016). Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak
usia sekolah adalah faktor keluarga, kematangan fisik dan psikis, status sosial
ekonomi, Pendidikan, kapasitas mental, emosi anak.

Perkembangan sosial diartikan sebagai kemampuan anak dalam


berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan masyarakat luas agar dapat
meyesuaikan diri dengan baik sesuai dengan harapan bangsa dan negara (Mayar,
2013). Perkembangan sosial ini mengikuti suatu pola perilaku sosial. Dimana pola
ini berlaku pada semua anak yang berada dalam satu kelompok budaya.
Perkembangan ini dimulai sejak bayi mampu berinteraksi dengan keluarganya.
Pengalaman sosial yang dialami anak saat usia dini sangat memengaruhi
pembentukkan karakter anak di masa yang akan datang (Aqib,
2013).Perkembangan sosial emosional erat kaitannya dengan interaksi, baik
dengan sesama atau benda-benda lainnya. Jika interaksinya tidak baik, maka
pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi tidak optimal. Namun kebanyakan
orangtua kurang memerhatikan hal tersebut pada anak padahal perkembangan
sosial emosional setiap anak berbeda. Dalam hal ini peran pendidik sangat
diperlukan untuk memahami perkembangan sosial emosional pada anak agar
mereka dapat mengembangkan kemampuannya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual.


Bandung: Penerbit Yrama Widya

Mayar Farida. 2013. Perkembangan Sosial Anak usia Dini Sebagi Bibit Masa
depan Bangsa. Jurnal Al Ta’ lim, Jilid 1, Nomor 6

Stuart Gail.W .2016. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Indonesia: Elsever.


Rangkuman Fida

Gangguan Mental Emosional Anak Sekolah Dasar


Kesehatan mental menjadi faktor risiko dari distress mental dan
psikopatologi di masa depan. Gangguan mental emosional ringan, berisiko 4,1
kali lebih besar untuk rnempunyai kualitas hidup kurang dibandingkan penduduk
yang tidak dengan gangguan mental emosional. Dalam dekade terakhir, gangguan
mental pada anak-anak dan remaja telah menjadi fokus dalam kesehatan global di
dunia karena hubungannnya dengan penderitaan, functional impairment, paparan
stigma dan diskriminasi, bahkan potensi kematian. Di Indonesia data mengenai
gangguan mental emosional pada anak usia pada tingkat nasional sangat sulit
ditemukan. Namun melalui salah satu program yang menjadi Standar Pelayanan
Minmal (SPM) dalam penjaringan kesehatan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
pada setiap siswa baru setiap tahunnya, terdapat data secara garis besar jumlah
kasus dan belum ada analisis lanjut mengenai kasus gangguan mental emosional
siswa sekolah dasar. (Kyaga, 2012).

Tingkat penghasilan keluarga, pendidkan ayah, konsumsi sayur, dan


gangguan tidur menjadian masalah gangguan mental emosional siswa sekolah
dasar. Pada jenis kelamin perempuan memiliki masalah gangguan mental
emosional terbanyak dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Pendidikan
orangtua tidak secara terpisah menyebutkan pendidikan orangtua yang rendah
menjadi faktor risiko terkuat dalam hubungannya dengan Kesehatan mental anak
(Perna, 2010).

Salah satu mekanisme penting antara efek tingkat pendidikan orangtua


dengan gangguan mental emosional pada anak adalah pengetahuan orangtua
tentang membesarkan anak dan perkembangan anak. Tingkat pendidikan orangtua
yang rendah berhubungan dengan sikap pola asuh yang buruk, seperti
mendisiplinkan anak dengan kekerasan fisik dan otoriter. Hal tersebut muncul
karena kurangnya pengetahuan tentang hasil kontaproduktif yang muncul akibat
cara pendisiplinan anak yang keras. Sedangkan pada tingkat pendidikan orangtua
yang lebih tinggi, menunjukan bahwa orangtua lebih sensitif terhadap
perkembangan anak, memiliki pemahaman yang lebih baik dalam strategi untuk
mendorong kompetensi sosial anak, serta lebih memiliki sikap suportif dan efektif
dalam mererapkan pola asuh pada anak (Hosokawa, 2017).
Pendapatan keluarga yang kurang secara langsung terkait dengan konfik
dalam perkawinan, praktik pengasuhan, dan pada akhirnya mempengaruhi fungsi
Kesehatan mental anak, seperti kemampuan sosial anak dan masalah perilaku.
Sebaliknya pada tingkat pendapatan keluarga yang tinggi dikaitkan dengan konfik
perkawinan yang lebih konstruktif, dan selanjutnya lebih banyak digunakan dalam
praktik pengasuhan anak yang positif, sehingga menghasilkan fungsi Kesehatan
mental anak yang lebih baik. Mekanisme lain yang menghubungankan antara
tingkat pendapatan keluarga dengan gangguan mental emosional pada anak adalah
pada konsep model investasi keluarga. Keluarga dengan sumber daya ekonomi
yang lebih tinggi dapat membuat investasi yang signifikan dalam perkembangan
anak-anak mereka. Investasi tersebut melibatkan beberapa dimensi barang dan
layanan (misalnya, makanan dan pakaian yang memadai, perumahan layak huni,
perawatan medis, hinggan tinggal di lingkungan yang lebih menguntungkan bagi
perkembangan psikologi anak), termasuk stimulasi langsung dan tidak langsung
dari orangtua (misalnya, menyediakan bahan pembelajaran dan kegiatan,
dukungan melalui pelatihan lanjutan dan akses sekolah). Sedangkan orangtua
dengan tingkat penghasilan yang lebih rendah harus berinvestasi pada kebutuhan
yang lebih mendesak dalam keluarga.(Hosokawa, 2017).

Buah dan sayur memiliki kandungan kaya antioksidan seperti vitamin C,


vitamin E, karotenoid, senyawa phlenoid dan lainnya. Antioksidan memiliki dua
efek utama. Pertama, merngurangi stress oksidatif. Stress oksidatif secara
konsisten akan meningkat pada kondisi stress kronis dan keadaan depresi. Kedua,
antioksidan dalam asupan makanan juga dapat menurunkan inflamasi seperti
produksi sitokin. Terdapat bukti bahwa produksi sitokin meningkatkan pada
kondisi stress dan depresi, namun tingginya konsentrasi sitokin juga dapat
dikarenakan akibat dari penyakit yang lain atau konsumsi obat-obatan tertentu
(Richard, 2015).

Kualitas tidur memiliki hubungan yang erat dengan kesejahteraan seorang


anak. Gangguan tidur sering kali diikuti dengan berbagai penyakit somatik,
psikiatrik dan neurologis. Tidur yang buruk memiliki dampak negatif terhadap
mood dan perilaku, gangguan tidur laten pada beberapa kasus dapat
bermanifestasi sebagai gejala psikiatrik (Tanjung, 2004).
Penyebab gangguan mental emosional yang dapat dihubungkan dengan
gangguan tidur adalah terganggunya neurotransmiter serotonin dalam otak.
Serotonin berperan dalam pengontrolan afek, agresivitas, tidur, dan nafsu makan.
Neuron serotoninergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke
korteks serebri, hipotalamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.
Proyeksinya ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya pada gangguan
psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, namun satu transmiter saja dapat
memberikan efek ke seluruh otak. (Amir, 2004).

Dampak positif dalam perkembangan kesehatan mental ada 2 yaitu:

1. Menghormati otonomi anak melalui komunikasi timbal balik


2. Melatih otoritas orangtua atas anak bila diperlukan
Jenis pola asuh otoriter menunjukkan berbagai efek negatif pada
Kesehatan mental anak. (Uji, 2014). Sebuah studi menyebutkan penggunaan
permainan elektronik dapat memicu masalah impulse, perilaku, pemusatan
perhatian dan fungsi kognitif umum lainnya. Namun sebaliknya terdapat sisi
positif seperti meningkatkan intregasi dan perpetual informasi ke otak serta
meningkatkan koordinasi tangan dan mata (Kuss, 2013).
Keadaan mental yang lebih baik dapat meningkatkan kekuatan personal
individu, toleran, optimis, pemaaf, dan memiliki tujuan hidup. Di sisi lain ekpresi
religius dapat memunculkan persepsi berlebihan seperti perasaan bersalah, malu,
atau perasaan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan, yang mana selanjutnya
dapat berpotensi mengganggu kondisi Kesehatan mental (Cornah, 2006).
Anak-anak dan remaja yang mengikuti kegiatan di gereja atau kegiatan
komunitas keagamaan yang lain memiliki hubungan yang protektif dengan
kesehatan mental anak. Mereka yang mengkuti kegiatan keagamaan secara rutin
cenderung menjauh dari perilaku berisiko seperti merokok, mengkonsumsi
minuman keras, mengkonsumsi zat aditif, dan pergaulan bebas, serta menunjukan
perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari seperti saling membantu dan
saling berbagi (Michaelson,2014).

Dapus

Mental, G., Siswa, E., & Dasar, S. (2019). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC
HEALTH. 3(2), 252–262.

You might also like