You are on page 1of 11

Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 2, Nomor 1, Year 71

RESEARCH ARTICLE

Analisis Kebijakan dalam Pembentukan Undang-


Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak
Vincensia Mutiara Rengganis

Aktivis Business Law Society Fakultas Hukum


Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. 57126.
Telepon (+62)271-646994. Faximile (+62)271-646655

 Email : vincensiamutiara@student.uns.ac.id

ABSTRACT
Article 58 of Law No. 39 of 1999 states that every child is entitled to legal protection from all forms of
physical or mental violence, neglect or ill-treatment, and sexual abuse while in the care of their parents or
guardians, other parties, or those responsible for the child's care. Indonesia as a welfare state and also a
state of law, has implemented protection for children, one of which is by forming a Law on Child Protection.
Child protection is all activities to ensure and protect children and their rights to live, grow, develop, and
participate optimally by the dignity and dignity of humanity, and get protection from violence and
discrimination. The State strives to uphold and uphold human rights which include the rights of children
specifically stipulated in Law No. 35 of 2014 as a change to Law No. 23 of 2002 which is a form of
adjustment and optimization of children's rights. The Law on Child Protection, affirms the government's
serious efforts to crack down decisively on all forms of violence against children by providing severe criminal
sanctions, providing a deterrent effect, and restoring the condition of children both physically, and
psychologically, psychically, and socially. This research aims to find out the urgency of the formation of Law
No. 35 of 2014 on Child Protection as well as see its conformity to the theory of the formation of good laws,
the theory of justice, and the principles of law formation. The type of research used is normative legal research,
the results show that the formation of the Law on Child Protection has been by the theory of the formation
of good laws, the theory of justice, and the principles of law formation.
Keywords: Child; Child protection; Child protection laws

ABSTRAK
Dalam Pasal 58 UU No. 39 Tahun 1999, menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk
mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental,
penelantaran perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua
atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggungjawab atas pengasuhan anak
tersebut. Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) dan juga negara hukum, telah

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
72 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume ..., Nomor ..., Year

menerapkan perlindungan terhadap anak salah satunya dengan membentuk UU tentang


Perlindungan Anak. Perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Negara berusaha untuk mejamin dan
mejunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang di dalamnya termasuk hak anak yang secara
spesifik diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU No. 23 Tahun
2002 yang merupakan bentuk penyesuaian dan pengoptimalan hak-hak anak. Dengan
adanya UU tentang Perlindungan Anak, maka menegaskan upaya serius pemerintah untuk
menindak secara tegas segala bentuk kekerasan terhadap anak dengan pemberian sanksi
pidana yang berat, memberikan efek jera dan mengembalikan kondisi anak baik secara, fisik,
psikis dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi pembentukan UU
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sekaligus melihat kesesuainnya terhadap
teori pembentukan undang-undang yang baik, teori keadilan, dan asas-asas pembentukan
undang-undang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, Hasil
penelitian menunjukan bahwa pembentukan UU tentang Perlindungan Anak telah sesuai
dengan teori pembentukan undang-undang yang baik, teori keadilan, dan asas-asas
pembentukan undang-undang.
Kata Kunci: Anak; Perlindungan Anak; Undang-Undang Perlindungan Anak

PENDAHULUAN
Anak menurut UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Selain sebagai amanah dan karunia dari Tuhan Yang
Maha Esa, anak juga merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa sehingga anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri serta sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan agar
kelak setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut. Maka, anak perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental maupun sosial dan berakhlak mulia.1 Menurut UU No. 39 Tahun 1999 menyatakan
bahwa anak termasuk kelompok masyarakat yang rentan bersama-sama dengan orang lanjut
usia, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat yang mana perlindungan bagi
kelompok rentan ini berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya. Lebih jelasnya, dalam Pasal 58 UU No. 39 Tahun 1999, menyatakan
bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk
kekerasan fisik atau mental, penelantaran perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama
dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggungjawab
atas pengasuhan anak tersebut.2
Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) yang salah satu tujuan negaranya
adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia” sebagaimana yang tercantum dalam

1
Romli Atmassasmita, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1997, Hal, 166.
2
UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 2, Nomor 1, Year 73

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga
merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah menerapkan perlindungan terhadap
anak salah satunya dengan membentuk UU tentang Perlindungan Anak.3 Perlindungan
anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 4
Negara berusaha untuk mejamin dan mejunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang di
dalamnya termasuk hak anak yang secara spesifik diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014
sebagai perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 yang merupakan bentuk penyesuaian dan
pengoptimalan hak-hak anak. Jaminan perlindungan anak yang diatur dalam UU tersebut
diselenggarakan berdasarkan asas Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak-hak anak
yang antara lain meliputi:
1. Non diskriminasi
2. Kepentingan yang terbaik bagi anak
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan
4. Penghargaan terhadap pendapat anak5
Dengan adanya UU tentang Perlindungan Anak, hal ini menunjukkan adanya upaya
serius pemerintah dalam menangani dan menanggulangi segala bentuk kekerasan terhadap
anak dengan pemberian sanksi pidana yang berat, memberikan efek jera dan
mengembalikan kondisi anak, baik secara fisik, psikis dan sosial. Disisi lain, karena
perlindungan anak merupakan hal yang sangat penting mengingat sekarang ini marak
terjadinya kekerasan bahkan dari lingkungan terdekat anak, untuk itu melalui artikel ini akan
dilakukan analisis lebih lanjut apakah dalam pembentukan UU No. 35 Tahun 2014 sudah
sesuai dengan teori pembentukan perundang-undangan yang baik, apakah isi dari UU No.
35 tahun 2014 sudah memuat keadilan bagi anak, apakah sudah memuat landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis dalam isi muatan pasal-pasalnya dan apakah sudah sesuai dengan asas-
asas pembentukan perundangan-undangan.

METODE
Dalam artikel ini, penulis menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian hukum
normatif adalah dilihat dari sifat dan ruang lingkup disiplin hukum, yang mana disiplin
diartikan sebagai suatu sistem ajaran tentang kenyataan yang biasanya mencakup disiplin
analitis dan disiplin perspektif, dan disiplin hukum lazimnya termasuk ke dalam disiplin
perspektif jika hukum dipandang hanya mencakup segi normatifnya saja. Tetapi ingin
membuktikan dan menegaskan bahwa disiplin hukum lazimnya juga dapat diartikan sebagai
suatu sistem ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan (perilaku) atau sebagai
sesuatu yang dicita-citakan dan sebagai realitas atau hukum yang hidup, bahkan disiplin

3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4
Pasal 1 angka (2) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
5
Nurul Noviasari, Analisis Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Terhadap Kekerasan Anak pada
Masa Pandemi Covid-19, JCE (Journal of Chilhood Education), 5(2), Hal. 333-351.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
74 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume ..., Nomor ..., Year

hukum tersebut memiliki segi umum dan khusus. Ini menjadikan penelitian hukum
normatif memiliki kecenderungan dalam mencitrakan hukum sebagai disiplin perspektif
yang hanya melihat hukum dari sudut norma-normanya saja yang bersifat perspektif.6

HASIL & PEMBAHASAN


1. Urgensi Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak
Pada dasarnya anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang
harus dijaga, dikasihi dan dilindungi. Mengingat bahwa dalam diri setiap manusia yang lahir
ke dunia melekat sebuah harkat dan martabat yang harus dijunjung tinggi, dihormati dan
dilindungi tak terkecuali bagi anak yang masih memerlukan pengawasan orang dewasa. Hal
ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.7 Dengan demikian, tidak ada manusia lain yang dapat dan boleh merampas
hak yang dimiliki setiap anak dengan alasan apapun, karena setiap hak yang dimiliki oleh
anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang tidak dapat diganggu gugat, dikurangi
maupun dibagikan serta pengaturannya telah dijamin secara nasional maupun
internasional.8
Atas hal tersebut, pemerintah sebagai penyelenggara negara, mempunyai kewajiban
untuk melindungi warga negaranya sekaligus melindungi setiap hak-hak yang melekat dalam
diri warganya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi warga
negaranya terutama anak-anak adalah dengan menerapkan perlindungan hukum dengan
membuat Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Perlindungan anak menurut Pasal
1 angka (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 merupakan segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena anak merupakan
karunia Tuhan, maka harus diciptakan suatu perlindungan hukum untuk menjamin
kebebasan hak asasi anak sebagai insan yang merdeka. Dalam hal ini keberadaan Undang-
Undang Perlindungan Anak menjadi penting dan wajib untuk diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selain itu, seiring dengan perkembangan arus globalisasi yang semakin hari
dampaknya semakin terasa bagi masyarakat menjadikan tatanan kehidupan masyarakat
mengalami pergeseran baik dari segi sosial, budaya, pendidikan, ekonomi maupun politik.
Tidak heran karena adanya pergeseran nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat berdampak
pada marak terjadinya tindak kriminalitas terutama terhadap anak dibawah umur.
Banyaknya kasus kekerasan seksual, perdagangan anak, penculikan anak, penelantaran anak,

6
Depri Liber Sonata, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metode
Meneliti Hukum, 8N, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum
7
Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
8
Laurensius Arliman, Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak Untuk
Mewujudkan Perlindungan Anak yang Berkelanjutan, 2017, Hal. 88-108.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 2, Nomor 1, Year 75

anak yang dipaksa orang tua untuk bekerja dan kasus kejahatan lain yang menjadikan anak
sebagai objek kekerasan oleh orang dewasa kian waktu semakin marak terjadi. Seringkali
menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia. Bahkan lebih parahnya, kasus
kekerasan terhadap anak muncul dari lingkungan sekitar anak baik dari unsur tempat tinggal
maupun kekerabatan. Hal tersebut terdengar sungguh miris dan berasa tidak mungkin.
Namun pada kenyataannya itulah yang terjadi, dimana seharusnya anak memperoleh
perlindungan dari lingkungan sekitarnya, akan tetapi lingkungan tersebut malah menjadi
lingkungan yang menyeramkan bagi tumbuh kembang anak dan tidak melindungi hak-hak
anak. Oleh karena itu, dengan adanya UU Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi salah satu upaya
perlindungan hukum oleh pemerintah yang wajib diimplementasikan oleh seluruh elemen
masyarakat agar segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan pelanggaran
hak asasi manusia terhadap anak dapat dicegah dan ditangani serta terjaminnya hak-hak
anak sebagai generasi penerus bangsa.

2. Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak Ditinjau dari


Teori Pembentukan Perundang-Undangan Yang Baik
Dalam hubungannya dengan teori pembentukan perundang-undangan yang baik,
terdapat sebuah teori yang dikemukakan oleh Lon F. Fuller yang dikenal dengan istilah Teory
Morality of Law. Teori ini berisi persyaratan yang tercantum dalam delapan poin yang
kemudian disebut sebagai delapan “desiderata” mengenai hal-hal yang harus dipenuhi
dalam rangka pembentukan suatu hukum agar dapat bekerja secara baik di lingkup
masyarakat. Kedelapan desiderata tersebut antara lain yaitu:9 1) laws should be general, artinya
dalam pembuatan suatu undang-undang harus didasarkan pada suatu aturan hukum yang
umum; 2) they should be promulgated, that citizens might know the standards to which they are being
held, artinya setiap aturan yang menjadi pedoman harus diketahui secara umum oleh
masyarakat luas dan suatu hukum harus dipublikasikan secara layak; 3) retroactive rule-making
and application should be minimized, artinya suatu hukum keberlakuannya harus ditujukan untuk
masa mendatang dan tidak boleh berlaku surut; 4) laws should be understandable, artinya hukum
atau aturan yang dirumuskan oleh pemerintah harus memuat penjelasan yang jelas dan
terperinci sehingga memudahkan rakyat untuk mengerti isi dan esensi dari aturan hukum
yang dibuat; 5) free of contradiction, artinya suatu aturan hukum harus bebas dari pertentangan
dengan aturan hukum lain baik secara vertikal maupun horizontal; 6) laws should not require
conduct beyond the abilities of those effected, artinya suatu aturan hukum tidak boleh berisi tentang
perintah untuk melakukan hal-hal yang tidak mungkin untuk dilakukan; 7) they should remain
relatively constant through time, artinya aturan hukum sifatnya harus tetap dan konsisten
sehingga tidak boleh berubah sewaktu-waktu, dan 8) they should be a congruence between the laws
as announced and their actual administration, artinya suatu hukum harus mengandung kesesuian
antara aturan-aturan yang diumumkan dengan kenyataan yang ada di masyarakat.
Berdasarkan uraian tentang teori pembentukan hukum yang baik menurut Lon F.
Fuller tersebut, apabila dikaitkan dengan pembentukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak, maka terdapat sebuah kesimpulan antara lain: 1)
hubungannya dengan adanya aturan hukum umum yang menjadi pedoman dalam rangka
9
Modul Penyusunan Porduk Hukum yang Baik Menurut Para Ahli

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
76 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume ..., Nomor ..., Year

pembuatan hukum baru untuk menghindari dasar hukum yang ad hoc, dalam pembuatan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 ini didasarkan pada peraturan-peraturan terdahulu
yang utamanya adalah UUD NRI 1945 sebagai dasar negara Indonesia. Dasar hukum yang
melatarbelakangi lahirnya UU Perlindungan Anak ini antara lain: Pasal 20, Pasal 21, Pasal
28B ayat (2), Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya terdapat perundangan-undangan
dibawahnya yang terkait dengan perlindungan anak yaitu Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Anak. Yang mana keseluruhan dasar hukum atau pedoman hukum
tersebut merupakan aturan hukum umum yang telah diundangkan dan dipublikasikan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.10 2) Berkaitan dengan poin 1 bahwa dasar hukum yang
melatarbelakangi lahirnya UU No. 35 Tahun 2014 ini adalah dasar hukum yang umum yang
mana dilandaskan pada konstitusi Republik Indonesia dan aturan-aturan dibawahnya yang
telah dipublikasikan di Lembaran Negara Republik Indonesia. Selain itu, UU No. 35 Tahun
2014 ini juga telah diundangkan dan tercantum dalam lembaran negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 297 sehingga sudah berlaku umum sejak tahun 2014. Sebagaimana
prinsip asas fiksi hukum yang beranggapan bahwa ketika suatu peraturan perundang-
undangan telah diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption iures
de iure) dan ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan
hukum tidak dapat membebaskan/memaafkannya dari tuntutan hukum (ignorantia jurist non
excusat).11 3) UU No. 35 Tahun 2014 merupakan sebuah aturan perundangan yang telah
diundangkan pada tahun 2014 dan masih berlaku hingga saat ini sehingga UU tersebut
merupakan tata hukum positif yang dahulunya bersifat ius constituendum (hukum yang
dicita-citakan/berlaku untuk masa mendatang) dan kini menjadi ius constitutum (hukum
yang berlaku pada masa sekarang). Menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacakara,12
hal tersebut dapat terjadi apabila digantinya undang-undang yang lama dengan undang-
undang yang baru dengan ditandai dengan memasukkan unsur-unsur baru yang dibuktikan
bahwa UU No. 35 Tahun 2014 merupakan perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. 4) Hukum harus dibuat agar dapat dimengerti oleh rakyat oleh karena
itu dalam UU No. 35 Tahun 2014 dalam penjelasan setiap Pasal-Pasalnya menggunakan
bahasa yang baku, umum, jelas dan terperinci sehingga masyarakat awam dapat memahami
maknanya dengan jelas dan tepat. 5) Dalam UU No. 35 Tahun 2014 memuat hal-hal yang
tidak bertentangan dengan peraturan lain, yang ada hanya saling melengkapi. 6) Karena UU
ini mengatur perlindungan anak, oleh karena itu isi dari peraturan ini tentunya melindungi
hak-hak dan keberadaan anak, sementara itu untuk sanksi yang dimuat dalam hukum
tersebut pun tetap mempertimbangkan hak-hak anak dengan adanya sistem peradilan
khusus anak dan adanya upaya-upaya diversi untuk menjamin hak-hak anak. 7) UU No. 35
Tahun 2014 sendiri merupakan aturan perubahan dari UU sebelumnya yaitu UU No. 23
Tahun 2002. Dilakukan perubahan karena untuk meningkatkan perlindungan terhadap anak

10
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
11
Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H, Penerapan Asas Fiksi Hukum Dalam PERMA, Jaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Mahkamah Agung-RI, 2017 diakses dari
https://jdih.mahkamahagung.go.idindex/php/beranda/kegiatan/9-kegiatan/139-penerapan-asas-fiksi-hukum-
dalam-perma pada 29 April 2022
12
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Aneka Cara Pembedaan Hukum, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 1994, Hal. 7

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 2, Nomor 1, Year 77

karena semakin berkembangnya zaman aturan-aturan hukum harus pula disesuaikan agar
terjadi keseimbangan dan kesinambungan. Oleh karena itu, perubahan hanya dapat
dilakukan pada waktu-waktu tertentu dengan alasan perubahan yang tegas seperti aturan
hukumnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dengan memasukkan unsur
baru, penafisran yang sudah tidak sama, perkembangan doktrin sarjana hukum terkemuka. 13
8) Dalam UU No. 35 Tahun 2014 adanya kesesuaian antara isi aturan hukum dengan
kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat karena telah adanya perubahan tersebut.
Dalam upaya membentuk peraturan perundangan-undangan yang baik (good legislation),
I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a mengungkapkan bahwa terdapat 3 landasan yang
harus ada dalam pembentukan suatu perundang-undangan antara lain: landasan filosofis,
landasan sosiologis dan landasan yuridis. Landasan filosofis adalah suatu landasan yang
memuat prinsip bahwa suatu perundang-undangan harus berdasarkan dan merupakan
cerminan dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dalam UU No. 35 Tahun 2014,
landasan filosofisnya bersumber pada hukum yang lebih tinggi yaitu Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tepatnya Pasal 20, Pasal 21, Pasal
28B ayat (2), Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2). Sedangkan landasan sosiologis
adalah, bahwa dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan kenyataan atau permasalahan yang terjadi di masyarakat dan upaya-upaya
atau cita-cita masyarakat. Kaitannya dengan UU No. 35 Tahun 2014, yaitu berawal dari hak-
hak anak yang harus dilindungi, dihormati dan dijunjung tinggi karena merupakan bagian
dari Hak Asasi Manusia serta banyak terjadinya kasus-kasus pelanggaran terhadap hak-hak
anak maka pemerintah berupaya untuk melakukan perlindungan hukum terhadap anak
dengan tujuan agar hak-hak anak terjamin dengan maksimal dan adanya kesejahteraan bagi
seluruh warga negara Indonesia. Lebih lanjut, mengenai landasan yuridis adalah suatu
peraturan perundang-undangan yang dalam pembentukannya harus didasarkan sesuai
dengan syarat pembentukan peraturan perundang-undangan dan hukum yang lebih tinggi
dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, akan diubah atau akan dicabut guna
menjamin kepastian dalam masyarakat. Dalam UU No. 35 Tahun 2014 landasan yuridisnya
yaitu untuk melakukan penyesuaian isi pasal-pasal dalam UU No. 23 Tahun 2002 dengan
perkembangan zaman dan adanya peningkatan perlindungan anak sesuai dengan situasi
yang berkembang dalam masyarakat.14

3. Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak Ditinjau dari


Teori Keadilan Jeremy Bentham
Lebih lanjut, Jeremy Bentham dalam teori keadilannya mengungkapkan bahwa
undang-undang yang baik adalah undang-undang yang memberikan kebahagiaan bagi
masyarakatnya. Bentham berpendapat bahwa dalam pembentukan suatu hukum harus
berlandaskan pada aspirasi suara mayoritas rakyat yang mengutamakan adanya kebahagiaan
bersama tanpa mengesampingkan suara minoritas. Hal ini berarti, ia mengutamakan sebuah

13
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, 1994. Ibid
14
Nengah Suantra dan Made Nurmawati, Naskah Tutorial: Teori Legislasi dalam Pembentukan Peraturan
Daerah, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2016.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
78 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume ..., Nomor ..., Year

keadilan yang memiliki nilai universal bagi seluruh masyarakat dalam suatu negara. 15
Apabila dikaitkan dengan UU No. 35 Tahun 2014, menurut pendapat pribadi penulis sudah
sesuai dengan teori keadilan yang diusung oleh Bentham karena disini anak merupakan
suatu kaum yang dapat dikatakan sebagai kaum minoritas tetapi keadilan yang meliputi hak-
hak dan kebahagiaan anak-anak telah diupayakan oleh kaum mayoritas (dalam segi
kekuasaan dan pemikiran). Dalam penyusunan undang-undang yang bersangkutan pun
sudah disusun sedemikian rupa dengan berlandaskan pada Pancasila dan Konstitusi Dasar
Negara Republik Indonesia serta peraturan yang berada dibawahnya, walaupun terkadang
dalam pelaksanaannya belum berjalan secara maksimal. Hal ini dikarenakan, terkadang nilai-
nilai keadilan yang dicantumkan dalam undang-undang hanya bersumber dari akal manusia
yang sifatnya berubah-ubah dan dapat dikompromi sehingga dikhawatirkan dapat
mengakibatkan norma keadilan yang ada dalam peraturan perundangan tersebut
bertentangan dengan peraturan lainnya.16
UU No. 35 Tahun 2014 sudah berupaya untuk melindungi hak-hak dan kemerdekaan
anak dari berbagai pedoman peraturan yang ada baik dari Pancasila, UUD NRI 1945
maupun peraturan lain yang terkait dengan perlindungan hukum bagi anak. Namun, terkait
implementasi dalam memberikan keadilan bagi masyarakat memang dirasa belum maksimal.
Ini disebabkan karena beberapa hal yaitu mekanisme acara perlindungan anak itu sendiri
dan masih kurangnya kontribusi bersama pihak sekitar dalam rangka perlindungan hak-hak
anak.17 Walaupun sudah diundangkan, terkadang masih banyak warga masyarakat yang
masih awam dengan peraturan tersebut sehingga upaya perlindungan belum dilakukan
secara maksimal. Sumber daya yang terbatas, kondisi ekonomi, fasilitas yang tidak memadai
dan pemikiran yang masih kolot serta tradisional juga turut berkontribusi menjadi
penghambat terlaksananya UU tersebut sehingga keadilan belum benar-benar dapat
dirasakan secara maksimal oleh masyarakat.

4. Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak Ditinjau dari


Asas-Asas Pembentukan Perundang-Undangan
Selanjutnya, mengenai asas pembentukan peraturan perundang-undangan,
berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 antara lain yaitu : 1) kejelasan
tujuan, bahwa dalam setiap pembentukan peraturan perundangan harus mempunyai tujuan
yang hendak dicapai. Berhubung UU No. 35 Tahun 2014 merupakan aturan perubahan dari
UU No. 23 Tahun 2002, maka yang terdapat dalam muatan pasal pada UU No. 35 Tahun
2014 hanya pasal-pasal yang mengalami perubahan. Oleh karena itu, tujuannya tidak secara
eksplisit tercantum dalam pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2014, namun tujuan
umumnya yaitu untuk melakukan penyesuaian pasal-pasal yang dirasa sudah tidak sesuai
dengan unsur-unsur yang baru yang lebih sesuai dengan harapan agar perlindungan anak
lebih maksimal sehingga terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan

15
Ratih Anissa Milenia Rahma, Implementasi Keadilan Hukum di Indonesia dalam Perspektif Hukum
Utiliarianisme Jeremy Bentham, Departemen of Political Science UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2021
16
Gigih Anggara, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan, 07(05), 2018, DOI:
https://doi.org/10.24843/kp.2016.V38.101.P02
17
Rahman, Implementasi undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Terhadap Perkara Tindak Pidana Perdagangan Anak (Child
Trafficking)

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 2, Nomor 1, Year 79

sejahtera. 2) Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahwa peraturan


perundangan harus dibuat oleh lembaga atau pihak yang berwenang. Pihak yang berwenang
yang menyusun UU No. 35 Tahun 2014 Presiden Republik Indonesia bersama dengan
DPR. 3) Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan bahwa dalam pembentukan
peraturan perundangan harus memuat 3 unsur tersebut. Materi muatan yang ada dalam UU
No. 35 Tahun 2014 merupakan pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945 Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) sehingga sudah sesuai dengan
jenis dan hierarkri peraturan perundang-undangan. 4) Dapat dilaksanakan, bahwa setiap
perundang-undangan harus mempertimbangkan segi landasan filosofis, sosiologis dan
yuridis. Dalam pembahasan sebelumnya, sudah terbukti bahwa UU No. 35 Tahun 2014
memuat ketiga landasan tersebut karena berdasarkan pada Pancasila dan UUD NRI 1945
serta peraturan dibawahnya, mencerminkan kenyataan yang ada pada masyarakat dan cita-
cita masyarakat serta adanya peraturan sebelumnya yang telah mengatur aturan tersebut. 5)
Kedayagunaan dan kehasilgunaan, dalam pembentukan suatu perundang-undangan harus
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dengan dibuatnya UU No. 35 Tahun 2014 juga sudah menjadi representasi
bahwa UU tersebut memang dibutuhkan karena harus disesuaikan dengan perkembangan
zaman dan sangat berguna bagi perlindungan hukum terhadap hak-hak anak. 6) Kejelasan
rumusan, setiap pembentukan peraturan perundangan harus mempertimbangkan
persyaratan teknis seperti sistematika, diksi, bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
agar tidak menimbulkan kerancuan atau kesalahpahaman masyarakat. Isi dan sistematika
dari UU No. 35 Tahun 2014 sudah sesuai dengan kaidah yang ada dan pemilihan katanya
tepat jelas sehingga mudah untuk dimengerti oleh masyarakat. 7) Keterbukaan,
pembentukan peraturan perundangan mulai dari perencanaan hingga pengundangan
bersifat terbuka dan transparan. Dalam pembentukan UU No. 35 Tahun 2014 dinilai tidak
menimbulkan kontroversial seperti UU yang akhir-akhir ini baru dibentuk, karena
menyangkut perlindungan hukum bagi anak, maka penulis menganggap dalam
pembentukannya pun bersifat terbuka dan transparan sehingga tidak ada sisipan muatan
pasal yang menguntungkan segelintir pihak saja, seperti pasal-pasal dalam peraturan pada
aspek/bidang lain.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Pergeseran nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat telah berdampak pada maraknya
tindak kriminalitas terhadap anak di bawah umur yang ditandai dengan banyaknya
kasus kekerasan seksual, perdagangan anak, penculikan anak, penelantaran anak,
anak yang dipaksa orang tua untuk bekerja dan kasus kejahatan lain yang menjadikan
anak sebagai objek kekerasan oleh orang dewasa. Adanya Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menjadi salah satu upaya perlindungan hukum oleh
pemerintah dalam mencegah tindak kekerasan terhadap anak.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
80 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume ..., Nomor ..., Year

2. Berdasarkan teori pembentukan perundang-undangan yang baik, khususnya Teory


Morality of Law oleh Lon F. Fuller, diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 dalam pembentukannya telah memenuhi seluruh persyaratan yang
tercantum dalam delapan poin “desiderata” mengenai hal-hal yang harus dipenuhi
dalam rangka pembentukan hukum. Kemudian, Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 dalam pembentukannya sudah memenuhi landasan yang harus ada dalam
pembentukan perundang-undangan, yaitu : landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
3. Berdasarkan teori keadilan Jeremy Bentham, bahwa Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 telah memenuhi keadilan sebagaimana yang dimaksud oleh Bentham.
Anak yang merupakan kaum minoritas tetap mendapatkan keadilan yang meliputi
hak-hak dan kebahagiaannya dari kaum mayoritas yang dalam hal ini sebagai yang
mengupayakan adanya keadilan terhadap hak anak.
4. Berdasarkan asas-asas pembentukan perundang-undangan, bahwa Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 dalam pembentukannya telah sesuai dengan asas kejelasan
umum, asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, asas kesesuaian antara
jenis, asas hierarki dan materi muatan, asas dapat dilaksanakan, asas kedayagunaan
dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan.

DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Gigih. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan.
07(05). DOI: https://doi.org/10.24843/kp.2016.V38.101.P02 diakses pada 29 April 2022
Arliman, Laurensius. (2017). Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Perlindungan
Anak Untuk Mewujudkan Perlindungan Anak yang Berkelanjutan. Universitas Islamic
Bandung. Hal. 88-108.
Atmassasmita, Romli. (1997). Peradilan Anak di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
Depri Liber Sonata, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas
dari Metode Meneliti Hukum, 8N, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum
Noviasari, Nurul. (2021). Analisis Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Terhadap
Kekerasan Anak Pada Masa Pandemi Covid-19. JCE (Journal of Chilhood Education).
5(2), Hal. 333-351.
Nurmawati, Made dan I Nengah Suantra. (2016). Naskah Tutorial: Teori Legislasi dalam
Pembentukan Peraturan Daerah. Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto. (1994). Aneka Cara Pembedaan Hukum.
Bandung:PT. Citra Aditya Bakti.
Rahman. (2015). Implementasi Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Terhadap
Perkara Tindak Pidana Perdagangan Anak (Child Trafficking). Diakses dari
https://media.neliti.com pada 29 April 2022.
Rahma, Ratih Anissa Milenia. (2021). Implementasi Keadilan Hukum di Indonesia dalam
Perspektif Hukum Utiliarianisme Jeremy Bentham. Departemen of Political Science
UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.
Sonata, Depri Liber. (2014). Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris:
Karakteristik Khas dari Metode Meneliti Hukum. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum. 8N.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 2, Nomor 1, Year 81

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
Waruwu, Riki Perdana Raya. (2017). Penerapan Asas Fiksi Hukum Dalam PERMA.
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Mahkamah Agung-RI. Diakses
dari https://jdih.mahkamahagung.go.idindex/php/beranda/kegiatan/9-kegiatan/139-
penerapan-asas-fiksi-hukum-dalam-perma pada 29 April 2022.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

You might also like