You are on page 1of 12

PERBANDINGAN GUGUS KONSONAN DAN DIFTONG

DALAM BAHASA BETAWI DAN BAHASA INDONESIA

Ila Nafilah 1) , Yulia Agustin 2) , Sulis Setiawati 3)


1)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI, Jl.
Nangka No. 58C Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Indonesia
2)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI, Jl.
Nangka No. 58C Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Indonesia
3)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI, Jl.
Nangka No. 58C Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Indonesia

1) 3)
nafilah.salsabila@gmail.com, 2) yuliaagustin.unindra@gmail.com, sulis2310@yahoo.co.id

Abstract

Language is an interaction tool used by humans to be able to interact with each other. Without language,
communication can not take place as it should. Misconceptions among members of a particular group of people are
caused by the inability to interpret the speaker's intent and purpose in discussing a topic of conversation. The language
is unique, meaning that each language develops its own rules that ultimately distinguish one language from another, as
well as Betawi and Indonesian. This study aims to find out the comparison of consonant and diphthong groups in
Betawi and Indonesian. This research was conducted in Jakarta and the research time started from September to
December 2016. The focus of this research is on comparison of consonant and diphthong groups in Betawi and
Indonesian. The object of this research is Betawi language vocabulary and Indonesian language. Research with this
qualitative approach using content analysis method (content analysis). In this study, which will be the subject of
research is Betawi language vocabulary derived from three sources, namely Betawi Glossary book written by Ridwan
Saidi published by Betawi Ngeriung in Jakarta in 2007, book of Daily Dictionary of Betawi Language written by
Sukanta published by Grasindo in Jakarta In 2010 and the Indonesian language vocabulary sourced from KBBI.

Keywords: consonant clusters, diphthongs, Betawi, and Indonesian


.Abstrak
Bahasa merupakan alat interaksi yang digunakan oleh manusia untuk dapat saling berinteraksi antara satu dengan yang
lainnya. Tanpa adanya bahasa, komunikasi yang terjadi tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya.
Kesalahpahaman antar anggota kelompok masyarakat tertentu disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menafsirkan
maksud dan tujuan penutur dalam membicarakan suatu topik pembicaraan. Bahasa itu bersifat unik, artinya setiap
bahasa mengembangkan kaidahnya sendiri-sendiri yang pada akhirnya membedakan bahasa yang satu dengan bahasa
yang lain, begitu juga dengan bahasa Betawi dan bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan gugus konsonan dan diftong dalam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan di
Jakarta dan waktu penelitian dimulai dari September sampai dengan Desember 2016. Fokus penelitian ini adalah
tentang perbandingan gugus konsonan dan diftong dalam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia. Objek penelitian ini
adalah kosakata bahasa Betawi dan bahasa Indonesia. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini menggunakan metode
analisis isi (content analysis). Dalam penelitian ini, yang akan dijadikan subjek penelitian adalah kosakata bahasa
Betawi yang berasal dari tiga sumber yaitu buku Glosari Betawi karangan Ridwan Saidi yang diterbitkan oleh Betawi
Ngeriung di Jakarta pada 2007, buku Kamus Sehari-hari Bahasa Betawi karangan Sukanta yang diterbitkan oleh
Grasindo di Jakarta pada 2010 dan kosakata bahasa Indonesia yang bersumber dari KBBI.

Kata-kata kunci : gugus konsonan, diftong, bahasa Betawi, dan bahasa Indonesia.
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri
dan memisahkan dirinya dari masyarakat serta lingkungan sekitar. Interaksi sebagai wujud konkret
berkomunikasi antarsesama warga masyarakat tersebut mutlak diperlukan dan merupakan
kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Tentu saja interaksi yang dilakukan tiap individu haruslah
menggunakan sebuah alat yang dinamakan bahasa. Tanpa adanya bahasa, komunikasi yang terjadi
tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Akan banyak terjadi kerancuan-kerancuan yang
dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam menafsirkan maksud dan tujuan penutur dalam
membicarakan suatu topik.
Setiap bahasa adalah unik. Kaidah bahasa yang satu tidak sama dengan kaidah bahasa yang
lain. Setiap bahasa mengembangkan kaidahnya sendiri-sendiri yang pada akhirnya membedakan
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Begitu juga dengan bahasa Betawi dan bahasa
Indonesia. Bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia adalah sebuah bahasa
yang merupakan anak bahasa dari Melayu. Mereka yang menggunakan bahasa ini dinamakan orang
Betawi. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah tempat bahasa ini dikembangkan,
yaitu Jakarta.
Orang Betawi yang terbentuk antara tahun 1873 dan 1923 merupakan peleburan dari berbagai
etnik, diantaranya etnik Melayu. Walaupun demikian jumlah etnik Melayu bukanlah yang dominan
karena jumlahnya sama dengan orang Bugis, Makassar, Mandar dan hanya setengah dari jumlah
orang Bali. Jadi pembentuk utama etnis Betawi berasal dari timur Indonesia, tetapi penampilan
budaya berasal dari barat Indonesia yaitu Melayu, seperti bahasa, kesenian, busana, boga dan griya.
Yang amat menarik ciri khas Betawi amat identik dengan ciri khas Melayu yaitu Islam. Sebenarnya
unsur Melayu dominan pada orang Betawi Kota dan tidak pada orang Betawi di pinggir Kota
Jakarta yang juga amat terpengaruh tradisi Sunda dan Cina. Dalam rekacipta tradisi Betawi yang
dimulai pada tahun 1970an unsur Melayu kurang tersentuh karena lebih bernuansa Islam dan agak
sulit untuk diangkat sebagai komoditas yang merupakan salah satu tujuan utama dalam proses
rekacipta ini.
Pada pertengahan abad 18 bahasa formal untuk penduduk asli adalah bahasa Melayu. Secara
perlahan-lahan kelompok-kelompok etnik di Batavia menggunakan bahasa Melayu dan akhirnya
berkembang menjadi bahasa penduduk asli di tempat ini yang dikenal sebagai bahasa Betawi.
Karena luasnya bidang kajian, penelitian ini terfokus mengkaji rangkaian bunyi vokal dan
konsonan dalam bahasa Betawi, yang selanjutnya disebut dengan istilah gugus konsonan dan
diftong, kemudian dibandingkan dengan gugus konsonan dan diftong dalam bahasa Indonesia.
2

Rumusan Masalah
“Bagaimanakah perbandingan gugus konsonan dan diftong dalam bahasa Betawi dan bahasa
Indonesia?”
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan gugus konsonan dan diftong
dalam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia.
Tinjauan Pustaka
1. Gugus Konsonan
Gugus konsonan adalah deretan dua konsonan atau lebih yang tergolong dalam satu suku kata
yang sama (Alwi dkk, 2000:52-53). Bunyi [pr] pada kata praktik adalah gugus konsonan; demikian
pula dengan [pl] pada plastik, [tr] pada sastra, dan [str] pada kata struktur. Pemisahan bunyi pada
kata itu adalah prak-tik, plas-tik, sas-tra, dan stru-ktur. Dalam bahasa-bahasa tertentu, bunyi kluster
atau konsonan rangkap (dua atau lebih) ini merupakan bagian dari struktur fonetis atau fonotaktis.
Namun, kadang sebagian pihak masih sering mempertukarkan antara konsep gugus konsonan dan
deret konsonan. Bila terdapat dua konsonan dalam satu silabel yang beruntun maka disebut gugus
konsonan atau kluster sedangkan deret konsonan konsonan yaitu apabila dua konsonan tersebut
berada dalam dua silabel yang berbeda (Chaer, 2009:51-52). Sebagai akibat dari pengaruh bahasa
asing seperti bahasa Inggris dan Belanda, terdapat juga dalam bahasa Indonesia kini gugus
konsonan yang terdiri dari tiga buah konsonan, seperti /str/ pada kata strategi (Chaer, 2009:51).
Menurut Abdul Chaer (2009:84-85), pola gugus konsonan yang terdapat dalam bahasa
Indonesia, yaitu: (1) /br/ seperti pada brahma; (2) /bl/ seperti pada kata blangko; (3) /dr/ seperti
pada kata drama; (4) /dw/ seperti pada kata dwidarma; (5) /dy/ seperti pada kata madya; (6) /fl/
seperti pada kata inflasi; (7) /fr/ seperti pada kata infra; (8) /gl/ seperti pada kata global; (9) /gr/
seperti pada kata gram; (10) /kl/ seperti pada kata klasik; (11) /kr/ seperti pada kata kritik; (12) /ks/
seperti pada kata ksatria; (13) /kw/ seperti pada kata kwartir; (14) /pr/ seperti pada kata pribadi;
(15) /ps/ seperti pada kata psikolog; (16) /sl/ seperti pada kata slogan; (17) /sp/ seperti pada kata
spontan; (18) /sr/ seperti pada kata srikaya; (19) /st/ seperti pada kata studio; (20) /sk/ seperti pada
kata skala; (21) /sw/ seperti pada kata swadaya; (22) /tr/ seperti pada kata tragedy; (23) /ty/ seperti
pada kata satya; (24) /spr/ seperti pada kata spirit; (25) /str/ seperti pada kata strategi; (26) /skr/
seperti pada kata skripsi.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut gugus konsonan
adalah deretan konsonan yang berada dalam satu suku kata, tetapi jika gabungan konsonan terdapat
dalam dua suku kata, maka gabungan itu tidak dapat dinamakan gugus. Dengan kata lain, tidak
3

semua deretan konsonan itu selalu membentuk gugus konsonan. Contoh deretan dua konsonan yang
bukan gugus konsonan adalah pt pada cipta, ks pada aksi, dan rg pada harga.
2. Diftong
Gugus vokal adalah sama dengan diftong (Chaer, 2009:83). Diftong yang ada dalam bahasa
Indonesia di antaranya adalah /ai/, /au/, /oi/, dan /ei/, seperti terdapat pada kata pantai [pantai],
pulau [pulaw], sepoi [sepoy], dan survey [survey]. Diftong atau gugus vokal berbeda dengan deret
vokal. Diftong berada dalam satu silabel sedangkan deret vokal berada dalam silabel atau suku kata
yang berbeda, misalnya <mb> pada kata sambut (sam – but), <sb> pada kata tasbih (tas – bih), <sr>
pada kata mesra (mes – ra), dan pada contoh-contoh lainnya. Seperti tampak pada contoh-contoh di
atas, diftong adalah vokal yang berubah kualitasnya pada saat pengucapannya. Dalam sistem tulisan
diftong biasa dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal itu tidak dapat dipisahkan
(Alwi dkk, 2000:52).
Bunyi [ai] pada kata sungai adalah diftong sehingga grafem <ai> pada suku kata –ngai tidak
dapat dipisahkan menjadi nga-i. Berbeda dengan <sr> pada kata mesra yang dapat dipisahkan
menjadi mes – ra. Menurut Muslich (2010:69), masalah diftong atau vokoid rangkap berhubungan
dengan sonoritas atau tingkat kenyaringan suatu bunyi. Ketika dua deret bunyi vokoid diucapkan
dengan satu embusan udara, akan terjadi ketidaksamaan sonoritasnya. Salah satu bunyi vokoid pasti
lebih tinggi sonoritasnya dibanding dengan bunyi vokoid yang lain. Vokoid yang lebih rendah
sonoritasnya lebih mengarah atau menyerupai bunyi nonvokoid. Kejadian meninggi dan
menurunnya sonoritas inilah yang disebut diftong.
Posisi diftong atau gugus vokal dalam bahasa Indonesia pada sebuah kata dapat berada di awal
kata atau akhir kata (Chaer, 2009:83) di antaranya: 1) Diftong /aw/ dapat menduduki posisi awal
dan posisi akhir, misalnya aula [awla], silau [silaw]. Diftong /aw/ tidak dapat menduduki posisi
tengah; 2) Diftong /ay/ hanya menduduki posisi akhir, misalnya pada kata pantai [pantay], landai
[landay]. Diftong /ay/ tidak dapat menduduki posisi awal dan tengah; 3) Diftong /oy/ menduduki
posisi akhir dalam kata, seperti pada kata amboi [amboy]; 4) Diftong /èy/ menduduki posisi akhir,
misalnya pada kata survei [survey].
Berdasarkan penjelasan di atas, posisi diftong /aw/, /ai/, /oy/, dan /èy/ dalam sebuah kata dapat
berada di posisi awal maupun akhir tetapi tidak dapat berada di tengah-tengah kata.
3. Bahasa Betawi
Bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia adalah sebuah bahasa
yang merupakan anak bahasa dari Melayu. Mereka yang menggunakan bahasa ini
dinamakan orang Betawi. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah tempat bahasa ini
dikembangkan, yaitu Jakarta.
4

Bahasa Betawi adalah bahasa kreol (Siregar, 2005) yang didasarkan pada bahasa
Melayu Pasar ditambah dengan unsur-unsur bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa dari Cina
Selatan (terutama bahasa Hokkian), bahasa Arab, serta bahasa dari Eropa, terutama bahasa
Belanda dan bahasa Portugis. Bahasa ini pada awalnya dipakai oleh kalangan masyarakat
menengah ke bawah pada masa-masa awal perkembangan Jakarta. Komunitas budak serta
pedagang yang paling sering menggunakannya. Karena berkembang secara alami, tidak ada
struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya dari bahasa Melayu, meskipun
ada beberapa unsur linguistik penciri yang dapat dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-,
penggunaan akhiran -in (pengaruh bahasa Bali), serta peralihan bunyi /a/ terbuka di akhir kata
menjadi /e/ atau /ɛ/ pada beberapa dialek lokal.
4. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi
Republik Indonesia. Kata “Indonesia” itu sendiri berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu
Indos yang berarti “India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi, kata Indonesia berarti
kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India.
Menurut Arifin dkk (2014:2) bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah
satu bagian dari rumpun Austronesia. Bahasa Melayu juga sudah mulai digunakan di kawasan
Asia Tenggara sejak abad ke-7.
Selanjutnya, Habibie (dalam Alwi dkk, 2000: 1-4) menyatakan bahwa jika
dibandingkan dengan dengan beberapa bangsa di Benua Asia, kemajuan yang dicapai oleh
bahasa Indonesia baik sebagai bahasa persatuan maupun bahasa negara sungguh luar biasa.
Masih banyak Negara di Benua Asia yang hingga sekarang masih dihadapkan pada masalah
bahasa nasionalnya. Meskipun relatif lama merdeka, dalam kenyataannya mereka belum benar-
benar memiliki bahasa nasional yang memasyarakat. Masih banyak rakyatnya, bahkan
pemimpin-pemimpinnya, yang merasa asing dengan bahasa nasionalnya sendiri.
Dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu
yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang
tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing
sebagai bahasa ibu seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lain. Untuk sebagian besar
lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua.
5

Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mengalami berbagai perubahan akibat


penggunaanya sebagai alat berkomunikasi dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-
20. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan
kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa
asing.
METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ialah penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara
kualifikasi yang lainnya. Penelitian kualitatif mengedepankan kedalaman penghayatan terhadap
interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris dengan menggunakan kata-kata atau
gambar. Dalam penelitian kualitatif yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas)
data bukan banyaknya (kuantitas) data (Hariwijaya, 2007:71)
Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini menggunakan metode analisis isi (content
analysis). Analisis ini ini digunakan dalam pencarian fakta dengan interpretasi data berupa kosakata
bahasa Betawi yang berasal dari dua sumber yaitu buku Glosari Betawi karangan Ridwan Saidi
yang diterbitkan oleh Betawi Ngeriung di Jakarta pada 2007 dan buku Kamus Sehari-hari Bahasa
Betawi karangan Sukanta yang diterbitkan oleh Grasindo di Jakarta pada 2010 dan kosakata bahasa
Indonesia yang bersumber dari KBBI. Maksudnya, dengan penelitian yang bersumber dari sumber
data tersebut, peneliti membacanya secara saksama dan menganalisis kosakata yang terdapat di
dalamnya. Analisis yang dilakukan adalah analisis terhadap perbandingan gugus konsonan dan
diftong dalam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif
menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis. Penelitian
deskriptif merupakan pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data
tersebut. data yang dikumpulkan dan dianalisis berupa kosakata.
Teknik penelitian deskriptif yang dilakukan peneliti adalah teknik meneliti kosakata bahasa
Betawi dan membandingkannya dengan kosakata bahasa Indonesia kemudian menganalisisnya
berdasarkan konsep gugus konsonan dan diftong. Teknik penelitian ini dapat dilakukan dengan
membaca secara teliti kosakata yang terdapat dalam sumber data, mengidentifikasi,
mengklasifikasi, menganalisis, dan menyimpulkan pola-pola gugus konsonan dan diftong dalam
bahasa Betawi dan bahasa Indonesia.
Subjek dan Fokus Penelitian
6

Subjek penelitian adalah data yang akan diteliti atau dianalisis. Dalam penelitian ini, yang
akan dijadikan subjek penelitian adalah kosakata bahasa Betawi yang berasal dari tiga sumber yaitu
buku Glosari Betawi karangan Ridwan Saidi yang diterbitkan oleh Betawi Ngeriung di Jakarta pada
2007, buku Kamus Sehari-hari Bahasa Betawi karangan Sukanta yang diterbitkan oleh Grasindo di
Jakarta pada 2010 dan kosakata bahasa Indonesia yang bersumber dari KBBI. Fokus penelitian ini
adalah tentang perbandingan gugus konsonan dan diftong dalam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Informasi Penelitian


Deskripsi informasi penelitian adalah gambaran mengenai data yang diteliti. Data kosakata
bahasa Indonesia yang diteliti bersumber dari dua buah buku kamus bahasa betawi, yaitu: (1) Buku
Glosari Bahasa Betawi karangan Ridwan Saidi, diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Betawi
Ngeriung pada tahun 2007 dan (2) Buku Kamus Sehari-hari Bahasa Betawi karangan Sukanta,
diterbitkan di Jakarta oleh penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia pada tahun 2010. Kosakata
yang terdapat dalam buku tersebut diteliti berdasarkan gugus konsonan atau kluster dan diftongnya.
Data gugus konsonan dan diftong dalam bahasa Indonesia bersumber pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Kelima (KBBI) yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa pada tahun 2016 di Jakarta. Gugus konsonan atau kluster dan diftong yang
ditemukan dalam kosakata bahasa Betawi dibandingkan dengan gugus konsonan atau kluster dan
diftong dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian akan dijelaskan berdasarkan klasifikasi gugus
konsonan dan diftong. Deskripsi hasil penelitian akan dilengkapi pula dengan rekapitulasi
perbandingan gugus konsonan dan diftong bahasa Betawi dan bahasa Indonesia.
Analisis Data
1. Gugus Konsonan dalam Bahasa Betawi
Data gugus konsonan bahasa Betawi yang ditemukan dalam buku sumber penelitian
berjumlah delapan belas pola, yaitu sebagai berikut: 1. Gugus konsonan /bl/, posisi dalam kata :
awal dan tengah. Contoh: blakangan, blakang-blakangan, dablek, gablek, blekok, bluwek.
Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /bl/
dengan posisi dalam kata pada awal dan tengah seperti pada kata blangko dan amblas; 2. Gugus
konsonan /br/, posisi dalam kata : awal dan tengah. Contoh : abrek, bronjong, ambrak, ambrek,
ambreng, brantem, brek-brekan. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia,
terdapat juga gugus konsonan /br/ dengan posisi dalam kata pada awal dan tengah seperti pada kata
brahmana, labrak; 3. Gugus konsonan /cl/, posisi dalam kata : tengah. Contoh : anclep, goclak,
kuncluk, ngaclak, ngacleng, nunclep, tunclep. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam
bahasa Indonesia, tidak ditemukan gugus konsonan /cl/; 4. Gugus Konsonan /cr/, posisi dalam kata :
7

tengah. Contoh : muncrat. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, tidak
ditemukan gugus konsonan /cr/; 5. Gugus Konsonan /dr/, posisi dalam kata : tengah. Contoh :
modrok. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus
konsonan /dr/ dengan posisi dalam kata pada awal dan tengah seperti pada kata drama dan sudra; 6.
Gugus Konsonan /gl/, posisi dalam kata : awal dan tengah. Contoh : bongglek, gluduk, pongglek.
Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /gl/
dengan posisi di awal kata seperti pada kata global dan glukosa; 7. Gugus Konsonan /gr/, posisi
dalam kata : awal dan tengah. Contoh : jogrogan, kesogrok, grabak-grubuk, tegrep. Perbandingan
dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /gr/ dengan posisi
di awal kata seperti pada kata grafis dan gram; 8. Gugus Konsonan /jr/, posisi dalam kata : tengah.
Contoh : ajrut-ajrutan, mejret, mojrot. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa
Indonesia, tidak ditemukan gugus konsonan /jr/; 9. Gugus Konsonan /kl/, posisi dalam kata : awal
dan tengah. Contoh: cangklong, dingklik, kecengklak, klece, klemar-klemer, kletak, nyangklong,
sengkle, teklok. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga
gugus konsonan /kl/ dengan posisi di awal kata seperti pada kata.klinik dan klasik; 10. Gugus
Konsonan /kr/, posisi dalam kata : tengah. Contoh : angkrok, nangkring, ningkring. Perbandingan
dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /kr/ dengan posisi
di tengah kata seperti pada kata kritik dan kroket; 11. Gugus Konsonan /ml/, posisi dalam kata :
awal. Contoh: mlengos, mlosnong. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia,
tidak ditemukan gugus konsonan /ml/; 12. Gugus Konsonan /pl/, posisi dalam kata : awal dan
tengah. Contoh : baplang, caplang, caplok, cemplung, cemplak, planting, plataran. Perbandingan
dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /pl/ dengan posisi
di awal kata seperti pada kata plastik dan plagiat; 13. Gugus Konsonan /pr/; posisi dalam kata: awal
dan tengah. Contoh : amprok, cempreng, damprat, (celana) komprang, damprat, geprak, geprek,
jiprug, joprak, prabot, prau, pribase. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa
Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /pr/ dengan posisi di tengah kata seperti pada kata pribadi
dan keprok; 14. Gugus Konsonan /py/, posisi dalam kata : tengah. Contoh : gepyak, gupyak,
ngumpyang. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, tidak ditemukan
gugus konsonan /py/; 15. Gugus Konsonan /sl/, posisi dalam kata : awal. Contoh : slanang-slonong,
sleletan, sliwer. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga
gugus konsonan /sl/ dengan posisi di awal kata seperti pada kata slogan dan slebor; 16. Gugus
Konsonan /sr/, posisi dalam kata : awal dan tengah. Contoh: asruk-asrukan, nyusruk, nyingsring,
srabot-srobot, sradak-sruduk, srampang, sreg. Perbandingan dengan bahasa Indonesia: dalam
bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /sr/ dengan posisi di awal kata seperti pada kata
8

srigala; 17. Gugus Konsonan /st/, posisi dalam kata : awal. Contoh : stingkul. Perbandingan dengan
bahasa Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /st/ dengan posisi di awal
kata seperti pada kata stasiun dan studio; 18. Gugus Konsonan /tr/, posisi dalam kata : tengah.
Contoh: atret, bantrok, juntrungan, keketrekan, (bango) trontong. Perbandingan dengan bahasa
Indonesia: dalam bahasa Indonesia, terdapat juga gugus konsonan /tr/ dengan posisi di awal dan
tengah kata seperti pada kata tragedi dan sutra.
2. Diftong dalam Bahasa Betawi
Setelah dilakukan penelusuran, ternyata dalam bahasa Betawi tidak ditemukan diftong seperti
dalam bahasa Indonesia sehingga kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong
dalam bahasa Betawi diucapkan dengan /è/ dan /o/ seperti pada kata: pantai menjadi /pantè/, balai
menjadi /bale/, silau menjadi /silo/, pulau menjadi /pulo/.
3. Gugus Konsonan dalam Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia, pola gugus konsonan terdiri atas dua pola, yaitu pola dua kosonan dan
pola tiga konsonan sebagai pengaruh serapan dari bahasa asing.
a. Gugus Dua Konsonan
Dalam bahasa Indonesia terdapat 22 (dua puluh dua) pola dua gugus konsonan, yaitu: 1.
Gugus konsonan /br/, posisi dalam kata: awal dan tengah. Contoh : brahmana, brigadir, brosur,
brutal, bruto, brokoli, labrak; 2. Gugus konsonan /bl/, posisi dalam kata : awal dan tengah.
Contoh: blangko, blewah, blender, blangko, blazer, blok, amblas; 3. Gugus konsonan /dr/,
posisi dalam kata: awal dan tengah. Contoh : drama, drastis, sudra; 4. Gugus konsonan /dw/,
posisi dalam kata : awal. Contoh : dwiwarna, dwibahasa, dwifungsi; 5.Gugus konsonan /dy/,
posisi dalam kata : tengah. Contoh: madya; 6. Gugus konsonan /fl/, posisi dalam kata: awal dan
tengah. Contoh : flanel, flavon, fleksibilitas, flora, inflasi; 7. Gugus konsonan /fr/, posisi dalam
kata : awal dan tengah. Contoh: frater, fraksi, fraktur, frasa, frekuensi, frontal, frustasi, infra:
8. Gugus konsonan /gl/, posisi dalam kata :awal. Contoh : global, glukosa, glamor; 9. Gugus
konsonan /gr/, posisi dalam kata : awal. Contoh : grafis, grasi, grogi, gravitasi, gram; 10.
Gugus konsonan /kl/, posisi dalam kata :awal. Contoh: klasik, klinik, klasifikasi, klausa, klimis,
klise, kloset. 11. Gugus konsonan /kr/, posisi dalam kata : awal. Contoh: kritik, kredit, kredo,
kremasi, kriminal, krisis, kroket. 12. Gugus konsonan /ks/, posisi dalam kata : tengah dan akhir.
Contoh : eksponen, konteks; 13. Gugus konsonan /kw/, posisi dalam kata: awal dan tengah.
Contoh : kwintal, takwin; 14. Gugus konsonan /pl/, posisi dalam kata: awal. Contoh : plakat,
plagiat, plang, platina, planet, planaria. 15. Gugus konsonan /pr/, posisi dalam kata : awal dan
tengah. Contoh : pribadi, prihatin, keprok; 16. Gugus konsonan /ps/, posisi dalam kata : awal.
Contoh: psikologi, psikiater; 17. Gugus konsonan /sl/, posisi dalam kata: awal. Contoh : slogan,
9

slebor; 18. Gugus konsonan /sp/, posisi dalam kata : awal. Contoh : spontan, spirit, spageti,
spanduk, spasi, spektakuler. 19. Gugus konsonan /sr/, posisi dalam kata: awal. Contoh :
srikaya; 20. Gugus konsonan /st/, posisi dalam kata: awal. Contoh : studio, stasiun, stabil,
stabilitas, stagnasi, stadium; 21. Gugus konsonan /sk/, posisi dalam kata: awal. Contoh : skala,
skuter; 22. Gugus konsonan /tr/, posisi dalam kata: awal dan tengah. Contoh : tragedi, sutra
b. Gugus Tiga Konsonan
Dalam bahasa Indonesia, terdapat empat gugus dengan pola tiga konsonan sebagai akibat
pengaruh dari serapan bahasa asing yaitu: 1. Gugus Konsonan /str/, posisi dalam kata: awal.
Contoh : strategi; 2. Gugus konsonan /spr/, posisi dalam kata: awal. Contoh: sprinter; 3. Gugus
konsonan /skr, posisi dalam kata: awal. Contoh : skripsi. 4. Gugus konsonan /skl/, posisi dalam
kata : awal. Contoh: skeloris.
4. Diftong dalam Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Bahasa Indonesia terdapat empat klasifikasi diftong, yaitu: 1. Diftong /au/, posisi
dalam kata : awal dan akhir. Contoh: aula [awla], pulau [pulaw], kerbau [kerbaw]; 2. Diftong /ai/.
posisi dalam kata : akhir. Contoh : pantai [pantay], landai [landay]; 3. Diftong /oi/, posisi dalam
kata : akhir. Contoh : sepoy [sepoy]; 4. Diftong /èi/, posisi dalam kata: akhir. Contoh : survei
[survèy].
Pembahasan dan Deskripsi Hasil Analisis
Pembahasan dan deskripsi hasil analisis merupakan rekapitulasi data gugus konsonan dan
diftong dalam bahasa Betawi dan bahasa Indonesia yang peneliti temukan dari sumber data berupa
kamus. Dari Glosari Betawi karangan Ridwan Saidi dan Kamus Sehari-hari Bahasa Betawi
karangan Sukanta, ditemukan 18 gugus konsonan dengan pola gugus dua konsonan, yaitu /bl/, /br/,
/cl/, /cr/, /dr/, /gl/, /gr/, /jr/, /kl/, /kr/, /ml/, /pl/, /pr/, /py/, /sl/, /sr/, /st/, dan /tr/. Sedangkan data gugus
konsonan bahasa Indonesia berjumlah 26, yang terdiri atas 23 pola dua gugus konsonan dan 4 pola
tiga gugus konsonan. Pola gugus konsonan dalam bahasa Indonesia yang berpola dua gugus
konsonan yaitu /br/, /bl/, /dr/, /dw/, /dy/, /fl/, /fr/, /gl/, /gr/, /kl/, /kr/, /ks/, /kw/, /pl/, /pr/, /ps/, /sl/,
/sp/, /sr/, /st/, /sk/, dan /tr/. Sedangkan yang berpola tiga gugus konsonan yaitu /str/, /spr/, /skr/, dan
/skl/.
Berdasarkan data gugus konsonan tersebut, pola gugus konsonan yang sama antara bahasa
Betawi dan bahasa Indonesia yaitu /br/, /bl/, /dr/, /gl/, /gr/, /kl/, /kr/, /pl/, /pr/, /sl/, /sr/, /st/, dan /tr/.
Pola gugus konsonan yang hanya terdapat dalam bahasa Betawi adalah /cl/, /cr/, /jr/, /ml/, dan /py/.
Sedangkan pola gugus konsonan yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetapi tidak terdapat dalam
bahasa Betawi yaitu /by/, /dw/, /dy/, /fl/, /fr/, /ks/, /kw/, /ps/, /sp/, /sk/, /str/, /spr/, /skr/, dan /skl/,
10

sedangkan posisi gugus konsonan dalam kata pada kosakata bahasa Betawi terdapat di awal kata
atau di tengah kata. Tidak ditemukan data gugus konsonan yang posisinya di akhir kata.
Tidak jauh berbeda dengan bahasa Betawi, posisi gugus konsonan dalam kata pada kosakata
bahasa Indonesia didominasi terdapat di awal dan tengah kata kecuali gugus /ks/ yang terdapat di
akhir kata. Diftong tidak ditemukan dalam bahasa Betawi. Kata-kata yang dalam bahasa Indonesia
diucapkan dengan diftong, dalam bahasa Betawi diucapkan dengan /è/ dan /o/ seperti pada kata:
pantai menjadi /pantè/, balai menjadi /bale/, silau menjadi /silo/, pulau menjadi /pulo/. Dalam
bahasa Indonesia, terdapat empat klasifikasi diftong, yaitu diftong /au/ yang terdapat di awal dan
akhir kata, diftong /ai/ terdapat di akhir kata, diftong /oi/ terdapat di akhir kata, dan diftong /èi/ yang
posisinya terdapat di akhir kata.
Berdasarkan pembahasan dan deskripsi di atas, dapat diketahui bahwa jumlah pola gugus
konsonan lebih banyak terdapat dalam bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Betawi.
Begitu pun dengan diftong, yang malah dalam bahasa Betawi tidak ditemukan. Hal ini dapat terjadi
karena sifat bahasa Indonesia yang sangat terbuka terhadap masuknya unsur serapan dari bahasa
lain, terutama bahasa asing. Pola gugus konsonan bahasa Indonesia yang terdiri atas tiga konsonan
yaitu /skr/, /spr/, /skr/, dan /skl/ adalah bukti bahwa kosakata serapan dari bahasa asing, terutama
bahasa Inggris telah ikut memperkaya khazanah kosakata bahasa Indonesia.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Dari Glosari Betawi karangan Ridwan Saidi dan Kamus Sehari-
hari Bahasa Betawi karangan Sukanta: 1) Dalam bahasa Betawi ditemukan 18 gugus konsonan
dengan pola gugus dua konsonan, yaitu /bl/, /br/, /cl/, /cr/, /dr/, /gl/, /gr/, /jr/, /kl/, /kr/, /ml/, /pl/, /pr/,
/py/, /sl/, /sr/, /st/, dan /tr/. Sedangkan data gugus konsonan bahasa Indonesia berjumlah 26, yang
terdiri atas 23 pola dua gugus konsonan dan 4 pola tiga gugus konsonan. Pola gugus konsonan
dalam bahasa Indonesia yang berpola dua gugus konsonan yaitu /br/, /bl/, /dr/, /dw/, /dy/, /fl/, /fr/,
/gl/, /gr/, /kl/, /kr/, /ks/, /kw/, /pl/, /pr/, /ps/, /sl/, /sp/, /sr/, /st/, /sk/, dan /tr/. Sedangkan yang berpola
tiga gugus konsonan yaitu /str/, /spr/, /skr/, dan /skl/; 2) Semua gugus konsonan dalam bahasa
Indonesia dapat menduduki posisi awal dalam sebuah kata. Posisi tengah, selain dapat diisi oleh
gugus /by/ yaitu oleh gugus /bl/, /br/, /dr/, /dy/, /fl/, /fr/, /gl/, /ks/, /kw/, /pr/, /skr/, dan /tr/. Satu-
satunya gugus konsonan yang dapat berada di posisi akhir dalam kata adalah /ks/; 3) Dalam bahasa
Betawi tidak ditemukan diftong seperti dalam bahasa Indonesia sehingga kata-kata yang dalam
bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan /è/ dan /o/
seperti pada kata: pantai menjadi /pantè/, balai menjadi /bale/, silau menjadi /silo/, pulau menjadi
/pulo/; 4) Dalam bahasa Indonesia, terdapat empat klasifikasi diftong, yaitu diftong /au/, /ai, /oi/,
dan /èi/. Diftong tersebut pada umumnya hanya menduduki posisi akhir, kecuali diftong /au/ yang
11

dapat menduduki posisi awal dan akhir; 5) Jumlah pola gugus konsonan lebih banyak terdapat
dalam bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Betawi. Begitu pun dengan diftong, yang
malah dalam bahasa Betawi tidak ditemukan. Hal ini dapat terjadi karena sifat bahasa Indonesia
yang sangat terbuka terhadap masuknya unsur serapan dari bahasa lain, terutama bahasa asing.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
-----.2009. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
M.S., Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muslich, Masnur. 2010. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Saidi, Ridwan. 2007. Glosari Bahasa Betawi. Jakarta: Betawi Ngeriung.
Sukanta. 2010. Kamus Sehari-hari Bahasa Betawi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Verhaar, J.W.M. 2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

You might also like